Pembimbing:
dr. Dody Suhartono, Sp. KK
Disusun Oleh:
Alya Bakti Destiani
(030.14.009)
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. ES
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Tempat/tanggal lahir : Tegal, 06-09-1973
Alamat : Jl. Assem Tiga Rt 3 RW 4, Tegal Barat
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : tidak bekerja
Agama : Islam
Suku : Jawa tengah
Kewarganegaraan : Indonesia
Status pernikahan : Belum menikah
Tanggal masuk RS : 11 Januari 2019, 10.00 WIB
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis
dengan ibu pasienn pada 11 Januari 2019 pukul 10.10 WIB di Poliklinik Penyakit
Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah, Tegal.
A. Keluhan utama:
Kulit timbul bercak merah di wajah sejak 3 bulan terakhir.
B. Keluhan tambahan:
Rasa gatal pada bercak merah di wajah sejak 3 bulan terakhir.
C. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke Poliklinik RSUD Kardinah Kota Tegal dengan kulit timbul
bercak merah di wajah sejak 3 yang lalu. Keluhan dirasa awalnya di bagian wajah
2
sebelah kanan, lebih tepatnya di depan telinga kanan. Kemudian bercak menyebar
pada sisi satunya dan timbul di dahi. Awalnya bercak kemerahan timbul hanya di
wajah sisi kanan berukuran kurang lebih 1-2 cm, namun lama kelamaan mulai
meluas menjadi 7 cm x 9 cm. Rasa gatal semakin meningkat secara bertahan sejak
3 bulan yang lalu. Bercak tersebut dirasakan sangat gatal terutama saat
berkeringat dan beraktivitas siang hari di bawah terik matahari. Sebelumnya
pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa.
Sejak 1 bulan yang lalu pasien sudah menggunakan bedak yang dibeli
sendiri di warung, namun bercak bertambah lebar dan semakin gatal. Sebelumnya
belum pernah memeriksakan keadaan kulitnya kepada dokter di rumah sakit.
Pasien pernah di diagnosis meningitis oleh dokter saraf saat pasien berusia 10
tahun. Pasien memiliki riwayat kejang saat masa kanak-kanaknya, terakhir kejang
saat pasien berusia 11 tahun. Riwayat darah tinggi, kencing manis, asma, alergi
obat, dan alergi makanan disangkal oleh pasien. Pasien tidak memelihata anjing,
kucing, atau ternak lainnya di dalam rumah. Keluarga pasien tidak ada yang
mengalami keluhan bercak merah gatal. Pasien memiliki kebiasaan sering tidur di
lantai, ia mengatakan tidak suka tidur di kasur. Lantai rumah pasien terbuat dari
ubin marmer, kebersihan lantai rumah dibersihkan setiap 3 hari sekali yaitu di
sapu dan di pel. Pasien memiliki kebiasaan mandi 1 hari sekali yaitu hanya pada
pagi hari sekitar pukul 07.00 – 08.00 WIB. Ibu pasien mengatakan pasien kurang
dalam menjaga kebersihan dirinya, ketika mandi pun harus disuruh dan jarang
berganti baju apabila tidak diingatkan.
D. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit
ginjal, alergi makanan, dan asme disangkal oleh keluarga pasien.
E. Riwayat Pekerjaan
Tidak bekerja. Sebelumnya pasien tidak pernah bekerja karena keterbatasannya
dalam berbicara. Pasien memiliki kesulitan dalam berbicara karena riwayat
meningitisnya oleh dokter saraf.
3
F. Status Sosial Ekonomi
Kebutuhan sehari- hari pasien tercukupi. Sumber penghasilan dari seorang adik
laki-laki pasien berusaha 43 tahun yang bekerja sebagai karyawan dan ibu
pasien yang berjualan warung di rumah.
G. Status Kebiasaan
Pasien tidak pernah berolahraga, pasien tidak merokok, pasien tidak memiliki
kebiasaan meminum jamu atau obat-obatan selain obat anjuran dokter, maupun
obat herbal.
H. Riwayat pengobatan
Tidak ada obat yang rutin diminum pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Sabtu tanggal 11 bulan Januari tahun
2019 di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah.
a) Keadaan umum
1) Kesadaran : compos mentis
2) Kesan sakit : tampak sakit sedang
3) Kesan Gizi : obesitas grade I
4) Berat badan : 78 kg
5) Tinggi badan : 163 cm
b) Tanda vital
1) Tekanan darah : 120/80 mmHg
2) Nadi : 78 x/menit, regular, equal kanan-kiri
3) Pernapasan : 20 x/menit
4) Suhu : 36,5 ºC
c) Status generalis
- Kepala : Normosefali
- Rambut : Rambut hitam, lurus, panjang kira kira 0,5-1 cm, tipis,
cenderung tampak botak.
- Wajah : Wajah simetris. Terdapat beberapa lesi kulit di wajah sisi kanan,
wajah sisi kiri, dan dahi. Semua lesi memiliki bagian tepi lesi yang lebih aktif
dibandingkan bagian tengahnya. Lesi plak eritematosa disertai papul di tepi lesi
4
pada wajah sisi kanan, tepatnya di depan telinga kanan, lesi berbatas tegas, lesi
berukuran plakat, bentuk lonjong. Lesi plak eritematosa disertai papul di tepi
lesi pada dahi, lesi berukuran plakat, berbatas tegas, bentuk lonjong. Lesi plak
eritematosa disertai papul di tepi lesi pada wajah sisi kiri, lebih tepatnya di
dekat mata kiri, lesi berbatas tegas, lesi berukuran plakat, bentuk lonjong. Lesi
terbesar berada di wajah sisi kanan berukuran plakat ukuran 7 x 9 cm, bentuk
anular, kelainan berupa plak disertai makula eritema. Lesi terkecil berada di
wajah sisi kiri berukuran nummular ukuran 3 x 2 cm, bentuk anular, kelainan
berupa plak disertai makula eritema.
- Mata :
Visus : tidak dilakukan
Sklera ikterik : tidak ada
Konjungtiva anemis : tidak ada
Pupil : bulat, isokor
- Telinga :
Bentuk : normotia Sekret/serumen : tidak ada
Nyeri tekan tragus : tidak ada
Nyeri tarik aurikula : tidak ada
Liang telinga : lapang
- Hidung :
Bentuk : simetris Mukosa hiperemis : tidak ada
Deviasi septum : tidak ada Sekret : tidak ada
- Bibir : tidak ada kelainan bentuk, tidak sianosis.
- Mulut : Oral higiene baik, mukosa mulut warna merah muda, arcus
palatum simetris.
- Lidah : Normoglosia, tidak tampak hiperemis, lidah tidak tampak
kotor.
- Tenggorokan : Uvula terletak di tengah, ukuran tonsil T2-T2, tidak tampak
hiperemis, tidak tampak detritus, dinding posterior faring tidak hiperemis.
- Leher: tidak ada kelainan bentuk, tidak teraba pembesaran tiroid, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening.
5
- Thorax
Paru :
Inspeksi: bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, pergerakan
saat bernapas simetris, tidak terdapat retraksi subcostal dan pengguanan
otot bantu pernapasan.
Palpasi: pergerakan napas simetris kanan dan kiri
Perkusi: sonor
Auskultasi: suara napas vesikuler (SNV) kanan dan kiri, regular, tidak
terdapat rhonki , tidak ada wheezing.
Jantung :
Inspeksi: tampak iktus kordis
Palpasi: iktus kordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
simetris, tidak tampak gerakan peristaltic
Auskultasi: Bunyi jantung I-II regular, tidak ada gallop, tidak ada murmur.
- Abdomen
Inspeksi: simetris, datar, tidak ada distensi.
Auskultasi: bising usus 3 kali/menit
Perkusi: timpani pada 4 kuadran abdomen
Palpasi: supel, turgor kulit kembali cepat, tidak ada nyeri tekan, hepar dan
lien tidak teraba membesar.
- Kelenjar getah bening
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Superior servikal : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
Aksila : tidak teraba membesar
- Ekstremitas:
Inspeksi : pada keempat ekstremitas simetris kanan dan kiri pada, tidak
ada deformitas, tidak anemis, tidak ikterik, tidak sianosis.
6
Palpasi : pada keempat ekstremitas akral hangat, turgor kulit baik, tidak
ada atrofi otot, tonus otot baik, tidak ada edema, capillary refill time
(CRT)<2 detik.
- Status Neurologis : Rangsang nyeri dan raba halus baik.
- Status Dermatologis :
Distribusi : regional simetris.
Ad Regio : wajah sisi kanan dan kiri, dahi.
Lesi : multiple, ukuran plakat, susunan lonjong, bentuk lesi tepinya lebih
aktif dibandingkan di tengah lesi.
Efloresensi : plak, eritema, papul di tepi lesi.
- Status kognitif dengan instrument MMSE (Mini Mental State
Examination) didapatkan skor kognitif global secara umum nilainya 20.
Interpretasi nilai pada MMSE yaitu nilai 24-30 normal, nilai 17 – 23 suspect
gangguan kognitif, dan nilai 0-16 definit gangguan kognitif.
- Gambar 1 menunjukkan lesi yang didapatkan pada pasien ini
7
IV. DIAGNOSIS BANDING LESI PLAK ERITEMATOSA
- Ptiriasis versikolor. Pada ptiriasis lesi khasnya selain terdapat eritematosa,
dapat terjadi hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Predileksi utama
ptiriasis versikolor terutama di badan bagian atas, leher, perut, dan
ekstermitas.
- Erisipelas. Pada erisipelas lesinya eritema berwarna merah lebih cerah
dibanding tinea fasialis, serta disertai gejala konstitusi berupa demam dan
atau malaise.
- Dermatitis kontak alergi. Pada dermatitis kontak alergi disertai adanya
edema dan memiliki riwayat atopi pada pasien dan atau keluarga.
- Dermatitis kontak iritan. Pada dermatitis kontak terdapat pajanan yang
terpapar pada pasien, yang sebelumnya belum pernah terpajang, sehingga
menyebabkan lesi pada kulit.
- Dermatitis atopik. Pada dermatitis alergi memiliki predileksi khas untuk
usia dewasa yaitu di fosa kubiti dan popliteal, fleksor pergelangan tangan,
kelopak mata. Diagnosis dermatitis alergi bisa ditegakkan menggunakan
kriteria William dengan memenuhi minimal 3 kriteria mayor ditambah
minimal 3 kriteria minor.
- Psoriasis vulgaris. Lesi khas psoriasis vulgaris adalah lesi plak
eritematosa berkuama berlapis, berwarna putih keperakan.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Tinea fasialis dengan penurunan fungsi kognitif.
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan langsung sediaan basah dengan larutan KOH 20%.
VIII. PENATALAKSANAAN
- Medikamentosa
Antimikotik sistemik. Griseovulvin tablet 2x500 mg selama 2-4
minggu.
Antihistamin sistemik. Cetirizine tablet 1 x 10 mg selama 7 hari.
8
Topikal antimikotik ketokonazole sebanyak dua kali sehari sealma
4-6 minggu.
- Non Medikamentosa
Edukasi mengenai kebersihan tubuh pasien dengan mandi dua kali
dalam sehari menggunakan sabun.
Menganjurkan pasien tidak tidur di lantai, melainkan di tempat
tidur. Apabila pasien sangat ingin tidur di lantai, dianjurkan
dialaskan oleh kasur tipis dengan sprei yang bersih.
Menganjurkan pasien dan keluarga pasien menjaga kebersihan
rumah pasien salah satunya dengan mengepel lantai setiap 1-2 hari
sekali.
Menganjurkan pakaian, sprei, handuk, dan linen lainnya yang
sudah digunakan pasien direndam dengan sodium hopklorit 2%
untuk membunuh jamur atau menggunakan disinfektan lain.
IX. PROGNOSIS
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
X. RESUME
Pasien datang ke Poliklinik RSUD Kardinah Kota Tegal dengan kulit
bercak merah sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan dirasa awalnya di bagian wajah
sebelah kanan, kemudian bercak menyebar pada sisi satunya dan timbul di dahi..
Rasa gatal semakin meningkat secara bertahan sejak 3 bulan yang lalu. Bercak
tersebut dirasakan sangat gatal terutama saat berkeringat dan beraktivitas siang
hari di bawah terik matahari. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan
serupa. Sejak 1 bulan yang lalu pasien sudah menggunakan bedak yang dibeli
sendiri di warung, namun bercak bertambah lebar dan semakin gatal. Sebelumnya
belum pernah memeriksakan keadaan kulitnya kepada dokter di rumah sakit.
Pasien pernah didiagnosis meningitis oleh dokter saraf saat pasien berusia 10
tahun. Pasien memiliki riwayat kejang saat masa kanak-kanaknya, terakhir kejang
9
saat pasien berusia 11 tahun.. Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan
bercak merah gatal.
Pasien memiliki kebiasaan sering tidur di lantai, ia mengatakan tidak suka
tidur di kasur. Lantai rumah pasien terbuat dari ubin marmer, kebersihan lantai
rumah dibersihkan setiap 3 hari sekali yaitu di sapu dan di pel. Pasien memiliki
kebiasaan mandi 1 hari sekali yaitu hanya pada pagi hari sekitar pukul 07.00 –
08.00 WIB. Hasil pemeriksaan kognitif dengan instrument MMSE didapatkan
nilai 20 yang menandakan suspect gangguan kognitif. Pada pemeriksaan fisik
dalam batas normal, status neurologis rangsang nyeri dan raba halus tidak
terganggu, status dermatologis dijumpai kelainan pada regio wajah kanan kiri dan
dahi. Lesi plak eritematosa multipel dengan papul di pinggiran lesi, ukuran plakat,
susunan lonjong, bentuk lesi tepinya lebih aktif dibandingkan di tengah lesi.
Pemeriksaan anjuran untuk pasien ini adalah pemeriksaan langsung sediaan basah
dengan larutan KOH 20%.
10
BAB III
PEMBAHASAN
11
dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode Januari 2014 hingga
Desember 2016 didapatkan data jumlah kunjungan pasien baru dermatofitosis
mengalami peningkatan yaitu 71,9% dari seluruh pasien yang datang ke Divisi
Mikologi. Tinea korporis merupakan diagnosis terbanyak yaitu sebesar 56,1%
dengan usia terbanyak antara 45 – 64 tahun.3 Pada pasien ini berjenis kelamin
laki-laki dengan usia 47 tahun, dimana hal ini sesuai karakteristik demografi pada
hasil penelitian Devy D et al. Faktor-faktor yang mempengaruhi dermatofitosis
diantaranya udara lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah,
adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik penggunaan
antibiotika dan obat steroid, serta higenisitas pasien.4 Pada pasien ini didapatkan
faktor yang mempengaruhi dermatofitosis adalah sosial ekonomi yang cenderung
rendah, obesitas, dan higenisitas pasien yang rendah.
Pasien ini memiliki riwayat meningitis yang merupakan infeksi sistem
saraf pusat dan saat ini didapatkan suspect penurunan fungsi kognitif karena skor
MMSE pasien 20 yang menunjukkan suspect fungsi kognitif. Infeksi sistem saraf
pusat dapat menyebabkan terjadinya penurunan fungsi kognitif dengan spectrum
yang luas, mulai dari gangguan kognitif ringan (mild cognitive impairment)
hingga gangguan kognitif berat berupa demensia terkait infeksi (infection-
associated dementia). Pasca infeksi sistem saraf pusat, inflamasi yang berlebihan
akibat mikroglia yang teraktivasi dapat terus berlanjut meskipun agen infeksi telah
dieradikasi.5 Transmisi dari dermatofitosis dapat melalui manusia yang terinfeksi
fungi, binatang yang terinfeksi fungi, atau menalui autoinokulasi melalui reservoir
dermatofita yang berkoloni di kaku.
12
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
13
4.2 Epidemiologi tinea fasialis
Prevalensi infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih banyak dari
wanita karena usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor epidemiologi
yang penting. Perpindahan mansia dapat dengan cepat mempengaruhi
penyebaran endemik dari jamur. Pemakaian bahan-bahan material yang
sifatnya oklusif, adanya trauma, dan pemanasan dapat meningkatkan
temperature dan kelembaban kulit meningkatkan kejadian infeksi tinea.8
Penelitian yang dilakukan Prohic A et al di Boznia dan Herzegovina pada
tahun 2015 menyatakan pasien dengan dermatofita memiliki dua titik
maksimal usia yaitu usia di bawah 16 tahun dan usia diantara 46-55 tahun.
Pasien usia kurang dari 16 tahun memiliki diagnosis tinea fasialis. Laki-aki
usia di bawah 15 tahun dan perempuan usia di atas 55 tahun merupakan
karakteristik demografik terbanyak pada dermatofita.9
14
dan menimbulkan reaksi jaringan atau radangan. Infeksi dermatofit dapat
terjadi melalui tiga langkah utama yaitu perlekatan pada keratinosit, penetrasi
melalui dan diantara sel, serta pembentukkan respon penjamu. Perlekatan
dermatofit pada jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6 jam, dimediasi
oleh serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase
(keratolitik) yang dapat menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan
jamur ini di stratum korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik
dan lipolitik dengan mengeluarkan serine proteinase (urokinase dan activator
plasminogen jaringan) yang menyebabkan katabolisme protein ekstrasel
dalam menginvasi penjami.
Spora jamur harus tumbuh den menembus masuk stratum korneum dengan
kecepatan melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi akan menghasilkan
sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi
jamur. Dalam upaya bertahan dan menghadapi pertahanan imun si jamur,
jamur melakukan metode penyamaran dengan membentuk kapsul polisakarida
yang tebal, memicu pertumbuhan filament hifa, sehingga jamur dapat bertahan
terhadap fagositosis. Setelah metode penyamaran, jamur mengaktifkan
mekanisme penghambatan imun penjamu misalnya Adhesin pada dinding sel
jamur berikatan dengan CD14 dan komplemen C3 pada dinding makrofag
sehingga aktivasi makrofag akan terhambat. Kemudian jamur memproduksi
toksin atau protease yang merusak pertahanan imun spesifik penjamu. Hal ini
memudahkan proses invasi oleh jamur.11
15
menahun. Bentuk lesi dapat berupa bulat atau lanjong, berbatas tegas, terdiri
atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi lesi.
Terkadang dapat terdapat erosi dan krusta akibat lesi yang digaruk. Kelainan
kulit juga dapat dilihat secara polisiklik karena beberapa lesi kulit yang
menjadi satu. Lesi yang meluas ukurannya dan memberikan gambaran tidak
khas dapat terjadi pada pasien dengan imunodefisiensi.12 Lesi dengan central
healing dan lesi subakut tinea dapat dilihat pada gambar 2.
16
Pemeriksaan dengan biakkan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan
langsung sediaan basah, dimana tujuannya untuk menentukan spesies jamur.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media
buatan. Medium untuk biakkan yang baik adalah agar dextrosa Sabouruad.
Biakkan memberikan hasil yang lebih lengkap, akan tetapi lebih sulit
dikerjakan, biaya lebih mahal, hasil yang diperoleh dalam waktu lebih lama
dan sensitivitasnya kurang (60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan
sediaan langsung. Kultur fungi dilakukan pada suhu 28oC selama 1-4
minggu.13
17
DAFTAR PUSTAKA
18
12. Gupita, Aditya K, Chaudry, Maria, Elweski, Boni, et al. Tinea corporis,
tinea cruris, tinea nigra, and piedra, in: Dermatologic Clinics. Philadephia:
Elsevier Health Sciences Division. 2008: 21 (3); 395-400.
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia.
Dermatofitosis, dalam: Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit
dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PP PERDOSKI. 2017: 51-4.
19
LAMPIRAN
Mini Mental State Examination (MMSE)
20
21