DOKTER INTERNSHIP
IMPETIGO KRUSTOSA
Disusun oleh :
dr. Indria Damayanti Widodo
Dokter Pendamping :
dr. Rina Oktaviana
Deskripsi: Anak laki laki usia 10 tahun ,mengeluh terasa gatal dan perih pada
bagian bibir bagian atas dan dagu sejak 1 minggu. Awalnya terdapat
seperti bisul di dagu pasien yang kemudian pecah dan berbentuk
seperti koreng berwana kekuningan . Keluhan demam disangkal.
Keluhan alergi makanan maupun obat-obatan disangkal.
Tujuan: Memberi penatalaksanaan yang tepat pada kasus impetigo krustosa dan
secara holistik melalui edukasi untuk promotif dan preventif.
Bahan bahasan : Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustak
a
Cara membahas Diskusi Presentasi Email Pos
: dan
diskusi
1
kakak pasien. Hubungan antara anggota keluarga dan lingkungan sekitarnya
baik
b) Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai ojek online dengan penghasilan yang tidak
menentu tetapi rata-rata +Rp5.000.000 per bulan. Ibu pasien adalah seorang
ibu rumah tangga. Pendidikan terakhir orangtua pasien yaitu SMA. Kakak
laki-laki pasien adalah pelajar SMA. Rumah yang ditempati pasien bukan
milik keluarga pribadi (kontrakan)
c) Lingkungan
Rumah permanen, terdiri dari ruang keluarga yang merangkap kamar tidur,
dapur dan kamar mandi, tidak ada pekarangan. Ventilasi dan pencahayaan di
dalam rumah kurang memadai. Listrik ada. Sumber air untuk MCK
menggunakan jet pump, sementara untuk minum dan memasak dari air
mineral isi ulang. Sampah dibuang setiap hari ke tempat penampungan
sementara di dekat rumah pasien, tidak dibakar. Pasien sekeluarga tinggal di
lingkungan padat penduduk.
d) Perilaku
Kebiasaan mandi pasien 2x sehari, menggunakan sabun batang . Baju dan
pakaian dalam pasien sesudah mandi selalu diganti dengan yang bersih.
Pasien jarang mencuci tangan dan kaki setelah bermain di luar rumah,
meskipun setiap keluar rumah pasien selalu menggunakan alas kaki. Pasien
memiliki binatang peliharaan yang sering dimainkan. Setiap hari pasien selalu
tidur di kasur yang sama dengan ayah, ibu dan kakak pasien. Kebiasaan
memotong kuku tidak menentu. Ibu pasien selalu menyapu rumah setiap hari,
dan mengepel lantai rumah setiap dua hari sekali. Ibu pasien mencuci dan
menyetrika sendiri pakaian seluruh anggota keluarga setiap hari. Seprai
diganti dan dicuci biasanya 3 minggu sekali. Kasur untuk tidur jarang dijemur.
2
2. Diagnosis / Gambaran Klinis :
(Alloanamnesis dengan ibu pasien) pasien mengeluh terasa gatal dan perih pada
bagian bibir bagian atas dan dagu sejak 1 minggu. Awalnya terdapat seperti
bisul di dagu karena pasien sering menggaruk daerah tersebut yang kemudian
pecah dan berbentuk seperti koreng berwana kekuningan . Keluhan demam
disangkal. Keluhan alergi makanan maupun obat-obatan disangkal.
3. Riwayat pengobatan :
Pasien telah diberikan pengobatan berupa obat gatal yang diminum 3x sehari,
serta salep Hidrokortison, namun keluhan belum kunjung membaik.
4. Riwayat kesehatan / Penyakit :
- Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
- Riwayat penyakit kulit dan rambut kepala sebelumnya tidak ada
- Riwayat alergi obat dan atau makanan tidak ada
3
- Riwayat asma tidak ada
- Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai usia
- Riwayat pengobatan OAT dan atau kontak dengan penderita TB tidak ada
5. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga serumah yang menderita keluhan yang sama
dengan pasien ataupun sedang menderita penyakit kulit dan rambut kepala
Tidak ada riwayat atopi dalam keluarga
6. Riwayat Pekerjaan : os tidak bekerja
Daftar Pustaka :
1. Hay R.J., B.M. Adriaans, BacterialInfection. In: Burns T., Brethnach S, Cox N,
Griffiths C (eds). Rock’s Text Book of Dermatology. 7th ed. Turin: Blackwell,
2004. P.27, 13-15.
2. Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Kedua. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 45-49.
4. Cole C., Gazewood J.. 2007. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American
Family Physician. Volume 75 (6): 859-864.
6. Djuanda A. Hamzah M. Alsah. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyalit Kulit dan Kelamin:
edisi keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis impetigo krustosa pada pasien
2. Memberikan penatalaksanaan yang holistik secara promotif, preventif dan kuratif
pada kasus impetigo krustosa untuk mencegah reinfeksi
4
oleh ibunya namun hasilnya belum membaik. Tidak ada demam, batuk, dan atau pilek.
Nafsu makan cukup baik, tidak ada penurunan berat badan.
Tidak ada keluhan yang sama pada keluarga pasien .
2. Obyektif :
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : compos mentis
Keadaan Umum : baik
Berat Badan : 28 kg
Tinggi Badan : 120 cm
Status Gizi : baik
Tekanan Darah : tidak diperiksa
Nadi : 98x/menit
Pernafasan : 26x/menit
Suhu : 36,5 oC
Kepala : normocephal, rambut berwarna hitam, tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
THT : tidak ditemukan kelainan
Mulut : mukosa kering (-), bibir sianosis (-)
Leher : tidak teraba pembesaran KGB regio colli
Thorax : normochest, simetris ka=ki, retraksi dinding dada (-)
Cor : BJ I-II regular, bising jantung (-)
Pulmo : suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : supel, distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : Superior Inferior
Akral hangat +/+ +/+
Oedema -/- -/-
CRT < 2 detik < 2detik
5
STATUS LOKALIS (DERMATOLOGIKUS
ANJURAN PEMERIKSAAN
Biakan bakteri dalam media agar merah.
3. Assesment :
Seorang anak laki-laki usia 12 tahun datang ke Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
diantar oleh ibunya dengan keluhan luka koreng pada bagian wajahnya 1 minggu
yang lalu. Awalnya timbul bintik merah lenting kecil berisi cairan dibagian bibir
atas pasien ,pasien sering menggaruknya kemudian pecah dan lenting tersebut
menjadi koreng yang meluas.
6
Faktor risiko penyakit impetigo krustosa pada pasien ini ditemukan cukup banyak,
diantaranya usia muda, status sosioekonomi rendah, serta kurang baiknya personal
hygiene dan kebersihan lingkungan sekitar rumah yang lokasinya padat penduduk.
Pada pengobatan sebelumnya pasien hanya mendapat antihistamin dan
kortikosteroid topikal, karena salah satu diagnosis banding impetigo krustosa adalah
dermatitis kontak ataupun dermatitis atopik, namun keluhan belum kunjung
membaik menurut ibu pasien, menguatkan diagnosis ke arah impetigo krustosa yang
merupakan great imitator untuk penyakit kulit lain dengan keluhan gatal, sementara
pada pasien tidak ada riwayat alergi terhadap obat atau makanan, begitu pula dari
riwayat keluarga pasien.
Kebiasaan menggaruk wajah setelah bermain main dengan binatang dan bermain-
main di tanah tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Oleh karena itu, menjaga
kebersihan dan sanitasi pada keluarga pasien adalah penting .
4. Plan
a) Promotif
- Edukasi kepada ibu pasien tentang penyakit impetigo krustosa dan kaitannya
dengan higienitas pribadi dan lingkungan yang kurang baik, dan menjelaskan
bahwa penyakit ini disebabkan karena infeksi bakteri.
- Edukasi pemakaian obat sesuai anjuran dokter dan kontrol kembali setelah 1
minggu
- Meningkatkan personal hygiene khususnya kebiasaan mandi, mencuci tangan
dan kaki setelah beraktivitas seharian di luar rumah dan sebelum tidur,
memotong kuku dan membersihkan rumah
- Anjuran kepada ibu pasien agar mengawasi anaknya (pasien) untuk tidak
menggaruk luka, sehingga tidak timbul infeksi sekunder.
- Jemur kasur dan semua cucian di bawah terik matahari
- Setiap anggota sebaiknya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat sehari-hari
b) Preventif
- Edukasi kepada seluruh anggota keluarga untuk meningkatkan personal hygiene
- Tidak membiasakan menggantung pakaian hingga menumpuk
- Bersihkan lantai rumah dengan baik dan rutin
- Buka jendela rumah pada pagi hingga siang hari untuk ventilasi dan pencahayaan
yang baik
7
- Hindari pemakaian pakaian, handuk atau alat mandi bersama anggota keluarga
serumah
- Anjuran untuk ayah, ibu, dan kakak pasien untuk mendapat pengobatan yang
sama di PKM dan turut menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar.
c) Kuratif
- Antibiotik Amoxicilin 250mg 3 x 1 tab per hari
- Gentamicyn Cream , dioleskan pada area luka koreng setelah mandi dan luka di
bersihan dan di kompres air hangat terlebih dahulu .
Pendidikan:
Menjelaskan keadaan/penyakit pasien pada pasien dan keluarga, menjelaskan rencana
penatalaksanaan selanjutnya, komplikasi yang mungkin terjadi serta prognosisnya.
Konsultasi:
Dijelaskan tentang penyakitnya dan bahwa penyakit tersebut mudah menular, serta
kemungkinan timbul infeksi sekunder atau reinfeksi setelah pengobatan.
Rujukan:
Diperlukan jika setelah beberapa kali pengobatan keluhan belum kunjung membaik
atau semakin parah (disertai infeksi sekunder) serta terjadinya komplikasi yang harus
ditangani di rumah sakit dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai.
Peserta Pendamping
8
TINJAUAN PUSTAKA
IMPETIGO KRUSTOSA
1.1 DEFINISI
Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi piogenik kulit superfisial yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus group A beta-hemolitikus
(GABHS), atau kombinasi keduanya dan digambarkan dengan perubahan vesikel
berdinding tipis, diskret, menjadi pustul dan ruptur serta mengering membentuk krusta
Honey-colored. dengan tepi yang mudah dilepaskan.
1.2 EPIDEMIOLOGI
Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab, seperti
Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan puncak
insiden di akhir musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah paling sering terinfeksi.
Pada usia dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Disamping itu, ada
beberapa faktor yang dapat mendukung terjadinya impetigo krustosa seperti:
9
-
hunian padat
-
higiene buruk
-
hewan peliharaan
-
keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan serangga,
herpes simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar.
1.3 PATOGENESIS
10
Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal sebagai
portal of entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan pasien atau
dengan seseorang yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang biak dikulit dan
akan menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu sampai dua minggu.
Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi
sekunder.
Infeksi Primer
Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar dari
hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi lesi
pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar lubang
hidung) atau ekstremitas setelah trauma.
11
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya
(impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris,
SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster,
pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka
goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada semua umur.
Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada
epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu protein
yang mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi impetigo
krustosa. Keluhan biasanya gatal dan nyeri.
1.4 HISTOPATOLOGI
Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada
bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas.
Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang
dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian vesikel,
12
bula atau pustul tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering
dan menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas
lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler.
Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi atau
hiperpigmentasi. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema
tanpa pembentukan jaringan scar.
Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa
minggu apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi spontan dalam 2-3
minggu atau lebih lama terutama bila terdapat penyakit akibat parasit atau pada iklim
panas dan lembab, namun lesi juga dapat meluas ke dermis membentuk ulkus (ektima).
Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa
pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam. Membran
mukosa jarang terlibat.
Gambar 3. impetigo krustosa di sekitar lubang hidung dan mulut pada anak- anak.
13
1.6 DIAGNOSIS
Pada pulasan gram, ditemukan coccus Gram positif yang lebih terlihat bila
pemeriksaan dilakukan saat lesi masih berupa vesikel. Biasanya diperlukan pemeriksaan
biakan kuman dan sensitivitas bila terapi tidak menghasilkan respon baik yang
menunjukkan sudah terjadi resistensi kuman. Pada pemeriksaan serologi didapatkan ASO
titer positif lemah pada pioderma streptococcus. Leukositosis ditemukan pada sebagian
penderita impetigo krustosa.
a. Dermatitis Atopik
Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik dan
kulit kering abnormal dapat disertai likenifikasi.
b. Dermatitis Kontak
Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan.
c. Herpes Simpleks
Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta.
Umumnya terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati.
d. Varisela
Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel dinding
tipis dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke wajah dan
ekstremitas) yang kemudian ruptur membentuk krusta (lesi berbagai stadium).
e. Kandidiasis
Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di daerah
selaput lendir atau daerah lipatan.
14
1.8 KOMPLIKASI
1. Ektima
Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke epidermis
menjadi ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan kutan yang ditandai
dengan adanya ulkus dan krusta tebal.
4. Rheumatic Fever.
Sebuah kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi
streptokokus yang tidak diobati strep throat atau scarlet fever. Kondisi tersebut
dapat mempengaruhi otak, kulit, jantung,dan sendi tulang.
15
5. Pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit ynag banyak ditemui setiap tahun. Penyakit ini
biasa terjadi pada perokok dan seseorang yang menggunakan obat yang menekan
sistem imunitas.
6. Osteomielitis
Sebuah inflamasi pada tulang disebabkan bakteri. Inflamasi biasanya berasal dari
bagian tubuh yang lain yang berpindah ke tulang melalui darah.
7. Meningitis
Sebuah inflamasi pada membran dan cairan serebrospinal yang melingkupi otak
dan medula spinalis. Meningitis merupakan sebuah penyakit serius yang dapat
mempengaruhi kehidupan dan menghasilkan komplikasi permanen seperti koma,
syok, dan kematian.
1.9 PENATALAKSANAAN
A. Umum
Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.
Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang
terkena untuk mencegah infeksi.
Mengurangi kontak dekat dengan penderita
Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan dapat
melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa:
- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air
mengalir serta membalut lesi.
- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak
menggunakan peralatan harian bersama-sama.
- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah itu
mencuci tangan sampai bersih.
- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.
- Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.
16
B. Khusus
Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk memberikan
kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan
kekambuhan.
1. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi
yang luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.
o Sefaleksin
Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.
o Kloksasilin
Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.
b. Pilihan Kedua
Golongan Makrolida (bakteriostatik)
o Eritromisin
Dosis 30-50mg/kgBB/hari.
o Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk
hari ke-2 sampai hari ke-4.
2.Terapi Topikal
Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah
dan penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai
profilaksis terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas
17
disekolah atau tempat lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari
selama 7-10 hari.
o Mupirocin
Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari
Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat
sintesis protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase
sehingga menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti
Staphylococcus dan sebagian besar Streptococcus. Salap mupirocin 2%
diindikasikan untuk pengobatan impetigo yang disebabkan
Staphylococcus dan Streptococcus pyogenes.
o Asam Fusidat
Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium
coccineum. Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis
protein. Salap atau krim asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram
positif dan telah teruji sama efektif dengan mupirocin topikal.
o Bacitracin
Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain
Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis
dinding sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran
lipid pirofosfat sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti
Staphylococcus dan Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk
pengobatan infeksi bakteri superfisial kulit seperti impetigo.
o Retapamulin
Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan
dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil
transferase. Salap Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug
Administraion (FDA) pada tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada
remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan telah menunjukkan aktivitasnya
melawan kuman yang resisten terhadap beberapa obat seperti metisilin,
eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.
18
1.10 PROGNOSIS
Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo
krustosa dapat membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati impetigo
krustosa dapat bertahan dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan
komplikasi berupa ektima, dan dapat menjadi erisepelas, selulitis, atau bakteriemi. Dapat
pula terjadi Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) pada bayi dan dewasa yang
mengalami immunocompromised atau gangguan fungsi ginjal. Bila terjadi komplikasi
glomerulonefritis akut, prognosis anak- anak lebih baik daripada dewasa.
19
KESIMPULAN
20