Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRESENTASI KASUS

DOKTER INTERNSHIP

SKABIES

Disusun oleh :
dr. Intan Irfa

Dokter Pendamping :
dr. Rina Oktaviana

Program Internsip Dokter Indonesia


Provinsi DKI Jakarta
Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
Periode 7 Juli 2017 – 6 November 2017
Nama Peserta : dr. Intan Irfa
Nama Wahana : Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
Topik : Skabies
Tanggal (kasus) : 25 September 2017
Tanggal Presentasi : 16 Oktober 2017 Pendamping : dr. Rina Oktaviana
Tempat Presentasi : Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil

 Deskripsi: Anak perempuan, 3 tahun 5 bulan, timbul bintik-bintik merah gatal di


sela-sela kedua jari dan telapak tangan sejak 2 minggu yang lalu, telah
diobati namun keluhan belum kunjung membaik, gatal meningkat
terutama malam hari, 1 minggu yang lalu kakak laki-laki pasien (yang
tinggal serumah dengan pasien) juga mengeluhkan hal yang sama.
 Tujuan: Memberi penatalaksanaan yang tepat pada kasus skabies dan secara
holistik melalui edukasi untuk promotif dan preventif.
Bahan bahasan :  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara membahas :  Diskusi  Presentasi  Email  Pos
dan diskusi

Data pasien : Nama : An. A No. RM : 16.873


Nama klinik/RS : Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Latar Belakang
a) Sosial
Pasien adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara. Pasien memiliki seorang kakak
laki-laki yang berusia 7 tahun. Pasien tinggal serumah dengan ayah, ibu, dan
kakak pasien. Hubungan antaranggota keluarga dan lingkungan sekitarnya baik
b) Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai tukang kayu dengan penghasilan yang tidak
menentu tetapi rata-rata +Rp1.800.000 per bulan. Ibu pasien adalah seorang
ibu rumah tangga. Pendidikan terakhir orangtua pasien yaitu SMA. Kakak laki-

1
laki pasien adalah pelajar SD. Rumah yang ditempati pasien bukan milik
keluarga pribadi (kontrakan)
c) Lingkungan
Rumah permanen, terdiri dari ruang keluarga yang merangkap kamar tidur,
dapur dan kamar mandi, tidak ada pekarangan. Ventilasi dan pencahayaan di
dalam rumah kurang memadai. Listrik ada. Sumber air untuk MCK
menggunakan jet pump, sementara untuk minum dan memasak dari air mineral
isi ulang. Sampah dibuang setiap hari ke tempat penampungan sementara di
dekat rumah pasien, tidak dibakar. Pasien sekeluarga tinggal di lingkungan
padat penduduk.
d) Perilaku
Kebiasaan mandi pasien 2x sehari, menggunakan sabun batang dan handuk
yang digunakan bersama dengan anggota keluarga serumah lainnya. Baju dan
pakaian dalam pasien sesudah mandi selalu diganti dengan yang bersih. Pasien
jarang mencuci tangan dan kaki setelah bermain di luar rumah, meskipun
setiap keluar rumah pasien selalu menggunakan alas kaki. Pasien tidak
memelihara hewan di dalam rumah. Pasien memiliki boneka yang sering
dimainkan dan dibawa tidur tetapi tidak pernah dicuci. Setiap hari pasien selalu
tidur di kasur yang sama dengan ayah, ibu dan kakak pasien. Kebiasaan
memotong kuku tidak menentu. Ibu pasien selalu menyapu rumah setiap hari,
dan mengepel lantai rumah setiap dua hari sekali. Ibu pasien mencuci dan
menyetrika sendiri pakaian seluruh anggota keluarga setiap hari. Seprai diganti
dan dicuci biasanya 3 minggu sekali. Kasur untuk tidur jarang dijemur.

2
2. Diagnosis / Gambaran Klinis :
(Alloanamnesis dengan ibu pasien) timbul bintik-bintik merah di sela-sela jari dan
telapak kedua tangan sejak 2 minggu yang lalu. Selain bintik merah didapatkan
sebagian lenting kecil berisi cairan yang juga terasa gatal, terutama pada malam
hari, menyebabkan pasien sering menggaruk tangannya sehingga timbul luka
lecet yang terasa nyeri. Bintik-bintik merah bertambah banyak dan meluas hingga
ke pergelangan tangan, punggung dan lipat paha sejak 1 minggu yang lalu. Kakak
laki-laki pasien (yang tinggal serumah dan tidur bersama dengan pasien)
mengeluhkan hal yang sama sejak 1 minggu yang lalu.
3. Riwayat pengobatan :
Pasien telah diberikan pengobatan berupa obat gatal dalam bentuk puyer yang
diminum 3x sehari, serta salep Hidrokortison, namun keluhan belum kunjung
membaik.
4. Riwayat kesehatan / Penyakit :
- Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
- Riwayat penyakit kulit dan rambut kepala sebelumnya tidak ada
- Riwayat alergi obat dan atau makanan tidak ada
- Riwayat asma tidak ada
- Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai usia
- Riwayat pengobatan OAT dan atau kontak dengan penderita TB tidak ada
5. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga serumah yang menderita keluhan yang sama dengan
pasien ataupun sedang menderita penyakit kulit dan rambut kepala
Tidak ada riwayat atopi dalam keluarga

3
6. Riwayat Pekerjaan : os tidak bekerja
Daftar Pustaka :
1. Handoko R. Skabies. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, ed. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2010.
2. Department Of Public Health. Scabies. USA: Department Of Public Health Division Of
Communicable Disease Control. 2008: 1-3.
3. Miltoin O, Maibach HL. Scabies and Pediculosis. In: Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine, 7th ed. USA: McGraw Hill. 2008: 2029-31.
4. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009: (22) 279-92.
5. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006: 354; 1718-27.
6. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human and
Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007: 268-79.
Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis scabies pada pasien
2. Memberikan penatalaksanaan yang holistik secara promotif, preventif dan kuratif
pada kasus scabies untuk mencegah reinfeksi

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif :
(Alloanamnesis dengan ibu pasien) Sejak 2 minggu yang lalu timbul bintik-bintik
merah yang terasa gatal di sela-sela jari dan telapak kedua tangan pasien. Selain bintik
merah, ditemukan juga sebagian lenting kecil berisi cairan yang juga terasa gatal. Gatal
dirasakan terutama pada malam hari, menyebabkan pasien sering menggaruk sehingga
timbul luka lecet yang terasa nyeri. Bintik-bintik merah bertambah banyak dan meluas
sampai ke pergelangan tangan, punggung, dan lipat paha. Telah diberikan pengobatan
namun hasilnya belum membaik. Tidak ada demam, batuk, dan atau pilek. Nafsu makan
cukup baik, tidak ada penurunan berat badan.
Sejak 1 minggu yang lalu, kakak laki-laki pasien yang tinggal serumah dan tidur di
kasur yang sama dengan pasien juga mengeluhkan hal yang sama yaitu muncul bintik
merah yang gatal di tangan. Riwayat kontak dengan penderita keluhan kulit serupa (+)
yaitu paman pasien yang sering berkunjung dan bermain dengan pasien di rumah.
Menurut ibu pasien, akhir-akhir ini paman pasien sempat mengeluhkan muncul
kemerahan yang sangat gatal.

4
2. Obyektif :
PEMERIKSAAN FISIK
 Kesadaran : compos mentis
 Keadaan Umum : baik
 Berat Badan : 13 kg
 Tinggi Badan : 93 cm
 Status Gizi : baik
 Tekanan Darah : tidak diperiksa
 Nadi : 100x/menit
 Pernafasan : 25x/menit
 Suhu : 36,8 oC
 Kepala : normocephal, rambut berwarna hitam, tidak mudah rontok
 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
 THT : tidak ditemukan kelainan
 Mulut : mukosa kering (-), bibir sianosis (-)
 Leher : tidak teraba pembesaran KGB regio colli
 Thorax : normochest, simetris ka=ki, retraksi dinding dada (-)
 Cor : BJ I-II regular, bising jantung (-)
 Pulmo : suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen : supel, distensi (-), bising usus (+) normal
 Ekstremitas : Superior Inferior
Akral hangat +/+ +/+
Oedema -/- -/-
CRT < 2 detik < 2 detik

STATUS LOKALIS (DERMATOLOGIKUS

5
 Lokasi : sela-sela jari tangan kanan dan kiri, telapak tangan kanan dan kiri,
punggung, lipat paha kanan dan kiri
 Distribusi : diskret, bilateral, regional
 Bentuk : tidak khas
 Susunan : anular, sebagian tidak khas
 Batas : tegas
 Ukuran : milier – lentikuler
 Efloresensi : papul eritema multiple, vesikel, erosi, krusta kemerahan

 Status Venereologikus : tidak dilakukan pemeriksaan


 Kelainan kuku : tidak ditemukan kelainan
 Kelainan rambut : tidak ditemukan kelainan

ANJURAN PEMERIKSAAN
Menemukan Sarcoptes scabiei dewasa, larva, telur, atau skibala dalam terowongan
(kunikulus) pada kulit pasien.
3. Assesment :
Seorang anak perempuan usia 3 tahun 5 bulan datang ke Puskesmas Kecamatan
Duren Sawit diantar oleh ibunya dengan keluhan timbul bintik-bintik merah di sela-
sela jari dan telapak kedua tangan sejak 2 minggu yang lalu. Bintik merah dan
beberapa lenting kecil berisi cairan terasa gatal, terutama saat malam hari, sehingga
pasien sering menggaruk. Gatal malam hari merupakan salah satu tanda kardinal
dalam diagnosis skabies, ditambah lagi keterangan bahwa kakak pasien satu minggu
ini mengeluhkan hal yang sama dapat menjadi tanda bahwa penyakit ini menyerang
anggota keluarga lain yang tinggal serumah dan tidur bersama pasien. Selain itu,
papul eritem dan vesikel muncul di lokasi predileksi yang cukup khas untuk skabies,
yaitu yang stratum korneumnya lebih tipis seperti di sela-sela jari tangan, dan pada
pasien yang lebih muda (bayi dan anak) tidak jarang dijumpai pada regio palmar
manus. Oleh karena itu, diagnosis kerja dalam kasus ini adalah skabies.
Faktor risiko penyakit skabies pada pasien ini ditemukan cukup banyak, diantaranya
usia muda, status sosioekonomi rendah, serta kurang baiknya personal hygiene dan
kebersihan lingkungan sekitar rumah yang lokasinya padat penduduk. Pada
pengobatan sebelumnya pasien hanya mendapat antihistamin dan kortikosteroid

6
topikal, karena salah satu diagnosis banding skabies adalah dermatitis kontak
ataupun dermatitis atopik, namun keluhan belum kunjung membaik menurut ibu
pasien, menguatkan diagnosis ke arah skabies yang merupakan great imitator untuk
penyakit kulit lain dengan keluhan gatal, sementara pada pasien tidak ada riwayat
alergi terhadap obat atau makanan, begitu pula dari riwayat keluarga pasien.
Kebiasaan memakai handuk bersama dan tidur di satu kasur juga merupakan faktor
risiko yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit secara tidak langsung
ke anggota keluarga yang lain dalam satu rumah. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh
anggota keluarga serumah diperiksakan dan diobati serentak agar tidak timbul
reinfeksi setelah pengobatan.
4. Plan
a) Promotif
- Edukasi kepada ibu pasien tentang penyakit skabies dan kaitannya dengan
higienitas pribadi dan lingkungan yang kurang baik, dan menjelaskan bahwa
penyakit ini mudah menular.
- Edukasi pemakaian obat sesuai anjuran dokter dan kontrol kembali setelah 1
minggu
- Meningkatkan personal hygiene khususnya kebiasaan mandi, mencuci tangan dan
kaki setelah beraktivitas seharian di luar rumah dan sebelum tidur, memotong kuku
dan membersihkan rumah
- Anjuran kepada ibu pasien agar mengawasi anaknya (pasien) untuk tidak
menggaruk luka, sehingga tidak timbul infeksi sekunder
- Anjuran kepada ibu untuk merendam seluruh pakaian, handuk, selimut, boneka,
seprai, dan sarung bantal yang digunakan pasien dalam 3 hari terakhir dalam air
panas, setelah itu dicuci hingga bersih menggunakan detergen.
- Jemur kasur dan semua cucian di bawah terik matahari
- Setiap anggota sebaiknya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat sehari-hari
b) Preventif
- Edukasi kepada seluruh anggota keluarga untuk meningkatkan personal hygiene
- Tidak membiasakan menggantung pakaian hingga menumpuk
- Bersihkan lantai rumah dengan baik dan rutin
- Buka jendela rumah pada pagi hingga siang hari untuk ventilasi dan pencahayaan
yang baik

7
- Hindari pemakaian pakaian, handuk atau alat mandi bersama anggota keluarga
serumah
- Anjuran untuk ayah, ibu, dan kakak pasien untuk mendapat pengobatan yang sama
di PKM dan turut menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar.
c) Kuratif
- Antihistamin CTM tab 4 mg (No.III) dan Vitamin C tab 50 mg (No.II) dipuyerkan
menjadi 10 bungkus, diminum 3x1 bks per hari.
- Permethrin cream 5% (Scabimite) dioleskan malam hari sebelum tidur secara
merata di seluruh permukaan kulit kecuali area mata, hidung, dan mulut selama 10-
12 jam lalu dibersihkan (mandi sampai bersih).
Pendidikan:
Menjelaskan keadaan/penyakit pasien pada pasien dan keluarga, menjelaskan rencana
penatalaksanaan selanjutnya, komplikasi yang mungkin terjadi serta prognosisnya.

Konsultasi:
Dijelaskan tentang penyakitnya dan bahwa penyakit tersebut mudah menular, serta
kemungkinan timbul infeksi sekunder atau reinfeksi setelah pengobatan.

Rujukan:
Diperlukan jika setelah beberapa kali pengobatan keluhan belum kunjung membaik atau
semakin parah (disertai infeksi sekunder) serta terjadinya komplikasi yang harus
ditangani di rumah sakit dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai.

Peserta Pendamping

dr. Intan Irfa dr. Rina Oktaviana

8
TINJAUAN PUSTAKA

SKABIES

1. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Sinonim dari skabies
adalah kudis, the itch, gudik, budukan, atau gatal agogo.

2. EPIDEMIOLOGI
Sekitar 300 juta kasus skabies dilaporkan setiap tahunnya di seluruh dunia. Ada
dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Di negara-negara
maju, umumnya epidemi skabies ditemukan di penjara, rumah sakit, dan panti.
Skabies lebih sering terjadi pada musim gugur dan dingin di negara tersebut.
Prevalensi skabies di negara berkembang lebih tinggi daripada negara maju.
Menurut survey di Malaysia, sebagian besar penderita skabies berusia 10-12 tahun,
dan ditemukan lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. Daerah
endemik skabies sebagian besar adalah negara tropis dan subtropis, diantaranya:
Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia,
Kepulauan Karibia, India dan Asia Tenggara.

3. FAKTOR RISIKO
a) Usia muda
b) Banyak anak yang tinggal dalam satu rumah
c) Illiterasi
d) Pendapatan keluarga yang rendah
e) Kondisi lingkungan rumah dan sekitar yang buruk
f) Kebiasaan mandi yang tidak rutin
g) Kebiasaan menggunakan handuk dan alat mandi bersama dengan orang lain
h) Immunocompromised

9
4. ETIOLOGI
Sarcoptes scabiei termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, famili Sarcoptes. Pada manusia, disebut Sarcoptes scabiei var. hominis.
Secara morfologik, Scabies merupakan tungau kecil, berbentuk oval,
punggungnya cembung dan perutnya rata. Tungau berwarna putih kotor, translusen, dan
tidak memiliki mata. Ukuran tungau betina sekitar 330-450 mikron x 250-350 mikron,
sedangkan tungau jantan berukuran lebih kecil, yaitu 200-240 mikron x 150-200
mikron. Tungau dewasa mempunyai 4 kaki. Siklus hidup Sarcoptes scabiei sebagai
berikut :

Setelah kopulasi terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati, sementara tungau
betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum (kunikulus)
dengan kecepatan 2-3 mm per hari, sambil meletakkan telurnya 2 hingga 4 butir sehari
sampai mencapai 40 atau 50 telur. Tungau betina yang dibuahi dapat hidup sebulan
lamanya. Dalam 3-5 hari, telur akan menetas, menjadi larva dengan 3 pasang kaki.
Larva ini dapat tinggal dalam kunikulus, tetapi juga dapat keluar kulit tubuh. Setelah 2-
3 hari, larva akan menjadi nimfa jantan atau betina dengan 4 pasang kaki. Sejak berupa
telur hingga dewasa dari siklus hidup tungau membutuhkan waktu antara 8-12 hari.
Cara penularan atau transmisi dapat berupa kontak langsung maupun tidak
langsung. Kontak langsung (skin to skin) seperti berjabat tangan, tidur bersama, dan
hubungan seksual. Sementara kontak tidak langsung biasanya melalui perantara benda,
seperti pakaian, handuk, sarung bantal, seprai, selimut, dan lain-lain.

10
Penularan bersumber dari Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
dapat juga ditularkan oleh larva tungau. Sarcoptes scabiei var. animalis juga dapat
menularkan manusia secara tidak langsung, terutama pada yang memelihara hewan
seperti anjing.

5. PATOGENESIS
Reaksi hipersensitivitas terhadap tungau dan produknya berperan dalam
perkembangan lesi serta timbulnya rasa gatal. Infestasi Sarcoptes scabiei ke dalam
epidermis (stratum korneum) tidak segera memberikan gejala klinis pruritus. Rasa gatal
akan timbul 1 bulan setelah infestasi primer dan adanya reinfestasi sebagai manifestasi
respon imun terhadap tungau dan atau sekret yang dihasilkannya di bawah kulit.
Sarcoptes scabiei melepaskan substansi sebagai respon antara tungau dengan
keratinosit dan sel-sel Langerhans ketika melakukan penetrasi ke epidermis. Penelitian
sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe I dan tipe IV.
Pada reaksi tipe I, antigen S.scabiei dan IgE pada sel mast bertemu di epidermis,
menyebabkan degranulasi sel-sel mast sehingga antibodi IgE meningkat. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV akan menunjukkan gejala 10-30 hari setelah sensitisasi tungau,
dan akan timbul lesi pada kulit seperti papul, nodul inflamasi dengan perubahan
histologik dan jumlah sel limfosit T banyak ditemui pada infiltrate kutaneus. Selain lesi
yang disebabkan langsung oleh S.scabiei, dapat pula terjadi lesi akibat garukan
penderita dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan menjadi infeksi sekunder.

11
6. GEJALA KLINIS
Terdapat empat tanda kardinal sebagai manifestasi klinis penyakit skabies, dimana
apabila ditemukan 2 dari tanda kardinal tersebut, diagnosis skabies dapat dibuat :
 Pruritus nocturnal, yaitu rasa gatal pada malam hari akibat aktivitas tungau yang
lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
 Penyakit menyerang manusia secara berkelompok, seperti dalam keluarga serumah
dan asrama. Tidak seluruh anggota keluarga yang terkena infestasi tungau
menunjukkan gejala, ada juga yang tidak, yang disebut keadaan hiposensitisasi.
Penderita tersebut bersifat pembawa (carrier).
 Adanya terowongan (kunikulus) pada regio predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, dengan panjang sekitar 1 cm, pada
ujungnya terdapat papul atau vesikel. Apabila timbul infeksi sekunder, akan muncul
ruam kulit polimorf, seperti pustule, ekskoriasi, dan lain-lain. Regio predileksi pada
skabies biasanya adalah yang stratum korneumnya paling tipis, yaitu di sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
areola mammae, umbilicus, bokong, genitalia eksterna pada pria, dan perut bagian
bawah. Sementara bayi sering juga predileksinya di telapak tangan dan kaki.
 Menemukan tungau, adalah hal yang paling menunjang diagnosis pada stadium
manapun ditemukannya.

Terdapat salah satu jenis skabies yang dinamakan Skabies Norwegia (crusted
scabies) yang ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, kuku yang
distrofik, dan skuama generalisata. Skabies ini sangat menular, tetapi rasa gatalnya
minimal dibandingkan skabies klasik. Pada pemeriksaan mikroskopik, tungau dapat
ditemukan dalam jumlah sangat banyak. Kelompok yang paling berisiko terkena
skabies Norwegia ini adalah penderita dengan retardasi mental, kelemahan fisik,
gangguan imunologik, AIDS, dan psikosis.

7. DIAGNOSIS
Diagnosis skabies harus dipertimbangkan pada setiao penderita dengan keluhan
gatal menetap. Pada umumnya, dengan ditemukannya dua tanda kardinal sudah dapat
menegakkan diagnosis klinis skabies, namun untuk menegakkan diagnosis pasti perlu

12
dengan ditemukannya tungau Sarcoptes scabiei melalui pemeriksaan mikroskop, yang
dapat dilakukan dengan cara :

a) Kerokan kulit
Papul atau terowongan ditetesi minyak mineral atau KOH 10% lalu dilakukan
kerokan kulit dengan mengangkat papul atau atap terowongan dengan scalpel steril
nomor 15, yang diletakkan ke kaca objek, kemudian diberi minyak imersi dan
diperiksa pada pembesaran 20x atau 100x.

b) Epidermal shave biopsy


Menjepit lesi yang diduga terowongan dengan kedua jari, lalu mengiris puncak
lesi dengan scalpel steril nomor 15 secara superfisial, tanpa menimbulkan
perdarahan. Spesimen diletakkan ke kaca objek, dan diberi minyak imersi, lalu
diperiksa dengan mikroskop. Pemeriksaan mikroskopik juga dapat menggunakan
pewarnaan HE.

c) Burrow ink test


Papul skabies ditetesi tinta cina dan dibiarkan sekitar 20 menit, kemudian
diswab dengan kapas alkohol, maka akan tampak jejak terowongan sebagai garis
gelap yang karakteristik, berbelok-belok, karena adanya akumulasi tinta di dalam
kunikulus.

d) Uji tetrasiklin topikal


Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai, setelah 5 menit
dibiarkan kering, hapus larutan dengan isopropyl alkohol. Tetrasiklin akan

13
menembus stratum korneum, terowongan akan tampak dengan Wood’s lamp
sebagai garis linier kuning keemasan, barulah tungau dapat ditemukan.

8. DIAGNOSIS BANDING
Skabies merupakan great imitator karena menyerupai banyak penyakit kulit
dengan keluhan gatal, diantaranya :
 Dermatitis atopik
 Dermatitis kontak
 Prurigo hebra
 Insect bite
 Dishidrosis dermatitis

9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan skabies idealnya adalah :
 Harus efektif terhadap semua stadium tungau
 Tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik
 Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mengotori warna pakaian
 Mudah diperoleh dan harganya murah

Secara umum, penatalaksanaan skabies meliputi edukasi kepada pasien mengenai :


 Meningkatkan personal hygiene seluruh anggota keluarga
 Menjelaskan pemakaian skabisid topical sebaiknya malam hari sebelum tidur
secara merata ke seluruh permukaan kulit kecuali area mata, hidung, dan mulut.
Apabila waktu pemakaian yang dianjurkan telah selesai, mandi hingga bersih.
 Edukasi pasien bahwa setelah pemakaian skabisid topical, rasa gatal masih
mungkin terasa, namun apabila tidak kunjung menghilang dalam +4 minggu
atau muncul lesi baru, periksakan kembali ke dokter.
 Kebiasaan mandi 2x sehari, menggunakan sabun, setelah itu mengeringkan
badan dengan handuk yang digunakan masing-masing (bukan satu untuk
bersama) dan mengganti pakaian dengan yang bersih.
 Tidak menggunakan baju, pakaian dalam, dan handuk secara bersama

14
 Rendam seluruh pakaian, seprai, handuk, selimut, sarung bantal yang digunakan
pasien selama 3 hari terakhir dalam air panas, kemudian cuci bersih dengan
detergen dan jemur di bawah terik matahari
 Jemur kasur di bawah terik matahari
 Semua anggota keluarga serumah atau rekan sekamar (asrama) sebaiknya
diperiksakan ke dokter untuk mendapat terapi secara serentak agar tidak terjadi
reinfeksi setelah pengobatan.

Penatalaksanaan khusus meliputi :


 Pemberian skabisid topical
a) Sulfur presipitatum dengan kadar 4-20% bentuk salep atau krim. Preparat ini tidak
efektif untuk membasmi stadium telur, jadi penggunaannya tidak boleh kurang dari
3 hari. Kekurangan lainnya seperti berbau dan mengotori pakaian. Preparat ini
boleh digunakan bayi berusia kurang dari 2 tahun.
b) Benzyl Benzoate Emulsion (20-25%) efektif untuk semua stadium, diberikan tiga
hari setiap malam, namun sulit didapat obatnya.
c) Gama Benzena Heksa Klorida (Gameksan) kadar 1% dalam bentuk krim atau lotio.
Dapat digunakan untuk semua stadium, jarang memberikan iritasi dan mudah
digunakan. Namun tidak dianjurkan untuk anak di bawah 6 tahun dan ibu hamil.
Pemberiannya sekali, tetapi apabila masih ada gejala dapat diberikan 1 minggu
kemudian.
d) Krotamiton 10% bentuk krim atau lotio dapat berfungsi sebagai skabisid sekaligus
antigatal, penggunaan jangan mengenai area mata, mulut dan uretra.
e) Permethrin krim 5%, tidak setoksik gameksan, efektivitasnya baik, aplikasi cukup
sekali selama 10-12 jam. Apabila belum membaik dapat diulang satu minggu
kemudian, namun tidak dianjurkan untuk bayi di bawah usia 2 bulan.
 Pengobatan simptomatik
a) Antihistamin sebagai antipruritus terutama pada rasa gatal yang menetap setelah
pengobatan skabisid topikal.
b) Emolien
c) Kortikosteroid topikal, pada bayi dapat menggunakan hidrokortison 1%, sementara
untuk dewasa diberikan triamsinolon 0,1%.
d) Antibiotik apabila telah disertai infeksi sekunder.

15
10. PROGNOSIS
 Ad vitam : bonam
 Ad sanationam : bonam
 Ad functionam : bonam
 Ad cosmeticum : bonam

16

Anda mungkin juga menyukai