Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian di SMF Kulit
dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura
Oleh:
Siti Aissah (0120840254)
Pembimbing:
dr. Chaeril Anwar, Sp.KK., M.Kes
1
LEMBAR PENGESAHAN
Pada
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Menyetujui Dosen
Penguji/Pembimbing
2
LEMBAR PENILAIAN PRESENTASI LAPORAN KASUS
Presentasi ke :
Tgl Presentasi :
Tanda tangan
JUDUL :
“Seorang Anak Perempuan 2 Tahun dengan Skabies”
8 Total Angka
9 Rata-rata
3
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
4
LAPORAN KASUS
2.2. Anamnesa
a. Keluhan Utama
Timbul bintil-bintil kemerahan pada kulit tangan, kaki dan badan.
5
membuat pasien tidak nyaman melakukan aktivitas sehari-hari dan
terutama ketika tidur pada mlam hari.
f. Riwayat alergi
Ibu pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi makanan (-), alergi
obat (-), alergi debu (-), maupun bahan-bahan alergen lainnya.
g. Riwayat pengobatan
Ibu pasien mengatakan pada awalnya bintil-bintil kemerahan muncul
4 minggu yang lalu yaitu tampak tampak bintil kecil kemerahan pada
tangan yang kemudian terasa gatal hinggan pasien sering
6
menggaruknya, kemudian semakin hari semkin banyak dan tidak
hanya di tangan saja namun terdapat juga di kaki dan badan hingga
ibu pasien membawa pasien ke Puskesmas yang diberikan obat salep
pemetrin 5% namum sudah 4 hari penggunaan obat tidak ada
perubahan.
2.4. Resume
Seorang anak perempuan berusia 2 tahun datang diantar oleh ibunya ke
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Jayapura dengan keluhan timbul bintil-
bintil kemerahan sejak ± 4 minggu yang lalu pada kulit tangan, kaki dan
7
badan. Kemerahan bermula di tangan, hanya berupa beberapa buah dan
kemudian semakin hari bintil-bintil kemerahan tersebut semakin banyak dan
tersebar ke badan, punggung dan kaki.
Bintil-bintil kemerahan pada kulit disertai rasa gatal dan rasa gatal tersebut
dirasakan semakin memberat saat malam hari. Pasien tidak merasa nyeri
pada daerah munculnya bintil-bintil kemerahan, semakin digaruk semakin
banyak dan menyebar ke tempat lain, juga menimbulkan luka pada
permukaan kulit. Hal ini membuat pasien tidak nyaman melakukan aktivitas
sehari-hari dan terutama ketika tidur pada mlam hari. Anak-anak tetangga
pasien banyak yang mengalami keluhan seperti pasien. Tidak ada riwayat
digigit oleh serangga sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi.
Pada pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaaan dermatologi didapatkan tampak papul eritematouse berbentuk
lurus dan berkelok-kelok pada ujungnya terdapat vesikel, eksoriasi,
berkrusta di area tangan, kaki dan badan.
2.7. Penatalaksanaan
a. Non medikamentosa
- Menjelaskan kepada ibu pasien tentang penyakit yang diderita baik
diagnosa dan penyebabnya.
- Menjelaskan penggunaan obat, efek samping obat, serta
menyarankan pasien minum obat dan secara teratur mengoles obat
agar penyakit segera membaik.
- Edukasi kepada ibu pasien agar pasien mandi minimal 2 kali sehari.
- Berganti pakaian yang bersih setelah mandi.
8
- Tidak bergantian memakai handuk dan pakaian bersama keluarga.
- Meremdam pakaian yang digunakan dengan air panas sebelum di
cuci.
- Menjemur kasur dibawah sinar matahari selama 2 hari.
- Mengurangi bermain di luar rumah, bermain bersama teman yang
memiliki keluhan yang sama dan juga mengurangi kontak dengan
anjing.
b. Medikamentosa
- Pemetrin cream 1 kali pemakaian malam hari.
- Hidrocoertison krim 10 mg + Asam fusidat krim 10 mg (pagi-sore)
- Cetirizine syr 1 x ½ Cth (p.o)
2.8. Prognosis
Quo Ad Vitam : ad bonam
Quo Ad Functionam : ad bonam
Quo Ad Sanationam : ad bonam
BAB III
9
PEMBAHASAN
10
Menemukan tungau merupakan hal yang paling meunjang diagnosis.
Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau. Selain tungau dapat
ditemukan telur dan kotoran (skibala). Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menemukan tungau yakni:2,5
- Mencari terowongan kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel
dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas sebuh objek, lalu ditutup
dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.
- Menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas putih dan dilihat
dengan kaca pembesar.
- Membuat biopsi irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat
irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
- Biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan hematoksilin eosin (H.E).
Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding yaitu prurigo herba dan
pedikulosis korporis. Prurigo herba merupakan peyakit kulit kronis dimulai sejak
bayi atau anak, sering terdapat pada anak dengan tingkat sosial ekonomi rendah
dan hegyne rendah. Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, diduga sebagai
penyakit herediter, akibat sensitisasi kulit terhadap gigitan serangga. Tanda
khasnya berupa papul-papul miliar tidak berwarna berbentuk kubah, sangat gatal.
Tempat predileksinya di ekstremitas ekstensor dan simetris. Keluhan ini dapat
disingkirkan karena pada anamnesa keluhan dirasakan 4 minggu dan tidak ada
riwayat alergi juga riwayat gigitan serangga.1,5
Kelainan kulit pada pedikulosis korporis berupa paul milier disertai bekas
garukan yang menyeluruh pada tubuh pasien, karena gatal baru berkurang dengan
garukan yang intensif. Penyakit ini mudah meluas pada lingkungan hidup yang
padat. Hal ini sama dengan penyakit skabies yang menyerang sekelompok orang,
namun diagnosis ini dapat disingkirkan karena pada skabies gatal memberat saat
malam hari, lesi pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-
abuan berbentuk garis lurus atau berkelok pada ujung terowongan ditemukan
papul atau vesikel.1
11
Penularan atau transmisi penyakit skabies ini dapat terjadi melalui dua
cara, yakni: (1) Kontak langsung: Melalui kontak kulit ke kulit, misalnya berjabat
tangan, tidur bersama dan berhubungan seksual. (2) Kontak tidak langsung:
Melalui benda, misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lain. Dikenal juga
Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia,
terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan seperti
anjing. Berdasarkan anamnesa bahwa anak-anak tetangga pasien banyak yang
mengalami keluhan yang sama seperti pasien dan juga banyak yang memelihara
anjing di lingkungan rumah pasien menunjang untuk diagnosis skabies.1,5
Pada kasus ini terdapat 3 dari 4 kriteria diagnosis penyakit Skabies yakni
gatal pada malam hari, menyerang secara berkelompok dan terdapat lesi
berbentuk garis lurus lurus atau berkelok ujungnya terdapat vesikel sehingga
diagnosis skabies pada pasien ini dapat ditegakkan dan sesuai dengan teori yang
ada. Pemeriksaan penunjang pada kasus ini tidak dilakukan karena sudah
memenuhi kriteria untuk mendiagnosa skabies.
Terapi pada kasus ini diberikan pemetrin krim 1 kali pemakaian malam
hari, Hidrocoertison krim 10 mg + asam fusidat krim 10 mg (pagi-sore) dan
Cetirizine sirup 1 x ½ Cth (p.o).
12
agen. Efek anti-proliferatif kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari
sintesis dan mitosis DNA. Kontrol dan proliferasi seluler merupakan suatu proses
kompleks yang terdiri dari penurunan dari pengaruh stimulasi yang telah
dinetralisir oleh berbagai faktor inhibitor. Proses-proses ini mungkin dipengaruhi
oleh kortikosteroid. Glukokortikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran
lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak
dikeluarkan..1,5,6
13
pakaian yang bersih setelah mandi, tidak bergantian memakai handuk dan pakaian
bersama keluarga, meremdam pakaian yang digunakan dengan air panas sebelum
di cuci, menjemur kasur dibawah sinar matahari selama 2 hari. mengurangi
bermain di luar rumah, bermain bersama teman yang memiliki keluhan yang sama
dan juga mengurangi kontak dengan anjing.6
BAB IV
KESIMPULAN
14
Skabies dapat diagnosis dengan menemukan 2 gejala dari 4 kriteria
diagnosis yakni gatal pada malam hari, menyerang secara berkelompok, terdapat
lesi berbentuk terowongan (kunikulus) dengan ujungnya terdapat vesikel atau
papul dan menemukan tungau. Pemeriksaan penunjang pada penyakit ini dengan
cara menemukan tungau penyebab skabies.
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Aisah, S & Handoko, PR. 2015. Scabies. Dalam: Menaldi, SL., SW.,
Bramono, K., & Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
ketujuh. Jakarta: FKUI. Hal: 137-40, 411-13, 439-31
2. Wardhana, AH. 2006. Skabies: Tantangan Penyakit Zoologi Masa Kini
Dan Masa Datang. Bogor: Balai Penelitian Veteriner. Hal 37-40
3. Herman, MJ. 2001. Cermin Dunia Kedokteran. Penyakit Hubungan
Seksual Akibat Jamur, Protozoa dan Parasit. Jakarta: pusat
pengembangan farmasi – badan penelitian dan pengemangan kesehatan
departemenKesehatan RI. Hal: 64-65
4. Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter
Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia. Hal: 31, 47.
5. Bonner, M., Beson, P., & James, W. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology
in general medicine, 7 th ed. New York: McGraw-Hill. Hal 604-5, 647-0,
710-15, 812-14.
6. Syarif, A., et all. 2012. Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Jakarta:
departemen farmakologi dan Terapi FKUI. Hal 723-31
7. Kharisma, WNP. 2014. Treatmen of Secondary Infection Scabies On 8
Years Old Girl With Family Medicine Approach. Lampung: Faculty of
Medicine, University of Lampung, 3(2): 56-64
16