Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gastroenteritis atau diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas anak di negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut
pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum
yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain
juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi. Diare karena
virus umumnya bersifat self limiting, sehingga aspek terpenting yang harus
diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama
kematian dan menjamin asupan nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan
akibat diare. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektolit dan
sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa.1
Penyebab utama diare adalah infeksi rotavirus. Angka morbiditas dan
mortalitas anak tinggi akibat diare. Kasus diare akut di dunia diperkirakan 1,7 milyar,
mengakibatkan 700.000 kematian setiap tahunnya pada anak di bawah usia 5 tahun.
Di negara berkembang, penyakit diare merupakan penyebab dari 17,5%-21%
kematian pada balita, setara dengan 1,5 juta kematian per tahun. Dari seluruh anak
yang meninggal karena diare, 78% terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.2
Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi disektor
kesehatan oleh karena rata – rata sekitar 30 % dari jumlah tempat tidur yang ada di
rumah sakit ditempati oleh bayi dan anak dengan penyakit diare selain itu juga di
pelayanan kesehatan primer, diare masih menempati urutan kedua dalam urutan 10
penyakit terbanyak dipopulasi.1
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episod diare
dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya
kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila episodnya berkepanjangan
akan berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak

1
Tanda dan gejala yang termanifestasi bergantung pada patogen yang
menginfeksi. Umumnya, pasien akan mengalami buang air besar cair. Muntah dan
demam dapat terjadi sebelum atau selama diare berlangsung, atau bahkan tidak
muncul sama sekali. Manifestasi selanjutnya bergantung pada jumlah cairan dan
elektrolit yang hilang dari tubuh.2
Sebagian besar komplikasi yang terjadi pada gastroenteritis berhubungan
dengan keterlambatan diagnosis dan pemberian terapi yang tidak tepat. Dehidrasi
berlanjut menjadi gangguan elektrolit dan asidosis metabolik merupakan komplikasi
tersering terjadi dan paling berbahaya. Penyakit diare dan dehidrasi berperan dalam
14%-30% kematian bayi dan balita di dunia. Pengukuran kadar elektrolit serum harus
dilakukan saat anak mengalami dehidrasi berat atau sedang yang menunjukkan tanda
gangguan elektrolit, seperti kejang, perut kembung, atau kelemahan otot. Berbagai
jenis gangguan elektrolit yang terjadi, seperti abnormalitas kadar natrium (Na),
kalium (K), magnesium (Mg), klorida (Cl) dan kalsium (Ca) dalam serum,
berhubungan dengan peningkatan laju mortalitas anak dengan diare. Gangguan
elektrolit ini dapat tidak terdeteksi, tetapi menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering
frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 – 4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat
disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi
meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi
laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk
bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang
menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang – kadang pada seorang
anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini
sudah dapat disebut diare.1

2.2 Epidemiologi
Penyakit diare merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
anak di negara berkembang. Terdapat 6 juta anak meninggal per tahun di dunia
karena diare, sebagian besar terdapat di negara berkembang. Menurut World Health
Organization (WHO), penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kematian
Balita di negara berkembang. Angka kejadian diare pada anak tiap tahun diperkirakan
2,5 milyar. Secara global, 1,6 juta Balita meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.3
Berdasarkan data yang didapatkan dari kementrian kesehatan pada tahun 2016
terdapat 6.897.463 kasus diare yang terjadi di Indonesia dengan 2.544.084 kasus
(36,9%) yang ditangani di fasilitas kesehatan. Untuk sumatera utara terdapat 376.321
perkiraan kasus diare di fasilitas kesehatan.4

3
2.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau
tidak langsung melalui lalat. ( melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik.
Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan
kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak
dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetic.1
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan
kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang
membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan
pada orang dewasa.1
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang

4
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga
kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.1
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah
sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah
tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.1
4. Epidemi dan pandemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan
pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua
golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. Cholera 0.1 biotipe
Eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur Tengah
dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama
Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah
dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992, di kenal
strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11
negara mengalami wabah.1

2.4 Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-kuman
patogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80 % pada kasus
yang datang disarana kesehatan dan sekitar 50 % kasus ringan di masyarakat. Pada
saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang
dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya
diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare
akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.1

5
Gastroenteritis dapat terkena pada anak melalui fecal-oral atau dengan
menelan makanan atau air yang terkontaminasi. Gastroenteritis terkait dengan
kemiskinan, kebersihan lingkungan yang buruk, dan pembangunan. Enteropatogen
yang menular dalam inokulum kecil (Shigella, enterohemorrhagic Escherichia coli,
Campylobacter jejuni, norovirus, rotavirus, Giardia lamblia, Cryptosporidium
parvum, Entamoeba histolytica) dapat ditularkan melalui kontak orang-ke-orang,
sedangkan yang lain, seperti kolera, umumnya didapatkan dari kontaminasi makanan
atau air.5
1. Virus
Beberapa virus yang sering menyebabkan gastroenteritis adalah:
Rotavirus
Rotavirus adalah virus yang paling sering menyebabkan diare yang parah pada
anak-anak di Amerika Serikat). Hampir semua anak pernah terinfeksi virus ini pada
usia 3-5 tahun. Virus ini tercatat menyebabkan sekitar 1/3 kasus diare yang dirawat
inap dan menyebabkan 500.000 kematian di dunia setiap tahun.
Rotavirus adalah virus yang paling sering menyebabkan diare yang parah pada
anak-anak di Amerika Serikat. Hampir semua anak pernah terinfeksi virus ini pada
usia 3-5 tahun. Virus ini tercatat menyebabkan sekitar 1/3 kasus diare yang dirawat
inap dan menyebabkan 500.000 kematian di dunia setiap tahun.5
Diare rotavirus merupakan penyebab diare terbanyak pada anak di bawah usia
2 tahun, terbanyak dijumpai pada kelompok umur 7-12 bulan. Gejala klinis di
samping diare cair, dijumpai muntah dan demam. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Berlian Hasibuan, Feraluna Nasution, Guntur yang dilakukan di RSUD
dr.Pirngadi didapati 58 kasus (60,4%) kasus dari total 96 kasus diare 6. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Titis Widowati dkk didapati 353 kasus diare akut di
RS dr.Sardjito, Yogyakarta dengan 116 kasus (32,68%) diantaranya positif terinfeksi
rotavirus.7

6
Adenovirus enterik serotipe 40 dan 41
Virus ini menyebabkan 2-12% episode diare pada anak. Human adenovirus
merupakan anggota keluarga Adenoviridae dan merupakan virus DNA tanpa kapsul,
diameter 70 nm, dan bentuk icosahedral simetris. Ada 4 genus yaitu Mastadenovirus,
Aviadenovirus, Atadenovirus, dan Siadenovirus. Pada waktu kini terdapat 51 tipe
antigen human adenovirus yang telah diketahui. Virus ini diklasifikasikan ke dalam
enam grup (A-F) berdasarkan sifat fisik, kimia dan kandungan biologis mereka.
Serotipe enterik yang paling sering berhubungan dengan gastroenteritis adalah
adenovirus 40 dan 41, yang termasuk dalam subgenus F. Lebih jarang lagi, serotipe
31, 12 dan 18 dari subgenus A dan serotipe 1, 2, 5 dan 6 dari subgenus C juga terlibat
sebagai penyebab diare akut. Sama dengan gastroenteritis yang disebabkan oleh
rotavirus, lesi yang dihasilkan oleh serotipe 40 dan 41 pada enterosit menyebabkan
atrofi vili dan hiperplasia kripta sebagai respon kompensasi, dengan akibat
malabsorbsi dan kehilangan cairan. 5
Astrovirus
Virus ini menyebabkan 2-10 % kasus gastroenteritis ringan sampai sedang
pada anak anak . Astrovirus dilaporkan sebagai virus bulat kecil dengan diameter 28
nm dengan tampilan seperti bintang bila dilhat dengan mikroskop elektron. Genom
virus ini terdiri dari single-stranded, positive-sense RNA. Astrovirus diklasifikasikan
menjadi beberapa serotipe berdasarkan kereaktifan dari protein kapsid dengan
poliklonal sera dan monoklonal antibodi.
Patogenesis penyakit yang diinduksi oleh astrovirus belum sepenuhnya
dipahami, walaupun telah diduga bahwa replikasi virus terjadi di jaringan usus.
Penelitian pada orang dewasa tidak memberikan gambaran mekanisme yang jelas.
Penelitian yang dilakukan pada hewan, Didapati adanya atrofi pada vili usus juga
infiltrasi pada lamina propria menyebabkan diare osmotic. 5
Calcivirus
Infeksi human calcivirus sangat sering terjadi dan kebanyakan orang dewasa
sudah memiliki antibodi terhadap virus ini. Virus ini merupakan penyebab tersering

7
gastroenteritis pada orang dewasa dan sering menimbulkan wabah. Human calcivirus
adalah anggota keluarga Calciviridae, dan dua bentuk umum sudah digambarkan
yaitu Norwalk-like viruses(NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang sekarang
disebut norovirus dan sapovirus. Virionnya disusun oleh single-structure capsid.
Tabel 1. Jenis-jenis Virus yang Menyebabkan Diare5
2. Bakteri
Beberapa bakteri yang menyebabkan gastroenteritis adalah:
Salmonella
Infeksi salmonella kebanyakan melalui makanan atau minuman yang tercemar
kuman salmonella. Sekitar 40000 kasus salmonella gastroenteritis dilaporkan setiap
tahun. Salmonella mencapai usus melalui proses pencernaan. Asam lambung bersifat
letal terhadap organisme ini tapi sejumlah besar bakteri dapat menghadapinya dengan
mekanisme pertahanan. Pasien dengan gastrektomi atau sedang mengkonsumsi bahan
yang menghambat pengeluaran asam lambung lebih cenderung mengalami infeksi
salmonella. Salmonella dapat menembus lapisan epitel sampai ke lamina propria dan
mencetuskan respon leukosit.
Beberapa spesies seperti Salmonella choleraesuis dan Salmonella typhi dapat
mencapai sirkulasi melalui sistem limfatik. Salmonella menyebabkan diare melalui
beberapa mekanisme. Beberapa toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang
menstimulasi sekresi aktif cairan dan elektrolit mungkin dihasilkan.1,5
Shigella
Ada dua bentuk yaitu bentuk diare (air) dan bentuk disentri. Shigella tertentu
melekat pada tempat perlekatan pada permukaan sel mukosa usus. Organisme ini
menembus sel dan berproliferasi. Multiplikasi intraepitel merusak sel dan
mengakibatkan ulserasi mukosa usus. Invasi epitelium menyebabkan respon
inflamasi. Pada dasar lesi ulserasi, erosi pembuluh darah mungkin menyebabkan
perdarahan. Spesies Shigella yang lain menghasilkan exotoksin yang dapat
menyebabkan diare.1,5
Campylobacter jejuni

8
Campylobacter memanfaatkan mobilitas dan kemotaksis untuk menelusuri
permukaan epitel saluran cerna, tampak menghasilkan adhesin dan sitotoksin dan
memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada makrofag, monosit dan sel epitel
tetapi terutama dalam vakuola.1,5

E.coli
E. coli terdapat sebagai komensal dalam usus manusia mulai dari lahir sampai
meninggal. Walaupun umumnya tidak berbahaya , tetapi beberapa jenis dapat
menyebabkan gastroenteritis. E. coli yang dapat menyebabkan diare dibagi dalam tiga
golongan, yaitu:
• Enteropathogenic (EPEC), Enterotoxigenic (ETEC), Enteroinvasive (EIEC).1,5

9
10
Tabel 2. Jenis-jenis Bakteri Yang Menyebabkan Diare5

3. Parasit

11
Giardia Lamblia
Giardia adalah protozoa yang memiliki flagel, ditransmisikan melalui jalur
fekal-oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi feses. Setelah ditelan dalam
bentuk kista eksitasi melepaskan organisme di bagian atas usus halus. Giardia
kemudian melekat pada permukaan membran brush border enterosit. Bakteri ini
menyebabkan lesi sehingga terjadi defisiensi laktosa dan malabsorbsi
Entamoeba Hystolitica
Protozoa ini ditransmisikan melalui jalur fekal-oral. Infeksi protozoa ini dimulai
dengan tertelannya dalam bentuk kista. Eksitasi terjadi pada kolon kemudian
dilepaskan dalam bentuk trofozoid yang selanjutnya menginvasi mukosa
mengakibatkan peradangan dan ulserasi mukosa. 5

12
13
Tabel 3. Jenis-jenis Parasit Yang Menyebabkan Diare5

4. Sindroma malabsorbsi1
 Malabsorbsi karbohidrat
 Malabsorbsi lemak: terutama Long Chain Triglyceride
 Malabsorbsi protein: asam amino, B.Laktoglobulin

14
 Malabsorbsi vitamin dan mineral
5. Keracunan makanan1
Makanan yang beracun (mengandung toksin bakteri) merupakan salah
satu penyebab terjadinya diare. Ketika enterotoksin terdapat pada makanan yang
dimakan, masa inkubasi sekitar satu sampai enam jam. Ada dua bakteri yang
sering menyebabkan keracunan makanan yang disebabkan adanya toksin yaitu:
1. Staphylococcus
2. Bacillus cereus
6. Kelainan anatomis

2.5 Manifestasi Klinis


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila
ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat. 1
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara
lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis,
pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septik trombophlebitis. Gejala neurologik dari
infeksi usus bisa berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium
glutamat) hipotoni dan kelemahan otot (C. botulinum).1

15
Karakteristik gastroenteritis viral dan bakteri1
Karakteristik Gastroenteritis viral Gastroenteritis bacterial
Lokasi Insiden pada negara maju Lebih sering pada sanitasi
dan berkembang sama dan hygiene yang buruk
Jumlah minimal yang Rendah (10-100 partikel Tinggi (>105) untuk e.coli,
dapat menginfeksi virus) untuk setiap jenis salmonella, Vibrio.
Medium (102-105) untuk
campylobacter jejuni.
Rendah (10-100) untuk
shigella
Musim Pada iklim sedang, saat Sering timbul pada musim
musim dingin pada panas atau musim hujan,
beberapa jenis, berulang terutama pada negara
tiap tahun pada area tropis berkembang dengan
tingkat infeksi yang tinggi
Masa inkubasi 1-3 hari beberapa jenis, 1-7 hari untuk penyebab
lebih singkat untuk yang sering:
norovirus Campylobacter, E.coli,
Shigella, Salmonella).
Beberapa jam untuk
bakteri penghasil toksin:
Staphylococcus aureus,
Bacillus aureus
Demam Sering pada rotavirus dan Serung pada bakteri yang
norovirus, jarang pada menyebabkan inflamasi
yang lain (misalnya salmonella,
shigella)
Muntah Menonjol dan dapat Sering pada bakteri
merupakan gejala utama penghasil toksin, jarang

16
pada diare akibat kuman
yang lain.
Diare Sering, tanpa disertai Menonjol dan sering
darah pada hamper semua dengan darah pada diare
kasus inflamasi
Durasi 1-3 hari pada norovirus 1-2 hari untuk bakteri yang
dan sapovirus, 2-8 hari menghasilkan toksin, 2-8
untuk virus lain hari untuk bakteri lainnya
Tabel 4. Karakteristik gastroenteritis viral dan bakteri1

Gejala klinis gastrointestinal karena bakteri:

Gejala klinis Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


Masa tunas 17-72 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
jam
Demam ++ ++ - ++ -
Mual muntah Jarang Sering + - Sering
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Kramp
kramp kolik kramp
Nyeri kepala + + - - -
Lama sakit >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
Sifat tinja
Frekuensi >10x/hari Sering Banyak Sering Banyak
Konsistensi Lembek Lembek Cair + Cair
Warna Merah-hijau Kehijauan Tak Merah Seperti
berwarna hijau cucian beras
Bau +/- Busuk - - Amis khas

Tabel 5. Gejala klinis gastrointestinal karena bakteri1

2.6 Mekanisme Diare


Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi
atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan

17
a. Absorbsi
b. Gangguan sekresi.
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi.
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang
saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik.
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac
sprue, atau karena:
a. mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih
besar
c. adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan
darah maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air
dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan
demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na
yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi
lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat
diserap seperti Mg, glukose, sukrose,laktose, maltose di segmen illeum dan
melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan
seperti karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam
jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.
2. Malabsoprsi umum.

18
a. Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung, asam
amino dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen
usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat
disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau
Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel
disease idiopatik, akibat toksin atau obat-obat tertentu. Gambaran
karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorbsi usus halus adalah
atropi villi. Lebih lanjut, mikororganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau,
giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien
dengan merubah faal membran brush border tanpa merusak susunan anatomi
mukosa. Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan
insuficiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan
mengakibatkan diare osmotik.
b. Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya
menyebabkan maldigesti, malabsorpsi dan akhirnya menyebabkan diare
osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorpsi protein dan karbohidrat
dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan
diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi Cl- sehingga diare
tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh karena kerusakan
difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa dan defisiensi congenital
laktase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide
(misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada
hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah
besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian makan/minum
yang tinggi KH, setelah mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare.
Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan
gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi
laktose.

19
3. Diare akibat gangguan peristaltic
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan
motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare.
Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan
motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi,
dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak
jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.
4. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus,
protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen.
Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare
osmotik dan diare sekretorik.
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktiflkan kaskade inflamasi.
Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan
fungsi absorpsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh
Berkes J dkk. 2003 menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare
terletak pada perubahan barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu
perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh itu bisa
pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan
menyebabkan hipersekresi chlorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh
C. difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein,Bacteroides
fragilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V cholera

20
mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan
akumulasi protein cytoskeleton.
5. DIare sekretorik

2.7 Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila
disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing : biasa, berkurang, jarang atau
tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama
diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis
media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare : memberi
oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.8
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-
tanda tambahan lainnya : ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata : cowong atau
tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi.1

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada diare akut tidak dilakukan secara rutin, hanya
pada indikasi tertentu. Pemeriksaan elektrolit, kadar urea darah/ BUN (blood urea
nitrogen), kreatinin, dan berat jenis urin dapat dipakai sebagai indikator hidrasi.
Specimen tinja diperiksa bila dicurigai adanya invasi bakteri. Adanya lender, darah

21
ataupun leukosit dapat mengindikasikan adanya colitis sebagai respons terhadap
invasi bakteri yang luas pada mukosa kolon seperti infeksi kuman shigella,
salmonella, C. jejuni dan E.coli invasif. Pasien yang terdeteksi E. histolytica
umumnya memiliki leukosit pada tinja yang minimal.5
Rotavirus pada tinja dapat diketahui dengan Rapid diagnostic test.
Pemeriksaan kultur feses dianjurkan pada diare yang persisten, klinis toksik. Apabila
hasil pemeriksaan feses tidak ditemukan adanya darah dan peningkatan leukosit, dan
tidak terdapat riwayat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi, tipe ini
umumnya disebabkan oleh virus. Pemeriksaan tinja parasit perlu dipertimbangkan
pada penyakit disentri akut, terutama pada para pelancong, dan pada diare yang
berkepanjangan namun tidak ada bakteri yang teridentifikasi. Penegakan diagnosis E.
histolytica dilakukan berdasarkan identifikasi organisme pada tinja.Pemeriksaan
serologis berguna untuk menegakkan diagnosis amoebiasis ekstraintestinal, termasuk
abses hati amuba. Diagnosis Giardiasis dapat ditegakkan dengan menemukan
trofozoit atau kista didalam tinja, pemeriksaan lainnya adalah aspirasi duodenum atau
biopsi duodenum atau jejunum proksimalis apabila diperlukan, tetapi pemeriksaan ini
jarang dilakukan.1,5

2.8 Terapi8,9
1. 5 pilar WHO (cairan,nutrisi, zinc, antibiotic yang tepat, dan edukasi).
2. Tanpa dehidrasi
 Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
 Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai
tambahan
 Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum
dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air
tajin, air matang)
Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT diberikan:
- 5-10 mL/kgBB setiap diare cair atau

22
- berdasarkan usia, yaitu umur < 1 tahun sebanyak 50-100 ml,
umur 1-5 tahun sebanyak 100-200 ml,
dan umur di atas 5 tahun diberikan semaunya.
Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai kemauan anak.ASI harus terus
diberikan. Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi
lain (tidak mau minum, muntah terus-menerus, diare frekuen dan profus)
3. Dehirasi ringan-sedang
Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75 ml/kgBB
dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan
sebanyak 5-10 ml/kgBB setiap diare cair. Rehidrasi parenteral (intravena)
diberikan bila anak muntah setiap diberi minum walaupun telah diberikan
dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa nasogastrik. Cairan
intravena yang diberikan adalah ringer laktat atau KaEN 3B atau NaCl dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan.Status hidrasi dievaluasi
secara berkala.
4. Dehidrasi berat
Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat
100 ml/kgBB dengan cara pemberian :
- Umur <12 bulan: 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70
ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya
- Umur >12 bulan : 30 ml/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70
ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya.
- Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat
minum, dimulai dengan 5 ml/kgBB selama proses rehidrasi.
5. Zinc
Zinc terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi buang air
besar dan volume tinja sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi
pada anak.
- Umur <6 bulan: 10 mg per hari (1/2 tablet)per hari

23
- Umur >6 bulan: 20 mg per hari (1 tablet)per hari
Cara pemberian obat zinc:
 Pastikan semua anak yang menderita diare mendapat obat zinc selama
10 hari berturut-turut
 Larutkan tablet dalam satu sendok air matang atau ASI (tablet mudah
larut ±30 detik), segera berikan kepada anak
 Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc,
ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil
dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh.
 Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infuse,
tetap berikan obat zinc segerta setelah anak bisa minum atau makan.
6. Nutrisi
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien
sebanyak anak mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair,
nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan
pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal
termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga
memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi.
Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat badan
sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus akan lebih
lama.1
Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur,
makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat.
Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang
dibutuhkan dengan anak sehat. Bayi yang minum ASI harus diteruskan
sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI harus
diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu

24
atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa secara rutin tidak diperlukan.
Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk
sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau
bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan
pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH < 6) dan terdapat bahan yang
mereduksi dalam tinja > 0,5%,. Setelah diare berhenti, pemberian tetap
dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula
biasanya diminum secara bertahap selama 2 – 3 hari.
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan
makanan lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50%
dari energi diit harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil
atau sering (6 kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu
formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada umumnya dapat
ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih
besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari : makanan pokok setempat,
misalnya nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan
kandungan energinya dapat ditambahkan 5 – 10 ml minyak nabati untuk
setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya
akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan
sayur-sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan. Sari buah
segar atau pisang baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau
makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang
diperdagangkan, minuman ringan, sebaiknya dihindari.1
Pemberian makanan setelah diare :
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare,
beberapa kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi
anoreksia hebat. Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang kaya
akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi
dan untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang normal.

25
Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam
ini biasanya anak dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari
biasanya.1
7. Medikamentosa
- Antibiotik
Diberikan apabila ada indikasi, misalnya disentri (diare berdarah) atau
kolera. Pemberian antibiotic secara selektif akan menurunkan durasi dan
beratnya penyakit serta mencegah terjadinya komplikasi. Pemberian
antibiotic yang tidak rasional akan mengganggu keseimbangan flora usus
sehingga dapat memperpanjang lama diare dan Clostridium difficile akan
tumbuh yang menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian
antibiotik yang tidak rasional dapat mempercepat resistensi kuman
terhadap antibiotic. Untuk disentri basiler, antibiotic diberikan sesuai
dengan data sensitivitas setempat, bila tidak memungkinkan dapat
mengacu kepada data publikasi yang dipakai saat ini, yaitu ciprofloxacin
sebagai lini pertama, kemudia pivmecilinam dan ceftiraxone sebagai lini
kedua. Bila kedua antibiotik tersebut sudah resistem maka lini ketiga
adalah sefiksim.1

- Antiparasit
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis merupakan obat pilihan
untuk amuba vegetatif.

Penyebab AB pilihan Alternatif


Cholera Tetracyclin Eriythromycin
12,5mg/kgBB 12,5mg/kgBB
4x1 selama 3 hari 4x1 selama 3 hari

26
Shigella dysentery Ciprofloxacin Pivmecilinam
15mg/kgBB 20mg/kgBB
2x1 selama 3 hari 4x1 selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100mg/kgBB
1x1 IM selama 2-5 hari
EPEC, ETEC, EIEC Ciprofloxacin
20-30mg/BB
4x1 selama 5-10 hari
Campylobacter Erithromycin
jenuni 50mg/kgBBdibagi dalam
3 dosis
3x1 selama 5 hari
Azithromycin
5-10mg/kgBB
4x1 selama 5 hari
Clostridium difficle Metronidazole Vancomycin
30mg/kgBB/haridibagi 40mg/kgBB/hari
dalam 4 dosis 4x1 selama 7 hari, max
4x1 selama 5 hari, max 2g 125mg
Amoebiasis Metronidazole
10mg/kgBB
3x1 selama 5 hari
Giardiasis Metronidazole
5mg/kgBB
3xx1 selama 5 hari

Tabel 6. Pilihan Antibiotik Untuk Penyebab Diare Karena Bakteri1

8. Edukasi

27
Orangtua diminta untuk membawa kembali anaknya ke Pusat Pelayanan
Kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut: demam, tinja berdarah, makan
atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik
dalam 3 hari. Orangtua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara
benar.

2.9 Komplikasi
Dehidrasi
Penentuan derajat dehidrasi8
Gejala/Tanda Klasifikasi dehidrasi
Tanpa dehidrasi Ringan-sedang Berat
Keadaan umum Baik, Sadar Gelisah Letargi/Tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Rasa haus Minum biasa, tidak Sangat haus Tidak bisa minum
haus
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
lambat
(≥ 2 detik)
Keadaan umum Baik, Sadar Gelisah Letargi/Tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung

Catatan:
1. Kesimpulan derajat dehidrasi ditentukan bila dijumpai ≥2 gejala/tanda pada
kolom yang sama
2. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan
telunjuk selama 30-60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal
dalam waktu:
 1-2detik : turgor kurang (dehidrasi ringan sedang)
 >2 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
3. Pada anak-anak dengan ubun-ubun besar sudah menutup, nilai untuk ubun-
ubun besar diganti dengan banyaknya/frekuensi kencing.
Gangguan elektrolit
Hipernatremia

28
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara
perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh
karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan
oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45%
saline – 5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat
badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal
lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali
natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline - 5% dektrosa,
perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan
infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai
diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.1
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L). Hiponatremi
sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan
oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi
cairan rehidrasi yaitu : memakai Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi
(mEq/L) = 125 – kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat
badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan
serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.1
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonas 10% 0,5 – 1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5 – 10 menit dengan
monitor detak jantung.1
Hipokalemia

29
Dikatakan hipokalemia bila K < 3.5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar
K : jika kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis.
Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan
dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam)
diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 – kadar K terukur x
BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan
fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium
dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya
kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.1
Gangguan keseimbangan asam basa (Metabolik asidosis)
Metabolik asidosis terjadi karena adanya kehilangan Na-bikarbonat bersama
tinja, adanya ketosis kelaparan akibat metabolisme lemak tidak sempurna sehingga
terjadi penimbunan keton dalam tubuh, terjadi penimbunan asam laktat, produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal
(terjadi oliguria/anuria), dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler
ke dalam cairan intraseluler.5
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan.
Pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernafasan Kuszmaull
Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar gula plasma luring dari 2,6 mmol/L (<57mg/dl).
Anak-anak yang lebih kecil memiliki ketersediaan glikogen yang terbatas, yang
bertahan kira-kira 12 jam setelah masukan gula yang kurang, dan selanjutnya akan
dipertahankan dengan adanya glukoneogenesis. Selama puasa, terjadi pembentukan
ketosis dan ketonuri yang cepat, hasil metabolism lemak.1
Gejala hipoglikemia tidak spesifik. Gejala hipoglikemia dibagi menjadi 2
kategori besar berdasarkan mekanisme penyebabnya:

30
1. Gejala otonom: berupa berkeringat, kelaparan, parestesia, tremor, pucat,
kecemasan, mual dan palpitas karena aktivasi dari sistem saraf otonom baik
simpatis maupun parasimpatis
2. Gejala neuroglikopeni: berupa rasa panas, kecapean, lemah, pusing, sakit
kepala, tidak mampu untuk berkonsentrasi, pandangan kabur, sukar berbicara,
bingung, gangguan tingkah laku, kehilangan koordinasi, kejang, koma akibat
dari efek kekurangan glukosa di otak.
Tatalaksana pada anak, segera diberikan injeksi dekstrosa 10% 0,3gr/kgBB
secara bolus intravena selama 10 menit sampai konsentrasu glukosa normal.
Kemudian dilanjutkan dengan infuse dextrose 10% atau 6-8 gr/kgBB/menit.
Konsentrasi plasma gula darah dimonitor dan tetesan infuse disesuaikan untuk
mempertahankan gula darah kurang lebih 80 mg/dL.8

BAB III
KESIMPULAN

Gastroenteritis atau diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas


dan mortalitas anak di negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut
pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum
yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain
juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi.
Kasus diare akut di dunia diperkirakan 1,7 milyar, mengakibatkan 700.000
kematian setiap tahunnya pada anak di bawah usia 5 tahun. Di negara berkembang,

31
penyakit diare merupakan penyebab dari 17,5%-21% kematian pada balita, setara
dengan 1,5 juta kematian per tahun. Dari seluruh anak yang meninggal karena diare,
78% terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.2
Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi disektor
kesehatan oleh karena rata – rata sekitar 30 % dari jumlah tempat tidur yang ada di
rumah sakit ditempati oleh bayi dan anak dengan penyakit diare selain itu juga di
pelayanan kesehatan primer, diare masih menempati urutan kedua dalam urutan 10
penyakit terbanyak dipopulasi.1 Berdasarkan data yang didapatkan dari kementrian
kesehatan pada tahun 2016 terdapat 6.897.463 kasus diare yang terjadi di Indonesia
dengan 2.544.084 kasus (36,9%) yang ditangani di fasilitas kesehatan. Untuk
sumatera utara terdapat 376.321 perkiraan kasus diare di fasilitas kesehatan
Tanda dan gejala yang termanifestasi bergantung pada patogen yang
menginfeksi. Umumnya, pasien akan mengalami buang air besar cair. Muntah dan
demam dapat terjadi sebelum atau selama diare berlangsung, atau bahkan tidak
muncul sama sekali. Manifestasi selanjutnya bergantung pada jumlah cairan dan
elektrolit yang hilang dari tubuh.2 terapi dalam menangani diare ini mencakup
pemerian oralit, meneruskan asi pada anak, pemberian zinc selama 10 hari,
pemakaian antibiotic jika terbukti dikarenakan bakteri dan edukasi kepada orang tua
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo, B., Santososo, N. Diare Akut. In: Juffrie, Mohammad.,dkk. 2015.


Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Tyas, R., dkk. 2018. Prevalensi Gangguan Elektrolit Serum Pada Pasien
Diare Dengan Dehidrasi Usia Kurang dari 15 Tahun di RSUP Dr.
Sardjito Tahun 2013-2016.Journal Sari Pediatri Vol. 20 No.1, pp. 33-42

32
3. Halim, F., dkk. 2017. Hubungan Jumlah Koloni Escheria Coli Dengan
Derajat Dehidrasi Pada Diare Akut. Journal Sari Pediatri Vol. 19 No. 2,
pp. 81-84
4. KEMENKES. 2017. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia
2016. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI
5. Bhutta, Z. Acute Gastroenteritis In Children.. In: Nelson Textbook Of Pediatrics. Ed
20. 2016. Philadelphia: Elsevier
6. Abbas, J. 2018. Management of Acute Diarrhea in Children : Is the Treatment
Guidelines is Really Implemented?. International Journal of Research in Medical
Science.
7. Guarino, A. 2014. European Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology, and Nutrition / European Society for Pediatric Infectious
Disease Evidence-Based Guidelines for the Management of Acute
Gastroenteritis in Children in Europe : Update 2014.
8. Giannattasio, A. 2016. Management of Children with Prolonged Diarrhea.
Departement of Translational Medical Science.
9. Bruzzese, E. 2018. Antibiotic Treatment of Acute Gastroenteritis in
Children. Departement of Translational Medical Science.
10. Anigilajo, E A. 2015. Management of Diarrhoeal Dehydration in Childhood : A
Review for Clinicans in Developing Countries. Departement of Pediatrics.
11. Kim, Y J. 2019. Guideline for the Antibiotic Use In Acute Gastroenteritis.
Departemen of Internal Medicine.

33
34

Anda mungkin juga menyukai