Anda di halaman 1dari 20

CUTANEOUS LARVA MIGRANS

Disusun Oleh:
Ranty Femilya Utami
G1A215051

Pembimbing:
dr. H. Azwar Djauhari, M.Sc

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PUSKESMAS TALANG BAKUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang tersebar luas didaerah


tropis dan subtropics, termasuk Indonesia. Berdasarkan data dari World Health
Organization (WHO) pada tahun 2012 lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari
populasi dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminths (STH). Di Indonesia sendiri
prevalensi kecacingan tahun 2012 menunjukkan angka diatas 20% dengan
prevalensi tertinggi mencapai 76,67%, sedangkan pada tahun 2015 prevalensi
kecacingan berkisar antara 20-86 % dengan rata-rata 30%. 1,2
Infeksi cacing pada manusia sering mengakibatkan berbagai gangguan,
diantaranya pada kulit. Salah satu kelompok cacing usus yag prevalensinya masih
cukup tinggi adalah Soil Transmitted Helminth. Termasuk dalam kelompok ini
adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Soil Transmitted Helmith pada
hewan yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia adalah Ancylostoma
braziliensis, Ancylostoma caninum yang dapat menyebabkan cutaneous larva
migrans serta Toxocara canis dan Toxocara cati yang dapat menyebabkan visceral
larva migrans.1,2
Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa
alas kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Infeksi dari
Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum mungkin didapatkan dari
larva yang berasal dari kotoran binatang di tanah. Demikian pula para petani atau
tentara sering mengalami hal yang sama.1,3
Oleh karena itu, dalam referat ini akan dibahas mengenai kutaneus larva
migra sebagai upaya pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan sesuai standar
kompetensi dokter pelayanan primer.

BAB II
LAPORAN KASUS

AIdentitas Pasien
Nama/Jenis Kelamin/Umur

: Ny. S / perempuan / 57 tahun

Pekerjaan orang tua

: Pensiunan

Alamat

: RT 03, Kel. Talang Bakung

BLatar Belakang Sosial, Ekonomi, Demografi Lingkungan, dan Keluarga


a Status
: Sudah menikah
b Jumlah anak
:4
c Status ekonomi
: Menengah
d Biaya Kesehatan
: BPJS
e Lingkungan
:
Os tinggal bersama suami di rumah dengan 3 kamar tidur, 1 kamar
mandi, 1 ruang tamu, 1 ruang kelurga dan 1 ruang dapur, anak-anak os
tinggal di rumahnya masing-masing dan sesekali datang berkunjung. Os
tinggal di lingkungan yang cukup ramai penduduk dan cukup terjaga
kebersihan lingkungannya. Ventilasi rumahnya juga cukup baik, baik
dari segi pencahayaan maupun udara yang masuk dari luar rumah.
Halaman rumahnya cukup bersih dan cukup luas.
CKeluhan Utama:
Os mengeluh paha kanannya gatal sejak + 1 minggu yang lalu.
DKeluhan Tambahan:
Tampak gambaran seperti benang yang berkelok-kelok berwarna kemerahan
di paha kanan.

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Os datang dengan keluhan paha kanan terasa gatal sejak 1 minggu
yang lalu. Gatal dirasakan tiba-tiba, dan semakin bertambah gatal terutama
pada malam hari. Awalnya tidak ditemukan bercak merah, ruam ataupun
luka pada kulit kaki yang terasa gatal tersebut. Os merasa bahwa gatal ini

hanya karena alergi dan akan hilang dengan sendirinya. Riwayat digaruk (+),
luka (+) lebih kurang 1 bulan yang lalu, karena tertusuk ranting saat
membersihkan halaman rumahnya, os mengaku selalu menggunakan alas
kaki.
Dua hari sebelum berobat ke puskesmas, kaki semakin bertambah
gatal dan muncul ruam kemerahan berbentuk seperti benang yang berkelokkelok, terasa menonjol dan menjalar serta meninggalkan bekas kehitaman.
Os memberitahukan keluhannya tersebut kepada anaknya, kemudian
disarankan untuk untuk berobat ke puskesmas.
Os merupakan pensiunan yang pekerjaan sehari-hari hanya
berlangsung di rumah. Diketahui di daerah sekeliling rumah banyak hewan
peliharaan seperti ayam.
F Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada, riwayat penyakit lainnya
tidak ada.
G

Riwayat Penyakit keluarga:


Tidak ada keluarga dengan riwayat penyakit yang sama, tidak ada riwayat
penyakit keluarga lainnya.

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum
1
2
3
4
5
6
7
8

Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Suhu
Nadi
Pernafasan
Berat Badan
Tinggi Badan

: Tampak sehat
: Compos mentis
: 110/80
: 36, 7C
: 70 x/menit
: 20 x/menit
: 50 kg
: 145 cm

Pemeriksaan Fisik Head to Toe


1

Kepala

Bentuk

: normocephal

Simetri

: simetris

Mata

Conjungtiva

: anemis (-/-)

Sklera

: ikterik (-/-)

Reflex cahaya : +/+


Palpebra

: edema (-)

Hidung

: tidak ada kelainan

Telinga

: tidak ada kelainan

Mulut

Bibir

: lembab

Gusi

: warna merah muda, perdarahan (-)

Lidah

: merah, ulkus (-)

Tonsil

: T1/T1, hiperemis (-)

Faring

: hiperemis (-), granul (-)

2 Leher
3 Thorax

: tak ada pembesaran KGB, JVP tidak diperiksa


: simetris, pergerakan dinding dada tertinggal (-)

Pulmo
Pemeriksaan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Kanan
Kiri
Statis-dinamis : simetris Statis dinamis : simetri
Stem fremitus normal
Stem fremitus normal
Sonor
Sonor

Auskultasi

Batas paru-hepar: Vesikuler (+) Normal,

Vesikuler (+) normal.

Wheezing (-), rhonki (-) Wheezing (-), rhonki (-)


Jantung

Pemeriksaan
Inspeksi
Palpasi

Hasil Pemeriksaan
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa

Perkusi
Auskultasi

Tidak diperiksa
BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Pemeriksaan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Hasil Pemeriksaan
datar, skar (-), spider nevi (-)
Supel, hepar dan lien tak teraba,
Timpani
Bising usus (+) normal

Ekstremitas
Tangan

: Edema (-), akral hangat, CRT < 2 detik

Kaki

: Edema (-), akral hangat, CRT < 2 detik. Tampak ruam

seperti benang yang berkelok-kelok berwarna kemerahan yang lebih


tinggi dari daerah sekitar dan berwarna kecoklatan sama dengan
daerah sekitar yang disertai dengan rasa gatal di paha kanan. Paha kiri
dalam batas normal.
I Pemeriksaan Penunjang
J Diagnosa Banding
Skabies
Dermatofitosis
Herpes zooster
K

Diagnosis
Cutaneous Larva Migrans

LManajemen
a Non farmakologis
Penekanan pada daerah lesi yang masih berwarna kemerahan.
Edukasi untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan terutama dari
kotoran hewan
Memakai sandal jika berada di tempat berpasir atau tanah
Kontrol apabila timbul gejala batuk dan sesak
b Farmakologis
- Albendazol 400 mg dosis tunggal selama 3 hari
- Cetirizin 10 mg 3 x sehari selama 3 hari

Resep
DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI
PUSKESMAS TALANG BAKUNG
Jambi, 5 januari 2017
R/

Albendazol tab 400 mg


S1dd tab I

No. III

R/

cetirizin tab 10 mg
S3dd tab I

No. IX

Pro
: Ny.S
Umur : 57 tahun

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3. 1 DEFINISI
Cutaneous larva migrans digunakan pada kelainan kulit yang merupakan
peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif,
disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing.
Pada beberapa sumber lain menyebutan dengan nama Creeping eruption,
dermatosis linearis migrans, sandworm disease.1
3. 2 EPIDEMIOLOGI
Cutaneus larva migrans (CLM) terdistribusi secara luas dan hampir dapat
ditemukan di wilayah tropic dan sub tropic, terutama bagian tenggara Amerika

Serikat, Caribia, Africa, Amerika tengah dan selatan, India dan Asia tenggara.
Beberapa aktivitas dapat meningkatkan resiko infeksi, terutama yang berhubungan
dengan tanah yang terkontaminasi dengan kotoran hewan, seperti bermain di
lapangan, berjalan tanpa alas kaki di pantai, dan pekerjaan di bawah tanah yang
harus dilakukan dengan posisi merangkak. Selain itu pekerja yang yang dalam
kesehariannya terutama pekerja di bidang pertanian yang tidak menggunakan
sepatu memiliki resiko yang lebih besar terkena CLM.2,4,5
Selain itu, juga dilaporkan kasus juga terjadi pada daerah timur tengah.
Dimana tempat yang panas dan kelembapan yang cukup merupakan tempat yang
baik bagi persebaran infeksi cacing ini.6
3. 3 ETIOPATOGENESIS
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang
anjing dan kucing., yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Di
Asia Timur umumnya disebabkan oleh gnatostoma babi dan kucing. Pada
beberapa kasus ditemukan Enchinococcus, Strongyloides sterconalis, Dermatobia
maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari
beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly.

Gambar 1. Siklus hidup cacing tambang


Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupya. Nematoda
hidup pada hospes, ovum terdapat pada kotoran binatang dan karena kelembapan
berubah menjadi larva yang mampu mengadakan penetrasi ke kulit. Larva ini
tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal, setelah
beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit.1,2. Namun dalam case report
yang dilakukan oleh Michael Arter disebutkan bahwa larva mungkin dapat
dorman selama beberapa bulan setelah infeksi.7

Gambar 2. Cutaneous larva migrans dorman


Michael et all. Dalam tulisannya menjelesakan mengenai cutaneous larva
migrans yang terjadi pada bayi di Adelaide Hill, Australias. Disebutkan dalam
tulisan tersebut bahwa di daerah tersebut tidak pernah dilaporkan adanya kasus
cutaneous larva migrans. Namun timbulnya kasus ini pada 2010 menimbulkan
hipotesis bahwa selain anjing dan kucing, ada kemungkinan hewan semacam tupai
dan kaki seribu sebagai sumber dari larva nematode.8

Gambar 3. Cutaneus Larva Migrans pada bayi8


Manusia dapat terinfeksi dari parasite ini ketika berkativitas di lingkungan
yang terkontaminasi dengan kotoran hewan. Larva cacing ini mampu bertahan di
tanah selama berminggu-minggu. Ketika memasuki siklus hidup ke tiga, cacing

ini mampu penetrasi ke dalam kulit manusia dan migrasi beberapa centi meter
selama beberapa hari di antara lapisan stratum germinativum dan stratum
corneum. Hal ini dapat menginduksi reaksi inflamsi eosinophil. Sebagian cacing
ini tidak dapat meniginvasi ke bagian yang lebih dalam dan akan mati dalam
beberapa hari dan bulan.2
Infeksi bakteri juga dapat terjadi dalam berapa kasus. Hal ini diakibatkan
dari hasil garukan yang dilakukan oleh pasien sendiri. Biasanya terjadi pada orang
dengan status ekonomi yang rendah dan sebagai penyebab dari morbiditas.6
3. 4 GEJALA KLINISCUTANEUS LARVA MIGRANS
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula
akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear
atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, serta panjang 15-20 cm
dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritomatosa ini menunjukkan
bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari.1

Gambar 4. Cutaneus Larva Migrans2


Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang
berkelok-kelok, polisiklik, serpinginosa, menimbul, dan membetuk terowogan
(burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada
malam hari. Selain itu juga dapat menimbulkan lesi vesicular dan bula. 1,2

10

Gambar 5. Cutaneus larva migrans dengan lesi vesicular dan bula. 2


Tempat predileksi adalah di tungkai, telapak kaki, pinggang, panggul,
pundak, plantar, tangan, anus, bokong, dan paha, juga bagian tubuh di mana saja
yang sering berkontak dengan tempat larva berada. Satu lesi yang muncul juga
dapat berhubungan beberapa saluran tempat masuknya cacing tersebut.1,3,4
Selain itu ditemukan beberapa temuan klinis lainya, seperti foliculitis yang
disebakan infeksi cacing. Pasien sering mengeluhkan gatal dan adanya tanda
creeping eruption. Folikulitis ini dapat terjadi pada 20-100 folikel dan dapat
berupa papul dan pustul, sering terjadi pada beberapa bagian tubuh saja seperti
area pantat. Folikulitis ini juga dapat diikuti atau tidak diikuti dengan adanya
tanda-tanda serpiginious yang khas pada cutaneus larva migrans.2
3. 5 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Special Test. Tetap harus ditemukan adanya tanda-tanda creeping eruption,
dan riwayat terpapar atau riwayat berpergian ke daerah yang mungkin dapat
menularkan infeksi cacing ini. Penegakan dari folikulitis cacing

harus

berdasarkan adanya penemuan klinis berupa pruritus folikulitis yang disertai


creeping eruption. Di lain pihak, terkadang perlu adanya pemerikasaan histologis
yang akan menenumkan nematoda yang terperangkap di canal folikel, stratum

11

corneum, maupun lapisan dermis disertai dengan adanya infiltrat eosinophilic.


Biopsi tidak memberikan manfaat. 2,3
Anand et all menyebutkan dalam Journalnya yang berjudul Cutaneues
Larva Migrans: Diagnosis on Fine Needle Aspiration, penulis melakukan
pemeriksaan sitologi dalam menegegakkan Cutaneus larva migrans, dimana
ditemukan adanya cacing refracile yang panjang dengan kutikula yang tebal,
dikelilingi neurtophil dan histiosit, penulis juga menyebutkan bahwa penemuan
eosinophil dan peningkatan Immunoglobulin E memang langka.

Gambar 6. Refractile parasite (MCG, 40x)9

Gambar 7. Inflamsi dermal dan subcutaneus (H&E, 10x)9

12

Gambar 8. Eosinophilic dan Neutrophilic infiltration (H&E,40x)9


Namun beberapa

sumber menuliskan bahwa pemeriksaan laboratorium

kurang membantu dalam penegakan diagnosis. 4


3. 6 DIAGNOSIS
Berdasarkan bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang
lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel di atasnya.1
3. 7 DIAGNOSA BANDING
Dengan melihat adanya terwongan harus dibedakan dengan scabies, pada
scabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti penyakit ini. Bila
melihat bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada
permulaan lesi berupa papul, karena itu sering diduga insects bite. Bila invasi
larva yang multiple timbul serentak, papul-papul lesi dini sering menyerupai
herpes zoster stadium permulaan.1
Selain itu juga pada pekerja di bidang pertanian dapat dipikirkan beberapa
diagnosis banding yang lain seperti tinea, leishmaniasis, dermatitis kontak,
erythema chronicum migrans, migratory myasis, larva currens, gnathostomiasis,
dan loaiasis. 4
3. 8 PENGOBATAN
Sejak tahun 1963 telah diketahui bahwa antihelmintes berspektrum luas,
misalnya tiabendazol (mintezol), ternyata efektif. Dosisnya 50 mg/kg BB/hari,
sehari 2x, diberikan berturut-turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3 gram sehari,

13

jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Obat ini sukar didapat.
Efek sampingnya mual, pusing, dan muntah. Eyster mencobakan pengobatan
topical solution tiabendazol dalam DMSO dan ternyata efektif. Demikian pula
pengobatan dengan suspensi obat tersebut secara oklusi selama 24-48 jam telah
dicoba oleh Davis dan Israel.1
Obat lain ialah abendazol, dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal,
diberikan 3 hari berturut-turut. Sumber lain menyebutkan dalam 5-7 hari. 1,3
Dapat juga diberikan single dose Ivermectin (200/kg BB) dapat
membunuh migrasi larva secara efektif dan mengurangi gatal secara cepat.
Topikal thiabendazole 10% cream, meskipun kurang efektif, namun dapat menjadi
terapi alternative pada anak-anak untuk mencegah adanya efek potensial dari
terapi sistemik. Nesama et all menyebetukan juga bahawa kombinasi dari obat
topical dan sistemik terkadang dibutuhkan juga dalam pengobatan cutaneous larva
migrans.3,6
Cara terapi lain ialah dengan cryotheraphy menggunakan CO2 snow (dry
ice) dengan penekanan 45 sampai 1, dua hari berturut-turut. Penggunaan N 2
liquid juga dicobakan. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi.
Cara tersebut di atas agak sulit karena kita tidak mengetahui secara pasti di mana
larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan sekitarnya. Pengobatan
cara lama dan sudak ditinggalkan adalah dengan preparat antimon.1
Neseema et all menyebutkan dalam penelitian nya bahwa pengobatan
cutaneous larva migrans yang menggunakan kombinasi terapi anatara albendazole
(400 mg selama 7 hari) dan liquid nitrogen (1 sesi) lebih berkhasiat dalam
pengobatan. 6

3. 9 KOMPLIKASI

14

Dari beberapa penelitian, juga didapatkan beberapa penemuan lain yang


berhubungan dengan keadaan sistemik, seperti wheezing, batuk, urtikaria,
peripheral eosinophilia (Loefneer Syndorome, larva dapat penetrasi hingga bagian
paru-paru menyebabkan pulmonary eosinophiilia dan batuk lama), infiltrat pada
paru-paru, peningkatan imunoglobulin E yang mana ditemukan pada beberapa
pasien yang terdiagnosis cutaneus larva migrans.2,3,5

3. 10 PREVENTIF
Dapat dicegah dengan menghidari kontak kulit langsung dengan tanah yang
terkontaminasi kotoran hewan. Ketika mengunjungi negara tropis, terutama
wilayah pantai dan area berpasir, area lembab, disarankan menggunakan sepatu
yang menutup seluruh bagian kaki. Serta menghindari duduk dan tidur di area
berpasir meskipun menggunakan handuk sebagai alas.2,3

3. 11 PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan cutaneous larva migrans sangat baik. Pada
dasarnya merupakan suatu penyakit self limiting. Manusia merupakan tempat endhost bagi parasit ini dan lesi akan bertahap hilang dalam 4-8 minggu namun
dalam beberapa kasus juga dapat selama 1 tahun.3

15

BAB IV
ANALISA KASUS

16

DAFTAR PUSTAKA
1. Aisah, Siti. 2008. Creeping Eruption, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ke 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI. Hal 125-126
2. Mary Elizabeth Wilson.2008. Helminthic Infections, Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine Seventh Edition. McGrawHill : United
States Of America. Hal 2011-2029
3. Vano Galvan, Sergio. Gil-Mosquera et all. 2009. Case Report Cutaneous
Larva Migrans : A Case Report. Biomed Central 2:112.
4. F.Conde, Jeniifer. Feldman, Steven et all. 2007. Cutaneous Larva Migrans
in a Migrant Latino Farmworker. Journal of Agromedicine, 12:2,45-48
5. Supples, Suzanne. Gupta, Shobbit et all 2013. Creeping eruptions:
Cutaneous Larva Migrans. Journal of Community Hospital Medicine.
6. Neseema, Kapadia. Borhany, Tesneem. Forooqui, Maria. 2013. Use of
Liquid Nitrogen and Albendazole in Succesfully treating Cutaneous Larva
Migrans. Journal of the Collage of Physicians and Surgeons Pakistas 2013,
23(5) : 319-321
7. Arcer, Michael. 2009. Late Presentation of Cutaneous Larva Migrans : A
case report. Case Journal 2:7533
8. Black, Michael. Grovee, David et all. 2010. Case Series Cutaneous Larva
Migrans in infant in the Adelaide Hills. Australasian Journal of
Dermatology (2010) 51 : 281-284
9. Anand. Sowmya. 2013. Cutaneous Larva Migrans : Diagnosis on Fine
Needle Aspiration. International Journal of Recent Trends in Science and
Tecnology. 9:2

17

18

19

Anda mungkin juga menyukai