ASCARIASIS
OLEH:
Chintia Citra
1110070100040
PRESEPTOR
dr. Gustin Sukmarini, Sp. A
dr. IGM Afridoni, Sp. A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD SOLOK
Kata Pengantar
Puji syukur atas rahmat Allah SWT, yang mana atas kasih sayang-NYA.
saya bisa menyelesaikan Case Sience Session (CSS) tentang Ascariasis ini
pada waktunya. CSS ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum
Daerah Solok.
Penulis menyadari bahwa CSS ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengaharapkan kritikan dan saran dari pihak yang membaca demi
kesempurnaan CSS ini.
CSS ini dapat tersusun berkat adanya bimbingan,petunjuk, bantuan
maupun saran berharga berbagai pihak. Untuk Itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada dr. Gustin Sukmarini, Sp.A yang telah membimbing
penulis dalam pembuatan CSS ini.
Akhir kata penulis berharap CSS ini dapat memberikan pengetahuan serta
pemahaman tentang Ascariasis terutama bagi penulis sendiri dan rekan-rekan
sejawat lainnya.
Solok,
September 2015
Penulis
BAB I
2
PENDAHULUAN
Askariasis adalah suatu infeksi pada usus yang disebabkan oleh suatu jenis cacing
besar, Ascaris lumbricoides. Seseorang dapat terinfeksi penyakit ini setelah secara tidak
sengaja atau tidak disadari menelan telur cacing..1
Anak-anak lebih sering terinfeksi cacing ini daripada orang dewasa, kelompok usia
yang paling umum terjadi adalah 3-8 tahun. Infeksi ini cenderung terjadi lebih serius jika
anak mengalami gizi buruk. Anak sering terinfeksi akibat tidak mencuci tangan setelah
bermain di tanah yang terkontaminasi. Tanda pertama dari keadaan ini mungkin dengan
mendapatkan cacing hidup, biasanya di dalam tinja. Pada infeksi yang berat, penyumbatan
usus dapat menyebabkan sakit perut, terutama pada anak. Penderita penyakit ini juga
mungkin mengalami batuk, mengi dan sesak, atau demam.1
Infeksi cacing usus merupakan infeksi kronik yang paling banyak menyerang anak
balita dan anak usia sekolah dasar. Infeksi cacing usus meningkat pada tempat tinggal yang
tidak bersih dan cara hidup tidak bersih yang merupakan masalah kesehatan masyarakat, di
pedesaan dan di daerah kumuh perkotaan di Indonesia. Tinggi rendahnya fekuensi kecacingan
berhubungan erat dengan kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan menjadi sumber infeksi.
Diantara cacing usus yang menjadi masalah kesehatan adalah kelompok soil transmitted
helminth atau cacing yang ditularkan melalui tanah, seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura dan Ancylostoma sp (cacing tambang). Di Indonesia prevalensi kecacingan masih
tinggi antara 60% 90 % tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Askariasis adalah suatu infeksi pada usus kecil yang disebabkan oleh
suatu jenis cacing besar, Ascaris lumbricoides.1
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya
bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan
mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus,
mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan
penyerapan makanan.5
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh
dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di
beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk.
Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 10 tahun
sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih
tinggi. Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena
aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat
antelmintik, cacing akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal.5
parasit pada manusia yang paling umum. Sampai dengan 10% dari penduduk
negara berkembang terinfeksi cacing dengan persentase besar disebabkan
oleh Ascaris. Di seluruh dunia, infeksi Ascaris menyebabkan sekitar 60.000
kematian per tahun, terutama pada anak.1
Prevalensi tertinggi ascariasis adalah pada anak usia 2-10 tahun,
dengan intensitas infeksi tertinggi terjadi pada anak usia 5-15 tahun yang
memiliki infeksi simultan dengan cacing lain seperti Trichuris trichiura dan
cacing tambang. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa wanita dewasa
Vietnam yang tinggal di daerah pedesaan, terutama yang terkena tanah pada
malam hari dan tinggal di rumah tangga tanpa jamban, beresiko sangat tinggi
untuk ascariasis. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC)
memperkirakan bahwa tingkat ascariasis di seluruh dunia pada 2005 adalah
sebagai berikut: 86 juta kasus di Cina, 204 juta di tempat lain di Asia Timur
dan Pasifik, 173 juta di sub-Sahara Afrika, 140 juta di India, 97 juta di tempat
lain di Asia Selatan, 84 juta dalam bahasa Latin Amerika dan Karibia, dan 23
juta di Timur Tengah dan Afrika Utara.3
2.3 Etiologi dan Patofisiologi
Seseorang dapat terinfeksi penyakit askariasis setelah secara tidak sengaja atau tidak
disadari menelan telur cacing. Telur menetas menjadi larva di dalam usus seseorang. Larva
menembus dinding usus dan mencapai paru-paru melalui aliran darah. Larva tersebut
akhirnya kembali ke tenggorokan dan tertelan. Dalam usus, larva berkembang menjadi cacing
dewasa. Cacing betina dewasa yang dapat tumbuh lebih panjang mencapai 30 cm, dapat
bertelur yang kemudian masuk ke dalam tinja. Jika tanah tercemar kotoran manusia atau
hewan yang mengandung telur, maka siklus tersebut dimulai lagi. Telur berkembang di tanah
dan menjadi infektif setelah masa 2-3 minggu, tetapi dapat tetap infektif selama beberapa
bulan atau tahun.1
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika tertelan
telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan pecah dan melepaskan
larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam vena porta hati yang kemudian
bersama dengan aliran darah menuju jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis
ke paru-paru dengan masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari. Dalam paru-paru larva
tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus
dan seterusnya larva masuk sampai ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring,
5
berpindah ke osepagus dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglottis masuk
kedalam traktus digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian atas, larva
berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan
kemudian keluar secara spontan.4
Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak
infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000 250.000
butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 4 minggu untuk tumbuh menjadi
bentuk infektif. Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur
tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan dari stadium
larva I sampai stadium III yang bersifat infektif.4
Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup bertahuntahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak terkena infeksi secara terusmenerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang lain menjadi dewasa dan
menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup besar dan dapat hidup selama beberapa
tahun maka larvanya dapat tersebar dimanamana, menyebar melalui tanah, air, ataupun
melalui binatang. Maka bila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif
masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah
menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi tubuh melalui makanan
yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit.4
2.6 Penatalaksanaan
Edukasi kesehatan memberikan pesan berikut akan mengurangi jumlah orang yang
terinfeksi penyakit askariasis:1
-
melindungi makanan dari tanah dan mencuci atau memanaskan makanan apapun
yang jatuh di lantai.
10
Ketersediaan air yang digunakan untuk personal hygiene serta tempat pembuangan
kotoran yang sehat juga akan mengurangi jumlah kasus. Dimana limbah digunakan untuk
irigasi kolam stabilisasi sampah dan beberapa teknologi lainnya yang efektif dalam
penurunan transmisi akibat makanan tumbuh di tanah yang terkontaminasi.1
Pada waktu yang lalu obat yang sering dipakai seperti : piperazin, minyak
chenopodium, hetrazan dan tiabendazol. Oleh karena obat tersebut menimbulkan efek
samping dan sulitnya pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang ini berspektrum
luas, lebih aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan mudah pemakaiannya.
5,6
secara selektip bekerja menghambat pengambilan glukosa oleh usus cacing dan jaringan
dimana larva bertempat tinggal. Akibatnya terjadi pengosongan cadangan glikogen dalam
tubuh parasit yang mana menyebabkan berkurangnya pembentukan adenosine triphosphate
(ATP). ATP ini penting untuk reproduksi dan mempertahankan hidupnya, dan kemudian
parasit akan mati.7
Spektrum aktivitasnya sangat luas yaitu meliputi Nematoda, Cestoda dan infeksi
Echinococcus pada manusia.Jadi, albendaroze aktif terhadap Ascaris lumbricoides, cacing
tambang, Trichuris trichiura, Taenia saginata dan solium strongloides stercoralis,
Hymenolepis nana dan diminuta serta Echinococcus granulosus .7
Albendazole merupakan obat yang aman,
samping berupa mulut kering, perasaan tak enak di epigastrium, mual, lemah dan diare.
S.C.Jagota (1986) meneliti efikasi Albendazole terhadap soil transmitted helminthiasis
dengan dosis 400 mg dosis tunggal dan tinja diperiksa ulang pada minggu ketiga setelah
pemberian obat pada penelitian ini diperoleh angka kesembuhan 92.2% untuk Ancylostoma
duodenale; 90 5% untuk Trichuris trichiura dan 95.3% untuk Ascaris lumbricoides.7
2.7 Pencegahan
Perbaikan sanitasi dan kebersihan pribadi serta lingkungan sangat mempunyai arti
dalam penanggulangan infeksi cacing ini. Suatu pengalaman oleh E. Kosin pada tahun 1973,
yang mana telah dilakukan suatu penelitian kontrol ascariasis di suatu desa di daerah
Belawan, Sumatera Utara,yang mana diketahui prevalensi cacinggelang pada anak 85%>
setelah pengobatan massal, angka infeksi menurun drastis menjadi 10%. Akan tetapi 3 bulan
kemudian, saat anak-anak tersebut diperiksa kembali, diperoleh hasil yang sangat
mengejutkan yaitu angka infeksi naik menjadi 100%. Setelah dilakukan penelitian, ternyata
cacing yang berhasil dikeluarkan dengan pengobatan tadi tersebar di sembarang tempat dan
terjadi pencemaran tanah dengan telur cacing dam ini merupakan sumber infeksi.8
2.8 Prognosis
Prognosis sangat baik untuk pengobatan ascariasis tanpa gejala. Dalam beberapa
kasus, pengobatan kedua mungkin perlu untuk sepenuhnya menghapus cacing. Hal ini telah
dibuktikan secara signifikan mengurangi jumlah komplikasi. Perhatian di negara-negara
endemik adalah infeksi ulang yang akan terjadi.4
Pada anak-anak di negara-negara endemik, hasil pengobatan dalam perbaikan
ditunjukkan
dalam
perkembangan
kognitif,
kinerja
sekolah,
dan
berat
badan.
12
Prognosis baik untuk pasien dengan obstruksi usus parsial yang tidak memiliki toksisitas dan
yang nonseptic, asalkan pasien diperlakukan secara awal dengan manajemen konservatif.4
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ascariasis disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides biasa disebut round worm
of man yaitu suatu penyakit parasit usus pada manusia yang terbesar, disebut juga cacing
gelang. Penyebarannya luas dan merata di daerah tropic, sub-tropik dan lebih banyak
ditemukan di daerah pinggiran dibandingkan di kota. Cacing ini hidup di rongga usus
halus. Di Indonesia, penderita Askariasis didominasi oleh anak-anak. Penyebab penyakit
ini bisa karena kurangnya pemakaian jamban keluarga dan kebiasaan memakai tinja
sebagai pupuk.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO). Water related diseases: Ascariasis. Communicable
Diseases (CDS) and Water, Sanitation and Health unit (WSH) Available at URL:
http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/ ascariasis/en/. Accessed on May
2012.
2. Mardiana and Djarismawati. Helminthiosis Prevalence Among Compulsory Learning of
Public School Children In The Slum Areas Of Poverty Elimination Integrated Program
in Jakarta Province. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2, Agustus 2008 : 769 774.
3. Haburchak, David R. Ascariasis. Division of Infectious Disease, Medical College of
Georgia. Available at URL: http://emedicine.medscape.com/ article/212510-overview.
Accessed on May 2012.
4. Shoff, William H. Pediatric Ascariasis. Department of Emergency Medicine, Hospital
of
the
University
of
Pennsylvania.
Available
at
URL:
14
15