Anda di halaman 1dari 60

1

Skenario 2
Perut Tidak Nyaman
Seorang perempuan berusia 24 tahun datang ke poliklinik umum rumah sakit
dengan keluhan perut tidak nyaman sejak 2 bulan yang lalu, keluhan disertai
penurunan nafsu makan. Pasien mengaku sering memakan steak setengah matang.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital tekanan darah 120/80mmHg, denyut
nadi 80x/menit, laju pernafasan 20x/menit, suhu 36,7o C. Pada pemeriksaan fisik
abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan feses ditemukan telur seperti gambar
dibawah. Dokter memberikan pengobatan serta edukasi kepada pasien terkait
penyakit pasien.

STEP 1
1. Feses : Tinja/kotoran yang keluar dari manusia sebagai hasil proses
pencernaan.

STEP 2
1. Bagaimana etiologi pada kasus tersebut ?
2. Bagaimana factor resiko kasus tersebut ?
3. Bagaimana hubungan konsumsi daging setengah matang dengan keluhan yang
timbul ?
4. Hubungan gambar telur pada kasus dengan keluhan yang muncul ?
5. Bagaimana penegekan diagnosis pada kasus ?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ?
7. Bagaimana pencegahan dan edukasi pasien pada kasus tersebut ?

STEP 3
1. Taenia saginata, Taenia sollium dan Taenia asiatica
2. -Konsumsi makanan setengah matang
-Kebersihan lingkungan
-Higenitas
-Defekasi sembarangan
2

Telur di feses manusia


3. 4.
Taenia saginata
Mencemari lingkungan
Tertelan oleh sapi

Mengalir di
Termakan sapi
peredaran darah

Jaringan otot Masuk ke usus

Tertelan Peredaran darah


manusia
Daging dimakan manusia

5. Anamnesis : Turun BB, Sakit kepala, Lemas dan Konstipasi


PF : Batas normal, kadang nyeri ulu hati
PP : Pemeriksaan feses, Test Graham, Lab darah

6. Praziquantel : 10mg/kgBB
Albendazole : 400mg/kgBB

7. - Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan


- Memasak makanan sampai makan
- Menjaga kesehatan lingkungan
- Menjaga kesehatan ternak
3

STEP 4
1. Taenia saginata
Kingdom : Animalia
Filum : Plathyhelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Cydophylidea
Famili : Taenidae
Genus : Taenia
Spesies : Taenia saginata
Morfologi :
- Bentuk bulat, selubung tebal, memiliki larva
- Tidak memiliki rostelum
- Telur berwarna kuning kecokelatan

Taenia sollium
Morfologi :

- Ukuran dewasa 2 -7 m
- Kepala/Skolex berdiameter 1mm
- Sucker 4 buah
- Mempunyai rostelum

2. - Mengkonsumsi air yang terkontaminasi


- Dekat dengan penderita
- Tidak menjaga kesehatan lingkungan
4

3. Siklus hidup

Telur dalam feses

Termakan hewan sapi/babi

Pembuluh darah

Otot

Termakan manusia

5. Gejala, Taenia saginata: Ringan, Asimptomatik, Diare


Taenia soillium : Inflamasi, Mukosa usus
PP : Test Graham , Pemeriksaan feses, Lab darah, ELISA
6. Penatalaksanaan lini pertama : Praziquantel
7. - Menjaga kesahatan lingkungan
- Masak makanan sampai matang
- Simpan makanan pada suhu aman
- Gunakan air bersih untuk mencuci makanan
5

MIND MAP

Pencegahan

Faktor Resiko
Pendekatan Klinis

Kecacingan Diagnosis Banding

Penatalaksanaan Siklus Hidup

Patofisiologi Etiologi

STEP 5
1. Pendekatan klinis pada pasien kecacingan
 Nematoda
Soil Transmitted Helmith :
 Ascaris Lumbricoides
 Ancylostoma duodenale
 Necator americanus
 Strongyloides stercoralis
 Trichuris trichuira

Non-STH : Oxyuris vermicularis


Trichinella spiralis
 Cestoda : Taenia saginata
: Taenia sollium
6

: Hymenolepsis nana
: Hymenolepsis Diminuta
 Trematoda : Faschiolopsis buski dan Trematoda lainnya.

STEP 6
Belajar Mandiri

STEP 7

1. NEMATODA
A. Soil Transmitted Helmint
Nematoda usus yang hidupnya membutuhkan tanah untung proses
pematangan. Ditularkan melalui telur cacing bersama dengan feses manusia
yang terinfeksi.1
a. Ascaris Lumbricoides
Definisi Ascariasis
Ascariasis adalah infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing
Ascaris lumbricoides. Ascariasis sendiri termasuk penyakit cacing yang
paling besar prevalensinya diantara penyakit cacing lainnya yang
menginfeksi tubuh manusia. Manusia merupakan satu-satunya hospes
untuk Ascaris lumbricoides. Cacing Ascaris lumbricoides. merupakan
golongan nematoda. Nematoda berasal dari kata nematos yang berarti
benang dan oidos yang berarti bentuk, sehingga cacing ini sering disebut
cacing gilik ataupun cacing gelang. Nematoda itu sendiri dibagi menjadi 2
jenis yakni nematoda usus dan nematoda jaringan. Manusia merupakan
hospes untuk beberapa nematoda usus yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia). Diantara nematoda usus yang ada
terdapat beberapa spesies yang membutuhkan tanah untuk pematangannya
dari bentuk non infektif menjadi bentuk infektif yang disebut Soil
Transmitted Helminths. Cacing yang termasuk golongan STH adalah
7

Ascaris lumbricoides., Trichuris trichiura, Ancylostoma duodenale,


Necator americanus, Strongyloides stercoralis, dan beberapa spesies
Trichostrongylus.1

Taksonomi Ascaris lumbricoides


Phylum : Nemathelminthes
Sub phylum : Ascaridoidea
Ordo : Ascaridida
Family : Ascaridae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides.1

Epidemiologi
Ascaris lumbricoides merupakan jenis cacing terbanyak yang
menyebabkan infeksi pada manusia. Angka kejadian infeksi
A.lumbricoides ini cukup tinggi di negara berkembang seperti Indonesia
dibandingkan dengan negara maju. Tingginya angka kejadian Ascariasis
ini terutama disebabkan oleh karena banyaknya telur disertai dengan daya
tahan larva cacing pada keadaan tanah kondusif. Parasit ini lebih banyak
ditemukan pada tanah liat dengan kelembaban tinggi dan suhu 25°- 30°C
sehingga sangat baik untuk menunjang perkembangan telur cacing
A.lumbricoides tersebut. Telur A. lumbricoides mudah mati pada suhu
diatas 40° C sedangkan dalam suhu dingin tidak mempengaruhinya . Telur
cacing tersebut tahan terhadap desinfektan dan rendaman yang bersifat
sementara pada berbagai bahan kimiawi keras Infeksi A. lumbricoides
dapat terjadi pada semua usia, namun cacing ini terutama menyerang anak
usia 5-9 tahun dengan frekuensi kejadian sama antara laki-laki dan
perempuan. Bayi yang menderita Ascariasis kemungkinan terinfeksi telur
Ascariasis dari tangan ibunya yang telah tercemar oleh larva infektif .
Prevalensi A. lumbricoides ditemukan tinggi di beberapa pulau di
8

Indonesia yaitu di pulau Sumatera (78%), Kalimantan (79%), Sulawesi


(88%), Nusa Tenggara Barat (92%), dan Jawa Barat (90%).1

Morfologi
Secara umum dapat dilihat bahwa cacing A. lumbricoides berwarna
merah berbentuk silinder. Cacing jantan lebih kecil ukurannya daripada
cacing betina. Pada stadium dewasa, cacing ini akan hidup dan
berkembang didalam rongga usus kecil. Cacing jantan berukuran 15-25
cm x 3 mm disertai ujung posteriornya yang melengkung ke arah ventral
dan diikuti adanya penonjolan spikula yang berukuran sekitar 2 mm.
Selain itu, di bagian ujung posterior cacing juga terdapat banyak papil-
papil kecil. Cacing betina berukuran 25-35 cm x 4 mm dengan ujung
posteriornya yang lurus. Cacing ini memiliki 3 buah bibir, masing-masing
satu dibagian dorsal dan dua lagi dibagian ventrolateral. Cacing dewasa
hidup dalam jangka waktu ±10 – 24 bulan . Cacing dewasa dilindungi oleh
pembungkus keras yang kaya akan kolagen dan lipid serta menghasilkan
enzim protease inhibitor yang berfungsi untuk melindungi cacing agar
tidak tercerna di sistem pencernaan manusia. Cacing ini juga memiliki sel-
sel otot somatik yang besar dan memanjang sehingga mampu
mempertahankan posisinya di dalam usus kecil. Jika otot somatik tersebut
lumpuh oleh obat cacing, maka cacing akan mudah keluar melalui anus
karena gerakan peristaltic di usus. Cacing betina mampu bertahan hidup
selama 1- 2 tahun dan memproduksi 26 juta telur selama hidupnya dengan
100.000 – 200.000 butir telur per hari yang terdiri dari telur yang telah
dibuahi (fertilized), yang tidak dibuahi (unfertilized), maupun telur
dekortikasi. Telur dekortikasi adalah telur A.lumbricoides yang telah
dibuahi tapi kehilangan lapisan albuminoid, Telur yang telah dibuahi
berbentuk bulat atau oval dengan permukaaan tidak teratur, memiliki
lapisan yang tebal, dan berwarna kuning kecoklatan dengan ukuran 60 -
45µm.1
9

Pada telur ini, terdapat lapisan tebal albumin dan lapisan dalamnya
yang terdapat selubung vitelin tipis namun cukup kuat. Kedua lapisan
tersebut berfungsi sebagai pelindung terhadap situasi lingkungan yang
tidak sesuai sehingga telur dapat bertahan hidup di tanah sampai dengan
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Telur yang telah dibuahi ini
berisikan embrio regular yang tidak bersegmen. Dalam lingkungan yang
sesuai yakni di tanah liat, dengan kelembaban tinggi, dan suhu yang
sesuai, dapat terjadi pematangan telur atau larva dari bentuk yang tidak
infektif menjadi infektif. Kedua kutub pada telur ini juga terdapat rongga
yang tampak sebagai daerah yang terang berbentuk bulan sabit. Telur yang
tidak dibuahi adalah telur yang dihasilkan oleh cacing betina yang tidak
subur ataupun terlalu cepat dikeluarkan oleh cacing betina yang subur,
telur tersebut berbentuk memanjang, terkadang segitiga dengan lapisan
yang tipis dan berwarna coklat, lalu berukuran 90–40 πm. Telur yang
berwarna kecoklatan ini akibat pengaruh dari pigmen empedu di saluran
cerna dan tidak terdapatnya rongga udara.1

Siklus Hidup

Siklus hidup A. lumbricoides terjadi dalam 3 stadium yaitu stadium


telur, larva, dan dewasa. Siklus ini biasanya membutuhkan fase di luar
tubuh manusia (hospes) dengan atau tanpa tuan rumah perantara.
Telur cacing yang telah dibuahi dan keluar bersama tinja penderita akan
berkembang menjadi infektif jika terdapat di tanah yang lembab dan suhu
yang optimal dalam waktu kurang lebih 3 bulan. Seseorang akan terinfeksi
A.lumbricoides apabila masuknya telur A. lumbricoides yang infektif
kedalam mulut bersamaan dengan makanan atau minuman yang
terkontaminasi tanah yang mengandung tinja penderita Ascariasis.
10

Gambar 1.1 Siklus hidup A. lumbricoides


Telur infektif yang tertelan oleh manusia akan melewati lambung tanpa
terjadi kerusakan oleh asam lambung akibat proteksi yang tebal pada
lapisan telur tersebut dan akan menetas di dalam usus halus. Kemudian
larvanya akan secara aktif menembus dinding usus halus menuju vena
porta hati dan pembuluh limfe. Bersama dengan aliran vena, larva A.
Lumbricoides akan beredar menuju jantung kanan dan berhenti di paru.
Saat di dalam paru-paru larva yang berdiameter 0,02 mm akan masuk
kedalam kapiler paru yang hanya berukuran 0,01 mm maka kapiler
tersebut akan pecah dan larva akan masuk ke alveolus kemudian larva
berganti kulit. Larva tersebut akan ke alveoli lalu naik ke trakea melalui
11

bronkiolus dan bronkus setelah dari kapiler paru. Selanjutnya mengarah ke


faring dan terjadi refleks batuk hingga tertelan untuk kedua kalinya sampai
ke usus halus. Masa migrasi ini berlangsung selama 10 – 15 hari. Cacing
akan berkembang menjadi dewasa, kawin, dan bertelur di usus halus dalam
waktu 6 – 10 minggu.

Cara penularan
Cara penularan Ascariasis terjadi melalui beberapa jalan yakni telur
infektif A.lumbricoides yang masuk ke dalam mulut bersamaan dengan
makanan dan minuman yang terkontaminasi, melalui tangan yang kotor
tercemar terutama pada anak, atau telur infektif yang terhirup udara
bersamaan dengan debu. Pada keadaan telur infektif yang terhirup oleh
pernapasan, telur tersebut akan menetas di mukosa alat pernapasan bagian
atas dan larva akan segera menembus pembuluh darah dan beredar
bersama aliran darah. Cara penularan Ascariasis juga dapat terjadi melalui
sayuran dan buah karena tinja yang dijadikan pupuk untuk tanaman sayur-
mayur maupun buah-buahan.1

Patologi dan gejala klinis


Gejala klinis yang timbul dari Ascariasis tergantung dari beratnya
infeksi, keadaan umum penderita, daya tahan, dan kerentanan penderita
terhadap infeksi cacing ini. Penderita Ascariasis tidak akan merasakan
gejala dari infeksi ini (asimptomatik) apabila jumlah cacing sekitar 10-20
ekor didalam tubuh manusia sehingga baru dapat diketahui jika ada
pemeriksaan tinja rutin ataupun keluarnya cacing dewasa bersama dengan
tinja. Gejala klinis yang timbul bervariasi, bisa dimulai dari gejala yang
ringan seperti batuk sampai dengan yang berat seperti sesak nafas dan
perdarahan. Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis berdasarkan
migrasi larva dan perkembangbiakan cacing dewasa, yaitu:
 Gejala akibat migrasi larva A. lumbricoides
12

Selama fase migrasi, larva A. lumbricoides di paru penderita


akan membuat perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul
gangguan batuk dan demam. Pada foto thorak penderita Ascariasis
akan tampak infiltrat yaitu tanda terjadi pneumonia dan eosinophilia di
daerah perifer yang disebut sebagai sindrom Loeffler. Gambaran
tersebut akan menghilang dalam waktu 3 minggu.1
 Gejala akibat cacing dewasa
Selama fase didalam saluran pencernaan, gejala utamanya
berasal dari dalam usus atau migrasi ke dalam lumen usus yang lain
atau perforasi ke dalam peritoneum. Cacing dewasa yang tinggal
dilipatan mukosa usus halus dapat menyebabkan iritasi dengan gejala
mual, muntah, dan sakit perut. Perforasi cacing dewasa A.
lumbricoides ke dalam peritoneum biasanya menuju ke umbilikus
pada anak sedangkan pada dewasa mengarah ke inguinal. Cacing
dewasa A. lumbricoides juga dapat menyebabkan obstruksi diberbagai
tempat termasuk didaerah apendiks (terjadi apendisitis), di ampula
vateri (terjadi pancreatitis haemoragis), dan di duktus choleduchus
terjadi cholesistitis. Anak yang menderita Ascariasis akan mengalami
gangguan gizi akibat malabsorpsi yang disebabkan oleh cacing
dewasa. A. lumbricoides perhari dapat menyerap 2,8 gram karbohidrat
dan 0,7 gram protein, sehingga pada anak anak dapat memperlihatkan
gejala berupa perut buncit, pucat, lesu, dan rambut yang jarang.1
Penderita Ascariasis juga dapat mengalami alergi yang
berhubungan dengan pelepasan antigen oleh A. lumbricoides dalam
darah dan kemudian merangsang system imunologis tubuh sebagai
defence mechanism dengan gejala berupa asma bronkial, urtikaria,
hipereosinofilia, dan sindrom Loeffler.1
13

Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis Ascariasis biasanya melalui pemeriksaan
laboratorium karena gejala klinis dari penyakit ini tidak spesifik. Secara
garis besar Ascariasis dapat ditegakkan berdasarkan kriteria sebagai
berikut:
 Ditemukannya telur A. lumbricoides fertilized, unfertilized, maupun
dekortikasi di dalam tinja seseorang.
 Ditemukannya larva A. lumbricoides di dalam sputum seseorang.
 Ditemukannya cacing dewasa keluar melalui anus ataupun bersama
dengan muntahan.1
Jika terjadi Ascariasis oleh cacing jantan, di tinja tidak ditemukan telur
sehingga dapat ditegakkan dengan pemeriksaan foto thorak. Kriteria
tingkat infeksi penderita Ascariasis menurut WHO 2012 adalah:

Tabel 1.1 Klasifikasi intensitas infeksi cacing menurut WHO.1

Pengobatan

Pengobatan askariasis dapat dilakukan secara individu atau massal.


Pada pengobatan individu dapat digunakan bermacam-macam obat
misalnya piperasin, pirantel pamoat 10 mg/kg BB, albendazol 400 mg atau
mebendazol 500 mg dosis tunggal. Levamisole Anthelminthic yang satu ini
digunakan untuk mengobati infeksi ascariasis dan infeksi cacing tambang
campuran. Obat ini aman dikonsumsi baik dewasa ataupun anak-anak. Bagi
ibu hamil, levamisole tidak dianjurkan untuk dikonsumsi selama trimester
pertama.
14

b. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus


Distribusi Geografis
Distribusinya diseluruh dunia, terutama di daerah lembab, iklim yang
hangat.N. americanus dan A. duodenale ditemukan di Afrika, Asia dan
Amerika. Necator americanus dominan di Amerika dan Australia,
sementara hanya A. duodenale ditemukan di Timur Tengah, Afrika Utara
dan Eropa Selatan. Habitatnya terdapat di usus halus (duodenum,
jejunum). 2

Morfologi

Gambar 1.2 Ancylostoma duodenale dewasa. 2

1) Cacing silinder kecil, berwarna putih keabu-abuan.


2) Ukurannya agak lebih besar dan panjang dibandingkan Necator
americanus,
15

 Jantan 8 mm sampai 11mm, diameter 0,4 - 0,5 mm

 Betina 10mm sampai 13mm, diameter 0,6 mm


3) Pada waktu istirahat/relaxasi curvatura anterior searah dengan
lengkungan tubuh sehingga menyerupai huruf C
4) Betina memiliki caudal spine
5) Ujung posterior pada jantan mempunyai bursa copulatrix yang
bentuknya khas
6) Cacing betina dapat memproduksi 10.000 hingga 30.000 telur perhari.
7) Jangka hidup rata-rata Ancylostoma duodenale adalah satu tahun. 2

Gambar 1.3 Anterior dari Ancylostoma duodenale yang mempunyai cutting


teeth. 2
16

Gambar 1.4 Bursa copulatrix Ancylostoma duodenale jantan. 2

Gambar 1.5 Filariform larva Ancylostoma duodenale. 2


17

Telur Hookworm
1) Telur Hookworm tidak bisa dibedakan antara spesies bahkan dengan
telur Strongyloides stercoralis sekalipun.

2) Bentuknya oval/lonjong.

3) Ukuran 40 x 65 mikron.

4) Dindingan tipis transparan.

5) Pada waktu keluar bersama feses biasanya masih berupa unsegment


ovum atau berisis 2-8 blastomere yang akan berkembang lebih lanjut.

6) Pada keadaan obstipasi kadang-kadang didapatkan telur yg berisis


morula atau bahkan larva. 2

Gambar 1.6 Ancylostoma duodenale. 2


18

Siklus Hidup

Gambar 1.7 Siklus hidup Ancylostoma duodenale. 2


Tahap-tahap dari siklus hidup cacing ini adalah :

1) Telur dikeluarkan dalam tinja


2) Dalam kondisi yang menguntungkan (kelembaban, kehangatan,
temaram) larva menetas dalam 1 sampai 2 hari. Larva rhabditiform ini
tumbuh dalam tinja dan/atau tanah,
3) Setelah 5 sampai 10 hari (mengalami dua kali molting) menjadi
filariform larva (L3/tahap ketiga) yang infektif.
4) Infektif larva dapat bertahan 3 sampai 4 minggu dalam kondisi
lingkungan yang menguntungkan. Pada kontak dengan inang manusia,
larva menembus kulit dan dibawa melalui pembuluh darah ke jantung
dan kemudian ke paru-paru. Mereka menembus ke dalam alveoli paru,
naik cabang bronkial menuju faring , dan tertelan.
19

5) Larva mencapai usus kecil, tinggal dan tumbuh menjadi dewasa.


Cacing dewasa hidup di lumen usus kecil, menempel pada dinding
usus. Sebagian besar cacing dewasa dieliminasi dalam 1 sampai 2
tahun, tapi umur panjang bisa mencapai beberapa tahun.2
Beberapa larva A. duodenale, setelah penetrasi kulit host, dapat
menjadi dorman (di usus atau otot). Selain itu, infeksi oleh A. duodenale
mungkin juga terjadi melalui oral dan trans mammary route. Untuk
Necator americanus, bagaimanapun, memerlukan fase migrasi trans
pulmonary.2

Patologi dan Gejala Klinis


Gejala klinis dapat ditimbulkan oleh cacing dewasa ataupun larvanya.
Bila larva infektif menembus kulit dan jumlah larva yang masuk banyak
maka dapat terjadi reaksi alergi terhadap cacing berupa gatal-gatal yang
menimbulkan warna merah pada kulit (terbentuk makulopapula dan
eritema yang terbatas). Reaksi ini disebut “ground itch”.2
Bila larva cacing tambang tertelan maka sebagian akan menuju usus
dan tumbuh menjadi dewasa sebagian lagi menembus mukosa mulut
faring dan bermigrasi ke paru-paru atau pada orang telah peka mungkin
timbul bronchitis/pneumonitis.2
Penyakit cacing tambang pada hakekatnya adalah infeksi kronis dan
orang yang dihinggapinya sering tidak menunjukkan gejala akut. Gejala
yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya tidak timbul sampai tampak
adanya anemia. Infeksi Ancylostoma duodenale lebih berat dan gejala
ditimbulkan oleh jumlah cacing yang lebih sedikit daripada infeksi
Necator americanus sebab Ancylostoma duodenale menghisap lebih
banyak darah. Tiap cacing Necator americanus yang menghisap darah
penderita akan menimbulkan kekurangan darah sampai 0,1 cc sehari
sedangkan cacing dewasa Ancylostoma duodenale sampai 0,34 cc sehari.
20

Akibat dari anemia itu maka penderita akan tampak pucat, daya tahan
berkurang dan prestasi kerja menurun.2
Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala yang nyata. Anak - anak
dengan infeksi berat mungkin menunjukkan keterbelakangan fisik mental
dan seksual. Pada awal infeksi ada eosinofilia dan leukositosis yang nyata.
Bila infeksi menahun eosinofilia dan leukositosis berkurang tetapi anemia
masih tetap ada. 2
Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun,
cacing tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing
tambang mampu menghisap darah 0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi
berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan dapat
menyebabkan anemia berat Cara menegakkan diagnosa penyakit adalah
dengan pemeriksaan tinja. Parasites Load cacing tambang untuk infeksi
ringan adalah 1-1.999 EPG, untuk infeksi sedang adalah 2.000-3.999
EPG, dan untuk infeksi berat adalah ≥4.000 EPG. 2

Tatalaksana
 Farmako :
 Mebendazole : menyebabkan kematian cacing dengan selektif dan
menghalangi pengambilan glukosa dan nutrisi lain di usus orang
dewasa yang rentan dimana cacing berada. Tersedia sebagai tablet
kunyah 100 mg yang dapat ditelan utuh, dikunyah, atau
dihancurkan dan dicampur dengan makanan.
Dosis : 100 mg PO setiap 12 jam selama 3 hari berturut-turut; jika
penyembuhan tidak tercapai 3 minggu setelah pengobatan,
pengobatan kedua disarankan.
 Albendazole
Dosis : 400 mg PO per hai selama 3 hari. Obat ini memiliki efek
samping terhadap janin karna merupan obat golongan C.2
21

Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan:
 memutus rantai lingkaran hidup cacing sehingga dapat mencegah
perkembangannya menjadi larva infektif
 mengobati penderita
 memperbaiki cara dan sarana pembuangan feses
 memakai alas kaki.2

c. Trichuris trichiura
Trichuris trichiura adalah nematoda usus atau cacing usus yang
ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminth) yang dapat
meyebabkan penyakit trichuriasis, cacing ini disebut juga Trichocephalus
dispar, Whip worm, Trichocephalus hominis, dan cacing cambuk karena
bentuknya yang menyerupai cambuk.3

Morfologi
Ciri-ciri telur :

Gambar 1.8 Telur Trichuris trichiura.3


22

1) Berbentuk oval ukuran


2) Panjang ± 50 μm dan lebar ± 23 μm dinding 2 lapis
3) Lapisan luar berwarna kekuningan dan lapisan dalam transparan
4) Pada kedua ujung telur terdapat tonjolan yang disebut mucoid plug /
polar plug / clear knop telur berisi embrio.3

Ciri-ciri cacing dewasa :

Gambar 1.9Trichuris trichiura Dewasa.3

1) Cacing dewasa berbentuk seperti cambuk dimana 3/5 dari panjang


tubuhnya (sebelah anterior) tipis seperti benang sedangkan 2/5 bagian
(sebelah posterior) terlihat lebih tebal.
2) Cacing jantan panjangnya ± 4 cm
3) Cacing betina panjangnya ± 5 cm
4) Ujung posterior cacing jantan melingkar / melengkung ke arah ventral
dengan sebuah spicula di ujungnya ujung posterior cacing betina lurus
dan tumpul membulat.3
23

Siklus Hidup

Gambar 1.10 Siklus hidup Trichuris trichiura.3

Cacing dewasa hidup di sekum (caecum) tapi pada infeksi yang berat
dapat dijumpai dibagian bawah ileum sampai rectum. Telur keluar
bersama tinja, telur mengandung larva / menjadi infektif dalam waktu 2 -
4 minggu. Apabila telur tertelan manusia, telur akan menetas menjadi
larva di istestinum tenue kemudian larva menembus villi-villi usus dan
tinggal didalamnya selama 3 – 10 hari. Setelah larva tumbuh , kemudian
larva turun sampai sekum kemudian menjadi cacing dewasa. Waktu yang
diperlukan sejak tertelannya telur sampai menjadi cacing dewasa yang
siap bertelur kira-kira 90 hari.3
24

Patofisiologi
Trichuris, seperti Ascaris lumbricoides, menyebar melalui transmisi
fecal-oral. Telur disimpan di tanah melalui kotoran manusia. Setelah 10-
14 hari di tanah, telur menjadi infektif. Berbeda dengan parasit lain,
seperti A lumbricoides, tidak ada fase migrasi jaringan yang terjadi pada
organisme Trichuris, yang membatasi infeksi pada saluran pencernaan.
Larva menetas di usus kecil, di mana mereka tumbuh dan meranggas,
akhirnya mengambil tempat tinggal di usus besar. Waktu dari konsumsi
telur ke perkembangan cacing dewasa adalah sekitar 3 bulan. Selama
waktu ini, mungkin tidak ada penumpahan telur dan hanya ada sedikit
bukti infeksi pada sampel tinja. Cacing dapat hidup 1-5 tahun, dan cacing
betina dewasa bertelur sampai 5 tahun, menumpahkan hingga 20.000 telur
per hari.3
Secara imunologis, sitokin seperti interleukin 25 (IL-25) memediasi
kekebalan tipe 2 dan diperlukan untuk pengaturan peradangan di saluran
pencernaan.3

Manifestasi klinis
Penyakit karena infeksi cacing ini disebut dengan trichuriasis atau
trichocephaliasis atau penyakit cacing cambuk. Pada infeksi ringan pada
tempat-tempat perlekatan tidak ada kerusakan mukosa, hanya kadang-
kadang sedikit perdarahan kecil. Pada infeksi berat dapat terjadi gejala :
1) sakit perut diare yang kadang-kadang disertai bercak darah
2) demam ringan
3) sakit kepala
4) berat badan menurun.3
25

Pada anak-anak sering terjadi prolapsus recti (keluarnya mukosa


rectum dari anus), hal ini terjadi karena :
1) Cacing mengeluarkan racun yang bersifat melemaskan otot rectum
2) Cacing yang merupakan benda asing pada rectum sehingga
menyebabkan otot-otot rectum berusaha mengeluarkan cacing dengan
cara meningkatkan gerakan peristaltik.3

Penegakan diagnosis

1) Studi Laboratorium
 Studi sering mengungkapkan eosinofilia dari invasi jaringan yang
sedang berlangsung (berbeda dengan semua cacing usus kecuali
Strongyloides stercorali).
 Karakteristik telur pada pemeriksaan feses terlihat.3
2) Endoskopi
Endoskopi sering menunjukkan cacing dewasa menempel pada
mukosa usus.3

Tatalaksana
Farmako :
1) Mebendazole
Menyebabkan kematian cacing dengan selektif dan menghalangi
pengambilan glukosa dan nutrisi lain di usus orang dewasa yang
rentan dimana cacing berada. Tersedia sebagai tablet kunyah 100 mg
yang dapat ditelan utuh, dikunyah, atau dihancurkan dan dicampur
dengan makanan.
Dosis : 100 mg PO setiap 12 jam selama 3 hari berturut-turut; jika
penyembuhan tidak tercapai 3 minggu setelah pengobatan,
pengobatan kedua disarankan. Mebendazole Obat cacing untuk anak
yang satu ini digunakan untuk mengobati infeksi cacing gelang, cacing
26

cambuk, dan cacing tambang. Sebelum mengonsumsi mebendazol,


penting bagi Bunda untuk berkonsultasi ke dokter. Mebendazole tidak
dianjurkan diberikan pada anak usia di bawah dua tahun.3
2) Albendazole
Dosis : 400 mg PO per hai selama 3 hari. Albendazole Obat cacing ini
digunakan untuk mengobati infeksi cacing pita dengan membunuh
parasit yang sensitif. Jangan gunakan albendazole jika anak memiliki
alergi terhadap obat ini.3

Non Farmako :
1) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum makan
2) Cuci, kupas atau masak sayuran dan buah-buahan sebelum dimakan
3) Mengajarkan pada anak-anak jangan bermain ditanah terutama tanah
yang kemungkinan terdapat kotoran manusia.3

d. Strongyloides stercoralis
Etiologi
Strongyloidiasis disebabkan oleh Strongyloides Stercoralis, dengan
nama lain Strongyloides intestinalis, Anguillula intestinalis, Anguillula
stercoralis.4
27

Gambar 1.11 A. struktur larva rhabditiforn, B. filariforn, C. Cacing


dewasa, D. larva filariforn di paru.4

Strongyloides stercoralis dewasa memiliki panjang 2 mm, sehingga


disebut cacing nematoda terkecil. Cacing jantan jarang ditemukan pada
hospes manusia. Cacing betina gravid melakukan penetrasi di mukosa
duodenum, ketika akan meletakkan telurnya. Di beberapa infeksi, juga
bisa melibatkan duktus pankreas dan biliaris, usus halus dan kolon. Telur
menetas dengan cepat mengeluarkan larva rhabditiform dan masuk ke
lumen usus sehingga dapat ditemukan larva pada feses. 4
Strongyloides stercoralis sangat umum terdapat di deluruh dunia pada
mukosa usus halus anjing, kucing, manusia, dan berbagai mamalia lain.
Cacing betina parasitic panjangnya 1,7 -2,7 mm dan berdiameter 30-40
mikron mereka menghasil telur berembrio 55-60 x 40-50 mikron yang
cepat sekali menetas sehingga larva stadium pertama terdapat pada tinja. 10
28

Cacing jantan hidup bebas panjangnya 650-1000 mikron dan


berdiameter 40-50 mikron dan sebuah gubernakulum. Cacing betina hidup
bebas mempunyai panjang 0,9-1,7 mm dan berdiameter 51 mikron serta
menghsilkan telur berembrio berkulit tipis, berukuran 58-60x40-42
mikron dengan masa prepaten 8-17 hari atau lebih. 4

Morfologi telur Stongyloides stercoralis

Gambar 1.12 Telur Stongyloides stercoralis. 4

Mereka menghasilkan telur berembrio 55-60 x 40-50 mikron yang


cepat sekali menetas sehingga larva stadium pertama terdapat pada feses.4
29

Siklus Hidup

Gambar 1.13 Patofisiologi pada S. stercoralis.4

Dalam siklus hidupnya ada 2 macam kehidupan cacing, yaitu:


1) hidup bebas di tanah dan
2) hidup sebagai parasit. 4

Cacing betina terdapat di dalam mukosa duodenum dan bagian


proksimal jejunum. Jarang ditemukan pada bagian distal pylorus, ductus
biliaris communis, kandung empedu dan paru-paru. Manusia merupakan
tuan rumah definitif, juga ditemukan pada anjing dan kucing (sebagai
hospes reservoir). 4
Cacing dewasa yang hidup bebas terdiri atas: cacing betina yang
memiliki ukuran 1 mm x 50 m, mempunyai esofagus berbentuk lonjong di
bagian posterior, bulbus oesofagus di bagian posterior, ekor lurus
meruncing, vulva terletak dekat pertengahan tubuh yang merupakan muara
dari uterus bagian posterior. Cacing jantan, berukuran 700 x 45 m, ekor
melengkung ke depan memiliki dua buah spikula kecil kecoklat-coklatan,
esofagus lonjong dilengkapi bulbus esofagus.4
30

Cacing dewasa sebagai parasit terdiri atas cacing betina memiliki


ukuran 2,2 mm x 50 m, esofagus silindris terletak pada 1/3 panjang tubuh,
vulva pada batas 1/3 bagian posterior dan 1/3 bagian tengah tubuh. Cacing
jantan, tidak pernah tubuh. Cacing jantan, tidak pernah ditemukan, diduga
setelah masa perkawinan, cacing jantan tetap bertahan di dalam trachea.4
Telur, hanya didapatkan di dalam tinja dengan diare berat atau setelah
pemberian pencahar. Mirip telur cacing tambang, bentuk lonjong,
memiliki ukuran (50-60) x (30-35) m, dinding tipis, di dalamnya
mengandung embrio. 4
Larva, seperti pada cacing tambang juga terdapat dua bentuk, yaitu
larva Rhabdiform, berukuran (200-300) x (14-16) m, memiliki esofagus
dan bulbus esofagus yang mengisi ¼ anterior tubuh. Larva Rhabditiform
ini yang biasa ditemukan bersama tinja. Larva Rhabditiform ini yang biasa
ditemukan bersama tinja. Larva Filariform merupakan stadium inefektif,
lebih panjang dan lebih langsing dari pada larva Rhabditiform, berukuran
(350-450) x (30-35) m, dengan esofagus panjangnya mencapai ½ bagian
anterior tubuh terapi tidak memiliki bulbus esofagus. 4
Pembuahan cacing betina oleh cacing jantan terjadi di dalam bronchus
atau trachea, tetapi ada juga yang mengatakan Strongyloides stercoralis
betina bersifat partenogenesis, yaitu reproduksi dengan cara
perkembangan telur dan keluarnya larva Rhabditiform yang akan
mengadakan penetrasi dan masuk ke dalam lumen usus untuk keluar
bersama tinja. 4
Perkembangan selanjutnya, ditemukan tiga macam siklus hidup, yaitu
siklus langsung, siklus tidak langsung (siklus bebas), hiperinfeksi dan
autoinfeksi. Pada siklus langsung sama seperti siklus hidup cacing
tambang, sesudah 2-3 hari larva yang berada di dalam tanah, berubah
menjadi larva filariform yang inefektif. Jika larva menyentuk kuli
manusia, menembus kulit tersebut, masuk ke dalam kapiler darah dan
terbawa aliran darah. Perjalanan cacing tambang, yang akhirnya tertelan
31

sampai ke usus halus. Waktu yang dibutuhkan sejak larva filariform


menembus kulit hospes sampai didapatkan larva Rhabditiform di dalam
tinja ± 2-3 minggu. 4
Pada siklus tidak langsung/siklus bebas, larva rhabditiform yang
keluar bersama tinja, di tanah berubah menjadi cacing dewasa jantan dan
betina. Setelah mengadakan kopulasi, cacing betina bertelur diikuti
menetasnya telur tersebut dengan mengeluarkan larva Rhabditiform,
selanjutnya akan terjadi salah satu perkembangan di bawah ini. Sebagian
akan mengulang siklus bebas cacing jantan dan betina seperi di atas.
Sebagian lagi, larva Rhabditiform berubah menjadi larva filariform. Larva
ini menembus kulit hospes, masuk ke dalam siklus langsung seperti telah
diuraikan di atas. 4
Hiperinfeksi dan autoinfeksi. Larva Rhabditiform yang berada di
dalam lumen usus, menuju anus, berubah menjadi larva filariform yang
akan dapat masuk kembali ke dalam tubuh hospes setelah menembus
mukosa colon. Hiperifeksi atau autoinfeksi atau autoinfeksi eksternal
terjadi jika larva filariform melewati anus dan menembus kulit perianal.
Baik hiperinfeksi maupun autoinfeksi, keduanya akan sampai pada kapiler
darah, kemudian masuk siklus langsung sehingga infeksi cacing ini dapat
berlangsung terus menerus seumur hidupnya hospes. 4

Patologi Dan Klinik


Penyakitnya disebut strongyloidiasis, strongyloidosis, diare Cochin
China.Pada infeksi ringan biasanya tidak ditemukan gejala sehingga tidak
diketahui hospes, sedangkan pada infeksi sedang, cacing dewasa betina
yang bersarang di dalam mukosa duoodenum, menyebabkan perasaan
terbakar, menusuk-nusuk di daerah epigastrium, disertai rasa mual,
muntah, diare bergantian dengan konstipasi. Akhirnya pada infeksi berat
dan kronis, mengakibatkan berat badan menurun, anemi, disentri
menahun, serta demam ringan yang disertai infeksi sekunder dapat
32

menyebabkan kematian, disebabkan cacing betina bersarang pada hampir


seluruh epitel usus, meliputi daerah lambung sampai ke daerah colon
bagian distal. 4
Sindroma hiperinfeksi. Autoinfeksi mungkin merupakan mekanisme
dari terjadinya infeksi jangaka panjang yang menetap bertahun-tahun
setelah seseorang meninggalkan daerah endemik. Parasit dan hospesnya
berada dalam status seimbang sehingga tidak dapat terjadi kerusakan yang
berarti. Jika oleh karena sesuatu hal, keseimbangan ini terganggu dan
keadaan imunitas penderita menurun, infeksinya akan meluas dengan
peningkatan produksi larva dan larvanya dapat ditemukan pada setiap
jaringan tubuh. Beberapa keadaan merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya sindroma hiperinfeksi pada seseorang dan di antaranya adalah
meningkatnya penggunaan obat imunosupresif. 4
Selain kerusakan jaringan akibabt migrasi larva, penderita dapat
meninggal karena sepsis, terutama disebabkan oleh flora usus. Sebab-
sebab lain yang dapat menimbulkan kematian adalah peritonitis,
kerusakan otak, kegagalan pernapasan. 4

Diagnosis
Ditegakkan dengan menemukan larva Rhabditiform di dalam tinja
segar atau pada cairan duodenum. Telur dapat ditemukan di dalam tinja
setelah pemberian pencahar atau setelah diare berat (pada infeksi berat).4
Cairan duodenum didapatkan dari aspirasi duodenual atau spesimen
biopsi jejunal.. Jika sistem pulmonari sudah terinfeksi, sputum harus
diperiksakan untuk menentukan apakah terdapat larva. Metode kultur agar
plate mungkin dapat mendeteksi secara mikroskopis.. enzime-linked
immunosorbent asssays untuk mendeteksi antibodi dari ekskretori-
sekretori atau antigen somatik sekarang sudah digunakan sebagai referensi
laboratorium.4
33

Pengobatan
Semua pasien yang terinfeksi diharuskan utntuk diobarti untuk
mencegah cacing-cacing tumbuh kembali secara autoinfeksi dan
konsekuensi hiperinfeksi serius. 4
Dapat dipilih salah satu obat berikut ini. Thiabendazole merupakan
obat pilihan (drug of choice) dengan dosis 25 mg/kg berat badan,
diberikan 2 kali sehari selama 3 hari berturut-turut. Mebendazole dengan
dosis dan cara pengobatan sama dengan pengobatan pada thichuriasis.
Pyrvinium pamoate dengan dosis 3 x 50 mg/kg berat badan perhari,
diberikan selama 7 hari berturut-turut. 4

Pencegahan
Sama dengan pencegahan pada infeksi oleh cacing tambang.
Autoinfeksi dapat dicegah dengan menghindari terjadinya konstipasi serta
4
memperhatikan kebersihan daerah anus.

2. Non-Soil Transmitted Helmints


a. Oxyuris Vermicularis ( Enterobius vermicularis)
Pengertian
Enterobiasis adalah infeksi parasit yang disebabkan Enterobius
vermicularis dan merupakan infeksi yang sering terjadi dalam satu keluarga
atau pada orang yang tinggal dalam satu rumah. Enterobius vermicularis juga
menjadi penyebab tersering kecacingan pada anak-anak di negara
berkembang. Prevalensi cacing ini tinggi di seluruh dunia, terutama di daerah
yang beriklim dingin dan sedang. Infeksi terjadi pada semua usia dengan
prevalensi tertinggi pada usia 5-14 tahun dan terutama terjadi di tempat anak
tinggal, bermain, dan tidur bersama-sama.4
34

Etiologi
Enterobius vermicularis merupakan cacing yang berukuran kecil
berbentuk seperti benang berwarna putih, hidup di sekum, apendiks, dan di
daerah yang berbatasan dengan ileum dan kolon asendens. Cacing betina
dewasa berukuran 8-13 mm x 0,3-0,5 mm dengan ekor yang runcing. Bentuk
jantan berukuran 2-5 mm x 0,1-0,2 mm, ekornya melingkar sehingga
bentuknya seperti tanda tanya. Seekor cacing betina dapat menghasilkan rata-
rata 11.000-15.000 butir telur. Telur E. vermicularis berbentuk ovoid dengan
ukuran 50-60 mm x 20-30 mm, pada salah satu sisinya datar sehingga
berbentuk seperti sampan atau bola tangan. Dalam suhu badan, telur menjadi
infektif dalam 6 jam. Telur dapat kehilangan infektivitasnya setelah 1-2 hari
di bawah panas dan keadaan lingkungan yang kering. Kemampuan telur
untuk bertahan hidup sangat dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban.
Kemampuan telur untuk bertahan hidup lebih besar pada keadaan dengan
temperatur rendah dan kelembaban tinggi. Telur dapat hidup selama < 2
minggu lamanya kemampuan maksimal telur untuk bertahan hidup dilaporkan
sampai 19 minggu. Desinfektan dan fumigan yang biasa digunakan di rumah
tangga tidak dapat membunuh telur.4

Gambar 2.1 Cacing Dewasa Enterobius vermicularis.4


35

Gambar 2.2 Telur Enterobius vermicularis.4

Penularan
Manusia terinfeksi bila menelan telur infektif, kemudian menetas di
sekum dan berkembang menjadi dewasa. Siklus hidup cacing lebih kurang 1
bulan. Larva yang dilepaskan dari telur di saluran gastrointestinal akan
bermigrasi ke jejenum dan ileum, selanjutnya akan tumbuh menjadi cacing
jantan dan betina dewasa. Setelah membuahi cacing betina, cacing jantan
akan mati dan dikeluarkan bersama tinja. Cacing betina yang gravid umumnya
pada malam hari akan turun ke bagian bawah kolon dan keluar melalui anus.
Telur akan diletakkan di perianal dan di kulit perineum, kadang-kadang
cacing betina dapat bermigrasi ke vagina. Diperkirakan setelah meletakkan
telur, cacing betina kembali ke dalam usus. Terdapat 4 cara terjadinya infeksi,
yaitu langsung dari anus ke mulut, melalui tangan yang terkontaminasi oleh
telur cacing. Penularan pada orang yang setempat tidur dengan pasien, infeksi
terjadi melalui telur yang ada di alas tempat tidur, sarung bantal, ataupun pada
benda yang terkontaminasi., melalui udara, telur cacing yang berada di udara
terhirup oleh orang lain (misalnya pada saat membersihkan tempat tidur).4
36

Gambar 2.3 Daur hidup Enterobius vermicularis.4

Retroinfection, pada keadaan yang memungkinkan telur cacing segera


menetas di kulit sekitar anus dan larva yang keluar masuk kembali ke dalam
usus melalui anus.4

Manifestasi Klinis
Enterobiasis relatif tidak berbahaya dan infeksi yang terjadi pada
umumnya asimtomatik. Pada infeksi yang simtomatik, gejala klinis yang
mencolok disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum, dan vagina oleh cacing
betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina. Hal ini
menyebabkan pruritus lokal, anak menggaruk kulit di sekitar anus, berakibat
terjadinya iritasi yang bisa diikuti dengan infeksi bakteria sekunder. apabila
hal ini tidak segera diatasi, akan gangguan pertumbuhan anak. Perasaan gatal
sering terjadi pada malam hari sehingga pasien terganggu tidurnya, anak
menjadi lemah, dan iritabel, (tidur tidak pulas) atau mimpi yang menakutkan
(nightmare), sehingga kelopak mata bawah tampak bayangan kulit gelap.
Cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal sampai
ke lambung, esofagus, dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di daerah
tersebut.4
37

Cacing juga sering ditemukan di apendiks tetapi jarang menyebabkan


apendisitis. Cacing betina gravid mengembara dan dapat bersarang di vagina
dan tuba fallopii sehingga menyebabkan radang di saluran telur dan
vulvovaginitis pada anak perempuan prapubertas. Juga diketahui merupakan
penyebab potensial enuresis sekunder dan infeksi saluran kemih. Tidak ada
bukti menunjukkan bahwa Enterobiasis vermicularis berhubungan dengan
eosinofilia ataupun peningkatan kadar serum imuglobulin E (Ig E ).4

Diagnosis
Enterobius vermicularis tidak seperti nematoda usus lainnya, telur cacing
jarang ditemukan di feses dan hanya dapat mendeteksi telur berkisar 10%-
15% pasien yang terinfeksi pada pemeriksaan feses rutin. Infeksi cacing
sering diduga pada anak yang menunjukkan rasa gatal di sekitar anus pada
malam hari. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan melihat anus si anak
pada malam hari dan menemukan cacing dewasa yang sedang keluar untuk
bertelur. Anal swab merupakan metode terbaik dalam mendiagnosis
enterobiasis. Telur cacing diambil dengan metode anal swab atau cellophane
swab yang ditempelkan di sekitar anus pada pagi hari sebelum anak buang air
besar. Infeksi cacing Enterobius vermicularis sering terjadi pada beberapa
anggota keluarga, maka sebaiknya seluruh anggota keluarga juga turut
diperiksa. Anal swab adalah prosedur pengambilan spesimen dengan
mempergunakan alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya
diletakkan cellophane tape transparan dengan panjang ± 6 cm. Cellophane
tape ditempelkan di daerah sekitar anus, maka telur cacing akan menempel
pada perekatnya. Kemudian cellophane tape diratakan pada bahan kaca dan
dibubuhi sedikit toluol lalu diperiksa di bawah mikroskop, untuk mencari
telur cacing Enterobius vermicularis. Pemeriksaan ulangan dapat
meningkatkan deteksi telur, satu kali pemeriksaan dapat mendeteksi 50%
infeksi, tiga kali pemeriksaan 90%, dan lima kali pemeriksaan 99%. Hasil
38

pemeriksaan anal swab yang negatif sebanyak enam kali berturut-turut pada
hari yang berbeda dapat menyingkirkan diagnosis.4

Pengobatan
Pengobatan infeksi cacing ini harus dilaksanakan pada seluruh anggota
keluarga oleh karena mudah terjadi penularan. Enterobius vermicularis rentan
terhadap sejumlah obat cacing, dengan keberhasilan pengobatan >90%.
Pirantel pamoate, mebendazole, dan albendazole memiliki efektivitas tinggi
dalam mengobati infeksi cacing Enterobius vermicularis. Albendazole
diberikan dengan dosis 400 mg per oral, tunggal pada anak >2 tahun. Anak
yang berumur <2 tahun diberikan 100 mg. Sedangkan dari mebendazole 100
mg per oral dosis tunggal dan pirantel pamoate dosis 10 mg/kgBB.
Keseluruhan obat jika diperlukan dapat diulangi 2-4 minggu kemudian.
Albendazole adalah obat cacing spektrum luas yang diberikan per oral dan
sudah digunakan sejak 1979. Beberapa bukti menunjukkan bahwa albendazole
tidak hanya membunuh cacing dewasa yang hidup di usus tetapi juga
membunuh telur dan larva. Pada pemberian oral albendazole diserap dengan
cepat oleh usus. Waktu paruh 8-9 jam, metabolit terutama dikeluarkan lewat
urin dan hanya sedikit lewat feses. Cara kerja albendazole memblokir
pengambilan glukosa oleh larva maupun cacing dewasa sehingga persediaan
glikogen menurun dan pembentukan ATP berkurang, mengakibatkan
kematian parasit (cacing). Untuk penggunaan 1-3 hari terbukti aman. Efek
samping berupa nyeri ulu hati, diare, nyeri kepala, mual, lemah, dizziness,
insomnia, terjadi pada sekitar 6% kasus. Pada salah satu penelitian dilaporkan
bahwa kejadian efek samping ini sama untuk golongan plasebo dan golongan
obat lain. Mebendazole mempunyai efektivitas tinggi terhadap infeksi
nematoda usus dan terutama digunakan untuk mengobati infeksi cacing
campuran. Untuk enterobiasis, mebendazole dosis tunggal 100 mg oral cukup
efektif, namun albendazole lebih. Pirantel pamoate merupakan terapi pilihan
selain albendazole dan mebendazole, bekerja dengan cara menghambat
39

depolarisasi neuromuskular, menghambat kolinesterase, dan menyebabkan


paralisis spastik pada cacing. Untuk kasus enterobiasis sebaiknya pengobatan
diulang setelah interval waktu 2 minggu.25 Namun, pirantel pamoate yang
diberikan dalam dosis tunggal tidak efektif terhadap stadium muda cacing.4
Reinfeksi sering terjadi pada kasus enterobiasis setelah mendapat
pengobatan. Sering dilaporkan terjadinya infeksi enterobiasis kembali setelah
diberikan pengobatan meskipun dengan dua dosis obat. Reinfeksi terjadi oleh
karena telur cacing sulit dibasmi oleh obat cacing sehingga selanjutnya larva
akan tumbuh dan berkembang menjadi cacing dewasa. Fenomena ini disebut
reinfeksi. Penting bagi para klinisi untuk melakukan pemeriksaan diagnostik
ulangan setelah memberikan terapi untuk mendeteksi kejadian reinfeksi. Oleh
karena itu, dianjurkan untuk memberikan terapi pada seluruh anggota
keluarga pada saat yang bersamaan untuk mencegah terjadinya reinfeksi.
skrining masal dan pengobatan efektif untuk mengeradikasi enterobiasis.
Sayangnya, eradikasi enterobiasis yang sempurna belum ditemukan sehingga
sering terjadi reinfeksi. Pada keadaan endemik enterobiasis, sulit untuk
menetapkan infeksi yang sebenarnya karena sensitivitas perianal swab
terbatas dalam mendiagnosis enterobiasis. Oleh karena itu, kasus dengan anal
swab negatif seringkali membutuhkan pengobatan. Sangat sukar untuk
mengontrol infeksi di rumah tangga maupun di sekolah oleh karena tingginya
angka reinfeksi. Oleh karena itu, untuk mencegah kejadian reinfeksi
pemeriksaan periodik disertai dengan pengobatan yang adekuat akan dapat
membantu mengurangi kejadian enterobiasis pada anak. Penyuluhan
mengenai kebersihan pribadi sangat menunjang keberhasilan pengobatan.
Anak yang terinfeksi sebaiknya tidur memakai celana panjang supaya alas
kasur tidak terkontaminasi dan tangan tidak dapat menggaruk daerah perianal.
Makanan hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung
parasit. Pakaian dan alas kasur hendaknya dicuci bersih setiap hari. Hal ini
merupakan cara yang bermanfaat untuk membatasi penularan telur.4
40

b. Trichinella spiralis

Gambar 2.4 Trichinella spiralis.4

Klasifikasi
Kelas : Nematoda
Subkelas : Aphasmidia
Ordo : Enoplida
Superfamili: Trichuroidae
Famili : Trichinellidae
Genus : Trichinella
Spesies : Trichinella spiralis.4

Trichinella spiralis merupakan salah satu jenis nematoda/cacing gilig.


Cacing ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit), terutama daerah
beriklim sedang. Trichinella spiralis menyebabkan penyakit yang disebut,
trikinelosis, dan trikiniasis. Hampir di seluruh dunia pernah dilaporkan
adanya penyakit yang pembuluh darah, disebabkan Trichinella spirali.
Parasit ini pertama kali ditemukan dalam jaringan manusia sewaktu otopsi
pada permulaan tahun 1800-an, baru pada tahun 1860 Freidrich von
Zenker menyimpulkan bahwa infeksi disebabkan karena makan sosis
mentah. Beberapa tahun kemudian, dibuktikan secara eksperimental
41

bahwa trichinosis secara pasti diketahui merupakan masalah kesehatan


masyarakat.4
Selain menginfeksi manusia, cacing ini juga menginfeksi mamalia lain
seperti tikus, kucing, anjing, babi, beruang dan lain-lain. Produk daging
babi (babi adalah karnivora/omnivora) merupakan sumber potensial
manusia tertular trichionosis. Namun, herbivora dapat juga menularkan ke
manusia. Cina melaporkan adanya penyakit ini pada manusia bukan hanya
karena mengkonsumsi daging babi, tapi juga karena mengkonsumsi
daging domba dan daging sapi.4
Rodent terbukti sebagai sumber trichionosis dari babi. Infeksi
Trichinella spiralis biasanya ditemukan pada timbunan tikus yang mati di
rumput makanan ternak. Babi maupun herbivora lain dapat terinfeksi
karena memakan rumput yang terkontaminasi Trichinella spiralis.
Manusia mempunyai risiko tertular pada saat penanganan rumput di
peternakan. Hasil penelitian laboratorium oleh L Oivanen et.al,
Trichinella spiralis mampu bertahan dalam bangkai tikus selama 4
minggu, 2 minggu kemudian hanya ditemukan dalam jumlah yang sangat
kecil atau berkurang. Setelah 6 minggu, pada daging tikus yang telah
membusuk tidak ditemukan adanya Trichinella spiralis. Sumber lain
menyebutkan bahwa pada keadaan alami, siklus hidup cacing ini dapat
berlangsung diantara kelompok tikus yang kanibalis. Babi juga dapat
terinfeksi akibat makan sampah yang mengandung daging tikus mati.4

Siklus Hidup
Infeksi pada manusia dimulai dengan memakan daging babi, beruang,
singa laut (walrus) atau daging mamalia lainnya (karnivora dan
omnivora), baik yang mentah atau dimasak secara tidak sempurna. Daging
tersebut mengandung kista berisi larva infektif yang masih hidup. Setelah
kista masuk ke dalam lambung, terjadi ekskistasi dan larva yang keluar
kemudian masuk kedalam mukosa usus menjadi dewasa. Pada hari
42

keenam setelah infeksi, cacing betina mulai mengeluarkan larva motil.


Pengeluaran larva ini berlangsung terus hingga sekitar 4 minggu. Jumlah
larva yang dihasilkan dapat mencapai 1350 - 1500 ekor. Larva-larva ini
kemudian bergerak ke pembuluh darah, mengikuti aliran darah dan limfe
menuju jantung dan paru-paru, akhirnya menembus otot. Otot-otot yang
sangat aktif akan terinvasi, temasuk diafragma, otot laring, rahang, leher
dan tulang rusuk, biceps, gastronemius, dan lain-lain.4

Gambar 2.5 Siklus hidup Trichinella spiralis.4


43

Morfologi
Cacing jantan dewasa berukuran 1,4 - 1,6 mm x 0,06 mm. Sedangkan
cacing betina berukuran lebih panjang, dapat mencapai 4 mm. Pada ujung
posterior cacing jantan terdapat 2 buah papil yang membedakan bentuknya
dengan cacing betina. Cacing betina tidak bertelur melainkan melahirkan
larva (vivipar). Larva cacing berukuran sampai 100 mikron, namun dalam
otot hospes umumnya larva terdapat dalam bentuk kista.4

Manifestasi Klinis
Masa inkubasi trichinosis diperkirakan antara 10-14 hari dari setelah
memakan daging yang terinfeksi dan bervariasi antara 5-45 hari. Variasi
masa inkubasi ini berhubungan makanan dengan banyaknya larva yang
dikonsumsi, sebab gejala dan tanda-tanda penyakit baru nampak jelas bila
terjadi infeksi dengan 10 larva per gram daging. 4
Gejala-gejala yang dapat timbul berupa sakit perut, mual, muntah dan
diare. Kemudian penderita mengalami nyeri hebat pada otot-otot gerak,
diikuti gangguan pernapasan, gangguan menelan dan sulit berbicara.
Selain itu dapat terjadi perbesaran kelenjar-kelenjar limfe, edema sekitar
mata, hidung dan tangan. Bila terjadi nekrosis otot jantung, akan terjadi
miokarditis yang dapat menimbulkan kematian penderita. Penderita dapat
juga mengalami radang otak (ensefalitis) dan radang selaput otak
(meningitis), tuli, makan gangguan mata, gejala-gejala neurotoksik
misalnya neuritis, halusinasi, delirium, disorientasi atau mengalami
komplikasi berupa pneumonia, peritonitis dan nefritis.4

Diagnosis
Diagnosis pasti trichinosis dapat ditetapkan apabila dapat ditemukan
cacing dewasa atau larva cacing dewasa atau larva cacing. Cacing dewasa
atau larva cacing mungkin dijumpai pada tinja penderita pada waktu
mengalami diare. Pemeriksaan serologis dilakukan dengan tehnik
44

Bentonite Flocculation Test (BFT) dan ELISA. Pada pemeriksaan


hematologis, eosinofilia identitas darah tepi minimal mencapai 20%.
Pemeriksaan radiologik dapat juga membantu menunjukkan adanya kista
pada jaringan atau organ penderita.4
Tes kulit dengan memakai antigen yang terbuat dari larva Trichinella
dapat memberikan reaksi positif pada minggu ke-3 atau ke-4. Reaksi
berupa benjolan memutih pada kulit dengan diameter 5 mm atau lebih
yang dikelilingi daerah eritema. 4
Reaksi imunologi lainnya seperti tes ikat komplemen dan tes presipitin
dapat juga dilakukan. Mencari larva di dalam darah dan cairan otak dapat
dilakukan pada hari ke 8-14 sesudah infeksi. Dengan biopsy otot, larva
Trichinella dapat ditemukan pada minggu ke-3 atau ke-4 sesudah infeksi.4

Pengobatan
Pengobatan trikinosis terutama dilakukan secara simtomatis. Sakit
kepala dan nyeri otot dapat dihilangkan dengan obat analgetik.4
Mebendazole 100 mg dua kali sehari selama beberapa hari mempunyai
efek mematikan terhadap fase invasif dan fase pembentukan kapsul
Trichinella.4
45

3. CESTODA
a. Taenia saginata
Cacing pita ini adalah parasit dalam usus halus manusia, dan sebagai
inang antaranya adalah sapi. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing
pita Taenia saginata dikenal dengan nama Taeniasis. Infeksi terutama terjadi
di Afrika, Timur Tengah, Eropa Barat, Meksiko, dan Amerika Selatan.5

Morfologi Dan Daur Hidup

Gambar 3.1 siklus hidup Taenia.5


Cacing dewasa panjangnya dapat mencapai 25 m, tetapi sering kali
yang terukur hanya setengah dari panjangnya. Skoleksnya berbentuk
rhomboid dan mempunyai batil isap tanpa kait-kait. Jumlah proglotid 1000
sampai 2000, yang terdiri dari proglotid muda, proglotid matur, dan proglotid
grafik. Proglotid-proglotid ini dapat bergerak dalam tinja ketika specimen
dikirim tanpa pengawet. Telurnya berbentuk bulat sampai sedikit oval,
46

berukuran 31 – 43 µ, mempunyai dinding yang tebal, bergaris dan berisi


embrio berkait enam (onkosfer). Dalam usus manusia terdapat proglotid yang
sudah masak yang mengandungsel telur yang telah dibuahi (embrio). Telur
tersebut akan keluar bersama tinja, apabila termakan oleh sapi kemudian
sampai pada usus akan tumbuh dan berkembang menjadi larva onkosfer.
Onkosfer akan menetas dalam duodenum, mengadakan penetrasi ke dalam
dinding usus, dan terbawa aliran limfe atau darah, kemudian akan difiltrasi
keluar otot lurik membentuk kista yang disebut Cysticercus bovis (larva
cacing). Kista akan membesar dan membentuk gelembung yang disebut
cysticercus (sistiserkus).Seseorang bisa terkena infeksi cacing pita ini melalui
makanan dengan memakan daging yang mengandung kista yang terdapat pada
daging sapi mentah atau daging sapi yang belum masak betul.5

Gambar 3.2 scoleks pada Taenia saginata.5

Gambar 3.3 telur pada Taenia saginata.5


47

Gejala Klinik
Sebagian kasus tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). Gejala klinis
dapat timbul sebagai akibat iritasi mukosa usus atau toksin yang dihasilkan
cacing. Gejala tersebut antara lain rasa tidak enak pada lambung, mual, badan
lemah, berat badan menurun, diare, sakit kepala, konstipasi (sukar buang air
besar) dan nafsu makan menurun. Secara psikologis penderita dapat merasa
cemas dan gelisah itu disebabkan karena adanya gerakan proglotid dari anus.
Proglotid dapat juga keluar bersama tinja.5

Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan dengan 2 cara yaitu:
1) Menanyakan riwayat penyakit (anamnesis)
Hal – hal yang perlu ditanyakan antara lain apakah penderita pernah
mengeluarkan proglotid dari cacing pita pada waktu buang air besar .
Apabila memungkinkan bisa juga dengan menunjukkan contoh potongan
cacing yang diawetkan dalam botol transparan.
2) Pemeriksaan tinja Ditemukan cacing pada tinja.
Tinja yang diperiksa adalah tinja sewaktu berasal dari defekasi spontan.
Sebaiknya diperiksa dalam keadaan segar, bila tidak memungkinkan tinja
tersebut diberi formalin 5-10% atau spirtus sebagai pengawet. 5

Pengobatan
Untuk pengobatan pada penderita ini dengan diberikan obat niclosamid
atau prazikuantel per oral. Pengobatan biasanya sangat efektif, tetapi apabila
proglotid mulai tampak lagi dalam tinja atau bergerak dari anus, maka
diperlukan pengobatan ulangan. Tinja diperiksa kembali setelah 3 dan 6 bulan
untuk memastikan bahwa infeksi telah terobati. 5
48

Pencegahan
1) Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati sumber penderita
2) Pemakaian jamban keluarga, sehingga tinja manusia tidak dimakan oleh
sapi dan tidak mencemari tanah atau rumput
3) Pemeliharaan sapi pada tempat yang tidak tercemar atau sapi
dikandangkan sehingga tidak dapat berkeliaran
4) Pemeriksaan daging oleh dokter hewan atau mantra hewan di RPH
(Rumah Pemotongan Hewan), sehingga yang mengandung kista tidak
sampai dikonsumsi masyarakat (kerjasama lintas sector dengan dinas
peternakan)
5) Daging yang mengandung kista tidak boleh dimakan.5

b. Taenia solium
Klasifikasi dan Morfologi

Gambar 3.4 Morfologi Taenia solium: skoleks (a); proglotida dewasa dengan
organ kelamin yang berkembang (tanda panah hitam menunjukkan lubang
genital) (b); proglotida gravid yang berisi penuh telur infektif (c); Cysticercus
cellulosae.6
49

Gambar 3.5 telur Taenia solium

Gambar 3.6 Taenia solium

Taenia solium merupakan cacing pita (cestoda) yang hidup dalam usus
manusia. Cacing ini dikenal dengan istilah “human pork tapeworm”.
taksonomi dari cacing ini adalah:
Kelas : Eucestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Famili : Taeniidae
50

Genus : Taenia
Spesies : Taenia solium.6

Taenia solium di dalam usus halus manusia dapat tumbuh hingga


mencapai panjang dua sampai delapan meter. Tubuh cacing ini terdiri atas
tiga bagian yaitu skoleks, leher, dan strobila. Skoleks merupakan organ tubuh
cestoda yang berfungsi untuk melekat pada dinding usus. Skoleks merupakan
anggota tubuh yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies dalam
genus Taenia. Morfologi skoleks Taenia solium terdiri atas sebuah rostelum
dan empat buah batil hisap (sucker). Rostelum dan sucker tersebut dikelilingi
oleh sebaris kait panjang (180 µm) dan kait pendek (130 µm) di mana setiap
barisnya tersusun atas 22-32 kait.6
Stobila merupakan bagian tubuh berupa serangkaian proglotida yang
berada di belakang leher. Strobila Taenia solium tersusun atas 800 sampai
1000 segmen (proglotida). Berdasarkan perkembangan organ reproduksinya,
proglotida tersebut terbagi menjadi tiga bagian yaitu proglotida muda,
dewasa, dan gravid (mature). Proglotida muda terletak setelah leher,
selanjutnya diikuti oleh proglotida dewasa, dan proglotida gravid berada di
bagian belakang. Proglotida gravid hanya berisi uterus yang memiliki 7
sampai 12 cabang yang penuh dengan telur infektif. Diperkirakan satu
proglotida mengandung telur infektif sebanyak 50-60x103. Telur Taenia
solium memiliki ciri morfologi yaitu berbentuk bulat dengan ukuran 31-43
µm. Telur ini memiliki selubung tebal dan di dalamnya berisi larva yang
memiliki enam kait (onkosfer). 6
Taenia solium di dalam inang antaranya berupa metacestoda yang
disebut Cysticercus cellulosae. Sistiserkus ini memiliki ciri morfologi yaitu
berupa gelembung ellipsoid yang berukuran 6-10 x 5-10 mm. Stuktur tubuh
Cysticercus cellulosae terdiri dari kulit luar, cairan antara, dan lapisan
kecambah. Kulit luar yang melapisi sistiserkus ini berupa lapisan kutikula,
sedangkan cairan antara berupa plasma darah dari inangnya. 6
51

Taenia solium tidak memiliki organ pencernaan sehingga untuk


memperoleh nutrisi yang dibutuhkannya cacing ini mengambil dari inangnya.
Bagian tubuh cacing ini yang digunakan untuk mengambil nutrisi inang
adalah tegumen. Tegumen merupakan lapisan luar tubuh cacing yang terdiri
dari karbohidrat makromolekul (glucocalyx). Fungsi lain dari tegumen yaitu
sebagai pelindung diri dari enzim pencernaan yang disekresikan oleh inang,
menyerap nutrisi, dan secara berkala melakukan pergantian kulit (moulting)
yang bertujuan untuk melindungi diri dari sistem tanggap kebal inangnya.6

Siklus Hidup
Babi merupakan hospes perantara dari Taenia solium dan manusia
bertindak sebagai hospes definitifnya. Namun, anjing dan manusia dapat
menjadi hospes antara dari cacing ini akibat autoinfeksi dan kontaminasi
lingkungan.6
Siklus hidup Taenia solium berawal dari tertelannya telur infektif
cacing ini oleh hospes perantaranya. Telur tersebut selanjutnya akan pecah di
dalam lambung hospes antaranya akibat bereaksi dengan asam lambung.
Onkosfer yang telah menetas selanjutnya melakukan penetrasi ke dalam
pembuluh darah dan ikut mengalir bersama darah ke seluruh organ. Onkosfer
tersebut akan berkembang menjadi sistiserkus setelah mencapai otot, jaringan
subkutan, otak, hati, jantung, dan mata. Siklus hidup Taenia solium akan
berlanjut jika manusia sebagai hospes definitifnya memakan daging babi yang
mengandung sistiserkus tanpa proses pemasakan sempurna yaitu pemanasan
lebih dari 60 °C. Sistiserkus selanjutnya mengadakan invaginasi pada dinding
usus halus manusia dan berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa
ini mulai melepaskan proglotida gravidnya dua bulan setelah infeksi. Telur
infektif yang terkandung dalam penderita taeniasis inilah yang menjadi
pencemar lingkungan.6
52

Gejala Klinis
Gejala penderita taeniasis umumnya yaitu berupa rasa tidak enak pada
perut, gangguan pencernaan, diare, konstipasi, sakit kepala dan
anemia.Pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran peningkatan eosinofil.
Sistiserkosis pada otak (neurosistiserkosis) dengan gejala gangguan motorik,
kelainan saraf sensorik maupun gangguan mental penderita. Sistiserkosis pada
bola mata menyebabkan nyeri bola mata, gangguan pengelihatan dan
kebutaan. Sedangkan pada otot jantung menyebabkan takikardia, sesak napas,
sinkop dan gangguan irama jantung.6

Penegakan diagnosis
Diagnosis taeniasis pada penderita untuk menemukan telur Taenia
solium, menggunakan metode konsentrasi formol-eter. Sampel tinja di
awetkan/fiksasi dalam formalin 10% dan untuk menemukan proglotid
menggunakan saringan kawat tahan karat 40 mesh. Diagnosis juga dapat
dilakukan menggunakan coproantigen test yaitu menggunakan ELISA untuk
mendeteksi antigen taenia di fases dengan capture antibodypoliclonal IgG.6

Pengobatan
Pengobatan taeniasis dan sistiserkosis dapat dilakukan dengan
menggunakan praziquantel. Praziquantel dapat membunuh dan menghacurkan
cacing dewasa Taenia solium di saluran pencernaan usus atau sistisersi pada
jaringan parental. Dosis praziquantel 50 mg/kg BB dosis tunggal atau dosis
terbagi tiga selama 15 hari efektif untuk sistiserkosis. Obat pilihan lain adalah
albendazole 15 mg/kg BB/hari dalam dosis tunggal atau terbagi tiga selama 7
hari; Mebendazole 2 x 200 mg/hari selama 4 hari.6
53

Pencegahan
Upaya pencegahan penularan penyakit taeniasis dan sistiserkosis dapat di
lakukan dengan cara antara lain:
1) Mengobati penderita (praziquantel, mebendazole, albendazole,
niclosamide dan atabrin) untuk menghilangkan sumber infeksi dan
mencegah terjadinya autoinfeksi dengan larva cacing.
2) Pengawasan terhadap penjualan daging babi agar tidak tercemar oleh larva
cacing (sistiserkus).
3) Memasak daging babi di atas suhu 50˚C selama 30 menit untuk
mematikan larva sistiserkus atau menyimpan daging babi pada suhu 10 ˚C
selama 5 hari.
4) Menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak buang air besar di
sembarang tempat (pemakaian jamban keluarga) agar tidak mencemari
tanah dan rumput.
5) Menjaga higiene personal dengan rajin mandi, mencuci tanggan sebelum
makan atau mengolah makanan.
6) Memberikan vaksin pada hewan ternakbabi (penggunaan crude antigen
yang berasal dari onkosfer, sistisersi, atau cacing dewasa Taenia solium)
7) Memberikan Cestosida (praziquantel, dan oxfendazole) pada hewan
ternak babi. 6

c. Himenolepiasis
Epidemiologi
Hymenolepis nana tidak memerlukan hospes perantara dan
Hymenolepis diminuta. Infeksi kebanyakan terjadi secara langsung dari tangan
ke mulut. Hal ini sering terjadi pada anak kurang dari 15 tahun. Kontaminasi
dengan tinja tikus perlu dapat perhatian. 7
Infeksi pada manusia selalu disebabkan oleh telur yang tertelan dari
benda-benda yang terkena tanah, dari tempat buang air atau langsung dari
anus ke mulut. Kebersihan perorangan harus diutamakan. 7
54

Hymenolepis nana
Penyakit : Himenolepsiasis
Hospes : Manusia, tikus
Morfologi
 Cacing dewasa panjangnya 2,5 cm, skoleks kecil, strobila terdiri atas 2000
proglotid dan makin ke posterior makin lebar.
 Skoleks memiliki emapat batil isap dan rostelum kecil yang berkait-kait.
 Proglotid gravid berbentuk trapezium, mengandung 80-180 telur.
 Telur berukuran 47 x 37 mikron, berbentuk bulat atau bujur, memiliki
dinding luar, dinding dalam terdiri atas due kutub, masing-masing dengan
4-8 filamen halus, berisi embrio heksakan.7

Siklus hidup
1) Telur Hymenolepis nana biasanya bersifat infektif ketika dikeluarkan
bersama feses dan tidak dapat bertahan lebih dari 10 hari di lingkungan
luar. Ketika telur tertelan oleh artropoda (hospes perantara).
2) Mereka berkembang menjadi sistiserkoid, kemungkinana dapat
menginfeksi manusia dan karena tertelan.
3) Dan berkembang menjadi dewasa dalam usus kecil.
4) Ketika tertelan oleh makanan, minuman atau tangan yang terkontaminasi
feses maka telur yang berisi onkosfer menetas. Onkosfer (larva hexacanth)
mempenetrasi vilus usus dan berkembang menjadi larva sistiserkoid.
5) Setelah menghancurkan vili, sistiserkoid kembali ke lumen usus, skoleks
melakukan evaginasi.
6) Yang kemudian akan menyerang mukosa usus dan berkembang menjadi
dewasa kemudian diam dalam bagian ileum usus halus menghasilkan
proglotid gravid.
7) Telur dikeluarkan dalam feses ketika proglotid sudahterpisah saat dalam
usus halus.
8) Dapat terjadi autoinfeksi.7
55

Gambar 3.7Skoleks Hymenolepis nana .7

Gambar 3.7 Telur Hymenolepis nana.7

Hymenolepis diminuta
Penyakit : Himenolepsiasis diminuta
Hospes : Manusia, tikus, mencit
Hospes perantara : Pinjal tikus (Xenopsylla cheopsis), Pinjal manusia
(Pulex irritans), Kumbang tepung (Tenebrio).7
56

Morfologi
 Cacing dewasa berukuran 50 x 0,3 cm, skoleks kecil, strobila terdiri atas
800-1000 proglotid.
 Skoleks berukuran 0,3 mm, berbentuk bulat, memiliki empat batil isap
tanpa kait-kait.
 Proglotid gravid berukuran lebar segmennya lebih besar daripada ukuran
panjang segmennya, uterus berbentuk kantung berisi telur, lubang
genitalia di lateral.
 Telur berukuran 86 x 58 mikron, dinding luar tebal, dinding dalam
transparan dan tidak terdapat filamen kutub, berisi embrio heksakan.7

Patologi klinis : Tidak menimbulkan gejala


Diagnosis : Telur dalam tinja
Terapi : Atabrin

Gambar 3.8 Hymenolepis diminuta.7

Patologi dan manifestasi klinis


Hymenolepis nana biasanya tidak menyebabkan gejala. Jumlah yang
besar daric acing yang menimpel di dinding usus halus menimbulkan iritasi
mukosa usus. Kelainan yang sering timbul adalah toksemia umum karena
penyerapan sisa metabolit parasite masuk kedalam sistem peredaran darah
penderita. Pada anak kecil dengan infeksi berat, cacing ini kadang-kadang
menyebabkan keluhan neurologi yang gawat, mengalami sakit perut dengan
57

atau tanpa diare, kejang-kejang, sukar tidur dan pusing. Eusinofilia sebesar 8-
16%. Sakit perut, diare, obstipasi dan anoreksia merupakan gejala ringan. 7

Penatalaksanaan
Obat yang efektif adalah prazikuantel dan niklosamid, tetapi obat
tersebut sangat sulit ditemukan di Indonesia. Obat efektif lainnya adalah
amodiakuin. Hiperinfeksi sulit diobati, tidak semua cacing dapat dikeluarkan
dan sisteserkoid masih ada di mukosa usus. 7

4. FASCIOLOPSIS BUSKI
Hospes dan nama penyakit. Kecuali manusia dan babi yang dapat
menjadi hospes definitif cacing tersebut, hewan lain seperti anjing dan kelinci
juga dapat dihinggapi. Penyakit yang disebabkan cacing ini disebut
fasiolopsiasis.7

Morfologi Dan Daur Hidup

Gambar 4.1 Morfologi fasciolosis buski.7

Cacing dewasa yang ditemukan pada manusia mempunyai ukuran


panjang 2-7.5 cm dan lebar 0.8-2.0 cm. Bentuknya agak lonjong dan tebal.
Biasanya kutikulum ditutupi duri-duri kecil yang letaknya melintang. Duri-
58

duri tersebut sering rusak karena cairan usus. Batil isap kepala berukuran kira-
kira seperemat ukuran batil isap perut. Saluran pencernaan terdiri dari
prefaring yang pendek, faring yang menggelembung, esofagus yang pendek,
serta sepasang sekum yang tidak bercabang dengan dua indentasi yang khas.
Dua buah testis yang bercabang-cabang letaknya agak tandem di bagian
posterior cacing. Vitelaria letaknya lebih lateral dari sekum, meliputi badan
cacing setinggi batil isap perut sampai ke ujung badan. Ovarium bentuknya
agak bulat. Uterus berangkal pada ootip, berkelok-kelok ke arah anterior
badan cacing, untuk bermuara pada atrium genital, ada sisi anterior batil isap
perut. 7
Telur berbentuk agak lonjong, berdinding tipis transparan, dengan
sebuah operkulum yang nyaris terlihat ada sebuah kutubnya, berukuran
panjang 130-140 mikron dan lebar 80-85 mikron. Setiap ekor cacing dapat
mengeluarkan 15.000-48.000 butir telur sehari. Telur-telur tersebut dalam air
bersuhu 27°-32°C, menetas setelah 3 samai 7 minggu. Mirasidium yang
bersilia keluar dari telur yang menetas, berenang bebas dalam air untuk masuk
ke dalam tubuh hospes perantara I yang sesuai. Biasanya hospes perantara I
tersebut adalah keong air tawar, seperti genus segmentina, heutis dan
Gyraulus. Dalam keong, mirasidium tumbuh menjadi sporokista yang
kemudian berpindah ke arah jantung dan hati keong. Bila sporokista matang,
menjadi koyak dan melepaskan banyak redia induk. Dalam redia induk
dibentuk banyak redia anak, yang ada gilirannya membentuk serkaria.7
Serkaria, seperti mirasidium, dapat berenang bebas dalam air,
berbentuk seperti kecebong, ekornya lurus dan meruncing pada ujungnya,
berukuran kira-kira 500 mikron dengan badan agak bulat berukuran 195
mikron x 145 mikron. Badan serkaria ini mirip cacing dewasa yaitu
memunyai batil ispa kepala dan batil isap perut. Mirasidium atau serkaria
yang dalam batas waktu tertentu belum menemukan hospes, akanp unah
sendiri. Serkaria dapat berenang dengan ekornya, atau merayap dengan
menggunakan batil isap. Serkaria tidak menunjukkan kecenderungan memilih
59

tumbuh-tumbuhan tertentu untuk tumbuh menjadi metaserkaria adalah Traa,


Eliocharis , Eichornia dan Zizania. Tumbuh-tumbuhan seperti Nymhoea lotus
dan Iomoea juga dihinggapi metaserkaria. Bila seorang memakan tumbuh-
tumbuhan air yang mengandung metaserkaria tanah dimasak sampai matang,
maka dalam waktu 3 bulan ditemukan telurnya dalam tinja.7

Patologi Dan Gejala Klinis

Gambar 4.2 daur hidu fasciolosis buski 7

Cacing dewasa Fasciolopsis buski, melekat dengan perantaraan batil


isap perutnya ada mukosa usus halus seerti duodenum dan yeyunum. Cacing
ini memakan isi usus, maupun permukaan mukosa usus. Ada tempat
perlekatan cacing tersebut, terdapat peradangan, tukak ( ulkus ), maupun
abses. Apabila terjadi erosi kapiler ada tempat tersebut maka timbul
perdarahan. Cacing dalam jumlah besar dapat menyebabkan sumbatan yang
menimbulkan gejala ileus akut. Ada infeksi berat, gejala intoksikasi dan
60

sensitisasi oleh karena metabolit cacing lebih menonjol, seperti edema pada
muka, dinding perut dan tungkai bawah. Kematian dapat terjadi karena
keadaan merana ( exhaustion ) atau intoksikasi.7
Gejala klinis yang dini ada akhir masa inkubasi, adalah diare dan nyeri
ulu hati ( eigastrium ). Diare yang mulanya diselingi konstipasi, kemudian
menjadi persisten. Warna tinja menjadi hijau kuning, berbau busuk, dan berisi
makanan yang tidak dicerna. Ada beberapa pasien, nafsu makan cukup baik
atau berlebihan, walaupun ada yang mengalami mual, muntah, atau tidak
mempunyai selera.7

Diagnosis
Gejala klinis fasciolopsis buski terjadi karena cacing yang melekat
pada mukosa usu halus menimbulkan peradangan, ulserasi dan abses,
sehingga menimbulkan keluhan nyeri epigastrium, mual, dan diare. Infeksi
berat oleh parasite penderita mengalami anemia, edema, asites dan anasarka.
Kadang-kadang dapat terjadi obstruksi usus. Pemeriksaan darah tepi
menunjukkan gambaran eosinophil sampai 35% . pada pemeriksaan tinja di
temukan telur cacing ( berbentuk lonjong berwarna kekuningan dengan
panjang 130-140 mikron dan lenar 80-95 mikron., berdinding tipis tembus
sinar dan mempunyai operculum kecil pada salah satu ujungnya ). Dan cacing
dewasa dapat ditemukan pada muntahan atau di dalam tinja penderita. Warna
tinja hijau kekuningan, berbau busuk dan berisi makanan yang tidak tercerna.7

Pengobatan
Obat yang efektif untuk cacing ini adalah diklorofen, niklosamid dan
prazikuantel.
 Prazikuantel 3 kali sehari 25 mg/kgBB selama 1-3 hari
 Niklosamid dosis dewasa tunggal 2 gram, sedangkan untuk anak-anak
dengan berat badan > 34 kg 1.5 gram dan anak-anak dengan BB antara 11-
34 kg 1 gram.7

Anda mungkin juga menyukai