Ayu Rahmawati Dwika Yudhistira Dewi Kumala Putri Faktanya... 2 milyar penduduk dunia terkena infeksi cacing, Meskipun patogenesisnya tidak terlalu berisiko , namun penderita dapat mengalami penurunan produktivitas. Di Indonesia 60% anak-anaknya terkena infeksi cacing
Di dunia kesehatan dikenal istilah
Adalah zat yang mampu membunuh cacing gastrointestinal, zat ini dimanfaatkan sebagai obat cacing . Pada tahun 1940 masyarakat telah mengenal baham alam sebagai antihelmintik alami.
Cacing hidup secara parasit maupun hidup bebas. Metazoa (binatang bersel banyak) yang dilengkapi dengan jaringan ikat dan organ-organ yang berasal dari ektoderm, endoderm dan mesoderm. Kulit cacing(kutikula) dapat keras atau kuat dan elastis, relatif lembut. Kebanyakan resisten terhadap pencemaran. Habitat umum cacing pada tubuh manusia biasanya pada 1. Usus Usus Halus,usus besar dan apendix 2. Somatik kelenjar somatik, subkutan dan paru-paru Jenis-jenis Cacing cacing dapat dibagi menjadi 3 kelas besar yaitu 1. Platyhelminthes 2. Nemathelmintes 3. Annelida Platyhelminthes Ciri-ciri Bentuk tubuh pipih dan tidak bersegmen. Memiliki tiga lapisan tubuh (triploblastik). Tidak memiliki rongga tubuh (aselomata). Simetri bilateral. Memiliki sistem syaraf (tangga tali) berupa Ganglion anterior. Sistem pencernaan satu lubang. Tidak memiliki sistem peredaran darah dan sistem pernapasan. Tidak memiliki sitem sirkulasi, respirasi, dan ekskresi. Reproduksi secara Seksusal maupun Aseksual Hidup di air tawar/laut, tempat lembab, atau di dalam tubuh hewan lain.
2. Trematoda Tidak bersilia namun memiliki alat hisap
Klasifikasi 1. Turbelaria Memiliki rambut getar untuk bergerak
2. Cestoda Cacing pita (pipih seperti pita) memiliki kait untuk menghisap
Nemathelmintes Ciri-Ciri Bentuknya seperti benang atau tambang. Simetri bilateral dan tidak bersegmen. Memiliki rongga tubuh triploblastik. Mampu hidup di daerah kutub maupun tropis, baik di darat, perairan tawar, atau laut. Tidak memiliki silia dan dilapisi oleh kutikula transparan. Reproduksinya hanya secara seksual, karena alat kelamin yang terpisah.
Klasifikasi 1. Nematoda Cacing benang, memiliki kutikula , licin dan bergaris2 sirkuler
2. Nemathopora Tubuhnya dilapisi kutikula polos tidak bercincin
Annelida Ciri-ciri Bentuknya seperti gelang. Habitatnya di perairan tawar, laut, dan darat. Tubuhnya simetri bilateral dan dilapisi kutikula. Tubuhnya bersegmen dan bersifat metameri. Tubuhnya terdiri atas tiga lapisan (tripoblastik). Melakukan pernapasan dengan menggunakan insang atau kulit. Reproduksi dilakukan secara seksual Klasifikasi 1. Polychaeta Cacing berambut banyak, bersegmen,setiap segmen memiliki kaki
2. Oligochaeta Tubuhnya berambut sedikit,memiliki ruas tubuh namun tidak terdapat kaki disetiap ruas
3. Hirudinae Pipih, tidak memiliki rambut dikenal dengan nama lintah
Contoh-contoh infeksi cacing 1.Infeksi cacing tambang (hookworms) o/ cacing Ancylostoma duodenale atau Necator americanus 1,3 milyar penduduk dunia menderita infeksi hookworms Kontak dengan tanah kotor Kulit-darah-paru2-tenggorokan-tertelan Ancylostoma duodenale Necator americanus 2.Infeksi cacing pita Oleh cacing Taenia solium atau Taenia saginata Sumber makanan, air, tanah yang telah terkena feses hewan (sapi atau babi)
Contoh-contoh infeksi cacing 3.Ascariasis Oleh cacing Ascaris lumbricoides sekitar 25% populasi manusia di dunia terinfeksi oleh cacing jenis ini ketika manusia memakan produk yang tumbuh pada tanah yang terkontaminasi oleh feses yang mengandung telur
Ascaris lumbricoides a. Taenia solium b. Taenia saginata Filariasis Limfatik (Kaki Gajah) Penyebab : infeksi cacing filaria -- cacing yang termasuk ke dalam Filum Nematoda, Superfamili Filaroidea, Famili Filariidae.
Gejala : mula-mula demam secara berulang dua sampai tiga kali dalam sebulan, kemudian timbul gejala limfangitis (infeksi pembuluh limfe), limfadenitis (radang yang terjadi pada kelenjar limfa), limfadema (pembengkakan yang terjadi di salah satu lengan atau kaki), dan kemudian terjadi elefantiasis (membesarnya tungkai bawah (kaki) dan kantung zakar (skrotum)).
Onchocerciasis (River Blindness) Penyebab : infeksi cacing gelang Onchocerca volvulus
Penularan : melalui gigitan blackflies (lalat hitam dari keluarga Simuliidae yang hidup di sungai) -- lalat tersebut menggigit orang yang terinfeksi dan membawa prelarva cacing yang disebut microfilarie
Penularan : Manusia memakan daging terutama babi yang mengandung larva Trichinellae. Setelah beberapa minggu, larva tumbuh menjadi dewasa di dalam usus. Cacing dewasa menghasilkan larva yang bermigrasi ke berbagai jaringan tubuh, termasuk otot. Infeksi Whipworm Penyebab : infeksi cacing Trichuris trichiura
Penyebaran : melalui transmisi faeco-oral.
Telur yang dibuahi akan menjadi infektif di tanah selama 10 sampai 14 hari. Tertelannya telur yang dibuahi akan menyebabkan terjadinya infeksi.
Infeksi Cacing Daun Kelas : Trematoda Filum : Platyhelminthes
Cacing hidup sebagai parasit dan berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitif cacing trematoda, antara lain: kucing, anjing, kambing, sapi, babi, tikus, burung, luak, harimau dan manusia. Infeksi Pinworm (Enterobiasis) Enterobiasis merupakan infeksi cacing yang terbesar dan sangat luas dibandingkan dengan infeksi cacing lainnya.
Penyebab : infeksi cacing Enterobiasis vermicularis Tempat pertumbuhan : daerah dgn udara yang dingin dan ventilasi yang buruk
Biasa disebut dengan cacingan, merupakan penyakit yang cukup akrab di kalangan anak-anak Indonesia. Mulai dari yang berukuran besar seperti cacing perut, sampai yang kecil setitik seperti cacing kremi (pinworm).
Cacing kremi atau Oxyuris vermicularis atau Enterobius vermicularis adalah parasit yang hanya menyerang manusia, penyakitnya kita sebut oxyuriasis atau enterobiasis. Oleh awam, kita sering mendengar, Kremian.
Ayu Rahmawati Hidayat Zingiber purpureum (Bangle) Nama umum : Bangle Sinonim : Zingiber cassumunar, Roxb (Syamsuhidayat dan Hutapea, (1991).
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Zingiber Jenis : Zingiber purpureum Roxb (Backer, 1968) Zingiber purpureum, Roxb. Simplisia Rimpang Bangle dan daun Bangle mempunyai rimpang yang menjalar dan berdaging, bentuknya hampir bundar sampai jorong atau tidak beraturan, tebal 2-5 mm. Permukaan luar tidak rata, berkerut, kadang- kadang dengan parut daun, warnanya coklat muda kekuningan, bila dibelah berwarna kuning muda sampai kuning kecoklatan Rasanya tidak enak, pedas dan pahit Rimpang bangle merupakan bahan alami yang dapat digunakan untuk mengatasi penyakit cacing
Daunnya digunakan untuk mengobati tidak nafsu makan dan perut yang terasa penuh
Kandungan Kimia Bangle memiliki kandungan kimia berupa : - Minyak atsiri sineol dan pinen (untuk cacingan) - Tanin (untuk kegemukan dan cacingan) - Saponin (untuk cacingan) - Flavonoid (untuk kegemukan) - Lemak - Mineral - Resin - Damar - Pati (DEPARTEMEN KESEHATAN, 1989) - Albumin - Serat - Abu - Alkohol - Keton - Terpen (untuk cacingan) - Gula
Khasiat lainnya dari rimpang bengle di antaranya : -Untuk mengobati sakit kepala -Sakit kuning -Rheumatik -Ramuan jamu pada wanita setelah melahirkan untuk mengecilkan perut -Obat untuk ketombe -Mengobati tidak nafsu makan dan perut yang terasa penuh
Efek Samping Gejala yang timbul beragam, tergantung dari kondisi tubuh yang mengonsumsinya. Misalnya : pusing, batuk berdahak, sakit sendi, muntah atau mual.
Kontra Indikasi Bangle tidak disarankan untuk ibu hamil.
Uji aktivitas antihelmintik Berdasarkan hasil penelitian Dio Mafazi Fabrianta,2013 membuktikan bahwa ekstrak rimpang bangle (Zingiber Purpureum, Roxb.) mempunyai daya antihelmintik terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro. Konsentrasi optimal menunjukan LC 100 adalah 8,98%. Sedangkan waktu kematian seluruh cacing yang ditunjukkan dengan LT 100 adalah 8 jam 7 menit Cond Dalam penelitiannya Ika membandingkan daya antihelmintik antara perasan dan infusa rimpang bangle terhadap cacing Ascaris galii. Hasil analisis probit dari penelitian tersebut menunjukkan bentuk sediaan perasan rimpang bangle (Zingiber purpureum Roxb.) memiliki LC50 dan LT50 pada konsentrasi 20,101% dan 846,347 menit. Bentuk sediaan infusa rimpang bangle (Zingiber purpureumRoxb.) memiliki LC50 dan LT50 pada konsentrasi 67,806% dan 1137,984 menit.
Produk Referensi Setyowati, Ika. (2008). Uji Efektifitas Daya Antihelmintik Perasan dan Infusa Rimpang Bengle (Zingiber purpureum Roxb.) Terhadap Cacing Ascaridia galli Secara In Vitro. Semarang. Universitas Diponegoro. Skripsi Syamsuhidayat, Sri S., Johnny Ria Hutapea. (1991). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Fabrianta, D.M. (2013). UJI DAYA ANTIHELMINTIK EKSTRAK ETHANOL RIMPANG BANGLE (Zingiber Purpureum Roxb.) terhadap Ascaris SuumSECARA In Vitro.FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS BRAWIJAYA, MALANG
Allium sativum Allium sativum (Bawang Putih) Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Klasifikasi : Allium sativum (Bawang Putih) Nama Umum : Bawang Putih
Botani Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Liliales Suku : Liliaceae Marga : Allium Jenis : Allium sativum, Linn.
Allium sativum, Linn. Deskripsi Tanaman Bawang putih (Allium sativum) termasuk genus allium atau di Indonesia lazim disebut bawang putih. Bawang putih termasuk klasifikasi tumbuhan terna berumbi lapis atau siung yang bersusun. Bawang putih tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30 -75 cm, mempunyai batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah daun. Helaian daunnya mirip pita, berbentuk pipih dan memanjang. Akar bawang putih terdiri dari serabut- serabut kecil yang bejumlah banyak. Setiap umbi bawang putih terdiri dari sejumlah anak bawang (siung) yang setiap siungnya terbungkus kulit tipis berwarna putih.
Deskripsi Simplisia Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia.
Selain itu, umbi bawang putih mentah penuh dengan senyawa-senyawa sulfur, termasuk zat kimia yang disebut alliin yang membuatnya terasa getir atau angur.
Kandungan Kimia 1. Bawang putih mengandung minyak atsiri yang bermanfaat sebagai antibakteri dan antiseptik. 2. Bawang putih mengandung allicin dan aliin yang bermanfaat sebagai antikolesterol untuk mencegah penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, dll. 3. Pada umbi bawang putih mengandung senyawa kimia yang cukup banyak : Kalsium : bersifat menenangkan sehingga cocok sebagai pencegah hipertensi. Saltivine : bisa mempercepat pertumbuhan sel dan jaringan serta merangsang susunan sel saraf. Diallysulfide, alilpropil- disulfida : anti cacing. Saponin : anti cacing. Belerang Protein Lemak Fosfor Besi Vitamin A, B1 dan C. Flovonoida Polifenol Kalium Efek Farmakologi 1. antelmintik 2. antibakteri dan antiseptik 3. antikolesterol (mencegah penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, dll) 4. mempercepat pertumbuhan sel dan jaringan serta merangsang susunan sel saraf Aksi anthelmintik bawang putih terutama terhadap cacing Ascaris dan Oxyuris.
Terhadap cacing Ascaris lumbricoides menyebabkan terjadinya paralisis.
Uji Aktivitas Anthelmintik Dengan pemberian bawang putih, populasi bakteri ataupun cacing dapat berkurang. Hal ini terbukti pada penelitian Damayanti (1994) yang menggunakan simplisia bawang putih (jus bawang putih) sebagai obat cacing, yaitu dengan melakukan pengujian in vitro pada cacing Ascaridia galli dengan dosis 64 % yang dapat membunuh cacing Ascaridia galli dengan kondisi tubuh cacing menjadi transparan. Kandungan saponin dalam bubuk bawang putih diduga dapat menyebabkan sel-sel cacing menjadi terhidrolisis sehingga cacing mati dan tubuh cacing terlihat transparan. Mekanisme antiparasit bawang putih pada ayam yang diare karena cacing diawali oleh allicin yang dapat menembus dinding sel cacing yang tersusun dari fosfolipid. Setelah menembus dinding sel, gugus thiol, dalam hal ini diallyl sulfida, bereaksi dengan enzim-enzim yang mengandung sulfuhydril yang menyusun membran sel yang menyebabkan struktur dinding sel cacing akan rusak dan lisis. Uji Klinis Penelitian : Menggunakan Ascaris suum, terdiri dari 8 kelompok perlakuan (n=30) yang masing-masing diberi infusa bawang putih dosis 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, NaCl 0,9%, dan Piperazin Sitrat 20% dilakukan dalam 4 kali pengulangan. Data yang diukur jumlah cacing paralisis dan mati. Analisis data persentase jumlah cacing paralisis dan mati, menggunakan metode ANAVA dilanjutkan uji Tukey HSD dengan = 0,05. Hasil penelitian setelah diberi infusa bawang putih dosis 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30% didapatkan rata-rata persentase jumlah cacing paralisis dan mati secara berturut-turut 39,17%, 52,50%, 70,84%, 76,67%, 83,47%, 92,50% berbeda sangat signifikan dibandingkan dengan kontrol 0% (p<0,01).
Kesimpulan : infusa bawang putih dosis 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30% efektif sebagai antelmintik terhadap Ascaris suum. Cara Pengolahan sebagai Obat Untuk mengusir cacing kremi dan cacing perut : - ambil beberapa siung bawang putih, kemudian dikupas dan dicuci bersih, lalu dimakan langsung.
Cara pengolahan lainnya untuk mengobati cacing kremi : - Menyediakan 1 bungkul bawang putih, 1 jari tangan akar pohon pepaya, dan 400 cc air. - Keprek terlebih dahulu bawang putih, kemudian dimasukkan bawang bersama akar pepaya ke dalam panci dan direbus dengan menggunakan air. - Tunggu hingga mendidih. - Saring ramuan tersebut. - Minumkan ke penderita setiap dua kali sehari. Efek Samping Bau Badan Bau badan muncul jika mengkonsumsi bawang putih dalam jumlah banyak. Bawang putih akan masuk melalui pencernaan dan benar-benar meresap pada sistem metabolisme tubuh, setiap sekresi tubuh akan memiliki bau bawang putih. Bau ini cenderung akan bertahan seminggu atau lebih dan hilang setelah konsumsi bawang putih dihentikan.
Bau Mulut Makanan dapat mempengaruhi aroma napas kita setelah makan. Minum jus bawang putih dan makan bawang putih mentah akan menyebabkan bau mulut yang parah. Bau mulut yang tidak sedap akan menghilang setelah konsumsi bawang putih dihentikan dan menyikat gigi.
Efek Samping Antikoagulan Sifat bawang putih adalah dapat mengencerkan darah (antikoagulan). Oleh karena itu, harus berhati-hati dalam mengkonsumsi sejumlah besar bawang putih sebelum operasi atau jika sedang mengonsumsi obat lain yang mungkin memiliki sifat antikoagulan. Mengkonsumsi bawah putih dalam jumlah banyak sebelum operasi sangat tidak disarankan karena mampu menyebabkan resiko perdarahan yang berlebihan.
Gangguan Pencernaan Beberapa orang mungkin mengalami ketidaknyamanan perut dalam berbagai bentuk setelah makan bawang putih mentah. Efek samping tertentu mungkin termasuk sakit perut, diare, muntah, perut kembung dan gangguan asam lambung.
Efek Samping Reaksi Alergi Seperti makanan atau bahan herbal lain, efek samping bawang putih juga dapat menimbulkan beberapa reaksi alergi. Reaksi alergi tersebut mungkin ditandai dengan timbulnya ruam, kulit mengelupas, mual, muntah, sakit kepala, demam dan sesak napas.
Kontra Indikasi Mengkonsumsi lebih dari 3 dampai 4 bawang putih mentah setiap hari menyebabkan masalah jantung. Pasien asma tidak boleh mengonsumsinya karena akan memperburuk gejala asma. Jika mempunyai kulit yang sensitif, tidak boleh langsung menempelkannya karena bawang putih bisa membakar kulit yang halus. Meskipun bawang putih baik untuk antibiotik, akan tetapi ada beberapa orang yang alergi terhadap bawang putih, seperti sakit kepala,ruam pada kulit dan perut kembung.
Perhatian Penggunaan - Bawang putih dengan Warfarin dapat meningkatkan resiko perdarahan. - Bawang putih juga dapat menghambat penyerapan isoniazid. Sediaan DAFTAR PUSTAKA Gandasuda, Srisasi. 2006. Parasit Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia F. Ganong, William. 2003. Medical Physiologi. Medical publishing division Guyton & Hall. 2006. Text Book of Medical Phisiology. Elsevisier Saunders Budiman, Rachmad. 2007. Pengaruh Penambahan Bubuk Bawang Putih pada Ransum terhadap Gambaran Darah Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Nematoda (Ascaridia galli). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Setyowati, Ika. (2008). Uji Efektifitas Daya Antihelmintik Perasan dan Infusa Rimpang Bengle (Zingiber purpureum Roxb.) Terhadap Cacing Ascaridia galli Secara In Vitro. Semarang. Universitas Diponegoro. Skripsi.
Morinda citrifolia L Morinda citrifolia L.
Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Anak kelas: Sympetalae Bangsa : Rubiales Suku : Rubiaceae Genus : Morinda Spesies : Morinda citrifolia L. Nama Daerah : pace, kudu, mengkudu (Jawa), cangkudu (Sunda), bengkudu (Minahasa dan Gorontalo)
Khasiat Buah mengkudu selain dapat dibuat rujak, juga dapat digunakan untuk mencuci rambut, obat malaria, radang empedu, bahan pembantu dalam proses pewarnaan batik dan juga sebagai obat cacing baik cacing gelang atau cacing kremi (Sjamsuhidayat dan Hutapea, 1991 ; Wijayakusuma et al, 1996).
Simplisia Buah Daun Akar Kulit batang.
Kandungan Kimia Berbeda-beda pada buah, daun, akar, kulit akar maupun bunga tanaman mengkudu. Akar : damnacanthal, sterol, resin, asperulosida, morindadiol, morindon, soranjidol, antraquinon, dan glikosida. Kandungan Kimia Kulit akar: morindin, khlororubin, rubiadin, morindon, morindanigrin, aligarind-methyl-ether, soranjidol, antraquinon, monometil, eter Morindin dan morindon dapat memberikan warna kuning dan merah sehingga digunakan dalam industri tradisional batik. (Groenendijk,1992; Sukenti, 2002). Daun : zat kapur, protein, zat besi, karoten, arginin, asam glutamat, tirosin, asam askorbat, asam ursolat, thiamin, dan antraquinon. Kandungan Kimia Bunga: glikosida, antraquinon, dan acasetin- 7-0-beta-b(+)-glukopiransoida. Buah : alkaloid triterpenoid, skopoletin, acubin, alizarin, antraquinon, asam benzoat, asam oleat, asam palmitat, glukosa, eugenol, dan hexanal. Aktivitas Farmakologi Alkaloid (xeronin) meningkatkan aktivitas enzim dan struktur protein, serta mengaktifkan fungsi kekebalan tubuh Skopoletin memperlebar pembuluh darah, analgesik, antibakteri, antifungi, antiradang, dan antihistamin Asam askorbat antioksidan Serat (fiber) menurunkan kolesterol, mengikat lemak, dan mengatur kadar gula darah Glikosida (flavonol glikosida) pada daun antihelmintik dan pada terapi tuberculosis Antrakuinon (damnacanthal) pada akar antikanker, antibakteri, dan antiseptik Uji Praklinik (In Vitro) Penelitian dilakukan oleh Andreanus A. Soemardji et al, 2011 bertujuan untuk mengetahui efek sinergis dari decoct daun Morinda citrifolia L. sebagai antihelmintik dan laksatif. Untuk mengetahui aktivitas antihelmintik, pengujian dilakukan menggunakan Ascaris suum (cacing parasit dalam usus) yang diambil dari usus babi. Pengujian aktivitas laksatif dilakukan pada tikus Swiss Webster.
Cont Kedua aktivitas tersebut dibandingkan dengan standar piperazine sitrat untuk aktivitas antihelmintik dan standar istizin untuk aktivitas laksatif. Hasil : decoct 20% daun mengkudu pada pengujian secara in vitro dapat secara signifikan menyebabkan paralisis pada 80% Ascaris suum dan pada dosis 25 ml/kg BB tikus dapat memberikan efek laksatif.
Cont Aktivitas antihelmintik dapat menyebabkan paralisis pada cacing sementara efek laksatif mampu mengeluarkan cacing dari saluran pencernaan.
Kedua aktivitas ini dapat mendukung daun mengkudu sebagai terapi dalam mengatasi infeksi parasit.
Uji Praklinik (In Vivo) Penelitian dilakukan oleh T.B. Murdiati et al, 2000 di Balai Penelitian Veteriner Bogor bertujuan untuk menulusuri senyawa zat aktif dari buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dengan aktivitas antihelmintik terhadap Haemonchus Contortus (parasit pada GIT hewan ternak).
Latar belakang : Adanya indikasi resistensi H. contortus terhadap beberapa obat cacing yang ada di pasaran
Cont Untuk menelusuri senyawa aktif dalam buah mengkudu yang aktif sebagai obat cacing, dilakukan ekstraksi secara berturut-turut menggunakan pelarut heksana, kloroform, metanol dan air. Cont Uji aktivitas antihelmintik dari fraksi fraksi secara in-vitro, yang diamati :
Adalah kemampuan dalam membunuh cacing
Adanya kemampuan menghambat perkembangan telur cacing H. contortus.
Rata rata kematian kumulatif cacing H.contortus dalam fraksi buah mengkudu
Kemampuan fraksi buah mengkudu dalam menghambat perkembangan telur H. contortus
Hasil Ternyata fraksi kloroform yang mengandung senyawa alkaloid dan antrakinon menunjukkan aktivitas antihelmintik yang paling tinggi yang berbeda secara nyata dibandingkan kelompok kontrol.
DOSIS Kapsul : 3x1 sehari 1-2 kapsul (Tiap kapsul mengandung ekstrak yang setara dengan 2 gram simplisia Morinda citrofolia L. Jus atau sari buah : Untuk pencegahan: Orang dewasa : 25-50 ml , 3x1 hari atau sesuai kebutuhan Anak anak : 1-2 sendok makan , 3x1 hari atau sesuai kebutuhan
Untuk Penyembuhan : Orang dewasa : 50-100 ml , 3x1 hari Anak anak : 2-4 sendok makan , 3x1
Toksisitas Pengujian untuk mengetahui efek alergi dan toksisitas dari mengkudu menunjukkan : pada tikus tidak terdapat tanda toksisitas, sedangkan pada babi tidak terdapat reaksi alergi (Wang et al, 2002).
Antara et al. (2001) : sediaan yang berupa cairan hasil perasan buah mengkudu aman untuk dikonsumsi dengan nilai toksisitas LD50 > 52,61 ml/kg bobot badan untuk pekatan sari buah atau setara dengan 480 g/kg bobot badan untuk buah segar.
Efek samping dan Kontraindikasi
Terdapat laporan tentang efek hepatotoksik, dan segera pulih setelah berhenti minum. Bila mengkonsumsi mengkudu secara rutin, dianjurkan memeriksakan fungsi hepar setelah 1 bulan pertama, bila ada tanda-tanda gangguan pada fungsi hepar segera hentikan mengkonsumsinya.
Patidar, Laksmi et al. 2012. Investigation of Anthelmintic Activity of Withania somnifera. International Journal of Pharmaceutical & Biological Archives 2012; 3(6):1496- 1499. Joseph, Baby. George, Jency. Mohan, Jeevitha. 2013. Pharmacology and Traditional Uses of Mimosa pudica. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research 2013; 5(2): 41-44 R. D. Bendgude, M. G. Maniyar1, M. S. Kondawar, S. B. Patil, R. V. Hirave. .2012. Anthelmintic Activity of Leaves Mimosa Pudica . International Journal of Institutional Pharmacy and Life Sciences 2(1): January-February 2012 Mishra, Lakshmi-Chandra. Singh, Betsy B. Dagenais, Simon. 2000. Scientific Basis for the Therapeutic Use of Withania somnifera (Ashwagandha): A Review. Thorne Research, Inc.
Dewi Kumala Putri Klasifikasi Kingdom: Plantae Subkingdom: Tracheobionta Super Divisi: Spermatophyta Divisi: Magnoliophyta Kelas: Magnoliopsida Sub Kelas: Asteridae Ordo: Solanales Famili: Solanaceae Genus: Withania Spesies: Withania somnifera L. Withania somnifera Withania somnifera lebih dikenal dengan sebutan ginseng india (Ashwagandha) atau Asgandh, Hayahvaya, Physalis Flexuosa dan buahanya dikenal sebagai winter cherry
Persebaran tumbuh di daerah sub-tropis Terdistribusi di daerah barat laut India Bombay Gujarat Madya Pradesh Punjab Jerussalem Kandungan Withanolida Steroidal Lactones meliputi: Withanone, Withaferin, Withanolida, Withasomidienon, Withanolida C, Dan 0.2% Alkanoid) Ginsenosida Kegunaan Akarnya untuk antitumor, radiosensitizing pada hewan, menobati sakkit gigi Arab kuno juga menggunakan akar sebagai narkotika, tonik kesehatan dan afrodisiak. Pakistan, daun coagluans Withania sebagai bahan rokok pengganti tembakau India, buah digunakan untuk mengentalkan susu antibiotik
Contd Mengobati luka terbuka, bengkak, rematik dan radang eksternal Afrika, akar diberikan kepada anak-anak sebagai obat penenang, dan untuk menenangkan tumbuh gigi sakit Arthtritis & Parkinson Hipertensi Diabetes Simplisia Referensi Devi PU, et al. In vivo growth inhibitory effect of Withania somnifera (ashwagandha) on a trnasplantable mouse tumour, Sarcoma 180, Indian J Exp Biol 30. 169-172, 1992. Al-Hindawari MK, et al. Anti-granuloma activity of Iraqi Withania somnifera. J Ethnopharmacol 37: 113-116, 1992. Kuppurajan K, et al. Effect of ashwagandha (Withania somnifera Dunal) on the process of aging volunteers. J Res Ayurveda Siddha 1: 247-258, 1980. http://www.101herbs.com/withania- somnifera.html A&Q Intan Arafah: mengandung obat cacing, yang paling efektif untuk obat cacing apa?
Elizabeth Greffiana : bawang putih yang sudah diolah apakah masih mengandung zat-zat antihelmintik? (Olla) Produk-produk simplisia?
M. Teguh : Pengonsumsian obat cacing paling baik kapan? Intervalnya?
Irfan Dianugraha : Untuk infeksi cacing yang dibawah kulit, bisakah obat-obat diatas menyembuhkan? Pemalsuan tanaman?
Greffi : In the study of Mehlhorn et al. (2011a), especially prepared extracts from coconut dried endosperm and onion bulbs were examined in vivo in sheep infected with various gastrointestinal nematodes and/or Moniezia expansa (Cestoda). A combination of onion and coconut extracts each containing 60 g of dried mass was 2.3 Anthelmintic Potential of Higher Plants 49 given to sheep for 8 days combined with PEG/PC. In all cases, the worms disappeared from the feces indicating the 100 % de-worming effect. PEG alone probably improved the absorption of individual substances in garlic and coconut powders and when given alone, it had no effect on worm burden. Administration of onion powder alone showed low efficacy against worms (Klimpel et al. 2011; Abdel-Ghaffar et al. 2011). Allium sativum (garlic) extract exerted anthelmintic activity against H. contortus in vitro (Iqbal et al. 2001), but pure allicin (the leading substance in onion and garlic) remained ineffective against the worms. These studies demonstrated the synergistic effect of garlic and coconut given as powder to animals and was reviewed by Mehlhorn et al. (2011b). More light onto the mechanism of action of essential oils on viability and motility of trematodes was brought by the study of Singh et al. (2009). In vitro exposure to essential oils from Allium sativum (garlic) and Piper longum (Indian long pepper) have markedly changed muscular activity of the whole worms and muscle strips of the liver fluke Fasciola gigantica. Essential oil from A. sativum caused complete paralysis of the fluke after 15 min of administration of 3 mg/ml and flaccid paralysis in the strip preparations. In contrast, essential oil from P. longum first induced marked excitatory effect and then the flaccid paralysis of the whole worm following 15 min exposure to the same concentration. These effects were irreversible and the rapid responses to oils suggest the involvement of neuromuscular system of worms. Many of the anthelmintics cause paralysis of helminth parasites by disrupting one or the other aspect of their neuromuscular system, but at much lower concentrations (Loukas and Hotez 2005). With regard to the effect of essential oil of A. sativum and P. longum, they produced grossly similar effect on both preparations, although the main components of both oils are different (Liu et al. 2007; Itakura et al. 2001). It was concluded that tegument did not interfere with the action of essential oils on smooth muscle actin of F. gigantica. Nevertheless, observations on strip preparations do not support the general assumption that the tegument provides a barrier in the translocation of drugs to neuromuscular targets in trematodes (Sobhona et al. 2000). Bawang putih merupakan tanaman obat yang memiliki zat aktif dialilsulfida yang dapat membunuh cacing dan allicin yang diduga mampu membunuh kuman penyakit. Farrel (1990) menyatakan bahwa bawang putih mengandung kurang dari 0,2% minyak volatil yang merupakan unsur- unsur aktif pembentuk rasa dan aroma bawang putih. Komponen-komponen yang terdapat dalam minyak volatil bawang putih adalah dialil disulfida (60%), dialil trisulfida (20%), alil propil disulfida (6%) dan dietil disulfida, dialil polisulfida, alinin serta allisin dalam jumlah sedikit.
Zat-zat aktif : a. Allicin (Thiopropen sulfinic acid allyl ester) Senyawa yang diduga dapat menurunkan kadar kolesterol darah serta bersifat anti bakteri b. Skordinin Memberi bau yang tidak sedap pada bawang putih, tetapi senyawa ini berkhasiat sebagai antiseptik. c. Alliil (Propenyl alanina) Memberi bau khas pada bawang putih dan juga berfungsi sebagai antiseptik dan antioksidan. d. Saponin Kandungan saponin dalam bubuk bawang putih dapat menyebabkan sel-sel cacing menjadi terhidrolisis e. Diallyl sulfida & Prophyl allyl sulfida Kedua senyawa ini bersifat trombolik dan penghancur gumpalan darah. Senyawa ini juga diduga bersifat antelmintika. f. Methilalil trisulfida Zat yang dapat mencegah terjadinya perlengketan sel darah merah.
Menurut Amagase et al. (2001), umbi bawang putih mengandung polisakarida, protein, enzim, asam-amino, S-alilsistein, sulfoksida dan -glutamylcysteines. Kandungan tersebut dapat membentuk alliin melalui pemecahan sel. Apabila bawang putih mengalami proses pemotongan, enzim allinase dengan cepat menguraikan alliin untuk membentuk cytotoxic dan odoriferus alkyl alkane- thiosulfinates seperti allicin. Allicin melalui jalur dekomposisi cepat menghasilkan bahan lainnya seperti diallyl sulfida, diallyl disulfida dan diallyl trisulfida. Pada saat yang bersamaan -glutamylcysteines pada umbi bawang putih diubah menjadi S-allyl cysteine (SAC) melalui penuaan alami. Komponen umbi bawang putih dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian larut minyak dan bagian larut air. Komponen larut minyak antara lain dialil sulfida (DAS), dialil disulfida (DADS), dialil trisulfida dan ayone, sedangkan komponen yang larut air seperti S-alilsistein (SAC), S-alilmerkaptosistein, dan asam amino. Mehrabian dan Larry-Yazdy (1992) melaporkan bahwa ekstrak bawang putih (Allium sativum) yang telah diuji dengan menggunakan tes difusi agar, mampu menghambat pertumbuhan 7 macam bakteri patogen. Bakteri tersebut antara lain E. Coli 0124, E. Coli 0111, S. Typhimurium, S. Havana, S. Para A, Shigella flexneri dan Shigella dysentriae. Kadar MIC ekstrak bawang putih yang digunakan untuk melawan bakteri patogen adalah 11.25-360 ug/ml dimana bakteri tersebut merupakan bakteri yang resisten pada kebanyakan antibiotik. Daya hambat ekstrak bawang putih berkurang seiring dengan waktu. Bawang putih mengandung bahan berkhasiat antelmintik allicin yang terdiri dari dialilsulfida suatu enzim sulfuhydril yang dapat menembus dinding telur dan cacing. Enzim sulfuhydril mempunyai kemampuan kuat berikatan dengan enzim fosfofruktokinase dari sel (telur dan cacing). Enzim fosfofruktokinase berfungsi mengkatalis perubahan fruktosa-6- fosfat menjadi fruktosa-1,6-difosfat pada jalur glikolitik protein dan glukosa, karena berikatan dengan allicin menyebabkan perubahan fruktosa-6-fosfat tidak terjadi dan pada akhirnya ATP tidak terbentuk. Tidak terbentuknya ATP menyebabkan pembelahan sel di dalam telur tidak akan berlangsung sehingga pada akhirnya embrio tidak terbentuk. Tidak terbentuknya ATP menyebabkan cacing akan kekurangan tenaga dan akhirnya mati (Bagus, 2003). Menurut Suharti (2005) pembubukan bubuk bawang putih dengan dosis 2,5% dalam mengatasi serangan Salmonella typhimurium pada ayam pedaging. Pemberian infus biji pepaya dengan dosis 0,33 ml/kg bobot badan secara per oral pada ayam kampung yang terinfeksi cacing secara alami mampu menekan produksi telur cacing Nematoda dan Cestoda pada ayam kampung, namun tidak mampu mengurangi jumlah cacing (Setiaji, 2003). Mekanisme anti parasit dari bawang putih masih perlu diteliti lebih lanjut, diduga mekanisme antiparasit diawali oleh allicin yang dapat menembus dinding sel cacing yang tersusun dari fosfolipid. Menurut Miron et al. (2000) allicin memiliki permeabilitas yang tinggi dalam menembus fosfolipid dinding sel. Setelah menembus dinding sel, gugus thiol, dalam hal ini diallyl sulfida, bereaksi dengan enzim-enzim yang mengandung sulfuhydril yang menyusun membran sel. Hal ini diduga dapat menyebabkan struktur dinding sel cacing akan rusak dan lisis. Kandungan saponin dalam bubuk bawang putih dapat menyebabkan sel-sel cacing menjadi terhidrolisis sehingga cacing mati dan tubuh cacing terlihat transparan. Krest dan Keugen (1999) yang menganalisis perbedaan kualitas allinase (enzim yang merubah alliin menjadi allicin) dari bawang putih, menggunakan elektroforensis gel menunjukkan allinase yang diperoleh dari bubuk bawang putih terdiri dari 2 subunit yang agak berbeda. Sebaliknya allinase yang diperoleh dari bawang putih segar terdiri atas 2 molekul yang identik. Hal ini menunjukkan bahwa selama proses pembubukan bawang putih segar menjadi bubuk bawang putih mengalami perubahan tetapi masih dapat mengkonversi alliin menjadi allicin. Namun demikian Amagase et al. (2000) melaporkan bahwa kandungan gugus thiol sulfur (diallyl sulfida, diallyl disulfida dan diallyl trisulfida) yang merupakan hasil dari allicin pada bubuk bawang putih ada dalam jumlah kecil. Hal ini dimungkinkan oleh proses pengeringan yang belum tepat. Bawang putih merupakan tanaman rempah yang memiliki beragam kegunaan serta mudah didapat dan bubuk bawang putih mudah diaplikasikan oleh peternak skala kecil sampai menengah dengan metode pengolahan yang sederhana. Kandungan zat aktif bawang putih mengalami penurunan selama proses pengeringan untuk menjadi bubuk bawang putih. Rahman et al. (2006) melaporkan bahwa proses pengeringan bubuk bawang putih yang optimal yaitu pada suhu 40 0 C untuk mengurangi kehilangan kandungan zat aktifnya.
Kesimpulan. Administration of onion powder alone showed low efficacy against worms (Klimpel et al. 2011; Abdel-Ghaffar et al. 2011). Allium sativum (garlic) extract exerted anthelmintic activity against H. contortus in vitro (Iqbal et al. 2001), but pure allicin (the leading substance in onion and garlic) remained ineffective against the worms. Sejauh ini, sediaan yang paling efektif adalah ekstrak bawang putih. Keefektifan dari khasiat antihelmintik tergantung dari proses ekstraksinya. Sumber : G. Hrckova and S. Velebny, Pharmacological Potential of Selected Natural Compounds in the Control of Parasitic Diseases, SpringerBriefs in Pharmaceutical Science & Drug Development, DOI: 10.1007/978-3- 7091-1325-7_2, The Author(s) 2013 Hastuti R.P. 2008. Pengaruh Penggunaan Bubuk Bawang Putih (Allium sativum) dalam Ransum terhadap Performa Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Ascaridia galli. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.