Anda di halaman 1dari 91

Kelompok II

Amalia Cipta Sari


Ayu Rahmawati
Dwika Yudhistira
Dewi Kumala Putri
Faktanya...
2 milyar penduduk dunia terkena infeksi cacing,
Meskipun patogenesisnya tidak terlalu berisiko , namun
penderita dapat mengalami penurunan produktivitas.
Di Indonesia 60% anak-anaknya terkena infeksi cacing


Di dunia kesehatan dikenal istilah

Adalah zat yang mampu membunuh cacing
gastrointestinal, zat ini dimanfaatkan sebagai
obat cacing .
Pada tahun 1940 masyarakat telah mengenal
baham alam sebagai antihelmintik alami.

Cacing
hidup secara parasit maupun hidup bebas.
Metazoa (binatang bersel banyak) yang dilengkapi
dengan jaringan ikat dan organ-organ yang berasal dari
ektoderm, endoderm dan mesoderm.
Kulit cacing(kutikula) dapat keras atau kuat dan elastis,
relatif lembut. Kebanyakan resisten terhadap pencemaran.
Habitat umum cacing pada tubuh manusia biasanya
pada
1. Usus Usus Halus,usus besar dan apendix
2. Somatik kelenjar somatik, subkutan dan paru-paru
Jenis-jenis Cacing
cacing dapat dibagi menjadi 3 kelas besar yaitu
1. Platyhelminthes
2. Nemathelmintes
3. Annelida
Platyhelminthes
Ciri-ciri
Bentuk tubuh pipih dan tidak
bersegmen.
Memiliki tiga lapisan tubuh
(triploblastik).
Tidak memiliki rongga tubuh
(aselomata).
Simetri bilateral.
Memiliki sistem syaraf (tangga
tali) berupa Ganglion anterior.
Sistem pencernaan satu lubang.
Tidak memiliki sistem peredaran
darah dan sistem pernapasan.
Tidak memiliki sitem sirkulasi,
respirasi, dan ekskresi.
Reproduksi secara Seksusal
maupun Aseksual
Hidup di air tawar/laut, tempat
lembab, atau di dalam tubuh
hewan lain.

2. Trematoda
Tidak bersilia namun memiliki alat hisap


Klasifikasi
1. Turbelaria
Memiliki rambut getar untuk bergerak


2. Cestoda
Cacing pita (pipih seperti pita) memiliki kait
untuk menghisap


Nemathelmintes
Ciri-Ciri
Bentuknya seperti benang
atau tambang.
Simetri bilateral dan
tidak bersegmen.
Memiliki rongga tubuh
triploblastik.
Mampu hidup di daerah
kutub maupun tropis, baik di
darat, perairan tawar, atau
laut.
Tidak memiliki silia dan
dilapisi oleh kutikula
transparan.
Reproduksinya hanya
secara seksual, karena alat
kelamin yang terpisah.

Klasifikasi
1. Nematoda
Cacing benang, memiliki kutikula , licin dan
bergaris2 sirkuler



2. Nemathopora
Tubuhnya dilapisi kutikula polos tidak
bercincin


Annelida
Ciri-ciri
Bentuknya seperti
gelang.
Habitatnya di perairan
tawar, laut, dan darat.
Tubuhnya simetri
bilateral dan dilapisi
kutikula.
Tubuhnya bersegmen
dan bersifat metameri.
Tubuhnya terdiri atas
tiga lapisan
(tripoblastik).
Melakukan
pernapasan dengan
menggunakan insang
atau kulit.
Reproduksi dilakukan
secara seksual
Klasifikasi
1. Polychaeta
Cacing berambut banyak, bersegmen,setiap
segmen memiliki kaki



2. Oligochaeta
Tubuhnya berambut sedikit,memiliki ruas
tubuh namun tidak terdapat kaki disetiap
ruas


3. Hirudinae
Pipih, tidak memiliki rambut dikenal dengan
nama lintah


Contoh-contoh infeksi
cacing
1.Infeksi cacing tambang (hookworms)
o/ cacing Ancylostoma duodenale atau
Necator americanus
1,3 milyar penduduk dunia menderita infeksi
hookworms
Kontak dengan tanah kotor
Kulit-darah-paru2-tenggorokan-tertelan
Ancylostoma
duodenale
Necator americanus
2.Infeksi cacing pita
Oleh cacing Taenia solium atau
Taenia saginata
Sumber makanan, air, tanah
yang telah terkena feses hewan
(sapi atau babi)


Contoh-contoh infeksi cacing
3.Ascariasis
Oleh cacing Ascaris
lumbricoides
sekitar 25% populasi manusia
di dunia terinfeksi oleh cacing
jenis ini
ketika manusia memakan
produk yang tumbuh pada
tanah yang terkontaminasi oleh
feses yang mengandung telur


Ascaris lumbricoides a. Taenia solium b.
Taenia saginata
Filariasis Limfatik (Kaki Gajah)
Penyebab : infeksi cacing filaria -- cacing yang termasuk ke dalam
Filum Nematoda, Superfamili Filaroidea, Famili Filariidae.

Gejala : mula-mula demam secara berulang dua sampai tiga kali
dalam sebulan, kemudian timbul gejala limfangitis (infeksi pembuluh
limfe), limfadenitis (radang yang terjadi pada kelenjar limfa), limfadema
(pembengkakan yang terjadi di salah satu lengan atau kaki), dan
kemudian terjadi elefantiasis (membesarnya tungkai bawah (kaki) dan
kantung zakar (skrotum)).


Onchocerciasis (River
Blindness)
Penyebab : infeksi cacing gelang Onchocerca
volvulus

Penularan : melalui gigitan blackflies (lalat hitam
dari keluarga Simuliidae yang hidup di sungai) --
lalat tersebut menggigit orang yang terinfeksi dan
membawa prelarva cacing yang disebut
microfilarie


Infeksi Threadworm
(Strongyloidiasis stercoralis)
Penyebab : infeksi cacing Strongyloides
stercoralis

Habitat cacing : daerah hangat, daerah
lembab.

Cacing kecil hampir tidak terlihat dengan mata
telanjang.


Trichinosis
Penyebab : infeksi cacing Trichinella spiralis.

Penularan : Manusia memakan daging
terutama babi yang mengandung larva
Trichinellae. Setelah beberapa minggu, larva
tumbuh menjadi dewasa di dalam usus. Cacing
dewasa menghasilkan larva yang bermigrasi ke
berbagai jaringan tubuh, termasuk otot.
Infeksi Whipworm
Penyebab : infeksi cacing Trichuris trichiura

Penyebaran : melalui transmisi faeco-oral.

Telur yang dibuahi akan menjadi infektif di
tanah selama 10 sampai 14 hari. Tertelannya
telur yang dibuahi akan menyebabkan
terjadinya infeksi.

Infeksi Cacing Daun
Kelas : Trematoda
Filum : Platyhelminthes

Cacing hidup sebagai parasit dan berbagai
macam hewan dapat berperan sebagai
hospes definitif cacing trematoda, antara lain:
kucing, anjing, kambing, sapi, babi, tikus,
burung, luak, harimau dan manusia.
Infeksi Pinworm (Enterobiasis)
Enterobiasis merupakan infeksi cacing yang terbesar dan
sangat luas dibandingkan dengan infeksi cacing lainnya.

Penyebab : infeksi cacing Enterobiasis vermicularis
Tempat pertumbuhan : daerah dgn udara yang dingin dan
ventilasi yang buruk

Biasa disebut dengan cacingan, merupakan penyakit yang
cukup akrab di kalangan anak-anak Indonesia. Mulai dari
yang berukuran besar seperti cacing perut, sampai yang kecil
setitik seperti cacing kremi (pinworm).


Cacing kremi atau Oxyuris vermicularis
atau Enterobius vermicularis adalah
parasit yang hanya menyerang
manusia, penyakitnya kita sebut
oxyuriasis atau enterobiasis. Oleh
awam, kita sering mendengar, Kremian.


Ayu Rahmawati Hidayat
Zingiber purpureum (Bangle)
Nama umum : Bangle
Sinonim : Zingiber cassumunar, Roxb (Syamsuhidayat
dan Hutapea, (1991).

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Zingiber
Jenis : Zingiber purpureum Roxb (Backer, 1968)
Zingiber purpureum, Roxb.
Simplisia
Rimpang Bangle dan daun
Bangle mempunyai rimpang yang menjalar
dan berdaging, bentuknya hampir bundar
sampai jorong atau tidak beraturan, tebal 2-5
mm.
Permukaan luar tidak rata, berkerut, kadang-
kadang dengan parut daun, warnanya coklat
muda kekuningan, bila dibelah berwarna
kuning muda sampai kuning kecoklatan
Rasanya tidak enak, pedas dan pahit
Rimpang bangle merupakan bahan alami
yang dapat digunakan untuk mengatasi
penyakit cacing

Daunnya digunakan untuk mengobati tidak
nafsu makan dan perut yang terasa penuh


Kandungan Kimia
Bangle memiliki kandungan kimia berupa :
- Minyak atsiri sineol dan pinen (untuk
cacingan)
- Tanin (untuk kegemukan dan cacingan)
- Saponin (untuk cacingan)
- Flavonoid (untuk kegemukan)
- Lemak
- Mineral
- Resin
- Damar
- Pati
(DEPARTEMEN KESEHATAN, 1989)
- Albumin
- Serat
- Abu
- Alkohol
- Keton
- Terpen (untuk
cacingan)
- Gula

Efek Farmakologi
Rimpang berkhasiat
sebagai:
- Penurun panas
(antipiretik)
- Peluruh buang angin
(karminatif)
- Peluruh dahak
(expectorant)
- Pembersih darah
- Pencahar (laksan)
- Obat cacing
(vermifuge/antelmintik)

Khasiat lainnya dari rimpang
bengle di antaranya :
-Untuk mengobati sakit kepala
-Sakit kuning
-Rheumatik
-Ramuan jamu pada wanita
setelah melahirkan untuk
mengecilkan perut
-Obat untuk ketombe
-Mengobati tidak nafsu makan
dan perut yang terasa penuh

Efek Samping
Gejala yang timbul beragam,
tergantung dari kondisi tubuh yang
mengonsumsinya. Misalnya :
pusing, batuk berdahak, sakit sendi,
muntah atau mual.

Kontra Indikasi
Bangle tidak disarankan untuk ibu hamil.

Uji aktivitas antihelmintik
Berdasarkan hasil penelitian Dio Mafazi
Fabrianta,2013 membuktikan bahwa ekstrak
rimpang bangle (Zingiber Purpureum, Roxb.)
mempunyai daya antihelmintik terhadap cacing
Ascaris suum secara in vitro.
Konsentrasi optimal menunjukan LC
100
adalah
8,98%.
Sedangkan waktu kematian seluruh cacing yang
ditunjukkan dengan LT
100
adalah 8 jam 7 menit
Cond
Dalam penelitiannya Ika membandingkan daya
antihelmintik antara perasan dan infusa rimpang
bangle terhadap cacing Ascaris galii.
Hasil analisis probit dari penelitian tersebut
menunjukkan bentuk sediaan perasan rimpang
bangle (Zingiber purpureum Roxb.) memiliki
LC50 dan LT50 pada konsentrasi 20,101% dan
846,347 menit. Bentuk sediaan infusa rimpang
bangle (Zingiber purpureumRoxb.) memiliki
LC50 dan LT50 pada konsentrasi 67,806% dan
1137,984 menit.

Produk
Referensi
Setyowati, Ika. (2008). Uji Efektifitas Daya Antihelmintik
Perasan dan Infusa Rimpang Bengle (Zingiber purpureum
Roxb.) Terhadap Cacing Ascaridia galli Secara In Vitro.
Semarang. Universitas Diponegoro. Skripsi
Syamsuhidayat, Sri S., Johnny Ria Hutapea. (1991).
Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Fabrianta, D.M. (2013). UJI DAYA ANTIHELMINTIK
EKSTRAK ETHANOL RIMPANG BANGLE (Zingiber
Purpureum Roxb.) terhadap Ascaris SuumSECARA In
Vitro.FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS
BRAWIJAYA, MALANG


Allium sativum
Allium sativum (Bawang Putih)
Bawang putih adalah nama tanaman dari
genus Allium sekaligus nama dari umbi yang
dihasilkan.
Klasifikasi :
Allium sativum (Bawang Putih)
Nama Umum : Bawang Putih

Botani
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Liliales
Suku : Liliaceae
Marga : Allium
Jenis : Allium sativum, Linn.

Allium sativum, Linn.
Deskripsi Tanaman
Bawang putih (Allium sativum) termasuk
genus allium atau di Indonesia lazim
disebut bawang putih.
Bawang putih termasuk klasifikasi
tumbuhan terna berumbi lapis atau siung
yang bersusun.
Bawang putih tumbuh secara berumpun
dan berdiri tegak sampai setinggi 30 -75
cm, mempunyai batang semu yang
terbentuk dari pelepah-pelepah daun.
Helaian daunnya mirip pita, berbentuk
pipih dan memanjang.
Akar bawang putih terdiri dari serabut-
serabut kecil yang bejumlah banyak.
Setiap umbi bawang putih terdiri dari
sejumlah anak bawang (siung) yang
setiap siungnya terbungkus kulit tipis
berwarna putih.


Deskripsi Simplisia
Umbi dari tanaman
bawang putih merupakan
bahan utama untuk bumbu
dasar masakan Indonesia.

Selain itu, umbi bawang
putih mentah penuh
dengan senyawa-senyawa
sulfur, termasuk zat kimia
yang disebut alliin yang
membuatnya terasa getir
atau angur.

Kandungan Kimia
1. Bawang putih mengandung minyak atsiri yang bermanfaat sebagai
antibakteri dan antiseptik.
2. Bawang putih mengandung allicin dan aliin yang bermanfaat sebagai
antikolesterol untuk mencegah penyakit jantung koroner, tekanan darah
tinggi, dll.
3. Pada umbi bawang putih mengandung senyawa kimia yang cukup banyak
:
Kalsium : bersifat menenangkan
sehingga cocok sebagai
pencegah hipertensi.
Saltivine : bisa mempercepat
pertumbuhan sel dan jaringan
serta merangsang susunan sel
saraf.
Diallysulfide, alilpropil-
disulfida : anti cacing.
Saponin : anti cacing.
Belerang
Protein
Lemak
Fosfor
Besi
Vitamin A, B1 dan C.
Flovonoida
Polifenol
Kalium
Efek Farmakologi
1. antelmintik
2. antibakteri dan antiseptik
3. antikolesterol (mencegah penyakit jantung koroner,
tekanan darah tinggi, dll)
4. mempercepat pertumbuhan sel dan jaringan serta
merangsang susunan sel saraf
Aksi anthelmintik bawang putih terutama terhadap
cacing Ascaris dan Oxyuris.

Terhadap cacing Ascaris lumbricoides menyebabkan
terjadinya paralisis.

Uji Aktivitas Anthelmintik
Dengan pemberian bawang putih, populasi bakteri ataupun
cacing dapat berkurang.
Hal ini terbukti pada penelitian Damayanti (1994) yang
menggunakan simplisia bawang putih (jus bawang putih)
sebagai obat cacing, yaitu dengan melakukan pengujian in vitro
pada cacing Ascaridia galli dengan dosis 64 % yang dapat
membunuh cacing Ascaridia galli dengan kondisi tubuh cacing
menjadi transparan.
Kandungan saponin dalam bubuk bawang putih diduga dapat
menyebabkan sel-sel cacing menjadi terhidrolisis sehingga
cacing mati dan tubuh cacing terlihat transparan.
Mekanisme antiparasit bawang putih pada ayam yang diare
karena cacing diawali oleh allicin yang dapat menembus
dinding sel cacing yang tersusun dari fosfolipid.
Setelah menembus dinding sel, gugus thiol, dalam hal ini diallyl
sulfida, bereaksi dengan enzim-enzim yang mengandung
sulfuhydril yang menyusun membran sel yang menyebabkan
struktur dinding sel cacing akan rusak dan lisis.
Uji Klinis
Penelitian : Menggunakan Ascaris suum, terdiri dari 8 kelompok
perlakuan (n=30) yang masing-masing diberi infusa bawang
putih dosis 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, NaCl 0,9%, dan
Piperazin Sitrat 20% dilakukan dalam 4 kali pengulangan. Data
yang diukur jumlah cacing paralisis dan mati. Analisis data
persentase jumlah cacing paralisis dan mati, menggunakan
metode ANAVA dilanjutkan uji Tukey HSD dengan = 0,05.
Hasil penelitian setelah diberi infusa bawang putih dosis 5%,
10%, 15%, 20%, 25%, 30% didapatkan rata-rata persentase
jumlah cacing paralisis dan mati secara berturut-turut 39,17%,
52,50%, 70,84%, 76,67%, 83,47%, 92,50% berbeda sangat
signifikan dibandingkan dengan kontrol 0% (p<0,01).

Kesimpulan : infusa bawang putih dosis 5%, 10%, 15%, 20%, 25%,
30% efektif sebagai antelmintik terhadap Ascaris suum.
Cara Pengolahan sebagai Obat
Untuk mengusir cacing kremi dan cacing perut :
- ambil beberapa siung bawang putih, kemudian dikupas
dan dicuci bersih, lalu dimakan langsung.

Cara pengolahan lainnya untuk mengobati cacing kremi :
- Menyediakan 1 bungkul bawang putih, 1 jari tangan akar
pohon pepaya, dan 400 cc air.
- Keprek terlebih dahulu bawang putih, kemudian
dimasukkan bawang bersama akar pepaya ke dalam panci
dan direbus dengan menggunakan air.
- Tunggu hingga mendidih.
- Saring ramuan tersebut.
- Minumkan ke penderita setiap dua kali sehari.
Efek Samping
Bau Badan
Bau badan muncul jika mengkonsumsi bawang putih
dalam jumlah banyak. Bawang putih akan masuk melalui
pencernaan dan benar-benar meresap pada sistem
metabolisme tubuh, setiap sekresi tubuh akan memiliki
bau bawang putih. Bau ini cenderung akan bertahan
seminggu atau lebih dan hilang setelah konsumsi bawang
putih dihentikan.

Bau Mulut
Makanan dapat mempengaruhi aroma napas kita setelah
makan. Minum jus bawang putih dan makan bawang putih
mentah akan menyebabkan bau mulut yang parah. Bau
mulut yang tidak sedap akan menghilang setelah
konsumsi bawang putih dihentikan dan menyikat gigi.

Efek Samping
Antikoagulan
Sifat bawang putih adalah dapat mengencerkan darah
(antikoagulan). Oleh karena itu, harus berhati-hati dalam
mengkonsumsi sejumlah besar bawang putih sebelum
operasi atau jika sedang mengonsumsi obat lain yang
mungkin memiliki sifat antikoagulan. Mengkonsumsi
bawah putih dalam jumlah banyak sebelum operasi sangat
tidak disarankan karena mampu menyebabkan resiko
perdarahan yang berlebihan.

Gangguan Pencernaan
Beberapa orang mungkin mengalami ketidaknyamanan
perut dalam berbagai bentuk setelah makan bawang putih
mentah. Efek samping tertentu mungkin termasuk sakit
perut, diare, muntah, perut kembung dan gangguan asam
lambung.

Efek Samping
Reaksi Alergi
Seperti makanan atau bahan herbal lain,
efek samping bawang putih juga dapat
menimbulkan beberapa reaksi alergi.
Reaksi alergi tersebut mungkin ditandai
dengan timbulnya ruam, kulit
mengelupas, mual, muntah, sakit
kepala, demam dan sesak napas.


Kontra Indikasi
Mengkonsumsi lebih dari 3 dampai 4 bawang
putih mentah setiap hari menyebabkan
masalah jantung.
Pasien asma tidak boleh mengonsumsinya
karena akan memperburuk gejala asma.
Jika mempunyai kulit yang sensitif, tidak boleh
langsung menempelkannya karena bawang
putih bisa membakar kulit yang halus.
Meskipun bawang putih baik untuk antibiotik,
akan tetapi ada beberapa orang yang alergi
terhadap bawang putih, seperti sakit
kepala,ruam pada kulit dan perut kembung.

Perhatian Penggunaan
- Bawang putih dengan Warfarin dapat
meningkatkan resiko perdarahan.
- Bawang putih juga dapat menghambat
penyerapan isoniazid.
Sediaan
DAFTAR PUSTAKA
Gandasuda, Srisasi. 2006. Parasit Kedokteran. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
F. Ganong, William. 2003. Medical Physiologi. Medical
publishing division
Guyton & Hall. 2006. Text Book of Medical Phisiology.
Elsevisier Saunders
Budiman, Rachmad. 2007. Pengaruh Penambahan Bubuk
Bawang Putih pada Ransum terhadap Gambaran Darah
Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Nematoda
(Ascaridia galli). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Setyowati, Ika. (2008). Uji Efektifitas Daya Antihelmintik
Perasan dan Infusa Rimpang Bengle (Zingiber purpureum
Roxb.) Terhadap Cacing Ascaridia galli Secara In Vitro.
Semarang. Universitas Diponegoro. Skripsi.

Morinda citrifolia L
Morinda citrifolia L.

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Anak kelas: Sympetalae
Bangsa : Rubiales
Suku : Rubiaceae
Genus : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia L.
Nama Daerah : pace, kudu,
mengkudu (Jawa), cangkudu
(Sunda), bengkudu (Minahasa dan
Gorontalo)


Khasiat
Buah mengkudu selain dapat dibuat rujak, juga
dapat digunakan untuk mencuci rambut, obat
malaria, radang empedu, bahan pembantu
dalam proses pewarnaan batik dan juga sebagai
obat cacing baik cacing gelang atau cacing
kremi (Sjamsuhidayat dan Hutapea, 1991 ;
Wijayakusuma et al, 1996).

Simplisia
Buah
Daun
Akar
Kulit batang.

Kandungan Kimia
Berbeda-beda pada buah, daun, akar, kulit
akar maupun bunga tanaman mengkudu.
Akar :
damnacanthal, sterol, resin, asperulosida,
morindadiol, morindon, soranjidol, antraquinon, dan
glikosida.
Kandungan Kimia
Kulit akar:
morindin, khlororubin, rubiadin, morindon,
morindanigrin, aligarind-methyl-ether, soranjidol,
antraquinon, monometil, eter
Morindin dan morindon dapat memberikan warna
kuning dan merah sehingga digunakan dalam
industri tradisional batik. (Groenendijk,1992;
Sukenti, 2002).
Daun :
zat kapur, protein, zat besi, karoten, arginin, asam
glutamat, tirosin, asam askorbat, asam ursolat,
thiamin, dan antraquinon.
Kandungan Kimia
Bunga:
glikosida, antraquinon, dan acasetin-
7-0-beta-b(+)-glukopiransoida.
Buah :
alkaloid triterpenoid, skopoletin,
acubin, alizarin, antraquinon, asam
benzoat, asam oleat, asam palmitat,
glukosa, eugenol, dan hexanal.
Aktivitas Farmakologi
Alkaloid (xeronin)
meningkatkan aktivitas enzim dan struktur protein, serta mengaktifkan fungsi
kekebalan tubuh
Skopoletin
memperlebar pembuluh darah, analgesik, antibakteri, antifungi, antiradang, dan
antihistamin
Asam askorbat
antioksidan
Serat (fiber)
menurunkan kolesterol, mengikat lemak, dan mengatur kadar gula darah
Glikosida (flavonol glikosida) pada daun
antihelmintik dan pada terapi tuberculosis
Antrakuinon (damnacanthal) pada akar
antikanker, antibakteri, dan antiseptik
Uji Praklinik (In Vitro)
Penelitian dilakukan oleh Andreanus A.
Soemardji et al, 2011 bertujuan untuk
mengetahui efek sinergis dari decoct
daun Morinda citrifolia L. sebagai
antihelmintik dan laksatif.
Untuk mengetahui aktivitas antihelmintik,
pengujian dilakukan menggunakan Ascaris
suum (cacing parasit dalam usus) yang
diambil dari usus babi.
Pengujian aktivitas laksatif dilakukan pada
tikus Swiss Webster.


Cont
Kedua aktivitas tersebut dibandingkan
dengan standar piperazine sitrat untuk
aktivitas antihelmintik dan standar istizin
untuk aktivitas laksatif.
Hasil : decoct 20% daun mengkudu pada
pengujian secara in vitro dapat secara
signifikan menyebabkan paralisis pada 80%
Ascaris suum dan pada dosis 25 ml/kg BB
tikus dapat memberikan efek laksatif.


Cont
Aktivitas antihelmintik dapat
menyebabkan paralisis pada cacing
sementara efek laksatif mampu
mengeluarkan cacing dari saluran
pencernaan.

Kedua aktivitas ini dapat mendukung
daun mengkudu sebagai terapi dalam
mengatasi infeksi parasit.

Uji Praklinik (In Vivo)
Penelitian dilakukan oleh T.B. Murdiati et al, 2000
di Balai Penelitian Veteriner Bogor bertujuan
untuk menulusuri senyawa zat aktif dari buah
mengkudu (Morinda citrifolia L.) dengan aktivitas
antihelmintik terhadap Haemonchus Contortus
(parasit pada GIT hewan ternak).

Latar belakang : Adanya indikasi resistensi H.
contortus terhadap beberapa obat cacing yang
ada di pasaran


Cont
Untuk menelusuri
senyawa aktif dalam
buah mengkudu yang
aktif sebagai obat cacing,
dilakukan ekstraksi
secara berturut-turut
menggunakan pelarut
heksana, kloroform,
metanol dan air.
Cont
Uji aktivitas antihelmintik dari fraksi
fraksi secara in-vitro, yang diamati :

Adalah kemampuan dalam membunuh
cacing

Adanya kemampuan menghambat
perkembangan telur cacing H. contortus.

Rata rata kematian kumulatif
cacing H.contortus dalam fraksi
buah mengkudu




Kemampuan fraksi buah mengkudu
dalam menghambat perkembangan
telur H. contortus

Hasil
Ternyata fraksi kloroform yang
mengandung senyawa alkaloid dan
antrakinon menunjukkan aktivitas
antihelmintik yang paling tinggi yang
berbeda secara nyata dibandingkan
kelompok kontrol.

DOSIS
Kapsul : 3x1 sehari 1-2 kapsul
(Tiap kapsul mengandung ekstrak
yang setara dengan 2 gram
simplisia Morinda citrofolia L.
Jus atau sari buah :
Untuk pencegahan:
Orang dewasa : 25-50 ml , 3x1
hari atau sesuai kebutuhan
Anak anak : 1-2 sendok makan ,
3x1 hari atau sesuai kebutuhan

Untuk Penyembuhan :
Orang dewasa : 50-100 ml , 3x1
hari
Anak anak : 2-4 sendok makan ,
3x1

Toksisitas
Pengujian untuk mengetahui efek alergi dan
toksisitas dari mengkudu menunjukkan : pada
tikus tidak terdapat tanda toksisitas, sedangkan
pada babi tidak terdapat reaksi alergi (Wang et
al, 2002).

Antara et al. (2001) : sediaan yang berupa
cairan hasil perasan buah mengkudu aman
untuk dikonsumsi dengan nilai toksisitas LD50
> 52,61 ml/kg bobot badan untuk pekatan sari
buah atau setara dengan 480 g/kg bobot badan
untuk buah segar.


Efek samping dan Kontraindikasi

Terdapat laporan tentang efek
hepatotoksik, dan segera pulih setelah
berhenti minum. Bila mengkonsumsi
mengkudu secara rutin, dianjurkan
memeriksakan fungsi hepar setelah 1
bulan pertama, bila ada tanda-tanda
gangguan pada fungsi hepar segera
hentikan mengkonsumsinya.

Patidar, Laksmi et al. 2012. Investigation of Anthelmintic
Activity of Withania somnifera. International Journal of
Pharmaceutical & Biological Archives 2012; 3(6):1496-
1499.
Joseph, Baby. George, Jency. Mohan, Jeevitha. 2013.
Pharmacology and Traditional Uses of Mimosa pudica.
International Journal of Pharmaceutical Sciences and
Drug Research 2013; 5(2): 41-44
R. D. Bendgude, M. G. Maniyar1, M. S. Kondawar, S. B.
Patil, R. V. Hirave. .2012. Anthelmintic Activity of Leaves
Mimosa Pudica . International Journal of Institutional
Pharmacy and Life Sciences 2(1): January-February 2012
Mishra, Lakshmi-Chandra. Singh, Betsy B. Dagenais, Simon.
2000. Scientific Basis for the Therapeutic Use of
Withania somnifera (Ashwagandha): A Review. Thorne
Research, Inc.

Dewi Kumala Putri
Klasifikasi
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Super Divisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Solanales
Famili: Solanaceae
Genus: Withania
Spesies: Withania
somnifera L.
Withania somnifera
Withania somnifera lebih dikenal dengan
sebutan ginseng india (Ashwagandha) atau
Asgandh, Hayahvaya, Physalis Flexuosa
dan buahanya dikenal sebagai winter cherry

Persebaran
tumbuh di daerah sub-tropis
Terdistribusi di daerah barat laut India
Bombay
Gujarat
Madya Pradesh
Punjab
Jerussalem
Kandungan
Withanolida
Steroidal Lactones meliputi: Withanone,
Withaferin, Withanolida,
Withasomidienon, Withanolida C, Dan
0.2% Alkanoid)
Ginsenosida
Kegunaan
Akarnya untuk antitumor, radiosensitizing
pada hewan, menobati sakkit gigi
Arab kuno juga menggunakan akar
sebagai narkotika, tonik kesehatan dan
afrodisiak.
Pakistan, daun coagluans Withania
sebagai bahan rokok pengganti tembakau
India, buah digunakan untuk mengentalkan
susu
antibiotik

Contd
Mengobati luka terbuka, bengkak,
rematik dan radang eksternal
Afrika, akar diberikan kepada anak-anak
sebagai obat penenang, dan untuk
menenangkan tumbuh gigi sakit
Arthtritis & Parkinson
Hipertensi
Diabetes
Simplisia
Referensi
Devi PU, et al. In vivo growth inhibitory effect
of Withania somnifera (ashwagandha) on a
trnasplantable mouse tumour, Sarcoma 180,
Indian J Exp Biol 30. 169-172, 1992.
Al-Hindawari MK, et al. Anti-granuloma activity
of Iraqi Withania somnifera. J Ethnopharmacol
37: 113-116, 1992.
Kuppurajan K, et al. Effect of ashwagandha
(Withania somnifera Dunal) on the process of
aging volunteers. J Res Ayurveda Siddha 1:
247-258, 1980.
http://www.101herbs.com/withania-
somnifera.html
A&Q
Intan Arafah: mengandung obat cacing, yang paling
efektif untuk obat cacing apa?

Elizabeth Greffiana : bawang putih yang sudah diolah
apakah masih mengandung zat-zat antihelmintik?
(Olla) Produk-produk simplisia?

M. Teguh : Pengonsumsian obat cacing paling baik
kapan? Intervalnya?

Irfan Dianugraha : Untuk infeksi cacing yang dibawah
kulit, bisakah obat-obat diatas menyembuhkan?
Pemalsuan tanaman?



Greffi :
In the study of Mehlhorn et al. (2011a), especially prepared extracts
from coconut dried endosperm and onion bulbs were examined in vivo
in sheep infected with various gastrointestinal nematodes and/or
Moniezia expansa (Cestoda). A combination of onion and coconut
extracts each containing 60 g of dried mass was 2.3 Anthelmintic
Potential of Higher Plants 49 given to sheep for 8 days combined with
PEG/PC. In all cases, the worms disappeared from the feces indicating
the 100 % de-worming effect. PEG alone probably improved the
absorption of individual substances in garlic and coconut powders and
when given alone, it had no effect on worm burden. Administration of
onion powder alone showed low efficacy against worms (Klimpel
et al. 2011; Abdel-Ghaffar et al. 2011). Allium sativum (garlic)
extract exerted anthelmintic activity against H. contortus in vitro
(Iqbal et al. 2001), but pure allicin (the leading substance in onion
and garlic) remained ineffective against the worms. These studies
demonstrated the synergistic effect of garlic and coconut given as
powder to animals and was reviewed by Mehlhorn et al. (2011b).
More light onto the mechanism of action of essential oils on viability and
motility of trematodes was brought by the study of Singh et al. (2009). In
vitro exposure to essential oils from Allium sativum (garlic) and Piper
longum (Indian long pepper) have markedly changed muscular activity of
the whole worms and muscle strips of the liver fluke Fasciola gigantica.
Essential oil from A. sativum caused complete paralysis of the fluke after 15
min of administration of 3 mg/ml and flaccid paralysis in the strip
preparations. In contrast, essential oil from P. longum first induced marked
excitatory effect and then the flaccid paralysis of the whole worm following
15 min exposure to the same concentration. These effects were irreversible
and the rapid responses to oils suggest the involvement of neuromuscular
system of worms. Many of the anthelmintics cause paralysis of helminth
parasites by disrupting one or the other aspect of their neuromuscular
system, but at much lower concentrations (Loukas and Hotez 2005). With
regard to the effect of essential oil of A. sativum and P. longum, they
produced grossly similar effect on both preparations, although the main
components of both oils are different (Liu et al. 2007; Itakura et al. 2001). It
was concluded that tegument did not interfere with the action of essential
oils on smooth muscle actin of F. gigantica. Nevertheless, observations on
strip preparations do not support the general assumption that the tegument
provides a barrier in the translocation of drugs to neuromuscular targets in
trematodes (Sobhona et al. 2000).
Bawang putih merupakan tanaman obat
yang memiliki zat aktif dialilsulfida yang
dapat membunuh cacing dan allicin yang
diduga mampu membunuh kuman
penyakit.
Farrel (1990) menyatakan bahwa bawang
putih mengandung kurang dari 0,2%
minyak volatil yang merupakan unsur-
unsur aktif pembentuk rasa dan aroma
bawang putih. Komponen-komponen yang
terdapat dalam minyak volatil bawang putih
adalah dialil disulfida (60%), dialil trisulfida
(20%), alil propil disulfida (6%) dan dietil
disulfida, dialil polisulfida, alinin serta allisin
dalam jumlah sedikit.


Zat-zat aktif :
a. Allicin (Thiopropen sulfinic acid allyl ester) Senyawa yang
diduga dapat menurunkan kadar kolesterol darah serta
bersifat anti bakteri
b. Skordinin Memberi bau yang tidak sedap pada bawang
putih, tetapi senyawa ini berkhasiat sebagai antiseptik.
c. Alliil (Propenyl alanina) Memberi bau khas pada bawang
putih dan juga berfungsi sebagai antiseptik dan
antioksidan.
d. Saponin Kandungan saponin dalam bubuk bawang
putih dapat menyebabkan sel-sel cacing menjadi
terhidrolisis
e. Diallyl sulfida & Prophyl allyl sulfida Kedua senyawa
ini bersifat trombolik dan penghancur gumpalan
darah. Senyawa ini juga diduga bersifat antelmintika.
f. Methilalil trisulfida Zat yang dapat mencegah terjadinya
perlengketan sel darah merah.

Menurut Amagase et al. (2001), umbi bawang putih mengandung
polisakarida, protein, enzim, asam-amino, S-alilsistein, sulfoksida
dan -glutamylcysteines. Kandungan tersebut dapat membentuk
alliin melalui pemecahan sel. Apabila bawang putih mengalami
proses pemotongan, enzim allinase dengan cepat menguraikan
alliin untuk membentuk cytotoxic dan odoriferus alkyl alkane-
thiosulfinates seperti allicin. Allicin melalui jalur dekomposisi cepat
menghasilkan bahan lainnya seperti diallyl sulfida, diallyl disulfida
dan diallyl trisulfida. Pada saat yang bersamaan -glutamylcysteines
pada umbi bawang putih diubah menjadi S-allyl cysteine (SAC)
melalui penuaan alami. Komponen umbi bawang putih dibedakan
menjadi dua bagian yaitu bagian larut minyak dan bagian larut air.
Komponen larut minyak antara lain dialil sulfida (DAS), dialil
disulfida (DADS), dialil trisulfida dan ayone, sedangkan komponen
yang larut air seperti S-alilsistein (SAC), S-alilmerkaptosistein, dan
asam amino. Mehrabian dan Larry-Yazdy (1992) melaporkan bahwa
ekstrak bawang putih (Allium sativum) yang telah diuji dengan
menggunakan tes difusi agar, mampu menghambat pertumbuhan 7
macam bakteri patogen. Bakteri tersebut antara lain E. Coli 0124, E.
Coli 0111, S. Typhimurium, S. Havana, S. Para A, Shigella flexneri
dan Shigella dysentriae. Kadar MIC ekstrak bawang putih yang
digunakan untuk melawan bakteri patogen adalah 11.25-360 ug/ml
dimana bakteri tersebut merupakan bakteri yang resisten pada
kebanyakan antibiotik. Daya hambat ekstrak bawang putih
berkurang seiring dengan waktu.
Bawang putih mengandung bahan berkhasiat antelmintik allicin
yang terdiri dari dialilsulfida suatu enzim sulfuhydril yang dapat
menembus dinding telur dan cacing. Enzim sulfuhydril
mempunyai kemampuan kuat berikatan dengan enzim
fosfofruktokinase dari sel (telur dan cacing). Enzim
fosfofruktokinase berfungsi mengkatalis perubahan fruktosa-6-
fosfat menjadi fruktosa-1,6-difosfat pada jalur glikolitik protein
dan glukosa, karena berikatan dengan allicin menyebabkan
perubahan fruktosa-6-fosfat tidak terjadi dan pada akhirnya ATP
tidak terbentuk. Tidak terbentuknya ATP menyebabkan
pembelahan sel di dalam telur tidak akan berlangsung sehingga
pada akhirnya embrio tidak terbentuk. Tidak terbentuknya ATP
menyebabkan cacing akan kekurangan tenaga dan akhirnya
mati (Bagus, 2003).
Menurut Suharti (2005) pembubukan bubuk bawang putih
dengan dosis 2,5% dalam mengatasi serangan Salmonella
typhimurium pada ayam pedaging. Pemberian infus biji pepaya
dengan dosis 0,33 ml/kg bobot badan secara per oral pada
ayam kampung yang terinfeksi cacing secara alami mampu
menekan produksi telur cacing Nematoda dan Cestoda pada
ayam kampung, namun tidak mampu mengurangi jumlah cacing
(Setiaji, 2003).
Mekanisme anti parasit dari bawang putih
masih perlu diteliti lebih lanjut, diduga
mekanisme antiparasit diawali oleh allicin
yang dapat menembus dinding sel cacing
yang tersusun dari fosfolipid. Menurut Miron
et al. (2000) allicin memiliki permeabilitas
yang tinggi dalam menembus fosfolipid
dinding sel. Setelah menembus dinding sel,
gugus thiol, dalam hal ini diallyl sulfida,
bereaksi dengan enzim-enzim yang
mengandung sulfuhydril yang menyusun
membran sel. Hal ini diduga dapat
menyebabkan struktur dinding sel cacing
akan rusak dan lisis. Kandungan saponin
dalam bubuk bawang putih dapat
menyebabkan sel-sel cacing menjadi
terhidrolisis sehingga cacing mati dan tubuh
cacing terlihat transparan.
Krest dan Keugen (1999) yang menganalisis perbedaan kualitas
allinase (enzim yang merubah alliin menjadi allicin) dari bawang
putih, menggunakan elektroforensis gel menunjukkan allinase
yang diperoleh dari bubuk bawang putih terdiri dari 2 subunit
yang agak berbeda. Sebaliknya allinase yang diperoleh dari
bawang putih segar terdiri atas 2 molekul yang identik. Hal ini
menunjukkan bahwa selama proses pembubukan bawang putih
segar menjadi bubuk bawang putih mengalami perubahan tetapi
masih dapat mengkonversi alliin menjadi allicin. Namun
demikian Amagase et al. (2000) melaporkan bahwa kandungan
gugus thiol sulfur (diallyl sulfida, diallyl disulfida dan diallyl
trisulfida) yang merupakan hasil dari allicin pada bubuk bawang
putih ada dalam jumlah kecil. Hal ini dimungkinkan oleh proses
pengeringan yang belum tepat. Bawang putih merupakan
tanaman rempah yang memiliki beragam kegunaan serta mudah
didapat dan bubuk bawang putih mudah diaplikasikan oleh
peternak skala kecil sampai menengah dengan metode
pengolahan yang sederhana. Kandungan zat aktif bawang putih
mengalami penurunan selama proses pengeringan untuk
menjadi bubuk bawang putih. Rahman et al. (2006) melaporkan
bahwa proses pengeringan bubuk bawang putih yang optimal
yaitu pada suhu 40
0
C untuk mengurangi kehilangan kandungan
zat aktifnya.

Kesimpulan.
Administration of onion powder alone
showed low efficacy against worms
(Klimpel et al. 2011; Abdel-Ghaffar et al.
2011). Allium sativum (garlic) extract
exerted anthelmintic activity against H.
contortus in vitro (Iqbal et al. 2001), but
pure allicin (the leading substance in
onion and garlic) remained ineffective
against the worms.
Sejauh ini, sediaan yang paling efektif
adalah ekstrak bawang putih. Keefektifan
dari khasiat antihelmintik tergantung dari
proses ekstraksinya.
Sumber :
G. Hrckova and S. Velebny, Pharmacological Potential
of Selected Natural Compounds in the Control of
Parasitic Diseases, SpringerBriefs in Pharmaceutical
Science & Drug Development, DOI: 10.1007/978-3-
7091-1325-7_2, The Author(s) 2013
Hastuti R.P. 2008. Pengaruh Penggunaan Bubuk
Bawang Putih (Allium sativum) dalam Ransum
terhadap Performa Ayam Kampung yang Diinfeksi
Cacing Ascaridia galli. Skripsi. Program Studi Ilmu
Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai