Anda di halaman 1dari 15

RESUME KROMATOGRAFI GAS

Dosen Pengampu :
Yudha Fika, S.Si , M.Si
NIS.

Disusun Oleh :
Riski yoga pratama 202208072
Salsadila gisti 202208073
Selly aufa 202208074

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES BHAKTI HUSADA MULIA
MADIUN
2023/2024
PENDAHULUAN

Trematoda disebut sebagai cacing hisap karena cacing ini memiliki alat penghisap. Alat
penghisap terdapat pada mulut di bagian anterior, alat hisap ini menempel pada tubuh
inatanya maka disebut pul cacing hisap. Pada saat menempel cacing ini menghisap makanan
berupa jaringan atau cairan tubuh inangnya. Ciri khas cacing ini adalah terdapat dua batil isap
mulut dan perut, ada juga spesies yang memiliki batil isap genital.
Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya
dengan kutikula permukaan tubuhnya tidak memiliki silia.
Cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas Trematoda filum Platyhelmintes dan hidup
sebagai parasit. Pada umumnya cacing ini bersifat hermafrodit kecuali cacing Schistosoma.
Spesies yang merupakan parasit pada manusia termasuk subkelas Digenea, yang hidup
sebagai endoparasit.
Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitive cacing trematoda, antara
lain: kucing, anjing, kambing, sapi, tikus, burung, musang. harimau dan manusia. Menurut
tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi dalam:
a. Trematoda hati (liver flukes): Clonorchis sinensis, Opisthorchis felineus, Opisthorchis
viverrini dan Fasciola.
b. Trematoda usus (intestinal flukes): Fasciolopsis buski, Echinostomatidae dan
Heterophyidae.
e. Trematoda paru ( lung flukes): Paragonimus westermani.
d. Trematoda darah (blood flukes): Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni dan
Schistosoma haematobium.
PEMBAHASAN

Infeksi Trematoda hati terutama disebabkan oleh Clonorchis sinensis, Opistorchis felineus,
Opistorchis viverrin, Fasciola hepatica, dan Dicrocoelium dendriticum. Cacing cacing ini
hidup di dalam jaringan hati, saluran empedu, kandung empedu, atau di dalam ductus
pancreaticus.

A. Clonorchis sinensis
Infeksi cacing yang disebut juga sebagai Chinese Lifer Fluke atau Oriental Lifer Fluke mi
dilaporkan penderitanya dari Jepang, Korea, Cina, Taiwan dan Vietnam. Clonorchis sinensis
dewasa hidup di dalam cabang distal saluran empedu manusia, anjing, kucing, babi dan
kadang-kadang juga angsa.

1. Anatomi dan morfologi


a) Cacing dewasa.
 Berbentuk pipih seperti daun.
 Warna agak keabu-abuan.
 Kulit licin tidak tidak ditemukan duri.
 Ukuran panjang sekitar 12-20 mm, lebar badan sekitar 3-5 mm.
 Ventral sucker cacing ini lebih kecil dari pada oral sucker.
 Mempunyai panjang sehingga mencapai bagian posterior badan cacing.
 Mempunyai dua buah testil yang memiliki lobus yang dalam dan tersusun satu di
belakang lainnya (tandem).
 Testil terletak di bagian posterior tubuh cacing.
 Ovarium berukuran kecil terletak di garis tengah tubuh, di bagian anterior dari testil.
 Kelenjar vitelaria terletak pada kedua sisi lateral.
b) Telur cacing
 Bentuk oval seperti kendi
 Overculum besar, bagian posterior menebal.
 Ukuran 30 × 16 μ.
 Isi telur mirasidium yang matang.

2. Daur hidup
Jika telur yang keluar bersama tinja penderita masuk ke dalam air, di dalam air telur akan
menetas menjadi larva mirasidium. Di dalam tubuh siput air ( Bulinus, Semisulcospira) yang
memakannya larva mirasidium lalu berkembang menjadi sporokista, yang kemudian
berkembang menjadi redia dan akhirnya terbentuk serkaria. Sesudah itu serkaria
meninggalkan tubuh siput yang menjadi hospes perantara pertama, kemudian mencari hospes
perantara kedua, yaitu ikan air tawar (Cyprinidae). Serkaria menembus bagian bawah sisik
ikan dan tumbuh menjadi metaserkaria, lalu berkembang menjadi kista metaserkaria yang
infektif bagi hospes defenitif.

3. Gejala Klinis
Di dalam saluran empedu cacing menimbulkan iritasi mekanis. Selain itu cacing ini juga
menghasilkan toksin. Pada infeksi yang ringan cacing tidak menimbulkan keluhan dan gejala
pada penderita. Infeksi berat Clonorchis sinensis dapat menimbulkan kelemahan badan,
penurunan berat badan, anemia, edema, asites, hepatomegali dan diare.

4. Diagnosis
Jika di daerah endemis klonorkiasis yang penduduknya mempunyai kebiasaan makan ikan
mentah ditemukan hepatomegali pada seorang penduduk. terjadinya infeksi dengan parasit ini
harus dipertimbangkan.
Untuk menetapkan diagnosis pasti klonorkiasis sinensis harus dilakukan pemeriksaan tinja
atau cairan duodenum penderita untuk menemukan telur cacing yang khas bentuknya.

5. pengobatan
Obat pilihan untuk mengobati penderita klonorkiasis adalah Prazikuantel. Dengan takaran
25 mg/kg berat badan 3 kali sehari selama 1-2 hari atau 40 mg/kg berat badan obat ini
diberikan dalam bentuk dosis tunggal. Selain itu dapat diberikan Albendazol dengan dosis 10
mg/kg berat badan, diberikan selama 7 hari.

6. Cara infeksi
Memakan ikan yang masih mentah yang mengandung metasercaria. Larva ini terdapat di
dalam ikan sehingga infeksi cacing ini lebih banyak terjadi pada orang yang mempunyai
kebiasaan makan ikan mentah.

7. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya infeksi Clonorchis sinensis, sebaiknya ikan yang akan dimakan
harus dimasak dengan baik, pencemaran perairan dengan tinja penderita harus dicegah
dengan cara membuat WC yang memenuhi prinsip kesehatan lingkungan, bisa juga dengan
pemberantasan keong.
B. Opistorchis viverrini/ Clonorchis viverrini
Opistorkiasis (infeksi yang disebabkan oleh cacing Opistorchis) menimbulkan penyakit yang
gejala dan keluhannya mirip klonorkiasis. Opistorchis viverrini endemis di Thailand,
Kamboja dan Laos.

1. Anatomi dan morfologi


a. Cacing dewasa
 Berbentuk seperti pisau bedah, panjang badan antara 7 - 12 mm dan lebar badan
antara 2-3 mm.
 Berwarna kemerah merahan.
 Kulit halus, bagian posterior membulat.
 Mempunyai 2 alat isap yaitu alat isap mulut (oral sucker) dan alat isap perut (ventral
sucker) yang sama besarnya.
 Uterus berlobus dan berbentuk melingkar terletak di pertenghan tubuh.
 Mempunyai 2 testis yang juga berlobus.
 Mempunyai kelenjar vitellin yang terletak di sepertiga tubuh bagian tengah.

b. Telur
 Telur mirip telur cacing Clonorchis sinensis berbentuk oval seperti kendi lebih kecil
 Telur berukuran sekitar 26 × 13 mikron.
 Ujungnya lebih menyempit dari pada Clonorchis sinensis.
 Overkulum besar.
 Bagian posterior menebal.
 Isi telur mirasidium yang matang.

2. Daur hidup
Selain manusia, anjing, kucing dan mamalia pemakan ikan lainnya merupakan hospes
defenitif cacing ini. Hospes perantara pertamanya adalah siput (Bulimus). Di dalam tubuh
siput, telur yang tertelan akan menetas menjadi larva mirasidium, yang kemudian
berkembang menjadi larva serkaria. Larva ini kemudian meninggalkan tubuh siput, mencari
hospes perantara yang kedua, yakni ikan dan keluarga cyprinidae. Di dalam tubuh ikan
serkaria akan berkembang menjadi metaserkaria yang infektif. Infeksi cacing terjadi karena
makan ikan mentah yang mengandung larva metaserkaria.

3. Gejala klinis dan diagnose


Cacing ini menyebabkan terjadinya kerusakan hati dan pembesaran hati ( hepatomegali ),
diikuti dengan terjadinya perubahan sifat jaringan menjadi adenoma dan karsinoma papiler.
Gejala klinis yang dialami penderita berupa hilangnya nafsu makan, dispepsi, kembung, nyeri
epigastrium, demam.
hepatomegali, ikterus, diare dan anemia. Jika terjadi urtikaria, gambaran darah tep akan
menunjukkan gambaran leukositosis yang tidak disertai eosinofilia. Diagnosis pasti
opistorkiasis diterapkan jika pada pemeriksaan tinja atau cairan duodenum penderita dapat
ditemukan telur cacing yang spesifik bentuknya.
4. pengobatan
Untuk mengobati infeksi cacing ini digunakan Prazikuantel sebagai obat pilihan dengan
dosis tunggal 40 mg/kg berat badan atau diberikan 3 x 25 mg/kg berat badan per hari
diberikan selama 1 hari. Gentian violet dapat juga digunakan untuk mengobati opistorkiasis.

5. Pencegahan
untuk mencegah infeksi opistorkiasis, dianjurkan untuk selalu memasak ikan dengan baik
serta menjaga kebersihan lingkungan dan mengobati penderita.

C. Opistorchis felineus
Parasit ini ditemukan di Eropa Tengah, Siberia dan Jepang. Parasit ini ditemukan pada
manusia di Prusia, Polandia dan Siberia. Ditemuakn di Jepang bukan daerah endemik
Clonorchiasis.

1. Anatomi dan Morfologi


a. Cacing dewasa
 Bentuk seperti lancet, pipih dorsoventral.
 Cacing dewasa berukuran panjang kira-kira 1 cm
 Mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut.
 Testis tidak bercabang.
b. Telur
 Telur dari Opistorchis felinus ini mirip dengan telur Clonorchis sinensis,
hanyabentuknya lebih langsing.
 Ukuran telur kira-kira 30 mikron.

Siklus hidup dari parasit ini sama dengan clonorchis sinensi.

2. Gejala klinis
Cacing Opistorchis felineus ini dapat menimbulkan kelemahan badan, penurunan
berat badan, anemia, edema, asites, hepatomegali dan diare.

3. Cara infeksi
Infeksi cacing Opistorchis felineus ini terjadi dengan memakan ikan yang
mengandung metaserkaria dan dimasak kurang matang.

4. Cara pencegahan
Untuk mencegah agar tidak terinfeksi oleh cacing ini, sebaiknya memasak ikan
dengan matang.

D. Fasciola hepatica
Fasciola hepatica merupakan trematoda hati yang sering menginfeksi domba, karena
itu cacing ini disebut sebagai sheep liver fluke. Cacing dewasa hidup di dalam saluran
empedu bagian proksimal dan di dalam kantung empedu hospes definitive (manusia,
herbivore). Infeksi dengan fasciola hepatica disebut fasioliasis yang tersebar luas di
berbagai daerah di seluruh dunia.
1. Anatomi dan morfologi
a. Cacing dewasa
 Fasciola hepatica dewasa mempunyai ukuran panjang tubuh antara 20 dan 30 mm
dan lebar badan antara 8 dan 13 mm.
 Bentuk cacing dewasa pipih seperti daun yang mempunyai tonjolan khas di daerah
anterior (cephalic cone). Sehingga member gambaran seperti bahu (shoulder),
 Sucker. Terdapat dua jenis alat isap, yaitu oral sucker dan ventral sucker yang sama
ukuran besarnya.
 Usus. Fasciola hepatica mempunyai usus yang mempunyai cabang-cabang lateral
yang mencapai ujung distal dari sekum.
 Alat reproduksi. Ovarium dan testis cacing ini bercabang, sedangkan uterusnya
melingkar.
 Vitellaria cacing ini mempunyai percabangan yang intensif dan tersebar luas ke
seluruh jaringan parenkim cacing
b. Telur
 Bentuk lonjong mempunyai operkulum.
 Ukuran panjang telur antara 130-150 mikron dan lebar 63-90 mikron.
 Waktu telur keluar dari tubuh hospes definitif, telur belum berembrio da tidak infektif.

2. Daur hidup
Hospes definitif cacing ini adalah manusia dan herbivora,sedangkan siput air tawar
lymnea bertindak sebagai hospes perantara utama. Hospes perantara yang kedua
adalah tanaman air atau rumput, yang menjadi tempat berkembangnya kista
metaserkaria (metacecarial cyst) yang merupakan stadium infektif cacing ini. Jika
telur cacing yang keluar bersama tinja penderita masuk ke dalam air. dalam waktu 9
sampai 15 hari di dalam telur akan terjadi pertumbuhan mirasidiun. Setelah menetas
mirasidium akan berenang mencari siput yang menjadi hospes perantara pertama. Di
dalam tubuh siput mirasidium tumbuh menjadi sporokista, redia, dan selanjutnya
berkembang menjadi serkaria (cercaria). Serkaria akan keluar dari tubuh siput dan
berenang untuk mencari tumbuhan air atau rumput dan berubah menjadi kista
metaserkaria yang infektif.

3. Cara infeksi
Jika manusia termakan stadium infektif (kista metaserkaria) yang terdapat pada
tumbuhan air, di dalam duodenum metaserkaria akan lepas dari jaringan tanaman air,
melakukan migrasi melalui dinding usus dan mencapai hatu melalui aliran darah.
Sebagai besar metaserkaria akan mencapai saluran empedu dan kandung empedu,
kemudian akan berkembang menjadi cacing dewasa.
4. Gejala klinis
Fasciola hepatica dewasa dapat menyebabkan keradangan pada saluran empedu,
menimbulkan atrofi pada parenkimhati dan kemudian dapat terjadi sirosis poriportal.
Dari usus cacing muda mengadakan migrasi ke hati yang dapat menimbulkan lesi
ektopik di dinding usus, jantung, bola mata, paru, dan jaringan di bawah kulit.
Terjadinya penyakit halzoun (laringofaringitis) pada penduduk Afrika Utara dan
Timur Tengah disebabkan adanya kebiasaan penduduk daerah tersebut makan organ
hati dalam keadaan mentah yang mengandung cacing Fasciola hepatica muda yang
kemudian melekat dimukosa faring.

5. Diagnosis
Pada penderita fasioliasing terjadi hepatomegali disertai sindrom demam
eosinofilik. Untuk menegakkan diagnosis pasti terjadinya infeksi dengan Fasciola
hepatica harus dilakukan pemeriksaan tinja dan empedu penderita untuk menemukan
telur cacing yang khas bentuknya.
Pemeriksaan serologi misalnya uji fiksasi komplemen atau tes intradermal dapat
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis fasioliası hepatica

6. Pengobatan
Sebagai obat pilihan terhadap fasioliasis hepatica adalah Triclabendazol dengan
dosis (dewasa dan anak) 10 mg/kg yang diberikan satu atau dua kali pemberian Obat
pilihan pengganti yang bisa diberikan adalah Beddengan dosis (dewasa dan anak) 30-
50 mg/kg dua hari sekali selama 10-15 dosis atau Nitazoxanide 2x500 mg selama 3
hari untuk orang dewasa. Dosis anak Nitazoxanide: umur 1-3 tahun 2x100 mg dan
umur 4-11 tahun 2x200 mg, yang diberikan selama 3 hari.
Prazikuantel juga bisa diberikan dengan dosis 25 mg/kg berat badan 3x sehari atau
diberikan sebagai dosis tunggal sebesar 40 g/kg berat badan selama satu atau dua hari.
Selain itu Emetinhidroklorida sebanyak 30 mg setiap hari selama 18 hari melalui
suntikan intramuskuler dapat digunakan untuk mengobati infeksi Fasciola hepatica.

7. Pencegahan
Penularan fasioliasis dapat dicegah dengan mengobati setiap penderita dengan baik.
Daur hidup parasit dapat diputuskan dengan memberantas siput yang menjadi hospes
perantara pertama. Larva infektif yaitu metasekaria dapat dibasmi dengan memasak
dengan baik sayuran yang akan dimakan.
Penyakit halzoun dapat dicegah dengan tidak makan organ hati dalam keadaan
mentah, tetapi harus di masak lebih dahulu.

E. Dicrocoelium dendritium
Dicrocoelium dendriticum yang disebut juga sebagai lancet fluke dan tersebar di
seluruh dunia ini hidup di dalam saluran empedu dan jaringan hati.
1. Anatomi dan morfologi
a. Cacing dewasa
 Bentuk cacing dewasa seperti pisau bedah (lancet).
 Ukuran panjang badan sekitar 5 mm-15 mm, lebar badan antara 1,5 mm- 2,5mm.
 Cacing ini mempunyai oral sucker maupun ventral sucker yang sama besar
ukurannya.
 Usus cacing mempnyai sekum yang tidak bercabang.
 Cacing memiliki uterus yang bentuknya melingkar, yang terdapat di bagian posterior
tubuh cacing.
 Terdapat dua buah testis yang besar ukurannya dengan lobus yang tidak nyata.
 Testis terletak di sebelah anterior ovarium yang berukuran kecil dan bulat bentuknya.
 Kelenjar vitellaria terletak di sepertiga tubuh bagian tengah
b. telur
 Warna telur cacing ini coklat tua.
 Telur cacing ini berdinding tebal dan mempunyai operkulum.
 Telur cacing ini berukuran 38-45 mikron × 22-30 mikron
 Telur cacing ini mengandung mirasidium yang sempurna di dalamnya.

2. Daur hidup
Jika telur yang keluar bersama tinja penderita dimakan siput darat, telur akan
menetas menjadi larva mirasidium di dalam tubuh siput. Larva mirasidium kemudian
berubah menjadi sporokista, lalu berkembang menjadi serkaria.
Serkaria yang keluar dari tubuh siput jika dimakan semut akan tumbuh menjadi
metaserkaria yang infektif. Bila semut termakan hospes defenitif, metaserkaria akan
keluar dari kista, menembus dinding usus hospes defenitif lalu menuju ke hati dan
saluran empedu melewati sistem portal.

3. Gejala klinis
Karena kerusakan mekanis dan toksik yang terjadi pada hospes sangat kecil, maka
keluhan penderita dan gejala klinis sangat ringan, berupa gangguan pencernaan,
kembung, muntah, kolik empedu dan diare.

4. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis, harus dilakukan pemeriksaan tinja untuk menemukan
telur cacing yang khas bentuknya.
5. Pengobatan dan pencegahan
Prazikuantel diberikan dengan dosis 25 mg/kg berat badan yang diberikan tiga kali
sehari selama dua hari, atau diberikan dalam bentuk dosis tunggal sebesar 40 mg/kg
berat badan. Klorakuin atau gentian violet dapat diberikan, sesuai dengan beratnya
infeksi.
Pencegahan sulit dilakukan karena hospes perantara sulit ditemukan.

Anda mungkin juga menyukai