OLEH :
JUJU JULAEHA, SST.,M.Pt
2. Cara Manual
Yang dimaksud dengan koleksi cara manual adalah mengumpulkan serangga
dengan cara sederhana seperti menangkap dengan tangan, dengan bantuan
alat penjepit, sisir, sikat bulu, kuas, penyiduk, serok, penyaring, saringan teh
atau tangguk serangga. Ektoparasit yang sering dikumpulkan dengan cara ini
adalah berbagai jenis kutu, pinjal, caplak, lalat dan serangga air seperti larva
nyamuk.
Berbagai jenis ektoprasit yang terdapat pada bulu atau rambut mudah
dikumpulkan dengan bantuan sisir, sikat atau dengan cara menggunting atau
mencabut bagian bulu atau rambut tersebut.
Inang bisa ditangkap dalam keadaan hidup atau mati tergantung tujuan
penelitian yang diinginkan (Taber dan Cowan, 1971). Apabila seseorang
diizinkan untuk memtikan inang yang diperiksa maka ia bisa memilih apakah
mau mematikan atau membiarkannnya dalam keadaan hidup. Sebagai contoh
bila ingin menaksir populasi pinjal kucing secara tepat dalam pengamatan
penyakit Dyphilidium caninum maka dianjurkan agar menangkap kucing
dalam keadaan hidup. Pinjal akan segera meninggalkan inangnya itu bila
inangnya yang ditangkap dalam keadaan mati. Cowx (1967) menyatakan
bahwa pinjal juga akan meninggalkan inangnya yang stress akibat proses
penangkapan. Oleh karena itu bila survey pinjal dilakukan dengan
menggunakan perangkap berupa boks, maka boks itu juga harus diamati.
Spesimen yang terkumpul kemudian dimasukkan ke dalam botol-botol yang
berisi alcohol 70% diberi label seperlunya dan diperoses lebih lanjut untuk
mempermudah diagnosa.
Dalam proses pengambilan sampel ektoparasit seseorang harus memahami
perilaku ektoparasit itu. Bila daerah infeksi ektoparasit pada inang sudah
jelas, maka kita bisa membagi-bagi daerah yang akan diamati. Apabila
inangnya besar (sapi, rusa, kambing, dan sejenisnya) dan waktu yang
diperlukan untuk pengamatan terbatas, maka daerah yang akan diperiksa itu
diberi penurus (index area). Sebagai contoh Samuel dan Trainer (1971, 1972)
Ketika memeriksa ektoparasit kutu penggigit, Tricholipeurus paralellus dan
lalat lipoptena mazamae (Hippoboscidae) pada rusa di Teksas, memilih
daerah yang menjadi standar pengamatannya pada daerah permukaan medial
kaki belakang dan daerah daerah inguinal pada sebelah kiri. Untuk kutu
pengigit sapi, Damalinia bovis, Mock (1974) memeriksa 30 titik dengan luas
nya 1 cm2 per ekor per inang, dan lewis et al (1967) memiliki titik seluas 6
cm2 untuk yang populasinya padat dan 15 cm2 untuk yang populasinya jarang.
Untuk kutu penghisap Haematopinus eurysternus, Ely dan Harvey (1969)
memeriksa 5 titik dengan luasan 25 cm 2 pada satu bagian sisi setiap tubuh
inang.
3. Aspirator
Aspirator adalah alat penyedot sederhana yang digunakan untuk menangkap
serangga-serangga kecil, terutama bila seseorang ingin menangkap dalam
keadaan hidup. Contohnya ketika menangkap nyamuk dari dinding tempat-
tempat ia beristirahat atau dari kandang koloni, atau sekitar kandang hewan.
Bentuk aspirator ada dua macam yaitu tipe botol kecil (A) dan tipe (B), tetapi
pada prinsipnya sama yaitu terdiri atas tabung gelas pengumpul dan selang
karet yang dilengkapi dengan alat penyedot di bagian ujung (Borror et
al.,1989)
Cara menggunakannya yaitu dengan menghisap bagian ujung (mulut) alat itu,
maka serangga kecil akan masuk kedalam botol kecil (A) atau tabung (B)
bagian dalam mulut tabung itu dilengkapi dengan sebuah kain atau sejenis
kasa halus yang dapat mencegah tersedotnya serangga ke dalam mulut. Bila
orang mempunyai sejumlah deretan botol kecil atau tabung-tabung botol
tabung yang terpenuhi serangga dapat diambil dan diganti dengan botol atau
tabung yang kosong.
Tungau
Spesimen tungau yang disimpan dalam alkohol dikeluarkan dari botolnya, lalu
dicuci dengan air.
Spesimen kemudian dimasukkan ke dalam larutan laktofenol selama 7 hari
pada suhu kamar. Proses ini bisa dipercepat dengan pemanasan.
Setelah itu spesimen dicuci dengan air sebanyak 3-4 kali.
Lalu siapkan kaca gelas dan letakkan spesimen tersebut diatasnya dan bubuhi
dengan 1-2 tetes larutan hoyer, kemudian ditutup dengan kaca penutup.
Larutan hoyer terdiri atas campuran air sebanyak 50 ml, gummi arabicum 30
gr, klorat hidrat 200 gr, dan gliserin 20 ml (Borror et al, 1989).
Jika terdapat gelembung udara, panaskanlah preparat kaca tersebut di atas api
perlahan-lahan.
Kemudian simpanlah preparat kaca itu di atas alat pemanas selama 3-4 hari
sama halnya dengan perlakuan untuk kutu dan pinjal.
BAB 3
IDENTIFIKASI EKTOPARASIT
Minggu :4
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
identifikasi ektoparasit dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Identifikasi Ektoparasit
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan identifikasi ektoparasit
dengan benar.
3) Teori
Setelah proses pengawetan di atas, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi
ektoparasit dengan baik. Cara yang umum dilakukan adalah dengan memeriksa
ektoparasit di bawah mikroskop. Proses identifikasi jenis bisa dilakukan dengan
cara mencocokkan ciri-ciri morfologi yang ada dengan preparat yang sudah ada
dan kunci-kunci identifikasi, baik berupa gambar atau pemerian dari setiap
kelompok ektoparasit.
4) Prosedur Kerja
Cara Menggunakan Kunci Identifikasi
Kunci identifikasi dibuat berdasarkan atas prinsip utama pengelompokkan
spesies yaitu beberapa ciri morfologi yang membedakannya dengan kelompok
spesies yang lain. Kunci identifikasi ini merupakan suatu ektoparasit.
Sebelum menggunakan kunci, pertama yang harus anda lakukan adalah
membaca secara keseluruhan sampai anda sendiri benar-benar familiar dengan
istilah-istilah yang digunakan. Gunakanlah kamus istilah zoologi atau A
Glossary of Entomology, untuk hal-hal yang tidak diuraikan atau diilustrasikan
dalam kunci. Selain itu, buatlah catatan khusus tentang pemerian dari serangga
yang ada dalam kunci.
Bila beberapa karakter diberikan dalam satu untaian, bacalah hanya karakter
sebelum titik koma yang pertama, perhatikan dengan seksama sebelum
melangkah ke karakter berikutnya. Seringkali karakter pertama cukup
membrikan kejelasan, bila karakter tersbut tidak jeelas terlihat pada spesimen
yang diamati atau kualitasnya meragukan, karakter lain bisa membantu anda
untuk mencapai suatu keputusan.
Dengan bantuan kunci identifikasi, anda dapat menentukan berbagai serangga
dan antropoda lain yang berperan dalam dunia kedokteran hewan dan juga
manusia. Berikut ini anda bisa melihat berbagai contoh kunci identifikasi
serangga dan lainnya. Apabila proses identifikasi selesai, spesimen harus diberi
label dengan lengkap, lalu disimpan pada tempatnya masing-masing sesuai
dengan jenis pengawetannya. Bila bentuknya berupa preparat kaca maka harus
disimpan di dalam kotak khusus untuk preparat tersebut. Apabila berupa
spesimen kering, maka harus disimpan dalam kotak khusus.
Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
teknik identifikasi bisa juga dilakukan sampai dengan tingkat pemeriksaan
DNA seperti teknik hibridisasi in situ, PCR, SDS Page, Elisa, dan lain-lain.
Namun karena terbatasanya dana maka cara itu masih dirasa sangat mahal, dan
kunci identifikasi berdasarkan ciri morfologi masih merupakan pilihan utama
dalam identifikasi ektoparasit.
Contoh-contoh Kunci Identifikasi
Kunci Identifikasi Caplak Keras (Taboada, 1966)
1. – Lekuk anal bergerak ke depan anus; pedipalpus biasanya berbentuk
spatula (sudip); jantan dengan banyak keping vntral -------- Ixodes
– Lekuk anal bergerak ke belakang anus atau tidak begitu jelas terlihat -----
3
2. – Bagian-bagian mulut kira-kira sepanjang basis kapituli; ruas kedua
pedipalpus tidak lebih panjang daripada luasnya ------3
– Bagian-bagian mulut lebih panjang daripada basis kapituli; ruas kedua
pedipalpus lebih panjang daripada luasnya ----- 8
3. – Lekuk anal tampak sederhana; biasanya mmpunyai festoon ----- 4
– Lekuk anal absen atau tidak jelas; festoon absen ------- 7
4. – Pedipalpus ruas kedua menonjol ke lateral, sehingga tampak melebar
keluar pinggiran basis kapituli; mata absn ----- Haemaphysalis
– Pedipalpus ruas kedua tidak menonjol ke lateral; mempunyai mata ------- 5
5. – Basis kapituli seperti emapt presegi panjang dari dorsal, skutum biasanya
banyak hiasan; jantan tanpa keping ventral; koksa keempat pada yang jantan
lebih besar daripada lainnya ----- Dermacentor
– Basis kapituli berbentuk segienam dari dorsal; skutum biasanya tanpa
hiasan -------- 6
6. – Jantan tanpa keping ventral dan koksa keempat lebih besar daripada yang
lainnya ------ Rhipicentor
– Jantan dengankeping ventral dan koksa keempat tidak lebih besar
daripada yang lainnya ------ Rhipicephalus
7. – Jantan dengan keping preanal bercabang; ruas pasangan kaki keempat
sangat membesar -------- Margaropus
– Jantan dengan sepasang keping adanal dan keping-keping tambahan; ruas
pasangan kaki keempat normal ------- Bophilus
8. – Mata absen; jantan tanpa keping ventral ------- Aponomma
– Mempunyai mata --------- 9
9. – Mata submarginal; jantan dengan keping ventral ----- Hyalomma
– Mata marginal; jantan tanpa kepng ventral -------- Ambiyomma
Sediaan apus berasal dari hewan mati. Darah diambil dari pembuluh darah kaki.
Tidak boleh lewat 9,25 jam setelah hewan mati (bahan paling baik untuk
keperluan)
Sediaan apus jantung, limpa, dan lainnya : sediaan permukaan organ digeserkan di
atas gelas objek. Sediaan dibuat tipis-tipis dan dibiarkan menjadi kering.
Prosedur pewarnaan
Sediaan masing-masing sebaiknya diberi ciri/nomor pakai pensil intan. Rak
pewarnaan yang sedehana di atas bak air leding sudah cukup untuk pekerjaan ini.
(a) Buatlah 10% larutan giemsa : 0,5 cc larutan pekat/pokok 4,5 cc buffer pH 7,4
(b) Fiksasi sediaan apus di dalam methanol selama 3 menit (tuangkan methanol
di atas gelas objek sediaan).
(c) Warnai dengan 10% giemsa selama 15 menit (melihat dibuang dari gelas
objek sediaan, lalu tuangkan larutan giemsa di atasnya).
(d) Cuci dengan aliran leding yang kecil (pencucian yang berlebihan akan
menghanyutkan zat warna).
(e) Keringkan di udara atau di dalam inkubator. Periksa di bawah mikroskop
dengan cairan imersi.
BAB 6
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL FESES
Minggu :7
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
pengambilan sampel feses dengan
benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Teknik Pengambilan sampel feses
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan pengambilan
sampel feses dengan benar.
3) Teori
Sebagian besar parasit hidup di dalam saluran pencernaan atau alat tubuh yang
berhubungan dengan saluran pencernaan. Untuk dapat meneruskan kelangsungan
hidup jenisnya., parasite yang hidup di dalam tubuh inang definitive harus
mengeluarkan telur/ookista melalui tinja agar dapat menyebar di alam. Metoda
yang paling mudah dan murah untuk mendiagnosa infeksi tersebut adalah dengan
melakukan pemeriksaan tinja untuk melihat adanya telur atau larva cacing,
maupun ookista dari protozoa di dalam sampel tinja. Selain dapat memberikan
gambaran tentang spektrum parasit yang menginfeksi hewan, pemeriksaan tinja
dapat pula digunakan untuk memperikrakan derajat infeksi parasite apabila
dilakukan dengan pendekatan kuantitatif.
Unggas
Tinja sebaiknya dikumpulkan dari ayam yang dapat dikenali, mengingat sampel
tinja tidak dapat di ambil langsung dari kloaka, maka untuk mengambil sampel
tinja ayam dimasukkan dalam kendang baterai/kurungan yang diberi alas kertas
koran untuk menampung tinja yang keluar. Pada ayam yang dipelihara dalam flok
sampel tinja diambil dengan pendekatan kelompok/kandang. Dampel tinja diambil
dengan cara meletakkan secara acak kertas (ukuran 0,5 x 1 m sebanyak 8 lembar
per 1000 ekor ungags ) di dalam kandang. Tinja yang keluar selanjutnya di ambil
dan disimpan dalam sarung tangan plastic/katung plastic atau botol plastic tetutup
(dapat pula digunakan tabung bekas film).
Anjing/Kucing
Anjing dan kucing yang dipelihara dengan baik biasanya memiliki waktu-waktu
tertentu untuk defikasi. Untuk mendapatkan sampel tinja dalam jumlah yang
cukup banyak sebaiknya sampel diambil pada waktu tersebut dengan menampung
tinja yang baru keluar kedalam kantung plastik. Dalam jumlah yang terbatas
sampel tinja juga dapat dengan megorek rectum anjing/kucing menggunakan
spatula kaca/cotton but.
Hewan laboratorium
Untuk mengumpulkan sampel tinja hewan laboratorium (mencit/tikus). Hewan
harus dipindahkan ke kandang pengumpul. Kandang pengumpul ini sebenarnya
adalah kandang mencit/tikus biasa yang tidak diberi litter. Lantai kandang
dibasahi dengan air untuk merangsang hewan defikasi serta menjaga agar tinja
yang jatuh tidak segera menjadi kering. Hewan dibiarkan di kandang selama 15-
30 menit atau sampai tinja yang dibutuhkan terkumpul. Selama hewan berada
dalam kandang pengumpul jangan diberipakan kecuali air minum. Tinja yang
jatuh dikumpulkan dalam plastik.
Perhitungan:
Rata-rata perhitungan ookista dari ketiga sampel = X ookista
Volume dari campuran yang diamati dari kedua kamar hitung = 0,3 ml
10 x
Jadi ookista per ml :
3
Faktor pengenceran = 10 (100, 1000, dsb)
Jumlah isi seluruh campuran = 1500 ml
Jadi jumlah ookista yang diproduksi induk semang selama 24 jam adalah:
10 x
¿ x 10 x 1500=50.000 x
3
Jika dengan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut di atas setelah dilengkapi dengan
keterangan-keterangan tentang keadaan Patologi Anatomi belum diperoleh
kepastian tentang protozoa penyebabnya, maka hendaknya dilanjutkan dengan
usaha-usaha sebagai berikut:
1. Penumpukan bahan yang diduga mengandung protozoa itu.
2. Menunggu perkembangan / stadia yang akan dialami protozoa itu.
Misalnya dengan mengerjakan sporulasi coccidia, pembentukan kista
amoeba dsb.
3. Menginfeksi hewan-hewan percobaan yang peka terhadap protozoa
4. Melakukan konsentrasi lainnya seperti pembuatan usapan darah tebal,
metode pengendapan dsb.
5. Mengirimkan bahan tersangka tersebut kepada laboratorium dengan
keterangan jenis bahan, habitat, indk semang, pemberian imunitasnya
untuk dapat memperkuat diagnosa.
BAB 9
PEMERIKSAAN HELMINTH SECARA KUALITATIF
Minggu : 11
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
pemeriksaan helminth secara kualitatif
dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Pemeriksaan helminth secara kualitatif
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan
helminth secara kualitatif dengan benar.
3) Teori
Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk memeriksa helminth
secara kualitatif. Di bawah ini akan dipelajari 3 metode pemeriksaan paling
sederhana yang memungkinkan dilaksanakannya pemeriksaan telur dalam
berbagai kondisi lapangan/laboratorium.
a. Metode natif
Metode ini merupakan metode pemeriksaan telur cacing dan ookista yang
paling sederhana/ dalam metode ini sediaan ulas tipis dari sampel tinja di
periksa langsung di bawah mikroskop.
Bahan dan alat
- Gelas obyektif
- Gelas penutup
- Mikroskop dengan pembesaran 40-100x
- Lidi
Cara kerja
- Ambil beberapa milligram sampel tinja dengan menggunakan lidi dan
letakan di atas permukaan gelas onyektif yang sudah disiapkan.
- Ketas sampel tersebut diteteskan air lalu diaduk dengan lidi agar
tercampur merata dengan tinja.
- Tutuplah dengan gelas penutup sambil digesekkan agar ulasan tinja
tersebar merata.
- Periksa sediaan gelas penutup di bawah mikroskop untuk melihat
kemungkinan adanya telur cacing atau ookista Protozoa.
A. Bahan dan Peralatan yang diperlukan : botol selai, cawan petri, semprotan air,
vermiculite, feses, aquadest.
B. Cara Kerja :
a. Pemupukan larva
Alat dan bahan : feses dari ternak yang memiliki EPG >100,
vermiculite, aquadest, botol selai, semprotan air.
Langkah kerja :
- Feses diambil dari ternak yang sudah positif terinvestasi cacingan.
- Kemudian dilakukan penghitungan banyaknya telur menggunakan
metode Whitlock. Feses yang digunakan setidaknya mengandung
telur cacing yang banyak (telur tiap gram >100).
- Feses yang telah dihomogenkan dicampurkan dengan
vermikulit dengan perbandingan 1:1 dan diberi air secukupnya
sehingga media menjadi lembab tetapi tidak tergenang air.
- Selanjutnya campuran tersebut dimasukkan ke dalam botol kaca
dan ditutup longgar agar tetap ada udara kemudian diberi label.
- Pupukan larva disimpan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar
matahari langsung.
- Penyimpanan dilakukan selama 7-9 hari dan setiap 2 hari sekali
pupukan tersebut diperiksa untuk melihat kelembaban, jika
pupukan terlihat kering maka lakukan penyemprotan agar pupukan
tetap lembab (Ekaswati dkk, 2017).
BAB 12
IDENTIFIKASI LARVA NEMATODA
Minggu : 14
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
identifikasi larva nematoda dengan
benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Identifikasi larva nematoda
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan identifikasi
larva nematoda dengan benar.
3) Teori
b. Pemanenan larva menggunakan teknik Baerman
Alat dan bahan : kasa, corong baerman, air hangat, sentrifuge, pipet
Pasteur, objek glass dan yodium.
Cara kerja :
- Letakkan feses dalam kain kasa sebanyak 5-10 gram dan ikat
ujungnya
- Letakkan diatas corong, kemudian isi corong dengan air hangat dan
pastikan feses terendam
- Diamkan selama 24 jam
- Ambil cairan kemudian disentrifuge menggunakan kecepatan 100 rpm
selama 2 menit
- Ambil endapan menggunakan pipet pasteur dan letakkan pada objek
glass setelah itu tetesi dengan yodium untuk mengidentifikasi jenis
parasit.
BAB 13
ANTHELMINTIKA
Minggu : 15
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
pengobatan dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Anthelmintika
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan pengobatan
dengan benar.
3) Teori
Anthelmintika disebut juga obat cacing, yaitu obat untuk
memberantas penyakit parasit yang disebabkan obat cacing baik pada fase
telur, larva dan dewasa. Obat cacing mencakup semua zat yang bekerja
menghalau cacing dari saluran cerna hingga obat sistemik yang membasmi
cacing dan larvanya yang berada dalam organ tubuh hewan dan manusia.
Jenis protozoa yang sering menyebabkan sakit dan Jenis obat yang
digunakan, antara lain:
DAFTAR PUSTAKA