Anda di halaman 1dari 53

PANDUAN PRAKTIKUM

TEKNIK LABORATORIUM PARASITOLOGI VETERINER

OLEH :
JUJU JULAEHA, SST.,M.Pt

PROGRAM STUDI KESEHATAN HEWAN


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN BOGOR
2023
BAB I
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL EKTOPARASIT
Minggu :2
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
pengambilan sampel ektoparasit
dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat :Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Teknik Pengambilan Sampel Ektoparasit
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan pengambilan,
mematikan dan memberi label sampel ektoparasit dengan benar.
3) Teori
Ektoparasit yang banyak dijumpai di Indonesia antara lain adalah berbagai
jenis nyamuk (Clucidae), Lalat (muscidae), Kecoa (dyctioptera), Tungau
(parasitiformes), Caplak (Acariformes), Kutu (phthirapteran), dan pinjal
(Siphonaptera). Perananya dalam kehidupan baik hewan maupun manusia
telah banyak diketahui, dan kerugian yang ditimbulkan oleh ektoparasit juga
sangat beragam. Ektorapasit yang tinggal di dalam kulit dan bulu
menimbulkan iritasi, kegatalan, peradangan, kudisan, atau berbagai bentuk
reaksi alergi dan sejenisnya. Gejala tersebut mengakibatkan rasa yang tidak
nyaman dan kegelisahan yang dapat menggangu kegiatan sehari-hari. Pada
hewan keadaan ini sangat merugikan karena dengan adanya kegelisahan itu
dapat membuatnya lupa makan, sehingga dapat menurunkan status gizi,
produksi daging atau telur secara drastis.
Hal lain yang lebih membahayakan lagi dari ektoparasit ini adalah perannya
sebagai vector penular berbagai macam penyakit atau inang antara dari agen
penular penyakit. Contohnya, nyamuk Anopheles sp tidak hanya mengganggu
inang dengan gigitannya, tetapi sambil menghisap darah ia juga dapat
memindahkan agen penyakit malaria, plasmodium spp. Nyamuk aedes
aegypti dapat berperan sebagai vector penyakit demam berdarah dengue,
cikungunya dan demam kuning; sedangkan nyamuk Culex sp sebagai vector
penyakit kaki gajah (filariasis) pada manusia. Berbagai jenis nyamuk juga
bisa menjadi inang antara berbagai jenis cacing baik pada hewan ataupun
manusia, inang antara artinya nyamuk itu secara normal digunakan oleh agen
penyakit (cacing) untuk melangsungkan sebagai daur hidupnya tetapi tidak
sampai mengalami kematangan kelamin, sebagai contoh, cacing jantung
anjing Dirofilaria immitis, tidak akan berkembang menjadi stadium infektif
tanpa melewati tubuh nyamuk. Dan nyamuk akan menularkan stadium
infeksi ini kepada anjing lain yang sehat ketika ia menghisap darah.
Biologi setiap jenis ektoparasit berbeda maka dalam pengambilan sampel
juga berbeda-beda. Berikut ini diuraikan metode pengambilan ektoparasit
yaitu kerokan kulit, cara manual dan penggunaan aspirator.

4) Alat dan Bahan (sesuai metode yang digunakan)


5) Prosedur Kerja
Metode pengambilan ektoparasit :
1. Kerokan kulit
Berbagai jenis tungau penyebab seperti Sarcoptes, Psoroptes,
Chorioptes,Otodectes dan Demodex, berbentuknya sangat kecil dan mereka
tersembunyi di dalam lapisan kulit yang menjadi inangnya. Oleh karena itu
pengumpulan atau pemeriksaan harus dilakukan dengan pengerokan bagian
kulit inang yang memperlihatkan gejala kelainan. Dan agar hasilnya banyak,
maka pengerokan harus mengenai lapisan kulit bagian dalam, biasanya ini
ditandai dengan terjadinya sedikit perdarahan pada kulit. Selanjutnya kerokan
kulit ditampung dalam cawan petri, untuk pemeriksaan lebih lanjut di
laboratorium.
Hasil kerokan kulit itu diberi beberapa tetes KOH 10% agar tungau terpisah
dari reruntuhan jaringan kulit yang terbawa tersebut. Setelah itu campuran
tersebut diperiksa di bawah mikroskop.

2. Cara Manual
Yang dimaksud dengan koleksi cara manual adalah mengumpulkan serangga
dengan cara sederhana seperti menangkap dengan tangan, dengan bantuan
alat penjepit, sisir, sikat bulu, kuas, penyiduk, serok, penyaring, saringan teh
atau tangguk serangga. Ektoparasit yang sering dikumpulkan dengan cara ini
adalah berbagai jenis kutu, pinjal, caplak, lalat dan serangga air seperti larva
nyamuk.
Berbagai jenis ektoprasit yang terdapat pada bulu atau rambut mudah
dikumpulkan dengan bantuan sisir, sikat atau dengan cara menggunting atau
mencabut bagian bulu atau rambut tersebut.
Inang bisa ditangkap dalam keadaan hidup atau mati tergantung tujuan
penelitian yang diinginkan (Taber dan Cowan, 1971). Apabila seseorang
diizinkan untuk memtikan inang yang diperiksa maka ia bisa memilih apakah
mau mematikan atau membiarkannnya dalam keadaan hidup. Sebagai contoh
bila ingin menaksir populasi pinjal kucing secara tepat dalam pengamatan
penyakit Dyphilidium caninum maka dianjurkan agar menangkap kucing
dalam keadaan hidup. Pinjal akan segera meninggalkan inangnya itu bila
inangnya yang ditangkap dalam keadaan mati. Cowx (1967) menyatakan
bahwa pinjal juga akan meninggalkan inangnya yang stress akibat proses
penangkapan. Oleh karena itu bila survey pinjal dilakukan dengan
menggunakan perangkap berupa boks, maka boks itu juga harus diamati.
Spesimen yang terkumpul kemudian dimasukkan ke dalam botol-botol yang
berisi alcohol 70% diberi label seperlunya dan diperoses lebih lanjut untuk
mempermudah diagnosa.
Dalam proses pengambilan sampel ektoparasit seseorang harus memahami
perilaku ektoparasit itu. Bila daerah infeksi ektoparasit pada inang sudah
jelas, maka kita bisa membagi-bagi daerah yang akan diamati. Apabila
inangnya besar (sapi, rusa, kambing, dan sejenisnya) dan waktu yang
diperlukan untuk pengamatan terbatas, maka daerah yang akan diperiksa itu
diberi penurus (index area). Sebagai contoh Samuel dan Trainer (1971, 1972)
Ketika memeriksa ektoparasit kutu penggigit, Tricholipeurus paralellus dan
lalat lipoptena mazamae (Hippoboscidae) pada rusa di Teksas, memilih
daerah yang menjadi standar pengamatannya pada daerah permukaan medial
kaki belakang dan daerah daerah inguinal pada sebelah kiri. Untuk kutu
pengigit sapi, Damalinia bovis, Mock (1974) memeriksa 30 titik dengan luas
nya 1 cm2 per ekor per inang, dan lewis et al (1967) memiliki titik seluas 6
cm2 untuk yang populasinya padat dan 15 cm2 untuk yang populasinya jarang.
Untuk kutu penghisap Haematopinus eurysternus, Ely dan Harvey (1969)
memeriksa 5 titik dengan luasan 25 cm 2 pada satu bagian sisi setiap tubuh
inang.

3. Aspirator
Aspirator adalah alat penyedot sederhana yang digunakan untuk menangkap
serangga-serangga kecil, terutama bila seseorang ingin menangkap dalam
keadaan hidup. Contohnya ketika menangkap nyamuk dari dinding tempat-
tempat ia beristirahat atau dari kandang koloni, atau sekitar kandang hewan.
Bentuk aspirator ada dua macam yaitu tipe botol kecil (A) dan tipe (B), tetapi
pada prinsipnya sama yaitu terdiri atas tabung gelas pengumpul dan selang
karet yang dilengkapi dengan alat penyedot di bagian ujung (Borror et
al.,1989)
Cara menggunakannya yaitu dengan menghisap bagian ujung (mulut) alat itu,
maka serangga kecil akan masuk kedalam botol kecil (A) atau tabung (B)
bagian dalam mulut tabung itu dilengkapi dengan sebuah kain atau sejenis
kasa halus yang dapat mencegah tersedotnya serangga ke dalam mulut. Bila
orang mempunyai sejumlah deretan botol kecil atau tabung-tabung botol
tabung yang terpenuhi serangga dapat diambil dan diganti dengan botol atau
tabung yang kosong.

Cara Mematikan Ektoparasit


Untuk mempermudah diagnosa maka ektoparasit yang telah dikumpulkan itu
harus dimatikan. Proses ini bisa dilakukan di lapangan atau di laboratorium.
Ektoparasit yang dikumpulkan bisa berasal dari hewan dalam keadaan hidup atau
mati. Bila hewan yang akan diamati tidak segera diperiksa, maka ia harus
ditempatkan pada tempat pada tempat khusus yang tertutup dan diberi label yang
jelas. Hewan bisa juga disimpan dalam karung dari kain yang bagian ujungnya
diikat secara kuat, sedangkan hewan yang mati bisa disimpan di dalam freezer.
Cara membunuh ektoparasit bermacam-macam. Ektoparasit pinjal dan lalat
hippoboscidae yang cepat sekali geraknnya, dapat dibunuh langsung dengan
meyemprotkan insektisida ke tubuh inangnya. Tetapi insektisida yang digunakan
harus dipilih yang tidak mengganggu inangnya, seperti berbagai macam
insektisida aeorosol.
Bahan – bahan lain yang dapat digunakan unyuk membunuh serangga ektoparasit
adalah eter, kloroform, karbon tetra klorida, etil asetat, etilen diklorid
(tetrakloroetan), bensen dan ammonia. Bisa juga menggunakan bahan gas CO 2.
Untuk mengumpulkan serangga di lapangan bahan pembunuh yang umum
digunakan adalah senyawa sianida yang dimasukkan ke dalam botol pembunuh
(killing jar). Killing jar dibuat dengan memanfaatkan botol-botol dalam berbagai
ukuran dan mempunyai bagian mulut yang lebar dengan diameter sekitar 10-15
cm. Senyawa sianida yang dapat digunakan adalah kalsium sianida. Diletakkan di
bagian bawah botol (setinggi 13 mm), (2) lalu diikuti dengan serbuk gergaji
(setinggi 2-2,5 cm), (3) dan berikutnya adalah bahan gips, lalu ditekan-tekan
hingga padat sampai merata, terakhir (4) bagian yang paling atas adalah kertas
karton yang berlubang-lubang.
Bahan-bahan pembunuh di atas digunakan untuk membunuh serangga terbang.
Sedangkan untuk berbagai macam jenis kutu, pinjal dan caplak dibunuh dengan
larutan alcohol 70% setelah serangga dibunuh.

Cara Melabelkan Sampel


Pencatatan data sampel ektoparasit sangat penting diperhatikan. Setiap sampel
harus dilengkapi dengan label yang diletakkan di dalam botol-botol. Label berisi
sebanyak mungkin informasi seperti: (1) jenis inang, kelamin, umur, keadaan dan
jumlah sampel;(2) tempat ditemukannya ektoparasit (bagian tubuh inang atau
sarang); (3) lokasi dan tanggal koleksi; dan (4) nama kolektor (pengumpul) dan
jumlah sampel ektoparasit yang terkumpul.
Label untuk preservasi serangga dalam cairan sebaiknya menggunakan potongan
kertas khusus yang tahan terhadap air dan daya specimen ditulis dengan pensil 2B.
label tersebut kemudian dimasukkan kedalam botol Bersama-sama dengan
specimen yang diawetkan.
BAB II
PRESERVASI EKTOPARASIT
Minggu :3
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
preservasi ektoparasit dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Preservasi Ektoparasit
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan preservasi ektoparasit
dengan benar.
3) Teori
Setiap saat sampel harus segera ditangani dengan baik. Sampel bisa juga
untuk sementara waktu disimpan dalam sebuah lemari es, atau dapat
dibekukan dan dibiarkan selama periode agak lama. Pengumpul harus
mengetahui cara yang terbaik untuk mengawetkan berbagai ektoparasit agar
tidak rusak. Sebagian sampel spesimen bisa diawetan dalam bentuk cair,
kering atau dibuat menjadi preparat kaca.
4) Alat dan Bahan (sesuai metode yang digunakan)
5) Prosedur Kerja
Preservasi Serangga dalam Cairan
Spesimen yang diawetkan dalam bentuk cair ini artinya harus dimasukkan dalam
larutan etil alkohol 70-80% sesegara mungkin sesudah mereka dibunuh (atau
dibunuh secara langsung dalam alkohol). Lalu sesudah sehari dipindahkan ke
dalam alkohol yang baru untuk melawan pengaruh pengenceran cairan-cairan
tubuh serangga.
Berbagai jenis kutu, pinjal, dan caplak dari lapangan umumnya diawetkan dalam
larutan etil alkohol 70-80%. Menurut Borror et al (1989) pengawetan atau fiksasi
jaringan serangga akan lebih baik hasilnya apabila ke dalam alkohol itu
ditambahkan pula zat tertentu. Dan yang paling umum dipakai adalah: (a) larutan
hood, yang berisi campuran antara etil alkohol 70-80% sebanyak 95 ml dan
gliserin 5ml; (b) larutan kahie, yang terdiri atas campuran alkohol 95% sebanyak
30 ml, 12 ml formaldehide, 4 ml asam asetat glasial dan 60 ml air; dan (c) larutan
bouin yang terdiri atas 150 ml alkohol 80%, 60 ml formaldehida, 15 ml asam
asetat glasial dan 1 gr asam pikrat.
Larutan etil alkohol dan modifikasinya juga dapat dipakai untuk membunuh
banyak serangga dan artropoda lainnya, tetapi tidak untuk larva serangga. Oleh
karena itu untuk larva serangga digunakan larutan KAAD yang terdiri atas etil
akohol 95% sebanyak 70-100 ml, minyak tanah 10 ml, asam asetat glasial 20 ml
dan dioksan 10 ml. Bisa juga digunakan larutan XA yang terdiri atas etil alkohol
95% sebanyak 50 ml dan xylen 50 ml. Larva yang telah dibunuh ini dalam waktu
0,5 sampai 4 jam kemudian harus dipindah ke dalam alkohol, dan sesudah
beberapa hari juga harus diganti dengan alkohol yang baru karena alkohol yang
lama telah menjadi encer oleh cairan tubuh serangga yang ditaruh di dalamnya.
Kelemahan dari cara preservasi dalam cairan adalah warna tubuh serangga yang
diawetkan menjadi rusak, juga cairan dalam waktu tertentu aka menguap. Oleh
karna itu, secara berkala botol-botol harus diteliti dan ditambahkan larutan yang
baru. Botol-botol harus diteliti dan ditambahkan larutan yang baru. Botol-botol
dengan tutup yang dapat diputar seperti sekrup sangat dianjurkan dari pada tutup
yang lain. Semua wadah botol ini harus diisi penuh dengan cairan dan harus
diperiksa paling tidak sekali atau dua kali setahun sehingga cairan tidak pernah
berkurang.

Preservasi Serangga dengan Cara Kering


Serangga yang bertubuh keras sebaikya diawetkan dengan cara kering, yaitu
dengan cara pinning atau ditusuk dengan jarum pin. Spesimen yang ditusuk
dengan jarum dalam keadaan baik, penampilan normal mereka tetap dan mudah
dimanipulasi dan dipelajari. Warna seringkali luntur bila serangga-serangga
mengering, tetapi pelunturan ini sulit dihindari. Warna-warna yang cemerlang
lebih bagus bila spesimen dikeringkan secara cepat.
Jarum-jarum yang digunakan bukanlah jarum biasa tetapi khusus untuk serangga,
yang terbuat dari baja. Jarum biasa terlalu pendek dan mudah berkarat. Jarum
serangga lebih panjang dari jarum biasa, ukurannya berkisar dari 00 sampai 7.
Ukuran yang lebih kecil (yakni lebih kecil garis tengahnya) adalah terlalu ramping
untuk pemakaian umum, karena itu ukuran-ukuran 2 dan 3 adalah terbagus. Jarum
ukuran 7 lebih panjang dari yang lain, pin ini biasanya digunakan dalam
mengepin serangga yang sangat besar, seperti kumbang tropika.
Serangga biasanya dipin tegak lurus melalui tubuh. Pin ditusukkn pada bagian
toraks antara pangkal tengah sedikit ke kanan garis tengah. Serangga yang kecil
seperti nyamuk tidak dapat dipin langsung, tetapi ia ditempelkan di atas ujung
kertas segitiga dengan lem kuteks. Kertas segitiga kecil itulah yang dipin.
Cara yang termudah untuk menusuk dengan seekor serangga adalah
memegangnya antara ibu jari dan telunjuk tangan dan masukkan jarum dengan
tangan lainnya. Semua spesimen harus diletakkan pada ketinggian yang seragam
pada jarum, kira-kira 25 mm di atas tempat, tetapi harus cukup bagian jarum di
atas serangga. Misalnya, dengan serangga-serangga yang bertubuh keras agar
mudah dipegang dengan jari. Keseragaman dapat diperoleh dengan sebuah balok
untuk penusukkan. Balok-balok penusukan ini bermacam-macam terdiri atas
sebuah balok kayu dengan tiga buah lubah kecil hasil pemboran dengan
kedalaman yang berbeda, biasanya 25, 16, dan 9.5 mm.
Sebelum dipin, serangga yang bersayap harus dikembangkan lebih dahulu lalu
kakinya dibentangkan demikian juga sayapnya agar mudah dipelajari. Setelah
dipin, spesimen ini deiberi label dan disimpan dalam kotak-kotak penyimpanan
serangga. Bagian dasar kotak harus lunak agar pin mudah ditusukkan, lalu bagian
pojoknya diberi kamper, naftalen atau kapur barus. Supaya terhindar dari jamur,
spesimen harus dikeringkan secara tepat atau disemprot bahan fungisida terlebih
dahulu sebelum disimpan.

Pengawetan Serangga dalam Bentuk Preparat Kaca


Pembuatan preparat kaca adalah cara yang dilakukan untuk mengawetkan
sekaligus mendiagnosa dengan tepat jenis-jenis kutu, pinjal dan tungau.
Kutu dan Pinjal
 Ektoparasit ini dibunuh terlebih dahulu dengan kloroform, atau alkohol.
 Masukan secara perlahan ke dalam KOH 10% selama 2-3 hari pada suhu
kamar, tergantung tebal/tipis lapisan khittin. Proses ini dapat dipercepat
dengan cara memansakannya tetapi tidak sampai mendidih. Setelah itu
dilakukan proses pencucian dengan air selama 3 sampai 4 kali pembilasan.
Jika bagian abdomen mengembung maka harus ditusuk dengan jarum halus.
 Selanjutnya proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat mulai 70, 80, 95%
tiap fase berlangsung selama 10 menit.
 Berikutnya proses penjernihan dengan cara merendam ektoparasit ke dalam
minyak cengkeh atau asam laktat 60% atau asam asetat pekat, selama 15-30
menit.
 Kemudian proses pencucian dengan larutan xylol. Pencucian pertama kali
akan terlihat adanya pengabutan, oleh karena itu lakukan pencucian ulang.
 Ektoparasit itu telah siap untuk diawetkan dalam preparat kaca, kemudian
dibubuhi medium balsam kanada. Setelah itu disimpan dalam pemanas kaca
preparat (Slide Warmer) selama 2-3 hari sampai betul-betul kering. Bila
sudah kering, sekeliling kaca penutup diberi lapisan kuteks.

Tungau
 Spesimen tungau yang disimpan dalam alkohol dikeluarkan dari botolnya, lalu
dicuci dengan air.
 Spesimen kemudian dimasukkan ke dalam larutan laktofenol selama 7 hari
pada suhu kamar. Proses ini bisa dipercepat dengan pemanasan.
 Setelah itu spesimen dicuci dengan air sebanyak 3-4 kali.
 Lalu siapkan kaca gelas dan letakkan spesimen tersebut diatasnya dan bubuhi
dengan 1-2 tetes larutan hoyer, kemudian ditutup dengan kaca penutup.
Larutan hoyer terdiri atas campuran air sebanyak 50 ml, gummi arabicum 30
gr, klorat hidrat 200 gr, dan gliserin 20 ml (Borror et al, 1989).
 Jika terdapat gelembung udara, panaskanlah preparat kaca tersebut di atas api
perlahan-lahan.
 Kemudian simpanlah preparat kaca itu di atas alat pemanas selama 3-4 hari
sama halnya dengan perlakuan untuk kutu dan pinjal.
BAB 3
IDENTIFIKASI EKTOPARASIT
Minggu :4
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
identifikasi ektoparasit dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Identifikasi Ektoparasit
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan identifikasi ektoparasit
dengan benar.
3) Teori
Setelah proses pengawetan di atas, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi
ektoparasit dengan baik. Cara yang umum dilakukan adalah dengan memeriksa
ektoparasit di bawah mikroskop. Proses identifikasi jenis bisa dilakukan dengan
cara mencocokkan ciri-ciri morfologi yang ada dengan preparat yang sudah ada
dan kunci-kunci identifikasi, baik berupa gambar atau pemerian dari setiap
kelompok ektoparasit.
4) Prosedur Kerja
Cara Menggunakan Kunci Identifikasi
Kunci identifikasi dibuat berdasarkan atas prinsip utama pengelompokkan
spesies yaitu beberapa ciri morfologi yang membedakannya dengan kelompok
spesies yang lain. Kunci identifikasi ini merupakan suatu ektoparasit.
Sebelum menggunakan kunci, pertama yang harus anda lakukan adalah
membaca secara keseluruhan sampai anda sendiri benar-benar familiar dengan
istilah-istilah yang digunakan. Gunakanlah kamus istilah zoologi atau A
Glossary of Entomology, untuk hal-hal yang tidak diuraikan atau diilustrasikan
dalam kunci. Selain itu, buatlah catatan khusus tentang pemerian dari serangga
yang ada dalam kunci.
Bila beberapa karakter diberikan dalam satu untaian, bacalah hanya karakter
sebelum titik koma yang pertama, perhatikan dengan seksama sebelum
melangkah ke karakter berikutnya. Seringkali karakter pertama cukup
membrikan kejelasan, bila karakter tersbut tidak jeelas terlihat pada spesimen
yang diamati atau kualitasnya meragukan, karakter lain bisa membantu anda
untuk mencapai suatu keputusan.
Dengan bantuan kunci identifikasi, anda dapat menentukan berbagai serangga
dan antropoda lain yang berperan dalam dunia kedokteran hewan dan juga
manusia. Berikut ini anda bisa melihat berbagai contoh kunci identifikasi
serangga dan lainnya. Apabila proses identifikasi selesai, spesimen harus diberi
label dengan lengkap, lalu disimpan pada tempatnya masing-masing sesuai
dengan jenis pengawetannya. Bila bentuknya berupa preparat kaca maka harus
disimpan di dalam kotak khusus untuk preparat tersebut. Apabila berupa
spesimen kering, maka harus disimpan dalam kotak khusus.
Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
teknik identifikasi bisa juga dilakukan sampai dengan tingkat pemeriksaan
DNA seperti teknik hibridisasi in situ, PCR, SDS Page, Elisa, dan lain-lain.
Namun karena terbatasanya dana maka cara itu masih dirasa sangat mahal, dan
kunci identifikasi berdasarkan ciri morfologi masih merupakan pilihan utama
dalam identifikasi ektoparasit.
Contoh-contoh Kunci Identifikasi
Kunci Identifikasi Caplak Keras (Taboada, 1966)
1. – Lekuk anal bergerak ke depan anus; pedipalpus biasanya berbentuk
spatula (sudip); jantan dengan banyak keping vntral -------- Ixodes
– Lekuk anal bergerak ke belakang anus atau tidak begitu jelas terlihat -----
3
2. – Bagian-bagian mulut kira-kira sepanjang basis kapituli; ruas kedua
pedipalpus tidak lebih panjang daripada luasnya ------3
– Bagian-bagian mulut lebih panjang daripada basis kapituli; ruas kedua
pedipalpus lebih panjang daripada luasnya ----- 8
3. – Lekuk anal tampak sederhana; biasanya mmpunyai festoon ----- 4
– Lekuk anal absen atau tidak jelas; festoon absen ------- 7
4. – Pedipalpus ruas kedua menonjol ke lateral, sehingga tampak melebar
keluar pinggiran basis kapituli; mata absn ----- Haemaphysalis
– Pedipalpus ruas kedua tidak menonjol ke lateral; mempunyai mata ------- 5
5. – Basis kapituli seperti emapt presegi panjang dari dorsal, skutum biasanya
banyak hiasan; jantan tanpa keping ventral; koksa keempat pada yang jantan
lebih besar daripada lainnya ----- Dermacentor
– Basis kapituli berbentuk segienam dari dorsal; skutum biasanya tanpa
hiasan -------- 6
6. – Jantan tanpa keping ventral dan koksa keempat lebih besar daripada yang
lainnya ------ Rhipicentor
– Jantan dengankeping ventral dan koksa keempat tidak lebih besar
daripada yang lainnya ------ Rhipicephalus
7. – Jantan dengan keping preanal bercabang; ruas pasangan kaki keempat
sangat membesar -------- Margaropus
– Jantan dengan sepasang keping adanal dan keping-keping tambahan; ruas
pasangan kaki keempat normal ------- Bophilus
8. – Mata absen; jantan tanpa keping ventral ------- Aponomma
– Mempunyai mata --------- 9
9. – Mata submarginal; jantan dengan keping ventral ----- Hyalomma
– Mata marginal; jantan tanpa kepng ventral -------- Ambiyomma

Kunci Insecta yang Berperan dalam Bidang Kesehatan (Taboada, 1966)


1. – Bersayap ------- 2
– Tanpa sayap -------- 10
2. – Mempunyai dua sayap --------- 3
– Mempunyai 4 sayap -------- 10
3. – Abdomen mempunyai dua atau tiga penonjolan ekor seperti benang,
langsing.
Bagian mulut kurang berkembang. Tanpa halter ------ Ephemeroptera
– Abdomen tanpa penonjolan ekor yang langsing dan panjang. Bagian
mulut untuk menghisap. Mempunyai halter ------ Diptera
4. – Sayap depan dan belakang berbeda dalam tekstur ------- 5
– Sayap depan dan belakang serupa dalam tekstur -------- 7
5. – Dasar sayap bagian depan menebal, keras; bagian distal ternag tembus
dan biasanya saling tumpang tindih; bagian mulut untuk menusuk,
menghisap ------- Hemiptera
– Dasar sayap bagian depan dan distal seripa dalam tekstur; baguan
mulut untuk mengunyah ------- 6
6. – Sayap depan mempunyai zat tanduk, kaku, tanpa kerangka saya,
digunakan sebagai elitera (sayap penutup). Elitera bertemu dalam garis
lurus ke belakang dan menutupi abdomen. Sayap belakang terang
tembus, terlipat ke belakang di bawah sayap depan pada saat istirahat
----- (Coleoptera)
– Sayap depan menebal, seperti kulit mentah, lentur, ada kerangka sayap.
Sayap belakang tipis, lebih besar daripada sayap depan, melipat seperti
atap atau satu diatas yang lainnya seperti kipas ------- (orthoptera)
7. – Sayap besar, keuda pasangan sayap bagian atas dan bawahnya tertutup
oleh sisik, biasanya berwarna. Bagian mulut untuk menghisap, pada saat
istirahat membentuk gulungan atau bagian mulut kurang berkembang
------ (Lepidoptera)
– Sayap kecil, tanpa sisik, transparan atau berbulu ------- 8
8. – Sayap dengan banyak kerangka longitudinal dan kerangka silang
(seperti jaring), segitiga pasangan belakang lebih kecil daripada yang
depan atau absen. Abdimen dengan penonjolan ekor seperti benang.
Bagian mulut kurang berkembang. Antena tidak lebih panjang daripada
kepala ------ Ephemeroptera
– Kerangka sayap berukurang, kerangka silang sedikit atau tidak ada.
Antena lebih panjang daripada kepala ------- 9
9. – Sayap terang lembut biasanya banyak tertutup oleh rambut halus
panjang; sayap belakang biasanya lebh luas dan pendek daripada sayap
depan; sayap terlipat seperti atap diatas tubuh saat istirahat. Bagian mulut
kurang berkembang; tubuh lunak ------ Trichoptera
– Sayap terang tembus tanpa bulu. Sayap belakang seringkali terikat pada
sayap depan oleh barisan kait; sayap tidak terlipat seperti atap di atas
tubuh saat istirahat. Bagian mulut untuk mengunyah dan menyerap;
tubuh keras; ujung abdomen sering dilengkapi dengan alat penyengat
atau gergaji ---- Hymnoptera
10. – Abdomen dengan maksimum enam ruas, penghisap ventral pada ruas
pertama, pegas cabang pada ruas keempat, dan sepasanga embelan
pertama, pegas cabang pada ruas keempat, dan sepasang embelan
penangkap pada ruas ketiga. Bagian mulut untuk mengunyah. Serangga
kecil, tidak parasitik ------ Collembola
– Abdomen dengan lebih dari enam ruas -------- 11
11. – Tubuh gepeng bilateral. Tungkai untuk meloncat. Bagian mulut untuk
menusuk dan menghisap. Kecil, serangga parasitik ----- Siphonaptera
– Tubuh tidak gepeng bilateral. Tungkai untuk berjalan --- 12
12. – Bagian mulut untuk mengunyah atau mengunyah menyerap ---- 13
– Bagian mulut Tubuh kecil, gepeng dorsoventral ------ 14
13. – Bagian mulut untuk mengunyah. Tubuh kecil, gepeng dorsoventral.
Kepala bulat lebar; tarsi satu atau dua ruas dilengkapi dengan satu atau
dua kuku. Paritik terutama pada unggas ----- Mallophaga
– Bagian mulut untuk mengunyah atau mengunyah dan menyerap, tubuh
tdak gepeng. Abdomen dihubungkan oleh suatu pedial ------
Hymenoptera
14. – Bagian mulut dapat ditarik masuk. Kepala sempit dan runcing. Tarsi
satu ruas dengan kuku tunggal untuk mencengkeram pada rambut.
Parasitiik pada mamalia ------- Anoplura
– Bagian mulut tidak dapat ditarik masuk, paruh beruas tiga diletakkan
dibawah kepala antara tungkai depan saat istirahat. Antena empat ruas.
Tarsi tiga ruas dengan dua kuku tidak untuk mencengkeram. Parasitik
pada manusia dan ayam ---- Hemiptera

Kunci Diptera yang Berperan dalam Bidang Kesehatan


1. – Tubuh pipih dorsoventral, keras seperti kulit, tiga pasang tungkai kokoh
dan realtif pendek, untuk merayap pada tubuh inantg, jarang terbang ------
Hippoboscidae.
– Tubuh tidak seperti di atas ----- 2
2. – Tubuh terdiri atas beberapa ruas yang bentuknya mrip, kecuali dua ruas
pertama kadang-kadang sangat kecil dan sulit dilihat ----- 3
– Antena tidak seperti diatas ------ 6
3. – Antena kompak, kokoh; ukuran kecil sekali; tubuhnya tebak, padat,
punggung bongkok (seperti punuk); kerangka sayap bagian anterioir saja
yang berkembang dengan baik ------- Simuliidae
– Antena tidak seperti di atas ----- 4
4. – Bagian mulut terutama probosis panjang; kerangka sayap luru merentang
dari pangkal sampai ke ujung, sedikit sekali percabangannya ------
Culicidae
– Bagian mulut terutaa probosis tidak seberapa panjang ---- 5
5. – Tubuh dan sayap berbulu agak panjang dan lebat; ukuran sedang; tubuh
lunak ------ Phiebotomidae
– Tubuh dan sayap berbulu tipis dan tidak panjang; ukuran sangat kecil;
sayap sering berwarna botol ----- Ceratopogonidae
6. – Percabangan kerangka sayap rumt, paling sedikit terdapat sembilan
kerangka atau cabang-cabangnya yang mencapai atau mendekati tepi
sayap; arista biasanya tidak berkembang ----- 7
– Percabangan kerangka sayap sederhana, hanya tujuh kerangka yang
mencapai atai mendekati tepi sayap; arista berkembang, terletak pada
permukaan dorsal antena ruas ketiga atau terakhir ------- 8
7. – Skuama besar; Antena tanpa bulu kasar atau stilet pada ujungnya ------
Tabanidae
– Skuama lebih kecil; antena dengan bulu kasar atau stilet pada ujungnya
------ Rhagionidae
8. – Arista bersifat plumose dengan rambut-rambut lateral seperti sayap bulu
ayam; probosis seperti jarum dan tegak kedepan, pada waktu tidak terpakai
diselubungi oleh palpi yang panjang dan ramping ------ Glossinidae
– Rambut-rambut pada arista tidak seperti bulu ayam; probosis bentuknya
panjang dan tegak ke depan; tidak diselubungi oleh palpi ------ Muscidae

Kunci Kutu yang Menyerang Hewan (Roberts, 1952)


1. Pada sapi ------- 2
Pada biri-biri ------ 7
Pada kuda ------- 9
Pada kambing ------- 10
Pada babi ------- Haemotopinus suis
Pada anjing -------- 11
Pada kucing ------- Felicola subrostrata
Pada unggas ------- 13
2. – Bagian-bagian mulut terletak ventral, untuk mengunyah; kepala lebih
lebar daripada toraks ---------- Damalinia bovis
– Bagian-bagian mulut terletak di ujung, untuk menusuk dan menghisap,
kepala lebih sempit daripada toraks ------ 3
3. – Ketiga pasang tungkai sama besarnya ------- 4
– Pasangan kaki pertama lebih kecil daripada pasangan kaki kedua dan
ketiga ----------- 6
4. – Sudut pleura perut mempunyai dua rambut ---------- 5
– Sudut pleura rambut mempunyai lima atau lebih rambut ------
Haematopinus tuberculatus
5. – Juluran lateral keping stema pada kedua jenis sangat jelas, juluran
median pada yang jantan panjang ----- Haematopinus quadripertusus
– Keping stema sering sulit ditemukan, juluran lateral dan mediannya
tidak jelas ------ Haematopinus vituil
6. – Ukuran panjang kepala lebih besar daripada lebarnya, tergit perut
mempunyai dua baris seta ------ Linognathus vituli
– Ukuran panjang dan lebar kepala sama, tergit perut mempunyai sebaris
seta, spirakel perut terletak pada turbekel ------ Soolenopotes capillatus
7. – Kutu pengigit ---------- Damalinia ovis
– Kutu penghisap ---------- 8
8. – Panjang dan lebar kepala sama, abdomen mempunyai rambut-rambut
yang lebat dengan susunan yang jelas dalam jajaran -------- Linognathus
pedalis
– Panjang kepala lebih besar daripada lebarnya, rambut-rambut pada
abdomen tersusun baik dalam dua baris ------ Linognathus ovillus
9. – Kutu pengigi ---------- Damalina equi
– Kutu penghisap --------- Haematopinus asini
10. – Kutu pengigit ----------- Damalinia caprea
– Kutu penghisap ----------- Linognathus stepnopsis
11. – Kutu penghisap ----------- Linognathus setosus
– Kutu pengigit ------------ 12
12. – Kepala berbentuk segitiga dengan sepasang duri besar yang terletak
ventral ------------- Heterodoxus longitarsus
– Kepala hampir berbentuk segiempat, tidak terdapat duri seperti di atas
---------------- Trichodectes canis
13. – Antena menggembung pada ujungnya, dalam keadaan istirahat
sebagian besar tersembunyi dalam lekukan; terdapat palpi maksila
------------ 14
– Antena filform dan selalu bebas; tanpa palpi maksila --------- 16
14. – Toraks sangat besar, mesonotum terpisah dari metanotum oleh lekukan
yang nyata
(a) pada unggas ----------- Trinotum anserinum
(b) pada itik ------------- Trinotum querquedulae
– Toraks normal, mesonotum dan melanotum bersenyawa ------- 15
15. – Dahi memiliki sepasang juluran berbentuk duri yang besar pada bidang
ventral di bawah dasar palpi; abdomen dengan dua baris seta; pada ayam
dan kalkun ----------------- Eumenacanthus stramineus
– Dahi tidak mempunyai duri seperti di atas; abdomen mempunyai
sebaris seta; pada unggas dan kalkun ----------- Menopon gallinae
16. – Dahi mempunyai pita yang sangat sempit, tanpa sutura dan keping pada
klipeus ------------- 17
– Dahi tidak mempunyai pita seperti di atas, terdapat sutura dan keping
pada klipeus ------------- 19
17. – pelipis bulat:
(a) pada ayam ------------ Lipeurus heterographus
(b) pada ayam ------------ Lipeurus caponis
(c) pada kalkun ------------- Lipeurus gallipavonis
– Pelipis membentuk sudut ------------ 18
18. – Ruas keyiga antena yang jantan mempunyai embelan
(a) pada ayam ---------- Goniodes dissimilis
(b) pada burung merpati ------------ Goniodes damicornis
(c) pada kalkun ---------- Goniodes meleagridis
– Ruas ketiga antena yang jantan tidak mempunyai embelan
(a) pada ayam ----------- Goniocotes gallinae

Kunci Pinjal yang Berperan bagi Kesehatan (Taboada, 1966)


1. – Tergit ketiga daerah toraks lebih pendek daripada tergit pertama abdomen
---------- 2
– Tergit ketiga daerah toraks lebih panjang daripada tergit pertama
abdomen ---------- 3
2. – Koksa belakang dengan tambahan sebuah duri kecil (spinula) pada sisi
bagian dalam ------- Echidnophaga
– Koksa belakang tanpa tambahan sebuah duri kecil (spinula) pada sisi
bagian dalam -------- Tunga
3. – Mata berkembang baik ---------- 4
– Mata tidak berkembang atau absen, mempunyai sisir pronotum dan sisir
genal ----------- 10
4. – Tanpa sisir pronotum dan sisir genal --------- 5
– Paling tidak terdapat sisir pronotum ---------- 6
5. – Mesopleuron hanya mempunyai satu penebalan internal seperti kerangka,
yang memanjang dari penembusan koksa ke batas depan -------- Pulex
– Mesopleuron dengan dua penebalan internal seperti kerangka, satu
memanjang ke depan, yang lain ke atas --------- Xenopsylla
6. – Mempunyai sisir pronotum dan sisir genal ----------- 7
– Mempunyai sisir pronotum tetapi tidak mempunyai sisir genal ---------- 8
7. – Sisir genal mengarah horisontal sepanjang batas bawah pipi --------
Ctenocephalides
– Sisir genal mengarah miring menyilang pipi ------- Cediopsylla
8. – Emblem antena ruas ketiga beruas-ruas baik secara anterior maupun
posterior ----------- 9
– Antena ruas ketiga hanya beruas-ruas di sebelah posterior --------
Hoplopsyllus
9. – Palpus labial memanjang jauh sampai ke ujung prokoksa ----- Diamanus
– Palpus labial tidak mencapai ujung prokoksa Nosopsyllus
10. – Tepi porterior tibia mempunyai sekitar delapan rambut pendek dan
beberapa rambut panjang, yang tidak menyerupai sisir --------
Ctenophthalmus
– Tepi porterior tibia mempunyai sekitar dua belas rambut pendek dan tiga
rambut panjang, rambut-rambut pendek membentuk sekelompok sisir
--------- Leptopsylla

Kunci Genera Tungau Ektoparasitik


1. – Bentuknya memanjang seperti wortel --------- Demodex
– Bentuknya bulat atau bulat lonjong --------- 2
2. – Bentuknya bulat, tungkai-tungkainya pendek; pada bagian dorsal terdapat
sisik-sisik atau duri-duri (spina) -------- 3
– Bentuknya oval, tungkai-tungkainya relatif panjang; pada bagian dorsal
tidak terdapat sisik-sisik atau duri-duri (spina) -------- 5
3. – Garis-garis (striae) pada bagian dorsal tubuh terputus oleh spina; tarsi I
dan II pada yang betina diperlengkapi dengan penghisap bertangkai
(abulakra, karunkel, pedikel) panjang ----- Sarcpotes
– Garis-garis dorsal tidak terputus oleh spina ---------- 4
4. – Anus terletak dorsal; tarsi I dan II pada yang betina dengan penghisap
bertangkai panjang --------- Notoedres
– Anus terletak terminal, karunkel pada tarsi yang betina tidak bertangkai
panjang ---------- Notoedres
5. – Pedikel panjang, beruas ----------- Psoroptes
– Pedikel pendek, tidak beruas ----------- 6
6. – Tarsi I, II, IV pada betina mempunyai karunkel bertangkai pendek, tarsus
III mempunyai sepasang seta terminal yang panajng; tungkai IV pada
betina tidak lebih kecil dari pada tangkai III --------- Chorioptes
– Tarsi I, dan II pada betina mempunyai karukel bertangkai pendek, tarsus
III dan IV masing-masing mempunyai sepasang serta terminal yang
panjang; tungkai IV pada yang jantan maupun betina paling kecil ----------
Otodectes
BAB 4
PEMBUATAN LARUTAN UNTUK PENGUJIAN
Minggu :5
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
pembuatan larutan untuk pengujian
dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Pembuatan larutan untuk pengujian
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan pembuatan
larutan dengan pengujian dengan benar.
3) Teori
Dalam berbagai pengujian endoparasit digunakan berbagai larutan
yang berfungsi mengapungkan oosit protozoa dan telur nematoda
maupun cestoda. Beberapa bahan yang bisa digunakan sebagai larutan
pengapung adalah sebagai verikut :
Gula: Gula pasir (sukrosa 454 g atau 10 pon
Air keran 355 ml 3550 ml
(berat jenis = 1,27)
Larutkan gula dalam air keran panas secara langsung, atau tambahkan gula ke air panas
dengan api kecil dan aduk.
Sekitar 2 ml formaldehida 37% atau kristal fenol dapat ditambahkan untuk mencegah
tumbuhnya jamur.
Natrium klorida: NaCl Jenuh atau NaCl 400 g
air keran 1.000 ml
(berat jenis = 1,18 - 1,2)
Magnesium MgSO4 400 g
sulfat:
Air keran 1.000 ml
(berat jenis = 1.2)
Seng sulfat: Seng sulfat 371 g
air keran 1.000 ml
(berat jenis = 1,18)
Natrium nitrat: Natrium nitrat 400 g
Air keran 1.000 ml
(berat jenis = 1,18)
BAB 5
PEMERIKSAAN PROTOZOA BAHAN DARAH
Minggu :6
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
pemeriksaan protozoa bahan darah
dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Pemeriksaan protozoa bahan darah
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan protozoa
bahan darah dengan benar.
3) Teori
Pemeriksaan bahan darah terhadap protozoa ada dua macam:
1. Pemeriksaan langsung
Satu atau dua tetes darah yang masih segar diletakkan di atas gelas objek,
kemudian ditutup dengan jelas penutup, lalu di periksa dengan mikroskop
dengan menggunakan objektif 10x atau 45x jika darah itu terlalu kental dapat
diencerkan dengan air suling dengan cara ini protozoa yang hidup dapat
diamati.

2. Pemeriksaan dengan pewarnaan


Beberapa cara pewarnaan diutamakan disini, yang sering digunakan di
laboratorium, dan di lapangan.
 Sediaan apus darah tipis
a. Membersihkan gelas objek
Gelas objek harus bersih dengan membilasnya pakai air suling, lalu di
rendam di dalam air bersih, segera sebelum pemakaian dibersihkan
dengan kain yang lunak. Sesekali jari-jari tidak boleh menyentuh
permukaan gelas objek dan hindari debu hatuh di atasnya.
b. Pengambilan contoh darah
darah perifer diambil dari telinga atau ekor. Sebelum itu dibersihkan
kotoran atau kerak-kerak di bagian kuping atau ekor yang akan di
ambil dengan alkohol, kemudian buatlah tusukan atau keratan pada
buluh darah dengan jarum, pisau silet atau gunting.
c. Pembuatan sediaan apus darah (ulas darah)
Dengan gelas objek ambil ambil sebagian dari tetesan darah yang
telah ditampung. Sentuhkan gelas objek di atas gelas objek yang lain,
buat sediaan apus (ulas darah) dengan membiarkan darah mengalir
lewat ruangan kapiler dan ujung gelas objek pemalit.
Pegang kedua kaca atas dengan sudut 45˚. Geser cepat-cepat gelas
objek pemalit dengan gerakan langsung hindari tekanan yang
berlebihan.
d. Pengeringan sediaan apus darah
untuk mempercepat pengeringan sediaan apus darah dapat menjadi
kering dalam waktu 2 menit. Sedangkan sediaan apus jangan sekali-
kali di panaskan atau dio jemur langsung di bawah sinar matahari.
Dalam cuaca lembab sediaan apus dapat dikeringkan di atas sumber
panas tak langsung (umpama dengan bola lampu pijar), tidak boleh di
atas nyala api.
e. Penyimpanan sediaan apus darah
hindari datangnya lalat atau debu. Setelah kering sediaan dibungkus
dengan kertas halus dan lunak.

 Sediaan Apus darah tebal


a. Pengambilan contoh darah dan persiapan sediaan apus darah tebal
seperti dikerjakan pada pembuatan sediaan apus darah tipis
b. Pembuatan sediaan apus darah tebal
Ambil darah satu tetes penuh. Oleskan menjadi 2 buah lingkaran
dengan diameter 6 mm pada permukaan gelas objek.
c. Pengeringan sediaan apus darah tebal
Dibiarkan mengering dalam posisi mendatar, tidak boleh dikibas-
kibaskan. Dalam cuaca lembab sediaan darah di keringkan di atas
sumber panas tak langsung, hindarai sinar matahari langsung.

Sediaan apus berasal dari hewan mati. Darah diambil dari pembuluh darah kaki.
Tidak boleh lewat 9,25 jam setelah hewan mati (bahan paling baik untuk
keperluan)
Sediaan apus jantung, limpa, dan lainnya : sediaan permukaan organ digeserkan di
atas gelas objek. Sediaan dibuat tipis-tipis dan dibiarkan menjadi kering.

Prosedur pewarnaan
Sediaan masing-masing sebaiknya diberi ciri/nomor pakai pensil intan. Rak
pewarnaan yang sedehana di atas bak air leding sudah cukup untuk pekerjaan ini.
(a) Buatlah 10% larutan giemsa : 0,5 cc larutan pekat/pokok 4,5 cc buffer pH 7,4
(b) Fiksasi sediaan apus di dalam methanol selama 3 menit (tuangkan methanol
di atas gelas objek sediaan).
(c) Warnai dengan 10% giemsa selama 15 menit (melihat dibuang dari gelas
objek sediaan, lalu tuangkan larutan giemsa di atasnya).
(d) Cuci dengan aliran leding yang kecil (pencucian yang berlebihan akan
menghanyutkan zat warna).
(e) Keringkan di udara atau di dalam inkubator. Periksa di bawah mikroskop
dengan cairan imersi.
BAB 6
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL FESES
Minggu :7
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
pengambilan sampel feses dengan
benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Teknik Pengambilan sampel feses
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan pengambilan
sampel feses dengan benar.
3) Teori
Sebagian besar parasit hidup di dalam saluran pencernaan atau alat tubuh yang
berhubungan dengan saluran pencernaan. Untuk dapat meneruskan kelangsungan
hidup jenisnya., parasite yang hidup di dalam tubuh inang definitive harus
mengeluarkan telur/ookista melalui tinja agar dapat menyebar di alam. Metoda
yang paling mudah dan murah untuk mendiagnosa infeksi tersebut adalah dengan
melakukan pemeriksaan tinja untuk melihat adanya telur atau larva cacing,
maupun ookista dari protozoa di dalam sampel tinja. Selain dapat memberikan
gambaran tentang spektrum parasit yang menginfeksi hewan, pemeriksaan tinja
dapat pula digunakan untuk memperikrakan derajat infeksi parasite apabila
dilakukan dengan pendekatan kuantitatif.

KOLEKSI SAMPEL TINJA


Agar dapat memberikan hasil pemeriksaan yang optimal maka sampel tinja yang
diperiksa harus dalam keadaan segar, jumlah tinja yang harus diambil tergantung
dari jenis pemeriksaan yang akan silakukan. Sebagian besar produser perhitungan
telur cacing meriksaan membutuhkan sekurang-kurangnya 4 gram tinja. Apabila
akan dilakukan pemeriksaan tinja lengkap sampel tinja yan di ambil sebaiknya
tidak kurang dari 20gram. Terdapat beberapa cara pengumpulan sampel tinja
sesuai dengan jenis hewannya.
Ruminansia dan babi
Sampel tunja ruminasia dan babi diambil secara langsung dari rectum dengan
menggunakan sarung tangan plastic. Apabila pengambilan langsung dari rectum
tidak memungkinkan, sampek tinja dapat diambil dari tinja segar yang baru jatuh
dari atas permukaan tanah. Namun harus dijaga agar tinja yang diambil tidak
terkontaminasi dengan kotoran.

Unggas
Tinja sebaiknya dikumpulkan dari ayam yang dapat dikenali, mengingat sampel
tinja tidak dapat di ambil langsung dari kloaka, maka untuk mengambil sampel
tinja ayam dimasukkan dalam kendang baterai/kurungan yang diberi alas kertas
koran untuk menampung tinja yang keluar. Pada ayam yang dipelihara dalam flok
sampel tinja diambil dengan pendekatan kelompok/kandang. Dampel tinja diambil
dengan cara meletakkan secara acak kertas (ukuran 0,5 x 1 m sebanyak 8 lembar
per 1000 ekor ungags ) di dalam kandang. Tinja yang keluar selanjutnya di ambil
dan disimpan dalam sarung tangan plastic/katung plastic atau botol plastic tetutup
(dapat pula digunakan tabung bekas film).

Anjing/Kucing
Anjing dan kucing yang dipelihara dengan baik biasanya memiliki waktu-waktu
tertentu untuk defikasi. Untuk mendapatkan sampel tinja dalam jumlah yang
cukup banyak sebaiknya sampel diambil pada waktu tersebut dengan menampung
tinja yang baru keluar kedalam kantung plastik. Dalam jumlah yang terbatas
sampel tinja juga dapat dengan megorek rectum anjing/kucing menggunakan
spatula kaca/cotton but.

Hewan laboratorium
Untuk mengumpulkan sampel tinja hewan laboratorium (mencit/tikus). Hewan
harus dipindahkan ke kandang pengumpul. Kandang pengumpul ini sebenarnya
adalah kandang mencit/tikus biasa yang tidak diberi litter. Lantai kandang
dibasahi dengan air untuk merangsang hewan defikasi serta menjaga agar tinja
yang jatuh tidak segera menjadi kering. Hewan dibiarkan di kandang selama 15-
30 menit atau sampai tinja yang dibutuhkan terkumpul. Selama hewan berada
dalam kandang pengumpul jangan diberipakan kecuali air minum. Tinja yang
jatuh dikumpulkan dalam plastik.

Penyimpanan dan pengawetan tinja


Tinja yang terkumpul disimpan dalam kantung plastik yang besar. Apabila di
perikrakan perjalanan yang harus ditempuh dari lokasi pengambilan sampel ke
laboratorium terdekat melebihi 2 jam (tergantung suhu udara), tinja harus
disimpan dalam termos yang berisi es atau es kering untuk menghindari telur
cacing berkembang dan menetas menjadi larva. Suhu yang terbaik untuk
menyimpan sampel tinja selam ttansportasi adalah 0-8℃.
Apabila kondisi lapangan tidak memungkinkan adanya fasilitas untuk transportasi
dalam suhu dingin maka tinja harus di awetkan. Pengawetan tinja dilakukan
dengan penambahan larutan formalin 3% ke dalam tinja (1ml formalin untuk 4 gr
tinja ). Untuk menghindarkan kebocoran sebaiknya tinja disimpan dalam botol
plastic tertutup. Penambahan formalin akan dapat mematikan dan mengawetkan
telur cacing sehingga sampel tinja dapat mematikan dan mengawetkan telur- telur
cacing sehingga sampel tinja dapat disimpan pada suhu ruang sampi beberapa
bulan tanpa adanya perubahan.
Dilaboratorium sebaiknya tinja memungkinkan adanya fasilitas untuk trasportasi
dalah suhu dingin maka tinja dapat disimpan selama 14 hari tanpa ada perubahan
dalam jumlah telur. Jangan sekali-kali menyimpan sampel tinja di dalam freezer
karena proses pembekuan tinja merusak stuktur telur.
BAB 7
PEMERIKSAAN PROTOZOA BAHAN FESES
Minggu :9
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
pemeriksaan protozoa bahan feses
dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Pemeriksaan protozoa bahan feses
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan protozoa
bahan feses dengan benar.
3) Teori
Pemeriksaan langsung yaitu bahan tinja yang masih segar langsung
diperiksa di bawah mikroskop dengan cara:
1. Menambahkan air/aquades untuk melihat preparat natif:
a. Tetesakan satu hingga tiga tetes air diatas gelas objek
b. Dengan lidi yang bersih sedikit tinja yang segar di ambil kemudian
di suspensikan dengan air tersebut.
c. Tutup dengan gelas penutup
d. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x atau 400x
2. Menambahkan larutan eosin 2% untuk mengetahui apakah protozoa
yang diperiksa masih hidup apakah sudah mati, jika masih hidup, maka
protoplasma protozoa itu tidak mengambil warna merah dari eosin
sehingga berwarna merah.
Protozoa yang hidup seringkali bergerak sangat cepat, sehingga sukar
diamati untuk memperlambat gerakkan itu dapat dibubuhkan pada
sediaan itu:
a. Cairan yang terviskositasnya tinggi yaitu metil selulose, larutan
gelatin, larutan kanji/tapioka dan lain-lain.
b. Larutan strikhnin yang encer untuk melumpuhkan protozoa itu.
c. Larutan novocain untuk membius protozoa.
3. Menambahkan larutan lugol
Dengan cara ini protozoa akan mati dengan segera sehingga dapat
diamati organel-organel protozoa, misalnya vakuola makanan, inti,
nukleolus.
Cara pemeriksaan :
a. Tetesan larutan lugol diatas gelas objek
b. Dengan lidi/batang gelas yang bersih, ambil sedikit tinja segar dan
disuspensikan dengan larutan lugol sehingga homogen.
c. Periksa dengan mikroskop menggunakan pembesaran 100x atau
400x
Pemeriksaan dengan metode konsentrasi.
Jika dengan cara pemeriksaan langsung belum menemukan parasit, maka harus
melakukan metode konsentrasi.
Metode konsentrasi ada 2 yaitu:
a. Metode pengapungan : metode ini memakai cairan yang berat jenis-nya lebih
besar dari pada berat jenis protozoanya, sehingga protozoa tersebut
mengapung.
b. Metode pengendapan : metode ini memakai cairan yang berat jenisnya lebih
kecil dari pada berat jenis protozoanya, sehingga protozoa tersebut
mengendap.pemakaian sentrifuse dalam kedua metode tersebut mempercepat
pemisahan antara bagian yang mengendap dan mengapung.

A. Metode apung gula (*Sugar Flotation*)


1. Buatlah suspensi tinja dalam gelas piala
2. Saring dengan kain kasa dan tampung hasil saringan itu ke dalam gelas piala
yang lain.
3. Sentrifuse kira-kira 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm (putaran permenit)
atau biarkan saja tanpa disentrifuse selama 45 menit – 1 jam .
4. Angkat gelas penutup itu dan letakkan di atas gelas obyek periksa di bawah
mikroskop dengan memperhatikan pelajaran pemakaian mikroskop tersebut
diatas
B. Metode apung NaCl jenuh
Biasanya digunakan untuk kista-kista protozoa yang tahan terhadap NaCl, jika
bentuk vegetatif tidak cepat rusak oleh proses osmose.
1. Buatlah suspensi tinja dalam gelas piala
2. Saring dengan kain kasa dan tampung hasil saringan itu ke dalam gelas
piala yang lain
3. Biarkan selama beberapa jam atau lebih baik selama satu malam
4. Supernatan dari endapan diambil hati-hati dengan pipet hingga kira- kira
tinggal ½ hingga 1cm di atas endapan.
5. Endapan dan sisa supernatan itu diaduk hingga homogen, kemudian
dituangkan kedalam beberapa gelas sentifuse.
6. Bahan itu kemudian disentrifuse selama 2-3 menit dengan kecepatan
1500rpm.
7. Supernatan kemudian dibuang.
8. Tuangkan larutan Nacl jenuh ke dalam masing-masing tabung sentrifuse
dan aduklah hingga homogen.
9. Kemudian sentrifuse selama 2-3 menit dengan kecepatan 1500rpm.
10. Ambilah supernatan paling atas itu dengan pipet dan masukkan ke dalam
gelas piala.
11. Supernatan tersebut ditambah air sebanyak 2/3 bagian dari supernatan
tersebut.
12. Sentrifuse 1500 rpm selama 10 menit.
13. Endapan yang terjadi mengandung kista protozoa yang berkumpulkan dan
dapat diperiksa lebih lanjut.

C. Metode pengendapan dengan sentrifuse


1. Campur bahan tersangka dengan air kira-kira 10% volume bahan
tersangka
2. Saring melalui 2 lapis kain kasa.
3. Biarkan hasil penyaringan (cairannya kira-kira 10-15 menit, buang cairan
supernatannya.
4. Sisa cairan dengan endapan diaduk dengan jalan mengocok.
5. Isi tabung sentrifuse dengan cairan dan sentrifuse selama kira-kira 1 menit.
6. Buang cairan supernatan
7. Ambil sedikit dari endapan dan campurkan dengan larutan lugol/eosin 2%
di atas gelas objek.
8. Tutup dengan gelas penutup
9. Periksa di bawah mikroskop.
BAB 8
PEMERIKSAAN PROTOZOA SECARA KUANTITATIF
Minggu : 10
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
pemeriksaan protozoa secara
kuantitatif dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Pemeriksaan protozoa secara kuantitatif
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan
protozoa secara kuantitatif dengan benar.
3) Teori
A. Menghitung Protozoa per Satuan Berat
Biasanya digunakan untuk menghitung jumlah kista protozoa per gram tinja.
 Tanpa disentrifuse (Modifikasi teknik McMaster)
Alat yang diperlukan yaitu Gelas Erlenmeyer 50ml, Kain kasa dan spatula
kecil, Timbangan yang dapat menimbang tinja 3 gram.
Cara kerja:
(1) Isilah gelas erlenmeyer dengan air sebanyak 42 cc
(2) Timbanglah 3 gram tinja dan masukkan ke dalam gelas erlenmeyer
(3) Tutuplah gelas erlenmeyer itu dengan tutup gabus dan homogenkan
dengan dikocok.
(4) Setelah homogen, saringlah melalui kain kasa ke dalam gelas piala
(5) Tambahkan 45 ml larutan NaCl jenuh dan campur hingga homogen
(6) Segera ambil campuran tersebut dengan menggunakan pipet dan
isikan ke dalam alat hitung McMaster
(7) Hitunglah semua protozoa yang terdapat dalam dua kotak yang
masing-masing luasnya satu sentimeter persegi tersebut.
(8) Untuk mendapatkan jumlah protozoa per gram tinja, protozoa yang
didapatkan dikalikan dengan 100
 Dengan Sentrifuse (Modifikasi yang kedua dari teknik McMaster)
Alat yang digunakan sama dengan modifikasi pertama
Cara kerja:
Urutan ke (1) hingga ke (4) sama dengan modifikasi yang pertama.
1. Tuangkan hasil (4) ke dalam tabung-tabung sentrifuse dan putarlah
sentrifuse itu selama dua menit dengan kecepatan 1500 rpm.
2. Ambillah tabung sentrifuse itu dan buanglah cairan supernatan.
3. Goyangkan endapan itu sehingga endapannya homogen, kemudian
isikan ke dalam tabung tersebut larutan NaCl jenuh sebanyak
supernatan yang dibuang sebelumnya.
4. Campurlah isi tabung sentrifuse itu dengan mebolak-balik tabung
sebanyak lima atau enam kali setelah menutup mulut tabung dengan
ibu jari.
5. Deengan menggunakan pipet, ambillah campuran no 8 dan isikan ke
dalam kedua kamar hitung McMaster
6. Hitung semua protozoa dalam kedua kamar itu
7. Untuk mendapatkan jumlah protozoa per gram tinja, maka jumlah
protozoa kedua itu dibagi dua dan dikalikan 100.

B. Menghitung Protozoa per Satuan Isi


Biasanya perhitungan ini untuk keperluan infeksi kepada hewan percobaan.
Alat yang digunakan untuk keperluan ini ialah Kamar Hitung hemositometer.
 Letakkan tinja yang akan diperiksa ke dalam cawan porselin.
 Tuangkan air seperlunya
 Aduklah hingga homogen.
 Saring dengan kain kasa ke dalam gelas piala
 Tuangkan ke dalam tabung sentrifuse dan putarlah selama 10 menit
dengan kecapatan 1500 rpm
 Buanglah supernatannya dan tambahkan air hingga 15 ml
 Aduklah isi tabung sentrifuse hingga homogen
 Ambillah sedikit dengan pipet danletakkan di atas kamar hitung
hemositometer
 Tutuplah dengan gelas penutup
 Hitunglah jumlah protozoa dalam kamar itu
 Untuk menghitung jumlah protozoa per ml, kalikan dengan 1000.

C. Cara Menghitung Protozoa per Satuan Waktu


Cara ini digunakan untuk menghitung produksi ookista coccidia dari induk
semang selama 24 jam
Cara kerja:
(1) Tinja dari induk semang dikumpulkan selama 24 jam. Biasanya telah
disediakan tempat penampungan itu dengan seksama.
(2) Letakkan dalam cawan porselin besar dan tambah dengan air bersih
hingga volume seluruhnya 1 liter.
(3) Tambahkan larutan NaCl jenuh sebanyak 500 ml, kemudian aduk dengan
blender hingga homogen. Campuran itu biasanya telah merata (homogen)
setelah 5-10 menit.
(4) Ambillah dari campuran itu 5 kali pengambilan dengan pipet, masing-
masing sebanyak 1 ml.
(5) Tambahkan kepada (4) sebanyak 45 ml larutan NaCl jenuh, sehingga
pengencerannya menjadi 1 : 10. Pengenceran ini dapat juga 1 : 100 atau
1 : 1.000 bahkan 1 : 10.000 bergantung kepada padatnya ookista.
(6) Campuran yang telah merata tersebut diambil dengan pipet dan
dipindahkan sedikit ke dalam dua kamar hitung McMaster, kemudian
hitunglah jumlah ookista yang terdapat dalam kamar hitung tersebut.
(7) Sebaiknya dilakukan 3x pengambilan sampel, dihitung dan dirata-ratakan.

Perhitungan:
Rata-rata perhitungan ookista dari ketiga sampel = X ookista
Volume dari campuran yang diamati dari kedua kamar hitung = 0,3 ml
10 x
Jadi ookista per ml :
3
Faktor pengenceran = 10 (100, 1000, dsb)
Jumlah isi seluruh campuran = 1500 ml
Jadi jumlah ookista yang diproduksi induk semang selama 24 jam adalah:

10 x
¿ x 10 x 1500=50.000 x
3
Jika dengan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut di atas setelah dilengkapi dengan
keterangan-keterangan tentang keadaan Patologi Anatomi belum diperoleh
kepastian tentang protozoa penyebabnya, maka hendaknya dilanjutkan dengan
usaha-usaha sebagai berikut:
1. Penumpukan bahan yang diduga mengandung protozoa itu.
2. Menunggu perkembangan / stadia yang akan dialami protozoa itu.
Misalnya dengan mengerjakan sporulasi coccidia, pembentukan kista
amoeba dsb.
3. Menginfeksi hewan-hewan percobaan yang peka terhadap protozoa
4. Melakukan konsentrasi lainnya seperti pembuatan usapan darah tebal,
metode pengendapan dsb.
5. Mengirimkan bahan tersangka tersebut kepada laboratorium dengan
keterangan jenis bahan, habitat, indk semang, pemberian imunitasnya
untuk dapat memperkuat diagnosa.
BAB 9
PEMERIKSAAN HELMINTH SECARA KUALITATIF
Minggu : 11
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
pemeriksaan helminth secara kualitatif
dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Pemeriksaan helminth secara kualitatif
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan
helminth secara kualitatif dengan benar.
3) Teori
Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk memeriksa helminth
secara kualitatif. Di bawah ini akan dipelajari 3 metode pemeriksaan paling
sederhana yang memungkinkan dilaksanakannya pemeriksaan telur dalam
berbagai kondisi lapangan/laboratorium.
a. Metode natif
Metode ini merupakan metode pemeriksaan telur cacing dan ookista yang
paling sederhana/ dalam metode ini sediaan ulas tipis dari sampel tinja di
periksa langsung di bawah mikroskop.
Bahan dan alat
- Gelas obyektif
- Gelas penutup
- Mikroskop dengan pembesaran 40-100x
- Lidi

Cara kerja
- Ambil beberapa milligram sampel tinja dengan menggunakan lidi dan
letakan di atas permukaan gelas onyektif yang sudah disiapkan.
- Ketas sampel tersebut diteteskan air lalu diaduk dengan lidi agar
tercampur merata dengan tinja.
- Tutuplah dengan gelas penutup sambil digesekkan agar ulasan tinja
tersebar merata.
- Periksa sediaan gelas penutup di bawah mikroskop untuk melihat
kemungkinan adanya telur cacing atau ookista Protozoa.

b. Metode pengapungan sederhana


Metode ini adalah metode sederhana untuk mendeteksi adanya telur nematoda
metode dan cestoda serta ookista. Prinsip dasar dari metode ini adalah
memisahkan antara telur/ookista dengan partikel tinja lainnya dengan
memanfaatkan perbedaan besar jenis(BJ) Antara keduanya dengan bantuan
larutan pengapung (flotation solutin).
Larutan pengapung adalah larutan yang memiliki BJ lebih besar dari BJ telur
namun lebih rendah dari BJ partikel tinja. terdapat beberapa jenis larutan
pengapung yang biasa digunakan diantaranya adalah larutan garam jenuh larutan
gula jenuh atau kombinasi antara garam jenuh dan gula. 
Langkah kerja :
1. Campurkan 1 g feses dalam 10-12 ml air dalam gelas kimia dan aduk untel
feses yang tersuspensi.
2. Tuang campuran melalui wadah teh ke dalam gelas kimia lain. Tekan
bahan di stainer dengan spatula dan buang bahan di dalam stainer.
3. Tuang isinya ke dalam tabung sentrifus 15 ml dan isi sampai atasnya
dengan air.
4. Sentrifugasi tabung pada 1.500 rpm selama 5-10 menit.
5. Tuang tabung dan kemudian isi setengah penuh dengan larutan flotasi.
Aduk sedimen dengan tongkat aplikator kayu dan kemudian isi tabung
hampir ke atas dengan larutan flotasi.
6. Tempatkan tabung di dalam centrifuge dan dengan pipet tambahkan
larutan flotasi ke tabung sehingga larutan sejajar dengan bagian atas
tabung. Letakkan kaca penutup berukuran 22 mm2 di atas tabung dan
kontak dengan larutan gula.
7. Centrifuge pada 1.500 rpm selama 5-10 menit. Kaca penutup tidak akan
jatuh jika centrifuge memiliki trunion berayun bebas yang berayun keluar
ke posisi horizontal.
8. Lepas penutup kaca dengan mengangkat lurus ke atas, dan letakkan di
kaca objek. Semua tahapan parasit yang mengapung harus di drop di
bawah penutup penutup.
9. Periksa slide di bawah X100 (x10 okuler dan x 10 obyektif) atau
perbesaran yang lebih tinggi dan amati semua tahapan parasit yang ada.

c. Metode sedimentasi telur trematoda


Telur trematoda umumnya memiliki berat jenis(BJ) Yang lebih tinggi
dibandingkan dengan telur nematoda, cestoda, dan Terlebih lagi Ookista. Oleh
karena itu telur trematoda umumnya tidak dapat diapungkan dengan larutan
pengapung biasa.
Teknik sedimentasi memadukan antara pencucian dan penyaringan tinja untuk
menghilangkan partikel-partikel tinja yang terbesar dan terkecil. Disamping itu
Teknik ini juga memanfaatkan gaya gravitasi telur yang memudahkan terjadinya
sedimentasi dalam gelas dengan dasar yang mengerucut ( gelas Baermann).
Langkah kerja :
- Campurkan 5 g feses dalam 200 ml air dalam gelas kimia.
- Tuang campuran melalui wadah teh dan buang bahan tersebut ke dalam
wadah.
- Setelah 10 menit, tuangkan sekitar 70% supernatan dan isi ulang gelas
kimia dengan air bersih.
- Ulangi langkah 3 selama tiga sampai lima kali sampai supernatan bersih.
- Tuang 90% supernatan dan tuangkan endapan ke dalam cawan petri.
- Periksa sedimen di bawah mikroskop pembedahan (x20-x30) atau tujuan
pemindaian (x4) dari mikroskop (perbesaran total = x40) untuk mencari
telur fasciola hepatica yang besar dan berwarna kuning
- Tambahkan 1- 2 tetes Methylene blue atau hijau malakit 3%. penambahan
pewarnaan ini untuk memberikan kontras pada saat pengamatan telur
trematoda yang biasanya berwarna kuning.
- Disamping itu pada pemeriksaan tinja ruminansia terdapat fasciola
pewarnaan ini berguna untuk membedakan antara telur fasciola dan
paramphistomum yang morfologinya mirip. telur fasciola tidak berubah
warna bila ditambahkan metilen blue sedangkan telur paramphistomum
warnanya akan berubah menjadi hijau muda.
BAB 10
PEMERIKSAAN HELMINTH SECARA KUANTITATIF
Minggu : 12
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
pemeriksaan helminth secara
kuantitatif dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Pemeriksaan helminth secara kuantitatif
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan
helminth secara kuantitatif dengan benar.
3) Teori
Pemeriksaan tinja secara kuantitatif dimaksud kan untuk memberikan gambaran
Derajat infeksi dari seekor atau sekelompok hewan dengan menghitung jumlah
telur/ookista dalam tiap gram sampel tinja (ttgt/otgt). Dalam bidang veteriner
metode pemeriksaan secara kuantitatif yang paling banyak digunakan untuk
metode Mcmaster/metode with lock.
A. Modifikasi teknik McMaster
Ini adalah metode pengenceran untuk memperkirakan telur yang ada dalam
sampel tinja.
1. Campurkan 3 g feses dalam 15 ml air dan empat g feses melalui wadah
teh.
2. Tuang bahan yang sudah disaring ke dalam tabung sentrifus 15 ml dan
sentrifugasi dengan kecepatan 1.500 rpm selama 2 menit.
3. Campur sedimen dalam 10 ml larutan flotasi dan tuangkan ke dalam gelas
kimia; tambahkan tambahan 32 ml larutan flotasi.
4. Dengan pipet, pindahkan suspensi ke ruang hitung McMaster dan isi
kedua ruang.
5. Pindahkan kaca objek ke mikroskop dan hitung semua telur di dalam
kotak yang telah ditentukan.
6. Kalikan jumlah telur di kedua ruang dengan 50 untuk jumlah telur per
gram tinja.
B. Metode withlock universal
1. timbang 3 gram feses dan haluskan dengan 17 ml aquadest
2. setelah halus tambahkan 40 ml larutan pengapung, aduk dan biarkan
mengendap
3. ambil larutan paling atas dan masukkan ke dalam kamar hitung withlock
universal
4. lihat dibawah mikroskop menggunakan pembesaran 10 X
5. hasil penghitungan dikalikan 40
BAB 11
PEMUPUKAN LARVA
Minggu : 13
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
pemupukan larva dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Pemupukan larva
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan pemupukan
larva dengan benar.
3) Teori
Pupukan tinja dimaksud untuk mendapatkan larva cacing nematoda strongyloid
untuk keperluan identifikasi larva mengingat berbagai genus cacing strongyloid
memiliki bentuk telur yang serupa sehingga susah membedakan hanya dengan
melihat bentuk telurnya. Pembuatan pupukan tidak perlu dari semua individu
hewan melaikan kumpulan (pooled)

A. Bahan dan Peralatan yang diperlukan : botol selai, cawan petri, semprotan air,
vermiculite, feses, aquadest.
B. Cara Kerja :
a. Pemupukan larva
Alat dan bahan : feses dari ternak yang memiliki EPG >100,
vermiculite, aquadest, botol selai, semprotan air.
Langkah kerja :
- Feses diambil dari ternak yang sudah positif terinvestasi cacingan.
- Kemudian dilakukan penghitungan banyaknya telur menggunakan
metode Whitlock. Feses yang digunakan setidaknya mengandung
telur cacing yang banyak (telur tiap gram >100).
- Feses yang telah dihomogenkan dicampurkan dengan
vermikulit dengan perbandingan 1:1 dan diberi air secukupnya
sehingga media menjadi lembab tetapi tidak tergenang air.
- Selanjutnya campuran tersebut dimasukkan ke dalam botol kaca
dan ditutup longgar agar tetap ada udara kemudian diberi label.
- Pupukan larva disimpan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar
matahari langsung.
- Penyimpanan dilakukan selama 7-9 hari dan setiap 2 hari sekali
pupukan tersebut diperiksa untuk melihat kelembaban, jika
pupukan terlihat kering maka lakukan penyemprotan agar pupukan
tetap lembab (Ekaswati dkk, 2017).
BAB 12
IDENTIFIKASI LARVA NEMATODA
Minggu : 14
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
identifikasi larva nematoda dengan
benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Identifikasi larva nematoda
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan identifikasi
larva nematoda dengan benar.
3) Teori
b. Pemanenan larva menggunakan teknik Baerman
Alat dan bahan : kasa, corong baerman, air hangat, sentrifuge, pipet
Pasteur, objek glass dan yodium.
Cara kerja :
- Letakkan feses dalam kain kasa sebanyak 5-10 gram dan ikat
ujungnya
- Letakkan diatas corong, kemudian isi corong dengan air hangat dan
pastikan feses terendam
- Diamkan selama 24 jam
- Ambil cairan kemudian disentrifuge menggunakan kecepatan 100 rpm
selama 2 menit
- Ambil endapan menggunakan pipet pasteur dan letakkan pada objek
glass setelah itu tetesi dengan yodium untuk mengidentifikasi jenis
parasit.
BAB 13
ANTHELMINTIKA
Minggu : 15
Capaian Pembelajaran Khusus : Mahasiswa mampu melakukan
pengobatan dengan benar
Waktu : 2 X 170 menit
Tempat : Laboratorium Kesehatan Hewan
Polbangtan Bogor
1) Pokok Bahasan : Anthelmintika
2) Indikator Pencapaian : mahasiswa mampu melakukan pengobatan
dengan benar.
3) Teori
Anthelmintika disebut juga obat cacing, yaitu obat untuk
memberantas penyakit parasit yang disebabkan obat cacing baik pada fase
telur, larva dan dewasa. Obat cacing mencakup semua zat yang bekerja
menghalau cacing dari saluran cerna hingga obat sistemik yang membasmi
cacing dan larvanya yang berada dalam organ tubuh hewan dan manusia.

Parasit cacing biasanya tidak menimbulkan penyakit serius jika


dilakukan pencegahan setiap 2-3 bulan sekali, akan tetapi pada kasus-
kasus tertentu cacing bisa menyebabkab penyakit kronis yang merusak
organ hingga 80 %nya (cacing hati). Diagnosis cacing dilakukan dengan
pemeriksaan faeces baik uji sedimen-apung atau secara natif.

Jenis Obat Cacing.

1. Mebendazol (Vermox) dan dirivatnya, merupakan obat cacing


berspektrum luas (cacing kremi, pita, gelang, tambang dan cambuk),
obat ini banyak digunakan untuk memberantas infeksi cacing.
Mekanisme kerja obat ini menghalangi masuknya glukosa ke tubuh
cacing dan mempercepat penggunaan glikogen dalam tubuh cacing
dan obat ini sukar diserap oleh usus (hanya 10%). Bagi ternak laktasi
dan bunting sebaiknya tidak diberikan obat ini. Dosis: 2 Mg/Kg bb dan
diulangi 14 kemudian melalui mulut. Dirivat obat cacing ini, antara
lain:
a. Thiabendazol, merupakan obat cacing yang efektif untuk golongan
Nemathoda sp pada fase larva maupun dewasa. Mekanisme
kerjanya diperkirakan akan mengganggu metabolisme tubuh
cacing. Efek samping adalah mual, muntah, anoreksia dan pusing.
Dosis obat: 25 Mg/Kg berat badan maksimal 1,5 gram/ekor/hari.
b. Albendazol, merupakan obat cacing yang efektif untuk cacing
Nematoda dan Cestoda. Efek samping biasanya hewan mengalami
anoreksi, rontok bulu, demam, exanthema. Dosis pemakaian: 2
Mg/Kg bb dan diulangi 14 hari kemudian.
2. Piperazin, Obat ini efektif terhadap nemathoda (ascaris, oxyuris).
Obat ini berkerja dengan menghalangi penyaluran impuls syaraf
hingga ke otot, sehingga cacing akan lumpuh dan kemudian
dikeluarkan melalui anus dengan gerakan prestaltik usus, karena obat
ini juga bersifat laxantia yang lemah. Dosis pemakian: 60-75 Mg/Kg
berat badan atau maksimal 3 gram/ekor selama 2-3 hari. Diribvat
yang penting dari piperazin adalah Diethilkarbamazin, obat ini
aman bagi induk bunting dan menyusui, Dosis 2-4 Mg/Kg Berat
badan/perhari dan diberikan selama 4-6 hari.
3. Piranthel (Combandrin, Quatrel) obat ini efektif terhadap
nemathoda dan cestoda dalam saluran pencernaan, tetapi tidak cocok
untuk mengobati cacing hati, paru-paru dan saluran darah.
Mekanisme kerjanya sama dengan piperazin yaitu melumpuhkan
cacing. Ternak bunting dan menyusui tidak boleh diberikan. Dosis:
10 Mg/Kg Berat badan/hari dan diberikan selama 3 hari. Untuk
meningkatkan daya kerjanya, obat ini biasa digabung dengan
mebendazol dengan campuran: 100 Mg piranthel + 250 Mg
mebendazol.
4. Levamizol (levotetramizol, ascaridil, ergamizol) obat ini efektif
untuk cacing nematoda usus. Mekanisme kerja melumpuhkan cacing,
obat ini berkhasiat pula dalam membentuk /merangsang zat imum
pada tubuh inang. Dosis: 2 Mg/ Kg berat badan/hari secara per
os/oral/mulut).
5. Praziquanthel, obat ini efektif terhadap schistozoma dan cacing pita,
tetapi tidak efektif terhadap cacing hati. Obat ini hampir tidak
memiliki efek samping. Dosis: 10 Mg/Kg berat badan/ hari.
6. Niklosamide, obat ini efektif terhadap cacing pita baik Tenia solium
pada babi maupun T. saginata pada sapi dan manusia tetapi tidak
efelktif terhadap cacing lainnya. Efek samping sangat kecil tetapi obat
ini sangat toksik sehingga harus hati-hati dalam pemakaiannya
terutama jika ada luka pada saluran cerna. Dosis: 25 Mg/Kg bb/Hari
selama 3 hari.
7. Ivermectin (Mectizan) obat ini merupakan obat cacing berspektrum
luas bahkan terhadap semua infeksi parasit baik ecto maupun indo
parasit. Obat ini dibuat dari fermentasi jamur streptomycetes
avermitilis. Efek samping sangat ringan berupa gatal-gatal pada kulit
dan sedikit pusing. Dosis: 1 Mg/ 8 Kg berat badan/ bisa diberikan
melalui suntikan Sub cutan atau per os/mulut.
8. Obat tradisional lainnya: obat cacing tradisional masih sering
digunakan untuk pemakaian baik pada manusia maupun hewan, obat
cacing tersebut antara lain: (a) Minyak chenopodi, gentian violet,
santonin (kulit manggis), papain (gatah pepaya), ekstrak mengkhudu.

Obat Anti Protozoa dan Amebiasis:

Yang dimaksud dengan anti parasit protozoa dan amebiasis adalah


obat-obat yang digunakan untuk memberantas penyakit parasit
berukuran kecil (mikroorganisme/yang tidak kasat mata). Obat golongan
ini dibedakan menjadi: (1) Obat Anti Protozoa dan (2) Obat Amebiasis.
Parasit seperti amuba dan protozoa dapat dipastikan memiliki siklus
hidup, dimana setiap fase memiliki masa infektif atau tidak infektif.
Pada saat sekarang obat-obatan jenis ini telah berkembang pesat
dan dipasaran tersaji jenis obat campuran yang memiliki fungsi ganda
dalam pengobatan.

Jenis protozoa yang sering menyebabkan sakit dan Jenis obat yang
digunakan, antara lain:

1. Plasmodium malaria, merupakan penyakit parasit darah dengan


induk semang nyamuk. Penyakit ini hingga saat ini masih menjadi
penyakit laten di beberapa daerah dan tersebar ke seluruh dunia. Obat
malaria:
a. Kinin adalah alkaloida dari kulit pohon kina (chincona rubra)
yang berasal dari Amerika. Obat ini memiliki kegiatan sebagai: (a)
antiplasmodium kegiatan ini membunuh tropozoit malaria dalam
sel darah merah dan juga gametozitnya, (b) antipiritis obat ini
memiliki kemampuan dalam menurunkan demam dan analgetika
rendah, (c) antioksitosis yaitu obat ini bekerja sebagai perangsang
kontraksi otot dan uterus dan (d) spasmolisis yaitu untuk
meredakan kejang-kejang malam di betis kaki. Efek samping:
nyeri kepala, pusing, gangguan pendengaran, gemetar, mual dan
menggigil. Dosis: untuk malaria tropika akut: 10-15 Mg/Kg Berat
badan/hari selama 7 hari, kemudian disusul 1 minggu sekali
dengan primaquin dengan dosis 10-15 Mg/Kg bb.
b. Kloroquine, adalah obat pilihan utama untuk pengobatan malaria
sebab berkerja cepat dan lebih aman dibanding kinin. Selain
sebagai obat malaria kloroquin juga berkhasiat sebagai anti
amuba hati dan antiradang. Efek samping: kejang-kejang,
gangguan saluran cerna, sakit kepala, gatal-gatal dan gangguan
darah (anemia). Dosis: 5 Mg/kg bb setiap 6 jam selama 2 hari.
c. Primaquin, berkhasiat mematikan stadium EE primer dan
skunder.
2. Trichomonas vaginalis/Faetus, protozoa ini penyebab penyakit
keputihan (pictai) pada wanita atau peometra (timbunan air hingga
80 liter dalam uterus), maceratio (pemusnahan janin umur < 3 bulan)
pada sapi. Trichomonas faetus adalah jenis protozoa berbulu cambuk
yang hidup pada organ kelamin betina, umumnya infeksi ini tanpa
gejala hingga radang vagina dengan nanah berupa keputihan kuning-
kehijauan yang berbusa dan busuk, gatal-gatal serta sukar kencing.
Pengobatan : Metronidazol atau tinidazol 2 gram dan langsung
diberikan kedalam vagina selama 6 hari.
3. Giardia lamblia: penyebab diare kronis pada manusia yang terinfeksi
oleh kista amuba didalam usus besar. Tanda-tanda penyakit ini mual,
diare secara periodik. Pengobaan: Metronidazol atau tinidazol 2 gram
dalam makanan atau air minum selama 2-3 hari.
4. Trypamosoma evansi, vivak, gambia, penyebab penyakit tidur pada
manusia dan penyakit surra pada ternak dengan tanda-tanda terjadi
pembengkaan pada daerah scrotum hingga dada bagian bawah, jalan
sempoyongan, haemoglobonnuria, berkeliling (berputar-putar)
sehingga penyakit ini disebut penyakit 7 keliling. Pengobatan:
Trypamedium 10 Ml secara Intra muskuler atau Naganol 3 Gram
dalam larutan 10 % secara Intra Vena.
5. Emeria Sp/ coccidiosis: penyebab penyakit berak darah pada unggas.
Adalah parasit protozoa yang menyerang mukosa usus unggas yang
menyebabkan ternak berak darah, sayap terkulai, kelumpuhan hingga
mati. Pngobatan: Sulfa Quinoxalin 34 Gram/ Liter selama 3 hari.
6. Anaplasma sp. Parasit penyebab demam tinggi pada ternak yang
menyerang sel darah merah dengan ciri adanya titik kromatin tidak
memiliki plasma dan berada pada central sel.
7. Babesia sp/piroplasmosis/malaria sapi, parasit darah yang pada sel
darah merah, dengan ciri berada di tepi sel dengan bentuk seperti
buah peer atau buah atvokat kecil bisa berpasangan atau saling
bersilangan pada tepi sel darah merah.
8. Theilleriasiosis, golongan richetsia ini menyerang sel daah merah
dengan gejala demam tinggi dan haemoglobinuria.
Jenis Obat Anti Parasit lainnya, diantaranya:

1. Emetin: obat ini berkhasiat amebiasis sistemik terutama dalam


bentuk histolitika dalam jaringan sel induk semang, tetapi kurang
efektif untuk bentuk minuta. Obat ini sudah sangat kurang digunakan
lagi setelah ditemuka metronidazol.
2. Kloroquin, obat ini dikenal sebagai anti malaria dan antiradang juga
sebagai anti amebiasid hati dan sering dikombinasi dengan
metronidazol. Dosis: 10 Mg/Kg bb/hari selama 3-5 hari.
3. Metronidazol (flagistatin, rodogyl) obat ini berkhasiat sebagai anti
bakteri baik gram positif atau negatif dan anti protozoa yang luas.
Daya kerja obat ini menghalangi sisntesa asam nucleat (asam inti).
Obat ini merupakan obat pilihan pertama untuk pengobatan amuba.
Dosis: 10-15 Mg/Kg bb per oral/hari, dan diberikan secara terus
selama 5-7 hari.
4. Tinidazol, secnidazol, nimorazol; obat dirivat dari metronidazol
yang berfungsi sama bahkan lebih kuat dibanding metronidazol.
Dosis: 10 Mg/Kg bb/hari selama 4-6 hari.
5. Dilosanida (furamide) efektif untuk amuba bentuk minuta dalam
usus. Dosis: 20 Mg/Kg bb/hari selama 4-6 hari.
6. Antibiotika amebiasid, obat antibiotika juga ada yang efektif
terhadap amuba diantaranya: tetrasiklin, eritromicin dan
paromomisin. Terutama paromomisin juga efektif terhadap beberapa
jenis cacing pita. Dosis lihat antibiotika.
Cara pemberian anthelmintika bisa dilakukan melalui oral, injeksi dan
topikal sesuai jenis obat yang digunakan. Teknik dan metode pemberian
obat:

a. Pemberian obat secara oral


Pemberian secara oral dilakukan pada obat-obat berbentuk tablet
atau suspensi seperti obat cacing.
b. Pemberian obat secara injeksi (intramuskular, subcutan, intravena)
Injeksi intramuskular yaitu memasukan cairan obat dengan cara
menyuntikan pada bagian otot ternak.
Injeksi subcutan yaitu pemberian obat melalui kulit. Biasanya untuk
memperlambat efek penyerapan obat.
Injeksi intravena yaitu melalui vena, biasanya berupa cairan infus atau
cairan yang bisa cepat diserap tubuh.
c. Pemberian topikal
Pemberian topikal yaitu pemberian pada daerah yang sakit yang
terdapat diluar tubuh dengan cara mengoleskan, menyemprotkan,
meneteskan.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai