Puji dan syukur penulis panjat kan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Parasitologi Veteriner yang berjudul “Cestoda Pada Karnivora” .
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Parasitologi Veteriner. selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang “Cestoda Pada Karnivora” bagi para pembaca dan
juga penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibuk drh. Eliawardani, M.Si.
selaku dosen mata kuliah Parasitologi Veteriner yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang yang
saya tekuni.
Saya menyadari makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dan penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi bahan masukan dalam dunia
pendidikan.
Banda Aceh,
08 Mei 2023
Roliamy Saputri
i
2102101010174
DAFAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................2
1.3 tujuan ............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4
2.1 Nomenklatur...................................................................................4
2.2 Morfologi.......................................................................................4
2.3 Siklus Hidup...................................................................................6
2.4 Patogenesa......................................................................................7
2.5 Gejala Klinis...................................................................................8
2.6 Diagnosa.........................................................................................11
2.7 Prognosa.........................................................................................16
2.8 Terapi.............................................................................................16
2.9 Preventive.......................................................................................17
2.10 Kerugian.........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20
LAMPIRAN GAMBAR...........................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
iii
bersama fases sehingga mencemari tanah. Hospes perantara dapat
terinfeksi cacing ini karena termakan telur Echinoccocus spp. yang
mencemari rumput atau tanah. Manusia tertular secara insidental melalui
makanan yang tercemar telur Echinococcus spp infektif atau melalui
tangan yang tidak bersih pada saat makan.
1. 2 Rumusan Masalah
iv
5. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit Echinococcocis?
1. 3 Tujuan
v
BAB II
PEBAHASAN
2. 1 Nomenklatur
Kingdom : Animalia
Filum : Plathyelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidae
Famili : Taeidae
Genus : Echinococcus
2. 2 Morfologi
a. Telur
vi
Telur berbentuk bulat dan mirip dengan telur Taenia
1) E. granulosus eggs
vii
time when exposed to sunlight and dry conditions and kill eggs
when exposed to 3.75% of sodium hypochlorite for 10 minutes
as well as killed when frozen at −70°C for 4 days or −80°C for
2 days or by heat larger from 60°C for 3 minutes (Al-Khalidi et
al.,2014).
b. Cacing dewasa
Berukuran 2.5-9 mm
viii
lebih panjang daripada proglotid immature, dan proglotid
gravid dengan uterus yang berada di tengah dengan 12 – 15
cabang yang melebar yang terdiri dari sekitar 500 telur
2. 3 Siklus hidup
ix
2. 4 Patogenesa
2. 5 Gejala klinis
a. Definitive hosts
x
Clinical cases caused by E. granulosus s.l. have been reported
sporadically in diverse species including sheep, reindeer, nonhuman
primates, macropod marsupials (kangaroos, wallabies) and a cat, but
livestock are often slaughtered before the cysts become symptomatic.
If clinical signs are seen, they are those of a mass lesion and vary
with the organ affected. Most cysts occur in the liver or lungs. Cysts
in the liver can cause hepatic signs including abdominal distention
and discomfort/pain, ascites and jaundice, as well as nonspecific
signs such as poor growth, malaise or weakness. Cysts in the lungs
sometimes lead to respiratory signs including bronchopneumonia and
respiratory compromise. Cysts may be found occasionally at many
other sites such as the CNS, bone, heart or abdominal cavity, with
diverse signs including heart failure, abdominal distention or
lameness. Sudden death has been reported in some zoo animals
(Moro and schantz, 2009).
xi
lameness. Sudden death has been reported in some zoo animals.
xii
E. multilocularis usually develops initially in the liver, though
there are rare reports of single lesions at other sites (e.g., the
omentum, subcutaneous tissues). Disseminated disease can affect
many organs and tissues, particularly the lung and CNS. E.
multilocularis forms multilocular cysts with a semisolid matrix that
often infiltrates the tissues and can resemble a malignant tumor. The
mass may be firm and lobulated or contain viscous yellowish fluid,
and can have many scattered transparent or whitish cysts a few
millimeters to centimeters in diameter.. Large necrotic cavities are
sometimes present in its interior. Fibrosis is prominent in the lesions
of some (but not all) aberrant intermediate hosts such as dogs or
gorillas, but not the usual small mammal hosts. Damage to the liver
can result in various lesions including granulomatous inflammation,
icterus or signs of peritonitis. In pigs, which are relatively resistant to
this organism, E. multilocularis lesions may appear as sharply
demarcated, dense white foci, approximately 1-20 mm in diameter. In
their natural hosts, the cysts of E. vogeli and E. oligarthrus can occur
singly or as aggregates. E. vogeli lesions in aberrant intermediate
hosts can resemble E. multilocularis (Aiello et al., 2016).
2. 6 Diagnosa
xiii
Dilakukan pemeriksaan hematolgi darah hewan dengan melihat
jumlah eosinofil dan dilihat presentase sel darah putih (eosinfil) pada
pemeriksaan ini. Eosinofilia sering berkisar antara 20-25% dari
jumlah leuosit pada kasus infeksi Echinococcus granulosus namun
tidak terlalu memiliki arti serius.
b. Serologi test
xiv
assay atau gel difusion assay yang menunjukkan hasil
echinococcal “Arc 5". Kekurangan dari tes ini yaitu
menghasilkan reaksi positif palsu sekitar 5% - 25% pada
penderita neurocysticercosis, sehingga secara klinis dan
presentase epidemiologi kasus pasien neurocysticercosis
sering terjadi kerancuan dengan kasus kista hidatid.
Namun untuk konfirmasi yang lebih spesifik atau reaktif
terhadap serum dapat dilakukan dengan teknik
imunoelektroforesis untuk mendeteksi diagnosa dan
membedakan di dalam serum secara elektroforesis.
xv
meliputi IHA (Indirect hemagglutination), IFA (indirect fluorescent
antibody), ELISA, CF, LA (latex aglutinasi), IE
(immunoelektoforesis) ID, dan Indirek hemaaglutination.
Tes kulit atau tes intradermal berhubungan erat dengan tes serologi,
yaitu menggunakan antigen tes kulit Casoni yang merupakan antigen
yang bersal dari cairan kista hydatid, tes ini mempunyai banyak
keuntungan karena kesederhanaannya dan sebanding dengan tes
serologi, namun kelemahan tes kulit adalah kurang spesifik. Ini
dikarenakan tes kulit belum terstandarisasi secara baik sehingga
sering terlihat adanya kekurangan dari spesifitas dan sensitifitasnya.
TesCasoni merupakan salah satu cara untuk mengetahui pemaparan
dari penyakit hidatid namun kendala utamanya yaitu kurangnya
spesifitas. Pada pasien yang mengandung kista hyalin maupun kista
yang utuh, sentifitas diagnostiknya terbatas. Respon imun lebih
sering dideteksi pada pasien dengan kista hati dibanding kista paru-
paru.
d. Radiologi test
xvi
Kista-kista asimptomatik ditemukan pada pemeriksaan radiologis.
Kista biasanya memiliki batas yang jelas dan terkadang terlihat
tanda batas cairan (fluid level). Pemeriksaan ini juga dapat
membantu diagnosis kelainan pada tulang. Scan juga juga dapat
menunjukkan lesi desak ruang (space occupying lesion) terutama
di dalam hati. Apabila kistanya besar dan lokasinya di abdomen,
kadang-kadang dapat dideteksi gelombangnya.
e. Pemerikssan Urin
f. Mikroskopik Jaringan
xvii
g. Pemeriksaan sputum
2. 7 Prognosa
2. 8 Terapi
b. Kemoterapi Albendazole
xviii
minggu dan pengobatan dilakukan selama 12x.
c. PAIR pengobatan
d. Pemberian obat-obatan
e. Herbal (Tumbuh-tumbuhan)
2. 9 Preventive
xix
higienis dan keamanan bahan makanan. Sayuran dan buah-buahan
terlebih dahulu dicuci untuk menghilangkan telur Echinococcus spp. Area
perkebunan sayur atau buah dipagari untuk mencegah akses anjing atau
kucing buang feses. Biasakan mencuci tangan setelah memegang hewan
peliharaan, dari kebun, sebelum menyiapkan makanan, dan sebelum
makan.
2. 10 Kerugian
xx
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpula
Cestoda adalah cacing yang berbentuk pipih seperti pita yang merupakan
endoparasit dan dikenal sebagai cacing pita. Cacing dalam kelas cestoda disebut
sebagai cacing pita, hal ini karena bentuk tubuh cacing tersebut yang panjang dan
pipih menyerupai pita. Cacing ini tidak mempunyai saluran pencernaan ataupun
pembuluh darah. Tubuhnya memanjang dan terbagi atas segmen-segmen yang
disebut proglotida dan segmen ini bila sudah dewasa akan berisi alat reproduksi
jantan dan betina. Infeksi cacing pita bisa disebut juga dengan Taeniasis. Ciri
Semua anggota cestoda memiliki struktur yang pipih dan tertutup oleh kutikula,
Cestoda juga disebut sebagai cacing pita karena bentuknya pipih panjang seperti
pita. Morfologi Umum Cestoda ukuran cacing dewasa pada Cestoda bervariasi
dari yang panjangnya hanya 40 mm sampai yang panjangnya 10-12 meter. Siklus
Hidup Umumcacing pita merupakan hermafrodit, mereka memiliki sistem
reproduksi baik jantan maupun betina dalam tubuh mereka. Sistem reproduksinya
xxi
terdiri dari satu testis atau banyak, cirrus, vas deferens dan vesikula seminalis
sebagai organ reproduksi jantan, dan ovarium lobed atau unlobed tunggal yang
menghubungkan saluran telur dan rahim sebagai organ reproduksi betina
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
xxii
LAMPIRAN GAMBAR
1. Kasus-kasus echinococcosis
xxiii
2.
cestoda Echinococcus
xxiv
3. Organ Normal
4.
Organ Terinfeksi
xxv