Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ENTOMOLOGI

SISTEM REPRODUKSI SERANGGA

Dosen Pengampu: Dr. Sonja V.T Lumowa, M. Kes.

Disusun oleh:
Kelompok 2

Mutiara Andini 2105016001

Tanti Widiyanti 2105016004

Annisa 2105016012

Muthmainah Qulub Mabrurah 2105106016

Siti Hawa 2105016018

Marsella Fitriani 2105016038

Nur Zahra Al Azizah 2105016040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2023
i
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Entomologi
yang berjudul “Sistem Reproduksi Serangga”. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami
tidak akan mampu untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kemudian
shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah SAW dan kepada
kita semua selaku umatnya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sonja V.T Lumowa, M. Kes.
selaku dosen pengampu mata kuliah Entomologi yang telah memberikan kami
tugas untuk menambah pengetahuan dan wawasan kami. Makalah ini kami susun
dengan sebaik mungkin dari berbagai sumber bacaan yang telah kami dapat, baik
buku maupun internet. Kami harap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi pembaca.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
menyempurnakan makalah ini. Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Samarinda, 10 February 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................................................

BAB I...............................................................................................................................................

A. Latar Belakang......................................................................................................................

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................

C. Tujuan...................................................................................................................................

BAB II.............................................................................................................................................

A. Sistem Reproduksi pada serangga........................................................................................

B. Bentuk Larva pada Serangga................................................................................................

C. Proses Molting....................................................................................................................

BAB III..........................................................................................................................................

A. Kesimpulan.........................................................................................................................

Daftar Pustaka................................................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Entomologi merupakan salah satu cabang ilmu yang mempelajari,
segala sesuatu mengenai serangga. Serangga sendiri termasuk kedalam
kelompok yang lebih besar yaitu filum Arthopoda. Arthopoda mempunyai
makna binatang yang mempunyai kaki beruas. Ciri lain Arthopoda yaitu
pada tubuhnya bersegmen dan pada setiap segmen dapat mempunyai
embelan / alat tambahan (appendages) atau tidak ; tubuh mempunyai
lapisan luar keras yang disebut kerangka luar, tubuh bilateral simetris,
pada bagian dorsal tubuh terdapat syaraf. Filum Arthopoda terdiri dari
beberapa kelas, antara lain : Crustacea, Arachnida dan Hexapoda
(Intiecta). Insecta atau serangga merupakan kelas yang terbesar di dalam
filum Arthopoda. Insecta berasal dari kata Insecare, In artinya menjadi,
secare artinya memotong atau membagi. Maka Insecta artinya binatang
yang badannya terdiri dari sergum segmen. Kemampuan beradaptasi hidup
pada tempat lingkungan yang ekstrim kering dan lembab sangat tinggi, hal
ini karena tubuh serangga terbungkus oleh Integumen yang dilapisi oleh
chitine. Umumnya serangga berkembang biak dengan cara bertelur. Telur
terbentuk di dalam kandung telur (ovarium) betina.
Kemampuan reproduksi serangga dalam keadaan normal umumnya
amat tinggi. Ulat crop kubis (Crocidolomia binotalis) selama hidupnya
bisa menghasilkan telur 11-18 kelompok, dan tiap kelompok terdiri atas
30-80 butir. Wereng cokelat (Nilaparvata lugens) betina dapat
bertelur sampai 500 butir. Kutu daun jeruk (Diaphorina citri Kuw) bisa
menghasilkan telur lebih banyak lagi, yaitu mencapai 800 butir. Larva atau
nimfa serangga, dalam kurun waktu tertentu, akan menjadi serangga
dewasa yang disebut "imago". Perkembangan larva atau nimfa menjadi
imago mengalami beberapa tahap. Setiap tahap ditandai dengan

1
membesarnya tubuh, namun tidak diikuti oleh pembesaran kulit sehingga
kulit tersebut akan pecah dan diganti dengan kulit baru. Pergantian kulit
ini disebut ecdysis atau molting. Pada saat kulit baru masih lunak,
serangga memperbesar ukurannya. Beberapa jam kemudian, kulit akan
mengeras dan membentuk warna yang tetap. Serangga tingkat tinggi bisa
mengalami ecdysis 4-6 kali. Serangga yang sudah dewasa tidak lagi
mengalami pergantian kulit sehingga ukurannya tetap (tidak berubah lagi).
Lamanya waktu antara pergantian kulit disebut "stadium". Bentuk
serangga dalam stadium disebut "instar". Stadium pertama adalah
lamanya waktu dari menetasnya telur sampai terjadinya pergantian kulit
pertama, sedangkan yang dimaksud dengan instar satu adalah bentuk
serangga pada stadium pertama.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem reproduksi pada serangga?
2. Bagaimana bentuk larva pada serangga?
3. Bagaimana proses molting pada serangga beserta hormon yang
berperan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana sistem reproduksi pada serangga
2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk larva pada serangga
3. Untuk mengetahui bagaimana proses molting pada serangga beserta
hormon yang berperan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sistem Reproduksi pada serangga


Serangga adalah binatang dioecious, yang berarti hanya satu jenis
kelamin pada satu individu sangat jarang serangga yang hermaprodit yakni
memiliki dua jenis kelamin dalam satu individu.
1. Organ Sistem reproduksi betina
Organ utama sistem reproduksi betina adalah sepasang ovari
masing-masing ovari biasanya terdiri dari satu bundel kelompok ovariol
yang merupakan tempat terbentuknya telur masing-masing ovarium
melekat pada suatu benang yang dinamakan filamen Terminal. Sel-sel
germinal berkembang sepanjang sel-sel itu bergerak dan pada akhir nya
terbentuk telur utuh pada dasar ovariol yang dinamakan pedisel. telur
bergerak melalui pedisel (secara kolektif dinamakan kaliks) ke oviduk
lateral dan dilanjutkan ke oviduk. Dari oviduk telur, telur bergerak ke
vagina, Di mana telur-telur itu dibuahi dan tertahan untuk tertanam
organ yang terlibat dalam fertilisasi tersebut adalah spermateka yang
berfungsi menerima dan menyimpan sperma setelah ovulasi kelenjar
spermateka yang melekat pada spermateka mensuplai nutrien untuk
pemeliharaan sperma sebelum melebur Adapun sepasang kelenjar
asesori mensekresikan zat aditif dan penutup yang berfungsi
melindungi telur setelah dibuahi terdapat banyak modifikasi sistem
dasar reproduksi betina ini tergantung pada kelompok serangga.

3
Gambar 1. Alat reproduksi serangga betina
Sumber: veereshtutorial.com
2. Organ Sistem Reproduksi Jantan
Organ utama sistem reproduksi jantan adalah sepasang testis, yang
terdapat pada posisi yang hampir sama dengan ovari betina masing-
masing testis berbentuk dari sejumlah saluran tubulus sperma. Sperma
diproduksi pada tubulus sperma dan bergerak melalui pasar eferensia
dan dilanjutkan ke vas deferens. Sperma bergerak berlanjut melalui vas
deferens dan tertahan di suatu struktur penyimpan seminal vesikel di
sinilah sperma bergabung dengan hasil sekresi sepasang kelenjar asesori
untuk membentuk semen pada beberapa serangga sperma tersimpan
pada kapsul yang dinamakan spermatofor. pada saat kapulasi, semen
dari vesikel seminal bergerak melalui ejakulatorduct dan
keluar melalui penis.

4
Gambar 2. Alat reproduksi jantan serangga
Sumber: veereshtutorial.com

B. Bentuk Larva pada Serangga


Larva atau ulat adalah bentuk serangga muda antara telur dan pupa
pada serangga dengan metamorfosis holometabola. Ciri-ciri larva antara
lain tidak memiliki tunas sayap dan tanpa mata majemuk. Larva adalah
serangga pradewasa yang bentuknya sangat berbeda dengan serangga
dewasa. Berdasarkan atas bentuk dan struktumya, larva serangga
digolongkan menjadi:
1. Compodeiform
Ciri-ciri larva compodeiform adalah: tubuh pipih, memanjang, tungkai
panjang dan biasanya memiliki sersi atau filamen kaudal, Larva tipe
ini biasanya aktif dan banyak yang bersifat sebagai predator. Tipe ini
terdapat pada ordo Coleoptera (carabidae, staphylinidae), Tricoptra,
Neuroptera dan Odonata.

5
Gambar 3. Compodeiform
Sumber: (Hadi, 2016: 5)

Gambar 4. Tricoptra
Sumber: (Jumar, 2018: 2)

2. Carabiform
Larva tipe ini hampir serupa dengan larva compodeiform, tetapi
tungkai lebih pendek dan biasanya tidak memiliki filamen kaudal.
Tipe ini terdapat pada larva Chrysomelidae, Lampyridae, Carabidae,
dan Melyridae.

Gambar 5. Carabiform
Sumber: (Hadi, 2016: 2)

6
Gambar 6. Carabidae
Sumber: (Hadi, 2016: 2)

3. Erusiform
Seperti ulat, tubuh silinder, kepala berkembang sempuma akan tetapi
antena sangat pendek. Pada bagian toraks terdapat tungkai yang
berkembang sempuma, dan pada abdomen terdapat tungkai palsu
(abdominal leg). Pada ulat (larva kupu-kupu dan ngengat) terdapat
kait- kait yang disebut kroket (crocher) yang terletak di bagian bawah
tungkai palsu. Tipe larva ini terdapat pada ordo Lepidoptera,
Mecoptera, dan beberapa Hymenoptera.

Gambar 7. Erusiform
Sumber: (Jumar, 2018: 4)

7
Gambar 8. Erusiform
Sumber: (Jumar, 2018: 4)

4. Scarabaeiform
Larva ini dikenal dengan nama lundi, bertubuh silinder dengan bentuk
melengkung atau menyerupai huruf C. Kepala berkembang sempuma
dan memiliki tungkai pada toraks sedang tungkai palsu pada abdomen
tidak ada. Pada toraks dan abdomen terdapat spirakel yang masing-
masing berjumlah sepasang dan delapan pasang. Larva tipe ini
biasanya lamban dan tidak aktif dan banyak ditemukan pada ordo
Coleoptera dari famili Scarabidae (dikenal dengan nama lundi atau
ampal), Ptinidac, dan Brachidae.

Gambar 9. Scarabaeiform
Sumber: (Kusumtayo, 2015: 3)

8
Gambar 10. Salvador vitanza
Sumber: (Kusumtayo, 2015: 4)

5. Elateriform
Larva tipe ini bentuknya seperti cacing, tubuh memanjang dan
silender dengan dinding tubuh tebal dan keras, tungkai pendek, dan
rambut-rambut duri tereduksi. Larva tipe ini mirip dengan
scarabaeiform dan vermiform. Tipe ini terdapat pada famili Elateridae,
Tenebrionidae, dan Eurypogonidae.

Gambar 11. Elatoriform


Sumber: (Lukman, 2019: 6)

Gambar 12. Agriotes


Sumber: (Lukman, 2019: 6)

9
6. Platyform
Larva tipe ini bertubuh pipih, pendek dan lebar. Tungkai pendek, tidak
tampak atau tidak ada.

Gambar 13. Platyform


Sumber: (Partosoedjono, 2017: 3)

Gmabar 14. Euclea delphinii


Sumber: (Partosoedjono, 2017: 3)

Gambar 15. Macam-macam bentuk larva serangga


Sumber: alamy.com

10
C. Proses Molting
Proses molting biasanya dimulai dengan penghentian makan dan
pembersihan isi saluran pencernaan. Proses ini dipicu dan dikendalikan
hormone-hormon yang mengalir dalam darah. Hormone-hormon utama
tersebut meliputi hormone otak (AH, activation hormone, atau PTTH,
Prothoracicotropic hormone) dan ecdysone. Hormone otak diproduksi oleh
sel-sel neurosecretory pada otak dan masuk ke dalam pembuluh darah
melalui struktur asesori otak. Didala darah hormone otak bersikulasi pada
tempat aktivitas pada protoraks serangga. Suatu kelenjar kecil di protoraks
(prothoracic gland) distimulasi untuk mensekresikan ecdysone (hormone
molting, juga dinamakan hormone prothoracic gland) yang memicu
pertumbuhan dan aktivitas molting sel-sel.
Proses molting pada serangga melewati tiga tahap, yaitu :
1. Apolysis (Pelepasan kutikula lama)
Melalui stimulasi oleh ecdysone, sel-sel epidermis (bagian seluler
eksoskeleton) terbagi, yang kemudian kutikula (bagian nonseluler
Ketika kutikula terpisah dari epidermis, proses ini dinamakan
apolysis. Ketika kutikula terpisah dari epidermis, cairan molting mulai
diproduksi. Cairan molting mengandung enzim proteinase dan
kitinase yang dapat mencerna 90 persen kutikula lama. Material yang
telh dicerna tersebut diabsorbsi dan masuk Kembali ke proses
metabolisme. Ketika kutikula lama dicerna kutikula baru mulai
dibentuk. pembentukan tersebut dimulai dengan pembentukan lapisan-
lapisan berbeda, di mana lapisan terluar menjadi tahan atau (resisten)
terhadap enzim cairan molting sehingga dapat melindungi lapisan-
lapisan baru untuk tidak ikut tercerna.
2. Ecdysis (Pembentukan kutikula baru)
Ketika kutikula baru selesai terbentuk dan material yang dicerna
telah diabsorbsi maka terjadilah proses ecdysis. Ecdysis adalah proses
lepasnya sisa kutikula lama melalui pergerakan-pergerakan bagian
dalam serangga. Pemicu pergerakan-pergerakan di banyak di banyak

11
serangga diyakini disebabkan oleh hormon eclosion. Hormon eclosion
disekresikan oleh sel-sel otak disaat saat tertentu tiap harinya. Pada
banyak kasus serangga menelan udara atau air untuk meningkatkan
tekanan darahnya. Pergerakan otot memompa darah ke bagian tertentu
tubuh, biasanya toraks, untuk mengembangkan tubuhnya
pengembangan ini menyebabkan kutikula lama patah. Serangga
kemudian keluar melalui patahan ini, biasanya kepala dan toraks
terlebih dahulu kemudian diikuti abdomen dan anggota tubuh lainnya.

Gambar 16. Diagram Skematis Proses Molting pada Serangga dan Hormon-
hormon Penting yang Terlibat didalamnya
3. Proses Sklerotisasi
Kutikula yang baru terbentuk masih lunak dan elastis. Serangga
mengembangkan kutikula baru ini sebelum nantinya mengeras. Proses
ini kemungkinan dapat melibatkan penelanan air atau udara kembali
dan menggunakan tekanan darah untuk mengembangkan tubuh.
Setelah mengembang kutikula baru mengeras dan mulai
dimungkinkannya proses pigmentasi yang dinamakan proses
sklerotisasi. Hormon lain yang terlibat dalam pengendalian proses ini
adalah hormon bursicon yang dihasilkan dari sistem saraf.
Kecepatan pertumbuhan serangga sangat dipengaruhi oleh faktor
fisik lingkungan khususnya temperatur. Semakin tinggi suhu semakin
cepat pula pertumbuhan. Berangkat dari pemahaman ini kita dapat
membuat suatu prediksi tentang tahapan dan ukuran serangga selama

12
berlangsungnya suatu musim. Prediksi-prediksi semacam itu sangat
penting dalam pengendalian serangga hama.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada BAB II, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Serangga merupakan binatang dioecious, yang berarti hanya satu jenis
kelamin pada setiap satu individu. Pada serangga betina terdapat
sepasang indung telur dan serangga jantan terdiri dari sepasang testis
yang terletak diujung sistem reproduksi.
2. Terdapat beberapa bentuk larva serangga yaitu compodeiform,
carabiform, erusiform, scarabaeiform elateriform, dan pltyform.
3. Terdapat 3 proses dalam proses molting yaitu proses apolysis, proses
ecdysis dan proses sklerotisasi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hadi, M., dkk. 2016. Biologi Insekta Entomologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Jumar. 2018. Entomologi Pertanian. Banjarbaru: PT. Rineka Cipta.

Kusumtayo, U. 2015. Module Entomology. Bandung: Ilmu Terapan.

Lukman, A. 2019. Peran Hormon dalam Metamorfosis Serangga. Biospecies. 2


(1): 42-45.

Partosoedjono, S., dkk. 2017. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta:


Gajah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai