Anda di halaman 1dari 8

Toxoplasmosis

A. Definisi
Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii,
merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia.
Parasit ini merupakan golongan Protozoa yang bersifat parasit obligat
intraseseluler.
Menurut Wiknjosastro (2007), toksoplasmosis menjadi sangat penting
karena infeksi yang terjadi pada saat kehamilan dapat menyebabkan abortus
spontan atau kelahiran anak yang dalam kondisi abnormal atau disebut sebagai
kelainan kongenital seperti hidrosefalus, mikrosefalus, iridosiklisis dan
retardasi mental. Sangat sering terjadi akibat pemberian kortikosteroid
terapeutik
B. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat
dalam tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit)
dan ookista (berisi sporozoit). Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan
ujung yang runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8
mikron, lebar 2-4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di
tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan
golgi. Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung dan
mamalia termasuk manusia dan kucing sebagai hospes definitif. Takizoit
ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh. Takizoit juga
dapat memasuki tiap sel yang berinti.
Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah
membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil
hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi
kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur
hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris. Di otak bentuk kista
lonjong atau bulat, tetapi di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot.
Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista
mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua
sporoblas. Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk
dinding dan menjadi sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4
sporozoit yang berukuran 8 x 2 mikron dan sebuah benda residu. Toxoplasma
gondii dalam klasifikasi termasuk kelas Sporozoasida, berkembang biak
secara seksual dan aseksual yang terjadi secara bergantian.
C. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia karena kemampuannya untuk
menimbulkan infeksi yang pada hakekatnya bisa mengenai setiap sel penjamu
yang berinti. T.gondii dapat menginfeksi sejumlah mamalia dan burung. Sero
prevalensinya tergantung pada kondisi setempat dan usia populasinya.
Umumnya kondisi lingkungan yang panas dan kering disertai dengan
prevalensi infeksi yang rendah. Tanah merupakan sumber infeksi untuk
herbifora seperti kambing, domba, dan babi. Karena infeksi pada kebanyakan
hewan menetap secara menahun, maka daging yang mentah / setengah matang
menjadi sumber infeksi untuk manusia, karnivora dan kucing.
D. Patofisiologi
Toxoplasma gondii dapat menyerang semua sel yang berinti sehingga
dapat menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes kecuali sel darah
merah. Bila terjadi invasi oleh parasit ini yang biasanya di usus , maka parasit
ini akan memasuki sel hospes ataupun difagositosis. Sebagian parasit yang
selamat dari proses fagositosis akan memasuki sel, berkembangbiak yang
selanjutnya akan menyebabkan sel hospes menjadi pecah dan parasit akan
keluar serta menyerang sel - sel lain. Dengan adanya parasit ini di dalam sel
makrofag atau sel limfosit maka penyebaran secara hematogen dan limfogen
ke seluruh bagian tubuh menjadi lebih mudah terjadi.
Parasitemia ini dapat berlangsung selama beberapa minggu. Kista jaringan
akan terbentuk apabila telah ada kekebalan tubuh hospes terhadap parasit ini.
Kista jaringan dapat ditemukan di berbagai organ dan jaringan dan dapat
menjadi laten seumur hidup penderita. Derajad kerusakan yang terjadi pada
jaringan tubuh tergantung pada umur penderita , virulensi strain parasit ini,
jumlah parasit ini dan jenis organ yang diserang. Lesi pada susunan saraf pusat
dan pada mata biasanya bermanifestasi lebih berat dan bersifat permanent
sebab jaringan jaringan tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk
melakukan regenerasi.
Kelainan kelainan pada Susunan Saraf Pusat umumnya berupa nekrosis
yang disertai dengan kalsifikasi sedangkan terjadinya penyumbatan
aquaductus sylvii akibat ependymitis dapat mengakibatkan kelainan berupa
hydrocephalus pada bayi. Infeksi yang bersifat akut pada retina akan
mengakibatkan reaksi peradangan fokal dengan oedema dan infiltrasi
leucocyte yang dapat menyebabkan kerusakan total pada mata serta pada
proses penyembuhannya akan terjadi cicatrix. Akibat dari pembentukan
cicatrix ini maka akan dapat terjadi atrophi retina dan coroid disertai
pigmentasi.
Pada toxoplasmosis aquisita, infeksi pada orang dewasa biasanya tidak
diketahui sebab jarang menimbulkan gejala, tetapi bila infeksi primer terjadi
pada masa kehamilan maka akan terjadi toxoplasmosiscongenital pada
bayinya. Manifestasi klinis yang paling sering terjadi pada toxoplasmosis
aquisita adalah limfadenopati, rasa lelah, demam dan sakit kepala dan gejala
ini mirip dengan mononucleosis infeksiosa, kadang kadang dapat terjadi
eksantema.
Toxoplasmosis sistemik pada penderita dengan imunitas yang normal
dapat bermanifestasi dalam bentuk hepatitis, pericarditis dan
meningoencephalitis. Penyakit ini dapat berakibat fatal walaupun itu sangat
jarang terjadi. Pada penderita dengan keadaan immunocompromised misalnya
pada penderita HIV AIDS atau pada orang orang yang mengkonsumsi
imunosupresan, infeksi oleh parasit ini mungkin dapat meluas yang ditandai
dengan ditemukannya proliferasi tachizoite di jaringan otak, mata, paru, hepar,
jantung dan organ organ lainnya sehingga dapat berakibat fatal. Apabila
infeksi oleh parasit ini tidak diobati dengan baik dan penderita masih tetap
hidup, maka penyakit ini akan memasuki fase kronik yang ditandai dengan
terbentuknya kista jaringan yang berisi bradizoite dan ini terutama didapatkan
di jaringan otak serta kadang kadang tidak memberikan gejala klinik yang
jelas. Fase kronik ini dapat berlangsung lama selama bertahun- tahun bahkan
dapat berlangsung seumur hidup.
E. Manifestasi Klinis
Pada garis besarnya sesuai dengan cara penularan dan gejala klinisnya,
toksoplasmosis dapat dikelompokkan atas: toksoplasmosis akuisita (dapatan)
dan toksoplasmosis kongenital. Baik toksoplasmosis dapatan maupun
kongenital, sebagian besar asimtomatis atau tanpa gejala. Keduanya dapat
bersifat akut dan kemudian menjadi kronik atau laten. Gejalanya nampak
sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit lain.
Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak diketahui karena jarang menimbulkan
gejala. Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil mendapat infeksi primer,
ada kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan anak dengan toksoplasmosis
kongenital. Gejala yang dijumpai pada orang dewasa maupun anak-anak
umumnya ringan. Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada
toksoplasmosis dapatan adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam
dan sakit kepala.
Pada infeksi akut, limfadenopati sering dijumpai pada kelenjar getah
bening daerah leher bagian belakang. Gejala tersebut di atas dapat disertai
demam, mialgia dan malaise. Bentuk kelainan pada kulit akibat
toksoplasmosis berupa ruam makulopapuler yang mirip kelainan kulit pada
demam titus, sedangkan pada jaringan paru dapat terjadi pneumonia
interstisial.
Gambaran klinis toksoplasmosis kongenital dapat bermacam-macam. Ada
yang tampak normal pada waktu lahir dan gejala klinisnya baru timbul setelah
beberapa minggu sampai beberapa tahun. Ada gambaran eritroblastosis,
hidrops fetalis dan triad klasik yang terdiri dari hidrosefalus, korioretinitis dan
perkapuran intrakranial atau tetrad sabin yang disertai kelainan psikomotorik.
Toksoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala yang sangat berat dan
menimbulkan kematian penderitanya karena parasit telah tersebar luas di
berbagai organ penting dan juga pada sistem saraf penderita.
Gejala susunan syaraf pusat sering meninggalkan gejala sisa, misalnya
retardasi mental dan motorik. Kadang-kadang hanya ditemukan sikatriks pada
retina yang dapat kambuh pada masa anak-anak, remaja atau dewasa.
Korioretinitis karena toksoplasmosis pada remaja dan dewasa biasanya akibat
infeksi kongenital. Akibat kerusakan pada berbagai organ, maka kelainan yang
sering terjadi bermacam-macam jenisnya.
Kelainan pada bayi dan anak-anak akibat infeksi pada ibu selama
kehamilan trimester pertama, dapat berupa kerusakan yang sangat berat
sehingga terjadi abortus atau lahir mati, atau bayi dilahirkan dengan kelainan
seperti ensefalomielitis, hidrosefalus, kalsifikasi serebral dan korioretinitis.
Pada anak yang lahir prematur, gejala klinis lebih berat dari anak yang lahir
cukup bulan, dapat disertai hepatosplenomegali, ikterus, limfadenopati,
kelainan susunan syaraf pusat dan lesi mata.
F. Diagnosa
Untuk mendiagnosis toksoplasmosis, hal yang dilakukan adalah
1. Tes darah.
Untuk mendiagnosis Toxoplasmosis pada umumnya dilakukan
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan yang dilakukan adalah untuk
mengetahui IgM dan IgG. Setelah tubuh terinfeksi Toxoplasma gondii,
antibodi yang muncul pertama adalah IgA, namun antibodi ini akan segera
hilang. Beberapa saat selanjutnya muncul IgM sehingga sering dipakai
sebagai pertanda masih adanya infeksi. Antibodi selanjutnya adalah IgG
yang akan menetap bertahun-tahun. Akan dinyatakan menderita
toksoplasmosis bila test IgM positif, bila titer IgG positif tinggi >1/1024
(ELISA). Akhir-akhir ini dikembangkan PCR (polymerase chain reaction)
untuk deteksi DNA parasit. Dengan teknik ini dapat dibuat diagnosis dini
yang cepat dan tepat untuk toksoplasmosis.
Meskipun terinfeksi, tes darah penderita bisa saja menunjukkan
hasil negatif. Ini berarti tubuh penderita belum mulai memproduksi
antibodi untuk parasit T. gondii. Tes perlu diulang beberapa minggu
kemudian karena antibodi baru terbentuk 3 minggu setelah terinfeksi.
Tapi pada kebanyakan kasus, hasil negatif pada tes darah juga bisa berarti
seseorang belum pernah terinfeksi sehingga belum kebal terhadap
toksoplasmosis. Hasil tes darah positif berarti seseorang dalam keadaan
terinfeksi toksoplasmosis aktif, atau pernah terinfeksi sebelumnya, dan
kebal terhadap toksoplasmosis. Tes tambahan diperlukan untuk
menentukan sejak kapan infeksi berlangsung.
2. Tes pada ibu hamil.
Jika seseorang sedang mengandung dan hasil tes darah menunjukkan
dirinya terkena infeksi toksoplasmosis positif, maka ada beberapa tes
untuk memeriksa apakah infeksi juga menular pada janin. Beberapa tes
tersebut adalah:
Amniosintesis. Pada prosedur ini, akan di ambil sampel air ketuban
penderita saat usia kehamilan di atas 15 minggu. Dengan tes ini bisa
segera diketahui apakah janin terinfeksi atau tidak.
Uji Ultrasound. Pada pengujian ini, akan melihat akibat infeksi pada
janin seperti adanya kumpulan cairan pada otak (hidrosefalus). Bila
ternyata janin tampak normal, maka perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan pada bayi setelah lahir.
Setelah proses melahirkan, bayi akan menjalani pemeriksaan untuk
melihat adanya kerusakan dari infeksi, serta tes darah untuk memastikan
apakah bayi masih mengidap infeksi.
3. Tes Pencitraan
Jika infeksi toksoplasmosis menyebabkan penderita terkena komplikasi
yang cukup serius, maka dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk
mengidentifikasi adanya kerusakan jaringan atau kista pada otak.
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan antara lain tes pencitraan MRI dan
biopsi otak.
G. Terapi
Pasien yang hanya memperlihatkan gejala limfadenopati tidak perlu
terapi spesifik kecuali jika terdapat gejala yang persisten dan berat. Pasien
dengan okuler toxoplasmosis harus diobati selama 1 bulan dengan sulfadiazin
dan pirimetamin. Preparat alternatif adalah kombinasi klindamisin dan
pirimetamin. Susunan pengobatan paling mutakhir mencakup pemberian
pirimetamin dengan dosis awal 50 75 mg / hari, ditambah sulfadiazin 4 6 g
/ hari dalam dosis terbagi 4. Selain itu diberikan pula kalsium folinat 10 -15
mg / hari selama 6 minggu. Semua preparat ini hanya bekerja aktif terhadap
stadium takizoit pada toxoplasmosis. Jadi setelah menyelesaikan pengobatan
awal penderita harus mendapat tertapi supresif seumur hidup dengan
pirimetamin ( 25 -50 mg ) dan sulfadiazin ( 2 4 g ).
Jika pemberian sulfadiazin tidak dapat ditolerir dapat diberikan
kombinasi pirimetamin ( 75 mg / hari ) ditambah klindamisin ( 400 mg ) 3x /
hari. Pemberian pirimetamin saja ( 50 -75 mg /hari ) mungkin sudah cukup
untuk terapi supresif yang lama. Neonatus yang terinfeksi secara congenital
dapat diobati dengan pemberian pirimetamin oral ( 0,5 1 mg /kg BB ) dan
sulfadiazine ( 100 mg / kg BB ).Di samping itu terapi dengan golongan
spiramisin ( 100 mg / kg BB ) ditambah prednisone ( 1 mg / kg BB ) juga
memberikan respon yang baik untuk infeksi congenital.
H. Komplikasi
1. Toksoplasmosis ocular
2. Toksoplasmosis congenital
3. Toxoplasmosis serebral

DAFTAR PUSTAKA
Ernawati. 2011. TOXOPLASMOSIS, TERAPI DAN PENCEGAHANNYA.
Jurnal Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Diakses 20 Juli
2016.http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus
%20Desember%202011/TOXOPLASMOSIS.pdf

Bagus Uda Palgunadi. 2011. TOXOPLASMOSIS DAN KEMUNGKINAN


PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU. Jurnal
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Diakses 20 Juli
2016.http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/vol1.no2.Juli2011/TOXO
PLASMOSIS%20DAN%20KEMUNGKINAN%20PENGARUHNYA%20T
ERHADAP%20PERUBAHAN%20PERILAKU.pdf

NN. Repository USU. Toxoplasmosis. Di akses 20 Juli 2016.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23340/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai