Anda di halaman 1dari 7

Sepsis

A. Definisi
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana
patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
aktivasi proses inflamasi. Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun
definisi yang saat ini digunakan di klinik adalah definisi yang ditetapkan
dalam consensus American College of Chest Physician dan Society of Critical
Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis, sindroma respon
inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome / SIRS), sepsis
berat, dan syok/renjatan septic.
Sindroma respons inflamasi sistemik (SIRS: systemic inflammatory
response syndrome) Respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2
atau lebih keadaan berikut:
suhu >38C atau <36C
frekuensi jantung >90 kali/menit
frekuensi nafas >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg
leukosit darah >12.000/mm3, <4.000/mm3 atau batang >10%
Sepsis
Keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS.
Sepsis berat
Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi
termasuk asidosis laktat, oliguria, dan penurunan kesadaran.
Ranjatan septik
Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara
adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahaankan tekanan
darah dan perfusi organ.
B. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme. Dari hasil
kultur darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis. Bakteri
gram negatif dan gram positif merupakan 70% dari penyebab infeksi sepsis
berat dan sisanya jamur atau gabungan beberapa mikroorganisme. Pada pasien
yang kultur darahnya negatif, penyebab infeksi tersebut biasanya diperiksa
dengan menggunakan kultur lainnya atau pemeriksaan mikroskopis (Munford,
2008). Penelitian terbaru mengkonfirmasi bahwa infeksi dengan sumber lokasi
saluran pernapasan dan urogenital adalah penyebab paling umum dari sepsis
C. Epidemiologi
Sepsis adalah penyakit yang berkontribusi pada lebih dari 200.000
kematian pertahun di Amerika Serikat. Insideni sepsis, sepsis berat dan syok
septik meningkat selama 20 tahun terakhir, dan jumlah kasus >700.000 per
tahun (3 per 1000 penduduk). Sekitar dua pertiga kasus terjadi pada pasien
dengan penyakit terdahulu. Kejadian sepsis dan angka kematian meningkat
pada penderita usia lanjut dan sudah adanya komorbiditas sebelumnya.
Meningkatnya insiden sepsis berat di Amerika Serikat disebabkan oleh usia
penduduk, meningkatnya pasien usia lanjut menyebabkan meningkatnya
pasien dengan penyakit kronis, dan juga akibat berkembangnya sepsis pada
pasien AIDS. Meluasnya penggunaan obat antimikroba, obat imunosupresif,
pemakaian kateter jangka panjang dan ventilasi mekanik juga berperan.
Infeksi bakteri invasif adalah penyebab kematian yang paling sering di seluruh
dunia, terutama pada kalangan anak-anak
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tanda-
tanda penyakit yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda
dan gejala berkembang mungkin berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan
gejala pada setiap pasien sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa pasien
dengan sepsis adalah normo-atau hipotermia, tidak ada demam paling sering
terjadi pada neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang dengan uremia atau
alkoholisme.
Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas, demam, takikardi,
dan takipnea . Tanda-tanda dari sepsis sangat bervariasi. Berdasarkan studi,
demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%), ruam makulopapular, petekie,
nodular, vesikular dengan nekrosis sentral (70% dengan meningococcemia),
dan artritis (8%). Demam terjadi pada <60% dari bayi dibawah 3 bulan dan
pada orang dewasa diatas 65 tahun Infeksi menjadi keluhan utama pada
pasien. Perubahan status mental yang tidak dapat dijelaskan (LaRosa, 2010)
juga merupakan tanda dan gejala pada sepsis. Adanya tanda dan gejala
disseminated intravascular coagulation (DIC) meningkatkankan angka
mortalitas.
Pada sepsis berat muncul dampak dari penurunan perfusi mempengaruhi
setidaknya satu organ dengan gangguan kesadaran, hipoksemia (PO2 <75
mmHg), peningkatan laktat plasma, atau oliguria (30 ml / jam meskipun
sudah diberikan cairan). Sekitar satu perempat dari pasien mengalami sindrom
gangguan pernapasan akut (ARDS) dengan infiltrat paru bilateral, hipoksemia
(PO2 <70 mmHg, FiO2 >0,4), dan kapiler paru tekanan <18 mmHg .Pada
syok septik terjadi hipoperfusi organ.
Diagnosis sepsis sering terlewat, khususnya pada pasien usia lanjut yang
tanda-tanda klasik sering tidak muncul. Gejala ringan, takikardia dan takipnea
menjadi satu-satunya petunjuk, Sehingga masih diperlukan pemeriksaan lebih
lanjut yang dapat dikaitkan dengan hipotensi, penurunan output urin,
peningkatan kreatinin plasma, intoleransi glukosa dan lainnya
E. Diagnosa
Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau dicurigai
sindrom sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan untuk
mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat
keparahan infeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi.
Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, sebelum evaluasi diagnostik
dimulai lakukan penilaian awal dari pasien yang sakit perhatikan jalan nafas
(perlu untuk intubasi), pernapasan (laju pernafasan, gangguan pernapasan,
denyut nadi), sirkulasi (denyut jantung, tekanan darah, tekanan vena jugularis,
perfusi kulit), dan inisiasi cepat resusitasi. Kemudian dilakukan anamnesis
riwayat penyakit dan juga beberapa pemeriksaan fisik untuk mencari etiologi
sepsis.
Sistem pernapasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada pasien
sepsis. Riwayat batuk produktif, demam, menggigil, gejala pernapasan atas,
masalah tenggorokan dan nyeri telinga harus dicari. Kedua, adanya pneumonia
dan temuan takipnea atau hipoksia telah terbukti merupakan alat prediksi
kematian pada pasien dengan sepsis. Pemeriksaan fisik juga harus mencakup
evaluasi rinci untuk infeksi fokal, misalnya tonsilitis eksudatif, nyeri pada
sinus, injeksi membran timpani, dan ronki atau dullness pada auskultasi paru.
Sistem pencernaan adalah yang kedua paling umum sumber sepsis. Sebuah
riwayat nyeri perut, termasuk deskripsi, lokasi, waktu, dan faktor pemberat
harus dicari. Riwayat lebih lanjut, termasuk adanya mual, muntah, dan diare
harus dicatat. Pemeriksaan fisik yang cermat, mencari tanda-tanda iritasi
peritoneal, nyeri perut, dan bising usus , sangat penting dalam
mengidentifikasi sumber sepsis perut. Perhatian khusus harus diberikan
temuan fisik memberi kesan sumber umum infeksi atau penyakit tanda
Murphy menunjukkan kolesistitis, nyeri pada titik McBurney menunjukkan
usus buntu, nyeri kuadran kiri bawah menunjukkan divertikulitis, dan
pemeriksaan rektal mengungkapkan abses rektum atau prostatitis.
Sistem neurologis diperiksa dengan mencari tanda-tanda meningitis,
termasuk kaku kuduk, demam, dan perubahan kesadaran. Pemeriksaan
neurologis terperinci adalah penting. Letargi atau perubahan mental mungkin
menunjukkan penyakit neurologis primer atau hasil dari penurunan perfusi
otak dari keadaan shock.
Riwayat urogenital termasuk pertanyaan mengenai adanya nyeri pinggang,
disuria, poliuria, discharge, pemasangan kateter, dan instrumentasi urogenital.
Riwayat seksual untuk menilai resiko penyakit menular seksual. Alat kelamin
juga harus diperiksa untuk melihat apakah ada bisul, discharge, dan lesi penis
atau vulva. Pemeriksaan dubur harus dilakukan, menentukan ada nyeri,
pembesaran prostat, konsisten dengan prostatitis. Nyeri adneksa pada wanita
berpotensi abses tuba-ovarium.
Riwayat muskuloskeletal adanya gejala ke sendi tertentu. Kemerahan,
pembengkakan, dan sendi terasa hangat, terutama jika ada berbagai penurunan
kemampuan gerak sendi, mungkin tanda-tanda sepsis arthritis dan mungkin
arthrocentesis. Pasien harus benar-benar terbuka dan kulit diperiksa untuk
melihat selulitis, abses, infeksi luka, atau trauma. Luka yang mendalam, benda
asing sulit untuk mengidentifikasi secara klinis. Petechiae dan purpura
merupakan infeksi Neisseria meningitidis atau DIC. Ruam seluruh tubuh
merupakan eksotoksin dari pathogen seperti Staphylococcus aureus atau
Streptococcus pyogenes.
Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis.Pada tabel dibawah
dijelaskan hal-hal yang menjadi indikator laboratorium pada penderita sepsis.
Pemeriksaan Laboratorium Temuan Uraian
Hitung leukosit Leukositosis atau Endotoxemia menyebabkan
leukopenia leukopenia
Hitung trombosit Trombositosis atau Peningkatan jumlahnya
trombositopenia diawal menunjukkan
respon fase akut;
penurunan jumlah
trombosit menunjukkan
DIC
Kaskade koagulasi Defisiensi protein C; Abnormalitas dapat diamati
defisiensi antitrombin; sebelum kegagalan organ
peningkatan D-dimer; dan tanpa pendarahan
pemanjangan PT dan PTT
Kreatinin Peningkatan kreatinin Indikasi gagal ginjal akut
Asam laktat As.laktat>4mmol/L(36mg/ Hipoksia jaringan
dl)
Enzim hati Peningkatan alkaline Gagal hepatoselular akut
phosphatase, AST, ALT, disebabkan hipoperfusi
bilirubin
Serum fosfat Hipofosfatemia Berhubungan dengan level
cytokin proinflammatory
C-reaktif protein (CRP) Meningkat Respon fase akut
Procalcitonin Meningkat Membedakan SIRS dengan
atau tanpa infeksi
F. Terapi
Menurut Opal (2012), penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi
menjadi :
1. Nonfarmakologi
Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi >70% dengan
melakukan ventilasi mekanik dan drainase infeksi fokal.
2. Sepsis Akut
Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan
vasopressor yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65 mmHg,
menurunkan serum laktat dan mengobati sumber infeksi.
a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi
cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin)
bila rata-rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat
dipertahankan oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru ini membandingkan
vasopresin dosis rendah dengan norepinefrin menunjukkan bahwa
vasopresin dosis rendah tidak mengurangi angka kematian dibandingkan
dengan norepinefrin antara pasien dengan syok sepsis.
c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan
dilakukan ventilasi mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai
rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotik
spektrum luas dari bakteri gram positif dan gram negative.cakupan yang
luas bakteri gram positif dan gram negative (atau jamur jika terindikasi
secara klinis).
e. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa
genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien
dengan sepsis berat dengan multiorgan disfungsi (atau APACHE II skor
>24); bila dikombinasikan dengan terapi konvensional, dapat menurunkan
angka mortalitas.
3. Sepsis kronis
Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi dilanjutkan
minimal selama 2 minggu.
G. Komplikasi
1. Gagal ginjal akut
2. Sindrom Distres Pernafasan Akut
3. Gagal hati
4. Disseminated Intravascular Coagulation
5. Komplikasi kardiovaskuler

DAFTAR PUSTAKA
Guntur A H, Sepsis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, dkk (Editor). Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FK UI; 2009:1862-5
Yesika Putri. Sepsis. Eprint Undip. Diakses 20 Juli 2016.
http://eprints.undip.ac.id/44902/3/Yessica_Putri_H_22010110120030_Bab2
KTI.pdf
Stevent Sumantri Tinjauan Imunopatogenesis dan Tatalaksana Sepsis. Divisi
tropic infeksi FKUI. Diakses 20 Juli 2016.
http://internist.weebly.com/uploads/1/6/7/2/16728952/tinjauan_imunopatoge
nesis_sepsis.pdf

NN. Repository USU. Sepsis. Di akses 20 Juli 2016.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39924/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai