Disusun Oleh :
Dengan memanjat puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan
hidayahnya yang telah diberikan kepada penulis dalam pembuatan makalah ini,
serta dengan segenap kemampuan penulis telah berusaha semaksimal mungkin
dalam pembuatan makalah ini. Dengan mencapai apa yang diharapkan
penulis.Kemudian salawat serta salam senantiasa dilimpahkan pada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan beserta pengikutnya yang setia hingga
akhir zaman.
Penulis menyusun makalah dengan harapan dapat membantu dan
bermanfaat bagi pembaca. Sehubung dengan penyelasaian makalah ini penulis
sampaikan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada:
1. Ibu Kusniawati,S.Kep,Ners,M.Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan
2. Ibu Lailatul Fadilah,S.Kep,Ners,M.Kep selaku Ketua Prodi D3
Keperawatan
3. Ibu Hj. Endang Suartini, SST,MKM selaku Dosen Pembimbing mata
kuliah Keperawatan Anak
4. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyusun makalah ini hingga selesai.
Sebenarnya dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurrangan dan
kesalahan baik dari segi bahasa maupun tulisan. Namun berkat usaha penulis
serta berkat inayah rahmat Allah SWT jualah makalah ini terselesaikan
walaupun masih ada kekurangan.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunya tujuan agar tubuh kebal terhadap
penyakit tertentu,kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di
antaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi,potensi
antigen yang di suntikkan,waktu antara pemberian imunisasi,mengingat efektif
dan tidaknya imunisasi tersebut akan tergantung dari faktor yang
mempengaruhinya sehinga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak.
Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan,kematian dan kecacatan akibat Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
Tujuan Khusus
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di seluruh desa/
kelurahan pada tahun 2014.
b. Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di
bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalan satu tahun) pada tahun 2013.
c. Eradikasi polio pada tahun 2015.
d. Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015.
e. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan
limbah medis (safety injection practice and waste disposal management).
Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada bayi dan anak dari
berbagai penyakit, diharapkan anak atau bayi tetap tumbuh dalam keaadan sehat.
Pada dasarnya dalam tubuh sudah memiliki pertahanan secara sendiri agar
berbagai kuman yang masuk dapat dicegah,pertahanan tubuh tersebut meliputi
pertahanan nonspesifik dan pertahanan sepesifik,proses mekanisme pertahanan
dalam tubuh pertama kali adalah perthanan nonspesifik sperti complemen dan
makrogaf di mana komplemen dan makrogaf ini yang pertama kali akan
memberikan peran ketika ada kuman yang masuk kedalam tubuh. Setelah itu
maka kuman harus melawan pertahanan tubuh yang kedua yaitu pertahan tubuh
spesifik terdiri dari sistem humoral dan seluler. Sistem pertahanan tersebut hanya
bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya. Sistem pertahanan
humoral akan menghasilkan zat yang disebut imunoglobin(Ig A,Ig M,Ig E, Ig D)
dan sistem pertahanan seluler terdiri dari Limfosit B dan Limfosit T, dalam
pertahanan spesifik selanjutnya akan menghasilkan satu cell yang disebut sel
memori, sel ini akan berguna atau sangat cepat breaksi apabila sudah pernah
masuk kedalam tubuh, kondisi ini yang digunankan dalam prinsip imunisasi.
Berdasarkan proses tersebut di atas maka imunisasi di bagi menjadi dua yaitu
imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu
proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik
yang akan menghasilkan respons seluler dan humoral serta dihasilkannya sel
memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat
dapat merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan
dalam setiap vaksinnya antara lain:
1. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau
mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli
sakarida, toksoid atau virus dilemahkan atau bakteri dimatikan.
2. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan.
3. Preservatif,stabiliser, dan antibiotika yang berguna untuk menghindari
tubuhnya mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.
4. Adjuvan yang terdiri dari garam alumunium yang berfungsi untuk
meningkatkan imunogenitas antigen.
3. Imunisasi Polio
5. Imunisasi Hepatitis B
Efek samping
Nyeri
Kemerahan
Bengkak di sekeliling area suntikan
Pusing dan mual
Sakit perut atau diare
8. Imunisasi Varicella
Efek samping
Timbulnya rasa sakit pada sekitar lengan lokasi suntikan vaksin.
Demam ringan juga mungkin akan dialami pasca vaksinasi dilakukan
Sakit kepala, batuk, hidung tersumbat, nyeri otot, mual, muntah, sakit
perut diare atau kesulitan tidur.
Demam yang tinggi sehingga memicu terjadinya kejang, terutama pada
anak dengan riwayat kejang demam.
9. Imunisasi Hepatitis A
Efek samping
Demam dan lemas
Gatal-gatal
Batuk
Sakit kepala
Hidung tersumbat.
Perlu anda ketahui bahwa saat ini imunisasi yang diberikan kepada bayi dan
anak cukup banyak jumlahnya. Untuk itu, perlu diatur urutan pemberian vaksin
dalam jadwal imunisasi. Berikut ini jadwal pemberian imunisasi pada bayi di
bawah 1 tahun, usia balita, anak usia SD, dan WUS (Wanita Usia Subur).
1. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar
Rumus:
IP Vaksin = Jumlah Cakupan / Jumlah Vaksin yang dipakai
3) Menghitung Kebutuhan Vaksin
a) Setelah menghitung jumlah sasaran, menentukan target dan
menghitung IP vaksin, maka data-data tersebut dapat digunakan
untuk menghitung kebutuhan vaksin.
b) Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke
kabupaten/kota untuk dilakukan kompilasi, kemudian diteruskan
ke provinsi dan ke pusat (perencanaan secara bottom up).
Rumus menghitung kebutuhan tiap jenis vaksin:
(1) Bayi
Vaksin BCG
2.7 Pendistribusian
Vaksin dibawa dengan menggunakan vaksin carrier yang diisi cool pack dengan
jumlah yang sesuai.
2.8 Penyimpanan Vaksin
Pernahkah Anda membaca tentang VVM? Di dalam bahan ajar ini Anda
akan mempelajari tentang VVM. Jadi, yang dimaksud dengan VVM adalah alat
pemantau paparan suhu panas. Fungsi VVM untuk memantau suhu vaksin selama
dalam perjalanan maupun dalam penyimpanan. VVM ditempelkan pada setiap
vial vaksin berupa bentuk lingkungan dengan bentuk segi empat pada bagian
dalamnya. Diameter VVM sekitar 0,7 cm (7 mm). VVM mempunyai karakteristik
yang berbeda, spesifik untuk tiap jenis vaksin. VVM untuk vaksin polio tidak
dapat digunakan untuk vaksin HB, begitu juga sebaliknya. Setiap jenis vaksin
mempunyai VVM tersendiri. Semua vaksin dilengkapi VVM, kecuali BCG.
Untuk lebih jelasnya, Anda dapat melihat gambar berikut ini.
2.8.2 Masa Kadaluwarsa Vaksin
Apabila kondisi VVM vaksin sama, maka digunakan vaksin yang lebih
pendek masa kadaluwarsanya (Early Expire First Out/EEFO).
Vaksin sisa pada pelayanan statis (Puskesmas, Rumah Sakit, atau Praktik
Swasta) bisa digunakan pada pelayanan hari berikutnya. Beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.
a) Disimpan pada suhu 2o s.d. 8o C;
b) VVM dalam kondisi A atau B;
c) Belum kadaluwarsa;
d) Tidak terendam air selama penyimpanan;
e) Belum melampaui masa pemakaian.
Anda akan lebih mudah mengingat dengan menggunakan tabel berikut ini.
a) kamar Dingin dan kamar beku Kamar dingin dan kamar beku (terdapat di
tingkat provinsi). Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut ini.
Bentuk top opening pada umumnya adalah freezer yang biasanya digunakan
untuk menyimpan bahan makanan, ice cream, daging, atau lemari es untuk
penyimpanan vaksin. Salah satu bentuk lemari es top opening adalah ILR (Ice
Lined Refrigerator) yaitu Freezer yang dimodifikasi menjadi lemari es dengan
suhu bagian dalam 2o s.d. 8o C.
Gambar
Selama ini, persepsi awam dan juga kalangan petugas menganggap semua
kelainan dan kejadian yang dihubungkan dengan imunisasi sebagai reaksi alergi
terhadap vaksin. Akan tetapi, telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Comittee,
Institute of Medicine (IOM) United State of America (USA), menyatakan bahwa
sebagian besar Kejadian iKutan pasca-imunisasi (Kipi). KIPI terjadi secara
kebetulan saja (koinsidensi). Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering
adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan (programmatic errors).
(Akib, 2011)
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik, baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi
suntikan langsung, meliputi rasa sakit, bengkak, dan kemerahan pada tempat
suntikan. Adapun reaksi tidak langsung, meliputi rasa takut, pusing, mual, sampai
sinkop. Reaksi ini tidak berhubungan dengan kandungan yang terdapat pada
vaksin, yang sering terjadi pada vaksinasi massal.
Hal yang harus diperhatikan untuk mengurangi risiko timbulnya KIPI yaitu
apakah resipien termasuk dalam kelompok risiko. Kelompok risiko adalah anak
yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu dan bayi berat lahir
rendah.
Jadwal imunisasi bayi pada bayi kurang bulan harus memperhatikan: titer
imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dari pada bayi cukup
bulan, apabila berat badan bayi kecil (<1.000 gram) imunisasi ditunda dan
diberikan setelah bayi mencapai berat 2.000 gram atau berumur 2 bulan; kecuali
untuk imunisasi hepatitis B pada bayi dengan ibu yang HBs Ag positif. Untuk
lebih jelasnya, Anda dapat melihat tabel berikut.
2.12. Pemantauan KIPI
Risiko KIPI selalu ada pada setiap tindakan imunisasi. Komda KIPI
dibentuk di provinsi guna menjalin kerja sama antara pakar terkait, instansi
kesehatan, dan pemerintah daerah setempat, sesuai dengan otonomi daerah.
Apabila tidak ditemukan kasus KIPI, maka setiap 6 bulan (Juli dan Desember)
Dinas kesehatan kabupaten/kota harus melapor nihil (zero report). (Menkes, 2005)
Daftar KIPI yang dilaporkan terdapat pada tabel 2. Pelaporan KIPI juga
harus meliputi setiap kasus dirawat, meninggal atau KIPI berita yang diyakini
masyarakat atau tenaga kesehatan yang disebabkan oleh imunisasi.
Untuk kasus KIPI dengan reaksi yang ringan, seperti reaksi lokal, demam,
dan gejala-gejala sistemis yang dapat sembuh sendiri, tidak perlu dilaporkan.
Reaksi lokal yang berat (seperti pembengkakan hingga ke sendi yang paling
dekat; nyeri; kemerahan pembengkakan lebih dari 3 hari; atau membutuhkan
perawatan di rumah sakit), terutama jika ditemukan kasus berkelompok sebaiknya
dilaporkan.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran