Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

Konsep Dasar Imunisasi pada Bayi dan Anak


Diajukan guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Pengampu : Hj. Endang Suartini, SST,MKM

Disusun Oleh :

1. Ade Rahma (P27901118051)


2. Ainu Fijar (P27901118052)
3. Fitria Wahyuningsih (P27901118068)
4. Furry Andayani P. (P27901118069)
5. Pudjairah Pahlita A (P27901118081)
6. Roselina Novianti (P27901118083)
7. Zakiya Nuriyah (P27901118097)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TANGERANG
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjat puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan
hidayahnya yang telah diberikan kepada penulis dalam pembuatan makalah ini,
serta dengan segenap kemampuan penulis telah berusaha semaksimal mungkin
dalam pembuatan makalah ini. Dengan mencapai apa yang diharapkan
penulis.Kemudian salawat serta salam senantiasa dilimpahkan pada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan beserta pengikutnya yang setia hingga
akhir zaman.
Penulis menyusun makalah dengan harapan dapat membantu dan
bermanfaat bagi pembaca. Sehubung dengan penyelasaian makalah ini penulis
sampaikan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada:
1. Ibu Kusniawati,S.Kep,Ners,M.Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan
2. Ibu Lailatul Fadilah,S.Kep,Ners,M.Kep selaku Ketua Prodi D3
Keperawatan
3. Ibu Hj. Endang Suartini, SST,MKM selaku Dosen Pembimbing mata
kuliah Keperawatan Anak
4. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyusun makalah ini hingga selesai.
Sebenarnya dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurrangan dan
kesalahan baik dari segi bahasa maupun tulisan. Namun berkat usaha penulis
serta berkat inayah rahmat Allah SWT jualah makalah ini terselesaikan
walaupun masih ada kekurangan.

Tangerang, Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................. ii


Daftar Isi ........................................................................................................ iii

Bab I Pendahuluan ................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................... 2

Bab II Pembahasan ................................................................................


2.1 Pengertian Imunisasi ............................................................... 3
2.2 Prinsip Dasar dan Tujuan Pemberian Imunisasi ..................... 4
2.3 Jenis-Jenis Imunisasi ............................................................... 5
2.4 Jadwal Imunisasi ..................................................................... 14
2.5 Pengertian Cold Chain ............................................................ 17
2.6 Perencanaan Kebutuhan Logistik ............................................ 17
2.7 Pendistribusian ........................................................................ 21
2.8 Penyimpanan Vaksin ............................................................... 24
2.9 Pengertian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi .......................... 35
2.10 Penyebab Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi .......................... 36

Bab III Penutup ........................................................................................


3.1 Kesimpulan ............................................................................. 43
3.2 Saran ....................................................................................... 43

Daftar Pustaka ...............................................................................................


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan kematian pada bayi
dengan memberikan vaksin. Dengan imunisasi, seseorang menjadi kebal
terhadap penyakit khususnya penyakit infeksi. Dengan demikian, angka
kejadian penyakit infeksi akan menurun, kecacatan serta kematian yang
ditimbulkannya akan berkurang.
Imunisasi berasal dari kata imun,kebal atau resisten. Anak di imunisasi,
berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau
resisten terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap
suatu penyakit terhadap suatu penyakit tapi belum tentu kebal terhadap
penyakit lain. Caranya adalah dengan pemberian vaksin. Vaksin ini berasal
dari bibit penyakit tertentu yang dapat menimbulkan penyakit, tetapi penyakit
ini terlebih dahulu dilemahkan/dimatikan sehingga tidak berbahaya lagi bagi
kelangsungan hidup manusia.
Pembuatan vaksin bisa berasal dari bibit penyakit hidup yang dilemahkan
(misalnya virus campak dalam vaksin campak, virus polio dalam vaksin
polio,bakteri calmette guerin dalam vaksin BCG), ada juga yang dibuat dari
toxin (racun) yang dihasilkan oleh bakteri yang kemudian dirubah menjadi
toxoid sehingga tidak berbahaya bagi manusia (missal,tetanus toxoid dalam
vaksin TT, difteri toxoid dalam vaksin DPT atau DT).
Strategisnya Imunisasi sebagai alat pencegahan, menjadikan imunisasi
sebagai program utama suatu negara. Bahkan merupakan salah satu alat
pencegahan penyakit yang utama di dunia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Imunisasi?
2. Apa tujuan dilakukannya Imunisasi?
3. Apa saja jenis-jenis Imunisasi?
4. Apa itu cold chain?
5. Bagaimana cara pemberian Imunisasi?
6. Kapan saja jadwal pemberian Imunisasi?

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui apa itu Imunisasi.
2. Untuk mengetahui apa tujuan di lakukannya Imunisasi pada bayi dan anak.
3. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis Imunisasi.
4. Untuk mengetahui apa itu cold chain.
5. Untuk mengetahui cara pemberian Imunisasi.
6. Untuk mengetahui kapan saja Imunisasi harus di lakukan.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun,kebal atau resisten. Anak di imunisasi,


berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau
resisten terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu
penyakit terhadap suatu penyakit tapi belum tentu kebal terhadap penyakit lain.

Imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibody antibody, yang


dalam bidang ilmu Imunologi merupakan kuman atau racun (toxin disebut sebagai
antigen). Secara khusus antigen merupakan bagian dari protein kuman atau
protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kalinya masuk kedalam tubuh
manusia,maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti terhadap racun
kuman yang disebut dengan antibody.

Imunisasi juga merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan


anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti
untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Pembuatan vaksin bisa berasal dari
bibit penyakit hidup yang dilemahkan (misalnya virus campak dalam vaksin
campak,virus polio dalam vaksin polio, bakteri calmette guerin dalam vaksi
BCG),ada juga yang dibuat dari toxin (racun) yang dihasilkan oleh bakteri yang
kemudian dirubah menjadi toxoid sehingga tidak berbaha bagi manusia(missal,
tetanus toxoid dalam vaksin TT,difteri toxoid dalam vaksin DPT atau DT).

Sedangkan yang di vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang


pembentukan zat anti yang di masukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti
vaksin BCG,DPT,Campak,dan melalui mulut seperti vaksin polio. Tujuan
diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit
sehingga dapat menurunkan angka mordibitas dan mortalitas serta dapat
mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.
Di negara Indonesia terdapat jenis imunisasi yang di wajibkan oleh
pemerintahan dan ada juga yang hanya di anjurkan,imunisasi wajib di indonesia
sebagaimana telah di wajibkan oleh WHO ditambah dengan Hepatitis B.
Imunisasi yang hanya di anjurkan oleh pemerintah dapat digunakan untuk
mencegah suatu kejadian yang luar biasa atau penyakit emdemik,atau untuk
kepentingan tertentu (bepergian) seperti jamaah haji seperti imunisasi meningitis.

Pemberian imunisasi pada anak yang mempunya tujuan agar tubuh kebal terhadap
penyakit tertentu,kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di
antaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi,potensi
antigen yang di suntikkan,waktu antara pemberian imunisasi,mengingat efektif
dan tidaknya imunisasi tersebut akan tergantung dari faktor yang
mempengaruhinya sehinga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak.

2.2 Prinsip dasar dan Tujuan pemberian Imunisasi

Prinsip dasar pemberian imunisasi adalah :

1. Bila ada antigen (kuman,bakteri,virus,parasit,racun kuman memasuki tubuh


maka tubuh akan berusaha menolaknya, tubuh membuat zat anti berupa
antibody atau anti toxin)
2. Reaksi tubuh pertama kali terhadap antigen berlangsung secara lambat dan
lemah,sehingga tak cukup banyak antibody yang terbentuk.
3. Pada reaksi atau respon yang kedua,ketiga, dan seterusnya tubuh sudah mulai
lebih mengenal jenis antigen tersebut.
4. Setelah beberapa waktu, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang. Untuk
mempertahankan agar tetap kebal, perlu diberikan antigen/suntikan/ imunisasi
ulang.
5. Kadar antibody yang tinggi dalam tubuh menjamin anak akan sulit untuk
terserang penyakit.

Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap


penyakit sehingga dapat menurunkan angka mordibitas dan mortalitas serta dapat
mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.
Secara umum imunisasi mempunyai dua tujuan berikut ini.

 Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan,kematian dan kecacatan akibat Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).

 Tujuan Khusus
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di seluruh desa/
kelurahan pada tahun 2014.
b. Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di
bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalan satu tahun) pada tahun 2013.
c. Eradikasi polio pada tahun 2015.
d. Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015.
e. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan
limbah medis (safety injection practice and waste disposal management).

2.3 Jenis – jenis Imunisasi

Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada bayi dan anak dari
berbagai penyakit, diharapkan anak atau bayi tetap tumbuh dalam keaadan sehat.
Pada dasarnya dalam tubuh sudah memiliki pertahanan secara sendiri agar
berbagai kuman yang masuk dapat dicegah,pertahanan tubuh tersebut meliputi
pertahanan nonspesifik dan pertahanan sepesifik,proses mekanisme pertahanan
dalam tubuh pertama kali adalah perthanan nonspesifik sperti complemen dan
makrogaf di mana komplemen dan makrogaf ini yang pertama kali akan
memberikan peran ketika ada kuman yang masuk kedalam tubuh. Setelah itu
maka kuman harus melawan pertahanan tubuh yang kedua yaitu pertahan tubuh
spesifik terdiri dari sistem humoral dan seluler. Sistem pertahanan tersebut hanya
bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya. Sistem pertahanan
humoral akan menghasilkan zat yang disebut imunoglobin(Ig A,Ig M,Ig E, Ig D)
dan sistem pertahanan seluler terdiri dari Limfosit B dan Limfosit T, dalam
pertahanan spesifik selanjutnya akan menghasilkan satu cell yang disebut sel
memori, sel ini akan berguna atau sangat cepat breaksi apabila sudah pernah
masuk kedalam tubuh, kondisi ini yang digunankan dalam prinsip imunisasi.
Berdasarkan proses tersebut di atas maka imunisasi di bagi menjadi dua yaitu
imunisasi aktif dan imunisasi pasif.

2.3.1 Imunisasi Aktif

Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu
proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik
yang akan menghasilkan respons seluler dan humoral serta dihasilkannya sel
memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat
dapat merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan
dalam setiap vaksinnya antara lain:

1. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau
mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli
sakarida, toksoid atau virus dilemahkan atau bakteri dimatikan.
2. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan.
3. Preservatif,stabiliser, dan antibiotika yang berguna untuk menghindari
tubuhnya mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.
4. Adjuvan yang terdiri dari garam alumunium yang berfungsi untuk
meningkatkan imunogenitas antigen.

2.3.2 Imunisasi Pasif

Merupakan pemberian zat (imunoglobulin) yaitu suatu zat yang dihasilkan


melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau
binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk
dalam tubuh yang terinfeksi. Dalam pemberian imunisasi pada anak dapat
dilakukan dengan beberapa imunisasi yang dianjurkan diantaranya :
1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit


TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang
ringan dapat terjadi dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi
BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang berat seperti TBC pada
selaput otak, TBC Milier (Pada seluruh lapangan paru) atau TBC tulang.
Imunisasi BCG ini merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang
telah dilemahkan.
 Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis.
 Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dengan dosis
0,05 ml.
 Waktu pemberian imunisasi BCG pada umur 0-11 bulan, akan
tetapi pada umumnya diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan.
 Cara pemberian imunisasi BCG melalui intradermal.
 Efek samping pada BCG dapat terjadi ulkus pada daerah suntikan
dan dapat terjadi limfadenitis regional dan reaksi panas.
 Penanganan efek samping
Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres dengan cairan
antiseptik. Apabila cairan bertambah banyak atau koreng semakin
membesar anjurkan orang tua membawa bayi ke tenaga kesehatan.
2. Imunisasi DPT ( Diphteri, Pertusis, dan Tetanus)

Merupakan imunisasi yang digunnakan untuk mencegah terjadinya


penyakit difteri. Imunisasi DPT ini merupakan vaksin yang mengandung
racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya akan tetapi masih
dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid).
 Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah tiga kali, dengan
maksud pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit
(tahap pengenalab) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ
tubuh membuat zat anti,kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang
cukup.
 Waktu pemberian imunisasi DPT anatara umur 2-11 bulan dengan
interval 4 minggu.
 Cara pemberian imunisasi DPT melalui intra muskular.
 Efek samping pada DPT mempunyai efek ringan dan efek
berat,efek ringan seperti pembengkakkan dan nyeri pada tempat
penyuntikan, demam sedangkan efek berat dapat menangis hebat
kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi
kejang,ensefalopati,dan shock.
 Penanganan efek samping
 Orang tua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak Asi
 Jika demam,kenakan pakaian yang tipis
 Bekas suntikan yang nyeri dapat di kompres air dingin
 Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3-4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam)
 Bayi boleh mandi atau cukup di seka dengan air hangat
 Jika reaksi memberat dan mentap bawa bayi ke dokter.

3. Imunisasi Polio

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit


poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan
vaksin ini adalah virus yang dilemahkan.
 Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah empat kali.
 Waktu pemberian imunisasi polio pada umur 0-11 bulan dengan
interval pemberian 4 minggu.
 Cara pemberian imunisasi polio melalui oral.
 Efek samping
Vaksin polio bisa menimbulkan demam hingga lebih dari 39 derajat
Celcius. Efek samping lain yang dapat terjadi meliputi reaksi alergi
seperti gatal-gatal,kulit kemerahan,sulit bernapas atau menelan,serta
bengkak pada wajah.
4. Imunisasi Campak

Merupakan imunisasi yang digunkanan untuk mencegah terjadinya


penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular.
Kandungan vaksin itu adalah virus yang dilemahkan.
 Frekuensi pemberian imuniasasi campak adalah satu kali. Waktu
pemberian imunisasi campak pada umur 9-11 bulan.
 Cara pemberian imunisasi campak melalui subkutan.
 Efek sampingnya adalah dapat terjadi ruam pada tempat suntikan
dan panas.

5. Imunisasi Hepatitis B

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit


hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair.
 Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis tiga kali dengan dosis 0,5
ml atau 1 (buah) HB PID
 Waktu pemberian imunisasi hepatitis B pada umur 0-11 bulan.
 Cara pemberian imunisasi hepatitis ini adalah intra muskuler
 Kontra indikasi penderita infeksi berat yang disertai kejang.
 Efek samping
 Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di
sekitar tempat penyuntikan.
 Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2
hari
 Penanganan efek samping
 Orangtua dianjurkan untuk memeberikan minum lebih banyak ASI
 Jika demam, kenakan pakaian yang tipis
 Bekas suntikan yang nyeri dapat di kompres air dingin
 Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3-4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam)
 Bayi boleh mandi atau cukup di seka dengan air hangat

6. Imunisasi MMR (Measles,Mumps, dan Rubela)

Merupakan imunisasi yang digunakan dalam memberikan atau mencegah


terjadinya penyakit campak(meales),gondong,parotis epidemika(mumps)
dan rubela (campak Jerman).Dalam imunisasi MMR ini antigen yang di
pakai adalah virus campak strain edmonson yang dilemahkan,virus rubella
strain RA 27/3 dan virus gondong. Vaksin ini tidak dianjurkan pada bayi
usia dibawah 1 tahun karena di khawatirkan terjadu interferensi dengan
antibody maternal yang masih ada. Khusus pada daerah endemik sebaiknya
diberikan imunisasi campak yang monovalen dahuku pada usia 4-6 bulan
atau 9-11 bulan dan bostee dapat dilakukan MMR pada usia 15-18 bulan.
 Efek samping
 Kemerahan di bagian tubuh yang disuntik atau demam.
 Pembengkakan kelenjar.
 Kejang-kejang.
 Sendi kaku atau nyeri sendi.
 Ensefalitis atau radang otak.
 Perdarahan atau jumlah trombosit rendah.
 Munculnya penyakit gondong yang tidak menular, sekitar dua hari.
 Munculnya campak ringan yang tidak menular dan berlangsung sekitar
tiga hari.

7. Imunisasi Thipus Abdominalis

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit


tifus abdominalis, dalam persediannya khususnta di Indonesia terdapat tiga
jenis vaksin tifus abdominalis di antaranya kuman yang di matikab,kuman
yang di lemahkan (vivotif,berna) dan antigen capsular Vi poliysaccharide
(Typhim Vi, Pasteur Meriux). Pada vaksin kuman yang dimatikan dapat
diberikan untuk bayi 6-12 bulan adalah 0,1 ml, 1-2 tahun 0,2 ml, dan 2-12
tahun adalag 0,5 ml, pada imunisasi awal dapat diberikan sebanyak 2 kali
dengan interval empat minggu kemudian penguat setelah satu tahun
kemudian. Pada vaksin kuman yang di lemahkan dapat di berikan dalam
bentuk capsul enteric coated sebelum makan pada haru 1,2,5 pada anak
diatas usia 6 tahun dan pada antigen capsular diberikan pada usia diatas dua
tahun dan dapat diulang tiap 3 tahun.

 Efek samping
 Nyeri
 Kemerahan
 Bengkak di sekeliling area suntikan
 Pusing dan mual
 Sakit perut atau diare
8. Imunisasi Varicella

Merupajan Imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit


varicella (cacar air). Vaksin varicella merupakan virus hidup varicella
zoozter strain OKA yang dilemahkan pemberian vaksin varicella dapat
diberikan suntikan tunggal pada usia 12 tahun di daerah topik dan bila di
atas usia 13 tahun dapat diberikan dua kali suntikan dengan interval 4-8
minggu.

 Efek samping
 Timbulnya rasa sakit pada sekitar lengan lokasi suntikan vaksin.
 Demam ringan juga mungkin akan dialami pasca vaksinasi dilakukan
 Sakit kepala, batuk, hidung tersumbat, nyeri otot, mual, muntah, sakit
perut diare atau kesulitan tidur.
 Demam yang tinggi sehingga memicu terjadinya kejang, terutama pada
anak dengan riwayat kejang demam.

9. Imunisasi Hepatitis A

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit


hepatitis A. Pemberian imunisasi ini dapat diberikan pada usia diatas dua
tahun. Untuk imunisasi awal dengan menggunakan vaksin Havrix (isinya
virus hepatitis A strain HM175 yang inactivated) dengan 2 suntikan dengab
interval 4 minggu dan boster pada enam bulan kemudian dan apabila
menggunakan vaksin MSD dapat di lakukan tiga kali suntikan pada usian
0,6 dan 12 bulan.

 Efek samping
 Demam dan lemas
 Gatal-gatal
 Batuk
 Sakit kepala
 Hidung tersumbat.

10. Imunisasi HiB ( Haemophilus Tipe B)


Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit
influenza tipe b. Vaksin ini adalah bentuk polisakarida murbi (PRP :
purified capsular polysacharide) kuman H. Influenza tipe b. Antigen dalam
vaksin tersebut dapat di konjugasi dengan protein-protein lain seperti
toksoid tetanus (PRP-T), toksoid dipteri (PRP-D atau PRPCR50) atau
dengan kuman menongokus ( PRP-OMPC). Pada pemberian imunisasi
awal dengan PRP-T dilakukan dengan tiga suntikan dengan interval 2 bulan
kemudian vaksin PRP OMPC dilakukan dengan dua suntikan dengan
interval 2 bulan kemudian bosternya dapat diberikan pada usia 18 bulan.
 Efek samping
 Demam di atas 39 derajat Celsius
 Diare
 Nafsu makan berkurang.

2.4 Jadwal Imunisasi

Perlu anda ketahui bahwa saat ini imunisasi yang diberikan kepada bayi dan
anak cukup banyak jumlahnya. Untuk itu, perlu diatur urutan pemberian vaksin
dalam jadwal imunisasi. Berikut ini jadwal pemberian imunisasi pada bayi di
bawah 1 tahun, usia balita, anak usia SD, dan WUS (Wanita Usia Subur).
1. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar

2. Jadwal Imunisai Lanjutan Pada Usia Batita


3. Jadwal Imuniasi Lanjutan Pada Usia Sekolah

4. Jadwal Imunisasi Lanjutan Tetanus Toksoid (TT)


Pelayanan imunisasi rutin dapat dilaksanakan di beberapa tempat, antara lain :
1. Pelayanan imunisasi di komponen statis (Puskesmas, Puskesmas
pembantu, rumah sakit dan rumah bersalin).
2. Pelayanan imunisasi rutin dapat juga diselenggarakan oleh swasta seperti :
 Rumah sakit swasta
 Dokter praktek
 Bidan praktek
Koordinasi pelayanan imunisasi rutin oleh swasta doperlukan untuk penyediaan
vaksin dan pelaporan.

Prosedur yang dilakukan pada komponen ini adalah :


Skrining, menjaring sasaran disemua pintu masuk BP/KIA atau dalam kegiatan
MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) Petugas harus mengantisipasi adanya
penolakan terhadap imunisasi. Alasan yang biasa dikemukakan oleh keluarga
harus dibicarakan agar tindakan yang tepat dapat diberikan. Misalnya imunisasi
campaka yang ditandai dengan gejala pathognomonis campak yaitu
hiperpigmentasi dan deskuamasi.

2.5 Pengertian Cold Chain

Cold Chain atau Rantai dingin adalah sistem penyimpanan dan


pengangkutan vaksin pada suhu yang direkomendasikan dari titik produksi ke titik
penggunaan. Artinya, peran rantai dingin adalah untuk menjaga potensi vaksin.
Ada juga konsep yang disebut ‘reserve cold chain’, yang merupakan sistem
menyimpan dan mengangkut sampel pada suhu yang disarankan dari titik
pengumpulan ke laboratorium.

2.6 Perencanaan Kebutuhan Logistik

1. Menentukan Target Cakupan


Menentukan target cakupan adalah menetapkan berapa besar cakupan
yang akan dicapai pada tahun yang direncanakan untuk mengetahui
kebutuhan vaksin yang akan dibutuhkan. Penetapan target cakupan
berdasarkan tingkat pencapaian di tiap-tiap wilayah kerja.
2. Menghitung Indeks Pemakaian Vaksin
Indeks pemakaian (IP) vaksin adalah dosis riil setiap kemasan vaksin.
Dalam menghitung jumlah kebutuhan vaksin harus diperhatikan
beberapa hal, yaitu jumlah sasaran, jumlah pemberian, target cakupan dan
indeks pemakaian vaksin dengan memperhitungkan sisa vaksin (stok)
sebelumnya.

Kebutuhan → {Jumlah Sasaran x Jumlah Pemberian x Target Cakupan} → Sisa Stok IP


Vaksin

Indeks pemakaian vaksin (IP) adalah pemakaian rata-rata setiap


kemasan vaksin. Cara menghitung IP adalah dengan membagi jumlah
cakupan dengan jumlah vaksin yang dipakai.

Rumus:
IP Vaksin = Jumlah Cakupan / Jumlah Vaksin yang dipakai
3) Menghitung Kebutuhan Vaksin
a) Setelah menghitung jumlah sasaran, menentukan target dan
menghitung IP vaksin, maka data-data tersebut dapat digunakan
untuk menghitung kebutuhan vaksin.
b) Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke
kabupaten/kota untuk dilakukan kompilasi, kemudian diteruskan
ke provinsi dan ke pusat (perencanaan secara bottom up).
Rumus menghitung kebutuhan tiap jenis vaksin:

(1) Bayi
Vaksin BCG

BCG = Sasaran x Target BCG (95%) = ................ ampul


IP BCG
(2) Anak Balita

(3) Anak Sekolah Dasar

2.7 Pendistribusian

Pemerintah bertanggung jawab dalam pendistribusian logistik sampai ke


tingkat provinsi. Pendistribusian selanjutnya merupakan tanggung jawab
pemerintah daerah secara berjenjang dan untuk lebih jelasnya Anda dapat melihat
gambar berikut ini.
Seluruh proses distribusi vaksin dari pusat sampai ke tingkat pelayanan,
harus mempertahankan kualitas vaksin tetap tinggi agar mampu memberikan
kekebalan yang optimal kepada sasaran.

2.7.1 Distribusi dari Puskesmas ke tempat Pelayanan

Vaksin dibawa dengan menggunakan vaksin carrier yang diisi cool pack dengan
jumlah yang sesuai.
2.8 Penyimpanan Vaksin

Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai


didistribusikan ketingkat berikutnya, vaksin harus selalu disimpan pada suhu yang
telah ditetapkan dapat Anda lihat pada tabel berikut ini.
Anda wajib memperhatikan beberapa hal dalam pemakaian vaksin secara
berurutan, yaitu sebagai berikut.

2.8.1. Keterpaparan Vaksin Terhadap Panas

Vaksin yang telah mendapatkan paparan panas lebih banyak (yang


dinyatakan dengan perubahan kondisi Vaksin Vial Monitor [VVM] VVM A ke
kondisi B) harus digunakan terlebih dahulu meskipun masa kedaluwarsanya
masih lebih panjang. Vaksin dengan kondisi VVM C dan D tidak boleh
digunakan.

Pernahkah Anda membaca tentang VVM? Di dalam bahan ajar ini Anda
akan mempelajari tentang VVM. Jadi, yang dimaksud dengan VVM adalah alat
pemantau paparan suhu panas. Fungsi VVM untuk memantau suhu vaksin selama
dalam perjalanan maupun dalam penyimpanan. VVM ditempelkan pada setiap
vial vaksin berupa bentuk lingkungan dengan bentuk segi empat pada bagian
dalamnya. Diameter VVM sekitar 0,7 cm (7 mm). VVM mempunyai karakteristik
yang berbeda, spesifik untuk tiap jenis vaksin. VVM untuk vaksin polio tidak
dapat digunakan untuk vaksin HB, begitu juga sebaliknya. Setiap jenis vaksin
mempunyai VVM tersendiri. Semua vaksin dilengkapi VVM, kecuali BCG.
Untuk lebih jelasnya, Anda dapat melihat gambar berikut ini.
2.8.2 Masa Kadaluwarsa Vaksin

Apabila kondisi VVM vaksin sama, maka digunakan vaksin yang lebih
pendek masa kadaluwarsanya (Early Expire First Out/EEFO).

2.8.3. Waktu Penerimaan Vaksin (First In First Out/FiFO)

Vaksin yang terlebih dahulu diterima sebaiknya dikeluarkan terlebih dahulu.


Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa vaksin yang diterima lebih awal
mempunyai jangka waktu pemakaian yang lebih pendek.

2.8.4. Pemakaian Vaksin Sisa

Vaksin sisa pada pelayanan statis (Puskesmas, Rumah Sakit, atau Praktik
Swasta) bisa digunakan pada pelayanan hari berikutnya. Beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.
a) Disimpan pada suhu 2o s.d. 8o C;
b) VVM dalam kondisi A atau B;
c) Belum kadaluwarsa;
d) Tidak terendam air selama penyimpanan;
e) Belum melampaui masa pemakaian.

Anda akan lebih mudah mengingat dengan menggunakan tabel berikut ini.

Vaksin sisa pelayanan dinamis (posyandu, sekolah) tidak boleh digunakan


kembali pada pelayanan berikutnya, dan harus dibuang.

2.8.5. Monitoring Vaksin dan logistic

Setiap akhir bulan, atasan langsung pengelola vaksin melakukan monitoring


administrasi dan fisik vaksin serta logistik lainnya. Hasil monitoring dicatat pada
kartu stok dan dilaporkan secara berjenjang bersamaan dengan laporan cakupan
imunisasi.
2.8.6 Sarana Penyimpanan

a) kamar Dingin dan kamar beku Kamar dingin dan kamar beku (terdapat di
tingkat provinsi). Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut ini.

b) Lemari es dan Freezer


Banyak model lemari es yang dapat digunakan, tetapi gambar berikut
inilah yang sudah terstandardisasi WHO/UNICEF. Berikut ini lemari es
tingkat Puskesmas yang sudah terdaftar di WHO/ UNICEF.
Anda tentu sudah tahu fungsi lemari es dan freezer. Fungsi lemari es
tempat menyimpan vaksin BCG, Td, TT, DT, hepatitis B, Campak, dan DPT-HB-
Hib, pada suhu yang ditentukan 2o s.d. 8o C dapat juga difungsikan untuk
membuat kotak dingin cair (cool pack). Adapun fungsi freezer untuk menyimpan
vaksin polio pada suhu yang ditentukan antara -15o s.d. -25o C atau membuat
kotak es beku (cold pack).

Bagian yang sangat penting dari lemari es/freezer adalah termostat.


Termostat berfungsi untuk mengatur suhu bagian dalam pada lemari es atau
freezer. Tahukah Anda bahwa ada 2 macam termostat? Kedua macam termostat
itu masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Perhatikan tabel
berikut.

Bentuk pintu lemari es/freezer


1) Bentuk buka dari depan (front opening) Lemari es/freezer dengan bentuk
pintu buka dari depan banyak digunakan dalam rumah tangga atau
pertokoan, seperti untuk menyimpan makanan, minuman, buah-buahan
yang sifat penyimpanannya sangat terbatas. Bentuk ini tidak dianjurkan
untuk penyimpanan vaksin.

2) Bentuk Buka ke Atas (Top Opening)

Bentuk top opening pada umumnya adalah freezer yang biasanya digunakan
untuk menyimpan bahan makanan, ice cream, daging, atau lemari es untuk
penyimpanan vaksin. Salah satu bentuk lemari es top opening adalah ILR (Ice
Lined Refrigerator) yaitu Freezer yang dimodifikasi menjadi lemari es dengan
suhu bagian dalam 2o s.d. 8o C.

Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan volume penyimpanan


vaksin pada lemari es. Modifikasi dilakukan dengan meletakkan kotak dingin cair
(cool pack) pada sekeliling bagian dalam freezer sebagai penahan dingin dan
diberi pembatas berupa aluminium atau multiplex atau acrylic plastic.

c) Alat Pembawa Vaksin


1) Cold box adalah suatu alat untuk menyimpan sementara dan membawa
vaksin. Pada umumnya memiliki volume kotor 40 liter dan 70 liter. Kotak
dingin (cold box) ada 2 macam yaitu terbuat dari plastik atau kardus
dengan insulasi poliuretan.
2) Vaccine carrier adalah alat untuk mengirim/membawa vaksin dari
Puskesmas ke Posyandu atau tempat pelayanan imunisasi lainnya yang
dapat mempertahankan suhu 2o s.d. 8o C.

Gambar

d) Alat untuk Mempertahankan Suhu


1) Kotak dingin beku (cold pack) adalah wadah plastik berbentuk segi
empat yang diisi dengan air yang dibekukan dalam freezer dengan suhu -
15° s.d. -25o C selama minimal 24 jam.
2) Kotak dingin cair (cool pack) adalah wadah plastik berbentuk segi
empat yang diisi dengan air kemudian didinginkan dalam lemari es
dengan suhu +2° s.d. +8o C selama minimal 24 jam.
Cold pack selain mempertahankan suhu untuk pengiriman vaksin juga
berfungsi sebagai stabilisator suhu apabila diletakkan dalam lemari es.

e) Penempatan lemari es (le)


1) Jarak minimal LE dengan dinding bagian belakang (± 10–15 cm).
2) Jarak minimal antara LE : ± 15 cm.
3) LE tidak terkena sinar matahari langsung.
4) Ada sirkulasi udara yang cukup dalam ruangan.
5) Setiap unit LE atau Freezer hanya menggunakan 1 stop kontak listrik,
sebaiknya menggunakan stabilisator untuk tiap unit.

Coba Anda perhatikan gambar tentang penataan vaksin berikut ini.


RCW 42 EK: suhu dekat evaporator bisa < 0° C. Jauh dari evaporator suhu 2° s.d.
8° C.
f) Pemeliharaan Sarana Cold Chain
Pencairan bunga es (defrosting)

a. Pencairan bunga es dilakukan minimal 1 bulan sekali atau ketika bunga es


mencapai ketebalan 0,5 cm.
b. Sehari sebelum pencairan bunga es, kondisikan cool pack (kotak dingin
cair), vaccine carrier atau cold box.
c. Memindahkan vaksin ke dalam vaccine carrier atau cold box yang telah
berisi cool pack (kotak dingin cair).
d. Mencabut steker saat ingin melakukan pencairan bunga es.
e. Melakukan pencairan bunga es dapat dilakukan dengan cara membiarkan
hingga mencair atau menyiram dengan air hangat.
f. Pergunakan lap kering untuk mengeringkan bagian dalam lemari es
termasuk evaporator saat bunga es mencair.
g. Memasang kembali steker dan jangan mengubah termostat hingga suhu
lemari es kembali stabil (2° s.d. 8° C).
h. Menyusun kembali vaksin dari dalam vaccine carrier atau cold box ke
dalam lemari es sesuai dengan ketentuan setelah suhu lemari telah
mencapai 2° s.d. 8° C.
i. Mencatat kegiatan pemeliharaan bulanan pada kartu pemeliharaan lemari
es.

2.9 Pengertian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik


berupa reaksi vaksin, reaksi suntikan, efek farmakologis, kesalahan prosedur,
koinsiden atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. (Akib, 2011;
Kemenkes RI, 2013)

KIPI serius merupakan kejadian medis setelah imunisasi yang tak


diinginkan yang menyebabkan rawat inap atau perpanjangan rawat inap,
kecacatan yang menetap atau signifikan dan kematian, serta menimbulkan
keresahan di masyarakat. (Kemenkes, 2013)
2.10 Penyebab KIPI

Selama ini, persepsi awam dan juga kalangan petugas menganggap semua
kelainan dan kejadian yang dihubungkan dengan imunisasi sebagai reaksi alergi
terhadap vaksin. Akan tetapi, telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Comittee,
Institute of Medicine (IOM) United State of America (USA), menyatakan bahwa
sebagian besar Kejadian iKutan pasca-imunisasi (Kipi). KIPI terjadi secara
kebetulan saja (koinsidensi). Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering
adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan (programmatic errors).
(Akib, 2011)

Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KomNas-PP) KIPI


mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2 (dua) klasifikasi, yaitu klasifikasi
lapangan (untuk petugas di lapangan) dan klasifikasi kausalitas (untuk telaah
Komnas KIPI). (Kemenkes RI, 2013)

2.10.1. klasifikasi lapangan

Sesuai dengan manfaat di lapangan maka Komnas PP-KIPI memakai


kriteria World Health Organization (WHO) Western Pacific (1999) yang memilah
KIPI dalam lima kelompok berikut.

a. Kesalahan Prosedur (Program)/Teknik Pelaksanaan (Programmatic Error)

Sebagian besar KIPI berhubungan dengan kesalahan prosedur yang meliputi


kesalahan prosedur penyimpanan, pengeloalaan dan tata laksana pemberian
vaksin.

Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi.


Misalnya, dosis antigen (terlalu banyak), lokasi dan cara penyuntikan, sterilisasi
syringe dan jarum suntik, jarum bekas pakai, tindakan aseptik dan antiseptik,
kontaminasi vaksin dan peralatan suntik, penyimpanan vaksin, pemakaian sisa
vaksin, jenis dan jumlah pelarut vaksin, tidak memperhatikan petunjuk produsen
(petunjuk pemakaian, indikasi kontra, dan lain-lain). (Akib, 2011)
b. Reaksi Suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik, baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi
suntikan langsung, meliputi rasa sakit, bengkak, dan kemerahan pada tempat
suntikan. Adapun reaksi tidak langsung, meliputi rasa takut, pusing, mual, sampai
sinkop. Reaksi ini tidak berhubungan dengan kandungan yang terdapat pada
vaksin, yang sering terjadi pada vaksinasi massal.

Pencegahan reaksi KIPI akibat reaksi suntikan bisa dilakukan dengan


menerapkan teknik penyuntikan yang benar, membuat suasana tempat
penyuntikan yang tenang dan mengatasi rasa takut pada anak. (Akib, 2011)

c. Induksi Vaksin (reaksi Vaksin)

Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat


diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang dan secara klinis
biasanya ringan. Walaupun demikian, dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti
reaksi anafilaksis sistemik dengan risiko kematian.
Pencegahan terhadap reaksi vaksin, di antaranya perhatikan indikasi kontra,
tidak memberikan vaksin hidup kepada anak defisiensi imunitas, ajari orangtua
menangani reaksi vaksin yang ringan dan anjurkan untuk segera kembali apabila
ada reaksi yang mencemaskan (paracetamol dapat diberikan 4x sehari untuk
mengurangi gejala demam dan rasa nyeri), kenali dan atasi reaksi anafilaksis,
siapkan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas lengkap. (Akib, 2011)

d. Faktor kebetulan (koinsiden)

Salah satu indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya


kejadian yang sama pada saat bersamaan pada kelompok populasi setempat
dengan karakteristik serupa, tetapi tidak mendapat imunisasi.

e. Penyebab tidak diketahui

Apabila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan


ke dalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan ke dalam
kelompok ini. Biasanya, dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat
ditentukan kelompok penyebab KIPI.

2.10.2. Klasifikasi Kausalitas

Vaccine Safety Committe (1994) membuat klasifikasi KIPI yang sedikit


berbeda dengan laporan Committee Institute of Medicine (1991) dan menjadi
dasar klasifikasi saat ini, yaitu tidak terdapat bukti hubungan kausal (unrelated),
bukti tidak cukup untuk menerima atau menolak hubungan kausal (unlikely),
bukti memperkuat penolakan hubungan kausal (possible), bukti memperkuat
penerimaan hubungan kausal (probable), dan bukti memastikan hubungan kausal
(very like/certain). (Akib, 2011)

Pada tahun 2009, WHO merekomendasikan klasifikasi kausalitas baru


berdasarkan 2 aspek, yaitu waktu timbulnya gejala (onset time) dan penyebab lain
yang dapat menerangkan terjadinya KIPI (alternative explanation: no, maybe,
yes).
2.11 Kelompok Risiko Tinggi KIPI

Hal yang harus diperhatikan untuk mengurangi risiko timbulnya KIPI yaitu
apakah resipien termasuk dalam kelompok risiko. Kelompok risiko adalah anak
yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu dan bayi berat lahir
rendah.

Jadwal imunisasi bayi pada bayi kurang bulan harus memperhatikan: titer
imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dari pada bayi cukup
bulan, apabila berat badan bayi kecil (<1.000 gram) imunisasi ditunda dan
diberikan setelah bayi mencapai berat 2.000 gram atau berumur 2 bulan; kecuali
untuk imunisasi hepatitis B pada bayi dengan ibu yang HBs Ag positif. Untuk
lebih jelasnya, Anda dapat melihat tabel berikut.
2.12. Pemantauan KIPI

Penemuan kasus KIPI merupakan kegiatan penemuan kasus KIPI atau


diduga kasus baik yang dilaporkan orangtua/pasien, masyarakat ataupun petugas
kesehatan. Pemantauan KIPI merupakan suatu kegiatan yang terdiri dari
penemuan, pelacakan, analisis kejadian, tindak lanjut, pelaporan dan evaluasi.
(lihat diagram skema D)

Tujuan utama pemantauan KIPI adalah untuk mendeteksi dini, merespons


KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negatif imunisasi terhadap
kesehatan individu dan terhadap imunisasi.

Bagian terpenting dalam pemantauan KIPI adalah menyediakan informasi


KIPI secara lengkap agar dapat cepat dinilai dan dianalisis untuk mengidentifikasi
dan merespons suatu masalah. Respons merupakan tindak lanjut yang penting
dalam pemantauan KIPI.

2.12.1. Kasus KIPI yang harus Dilaporkan

Risiko KIPI selalu ada pada setiap tindakan imunisasi. Komda KIPI
dibentuk di provinsi guna menjalin kerja sama antara pakar terkait, instansi
kesehatan, dan pemerintah daerah setempat, sesuai dengan otonomi daerah.
Apabila tidak ditemukan kasus KIPI, maka setiap 6 bulan (Juli dan Desember)
Dinas kesehatan kabupaten/kota harus melapor nihil (zero report). (Menkes, 2005)

Daftar KIPI yang dilaporkan terdapat pada tabel 2. Pelaporan KIPI juga
harus meliputi setiap kasus dirawat, meninggal atau KIPI berita yang diyakini
masyarakat atau tenaga kesehatan yang disebabkan oleh imunisasi.
Untuk kasus KIPI dengan reaksi yang ringan, seperti reaksi lokal, demam,
dan gejala-gejala sistemis yang dapat sembuh sendiri, tidak perlu dilaporkan.
Reaksi lokal yang berat (seperti pembengkakan hingga ke sendi yang paling
dekat; nyeri; kemerahan pembengkakan lebih dari 3 hari; atau membutuhkan
perawatan di rumah sakit), terutama jika ditemukan kasus berkelompok sebaiknya
dilaporkan.

Kejadian reaksi lokal yang mengalami peningkatan frekuensi, walaupun


tidak berat, juga sebaiknya dilaporkan. Kasus ini bisa menjadi pertanda kesalahan
program atau menjadi masalah untuk batch vaksin tertentu. (Kemenkes, 2005)
Jika ada keraguan apakah suatu kasus harus dilaporkan atau tidak, sebaiknya
dilaporkan, agar mendapat umpan balik positif apabila kasus tersebut dilaporkan.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Imunisasi juga merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan


anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti
untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Tujuan diberikan imunisasi adalah
diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan
angka mordibitas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit
tertentu. Imunisasi di bagi menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.

3.2 Saran

Sangat penting untuk melakukan Imunisasi karena dengan melakukan


Imunisasi anak-anak akan terhindar dari segala jenis penyakit menular seperti
campak,polio,dll. Selain itu jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan
dan kesalahan, kami mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik di
kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Azis Alimul. 2005. Jakarata : Salemba Medika

Mulyanti Elis. 2005. Imunisasi. Jakarta : Kemenkes RI

Sukarmin, Sujono Riyadi. 2009. Yogyakarta : Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai