Anda di halaman 1dari 61

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya
dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap
bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam
Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi
Manusia. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas
derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan
keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan
kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan
pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai
usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah,
yang berada di luar kekuasaannya. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai
kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial serta
mempelajari atau minimal tau terkait Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah
bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1215/ Menkes/SK/XI/2001
tentang pedoman kesehatan matra pasal 1 menyebutkan bahwa Kesehatan
Matra adalah bentuk khusus upaya kesehatan diselenggarakan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam lingkungan matra yang
serba berubah. Matra adalah berpindahnya/perubahan dari satu tempat ke
tempat lain yang tidak sama tempatnya dan berpengaruh terhadap pelaksanaan
kegiatan manusia dalam lingkungan tersebut.
Upaya kesehatan berguna untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental
terhadap lingkungan yang berubah baik di lingkungan darat, laut dan udara.
Ruang lingkup kesehatan matra adalah kesehatan lapangan, kesehatan
kelautan dan bawah air, kesehatan kedirgantaraan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Sistem Jaminan Sosial?
2. Apa definisi, manfaat, fungsi Sistem Jaminan Sosial Nasional?
3. Apa landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis Sistem Jaminan Sosial
Nasional?
4. Bagaimana cara kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional?
5. Bagaimana prinsip penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional?
6. Bagaimana pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional?
7. Bagaimana pendanaan SJSN?
8. Apa definisi DJSN?
9. Apa definisi dan penjelasan terkait Jaminan Kesehatan Nasional?
10. Apa definisi dan penjelasan terkait jaminan sosial bidang ketenagakerjaan?
11. Apa definisi dan penjelasan terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial?
12. Bagaimana dasar hukum BPJS?
13. Apa definisi dan ruang lingkup kesehatan MATRA?
14. Bagaimana dasar hukum MATRA?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi Sistem Jaminan Sosial.
2. Memahami definisi, manfaat dan fungsi Sistem Jaminan Sosial Nasional.
3. Memahami cara kerja SJSN.
4. Memahami prinsip penyelenggaraan SJSN.
5. Memahami pelaksanaan dan pendanaan SJSN.
6. Mengetahui definisi DJSN.
7. Memahami penjelasan terkait Jaminan Kesehatan Nasional.
8. Memahami penjelasan jaminan sosial bidang ketenagakerjaan.
9. Memahami definisi dan penjelasan terkait BPJS.
10. Mengetahui dasar hukum BPJS.
11. Memahami definisi dan ruang lingkup MATRA.
12. Mengetahui dasar hukum MATRA

2
1.4 Manfaat Penulisan
1. Makalah ini dapat menjadi bahan untuk penulisan makalah berikutnya
dengan tema yang berkaitan.
2. Makalah ini dapat digunakan untuk media informasi bagi pembaca
mengenai konsep Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan kesehatan
MATRA.
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan yang penyusun gunakan adalah metode studi pustaka,
yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data
dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku,jurnal maupun
informasi dari internet.

3
BAB 2
ISI

2.1 Sistem Jaminan Sosial Nasional


2.1.1 Definisi Jaminan Sosial
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
yang layak. Jaminan sosial merupakan suatu sistem untuk mewujudkan
kesejahteraan dan memberikan rasa aman sepanjang hidup. Adapun makna
kesejahteraan adalah adanya pendapatan untuk membiayai hidup ketika
seseorang mengalami risiko yang berdampak secara keuangan. Misalnya,
ketika kehilangan pekerjaan, mengalami kecelakaan, memasuki hari tua,
mengalami sakit, bahkan tatkala meninggal.
2.1.2 Definisi Sistem Jaminan Sosial Nasional
System Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan
penyelenggara jaminan sosial. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
adalah tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa
penyelenggara jaminan sosial (Pasal 1 angka 2 UU No.40 Tahun 2004).
SJSN adalah program Negara yang bertujuan untuk memberi perlindungan
dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program
ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar
yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya
atau berkurangnya pendapatan, menderita sakit, mengalami kecelakaan,
kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun (Penjelasan atas
UU No. 40 Tahun 2004 paragraf ketiga).
Pengertian SJSN sebagaimana ditentukan dalam UU SJSN tersebut
bermakna bahwa jaminan sosial adalah instrumen Negara yang
dilaksanakan untuk mengalihkan risiko individu secara nasional yang
dikelola sesuai asas dan prinsip-prinsip dalam UU SJSN. Artinya, SJSN
adalah sistem jaminan sosial seumur hidup untuk perlindungan sosial

4
ekonomi bagi seluruh warga negara, sehingga bersifat mengikat dalam
kewajiban tenaga kerja, pemberi kerja, dan pemerintah.
2.1.3 Manfaat SJSN
Selama kurang lebih 4 (empat) dekade, Indonesia telah menjalankan
beberapa program jaminan sosial, namun baru mencakup sebagian kecil
masyarakat. Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang
memadai. Disamping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial
tersebut belum mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai
kepada peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta.
Untuk itu, dipandang perlu menyusun SJSN yang mampu
mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang
dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau
kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar
bagi setiap peserta.
2.1.4 Fungsi SJSN
SJSN memiliki lima fungsi, yaitu:
1. Instrumen Negara untuk pencegahan kemiskinan serta pemberdayaan
masyarakat miskin dan tidak mampu;
2. Instrumen Negara untuk penciptaan pendapatan hari tua bagi peserta,
karena iuran jaminan hari tua pada dasarnya merupakan penangguhan
sebagian pendapatan di usia produktif untuk dibayarkan pada hari tua;
3. Instrumen Negara untuk redistribusi pendapatan dari peserta
berpendapatan tinggi kepada peserta berpendapatan rendah melalui
ketentuan besaran iuran yang ditetapkan sesuai tingkat pendapatan untuk
manfaat yang sama, serta adanya bantuan iuran bagi masyarakat miskin;
4. Instrumen Negara untuk meminimalisasi peredaran uang di masyarakat
(uang primer) untuk tujuan investasi jangka panjang melalui penguncian
dana publik oleh program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun
(JP);

5
5. Instrumen Negara sebagai pengikat berdirinya Negara Republik Indonesia
karena adanya kepastian pemenuhan kebutuhan hidup dasar yang layak
untuk mewujudkan persatuan bangsa dan kesejahteraan sosial.
2.1.5 Landasan Filofosis SJSN
Melandasi penyusunan SJSN bagi penyelenggaraan jaminan sosial untuk
seluruh warga negara adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan SJSN berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak
konstitusional setiap warga negara.
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun
1945 Pasal 28H ayat (3) menetapkan, “Setiap orang berhak atas jaminan
sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia bermanfaat."
2. Penyelenggaraan SJSN adalah wujud tanggung jawab Negara dalam
pembangunan perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 34 ayat (2)
menetapkan, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan."
3. Program jaminan sosial ditujukan untuk memungkinkan setiap orang
mampu mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermanfaat.
4. Penyelenggaraan SJSN berdasarkan asas kemanusiaan dan berkaitan
dengan penghargaan terhadap martabat manusia.
UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 2 menetapkan, "Sistem Jaminan Sosial
Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat,
asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Penjelasan Pasal 2 UU
No. 40 Tahun 2004 menjelaskan bahwa asas kemanusiaan berkaitan
dengan penghargaan terhadap martabat manusia.
5. SJSN bertujuan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak
bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

6
UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 3 menetapkan, "Sistem Jaminan Sosial
Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan
dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya"
Penjelasan UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 3 menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap
orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2.1.6 Landasan Yuridis SJSN
Landasan yuridis pelaksanaan SJSN adalah UUD Negara Republik
Indonesia (UU NRI) Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H
ayat (3) diatur dalam Perubahan Kedua UUD NRI 1945 Pasal 34 ayat (2)
diatur Perubahan Keempat UUD NRI 1945.
Amanat Konstitusi tersebut kemudian dilaksanakan dengan UU No. 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU- 111/2005,
Pemerintah bersama DPR mengundangkan sebuah peraturan pelaksanaan
UU SJSN setingkat Undang-Undang yaitu UU No. 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (UU BPJS). Peraturan
Pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS mencakup Peraturan Pemerintah
hingga Peraturan Lembaga. Penyelesaian seluruh dasar hukum bagi
implementasi SJSN yang mencakup UU NRI, UU SJSN dan peraturan
pelaksanaannya membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun (2000 - 2014).
UU Negara Republik Indonesia (UUD) 1945 Perubahan Kedua (2000)
Dan Perubahan Keempat (2002) :
Pasal 28H ayat (3): “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat” Hal ini meletakkan jaminan sosial sebagai hak asasi manusia.
Pasal 34 ayat (2): “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan." Hal ini meletakkan jaminan

7
sosial sebagai elemen penyelenggaraan perekonomian nasional dan
kesejahteraan sosial.
UU SJSN (UU No. 40 Tahun 2004 ) diundangkan tanggal 19 Oktober
2004 sebagai pelaksanaan amanat konstitusi tentang hak konstitusional
setiap warga negara atas jaminan sosial dengan penyelenggaraan program-
program jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh warga negara
Indonesia.
UU SJSN adalah dasar hukum untuk menyelaraskan penyelenggaraan
berbagai bentuk jaminan sosial yang telah dilaksanakan oleh beberapa
badan penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas
serta memberikan manfaat yang besar bagi setiap peserta.
2.1.7 Landasan Sosiologis SJSN
Paradigma hubungan antara penyelenggara Negara dengan warganya
mengalami perubahan sangat mendasar sejak reformasi ketatanegaraan
pada medio tahun 1998. Selama pemerintahan Orde Baru, hubungan
tersebut berorientasi kepada Negara (state-oriented). Semenjak reformasi,
hubungan tersebut berubah menjadi berorientasi kepada rakyat yang
berdaulat (people-oriented). Rakyat tidak dipandang sebagai obyek tetapi
subyek yang diberi wewenang untuk turut menentukan kebijakan publik
yang menyangkut kepentingan mereka. Negara tidak lagi menguasai
penyelenggaraan segala urusan pelayanan publik, tetapi mengatur dan
mengarahkannya.
Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut direspon oleh
hukum. Salah satu diantaranya adalah hukum jaminan sosial. Pemerintah
membentuk dan mengundangkan UU SJSN untuk menyikapi dinamika
masyarakat dan menangkap semangat jamannya, menyerap aspirasi , dan
cita-cita hukum masyarakat. Penyelenggaraan program jaminan sosial
diubah secara mendasar untuk memberi kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip dana amanat
diberlakukan. Dana dikumpulkan dari iuran peserta sebagai dana titipan

8
kepada BPJS untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
2.1.8 Cara Kerja SJSN
SJSN merupakan instrumen Negara untuk menanggulangi risiko berkurang
atau hilangnya pendapatan warga negara karena sakit, kecelakaan kerja,
cacat total tetap, atau mencapai usia pensiun bahkan meninggal dunia.
SJSN melindungi pendapatan dan aset keluarga, sehingga keluarga dapat
terus memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Jaminan sosial di
Indonesia diselenggarakan oleh dua lembaga, yakni BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan yang pendiriannya mengacu pada undang-undang.
Ini artinya, dengan dasar hukum undang-undang, pelaksanaannya
mengikat untuk dipatuhi oleh seluruh warga negara.
Dengan kata lain, tidak ada lembaga lain yang menjalankan peran sebagai
penyelenggara jaminan sosial. Adapun BPJS, dalam menjalankan peran
sebagai penyelenggara jaminan sosial tidak boleh memungut laba alias
bersifat nirlaba. Hal ini juga yang membedakan BPJS dengan perusahaan
asuransi yang orientasinya adalah mencari keuntungan. Kendati demikian,
bukan berarti menjadi peserta jaminan sosial berarti tidak dikenakan biaya
alias gratis (harus ada iuran yang dibayar oleh peserta untuk bisa
mendapatkan jaminan sosial tersebut). Bedanya, iuran itu bisa dibayarkan
oleh peserta seluruhnya, atau bisa juga bersama-sama dengan pihak lain,
dalam hal ini adalah perusahaan tempat seseorang bekerja dan juga
pemerintah.
Dalam pengertian bantuan sosial, penerima bantuan sosial (mereka yang
menikmatinya) tidak perlu membayar iuran atau premi apapun. Negara
memiliki tanggung jawab terhadap kalangan yang tidak mampu karenanya
mereka perlu diberi bantuan (yang dikenal sebagai bantuan sosial). Pada
dasarnya, tujuan bantuan sosial adalah untuk mencegah kelompok
masyarakat yang paling rentan agar tidak jatuh ke jurang kemiskinan dan
menimbulkan masalah sosial bagi negara.

9
Asuransi sosial sebenarnya hampir sama dengan asuransi komersial,
perbedaann pada lingkup perlindungan yang diberikan oleh asuransi sosial
bersifat dasar, wajib dan diatur oleh undang-undang. Ada batasan-batasan
manfaat yang tidak besar jika dibandingkan dengan asuransi komersial.
Mengapa? Karena nominal iurannya kecil. Tetapi, dari sisi pengelolaan,
sifatnya hampir sama, yakni jika tidak ada risiko yang dialami peserta,
maka iuran akan menjadi milik penyelenggara, baik asuransi sosial
maupun komersial. Sementara dalam konsep jaminan sosial, iuran yang
dibayarkan peserta sepenuhnya milik peserta. Jika tidak ada klaim atau
pembayaran santunan, premi atau iuran tetap dicatatkan sebagai hak
peserta.
2.1.9 Prinsip Penyelenggaraan SJSN
Penyelenggaran SJSN menganut prinsip-prinsip berikut:
1. Kegotongroyongan
Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong royong dari peserta yang
mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan
wajib bagi seluruh rakyat.
2. Nirlaba
Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba) bagi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Tujuan utama
penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya
kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus
anggaran akan dimanfaatkan sebesar-be nya untuk kepentingan peserta.
3. Keterbukaan
Mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap
peserta.
4. Kehati-hatian
Pengelolaan dana dilakukan secara cermat, teliti, aman, dan tertib.
5. Akuntabilitas
Pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan dilakukan dengan akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan.

10
6. Portabilitas
Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh penduduk menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi
seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan
ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.
8. Dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan peserta
kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam
rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
9. Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan
peserta.
Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-
Undang ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang
dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.
2.1.10 Pendanaan SJSN
Pendanaan SJSN berasal dari iuran peserta dan anggaran pemerintah untuk
menjamin manfaat bagi peserta. Peserta bergotong-royong membayar
iuran jaminan sosial. Peserta yang berpenghasilan lebih tinggi membayar
iuran yang lebih besar dibandingkan peserta yang berpenghasilan lebih
rendah. Besarnya iuran ditentukan sesuai dengan tingkat pendapatan
peserta.
Iuran yang dibayarkan oleh peserta merupakan tulang punggung
pendanaan SJSN karena iuran peserta merupakan bagian terbesar dari dana
jaminan sosial yang dikelola oleh BPJS. Dana jaminan sosial sebesar-
besarnya digunakan untuk membiayai manfaat jaminan sosial, dan hanya
sebagian kecil yang digunakan untuk membiayai administrasi

11
penyelenggaraan jaminan sosial. Iuran yang terkumpul selanjutnya
dikelola untuk penyelenggaraan kelima program jaminan sosial. Tata cara
penyelenggaraan program jaminan sosial diatur dalam peraturan
perundang-undangan jaminan sosial yang mengikat pekerja, pemberi kerja,
dan pemerintah. Untuk menyelenggarakan SJSN, dibentuk dua organ
SJSN yaitu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
2.1.11 Definisi DJSN
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) adalah Dewan yang berfungsi
untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan
sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dewan
Jaminan Sosial Nasional (DJSN) adalah dewan yang dibentuk dengan UU
SJSN untuk perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi
penyelenggaraan SJSN. DJSN bertanggung jawab kepada Presiden.
Keanggotaan DJSN terdiri dari 15 orang, yang terdiri dari empat unsur
yaitu :
1. Pemerintah (5 orang);
2. Organisasi pemberi kerja (2 orang);
3. Organisasi pekerja (2 orang); dan
4. Tokoh/ahli yang memahami bidang jaminan sosial (6 orang).
Dalam melaksanakan tugasnya, DJSN dibantu oleh Sekretariat Dewan
yang dipimpin oleh seorang Sekretaris yang diangkat dan diberhentikan
oleh Ketua DJSN.
2.1.12 Tugas dan Wewenang DJSN
Untuk melaksanakan fungsinya sebagai perumus kebijakan umum dan
sinkronisasi penyelenggaran SJSN, DJSN bertugas untuk :
1. Melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan penyelenggaraan
jaminan sosial (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 7 ayat (3))
2. Mengusulkan kebijakan investasi Dana Jaminan Sosial Nasional
3. Mengusulkan anggaran jaminan sosial bagi penerima bantuan iuran dan
tersedianya anggaran operasional kepada Pemerintah

12
4. Memberikan masukan kepada BPJS mengenai bentuk dan isi laporan
pertanggungjawaban pengelolaan program (UU No. 24 Tahun 2011 Pasal
37 ayat (3))
5. Menerima tembusan laporan pengelolaan tahunan dan laporan keuangan
tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik untuk penyampaian
pertanggungjawaban tahunan BPJS kepada Presiden
6. Mengajukan kepada Presiden usulan anggota pengganti antar waktu
Dewan Pengawas dan/atau anggota Direksi BPJS (UU No. 24 Tahun 2011
Pasal 36 ayat).
7. Untuk menjamin terselenggaranya program jaminan sosial dan kesehatan
keuangan BPJS, DJSN berwenang melakukan pengawasan, monitoring,
dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial (UU No. 40 Tahun
2004 Pasal 7 ayat (4) dan UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 39 ayat (3a).
2.2 Jaminan Kesehatan Nasional
2.2.1 Definisi Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan
melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib
(mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk
Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.
2.2.2 Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) berikut:
 Prinsip kegotongroyongan

13
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam
hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam
kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang
mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat
membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat
membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat
wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian,
melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented).
Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya
kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana
amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-
besarnya untuk kepentingan peserta.
 Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan
efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan
pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil
pengembangannya.
 Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan
jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
 Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi
seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan
ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.
Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan

14
itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada
akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh
rakyat.
 Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada
badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
 Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
sebesar-besar kepentingan peserta.
2.2.3 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional
Beberapa pengertian:
 Peserta
adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.
 Pekerja
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan
dalam bentuk lain.
 Pemberi Kerja
adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan
pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk
lainnya. Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan
bukan. PBI JKN dengan rincian sebagai berikut :
a.Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin
dan orang tidak mampu.
b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu yang terdiri atas :
1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu :
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota TNI;

15
c. Pejabat Negara;
d. Anggota Polri;
e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
f. Pegawai Swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang
menerima upah.
2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima Pensiun;
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan; dan
f. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e
yang mampu membayar Iuran.
4) Penerima pensiun terdiri atas :
a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
d. Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang
mendapat hak pensiun.
Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi :
a) Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
b) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta,
dengan kriteria :

16
1. tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan
sendiri; dan
2. belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25
(duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
3. Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan
anggota keluarga yang lain.
5) WNI di Luar Negeri
Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.
6) Syarat pendaftaran
Syarat pendaftaran akan diatur kemudian dalam peraturan BPJS.
7) Lokasi pendaftaran
Pendaftaran Peserta dilakukan di kantor BPJS terdekat/setempat.
8) Prosedur pendaftaran Peserta
a. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS
Kesehatan.
b. Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat
mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.
c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan
keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.
9) Hak dan kewajiban Peserta
a. Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak
mendapatkan :
 identitas Peserta dan,
 manfaat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
b. Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban
untuk :
 membayar iuran dan,

17
 melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan
dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah
domisili dan atau pindah kerja.
10) Masa berlaku kepesertaan
a. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang
bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta.
b. Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau
meninggal dunia.
c. Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan diatur oleh
Peraturan BPJS.
11) Pentahapan kepesertaan
Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap, yaitu
tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi:
PBI Jaminan Kesehatan; Anggota TNI/PNS di lingkungan¬ Kementerian
Pertahanan dan anggota keluarganya; Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri
dan anggota keluarganya;
Peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya,
serta peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota
keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum
masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari
2019.
2.2.4 Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional
1. Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur
oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
2. Pembayar Iuran
 Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
 Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja
dan Pekerja.

18
 Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja
iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
 Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan
Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan
sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.
3. Pembayaran Iuran
Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan
persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal
tertentu (bukan penerima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib
memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi
tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada
BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan).
Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan
pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan
denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang
tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja.
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib
membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran
JKN dapat dilakukan diawal. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau
kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal
terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan
memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau
kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan
berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur
dengan Peraturan BPJS Kesehatan.
4. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan
BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama
dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS
Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s. Mengingat kondisi

19
geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan dapat dijangkau
dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran
berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan
pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.
Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS
Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah
keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka
fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan akan membayar
kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan
pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut.
5. Pertanggungjawaban BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang
diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen
klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan
ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi
Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan
atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran
pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang
bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan
kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan
haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar
sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang
harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iur
biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS
Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan
pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai

20
dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik
dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat
tanggal 30 Juni tahun berikutnya.
Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui
media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak
yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli
tahun berikutnya.
2.2.5 Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional
1. Jenis Pelayanan
Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN,
yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi
dan ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk
pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang
ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
2. Prosedur Pelayanan
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus
memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat
lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan
medis.
3. Kompensasi Pelayanan
Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang
memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta,
BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa:
penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau pe
nyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya
digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.
4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas
Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik

21
fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta
yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan
rekredensialing.
2.2.6 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat
medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi
dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas
Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat
Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan kebutuhan medis. Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi
pemberian pelayanan :
a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit
penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku
hidup bersih dan sehat.
b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri
Pertusis Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak.
c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar,
vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang
membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan
alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah.
d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko
penyakit tertentu.
Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada
manfaat yang tidak dijamin meliputi: a. Tidak sesuai prosedur; b. Pelayanan di
luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS; c. Pelayanan bertujuan
kosmetik; d. General checkup pengobatan alternatif; e. Pengobatan untuk
mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi; f. Pelayanan kesehatan pada saat

22
bencana ; dan g. Pasien Bunuh Diri /Penyakit yang timbul akibat kesengajaan
untuk menyiksa diri sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba.
2.2.7 Penanganan Keluhan Jaminan Kesehatan Nasional
1. Pengertian
Keluhan adalah ungkapan ketidakpuasan peserta terhadap pelayanan yang telah
diberikan dalam hal ini penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional.
Penanganan Keluhan adalah upaya atau proses untuk mengetahui suatu
permasalahan dengan kelas, menilai, dan menyelesaikan permasalahan tersebut.
2. Prinsip Penanganan Keluhan
a. Obyektif : penanganan keluhan masyarakat harus berdasarkan
fakta atau bukti yang dapat dinilai berdasarkan kriteria tertentu
yang ditetapkan.
b. Responsif : (cepat dan akurat); setiap pengaduan dan
permasalahan perlu ditangani/ditanggapi secara cepat dan tepat.
Untuk itu penanganan dan penyelesaian pengaduan diselesaikan
pada tingkat yang terdekat dengan lokasi timbulnya masalah.
c. Koordinatif : penanganan keluhan masyarakat harus
dilaksanakan dengan kerja sama yang baik di antara pejabat yang
berwenang dan terkait, berdasarkan mekanisme, atta kerja, dan
prosedur yang berlaku, sehingga permasalahan dapat diselesaikan
sebagaimana mestinya.
d. Efektif dan Efisien : penanganan keluhan masyarakat harus
dilaksanakan secara tepat sasaran, hemat tenaga, waktu, dan biaya.
e. Akuntabel : proses penanganan keluhan masyarakat dan tindak
lanjutnya harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan prosedur
yang berlaku.
f. Transparan : penanganan keluhan masyarakat dilakukan
berdasarkan mekanisme dan prosedur yang jelas dan terbuka,
sehingga masyarakat yang berkepentingan dapat mengetahui
perkembangan tindak lanjutnya.

23
3. Mekanisme Penanganan Keluhan
Penanganan keluhan merupakan salah satu komponen untuk menyelesaikan
masalah pelayanan kesehatan, baik yang bersifat administrative maupun bersifat
medis. Permasalahan bisa terjadi antara Peserta dan Fasilitas Kesehatan; antara
Peserta dan BPJS Kesehatan; antara BPJS Kesehatan dan Fasilitas Kesehatan;
atau antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan.
Mekanisme yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan ketidakpuasan para pihak
tersebut adalah :
1) Jika Peserta tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh
fasilitas kesehatan yang berkejasama dengan BPJS Kesehatan,
Peserta dapat mengajukan pengaduan kepada Fasilitas Kesehatan
yang bekerja sama dengan BPJS atau BPJS Kesehatan.
2) Jika Peserta dan/atau fasilitas kesehatan tidak mendapatkan
pelayanan yang baik dari BPJS Kesehatan maka dapat
menyampaikan pengaduan kepada Mentri Kesehatan.
3) Jika terjadi sengketa antara Peserta dengan fasilitas kesehatan,
Peserta dengan BPJS Kesehatan, BPJS Kesehatan dengan fasilitas
kesehatan atau BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan,
maka sebaiknya diselesaikan secara musyawarah oleh pihak yang
bersengketa. Jika tidak dapat diselesaikan secara musyawarah,
sengketa diselesaikan dengan cara mediasi atau pengadilan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
2.3 Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan
2.3.1 Definisi Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan
Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan merupakan bagian dari Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan
menggunakan mekanisme asuransi sosial yang bersifat wajib berdasarkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Jaminan Sosial
Bidang Ketenagakerjaan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
hidup yang layak kepada setiap orang yang telah membayar iuran apabila
terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya

24
pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan kerja,
memasuki usia lanjut/pensiun, atau meninggal dunia.
Program-program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan terdiri atas :
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK): Manfaat berupa uang tunai dan/atau
pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat peserta mengalami
kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
2. Jaminan Hari Tua (JHT): Manfaat uang tunai yang dibayarkan
sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia,
atau mengalamí cacat total tetap.
3. Jaminan Pensiun (JP): Bertujuan untuk mempertahankan derajat
kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan
memberikan penghasilan setelah mereka memasuki usia pensiun,
mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
4. Jaminan Kematian (JKM): Manfaat uang tunai yang diberikan kepada
ahli waris ketika peserta meinggal dunia bukan akibat kecelakaan
kerja.
Program-program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan
diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan yang mulai beroperasi penuh 1 Juli 2015.
2.3.2 Dasar Hukum Penyelenggaraan Program-Program Jaminan Sosial
Bidan Ketenagakerjaan
UU SJSN merupakan tindak lanjut dari amanat Pasal 28H ayat (3) dan
Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang juga dijamin dalam Deklarasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tahun 1948 tentang Hak Asasi
Manusia serta diperkuat oleh Konvensi ILO (International Labour
Organization atau Organisasi Buruh Internasional) Nomor 102 Tahun
1952 yang menganjurkan semua negara untuk memberikan perlindungan
minimum jaminan sosial kepada setiap pekerja. Penyelenggaraan Jaminan
Sosial Bidang Ketenagakerjaan bertujuan untuk memastikan bahwa
seluruh pekerja, termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat 6

25
(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran (Pasal 1 angka 8
UU SJSN):
 Memiliki jaminan kecelakaan kerja
 Memiliki jaminan hari tua
 Memiliki jaminan pensiun
 Memiliki jaminan kematian
2.3.3 Manfaat Menjadi Peserta Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan
Manfaat menjadi peserta SJSN adalah mendapatkan jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau
berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan
kerja, memasuki usia lanjut/ pensiun, atau meninggal dunia.
Pendanaan SJSN berasal dari iuran peserta dan anggaran pemerintah untuk
menjamin manfaat bagi peserta. Peserta yang berpenghasilan lebih tinggi
membayar iuran yang lebih besar dibandingkan peserta yang
berpenghasilan lebih rendah. (prinsip gotong royong SJSN)
Penyelenggaran program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan sebagai
bagian dari SJSN menganut prinsip-prinsip yang sama dengan prinsip-
prinsip penyelenggaraan SJSN yaitu :
1. Kegotongroyongan;
2. Nirlaba;
3. Keterbukaan;
4. Kehati-hatian;
5. Akuntabilitas;
6. Portabilitas;
7. Kepesertaan bersifat wajib;
8. Dana amanat: dan
9. Dana hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program dan untuk sebesar- besar kepentingan
peserta.

26
2.3.4 Kepesertaan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan
Siapa saja peserta program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan?
Seluruh pekerja di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib
menjadi peserta program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan yang
dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan, termasuk örang asing yang telah
bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran.
2.3.5 Kelompok Peserta Program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan
Peserta program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan untuk saat ini
terdiri atas :
1. Pekerja Penerima Upah (PPU) adalah setiap orang yang bekerja pada
pemberi kerja, baik penyelenggara negara ataupun selain
penyelenggara negara, dengan menerima gaji atau upah. PPU yang
bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara meliputi :
 Pekerja pada perusahaan;
 Pekerja pada orang perseorangan; dan
 Orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)
bulan.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) adalah setiap orang yang
bekerja atau berusaha atas risiko sendiri. Pekerja bukan penerima upah
meliputi :
 Pemberi kerja;
 Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan
 Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan menerima upah.
`Siapa yang dimaksud dengan pekerja?
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah,
atau imbalan dalam bentuk lain yang terdiri atas pekerja penerima upah
dan pekerja bukan penerima upah.
Siapa yang dimaksud dengan pemberi kerja?
Pemberi kerja adalah perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara

27
yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau
imbalan dalam bentuk lainnya.
Siapa yang harus mendaftarkan pekerja ke BPJS ketenagakerjaan?
1. Setiap pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya
sebagai peserta jaminan sosial bidang ketenagakerjaan kepada BPJS
Ketenagakerjaan dengan membayar iuran.
2. Pemberi kerja selain penyelenggara negara pada skala usaha besar dan
menengah, wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program JP sesuai
penahapan kepesertaan.
3. Pemberi kerja selain penyelenggara negara pada skala usaha besar,
menengah, dan kecil, wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program
JHT sesuai penahapan kepesertaan.
4. Pemberi kerja selain penyelenggara negara pada skala usaha besar,
menengah, kecil dan mikro yang bergerak dibidang usahajasa
konstruksi yang mempekerjakan tenaga kerja harian lepas, borongan,
dan perjanjian kerja waktu tertentu, wajib mendaftarkan pekerjanya
dalam program JKK dan JKm sesuai penahapan kepesertaan.
5. Jika Pemberi Kerja tidak mendaftarkan Pekerjanya, Pekerja dapat
mendaftarkan dirinya sendiri ke BPJS Ketenagakerjaan.
Apa bukti seseorang sudah terdaftar sebagai anggota Jaminan Sosial
Bidang Ketenagakerjaan pada BPJS Ketenagakerjaan?
Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS Ketenagakerjaan berhak
mendapatkan identitas peserta. BPIS berkewajiban memberikan nomor
identitas tunggal kepada peserta (Pasal 13 UU No. 24 Tahun 2011).
Penggunaan NIK (Nomor induk Kependudukan) yang unik dapat
digunakan sebagai nomor kepesertaan BPIS untuk menghindari peserta
memiliki beberapa nomor kepesertaan seperti yang terjadi saat ini.
Apa yang harus dilakukan peserta bila terjadi perubahan keluarga
peserta?

28
Dalam hal terjadi perubahan anggota keluarga, peserta wajib melapor ke
pemberi kerja dan BPJS Ketenagakerjaan untuk perubahan susunan
anggota keluarga.
Apakah peserta yang pindah tempat kerja atau pindah tempat tinggal
tetap dijamin oleh BPJS Ketenagakerjaan?
Tentu, karena salah satu prinsip penyelenggaraan SJSN adalah portabilitas.
Peserta yang pindah tempat kerja atau pindah tempat tinggal masih
menjadi peserta program jaminan ketenagakerjaan
selama memenuhi kewajiban membayar iuran. Peserta yang pindah kerja
wajib melaporkan perubahan status kepesertaannya dan identitas pemberi
kerja yang baru kepada BPJ5 Ketenagakerjaan dengan menunjukkan
identitas peserta.
Apa sanksinya jika tidak terdaftar sebagai peserta Jaminan Sosial Bidang
Ketenagakerjaan?
1. Pekerja yang tidak mendaftarkan dirinya terancam sanksi administratif
yaitu teguran tertulis, denda, dan tidak mendapatkan pelayanan publik
tertentu.
2. Pemberi kerja yang tidak mendaftarkan dirinya dan pekerjanya
terancam sanksi administratif yaitu teguran tertulis, denda, dan tidak
mendapatkan pelayanan publik tertentu.
3. Pemberi kerja yang tidak memungut dan menyetor iuran terancam
hukuman pidana paling lama 8 tahun penjara dengan denda Rp 1
milyar.
4. Pekerja yang tidak mendaftarkan dirinya terancam sanksi administratif
yaitu teguran tertulis, denda, dan tidak mendapatkan pelayanan publik
tertentu.
Tata Cara Pendaftaran Program Jaminan Sosial Bidang
Ketenagakerjaan
Untuk Pekerja Penerima Upah, pemberi kerja wajib mendaftarkan diri-
nya dan seluruh pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS Ketenaga-
kerjaan. Pemberi kerja wajib menyerahkan formulir pendaftaran yang

29
telah diisi secara lengkap yang meliputi data dirinya, data perusahaan, dan
data pekerja beserta anggota keluarganya kepada BPJS Ketenagakerjaan,
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima
dari BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan Nomor Kepesertaan paling
lama 1 (satu) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara
lengkap dan benar serta iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS
Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan menerbitkan sertifikat
kepesertaan bagi perusahaan dan Kartu kepesertaan bagi pemberi kerja
dan seluruh pekerja paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak formulir
pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta iuran pertama dibayar
lunas kepada BPIS Ketenagakerjaan. Kepesertaan sebagaimana mulai
berlaku sejak Nomor Kepesertaan dikeluarkan.
Selain itu, pekerja juga berhak mendaftarkan dirinya sendiri dalam
program jaminan sosial kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai program
yang diwajibkan dalam penahapan kepesertaan, sekiranya pemberi kerja
selain penyelenggara negara lalai tidak mendaftarkan pekerjanya.
Pendaftaran yang dilakukan oleh pekerja yang bersangkutan wajib
dibayarkan oleh pemberi kerja.
Pekerja Bukan Penerima Upah (memiliki usaha atau pekerjaan le- bih dari
satu, wajib mencantumkan uraian kegiatan usaha atau mencantumkan
paling banyak 2 (dua) jenis pekerjaan) wajib mendaftarkan dirinya kepada
BPJS Ketenagakerjaan sesuai penahapan kepesertaan. Pendaftaran
kepesertaan kepada BPJS Ketenagakerjaan dapat dilakukan secara sendiri-
sendiri atau melalui wadah atau kelompok tertentu yang dibentuk oleh
peserta dengan mengisi formulir pendaftaran.
Paling lama 1 (satu) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara
lengkap dan benar serta iuran pertama dibayar lunas, BPIS
Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan Nomor Kepesertaan berdasarkan
pendaftaran. Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan mulai berlaku sejak
Nomor Kepesertaan dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

30
2.3.6 Manfaat Program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan
Melalui program JKK SJSN, penerima manfaat diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila pekerja mengalami
cacat atau meninggal dunia karena kecelakaan kerja dan/ atau mengidap
penyakit akibat kerja.
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja,
termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju
tempat kerja atau sebaliknya melalul jalan yang wajar atau biasa dilalui
dan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja.
Manfaat, persyaratan dan mekanisme pembayaran program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK)
Peserta penerima upah dan bukan penerima upah yang mengalami
kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berhak atas manfaat jaminan
kecelakaan kerja sesuai dengan kebutuhan medisnya berupa:
a. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya, antara lain
meliputi :
 Pemeriksaan dasar dan penunjang;
 Perawatan tingkat pertama dan lanjutan;
 Rawat inap kelasIrumah sakit Pemerintah dan rumah sakit swasta
yang setara;
 Perawatan intensif;
 Penunjang diagnostik;
 Pengobatan;
 Pelayanan khusus;
 Alat kesehatan dan implan;
 Jasa dokter/medis
 Operasi;
 Transfusi darah; dan
 Rehabilitasi medis.

31
Pelayanan kesehatan pada kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dilakukan oleh fasilitas kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah,
atau swasta yang memenuhi syarat dan menjalin kerja sama dengan BPJS
Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peserta yang mengalami kecelakaan kerja dan dirawat pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang belum menjalin kerjasama dengan BPJS
Ketenagakerjaan, karena dilokasi kecelakaan tidak terdapat fasilitas
pelayanan kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS
Ketenagakerjaan, maka biaya bagi peserta penerima upah dibayar terlebih
dahulu oleh pemberi kerja, sedangkan bagi peserta bukan penerima upah
dibayar terlebih dahulu oleh peserta.
Jika pekerja menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang belum
menjalin kerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan, diberikan penggantian
oleh BPJS Ketenagakerjaan sebesar biaya yang telah dikeluarkan oleh
pemberi kerja atau peserta bukan penerima upah dengan ketentuan biaya
penggantian yang diberikan setara dengan standar fasilitas pelayanan
kesehatan tertinggi di daerah setempat yang telah bekerja sama dengan
BPJS Ketenagakerjaan. Selisih kekurangan biaya yang diberikan oleh
BPJS Ketenagakerjaan ditanggung oleh pemberi kerja.
b. Santunan berupa uang meliputi :
1) Penggantian biaya pengangkutan peserta yang mengalami
kecelakaan kerja ke rumah sakit dan/atau kerumahnya, termasuk
biaya pertolongan pertama pada kecelakaan, meliputi;
 bila hanya menggunakan angkutan darat/sungai,danau
maksimal Rp1.000.000,00
 bila hanya menggunakan angkutan laut maksimal
Rp1.500.000,00
 bila hanya menggunakan angkutan udara maksimal
Rp2.500.000,00
 bila menggunakan lebih dari satu angkutan, maka berhak
atas biaya maksimal dari masing-masing angkutan yang

32
2.3.7 Tata Cara Pelaporan Kecelakaan Kerja
a. Bagi Peserta Penerima Upah
Pemberi kerja wajib melaporkan kecelakaan kerja atau penyakit akibat
kerja yang menimpa pekerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Laporan
tahap I harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 2 x 24 jam
sejak terjadi kecelakaan kerja atau sejak didiagnosis penyakit akibat kerja
dengan menggunakan formulir kecelakaan kerja tahap I yang telah
ditetapkan disertai dengan dokumen pendukung lainnya.
Pemberi kerja wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja atau penyakit
akibat kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Laporan tahap II harus
disampaikan dalam jangka waktu paling lama 2 x 24 jam sejak pekerja
dinyatakan sembuh, cacat, atau meninggal dunia berdasarkan surat
keterangan dokter yang menerangkan bahwa :
a. keadaan sementara tidak mampu bekerja telah berakhir;
b. cacat total tetap untuk selamanya;
c. cacat sebagian anatomis;
d. cacat sebagian fungsi; atau
e. meninggal dunia.
Laporan tahap Il sekaligus merupakan pengajuan manfaat JKK kepada
BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan persyaratan yang meliputi:
a. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. b. Kartu Tanda Penduduk;
c. surat keterangan dokter yang memeriksa/merawat dan/atau dokter
penasehat;
d. kuitansi biaya pengangkutan;
e. kuitansi biaya pengobatan dan/atau perawatan, bila fasilitas pelayanan
kesehatan yang digunakan belum bekerjasama dengan BPJS
Ketenagakerjaan; dan
f. dokumen pendukung lainnya apabila diperlukan.

33
Setelah kelengkapan persyaratan pengajuan manfaat diverifikasi oleh
BPJS Ketenagakerjaan, dilakukan penghitungan dan pembayaran manfaat
JKK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. BPJS
Ketenagakerjaan wajib memberitahukan kekurangan data kepada pemberi
kerja paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak laporan kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kerja tahap Il diterima. Pelaporan dapat dilakukan secara
manual dan/atau elektronik
b. Bagi Peserta Bukan Penerima Upah
Peserta bukan penerima upah dan/atau keluarganya, wajibmelaporkan
kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja yang menimpa dirinya/ peserta
kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi yang bertanggung jawab di
bidang Ketenagakerjaan setempat.
Laporan tahap I merupakan laporan yang harus disampaikan dalam jangka
waktu paling lama, tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak terjadi kecelakaan
kerja atau sejak didiagnosis penyakit akibat kerja dengan menggunakan
formulir kecelakaan kerja tahap I yang telah ditetapkan sertai dengan
dokumen pendukung lainnya.
Peserta bukan penerima upah atau keluarganya, wajib melaporkan akibat
kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kepada BPIS Ketenagakerjaan
dan instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan setempat.
Laporan tahap II harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 2 x
24 jam setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh, cacat, atau meninggal
dunia berdasarkan surat keterangan dokter yang menerangkan bahwa:
o keadaan sementara tidak mampu bekerja telah berakhir;
o cacat total tetap untuk selamanya;
o cacat sebagian anatomis;
o cacat sebagian fungsi; atau
o meninggal dunia.
Laporan tahap II sekaligus merupakan pengajuan JKK kepada BPIS
Ketenagakerjaan dengan melampirkan persyaratan :
o Kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan;

34
o Kartu Tanda Penduduk;
o Surat keterangan dokter yang memeriksa/ merawat dan atau dokter
penasehat;
o Kuitansi biaya pengangkutan;
o Kuitansi biaya pengobatan dan atau perawatan bila fasilitās pelayanan
kesehatan yang digunakan belum bekerjasama dengan BPJS
Ketenagakerjaan; dan
o Dokumen pendukung lainnya apabila diperlukan.
Setelah kelengkapan persyaratan pengajuan manfaat diverifikasi oleh
BPJS Ketenagakerjaan, dilakukan penghitungan dan pembayaran manfaat
JKK sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan. BPIS
Ketenagakerjaan wajib memberitahukan kekurangan data kepada peserta
atau keluarganya paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak laporan kecelakaan
kerja atau penyakit akibat kerja tahap Il diterima. Pelaporan dapat
dilakukan secara manual dan/atau elektronik.
Apa filosofi penyelenggaraan Jaminan Hari Tua (JHT)?
Menjamin keberlangsungan penghasilan peserta yang terputus akibat
memasuki usia pensiun, cacat total tetap, atau meninggal dunia sebelum
memasuki usia pensiun atau meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya.
2.3.8 Manfaat, Persyaratan dan Tata Cara Pembayaran Program
Jaminan Hari Tua (JHT)
Manfaat Jaminan Hari Tua adalah diterimanya besaran akumulasi iuran
peserta yang telah dibayarkan ditambah hasil pengembangannya. Syarat
pembayaran manfaat jaminan hari tua :
o Peserta memasuki usia pensiun;
o Meninggal dunia;
o Mengalami cacat total tetap; atau
o Meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikansebagian sampal
batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun.

35
Hal ini dilakukan dalam rangka persiapan masa pensiun. Sesuai PP No.46
jo PP No.60 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT, batas
tertentu sebagaimana dimaksud adalah paling banyak sebesar 30% dari
saldo apabila manfaat digunakan untuk keperluan kepemilikan rumah dan
paling banyak sebesar 10% dari saldo apabila manfaat digunakan untuk
keperluan lainnya. Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang
sah berhak menerima manfaat jaminan hari tua.
2.3.9 Jaminan Pensiun (JP)
Melalui program JP, penerima manfaat diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak setiap bulannya apabila pekerja
mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia
sebelum mencapai usia pensiun. Usia pensiun adalah usia saat peserta
dapat mulai menerima manfaat pensiun. Untuk pertama kali usia pensiun
ditetapkan 56 tahun. Mulal 1 Januari 2019, usia pensiun menjadi 57 tahun,
dan selanjutnya akan bertambah 1 tahun untuk setiap 3 tahun berikutnya
sampai mencapai usia pensiun 65 tahun. Program pensiun SJSN adalah
program manfaat pasti yang artinya, manfaat sudah ditentukan sejak awal,
yaitu sekian persen dari rata-rata upah ketika peserta masih bekerja.
Program pensiun manfaat pasti berbeda dengan program pensiun iuran
pasti, dimana manfaat yang akan diterima semata-mata berdasarkan hasil
pengembangan dana iuran, Untuk kalangan yang menginginkan manfaat
pensiun besar yang, tentu tidak bisa bertumpu hanya pada manfaat
program jaminan pensiun dari jaminan sosial bidang ketenagakerjaan,
Pemahaman ini kembali mengacu pada filosofi jumlah iuran yang relatif
kecil untuk pengelolaan jaminan sosial. Hal ini juga menjawab perbedaan
makna penyelenggara penslun swasta dalam format DPLK (Dana Pensiun
Lembaga Keuangan) dan DPPK (Dana Pensiun Pemberi Kerja).
Bagaimana dengan Pekerja Bukan Penerima Upah?
Apakah mereka dapat mengikuti program Jaminan Pensiun (JP)? Tidak,
Hal ini karena amanat UU SJSN yang hanya memberikan ruang bagi

36
Pekerja Penerima Upah untuk mengikuti program JP, sebagaimana diatur
lebih lanjut dalam PP Nomor 45 Tahun 2015 tentang JP.
Apa saja manfaat, persyaratan dan tata cara pembayaran program Jaminan
Pensiun (JP)?
Manfaat Jaminan Pensiun terdiri dari:
1. Manfaat Pensiun hari tua, diterima peserta setelah mencapai usia pensiun
sampai meninggal dunia;
2. Manfaat Pensiun cacat, diterima peserta yang mengalami cacat total tetap
sebelum mencapai usia pensiun;
3. Manfaat Pensiun janda/duda, diterima janda/duda ahli waris peserta
sampai meninggal dunia atau menikah lagi;:
4. Manfaat Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta sampal mencapai
usia 23 (dua puluh tiga) tahun, bekerja, atau menikah; atau
5. Manfaat Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang
sampai batas waktu tertentu sesual dengan peraturan perundang-undangan.
Syarat pembayaran manfaat Jaminan Pensiun :
 Peserta memasuki usia pensiun;
 Meninggal dunia; atau
 Mengalami cacat total tetap.
Pembayaran Manfaat Jaminan Pensiun :
 Dibayarkan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun
sesuai formula yang ditetapkan,
 Setiap peserta atau ahli warisnya berhak mendapatkan pembayaran
uang pensiun berkala setiap bulan setelah memenuhi masa iur
minimal 15 (lima belas) tähun, kecuali ditetapkan lain oleh
peraturan perundang-undangan.
 Apabila peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun
atau memenuhi masa jur 15 (lima belas) tahun ahli warisnya tetap
berhak mendapatkan manfaat jaminan pensiun.

37
 Apabila peserta mencapai usia pensiun sebelum memenuhi masa
iur 15 (lima belas) tahun, peserta tersebut berhak mendapatkan
seluruh akumulasi lurannya ditambah hasil pengembangannya.
 Hak ahli waris atas manfaat pensiun anak berakhir apabila anak
tersebut menikah, bekerja tetap, atau mencapai usia 23 (dua puluh
tiga) tahun,
 Manfaat pensiun cacat dibayarkan kepada peserta yang mengalami
cacat total tetap meskipun peserta tersebut belum memasuki usia
pensiun.
2.4 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
2.4.1 Definisi BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan
hukum yang dibentuk dengan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS untuk
menyelenggarakan program-program jaminan sosial. BPJS bertanggung
jawab kepada Presiden. Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan
Dewan Direksi yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPJS diawasi oleh pengawas
internal (Dewan Pengawas dan sebuah unit kerja di bawah Direksi yang
bernama Satuan Pengawas Internal) dan pengawas eksternal (terdiri dari
badan-badan di luar BPJS yaitu DJSN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
dimana jika dibutuhkan pemeriksaan, maka Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) berhak melakukan pemeriksaan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku).
2.4.2 Jenis BPJS
Ada dua BPJS yaitu :
a. BPJS Kesehatan, berfungsi menyelenggarakan program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN)

38
b. BPJS Ketenagakerjaan, berfungsi menyelenggarakan program
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT),
Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kematian (JKm).
2.4.3 Kewajiban BPJS
Dalam melaksanakan tugasnya, BPJS wajib:
1. Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;
2. Mengembangkan aset dana jaminan sosial dan aset BPJS untuk sebesar-
besarnya kepentingan Peserta;
3. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik
mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil
pengembangannya;
4. Memberikan manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan UU SJSN;
5. Memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk
mengikuti ketentuan yang berlaku;
6. Memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk
mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya;
7. Memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua
dan pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
8. Memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak pensiun 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun;
9. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang
lazim dan berlaku umum;
10. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
dalam penyelenggaraan jaminan sosial;
11. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan,
secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan
kepada DJSN.

39
2.4.4 Dasar Hukum BPJS
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 20l8
tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 165) diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 29
1) Iuran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dan penduduk yang didaftarkan
oleh Pemerintah Daerah yaitu sebesar Rp42.000,00 (empat puluh dua ribu
rupiah) per orang per bulan.
2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada
tanggal 1 Agustus 2019.
2. Ketentuan ayat (2) Pasal 30 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 30
1) Iuran bagi Peserta PPU yang terdiri atas Pejabat Negara, pimpinan dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, PNS, Prajurit, Anggota Polri,
kepala desa dan perangkat desa, dan Pekerja/pegawai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h yaitu sebesar 5% (lima persen)
dari Gaji atau Upah per bulan.
2) Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. 4% (ernpat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan
b. 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.
3) Kewajiban Pemberi Kerja dalam membayar Iuran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, dilaksanakan oleh :
a. Pemerintah Pusat untuk Iuran bagi Pejabat Negara, PNS pusat,
Prajurit, Anggota Polri, dan Pekerja/pegawai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h instansi pusat; dan
b. Pemerintah Daerah untuk Iuran bagi kepala daerah dan wakil kepala
daerah, pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Ralryat Daerah, PNS

40
daerah, kepala desa dan perangkat desa, dan Pekerja/pegawai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h instansi daerah.
4) Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibayarkan secara langsung
oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan melalui kas negara kecuali
bagi kepala desa dan perangkat desa.
3. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 32 diubah, sehingga berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 32
1) Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang digunakan sebagai
dasar perhitungan besaran Iuran bagi Peserta PPU sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) yaitu sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah).
2) Batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yang digunakan sebagai
dasar perhitungan besaran Iuran bagi Peserta PPU untuk pegawai swasta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf g yaitu sebesar upah
minimum kabupaten/kota.
3) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menetapkan upah minimum
kabupaten/ kota maka yang menjadi dasar perhitungan besaran Iuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu sebesar upah minimum
provinsi.
4) Ketentuan batas paling rendah sebagaimana dimaksud pada ayal (2) tidak
berlaku bagi Pemberi Kerja yang mendapatkan penangguhan dari
kewajiban membayarkan Gaji atau Upah minimum
provinsi/kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
setempat.
4. Ketentuan ayat (1) Pasal 33 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut
Pasal 33
1) Gaji atau Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan Iuran bagi
Peserta PPU untuk Pejabat Negara, pimpinan dan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, PNS, Prajurit, atau Anggota Polri sebagaimana
dimaksud dalam Pasai 30 ayat (1) terdiri atas Gaji atau Upah pokok,

41
tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan
profesi, dan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan bagi PNS
daerah.
2) Gaji atau Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan Iuran bagi
Peserta PPU untuk kepala desa dan perangkat desa serta Pekerja/pegawai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h dihitung
berdasarkan penghasilan tetap.
3) Gaji atau Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan Iuran bagi
Peserta PPU selain Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) terdiri atas Gaji atau Upah pokok dan tunjangan tetap.
4) Tunjangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan
tunjangan yang dibayarkan kepada Pekerja tanpa memperhitungkan
kehadiran Pekerja.
5. Di antara Pasal 33 dan Pasal 34 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 33A
sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 33A
1) Ketentuan mengenai komposisi persentase, batas paling tinggi Gaji atau
Upah per bulan, dan dasar perhitungan Iuran bagi Peserta PPU untuk
Pejabat Negara, PNS pusat, Prajurit, Anggota Polri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a) huruf c) huruf d, dan huruf e, dan
Pekerja/pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h
pada instansi pusat mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 2019.
2) Ketentuan mengenai :
a. komposisi persentase, batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan, dan
dasar perhitungan Iuran bagi Peserta PPU untuk kepala daerah dan wakil
kepala daerah, pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
PNS daerah, kepala desa dan perangkat desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f, dan Pekerja/pegawai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h pada instansi
daerah; dan

42
b. batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan bagi Peserta PPU untuk
pegawai swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf g,
mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
6. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 34
1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar :
a. Rp42.000,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan
dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III;
b. Rp110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan
dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan
dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2O2O.
7. Di antara Pasal 103 dan Pasal 104 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
103A sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 103A
1) Pemerintah Pusat memberikan bantuan pendanaan Iuran kepada
Pemerintah Daerah sebesar Rp19.000,00 (sembilan belas ribu rupiah) per
orang per bulan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) terhitung sejak bulan
Agustus sampai dengan bulan Desember 2019.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bantuan pendanaan Iuran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal II
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
2.4.5 Kepesertaan BPJS
Pentahapan kepesertaan BPJS Kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014, paling sedikit meliputi :
a. PBI Jaminan Kesehatan

43
b. Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementrian
Pertahanan dan anggota keluarganya
c. Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya
d. Peserta suransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi
Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya
e. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero (Persero)
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
2. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai
peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.
Pemerintah mendaftarkan PBI Jaminan Kesehatan sebagai peserta kepada
BPJS Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Setiap orang bukan pekerja wajib mendaftarkan
dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta jaminan kesehatan
kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran. Setiap pemberi kerja
wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta jaminan
pemeliharaan kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.
Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak
mendapatkan identitas peserta. Identitas peserta paling sedikit memuat
nama dan nomor identitas tunggal.
Jika terjadi perubahan daftar susunan keluarga :
a. Peserta pekerja penerima upah wajib menyampaikan perubahan daftar
susunan keluarganya kepada pemberi kerja paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja sejak terjadi perubahan data kepesertaan.
b. Pemberi kerja wajib melaporkan perubahan data kepesertaan dan
perubahan daftar susunan keluarganya kepada BPJS Kesehatan paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya perubahan data
peserta.
c. Peserta pekerja bukan penerima upah wajib menyampaikan perubahan
daftar susunan keluarganya kepada BPJS Kesehatan 14 (empat belas) hari
kerja sejak terjadi perubahan data kepesertaan.

44
Jika terjadi perubahan kepesertaan dari peserta PBI menjadi bukan peserta
PBI atau sebaliknya, maka :
a. Perubahan status kepesertaan dari peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi
bukan peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan melalui pendaftaran ke
BPJS Kesehatan dengan membayar iuran pertama.
b. Perubahan status kepesertaan dari bukan peserta PBI Jaminan Kesehatan
menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud tidak mengakibatkan
terputusnya manfaat jaminan kesehatan.
Peserta yang pindah tempat kerja atau pindah tempat tinggal masih
menjadi peserta program jaminan kesehatan selama memenuhi kewajiban
membayar iuran. Peserta yang pindah kerja wajib melaporkan perubahan
status kepesertaannya dan identitas pemberi kerja yang baru kepada BPJS
Kesehatan dengan menunjukkan idnetitas peserta.
2.4.6 Iuran BPJS
Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara
teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program
jaminan kesehatan. Iuran jaminan kesehatan bagi anggota keluarga
tambahan dari peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta pekerja
yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang termasuk
peserta, dibayar oleh peserta dengan ketentuan yang akan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Presiden.
Pemberi kerja wajib membayar lunas iuran jaminan kesehatan seluruh
peserta yang menjadi tanggung jawabnya pada setiap bulan yang
dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS
Kesehatan. Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran
dibayarkan pada hari kerja berikutnya.
Jika pembayaran terlambat, maka :

45
a. Keterlambatan pembayaran lunas iuran jaminan kesehatan sebagaimana
dimaksud, dikenakan denda administrative sebesar 2% (dua persen) per
bulan dari total iuran yang tertunggak dan ditanggung pemberi kerja.
b. Dalam hal keterlambatan pembayaran lunas iuran jaminan kesehatan
disebabkan karena kesalahan pemberi kerja, maka pemberi kerja wajib
membayar pelayanan kesehatan pekerjanya sebelum dilakukan pelunasan
pembayaran iuran oleh pemberi kerja.
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib
membayar iuran Jaminan Kesehatan pada setiap bulan yang dibayarkan
paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan.
Jika terjadi kelebihan atau kekurangan iuran jaminan kesehatan sesuai
dengan gaji atau upah peserta, maka :
a. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran jaminan
kesehatan sesuai dengan gaji atau upah peserta.
b. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran
sebagaimana dimaksud, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis
kepada pemberi kerja dan/atau peserta selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari sejak diterimanya iuran.
c. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.
2.4.7 Manfaat BPJS
Manfaat adalah faedah jaminan yang menjadi hak peserta dan anggota
keluarganya. Manfaat yang diperoleh oleh setiap peserta berupa manfaat
jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan,
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative
termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan medis yang diperlukan. Manfaat jaminan kesehatan
sebagaimana dimaksud terdiri atas manfaat medis dan manfaat non medis.
Manfaat medis tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan.
Manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi, dan ambulans. Pelayanan
kesehatan yang dijamin meliputi :

46
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan tingkat
pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup :
 Administrasi pelayanan
 Pelayanan promotif dan preventif
 Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
 Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
 Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
 Transfuse darah sesuai dengan kebutuhan medis
 Pemeriksaan penunjang diagnostic laboratorium tingkat pertama
dan
 Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan
mencakup :
1) Rawat jalan yang meliputi :
 Administrasi pelayanan
 Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh
dokter spesialis dan subspesialis
 Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
 Palyanan obat dan bahan medis habis pakai
 Pelayanan alat kesehatan implant
 Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan
indikasi medis
 Rehabilitasi medis
 Pelayanan darah
 Pelayanan kedokteran forensic
 Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan.
2) Rawat inap yang meliputi :
 Perawatan inap non intensif
 Perawatan inap di ruang intensif
 Pelayanan kesehatan lain ditetapkan oleh Menteri.

47
Dalam hal pelayanan kesehatan lain yang telah ditanggung dalam program
pemerintah, maka tidak termasuk dalam pelayanan kesehatan yang
dijamin. Dalam hal diperlukan, peserta juga berhak mendapatkan
pelayanan berupa alat bantu kesehatan yang jenis dan plafon harganya
ditetapkan oleh Menteri. Kelas perawatan yang ditanggung saat rawat inap
adalah :
1. Di ruang perawatan kelas III bagi :
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan
b. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja
dengan iuran untuk manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
2. Di ruang perawatan kelas II bagi :
a. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pension Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya.
b. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya.
c. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara
Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta
anggota keluarganya.
d. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang setara Pegawai Negeri
Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya.
e. Peserta Pekerja Penerima Upah bulanan sampai dengan 2 (dua) kali
penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu)
anak, beserta keluarganya.
f. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja
dengan iuran untuk manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.
3. Di ruang perawatan kelas I bagi :
a. Pejabat Negara dan anggota keluarganya.
b. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil
Golongan III dan Golongan IV beserta anggota keluarganya.

48
c. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai
Negeri Sipil Golongan III dan Golongan IV beserta anggota
keluarganya.
d. Anggota POLRI dan penerima pensiun Anggota POLRI yang setara
Pegawai Negeri Sipil Golongan III dan Golongan IV beserta anggota
keluarganya.
e. Pegawai pemerintah non pegawai negeri yang setara Pegawai Negeri
Sipil Golongan III dan Golongan IV dan anggota keluarganya.
f. Veteran dan perintis kemerdekaan beserta anggota keluarganya.
g. Peserta pekerja penerima upah bulanan lebih dari 2 (dua) kali PTKP
dengan status kawin dengan 2 (dua) anak dan anggota keluarganya.
h. Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja
dengan iuran untuk manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I.
Pelayanan yang tidak dijamin adalah :
a. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana
diatur dalam peraturan yang berlaku.
b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat.
c. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan
kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan
kerja.
d. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
e. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau estetik.
f. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (Memperoleh Keturunan).
g. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi).
h. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau
alcohol.
i. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.
j. Pengobatan komplementer, alternative dan tradisional, termasuk
akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif

49
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (Health Technology
Assesment/HTA).
k. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan
(eksperimen).
l. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu.
m. Perbekalan kesehatan rumah tangga.
n. Pelayanan kesehatan yang sudah dijamin dalam program kecelakaan lalu
lintas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
o. Pelayanan kesehatan akibat bencana, kejadian luar biasa/ wabah.
p. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat
jaminan kesehatan yang diberikan.
2.5 Kesehatan MATRA
2.5.1 Pengertian Kesehatan Matra
Matra adalah dimensi atau lingkungan atau wahana atau media tempat
seseorang atau sekelompok orang melangsungkan hidup serta
melaksanakan kegiatan. Kondisi matra adalah keadaan dari seluruh
aspek pada matra yangserba berubah dan berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup dan pelaksanaankegiatan manusia yang hidup
dalam lingkungan tersebut. Kesehatan matra adalah upaya kesehatan
yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan fisikdan mental guna
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna
baik di lingkungan darat, laut dan udara. Kesehatan Kedirgantaraanadalah
kesehatan matra yang berhubungan dengan penerbangan dan
kesehatanruang angkasa dengan keadaan lingkungan yang bertekanan
rendah (hipobarik) (NafsiahMboi, 2013). Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Pasal 1, ayat 1 dan 2, No.1215Tahun 2001 tentang Pedoman
Kesehatan Matra, jenis-jenis kesehatan matra meliputi :
1. Kesehatan lapangan
2. Kesehatan kelautan dan bawah air
3. Kesehatan kedirgantaraan

50
2.5.2 Dasar Hukum Kesehatan Matra
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2013 Tentang
Kesehatan Matra :
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1, Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Matra adalah dimensi lingkungan/wahana/media tempat seseorang atau
sekelompok orang melangsungkan hidup serta melaksanakan kegiatan.
2. Kondisi Matra adalah keadaan dari seluruh aspek pada matra yang serba
berubah dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pelaksanaan
kegiatan manusia yang hidup dalam lingkungan tersebut.
3. Kesehatan Matra adalah upaya kesehatan dalam bentuk khusus yang
diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang serba berubah secara
bermakna, baik di lingkungan darat, laut, maupun udara.
4. Kesehatan Lapangan adalah kesehatan matra yang berhubungan dengan
pekerjaan atau kegiatan di darat yang bersifat temporer pada lingkungan
yang berubah.
5. Kesehatan Kelautan dan Bawah Air adalah kesehatan matra yang
berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan di laut dan berhubungan
dengan keadaan lingkungan yang bertekanan tinggi (hiperbarik).
6. Kesehatan Kedirgantaraan adalah kesehatan matra yang berhubungan
dengan penerbangan dan kesehatan ruang angkasa dengan keadaan
lingkungan yang bertekanan rendah (hipobarik).
7. Faktor Risiko Kesehatan adalah probabilitas atau kemungkinan semua
variabel/faktor yang berperan dalam proses kejadian timbulnya penyakit
dan/atau gangguan kesehatan.
8. Risiko Kesehatan adalah potensi kerugian yang ditimbulkan oleh kondisi
matra pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu, dapat berupa
kematian, kesakitan, kecatatan, jiwa yang terancam, hilangnya rasa aman,
dan pengungsian.

51
9. Surveilans Kesehatan adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus
menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan
data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan.
10. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
11. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
Pasal 2
1) Pengaturan Kesehatan Matra dimaksudkan untuk mewujudkan upaya
kesehatan pada Kondisi Matra secara cepat, tepat, menyeluruh dan
terkoordinasi guna menurunkan potensi Risiko Kesehatan, meningkatkan
kemampuan adaptasi, dan mengendalikan Risiko Kesehatan.
2) Upaya kesehatan pada Kondisi Matra sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
masyarakat dalam menurunkan risiko serta memelihara kesehatan
masyarakat dalam menghadapi Kondisi Matra agar tetap sehat dan
mandiri.
BAB II JENIS KESEHATAN MATRA
Pasal 3
1) Jenis Kesehatan Matra meliputi :
a. Kesehatan Lapangan;
b. Kesehatan Kelautan dan Bawah Air; dan
c. Kesehatan Kedirgantaraan.

52
2) Kesehatan Lapangan sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas :
a. kesehatan perpindahan penduduk;
b. kesehatan migran;
c. kesehatan haji dan umrah;
d. kesehatan penanggulangan bencana;
e. kesehatan bawah tanah;
f. kesehatan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat;
g. kesehatan dalam tugas operasi dan latihan militer di darat;
h. kesehatan pada arus mudik;
i. kesehatan pada kegiatan di area tertentu; dan
j. kesehatan dalam penugasan khusus kepolisian.
3) Kesehatan Kelautan dan Bawah Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas :
a. kesehatan penyelaman;
b. kesehatan pelayaran dan lepas pantai; dan
c. kesehatan dalam tugas operasi dan latihan militer di laut.
4) Kesehatan Kedirgantaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas :
a. kesehatan penerbangan dan ruang angkasa; dan
b. kesehatan dalam tugas operasi dan latihan militer di udara.
BAB III PENYELENGGARAAN
Pasal 4
1) Kesehatan Matra diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan masyarakat.
2) Dalam penyelenggaraan Kesehatan Matra sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat bekerja sama dengan negara lain dan/atau lembaga
internasional baik secara bilateral maupun multilateral.
Pasal 5
1) Lingkup penyelenggaraan Kesehatan Matra sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 meliputi :

53
a. pengurangan potensi Risiko Kesehatan;
b. peningkatan kemampuan adaptasi; dan
c. pengendalian Risiko Kesehatan.
2) Pengurangan potensi Risiko Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a merupakan upaya yang dilakukan terhadap semua variabel atau
faktor untuk mencegah dan mengurangi Risiko Kesehatan.
3) Peningkatan kemampuan adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan menyesuaikan
diri dengan Kondisi Matra agar tidak menimbulkan Risiko Kesehatan.
4) Pengendalian Risiko Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c merupakan upaya yang dilakukan untuk menurunkan dan
menghilangkan variabel atau faktor dalam rangka mencegah terjadinya
penyakit, kecacatan, dan/atau gangguan kesehatan serta melakukan
pengobatan.
5) Penyelenggaraan Kesehatan Matra sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6
Dalam penyelenggaraan Kesehatan Matra harus dilakukan pelaporan secara
berjenjang yang meliputi laporan pra kejadian, kejadian, dan pasca kejadian.
Kesehatan Lapangan Paragraf 1 Kesehatan Perpindahan Penduduk
Pasal 7
1) Kesehatan perpindahan penduduk merupakan Kesehatan Matra yang
dilakukan terhadap masyarakat yang melakukan perpindahan ke tempat
baru yang bersifat menetap, yang diselenggarakan pada saat :
a. sebelum perpindahan dilakukan;
b. selama proses perpindahan mulai dari tempat keberangkatan
c. sampai di pelabuhan dan/atau bandar udara pemberangkatan; dan
d. setelah menempati tempat baru sampai dengan adanya pelayanan
e. kesehatan permanen.

54
2) Kesehatan perpindahan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas kesehatan transmigrasi dan kesehatan relokasi penduduk.
3) Kegiatan sebelum perpindahan dilakukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a paling sedikit terdiri atas :
a. pendataan demografi;
b. Surveilans Kesehatan;
c. penyuluhan kesehatan;
d. pemberian informasi lokasi tujuan;
e. pemeriksaan kesehatan; dan
f. pelayanan kesehatan primer.
4) Kegiatan selama proses perpindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b paling sedikit terdiri atas :
a. penyuluhan kesehatan terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat;
b. pelayanan kesehatan primer;
c. Surveilans Kesehatan; dan
d. penyediaan dukungan logistik.
5) Kegiatan setelah menempati tempat baru sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c paling sedikit terdiri atas :
a. peningkatan kualitas media lingkungan;
b. penyuluhan kesehatan terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat;
c. pelayanan kesehatan primer;
d. Surveilans Kesehatan;
e. pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan;
f. pelayanan kesehatan jiwa; dan
g. penyediaan dukungan logistik.
6) Dalam hal terjadi kedaruratan medik dan/atau kejiwaan pada kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), dapat dilakukan :
a. pelayanan kegawatdaruratan dan rujukan; dan
b. tindakan karantina dan/atau isolasi;
c. pelayanan kesehatan jiwa.
Paragraf 2 Kesehatan Migran

55
Pasal 8
1) Kesehatan migran merupakan Kesehatan Matra yang dilakukan terhadap
migran, yang diselenggarakan pada saat :
a. sebelum keberangkatan;
b. selama proses perjalanan keberangkatan mulai dari tempat
c. keberangkatan sampai di pelabuhan dan/atau bandar udara
d. pemberangkatan; dan
e. kembali ke tanah air.
2) Kegiatan sebelum keberangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a paling sedikit terdiri atas :
a. pendataan demografi;
b. Surveilans Kesehatan;
c. penyuluhan kesehatan;
d. pemberian informasi kondisi tempat tujuan;
e. pemeriksaan kesehatan; dan
f. pelayanan kesehatan primer.
3) Kegiatan selama proses perjalanan keberangkatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b paling sedikit terdiri atas :
a. penyuluhan kesehatan;
b. pelayanan kesehatan primer;
c. Surveilans Kesehatan; dan
d. penyediaan dukungan logistik.
4) Kegiatan setelah kembali ke tanah air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c paling sedikit terdiri atas :
a. penyuluhan kesehatan;
b. pemeriksaan kesehatan;
c. Surveilans Kesehatan; dan
d. inspeksi sanitasi dan perbaikan kualitas air bersih dan sanitasi
e. pada instalasi penampungan sementara.

56
5) Dalam hal terjadi kedaruratan medik dan/atau kejiwaan pada kegiatan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dapat
dilakukan:
a. pelayanan kegawatdaruratan dan rujukan;
b. tindakan karantina dan/atau isolasi; dan/atau
c. pelayanan kesehatan jiwa.
Paragraf 3 Kesehatan Haji dan Umrah
Pasal 9
1) Kesehatan haji dan umrah merupakan Kesehatan Matra yang dilakukan
terhadap jemaah haji dan umrah serta pihak petugas yang terkait, mulai
dari perjalanan pergi, selama di Arab Saudi, pulang dari Arab Saudi
sampai dengan 2 (dua) minggu setelah tiba kembali ke tanah air.
2) Penyelenggaraan kesehatan haji dan umrah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Paragraf 4 Kesehatan Penanggulangan Bencana
Pasal 10
1) Kesehatan penanggulangan bencana merupakan Kesehatan Matra yang
dilakukan untuk mengurangi Risiko Kesehatan pada tahap tanggap darurat
2) Penyelenggaraan kesehatan penanggulangan bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 5 Kesehatan Bawah Tanah
Pasal 11
1) Kesehatan bawah tanah merupakan Kesehatan Matra yang dilakukan
terhadap pekerja bawah tanah, yang diselenggarakan pada saat :
a. persiapan sebelum kegiatan dilaksanakan;
b. kegiatan operasional; dan
c. setelah kegiatan operasional sampai dengan 24 (dua puluh empat)
b. jam.

57
2) Kegiatan selama persiapan sebelum kegiatan dilaksanakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. kesiapan bagi pekerja bawah tanah;
b. kesiapan pemberi kerja dan/atau penyelenggara kegiatan; dan
c. kesiapan pelayanan kesehatan.
3) Kesiapan bagi pekerja bawah tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a paling sedikit terdiri atas :
a. kesehatan fisik dan mental;
b. pemahaman situasi dan kondisi lingkungan tempat kerja;
b. keterampilan dan kemampuan antisipasi perubahan situasi di
c. bawah tanah; dan
d. kesiapan perbekalan.
4) Kesiapan pemberi kerja dan/atau penyelenggara kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b paling sedikit terdiri atas :
a. penyuluhan keselamatan dan kesehatan;
b. penyediaan peralatan keselamatan;
c. petugas pengawas dan/atau pendamping;
d. sistem rujukan kesehatan;
e. jejaring keselamatan dan kesehatan;
f. komunikasi dan informasi; dan
g. penyediaan sarana pelayanan kesehatan.
5) Kesiapan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c paling sedikit terdiri atas :
a. penyuluhan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja;
b. pendataan demografis pekerja;
c. pemeriksaan kesehatan pekerja;
b. pelatihan kesehatan menghadapi situasi kerja di bawah tanah;
c. kesiapan pelayanan kesehatan di sekitar tempat kerja bawah
d. tanah; dan
e. jejaring pelayanan kesehatan dan rujukan.

58
6) Kegiatan selama kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b paling sedikit terdiri atas :
a. pemberian informasi keselamatan dan kesehatan bagi pekerja;
b. penemuan kasus;
c. pelayanan kesehatan bagi pekerja; dan
d. Surveilans Kesehatan.
7) Kegiatan setelah kegiatan operasional sampai dengan 24 (dua puluh
empat) jam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit
terdiri atas :
a. penemuan kasus;
b. pelayanan kesehatan bagi pekerja;
c. Surveilans Kesehatan; dan
d. pemulihan kesehatan.
8) Dalam hal terjadi kedaruratan medik dan/atau kejiwaan pada kegiatan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7), dapat
dilakukan :
a. pelayanan kegawatdaruratan dan rujukan; dan
b. pelayanan kesehatan jiwa.
Paragraf 6 Kesehatan Situasi Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
Pasal 12
1) Kesehatan situasi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan
Kesehatan Matra yang dilakukan terhadap masyarakat dan petugas yang terpajan
pada situasi gangguan keamanan dan ketertiban, meliputi :
a. kegiatan kesiapan antisipasi terhadap kemungkinan adanya Risiko Kesehatan
situasi keamanan dan ketertiban masyarakat; dan
b. kegiatan operasional kesehatan penanggulangan Risiko Kesehatan akibat
situasi keamanan dan ketertiban masyarakat.
2) Kegiatan kesiapan antisipasi terhadap kemungkinan adanya Risiko Kesehatan
situasi keamanan dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a paling sedikit terdiri atas :
a. analisis situasi wilayah dan potensi gangguan keamanan dan

59
b. ketertiban masyarakat;
c. pemetaan wilayah rawan gangguan keamanan dan ketertiban
d. masyarakat;
e. sistem kewaspadaan dini;
f. pemetaan sumber daya kesehatan;
g. sistem rujukan kesehatan;
h. mobilisasi sumber daya kesehatan;
i. unit identifikasi korban;
j. koordinasi dan jejaring kerja;
k. komunikasi dan informasi; dan
l. rencana penanggulangan kedaruratan kesehatan.
3) Kegiatan operasional kesehatan penanggulangan Risiko Kesehatan akibat
situasi keamanan dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b paling sedikit terdiri atas :
a. mobilisasi bantuan kesehatan;
b. penemuan dan pertolongan korban dan musibah massal;

60
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan
penyelenggara jaminan sosial. Jenis Jaminan Sosial seperti BPJS, JHT,
JKK dan JP yang berguna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Upaya kesehatan berguna untuk meningkatkan kemampuan fisik dan
mental terhadap lingkungan yang berubah baik di lingkungan darat, laut
dan udara. Ruang lingkup kesehatan matra adalah kesehatan lapangan,
kesehatan kelautan dan bawah air, kesehatan kedirgantaraan. Kesehatan
lapangan meliputi kesehatan haji, kesehatan transmigrasi, kesehatan dalam
penanggulangan korban bencana, kesehatan di bumi perkemahan,
kesehatan dalam situasi khusus, kesehatan lintas alam, kesehatan bawah
tanah, kesehatan dalam penanggulangan keamanan dan ketertiban
masyarakat, kesehatan dalam operasi dan latihan militer di darat.
3.2 Saran
Dengan adanya pemahaman mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional
dan MATRA, maka diharapkan adanya upaya kesehatan yang berguna
untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental terhadap lingkungan
yang berubah, baik di lingkungan darat, laut dan udara serta bagaimana
menanganinya dengan efektif dan efisien menggunakan layanan yang telah
disediakan pemerintah maupun swasta sehingga bermanfaat secara
menyeluruh terhadap Kesehatan Masyarakat

61

Anda mungkin juga menyukai