Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PEDIATRIK KLIEN AN.

A DENGAN
DEMAM
DI PUSKESMAS TELUK DALAM
BANJARMASIN

Disusun Oleh :

Rikma Melati, S.Kep

Tiara Melinda, S. Kep

Vela Anggreini, S. Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN

2024
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan keperawatan pediatrik klien An. N dengan demam di puskesmas teluk
dalam banjarmasin yang telah dikonsultasikan dan disetujui oleh preseptor
akademik dan preseptor klinik

Banjarmasin , Januari 2024

Preseptor Akademik Menyetujui Preseptor Lahan

Dania Relina Sitompul,S.Kep., Ners M.Kep Hj Nirmalasari , S.Kep Ners

BAB I
LATAR BELAKANG
A. Pendahuluan
Anak adalah seseorang yang berusia dibawah 18 tahun dan akan menjadi
penerus citacita perjuangan suatu bangsa, sehingga perlu diperhatikan tumbuh
kembangnya terutama masalah kesehatan pada anak (Hanafi, 2022). Masalah
kesehatan pada anak menjadi salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan,
karena anak termasuk ke dalam kelompok rentan. Saat pergantian musim biasanya
menjaga kesehatan anak menjadi perhatian khusus karena berkembangnya
berbagai penyakit pada masa tersebut. Perubahan cuaca dapat mempengaruhi daya
tahan tubuh atau kondisi kesehatan anak. Kondisi tubuh anak dari sehat menjadi
sakit menyebabkan tubuh merespon untuk meningkatkan suhu yang disebut
dengan demam (Cahyaningrum et al., 2021). Demam terjadi karena adanya
peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan suhu tubuh
untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas (Siregar et al.,
2021). Demam menjadi tanda adanya kenaikan set point di hipotalamus akibat
infeksi atau adanya ketidakseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas
(Cahyaningrum et al., 2021).

Demam yaitu suatu gejala dari penyakit yang terjadi ketika keadaan suhu
tubuh yang menjadi lebih tinggi dari batas normal. Suhu tubuh yang dikatakan
normal berkisar - Demam merupakan respon normal tubuh saat melawan infeksi.
Infeksi terjadi karena masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh, seperti virus,
bakteri, parasite, maupun jamur (Lazdia et al., 2022). Demam yang terjadi pada
anak biasanya disebabkan oleh infeksi virus. Demam juga dapat disebabkan
karena paparan panas yang berlebihan (overheating), kekurangan cairan
(dehidrasi), alergi dan gangguan system imun dalam tubuh (Sari et al., 2022).

Anak paling rentan terkena demam, hampir disemua daerah endemik,


insiden demam banyak terjadi pada anak usia 5- 19 tahun. Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2018 mengungkapkan bahwa jumlah penderita demam yang
disebabkan oleh infeksi sebanyak 109.021 kasus demam dengan jumlah kematian
871 orang.
World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam
di seluruh dunia mencapai 16-33 juta kasus dengan 500-600 ribu kematian tiap
tahunnya (WHO, 2018). Berdasarkan hasil (Kemenkes RI, 2021), di Indonesia
angka penderita demam pada anak diketahui sebesar 52.506 kasus yang
mengalami demam. Provinsi Kalimantan Selatan merupakan daerah tropis
sehingga banyak kasus penyakit infeksi yang tanda gejalanya berupa demam.
Tercatat data dari Puskesmas Basirih Banjarmasin bahwa angka kejadian demam
pada bulan Januari – Mei 2019 terjadi sebanyak 426 anak diantaranya kasus
Febris (237 anak), Demam Typoid (69 anak), DBD (32 anak), Tonsilitis (88
anak). Angka kejadian demam tersebut termasuk tinggi seiring dengan masih
banyaknya angka kejadian penyakit tropis (Rifaldi, I & Wulandari, D. K, 2020).

Berdasarkan data yang didapatkan dari Data sementara pada tahun 2024
yaitu pada bulan Januari untuk data anak dan bayi demam di Puskesmas teluk
dalam Banjarmasin yaitu berjumlah untuk dengan diagnosa R50 (demam) pada
bayi Laki -laki adalah 2 orang dan Perempuan tidak ada. Sedangkan balita laki-
laki adalah 2 orang dan perempuan adalah 6 orang.

Maka jumlah keseluruhan yang didapatkan pada Data sementara untuk


bulan Januari 2024 untuk kasus demam pada bayi dan balita yaitu berjumlah 10
orang.

B. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi klien dan keluarga
Diharapkan keluarga mampu mengaplikasikan nya dalam kehidupannya dan
mampu melakukan bantuan terhdapap anak dan anggota keluarga lainnya
2. Bagi mahasiswa
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan khususnya di bidang
keperawatan anak.
3. Bagi para perawat profesional yang bertugas di pelayanan kesehatan
Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi atau bahan pertimbangan
untuk menentukan kebijakan tentang penanganan demam pada anak.
4. bagi profesi-profesi terkait :
a. Dokter
membantu dalam penegakan diagnosa dan untuk memahami apa yang
menjadi masalah kesehatan pada anak
b. Petugas laboratorium
diharapkan dapat digunakan sebagai informasi atau bahan pertimbangan
untuk menentukan kebijakan tentang penanganan demam pada anak.
c. Apoteker
Mampu sebagai acuan dalam pemberian penangan dalam pemberian
dosis serta obat yang tepat untuk pengobatan
d. Ahli Gizi
Mampu sebagai acuan dalam pemberian penangan dalam pemberian
gizi yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan anak

C. BATASAN MASALAH
laporan stase keperawatan pediatrik ini dibatasi hanya pada lingkup asuhan
keperawatan klien An.A dengan demam di ruang pemeriksaan di puskesmas teluk
dalam datang melakukan pengobatan pada tanggal 16 januari 2024. dan hanya
melakukan pengkajian dan evaluasi 1 hari.

D. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Penanganan Demam
pada Balita di Wilayah puskesmas teluk dalam banjarmasin kaliamantan
selatan dan memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan management
terpadu balita sakit pada klien An.A dengan demam diruang gizi dan anak
dipuskesmas teluk dalam
2. Tujuan khusus
a. melaksanakan pengkajian pada anak yang mengalami demam di ruang
gizi dan anak di puskesmas teluk dalam
b. merumuskan klirifikasi mtbs pada pasien demam di ruang gizi dan anak
di puskesmas teluk dalam
c. menyusun rencana tindakan pengobatan demam di ruang gizi dan anak di
puskesmas teluk dalam
d. d.melaksanakan tindakan pengobatan pasien demam di ruang gizi dan
anak di puskesmas teluk dalam berdasarkan evidenbace based
nursing( EBN)
e. e.melaksanakan evaluasi pada pasien demam di ruang gizi dan anak di
puskesmas teluk dalam

E. METODE

1. Wawancara
Metode wawancara dapat digunakan untuk memperoleh data fokus dalam
pengkajian data terkait bagaimana diagnosa keperawatan dapat ditegakan
dalam kasus seperti menanyakan apa, bagimana, mengapa dapat terjadinya
proses penyakit yang dialami sebelumnynya agar mudah mengetahui
bagaimana awal mulanya terjadi kasus tersebut
2. Observasi
Observasi adalah serangkaian kegiatan dalam memantau atau momonitor
keadaan klien baik dari tanda-tanda vital, respon klien dimana akan menjadi
sumber data yang akan dapat di pantau dari setiap melakukan ovservasi
3. pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lengkap termasuk tanda-tanda vital (suhu 38°C = 100.4°F),
oksimetri nadi, dan parameter pertumbuhan dengan persentil diperlukan.
Penampilan umum harus diperhatikan tingkat aktivitas, warna, nada, dan
iritabilitas. Tanda-tanda infeksi lokal harus diidentifikasi melalui pemeriksaan
menyeluruh pada kulit, selaput lendir, telinga, dan ekstremitas.
4. Diagnostik tets review
BAB II
LANDASAN TEORI

A. ANATOMI

Gambar 2.1 Anatomi Otak secara keseluruhan (VanPutte dkk., 2016).

Otak merupakan organ kecil yang tersimpan didalam cranium yang


merupakan pusat sistem saraf dan berfungsi sebagai pusat kendali dan
koordinasi seluruh aktifitas biologis, fisik dan sosial dari seluruh tubuh.
Otak menangkap semua rangsangan untuk memahami melalui kerja sel
saraf, sirkuit saraf dan neurotransmitter (Amin, 2018). Otak manusia
mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon), menerima
1,5% curah jantung dan mengkonsumsi 25% oksigen tubuh. Otak adalah
organ tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat semua organ
tubuh. Otak terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum) dan
batang otak (brainstem) (VanPutte dkk., 2016)
1. Otak Besar (Cerebrum)

Cerebrum merupakan bagian terbesar dari otak. Terbagi ke dalam


hemisfer kanan dan kiri oleh fissure longitudinal. Fitur yang paling
menonjol di permukaan setiap hemisfer yang banyak lipatan disebut gyrus,
yang meningkatkan area permukaan korteks dan alur perantara disebut
sulcus (VanPutte dkk., 2016). Setiap belahan otak dibagi menjadi beberapa
lobus, yaitu sebagai berikut :

a. Lobus Frontal
Lobus frontal berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara dan emosi.
Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara.
Lobus ini mempunyai peran dalam pengendalian fungsi motorik,
volunteer, motivasi, agresi, suasana hati, dan penerimaan penciuman
(VanPutte dkk., 2016).
b. Lobus Parietal
Lobus parietal adalah pusat utama untuk menerima dan secara sadar
mempersepsikan sebagian besar informasi sensorik seperti sentuhan,
nyeri, suhu dan keseimbangan. Lobus frontal dan lobus parietal
dipisahkan oleh sulkus sentralis (VanPutte et al., 2016).
c. Lobus Oksipital
Lobus oksipital berfungsi dalam menerima dan memahami input visual
dan area asosiasi penglihatan seperti menginterpretasi dan memproses
rangsang penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiakan rangsang
dengan informasi 10 saraf lain dan memori serta tidak terpisah secara
jelas dari lobus lainnya (VanPutte dkk., 2016).
d. Lobus Temporal
Lobus temporal terlibat dalam penciuman (bau) dan sensasi
pendengaran, dan memainkan peran penting dalam memori. Bagian
anterior dan inferiornya disebut psychic cortex, yang diasosiakan
dengan fungsi seperti pemikiran abstrak dan pertimbangan. Sebagian
besar lobus temporal dipisahkan dari bagian lainnya di otak besar oleh
fissure lateral, dan jauh di dalam fissure adalah insula sering disebut
lobus kelima (VanPutte dkk., 2016).

Gambar 2.2 Anatomi Lobus dilihat dari superior (Netter, 2014).

Keterangan gambar :

1. polus frontalis 6.lobus temporalis

2.fisura longitudinalis cerebri 7.sulcus parietooccipitalis

3.lobus frontalis 8.lobus occipitalis

4.sulcus centralis 9.polus occipitalis

5.lobus parietalis

Gambar 2.3 Anatomi Lobus dilihat dari lateral (Netter, 2014).

Keterangan gambar:

1. Polus frontalis 7. Lobus occipitalis


2. Lobus frontalis 8. Incisura preoccipitalis

3. Sulcus centralis 9. Polus temporalis

4. Lobus parietalis 10. Sulcus lateralis

5. Sulcus parietooccipital 11. Lobus temporalis

6. Polus occipitalis

2. Otak Kecil (Cerebellum)


Otak kecil menempel dengan batang otak, dengan beberapa
konektor disebut cerebellar penducles menghubungkan antara cerebellum
dengan bagian lain di susunan syaraf pusat. Otak kecil terlibat dalam
keseimbangan dan koordinasi motorik.

Keterangan Gambar :

1. Third ventricle 7. Spinal cord

2. Choroid plexus 8. Fourth ventricle

3. Pineal gland 9. Pons

4. Occipital lobe 10.Ppituitary gland

5. Cerebellum 11.Frontal lobe

6. Medulla oblongata 12.Corpus callosum


3. Batang otak (Brainstem)
Batang otak menghubungkan sumsum tulang belakang ke bagian
otak lainnya. Ini terdiri dari medula oblongata, pons, dan otak tengah.
Batang otak mengandung beberapa inti yang terlibat dalam fungsi vital
tubuh, seperti kontrol detak jantung, tekanan darah, dan pernapasan.
Kerusakan pada area batang otak yang kecil dapat menyebabkan kematian,
sedangkan kerusakan pada area otak besar atau otak kecil yang relatif luas
seringkali tidak, (VanPutte dkk., 2016). batang otak terdiri dari :
a. Medulla Oblongata
Medula oblongata adalah bagian paling bawah dari batang otak dan
bersambungan dengan sumsum tulang belakang. Itu memanjang dari
tingkat foramen magnum ke pons. Selain saluran saraf naik dan turun,
medula oblongata mengandung inti diskrit dengan fungsi khusus,
seperti pengaturan denyut jantung dan diameter pembuluh darah,
pernapasan, menelan, muntah, batuk, bersin, keseimbangan, dan
koordinasi (VanPutte dkk., 2016).

b. Pons Pons
Tepat di atas medula oblongata. Ini berisi saluran saraf naik dan turun,
serta beberapa inti. Beberapa inti di pons menyampaikan informasi
antara otak besar dan otak kecil. Pons tidak hanya merupakan jembatan
fungsional antara otak besar dan otak kecil, tetapi pada permukaan
anterior menyerupai jembatan lengkung. Beberapa inti dari medula
oblongata, dijelaskan sebelumnya, meluas ke bagian bawah pons,
sehingga fungsi seperti bernapas, menelan, dan keseimbangan 13
dikendalikan di pons bawah, serta di medula oblongata. Inti lain dalam
fungsi kontrol pons seperti mengunyah dan mengeluarkan air liur.
(VanPutte dkk., 2016).
c. Otak tengah (Midbrain)
Fungsi otak tengah adalah untuk pendengaran, gerakan mata, sensasi
wajah, hingga respon dari perubahan lingkungan, serta mengatur
pergerakan mata, memproses informasi visual dan suara yang diterima
oleh otak. Otak tengah adalah bagian terkecil dari batang otak yang
terdiri dari empat gundukan yang disebut colliculi. Dua colliculi
inferior adalah pusat estafet utama untuk jalur saraf pendengaran di
sistem saraf pusat. Dua colliculi superior terlibat dalam refleks visual
dan menerima input sentuhan dan pendengaran, Gerakan seperti
memutar kepala ke arah tepukan di bahu, suara keras yang tiba-tiba,
atau kilatan cahaya yang terang adalah refleks yang dikendalikan di
colliculi superior. (VanPutte dkk., 2016).

4. Diencephalon
Diencephalon adalah bagian otak antara batang otak dan otak besar.
Diencephalon terdiri dari thalamus, epithalamus dan hypothalamus.
a. Thalamus
Bagian yang paling besar dari diencephalon yang terdiri dari susunan
syaraf dengan bentuk seperti yo-yo. Kedua sisi dihubungkan dengan
suatu bagian kecil yang disebut interthalamic adhesion. Sebagian besar
input sensorik yang naik melalui sumsum tulang belakang dan proyek
batang otak ditransmisikan ke thalamus, di mana neuron asenden
bersinapsis dengan neuron thalamic. Neuron thalamic, pada gilirannya,
mengirim akson mereka ke korteks serebral. Thalamus juga
memengaruhi suasana hati dan mencatat persepsi nyeri yang tidak
terlokalisasi dan tidak nyaman. (VanPutte dkk., 2016).
b. Epitalamus
Epithalamus adalah area kecil di bagian superior dan posterior
thalamus. Ini terdiri dari beberapa inti kecil, yang terlibat 15 dalam
respons emosional dan visceral terhadap bau, dan kelenjar pineal.
Kelenjar pineal adalah kelenjar endokrin yang dapat mempengaruhi
masa pubertas. (VanPutte dkk,. 2016).
c. Hipotalamus
Hipotalamus adalah bagian paling bawah dari diensefalon, mengandung
beberapa inti kecil yang sangat penting dalam mempertahankan
homeostasis. Hipotalamus memainkan peran sentral dalam kontrol suhu
tubuh, lapar, dan haus. Sensasi seperti kenikmatan seksual, kemarahan,
ketakutan, dan relaksasi setelah makan berhubungan dengan fungsi

hipotalamus. Respons emosional yang tampaknya tidak sesuai dengan


keadaan, respons terhadap stres atau akibat depresi, juga melibatkan
hipotalamus. (VanPutte dkk., 2016).

Gambar 2.5 Anatomi Hipotalamus (VanPutte dkk., 2016).

Keterangan gambar :

1. Thalamus 7. Pituitary gland

2. Interthalamic adhesion 8. Pons


3. Hypothalamus 9. Cerebellum

4. Mammilary body 10. Pinealgland

5. Optic chiasm 11. Epithalamus

6. Infundibulum 12. Corpus Callosum


B. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi
Demam/Fever/Febris, bila suhu tubuh > 37,7° C. Ada yang menyebutkan
demam sebagai peningkatan suhu tubuh diatas normal (38°.
40°C). Hiperpireksia, bila suhu tubuh > 41,1° C, ada juga yang menyebutkan >
40° C. Subfebris, bila suhu tubuh diatas normal, tapi lebih rendah dari 37,7°C
(Zein, 2012).
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C).
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh. Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh
infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit autoimun, keganasan,
ataupun obat- obatan (Hartini, 2015).
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada
anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di
hipotalamus. Penyakit - penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat
menerang sistem tubuh. Selain itu demam mungkin berperan dalam
meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam
membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Wardiyah, 2016).

2. Etiologi
Peningkatan suhu tubuh in disebabkan oleh beredarnya suatu molekul
kecil di dalam tubuh kita yang disebut dengan Pirogen, yaitu zat pencetus
panas. Biasanya penyebab demam sudah bisa diketahui dalam waktu satu tau
dua hari dengan pemeriksaan medis yang terarah.
Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain infeksi
juga dapat disebabkan ole keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap
pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya
perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis
penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian pengambilan riwayat
penyekit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit
dan evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta penunjang lain secara tepat dan
holistic (Nurarif, 2015). Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi
pengeluaran.
Demam dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan,
penyakit metabolik maupun penyakit lain. Demam dapat disebabkan karena
kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Guyton
dalam Thobroni, 2015).
Sedangkan menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal dalam
Thobroni (2015) bahwa etiologi febris, diantaranya
a. Suhu lingkungan.
b. Adanya infeksi
c. Pneumonia.
d. Malaria.
e. Otitis media.
f. Imunisasi

3. Klasifikasi
Klasifikasi febris menurut Nuratif (2015) adalah sebagai berikut :
a. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari
dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai
keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun
ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua
derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
c. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu
hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana
dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam
disebut kuartana.
d. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
e. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti
oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu
misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan
keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab
yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria,
tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu
sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam
yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang
self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun
hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi
bakterial.

4. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala demam antara lain :
a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 c – 40 c)
b. Kulit kemerahan
c. Hangat pada sentuhan
d. Peningkatan frekuensi pernapasan
e. Menggigil
f. Dehidrasi
g. Kehilangan nafsu makan
Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung,
anoreksia dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari
37,5 ºC-40ºC, kulit hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor
yang muncul yaitu kulit kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan,
menggigil/merinding perasaan hangat dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik
atau umum (misal: sakit kepala verigo), keletihan, kelemahan, dan berkeringat

5. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal,
memmbran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Nat) serta elektrolit lainnya kecuali ion
kloirda (CI-). Akibatnya, konsentrasi ion K+ dalam neuron tinggi dan
konsentrasi ion Nat rendah, sedangkan di luar sel neuron berlaku sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut sebagai potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini,
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase nag terdapat pada
permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh:
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstra seluler
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawia atau
aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran neuron itu sendiri karena penyakit
atau keturunan
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan meningkatkan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan orang dewasa yang hanya mencapai 15%. Oleh karena itu,
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium melalui membran sel yang mengakibatkan lepasnya aliran listrik.
Lepasnya aliran listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh bagian sel maupun membran sel di sekitarnya dengan bantuan
"neurotransmitter" sehingga terjadilah kejang.Ambang kejang tap anak
berbeda. Pada anak dengan ambang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38
C, sedang anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
40°C atau lebih.
PATWAY
Agen infeksius
mediator inflamasi

Monosit/makrofag Dehidrasi
↓ ↓
Sitoksin pirogen Tubuh kehilangan
↓ cairan

Mempengaruhi Penurunan cairan
hipotalamus intra dan ekstra sel
↓ ↓
Anterior Demam Keluarga kurang
↓ ↓ pengetahuan
Aksi piretik Gangguan rasa
meningkat nyaman
↓ ↓
Evaporasi Anorexia
↓ ↓
Rewel Input makanan
↓ berkurang

Resiko defisit Resiko ketidak
volume cairan seimbangan nutrsi

Meningkatnya
metabolik

Tubuh kelelahan

Intoleransi
aktivitas
Sacharin, 1996; Sodikin, 2012; Khufil, 2020
6. Komplikasi
a. Dehidrasi : demam ↑ penguapan cairan tubuh
b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering
terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam
pertama demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini
juga tidak membahayan otak
c. Takikardi, insufiseinsi jantung, insufisiensi pulmonal

7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan antara lain adalah
(Wijayaningsih 2017):
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Pada demam berdarah terdapat
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. Pemeriksaan kultur darah
Kadnag-kadang terlihat seperti banyak darah diambil untuk dilakukan
kultur, tetapi penting bahwa darah cukup mendapatkan hasil yang akurat.
Darah yang diambil mungkin kurang dari sendok teh(5ml) untuk bayi dan
1-2 sendok the (5-10ml) untuk anak anak yang lebih tua. Dan itu akan di
perbaharui dalam waktu 24-48 jam.
c. Pemeriksaan urin dan fese

8. Collaborative Care Management


Menurut Kania dalam Wardiyah, (2016) penanganan terhadap demam
dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis dan tindakan non farmakologis.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani demam pada anak:
a. Tindakan farmakologis
Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik
berupa:
a) Paracetamol
Paracetamol merupakan bat pilihan pertama untuk menurunkan suhu
tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg BB akan menurunkan
demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2 jam setelah
pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3-4 jam b.
b) Ibuprofen
Ibuprofen merupakan bat penurun demam yang juga memiliki efek anti
peradangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila
alergi terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan
jarak antara 6-8 jam dari dosis sebelumnya. Untuk penurun panas dapat
dicapai dengan dosis 5mg/Kg BB
b. Tindakan non farmakologis
Menurut (Nurarif, 2015). Tindakan non farmakologis terhadap penurunan
panas yang dapat dilakukan:
a) Memberikan minuman yang banyak
b) Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
c) Menggunakan pakaian yang tidak tebal
d) Memberikan kompres

C. Rencana Asuhan keperawatan


1. Pengkajian
a. Data biografi
Data biografi meliputi : nama, alamat, umur, tanggal Masuk rumah sakit,
diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b. Keluhan utama : Demam
c. Riwayat kesehatan sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mungkin dengan disertai menggigil dan
saat demam kesadaran komposmentis dan anak semakin lemah. Kadang
kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia,
diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati
dan pergerakan bola mata terasa pegal.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma
pada kehamilan Trimester I, bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil,
obat-obat yang pernah dikonsumsi ole ibu dan apakah ibu pernah stress
saat hamil. Kemudian apakah anak sebelumnya pernah mengalami demam
juga atau tidak atau Penyakit apa saja yang pernah diderita
e. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga klien yang sakit seperti klien
f. fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu makan
menurun.
b) Pola eliminasi Eliminasi
Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami dare atau konstipasi.
Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau
banyak, sakit atau tidak
c) Pola aktivitas dan latihan Aktivitas
Klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu
d) Persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang dewasa terhadap keadaan
penyakit anaknya
e) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total
h) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang dewasa akan tampak cemas (Aru, 2015).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal (D.0130)
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurangnya control tidur
(D.0055)
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan intake makanan,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien (D0019)
e. Ansietas (kecemasan) pada orang tua berhubungan dengan kurangnya
terpapar informasi (D.0080)
Diagnosa Tujuan Intervensi
Hipertermia
berhubungan Setelah dilakukan Observasi
dengan proses intervensi
keperawatan selama  Identifikasi penyebab hipertermia (mis: dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan
penyakit ditandai
dengan suhu 1 x 24 jam, maka inkubator)
termoregulasi  Monitor suhu tubuh
tubuh diatas nilai
membaik, dengan  Monitor kadar elektrolit
normal (D.0130)
kriteria hasil:  Monitor haluaran urin
 Monitor komplikasi akibat hipertermia
1. Suhu tubuh
membaik Terapeutik

 Sediakan lingkungan yang dingin


 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal (mis: selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

 Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

Intoleransi
Setelah dilakukan Observasi
aktivitas
berhubungan intervensi
dengan keperawatan selama
kelemahan 3 x 24 jam, maka  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
(D.0056) toleransi aktivitas  Monitor kelelahan fisik dan emosional
meningkat, dengan  Monitor pola dan jam tidur
kriteria hasil:  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas

1. Keluhan Terapeutik
Lelah
menurun  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)
2. Frekuensi  Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
nadi membaik  Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi

 Anjurkan tirah baring


 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

Gangguan pola
tidur Setelah dilakukan Observasi
berhubungan intervensi
keperawatan selama  Identifikasi pola aktivitas dan tidur
dengan
3 x 24 jam, maka  Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)
kurangnya
pola tidur membaik,  Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis: kopi, teh, alcohol, makan
control tidur
dengan kriteria mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur)
(D.0055)  Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
hasil:
Terapeutik
1. Keluhan sulit
tidur menurun  Modifikasi lingkungan (mis: pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)
2. Keluhan sering  Batasi waktu tidur siang, jika perlu
terjaga  Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
menurun  Tetapkan jadwal tidur rutin
3. Keluhan tidak  Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis: pijat, pengaturan posisi, terapi
puas tidur akupresur)
menurun  Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau Tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga
4. Keluhan pola
tidur berubah Edukasi
menurun
 Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
5. Keluhan
 Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
istirahat tidak
 Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur
cukup
 Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap tidur REM
menurun
 Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis: psikologis, gaya
hidup, sering berubah shift bekerja)
 Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi lainnya

Defisit nutrisi
berhubungan Setelah dilakukan Observasi
dengan intervensi
keperawatan selama  Identifikasi status nutrisi
penurunan intake
3 x 24 jam, maka  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
makanan,
status nutrisi  Identifikasi makanan yang disukai
ketidakmampuan
membaik, dengan  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
mengabsorbsi
kriteria hasil:  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
nutrien (D0019)
 Monitor asupan makanan
1. Porsi makan  Monitor berat badan
yang dihabiskan  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
meningkat
2. Berat badan Terapeutik
membaik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
3. Indeks massa
 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan)
tubuh (IMT)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
membaik
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

 Ajarkan posisi duduk, jika mampu


 Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu

Ansietas
(kecemasan) Setelah dilakukan Observasi
pada orang tua intervensi
keperawatan selama  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis: kondisi, waktu, stresor)
berhubungan
3 x 24 jam, maka  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
dengan
tingkat ansietas  Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
kurangnya
terpapar menurun, dengan
kriteria hasil: Terapeutik
informasi
(D.0080)  Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
1. Verbalisasi  Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
kebingungan  Pahami situasi yang membuat ansietas
menurun  Dengarkan dengan penuh perhatian
2. Perilaku gelisah  Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
menurun  Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
3. Perilaku tegang  Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
menurun  Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
4. Konsentrasi
membaik Edukasi

 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami


 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
 Latih Teknik relaksasi

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu


BAB III

MANAGAMEN TERPADU BALITA SAKIT


KLASIFIKASI PENGOBATAN DAN TINDAKAN
Demam bukan malaria  Beri satu dosis parasetamol untuk
demam ≥38˚C
 Obati penyebab lain dari demam
 Kunjungan ulang 3 hari jika tetap
demam
 Nasihati kapan harus kembali
segera
 jika demam berlanjut lebih dari 7
hari, RUJUK untuk penilaian
lebih lanjut
Konseling pemberian cairan  Untuk setiap anak sakit:
 Beri ASI lebih sering dan lebih
lama setiap kali menyusui
 Tingkatkan pemberian cairan.
Contoh: beri kuah sayur, air tajin,
atau air matang
Kunjungan ulang bila tidak ada  Demam: Bukan Malaria : 2 hari
perbaikan
Scor Z BB/PB -2 SD sampai +1 SD  Jika anak < 2 tahun, nilai
pemberian makan anak. Jika ada
dan LILA Z 12,5 (0-59 bulan)
masalah, kunjungan ulang 7 har
 Timbang berat badan anak setiap
bulan
Skor Z PB/U atau TB/U  Pemantauan pertumbuhan dan
-2 SD sampai +3 SD perkembangan
 setiap bulan
Skor Z LK/U -2 SD  Pemantauan pertumbuhan dan
sampai +2 SD perkembangan setiap bulan
Tidak anemia  Jika anak < 2 tahun, nilai pemberian
makan anak. Jika ada masalah,
kunjungan ulang 7 hari

Mungkin bukan inveksi HIV  Atasi dengan edukasi dan follow up


infeksi yang terjadi
BAB IV

PEMBAHASAN

Demam adalah keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu suhu tubuh
di atas 38º Celsius. Suhu tubuh adalah suhu visera, hati, otak, yang dapat diukur
lewat oral, rektal, dan aksila.

Demam dapat merupakan satu-satunya gejala yang ada pada pasien


infeksi. Panas dapat dibentuk secara berlebihan pada hipertiroid, intoksikasi
aspirin atau adanya gangguan pengeluaran panas, misalnya heatstroke. Klasifikasi
dilakukan berdasar pada tingkat kegawatan pasien, etiologi demam, dan umur.

Klasifikasi berdasarkan umur pasien dibagi menjadi kelompok umur


kurang dari 2 bulan, 3-36 bulan dan lebih dari 36 bulan. Pasien berumur kurang
dari 2 bulan, dengan atau tanpa tanda SBI (serious bacterial infection). Infeksi
seringkali terjadi tanpa disertai demam. Pasien demam harus dinilai apakah juga
menunjukkan gejala yang berat.

Menurut Yale Acute Illness Observation Scale atau Rochester Criteria,


yang menilai adakah infeksi yang menyebabkan kegawatan. Pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) dapat merupakan petunjuk untuk perlunya perawatan
dan pemberian antibiotik empirik.

Klasifikasi berdasarkan lama demam pada anak, dibagi menjadi:

1. Demam kurang 7 hari (demam pendek) dengan tanda lokal yang jelas,
diagnosis etiologik dapat ditegakkan secara anamnestik, pemeriksaan fisis,
dengan atau tanpa bantuan laboratorium, misalnya tonsilitis akut.
2. Demam lebih dari 7 hari, tanpa tanda lokal, diagnosis etiologik tidak dapat
ditegakkan dengan amannesis, pemeriksaan fisis, namun dapat ditelusuri
dengan tes laboratorium, misalnya demam tifoid.
3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sebagian terbesar adalah
sindrom virus.

Di samping klasifikasi tersebut di atas, masih ada klasifikasi lain yaitu


klasifikasi kombinasi yang menggunakan tanda kegawatan dan umur sebagai
entry, dilanjutkan dengan tanda klinis, lama demam dan daerah paparan sebagai
kriteria penyebab, seperti terlihat pada algoritme di bawah ini.

Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) merupakan suatu bentuk


pengelolaan balita yang sedang mengalami sakit, bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan anak serta kualitas pelayanan kesehatan anak. Bentuk ini
sebagai salah satu cara yang efektif untuk menurunkan angka kematian dan
kesakitan pada bayi dan anak. Bentuk manajemen ini dilaksanakan secara terpadu
karena bentuk pengelolaannya dilaksanakan secara bersama dan penanganan
kasus tidak terpisah-pisah yang meliputi manajemen anak sakit, pemberian nutrisi,
pemberian imunisasi, pencegahan penyakit, serta promosi untuk tumbuh kembang
(Hidayat, 2005).

Di Indonesia, MTBS sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1996 oleh


Departemen Kesehatan yang bekerjasama dengan WHO. Layanan ini tidak hanya
kuratifnya saja tapi sekaligus pelayanan preventif dan promotifnya. Tujuan dari
pelatihan ini yaitu dihasilkannya petugas kesehatan yang terampil menangani bayi
dan balita sakit dengan menggunakan tatalaksana MTBS. Sasaran utama pelatihan
MTBS ini adalah perawat dan bidan, akan tetapi dokter Puskesmas pun perlu
terlatih MTBS agar dapat melakukan supervisi penerapan MTBS di wilayah kerja
Puskesmas (Verme, 2012). anak sakit, pemberian nutrisi, pemberian imunisasi,
pencegahan penyakit, serta promosi untuk tumbuh kembang (Hidayat, 2005).

Pelaksanaan Mutu Terpadu Balita Sakit dimulai dengan penilaian dan


klarifikasi, yaitu dengan menanyakan kepada ibu mengenai masalah balita,
memeriksa tanda bahaya umum, penilaian dan klasifikasi sukar
bernapas/batuk, diare, dan demam memeriksa status gizi, memeriksa anemia,
memeriksa status imunisasi anak dan memeriksa pemberian vitamin A. Setelah
menentukan tindakan dan memberi obat, dilanjutkan dengan memberi konseling
kepada ibu balita.

Pada kasus klien. A pelaksanaan mutu terpadu balita sakit dengan


klasifikasi demam bukan malaria, pemeriksaan gizi yang didapatkan klien gizi
baik, dengan tinggi badan normal, dan lingkar kepala normal, pemberian vitami A
tidak dilakukan pada hari pemeriksaan dikerenakan vitamin A diberikan
berdasarkan jadwal yang ditentukan oleh puskesmas.

Pemeriksaan imunisasi pada fomulir MTBS juga salah satu komponen


penting dalam pengkajian kerena imunisasi merupakan pencegahan primer
terhadap penyakit infeksi yang paling efektif (Iriawati, 2020).

Setelah dilakukan pengkajian menyeluruh sesuai fomulir MTBS maka


dilakukannya tindakan dan pengobatan, pada kasus Klien. A dengan demam klien
diberikan obat paracetamol. Parasetamol adalah obat antipiretik dan analgesik
yang paling banyak digunakan pada anak (Cormack dkk., 2006; Gabrielli dkk.,
2018). Parasetamol sebagai terapi pilihan lini pertama (first choice) pada anak
untuk pengobatan demam kurang dari 41ºC dan sakit ringan sampai sedang.
Parasetamol telah tersedia tanpa resep sejak tahun 1960 dan mempunyai
keamanan pada penggunaan jangka pendek. Paracetamol diakui sebagai salah satu
obat yang paling umum digunakan yang merupakan golongan non-opioid
(Breivik, 2002; Kaufman dkk., 2002; solihah, 2020).

Tindakan dan pengobatan telah dilakukan maka selanjutnya petugas


kesehatan akan memberikan konseling kepada ibu balita. Konseling yang
diberikan dengan menggunakan keterampilan komunikasi yang baik, mengajari
ibu cara pemberian obat oral di rumah, mengajari ibu cara mengobati infeksi
lokal di rumah. Ibu dianjurkan melakukan pemberian ASI dan makanan yang
bernutrisi. Ibu dinasehati tentang masalah pemberian makan pada anak dan kapan
ibu harus kembali bertemu dengan tenaga kesehatan. Pada kasus diatas ibu
dinasehati kembali dalam 2 hari apabila demam tidak membaik.

Memberikan konseling kepada ibu balita sangatlah sulit. Hal ini


disebabkan karena ruangan yang sempit dan tidak adanya ruangan untuk balita
bermain. Akibatnya, pemberian konseling kepada ibu balita menjadi kurang
maksimal bahkan tidak terlaksana. Situasi demikian menyebabkan banyak balita
yang menangis atau berlarian saat petugas kesehatan memberikan
konseling kepada ibu balita.
Pada penelitian Dewi di Bantul, Yogyakarta tahun 2015. Dalam
penelitian Dewi tersebut disimpulkan bahwa proses konseling kurang maksimal
akibat ibu yang membawa anak selama proses konseling sehingga ditemukan
adanya anak yang sangat rewel dan mempersulit ibu dalam berkonsentrasi
mengikuti konseling. Setelah pemberian konseling, dilanjutkan dengan tindak
lanjut. Setiap anak harus kembali ke petugas kesehatan setelah dua hari untuk
kunjungan ulang. Pada kunjungan ulang dilihat keluhan balita. Jika balita
semakin parah, maka harus segera di rujuk kerumah sakit untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Demam pada umumnya merupakan respon tubuh terhadap suatu infeksi.


Umur anak dan tanda serta gejala yang muncul sangat penting dalam menentukan
kemungkinan adanya penyakit yang serius. Penilaian awal akan membantu
menentukan beratnya penyakit anak dan urgensi pengobatannya. Pemberian
antipiretik merupakan terapi alternatif dalam penatalaksanaan demam pada anak.

Pada saat dilakukan pengkajian secara langsung banyak ibu yang belum
mengerti tentang bagaimana penanganan pada bayi dan balita sakit, serta dilihat
dari hasil MTBS yang didapatkan membantu sekali dalam penegakan diagnosa,
dan bagaimana perncanaan tindakan yang diberikan serta apa saja yang
dibutuhkan dalam pengobatan melakukan evaluasi tindakan sangat perlu
dilakukan dalam pemantauan serta pemahaman orang tua dalam penangan anak
demam serta Pemberian edukasi kesehatan untuk orangtua dapat membantu
mengurangi penggunaan antipiretik yang tidak tepat, mengurangi ketergantungan
terhadap pelayanan Kesehatan dan meningkatkan pengetahuan tentang demam
dan tatalaksananya.

B. Saran
Pentingnya seorang ibu meningkatkan pengetahuan dalam melakukan
penangan demam pada anak. Jika pengetahuan ibu kurang terkait penangan
demam maka dikhawatirkan akan memperlambat proses penyembuhan demam
pada anak dan dikhawatirkan membahayakan kondisi anak. sehingga bisa
meningkatkan pengetahuan terkait tatalaksana demam pada anak,serta pada
Kurangnya edukasi yang yang didapatkan oleh orang tua ,membuat kurangnya
pengetahuan tentang bagaimana tata laksana penanganan demam pada anak di
rumah sehingga banyak masyarakat yang keliru dengan cara penanganan demam
pada anak dirumah. Pemberian edukasi kesehatan untuk orangtua dapat membantu
mengurangi penggunaan antipiretik yang tidak tepat, mengurangi ketergantungan
terhadap pelayanan Kesehatan dan meningkatkan pengetahuan tentang demam
dan tatalaksananya. Selain itu juga bisa meningkatkan kepercayaan diri orangtua,
mengurangi kecemasan dan ketakutan dalam melakukan tatalaksana demam pada
anak terutama saat di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Al Syiffani, A., Yuliza, E., & Sarwili, I. (2023). Efektivitas antara


Pemberian Baluran Bawang Merah dan Terapi Tepid Water Sponge
terhadap Penurunan Demam pada Balita di Posyandu Desa Pesantunan
Kabupaten Brebes Tahun 2022: The Effectiveness of Giving Red Onion
Baluran and Tepid Water Sponge Therapy on Reducing Fever in Toddlers
at Posyandu, Pesantunan Village, Brebes Regency in 2022. Open Access
Jakarta Journal of Health Sciences, 2(7), 817-825.

Irawati, N. A. V. (2020). Imunisasi Dasar dalam Masa Pandemi COVID-


19. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung, 4(2), 205-210.

Patrisia, I., Juhdeliena, J., Kartika, L., Pakpahan, M., Siregar, D., Biantoro,
B., Hutapea, A. D., Khusniyah, Z, & Sihombing, R. M. (2020). Asuhan
Keperawatan Dasar Pada Kebutuhan Manusia (Edisi
1).YayasanKitaMenulis.https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_
Keperaatan_pada_Kebutuhan_Dasar/VeMNEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1

Rahmawati, I., & Purwanto, D. (2020). Efektifitas Perbedaan Kompres


Hangat Dan Dingin Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Anak Di Rsud
Dr. M. Yunus Bengkulu.Care: Jurnal IlmiahKesehatan,8(2).
246.https://doi.org/10.33366/jc.v8i2.1665

Sofikah, N., Mustaghfiroh, L., & ... (2021). Hubungan Pemberian Kompres
Hangat Dan Paracetamol Pada Anak Usia 12-24 Bulan Dengan Penurunan
Demam Di Desa Larikrejo .Jurnal Ilmu Kebidanan.
g12(1),3549.http://jurnal.stikesbup.ac.id/index.php/jks/article/view/
81Sudibyo, D. G., Anindra, R. P., Gihart, Y. El, Ni azzah, R. A.,
Kharisma, N., Pratiwi,

S. C., Chelsea, S. D., Sari, R. F., Arista, I., Damayanti, V. M., Azizah, E.
W., Poerwantoro, E., Fatmaningrum, H., & Hermansyah, A. (2020).
Pengetahuan Ibu Dan Cara Penanganan Demam Pada Anak. Jurnal
FarmasiKomunitas,7(2),69.https://doi.org/10.20473/jfk.v7i2.21808Tim
Pokja SDKI DPP
Sholihah, S. H. (2020). Efektivitas Pemberian Parasetamol Oral Versus
Parasetamol Rektal Untuk Antipiretik Pada Anak: Systematic
Review. Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik, 17(01), 22-29.

PPNI. (2017). Standar DiagnosaKeperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia.Jakarta Selatan.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia. Jakarta Selatan

Twisti ayani, R., & Wintari, H. R. (2017). Hubungan Kadar Hemoglobin


dan Leukosit dengan Kejadian Febris (Demam) pada Anak Usia 6-12
Tahun. Jurnal Sains, 7(14), 37-42.
http://journal.unigres.ac.id/index.php/Sains/article/view/613

Anda mungkin juga menyukai