ABSTRAK
Kejang demam merupakan kelainan pada sistem neurologis dan sering dijumpai keadaan tersebut terjadi
pada anak-anak. Kejang dapat terjadi karena adanya peningkatan suhu tubuh. Kejang demam yang terjadi pada
anak perlu diwaspadai karena kejang yang terjadi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan kematian (Wong,
2014).
Tujuan dari penelitian ini untuk Mengetahui Pengaruh Pemberian Edukasi Kesehatan Terhadap
Penatalaksanaan Kejang Demam Pada Anak DiWilayah Kerja Puskesmas Sendang. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini Pre-Experimenal Design dengan pretest-posttest one group design yaitu membandingkan
tentang (penatalaksanaan kejang demam pada anak diwilayah kerja Puskesmas Sendang sebelum dan sesudah
pemberian edukasi kesehatan) dengan jumlah sampel 30 responden. Metode sampling menggunakan total
sampling, analisa data menggunakan uji Wilcoxon Rank Test.
Pretest Pengaruh Pemberian Edukasi Kesehatan Terhadap Penatalaksanaan Kejang Demam Pada Anak
DiWilayah Kerja Puskesmas Sendang didapatkan dalam kategori cukup yaitu sebanyak 14 responden (46,7%),
dan Posttest Pengaruh Pemberian Edukasi Kesehatan Terhadap Penatalaksanaan Kejang Demam Pada Anak
DiWilayah Kerja Puskesmas Sendang didapatkan dalam dalam kategori baik setelah dilakukan edukasi yaitu
sebanyak 20 responden (66,7%).
Hasil uji statistic Wilcoxon Rank Test didapatkan nilai signifikan sebesar 0,000, maka dapat disimpulkan
ρ≤0,05 (0,032 ≤0,05) artinya ada “Pengaruh Pemberian Edukasi Kesehatan Terhadap Penatalaksanaan Kejang
Demam Pada Anak DiWilayah Kerja Puskesmas Sendang”.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, yang didukung oleh teori dan hasil penelitian yang relevan, peneliti
berpendapat bahwa edukasi kesehatan sangat berpengaruh pada pengetahuan penatalaksanaan kejang demam
anak.
Kata Kunci : Edukasi Kesehatan, Pengetahuan, Penatalaksanaan Kejang Demam Anak.
ABSTRACT
Febrile seizures are a disorder of the neurological system and are often found in children. Seizures can
occur due to an increase in body temperature. Febrile seizures that occur in children need to be watched out for
because seizures that occur for a long time can result in death (Wong, 2014).
The purpose of this study was to determine the effect of providing health education on the management of
febrile seizures in children in the work area of the Sendang Health Center. The method used in this study was a
Pre-Experimenal Design with a pretest-posttest one group design, namely comparing about (management of
febrile seizures in children in the work area of the Sendang Health Center before and after providing health
education) with a sample size of 30 respondents. The sampling method used total sampling, data analysis using
the Wilcoxon Rank Test.
The pretest of the effect of giving health education on the management of febrile seizures in children in the
work area of the Sendang health center was obtained in the sufficient category, namely 14 respondents (46.7%),
and the posttest the effect of providing health education on the management of febrile seizures in children in the
work area of the Sendang health center was obtained in the category well after education, namely as many as 20
respondents (66.7%).
The statistical test results of the Wilcoxon Rank Test obtained a significant value of 0.000, so it can be
concluded that ρ≤0.05 (0.032 ≤0.05) means that there is "The Effect of Providing Health Education on the
Management of Febrile Seizures in Children in the Work Area of the Sendang Health Center".
Based on the results of the research above, which are supported by relevant theories and research results,
the researchers argue that health education is very influential on knowledge of managing children's febrile
seizures.
Key Word : Health Education, Knowledge, Management of Child Febrile Seizures.
1
Mahasiswa program Studi Sarjana Keperawatan pada program studi Prodi SI Fakultas Keperawatan
Institut Ilmu Kesehatan (IIK) Strada Indonesia
2
Dosen prgram Studi Sarjana Keperawatan pada program studi Prodi SI Fakultas Keperawatan Institut
Ilmu Kesehatan (IIK) Strada Indonesia
Fahrizalnadya41@gmail.com
PENDAHULUAN balita pada tahun 2009-2010 anak yang
Kejang demam atau febrile convulsion mengalami kejang demam (Juanita &
menurut American Academy of Manggarwati, 2016). Di kabupaten
Pediatrics (AAP) sebagai peristiwa pada Tulungagung sendiri memiliki angka
masa bayi atau anak-anak yang kematian bayi yang meningkat dari tahun
biasanya terjadi antara usia 3 bulan sampai 2015-2016 yang salah satu penyebabnya
5 tahun, berhubungan dengan yaitu kejang demam 20,19% (Dinkesta,
demam tetapi tanpa adanya infeksi 2022).
intrakranal, gangguan metabolisme, Setelah peneliti melakukan studi
riwayat kejang demam dan epilepsi pendahuluan di Puskesmas Sendang
(Elbigahy, et. al, 2017). Tulungagung, didapatkan bahwa demam
Demam merupakan peningkatan suhu bisanay terjadi pasca imunisasi anak dana
tubuh diatas rentang normal (suhurektal di kurangnya pengetahuan masyarakat
atas 37,5°C) yang tidak teratur dan wilayah Puskesmas Sendang dalam
disebabkan ketidakseimbangan antara melakukan penatalaksanaan pada kejang
produksi dan pembatas panas (Sodikin, demam anak.
2012). Demam tinggi yang terjadi pada Pemberian imunisasi akan memberikan
anak akan berdampak negatif seperti efek samping, umumnya menderita demam
dehidrasi, kerusakan neurologis, atau panas. Orang tua biasanya cemas atau
kekurangan oksigen, dan kejang demam khawatir dikarenakan efek samping
(Cahyaningrum, 2016). tersebut, itu merupakan hal wajar karena
Kejang demam merupakan kelainan pada respon adaptasi tubuh terhadap pemberian
sistem neurologis dan sering dijumpai imunisasi. Tetapi orang tua harus selalu
keadaan tersebut terjadi pada anak-anak. waspada terhadap peningkatan suhu tubuh
Kejang dapat terjadi karena adanya (Kusumawati, 2017).
peningkatan suhu tubuh. Kejang demam Menurut Wulandari & Erawati (2013)
yang terjadi pada anak perlu diwaspadai dalam melakukan pertolongan
karena kejang yang terjadi dalam waktu pertama untuk mencegah terjadinya kejang
yang lama dapat mengakibatkan kematian demam adalah ketika anak mulai
(Wong, 2014). mengalami demam segera lakukan
World Health Organization (WHO) kompres hangat, berikan obat penurun
memperkirakan terdapat lebih panas, beri anak banyak minum, dan
dari 21,65 juta penderita kejang demam jangan selimuti anak dengan selimut
dan lebih dari 216 ribu diantaranya tebal.
meninggal, Selain itu di Kuwait dari 400 Bila terjadi kejang, segera bawa ke
anak berusia 1 bulan - 13 tahun fasilitas kesehatan. Penanganan kejang
dengan riwayat kejang, yang mengalami demam yang dilakukan di puskesmas tidak
kejang demam sekitar 77%. Angka berbeda dengan yang dilakukan di rumah
kejadian kejang demam di Asia lebih sakit, yang membedakannya hanya pada
tinggi, seperti di India sebesar 5-10% saat melakukan posisi untuk BAC
dan di Jepang 6-9% (WHO, 2015). (breathing, airway, and circulation) dan
Menurut Riset Kesehatan Dasar bila kejang masih tetap terjadi dapat
(Riskesdas) tahun 2013 jumlah balita usia langsung diberikan obat anti-kejang
0-59 bulan di Indonesia yang menderita (Renova, 2019).
kejang demam sebanyak 900.626 (3,8%) Tingkat pengetahuan orang tua yang
dari 23.700.676 jiwa. Kejadian kejang berbeda dapat mempengaruhi
demam pada anak perlu dihcegah guna penatalaksanaan kejang demam pada anak
menghindari kejang demam berulang. saat anak mengalami demam tinggi.
(Riskesdas, 2014) Kemampuan orang tua dalam penanganan
Di Jawa Timur terdapat 2-3% dari 100 kejang demam harus didasari pengetahuan
yang benar tentang kejang demam. Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas
Pengetahuan penanganan kejang demam Sendang yang ditampilkan dalam bentuk
tersebut memerlukan pembelajaran melalui tabel sebagai berikut:
pendidikan baik formal maupun non- 1. Data Umum
formal, melalui pengalaman dalam
berinteraksi dengan orang tua anak yang Tabel 4.1 Distribusi frekwensi berdasarkan
kejang maupun pengalaman yang di dapat jenis kelamin
dari orang lain (Riandika,2012). Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%)
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian yang LAKI-LAKI 7 23.3
bertujuan untuk mengetahui ”Pengaruh
PEREMPUAN 76.7
Pemberian Edukasi Kesehatan Terhadap 23
Penatalaksanaan Kejang Demam Pada 100
Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas TOTAL 30
Sendang.”
Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa
METODE PENELITIAN dari total 30 responden, sebagian besar
dari responden adalah perempuan, yaitu
Jenis penelitian yang digunakan sebanyak 23 responden (77%) dan laki-
merupakan penelitian dengan pendekatan laki sebanyak 7 responden (23%).
kuantitatif dengan desain penelitian Pre-
Experimenal Design dengan pretest- Tabel 4.2 Distribusi frekwensi berdasarkan
posttest one group design yaitu umur
membandingkan tentang (penatalaksanaan Persen (%)
kejang demam pada anak diwilayah kerja Umur Frekuensi
Puskesmas Sendang sebelum dan sesudah <20 TAHUN 10.0
3
pemberian edukasi kesehatan). Dalam
penelitian ini menggunakan total sampling 20-35 TAHUN 19 63.3
yaitu mengambil seluruh responden yang
hadir dalam imunisasi. Pada penelitian >35 TAHUN 8 26.7
lapangan teknik yang digunakan dapat
TOTAL 30 100
berupa kuisioner atau pedoman
wawancara, observasi, tes atau gabungan
dari semuanya. Variabel independen dalam Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa
penelitian ini adalah Edukasi Kesehatan. dari total 30 responden, sebagian besar
Variabel dependen dalam penelitian ini dari responden berumur 20-35 tahun, yaitu
adalah Pengetahuan Penatalaksanaan sebanyak 19 responden (63%), dan
Kejang Demam Anak. Kemudian data sebagian kecil berumur < 20 tahun
dianalisa dengan menggunakan uji sebanyak 5 responden (10%).
Wilcoxon sign rank test yang akan
menunjukkan ada tidaknya Pengaruh Tabel 4.3 Distribusi frekwensi berdasarkan
Pemberian Edukasi Kesehatan Terhadap pendidikan
Penatalaksanaan Kejang Demam Pada Persen (%)
Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Pendidikan Frekuensi
Sendang. TIDAK 6.7
2
SEKOLAH
HASIL PENELITIAN SD 6.7
Didapatkan hasil penelitian tentang 2
Pengaruh Pemberian Edukasi Kesehatan SMP 23.3
7
Terhadap Penatalaksanaan Kejang Demam
SMA 8 26.7 pengetahuan cukup yaitu 10 responden
(33,3%).
PT 11 36.7
Tabel 4.6 Perbandingan Pretest dan
100
TOTAL 30 Posttest
Pre Test-Post Test Frekuensi
Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa
dari total 30 responden, sebagian besar Negative Rank 0
dari responden berpendidikan perguruan
tinggi, yaitu sebanyak 11 responden Positif Rank 23
(36,7%), dan sebagian kecil tidak sekolah
dan SD sebanyak 2 responden (6,7%). Ties 7