Anda di halaman 1dari 11

DETERMINAN KEJADIAN KEJANG DEMAM PADA BALITA DI RSIA BUDHI

MULIA PEKANBARU TAHUN 2017

Zulmeliza Rasyid, 2)Dian Kusuma Astuti, 3)Christine Vita Gloria Purba


1)

Peminatan Epidemiologi
1)2)3)
1)2)3)
Program Studi Kesehatan Masyarakat
1)2)3)
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Masyarakat (STIKes) Hang Tuah Pekanbaru
1)
email : zulmeliza.rasyid@gmail.com
2)
email : diankusumaastuti79@gmail.com
3)
email : christinevgp@gmail.com

ABSTRAK
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang dapat terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang
mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu diatas 380C) yang tidak disebabkan oleh proses intracranial. Di
Indonesia kejadian kejang demam mencapai 2-4%. Di RSIA Budhi Mulia angka kejadian kejang demam
pada balita bulan Januari s/d Juli 2017 berjumlah 98 kasus dengan proporsi kasus yaitu 34,03%. Prognosis
yang dapat terjadi adalah kecacatan atau kelainan neurologis, kemungkinan berulangnya kejang demam,
epilepsi, dan kematian. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan dan mengetahui determinan kejadian
kejang demam pada balita di RSIA Budhi Mulia Pekanbaru tahun 2015-2017. Penelitian ini bersifat analitik
kuantitatif observasional dengan desain case control. Populasi sebanyak 1.119 orang dengan besar sampel
sebanyak 144 dengan perbandingan 1:1 dimana 72 untuk kasus dan 72 untuk kontrol. Teknik pengambilan
sampel secara quota sampling dengan metode penelusuran dokumen. Alat penelitian yaitu lembar isian.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Pengolahan data dengan komputerisasi. Analisis data
secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian diperoleh kadar hemoglobin (p value= 0,000 dan OR=9,23;
CI: 4,30-19,79), kadar leukosit (p value= 0,000 dan OR=9,71; CI: 4,53-20,79), usia (p value= 0,012 dan
OR=2,95; CI:1,32-6,59), dan suhu tubuh (p value=0,000 dan OR=7,80; CI:3,71-16,38). Kesimpulan adalah
kadar hemoglobin, kadar leukosit, usia dan suhu tubuh merupakan faktor risiko terjadinya kejadian kejang
demam pada balita di RSIA Budhi Mulia Pekanbaru Tahun 2017.

Kata Kunci : Kejadian kejang demam, kadar hemoglobin, kadar leukosit, usia dan suhu tubuh.

ABSTRACT

A febrile seizure is a seizure spasm that can occur in children 6 months to 5 years of age with an increase in
body temperature (temperature above 380C) that is not caused by an intracranial process. In Indonesia the
incidence of febrile seizures reaches 2-4%. In RSIA Budhi Mulia the incidence of febrile seizures in infants
from January to July 2017 amounted to 98 cases with a proportion of cases of 34.03%. Prognosis that may
occur is neurological disability or abnormalities, the possibility of recurrence of febrile seizures, epilepsy,
and death. The purpose of this study to describe and determine the determinants of febrile seizures in infants
at RSIA Budhi Mulia Pekanbaru 2015-2017. This research is analytic quantitative observational with case
control design. The population was 1,119 people with a sample size of 144 with a ratio of 1: 1 where 72 for
cases and 72 for control. Sampling technique in quota sampling with document tracing method. The
research tool is the stuffing sheet. The type of data used is secondary data. Computerized data processing.
Univariate and bivariate data analysis. The results obtained hemoglobin levels (p value = 0,000 and OR =
9.23; CI: 4.30-19.79), leukocyte levels (p value = 0,000 and OR = 9,71; CI: 4.53-20, 79), age (p value =
0.012 and OR = 2.95; CI: 1.32-6.59), and body temperature (p value = 0,000 and OR = 7,80; CI: 3.71-16,
38). Conclusion is hemoglobin level, leukocyte level, age and body temperature is a risk factor occurrence
of febrile seizures in balita at RSIA Budhi Mulia Pekanbaru Year 2017. It is suggested to RSIA Budhi Mulia
Pekanbaru with health promotion team can give information to mother who have toddler about factor affect
the incidence of febrile seizures in infants by using print or electronic media.

Keywords : Occurrence of febrile seizures, hemoglobin level, leukocyte level, age and body
Temperature
PENDAHULUAN berpenghasilan rendah. Pada anak-anak
Indonesia angka kejadiannya berkisar 40-
Kejang merupakan suatu 50%. Hasil Survei Kesehatan Rumah
perubahan fungsi pada otak secara Tangga (SKRT) melaporkan kejadian
mendadak dan sangat singkat atau anemia defisiensi besi sebanyak 48,1%
sementara yang dapat disebabkan oleh pada kelompok usia balita (IDAI, 2016).
aktivitas otak yang abnormal serta adanya Berdasarkan hasil studi
pelepasan listrik serebral yang sangat pendahuluan yang dilakukan di RSIA
berlebihan (Hidayat, 2008). Kejang Budhi Mulia, kejadian kejang demam pada
demam merupakan bangkitan kejang yang tahun 2015 menempati urutan kedua
terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai setelah HRB (Hiper Reaktivitas Bronkus)
5 tahun yang mengalami kenaikan suhu dari sepuluh penyakit terbesar pada balita
tubuh (suhu di atas 38oC, dengan metode yaitu jumlah kasus kejadian kejang demam
pengukuran suhu apa pun) yang tidak sebanyak 115 kasus dengan proporsi kasus
disebabkan oleh proses intracranial (IDAI, yaitu 27,71% sedangkan pada tahun 2016
2016). kejadian kejang demam menempati urutan
WHO memperkirakan pada tahun pertama dan mengalami peningkatan
2005 terdapat lebih dari 21,65 juta dibandingkan dengan tahun sebelumnya
pendeita kejang demam dan lebih dari 216 yaitu dengan jumlah kasus kejadian kejang
juta penderita diantaranya meninggal. demam sebanyak 204 kasus dengan
Angka kejadian kejang demam bervariasi proporsi kasus yaitu 49,04%. Pada tahun
diberbagai Negara. Daerah Eropa Barat 2017, kejang demam merupakan penyakit
dan Amerika tercatat 2-4% angka kejadian yang menempati urutan kedua setelah
kejang demam pertahunnya. Sedangkan di penyakit HRB (Hiper Reaktivitas
India sebesar 5-10% dan di Jepang 8,8%. Bronkus) dari sepuluh penyakit terbanyak
Hampir 80% kasus kejang demam pada balita yang dirawat dengan jumlah
sederhana dan 20% kasus merupakan kasus kejadian kejang demam pada balita
kejang demam kompleks (Kakalang et al., bulan Januari-Juli 2017 berjumlah 98
2016). Di Asia, insiden kejadian kejang kasus dengan proporsi kasus yaitu 34,03%.
demam meningkat dua kali lipat. Kejang demam merupakan
Sedangkan di Indonesia kejadian kejang penyakit yang menyerang susunan sistem
demam mencapai 2-4% (Marwan, 2017). saraf pusat, jika tidak dilakukan terminasi
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak yang baik dapat menimbulkan prognosis
berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun seperti kecacatan atau kelainan neurologis,
(IDAI, 2016). kemungkinan berulangnya kejang demam,
Faktor predisposisi timbulnya epilepsi, dan kematian. Untuk menghindari
kejadian kejang demam berhubungan berulangnya kejang demam perlu
dengan anemia, kadar leukosit, usia dilakukan upaya kesehatan yaitu tindakan
pertama kali kejang, jenis kelamin, suhu promotif dengan memberikan informasi
badan, dan riwayat keluarga. Prevalensi kepada orang tua yang memiliki balita
anemia defisiensi besi di Indonesia masih yang pernah dirawat dengan kejadian
sangat tinggi, terutama pada wanita hamil, kejang demam tentang penatalaksanaan
anak balita, usia sekolah dan pekerja
kejang demam yang tepat ketika terjadi Teknik pengambilan sampel kasus dan
kejang demam dirumah, kemudian teknik pengambilan sampel kontrol secara
tindakan preventif yaitu edukasi kepada quota sampling. Jenis data yang digunakan
orang tua yang memiliki balita dengan dalam penelitian ini adalah data sekunder
riwayat kejang sehingga dapat yaitu data rekam medis dan hasil
menghindari berulangnya kejang demam pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
yang berujung pada kejadian epilepsi atau oleh petugas laboratorium ketika balita
kelainan bahkan kecacatan neurologis, dirawat di RSIA Budhi Mulia Pekanbaru
selanjutnya tindakan kuratif yaitu dengan Januari 2015 s/d Juli 2017 dengan cara
pemberian obat-obatan yang tepat ketika pengambilan data melakukan penelusuran
balita dengan kejang demam dirawat di dokumen. Pengolahan data dengan
RSIA Budhi Mulia agar kejang demam komputerisasi. Analisis data dalam
dapat diatasi tanpa menimbulkan penelitian ini secara univariat dan bivariat.
prognosis yang buruk, dan tindakan
rehabilitatif yaitu dengan memantau atau HASIL DAN PEMBAHASAN
memonitor demam pada anak yang Hasil Penelitian
mengalami kejang demam agar demam
dapat diatasi sehingga kejang dapat Tabel 1
dihindari. Oleh sebab itu perlunya Resume Analisis Univariat Berdasarkan
dilakukan penelitian tentang kejang Kadar Hemoglobin, Kadar Leukosit,
Usia, dan Suhu Tubuh dengan Kejadian
demam guna mengetahui faktor risiko
Kejang Demam Pada Balita di RSIA
yang dapat menimbulkan kejadian kejang Budhi Mulia Pekanbaru Tahun 2017
pada balita sehingga prognosis kejang
demam dapat dihindari. Variabel Kasus Kontrol Jumlah
Indepeneden n % n % n %
Berdasarkan uraian diatas dan Kadar
belum pernahnya dilakukan penelitian di Hemoglobin
Anemia 51 70,8 15 20,8 66 45,8
RSIA Budhi Mulia, maka peneliti tertarik Normal 21 29,2 57 79,2 78 54,2
untuk melakukan penelitian tentang Kadar Leukosit

“Determinan Kejadian Kejang Demam Leukosit Tinggi 55 76,4 18 25,0 73 50,7


Normal 17 23,6 54 75,0 71 49,3
pada Balita di RSIA Budhi Mulia Usia
Pekanbaru Tahun 2017”. Berisiko (< 12 61 84,7 47 65,3 108 75,0
bulan)
Tidak berisiko (≥ 11 15,3 25 34,7 36 25,0
METODE PENELITIAN 12 bulan)
Suhu Tubuh
Penelitian ini menggunakan jenis Berisiko (≥ 380C) 52 72,2 18 25,0 70 48,6
penelitian analitik kuantitatif observasional Tidak Berisiko 20 27,8 54 75,0 74 51,4
(<380C)
dengan desain case control. Penelitian Total 72 100 72 100 144 100
dilakukan di RSIA Budhi Mulia dimulai Diketahui bahwa dari 66 responden
pada tanggal 29 November 2017 s/d 09 (45,8%) dengan anemia terdapat 51
Desember 2017. Populasi dalam penelitian responden (70,8%) mengalami kejang
ini terdiri dari populasi kasus berjumlah demam. Diketahui dari 73 responden
417 kasus dan populasi kontrol berjumlah (50,7%) dengan leukosit tinggi terdapat 55
702 kasus. Besar sampel dalam penelitian responden (76,4%) mengalami kejang
ini berjumlah 144 dimana sebanyak 72 demam. Diketahui dari 108 responden
sebagai kasus dan 72 sebagai kontrol. (75,0%) dengan usia yang berisiko (<12
bulan) terdapat 61 responden (84,7%) kejang demam dan diperoleh nilai
mengalami kejang demam. Diketahui dari OR=9,71 (CI 95% 4,53-20,79).
70 responden (48,6%) dengan suhu tubuh Tabel 4
yang berisiko (≥ 380 C) terdapat 52 Hubungan Usia dengan Kejadian
responden (72,2%) mengalami kejang Kejang Demam Pada Balita di RSIA
demam. Budhi Mulia Pekanbaru Tahun 2017
Tabel 2 Kejadian Kejang Demam Pvalue OR
(CI
Kasus Kontrol Total
Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Usia
n % n % n % 95

Kejadian Kejang Demam Pada Balita di Berisiko 61 84,7 47 65,3 108 75,0
%)

RSIA Budhi Mulia Pekanbaru Tahun (< 12


2,95
bulan)
2017 Tidak 11 15,3 25 34,7 36 25,0 (1,3
0,012 2-
Berisiko
(≥ 12 6,59
Kadar Kejadian Kejang Demam Pvalue OR )
Hemoglo (CI bulan)
Kasus Kontrol Total
bin n % n % n % 95%) Total 72 100 72 100 144 100
Anemia 51 70,8 15 20,8 66 45,8 9,23
0,000
(4,30- Diketahui bahwa dari 108
Normal 21 29,2 57 79,2 78 54,2 19,79

Total 72 100 72 100 144 100


) responden dengan usia yang berisiko (<12
bulan) terdapat sebanyak 61 responden
Diketahui bahwa dari 66 responden (84,7%) mengalami kejang demam dan
dengan anemia terdapat sebanyak 51 hasil uji statistic diperoleh p value = 0,012,
responden (70,8%) mengalami kejang maka dapat disimpulkan bahwa ada
demam dan hasil uji statistic diperoleh p hubungan yang bermakna antara usia
value = 0,000, maka dapat disimpulkan dengan kejadian kejang demam dan
bahwa ada hubungan yang bermakna diperoleh nilai OR=2,95 (CI 95% 1,32-
antara kadar hemoglobin dengan kejadian 6,59).
kejang demam dan diperoleh nilai Tabel 5
OR=9,23 (CI 95% 4,30-19,79). Hubungan Suhu Tubuh dengan
Kejadian Kejang Demam Pada Balita di
Tabel 3 RSIA Budhi Mulia Pekanbaru Tahun
Hubungan Kadar Leukosit dengan 2017
Kejadian Kejang Demam Pada Balita di Kejadian Kejang Demam Pvalue OR
(CI
RSIA Budhi Mulia Pekanbaru Tahun Suhu
Tubuh n
Kasus
% n
Kontrol
% n
Total
%
95%)

2017 Berisiko 52 72,2 18 25,0 70 48,6


(≥ 380 C)
Kadar Kejadian Kejang Demam Pvalue OR 7,80
Leukosit (CI Tidak 20 27,8 54 75,0 74 51,4 (3,71-
Kasus Kontrol Total berisiko 0,000 16,38)
95%)
n % n % n % (< 380 C)
Total 72 100 72 100 144 100
Leukosit 55 76,4 18 25,0 73 50,7 9,71
Tinggi
Normal 17 23,6 54 75,0 71 49,3
0,000
(4,53-
20,79)
Diketahui bahwa dari 70 responden
Total 72 100 72 100 144 100 dengan suhu tubuh yang berisiko (≥ 380 C)
Diketahui bahwa dari 73 responden terdapat sebanyak 52 responden (72,2%)
dengan leukosit tinggi terdapat sebanyak mengalami kejang demam dan hasil uji
55 responden (76,4%) mengalami kejang statistic diperoleh p value = 0,000, maka
demam dan hasil uji statistic diperoleh p dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
value = 0,000, maka dapat disimpulkan yang bermakna antara suhu tubuh dengan
bahwa ada hubungan yang bermakna kejadian kejang demam dan diperoleh nilai
antara kadar leukosit dengan kejadian OR=7,80 (CI 95% 3,71-16,38).
Pembahasan demam tanpa anemia memiliki perbedaan
Hubungan Kadar Hemoglobin dengan yang bermakna p=0,003 ( p < 0,05 ) dan
Kejadian Kejang Demam Pada Balita OR 3,86 artinya anak dengan anemia 3,86
Berdasarkan hasil uji statistic kali lebih berisiko untuk mengalami
diperoleh p value = 0,000, maka dapat kejang demam dibandingkan dengan anak
disimpulkan bahwa ada hubungan yang yang tidak anemia.
bermakna antara kadar hemoglobin dengan Menurut asumsi peneliti balita
kejadian kejang demam dan diperoleh nilai dengan anemia memiliki risiko untuk
OR=9,23 (CI 95% 4,30-19,79) artinya mengalami kejadian kejang demam. Hal
responden dengan anemia memiliki risiko ini dikarenakan balita dengan anemia
9 kali untuk mengalami kejadian kejang dapat menyebabkan pasokan oksigen
demam dibandingkan responden dengan berkurang. Fungsi dari hemoglobin adalah
kadar hemoglobin normal. mengikat oksigen dan mengedarkan ke
Kondisi anemia akan menyebabkan seluruh tubuh, jika balita mengalami
pasokan oksigen berkurang. Kenaikan anemia tentu dapat mengakibatkan
suhu pada pasien kejang demam akan terganggunya transport oksigen ke
meningkatkan kebutuhan oksigen. jaringan tubuh. Ditambah lagi dengan
Kebutuhan oksigen yang meningkat ini meningkatnya suhu tubuh pada balita yang
jika tidak diimbangi dengan pemasokan dapat menyebabkan peningkatan
yang adekuat tentunya akan menambah kebutuhan oksigen dalam tubuh. Anemia
timbulnya masalah. Kadar hemoglobin pada balita dapat disebabkan oleh asupan
dalam tubuh berperan penting dalam nutrisi yang tidak tepat dan kadar
proses transport oksigen ke jaringan tubuh. hemoglobin saat ibu hamil jika ibu saat
Keadaan berkurangnya kadar hemoglobin hamil mengalami anemia, anak yang
dibawah nilai normal tentunya akan dilahirkan juga anak mengalami anemia.
mengurangi jumlah pasokan oksigen. Hal Oleh karena itu sangat penting orang tua
ini dapat menimbulkan gangguan dalam memperhatikan asupan nutrisi pada balita
pembentukan ATP yang berguna untuk yang banyak mengandung zat besi
aktifitas transport aktif ion Na+ dan K+. terutama berasal dari sumber hewani,
Transport aktif ion NA dan K+ ini karena tidak hanya dapat menyebabkan
memiliki peran dalam menjaga pasokan oksigen berkurang tetapi juga
keseimbangan ion di dalam dan di luar sel. dapat menyebabkan gangguan atau
Perubahan konseritrasi ion natrium intrasel hambatan pertumubuhan pada balita serta
dan ekstrasel tersebut akan mengakibatkan menyebabkan daya tahan tubuh menurun.
perubahan potensial membran sel neuron
sehingga membran sel dalam keadaan Hubungan Kadar Leukosit dengan
depolarisasi sehingga melepaskan muatan– Kejadian Kejang Demam Pada Balita
muatan listrik yang dapat mencetuskan Berdasarkan hasil uji statistic
kejang (Helmi,2014). diperoleh p value = 0,000, maka dapat
Hasil penelitian ini sejalan dengan disimpulkan bahwa ada hubungan yang
penelitian yang dilakukan oleh bermakna antara kadar leukosit dengan
Muhammad Helmi (2014) menunjukkan kejadian kejang demam dan diperoleh nilai
bahwa manifestasi klinis kejang demam OR=9,71 (CI 95% 4,53-20,79) artinya
yang disertai anemia dengan kejang responden dengan leukosit tinggi memiliki
risiko 9 kali untuk mengalami kejadian melawan infeksi pada tubuh. Pada saat
kejang demam dibandingkan responden terjadinya infeksi, leukosit secara otomatis
dengan kadar leukosit normal. akan melakukan fagositosis atau
Penyakit infeksi ditandai dengan menghancurkan organisme yang
kadar leukosi yang tinggi. Penyakit infeksi menyebabkan infeksi. Adanya gangguan
dapat bermanifestasi menjadi kejang sistem kekebalan tubuh akan
karena penyakit-penyakit tersebut menyebabkan peningkatan jumlah sel-sel
mempunyai manifestasi klinis demam. darah putih (leukosit). Demam yang terjadi
Demam dengan peningkatan suhu 1°C pada balita merupakan reaksi tubuh
akan dapat mengakibatkan peningkatan terhadap peningkatan leukosit yang terjadi
metabolisme basal 10 – 15% dan yang berpotensi untuk mengalami kejang.
peningkatan kebutuhan oksigen 20% dari Setiap kenaikan 1°C dapat mengakibatkan
kedua hal tersebut membuat perubahan peningkatan metabolisme basal dan
keseimbangan pada membran sel neuron peningkatan kebutuhan oksigen didalam
sehingga ion-ion Na yang normalnya tubuh yang dapat mengganggu
berada diluar sel menjadi lebih banyak keseimbangan pada membran sel neuron.
masuk kedalam sel sehingga terjadilah Jenis leukosit terdiri dari monosit,
depolarisasi pada sel tersebut yang akan eosinofil, neutrofil, lymfosit dan basofil
mengakibatkan terjadinya lepasan muatan yang mana dari kelima jenis leukosit
listrik pada otak sehingga terjadilah tersebut memiliki fungsinya masing-
bangkitan kejang (Nugroho, 2014). masing. Jika terjadi peningkatan pada
Hasil penelitian ini tidak sejalan monosit dan neutrofil menunjukkan
dengan penelitian yang dilakukan oleh adanya infeksi yang disebabkan oleh
Dewi Nurindah dkk (2014) bahwa hasil uji bakteri, sedangkan jika lymfosit
statistik menunjukkan bahwa tidak mengalami peningkatan dapat
terdapat perbedaan kadar leukosit antara menunjukkan adanya infeksi yang
pasien yang mengalami kejang sederhana disebabkan oleh virus, jika eosinofil
dengan demam tanpa kejang. Sedangkan mengalami peningkatan dapat
penelitian yang dilakukan oleh Nugroho menunjukkan adanya infeksi yang
(2014) menunjukan dari hasil pemeriksaan disebabkan oleh parasit dan jenis leukosit
darah rutin di dapatkan bahwa dari total yang terakhir adalah basofil bertanggung
kasus sebesar 432 kasus, sebagian besar jawab untuk memberikan reaksi alergi dan
mengalami peningkatan jumlah leukosit antigen dengan jalan mengeluarkan
(leukositosis) yaitu 331 kasus (76,6%) histamine kimia yang dapat menyebabkan
dimana kejang demam simplek sebesar peradangan. Balita sangat rentan untuk
253 kasus (79,1%) dan kejang demam mengalami penyakit infeksi yang dapat
kompleks sebesar 78 kasus (69,7%). disebabkan oleh personal hygiene yang
Menurut asumsi penelitian fungsi tidak tepat dan konsumsi makanan yang
dari leukosit adalah membantu tubuh bergizi. Oleh sebab itu peran orang tua
dalam melawan berbagai penyakit infeksi sangat penting dalam memperhatikan
yang disebakan oleh mikroorganisme dan personal hygiene pada balita dan asupan
sebagai sistem kekebalan tubuh. Tingginya nutrisi pada balita serta riwayat pemberian
leukosit pada tubuh merupakan indikasi ASI Eksklusif. Riwayat pemberian ASI
peningkatan produksi sel-sel untuk Eksklusif akan memberikan imunitas
tubuh yang permanen pada balita sehingga tinggi dibandingkan otak yang sudah
balita tidak akan mudah mengalami matang, sehingga pada masa ini rentan
penyakit infeksi yang mempunyai terhadap bangkitan kejang (Sarah, 2016).
manifestasi klinis demam dan berpotensi Hasil penelitian ini sejalan dengan
untuk mengalami kejang. penelitian yang dilakukan oleh Sarah
(2016) didapatkan bahwa anak dengan usia
Hubungan Usia dengan Kejadian sebelum 12 bulan mempunyai
Kejang Demam Pada Balita kemungkinan untuk mengalami kejang
Berdasarkan hasil uji statistic demam kembali 2,7 kali lebih besar
diperoleh p value = 0,012, maka dapat daripada anak yang mengalami kejang
disimpulkan bahwa ada hubungan yang demam pada usia lebih dari 12 bulan.
bermakna antara usia dengan kejadian Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
kejang demam dan diperoleh nilai Gunawan, dkk (2012) menunjukkan bahwa
OR=2,95 (CI 95% 1,32-6,59) artinya balita yang mengalami kejang demam
responden dengan usia yang berisiko (< 12 berusia < 12 bulan dengan balita yang
bulan) memiliki risiko 3 kali untuk mengalami kejang demam berusia ≥12
mengalami kejadian kejang demam bulan memiliki perbedaan yang bermakna
dibandingkan responden dengan usia yang p=0,0032 ( p < 0,05 ) dan OR 2,63 artinya
tidak berisiko (≥ 12 bulan). balita berusia < 12 bulan lebih berisiko
Pada usia kurang dari 12 bulan, 2,63 kali untuk mengalami kejang demam
keadaan otak belum matang, reseptor dibbandingkan dengan balita berusia ≥ 12
untuk asam glutamate baik inotropik bulan.
maupun metabotropik sebagai reseptor Menurut asumsi peneliti balita usia
eksitator padat dan aktif, sebaliknya < 12 bulan berisiko untuk mengalami
reseptor GABA sebagai inhibitor kurang kejadian kejang demam hal ini
aktif, sehingga pada otak yang belum dikarenakan perkembangan otaknya belum
matang eksitasi lebih dominan disbanding matang. Pada otak yang belum matang
inhibisi. Corticotropin releasing hormone kadar CRH di hipokampus tinggi,
(CRH) merupakan neuropeptida eksitator, sehingga dapat berpotensi terjadi
berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada bangkitan kejang apabila terpicu oleh
otak yang belum matang kadar CRH di demam. Ditambah lagi pada saat otak
hipokampus tinggi, berpotensi terjadi belum matang mempunyai eksitabilitas
bangkitan kejang apabila terpicu oleh neural yang lebih tinggi dibandingkan
demam. Mekanisme homeostasis pada dengan otak yang sudah matang.
otak yang masih lemah, akan berubah Mekanisme homeostasis pada otak yang
sejalan dengan perkembangan otak dan masih lemah akan berubah seiring dengan
pertambahan umur. Pada otak yang belum perkembangan otak dan pertambahan usia
matang neural Na+ /K+ ATP-ase masih balita. Oleh sebab itu balita berusia < 12
kurang, regulasi ion Na+, K+, dan Ca++ bulan dapat dicegah untuk tidak demam
belum sempurna, sehingga mengakibatkan agar tidak mengalami gangguan pada saat
gangguan repolarisasi pasca depolarisasi perkembangan otak yang dapat
dan meningkatkan eksitabilitas neuron. menimbulkan banyak gangguan pada
Oleh karena itu disaat otak belum matang system persyarafan dan berpotensi untuk
mempunyai eksitabilitas neural lebih terjadinya kejang. Langkah yang dapat
dilakukan yaitu dengan meningkatkan Dengan demikian, konsentrasi K+
imunitas tubuh pada balita, salah satunya dalam neuron tinggi dan konsentrasi Na+
yaitu riwayat asi eksklusif dan pemberian rendah, sedangkan diluar sel neuron terjadi
makanan dengan gizi seimbang. keadaan sebaliknya. Keseimbangan
potensial membrane ini dapat terus dijaga
Hubungan Suhu Tubuh dengan oleh adanya enzim Na+/K+/ATPase yang
Kejadian Kejang Demam Pada Balita terdapat pada permukaan sel. Namun pada
Berdasarkan hasil uji statistic kenaikan suhu tubuh tertentu kedua hal
diperoleh p value = 0,000, maka dapat tersebut mengakibatkan masuknya Na+ ke
disimpulkan bahwa ada hubungan yang dalam sel meningkat dan timbunan asam
bermakna antara suhu tubuh dengan glutamate ekstrasel. Timbunan asam
kejadian kejang demam dan diperoleh nilai glutamate ekstrasel akan meningkatkan
OR=7,80 (CI 95% 3,71-16,38) artinya permeabilitas membrane sel terhadap ion
responden dengan suhu tubuh berisiko (≥ Na+ sehingga semakin meningkat ion Na+
380 C) memiliki risiko 8 kali untuk masuk ke dalam sel yang menyebabkan
mengalami kejadian kejang demam dapat terjadi perubahan keseimbangan
dibandingkan responden dengan suhu membrane sel neuron dan dalam waktu
tubuh tidak berisiko (<380C). yang singkat terjadi difusi ion kalium dan
Setiap kenaikan suhu tubuh satu natrium melalui membrane tadi sehingga
derajat Celsius akan meningkatkan menimbulkan lepas muatan listrik. Lepas
metabolisme karbohidrat 10%-15%, muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dengan adanya peningkatan suhu sehingga dapat meluas ke seluruh sel
akan mengakibatkan peningkatan disekitarnya dengan bantuan
kebutuhan glukosa dan oksigen. Pada neurotransmitter dan terjadilah kejang
demam tinggi akan mengakibatkan (Hajar, 2014).
hipoksia jaringan termasuk jaringan otak. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Pada keadaan metabolisme di siklus Creb penelitian yang dilakukan oleh Gunawan,
normal, satu molekul glukosa akan dkk (2012) menunjukkan bahwa suhu
menghasilkan 38 ATP. Sedangkan pada tubuh balita yang mengalami kejang
keadaan hipoksia jaringan metabolisme demam ≥ 380 C dengan suhu tubuh balita
berjalan anaerob, satu molekul glukosa yang mengalami kejang demam < 380 C
hanya akan menghasilkan 2 ATP, sehingga memiliki perbedaan yang bermakna
pada keadaan hipoksia akan kekurangan p=0,020 ( p < 0,05 ) dan OR 1,31 artinya
energy dan mengganggu fungsi normal suhu balita ≥ 380 C lebih berisiko untuk
pompa Na+ dan reuptake asam glutamat mengalami kejang demam dari pada suhu
oleh sel glia, dimana pada keadaan normal balita < 380 C.
membran sel yang melingkupi sel terdiri Hasil penelitian yang dilakukan oleh
dari permukaan dalam yang lipoid dan Kakalang, dkk (2016) didapatkan bahwa
permukaan luar yang ionic sehingga suhu badan penderita kejang >380C
membran sel neuron dapat dilalui dengan mempunyai angka sedikit lebih tinggi
mudah oleh ion K+ dan sangat sulit dilalui yaitu berjumlah 76 anak (50,7%)
oleh ion Na+ dan elektrolit lainnya, dibandingkan dengan suhu badan
kecuali ion Cl (Hajar, 2014). penderita kejang <38 C yang berjumlah 74
0

anak (49,3%).
Menurut asumsi peneliti balita dengan diperoleh p value=0,000 dan
berisiko untuk mengalami kejang demam OR=7,80 (CI:3,71-16,38).
jikah suhu tubuh ≥ 380 C, hal ini
berhubungan dengan ketahanan tubuh DAFTAR PUSTAKA
balita dalam mengendalikan kenaikan suhu
di dalam tubuh. Sebagian besar balita Gunawan, Prastya Indra., Saharso, Darto.
2012. Faktor Risiko Kejang
dengan kejang memiliki suhu tubuh ≥ 380 Demam Berulang Pada Anak.
C dikarenakan tubuh balita tidak mampu Media Medika Indonesiana.
mengendalikan setiap kenaikan suhu Volume 46, Nomor 2, Tahun 2012.
didalam tubuhnnya. Setiap kenaikan suhu http://ejournal.undip.ac.id (diakses
satu derajat celcius didalam tubuh dapat pada 20 November 2017)
meningkatkan kebutuhan akan glukosa dan
Hajar, J.Z., Zulmansyah, Afgani, A. 2014.
oksigen. Jika terjadi peningkatan Hubungan Karakteristik Pasien
metabolisme karbohidrat akibat kenaikan Dengan Kejadian Kejang Demam
suhu didalam tubuh tentu akan Anak di Rumah Sakit Al-Ihsan.
mengakibatkan peningkatan kebutuhan Prosiding Pendidikan Dokter,
glukosa, apabila kebutuhan glukosa tidak ISSN: 2460-657X.
terpenuhi dapat menggangu metabolisme http://karyailmiah.unisba.ac.id
(diakses pada 19 Agustus 2017)
dalam siklus Creb dan kebutuhan akan
oksigen juga akan meningkat apabila Helmi, Muhammad H. 2014. Perbedaan
didalam tubuh tidak dapat terpenuhi dapat Manifestasi Klinis Kejang Demam
mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk Pada Anak Anemia Dengan Anak
jaringan di otak. Tanpa Anemia. Media Medika
Muda. Program Pendidikan Sarjana
Kedokteran Universitas
KESIMPULAN
Diponegoro.
Berdasarkan hasil penelitian dan http://eprints.undip.ac.id (diakses
pembahasan dapat disimpulkan bahwa pada 20 Agustus 2017)
Anemia merupakan faktor risiko terjadinya
kejadian kejang demam pada balita di IDAI. 2016. Rekomendasi
RSIA Budhi Mulia Pekanbaru dengan Penatalaksanaan Kejang Demam.
Jakarta: Unit Kerja Koordinasi
diperoleh p value= 0,000 dan OR=9,23
Neurologi Ikatan Dokter Anak
(CI: 4,30-19,79). Lekosit tinggi merupakan Indonesia. https://puskespemda.net
faktor risiko terjadinya kejadian kejang (diakses pada 22 Agustus 2017)
demam pada balita di RSIA Budhi
Mulia Pekanbaru dengan diperoleh p Kakalang, Jenyfer P., Masloman, N.,
value= 0,000 dan OR=9,71 (CI: 4,53- Manopo, J.I.Ch. 2016. Profil
Kejang Demam di Bagian Ilmu
20,79). Usia < 12 bulan merupakan faktor
Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R.
risiko terjadinya kejadian kejang demam D. Kandou Manado Periode
pada balita di RSIA Budhi Mulia Januari 2014-Juni 2016. Jurnal e-
Pekanbaru dengan diperoleh p value= Clinic (eCI),Vol.4, No.2, Juli-
0,012 dan OR=2,95 (CI:1,32-6,59). Suhu Deseember 2016.
tubuh ≥ 380 C merupakan faktor risiko https://ejournal.unsrat.ac.id
(diakses pada 01 September 2017)
terjadinya kejadian kejang demam pada
balita di RSIA Budhi Mulia Pekanbaru
Marwan, Roly. 2017. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Penanganan
Pertama Kejadian Kejang Demam
Pada Anak Usia 6 Bulan – 5 Tahun
Di Puskesmas. Caring Nursing
Journal, Vol.1, No.1, ISSN:
2580:0078.
https://journal.umbjm.ac.id
(diakses pada 02 September 2017)

Nugroho, Wisnu Wahyu. 2014. Penyakit-


Penyakit Yang Menyertai Kejadian
Kejang Demam Anak di RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Jurnal Media
Medika Muda. Proggram
Pendidikan Sarjana Kedokteeran
Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id (diakses
pada 21 Agustus 2017)

Nurindah, D., Muid, M., Retoprawiro, S.


2014. Hubungan Antara Kadar
Tumor Necrosis Factor-Alpha
(TNF-α ) Plasma dengan Kejang
Demam Sederhana Pada Anak.
Jurnal Kedokteran Brawijaya,
Vol.28, No.2, Agustus 2014.
http://jkb.ub.ac.id (diakses pada 20
Agustus 2017)

Sarah, Ratu Erika. 2016. Manajemen


Kejang Sederhana Dengan Riwayat
Kejang Demam Pada Balita Usia
13 Bulan. Jurnal Medula Unila,
Vol.4,No.4, 147-152, Januari 2016.
http://jukeunila.com (diakses pada
01 September 2017)

Anda mungkin juga menyukai