Anda di halaman 1dari 12

TUGAS ESSAY

BLOK SISTEM NEUROMUSKULOSKELETAL II


“Kejang Demam”

Disusun Oleh :

NAMA : Putri Yulian Firdalasari


NIM : 022.06.0086
KELAS :B
DOSEN : dr Rika Anatasia Pratiwi, S. Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2024
PENDAHULUAN
Kejang demam merupakan penyakit yang umum mengenai anak, terutama anak anak
usia 6 bulan - 5 tahun, sekitar 2%-4% 1,2. Kejang disebabkan oleh peningkatan suhu tubuh
secara mendadak (>38oC), tanpa disertai penyebab atau penyakit lain yang memicu
terjadinya kejang seperti in- feksi sistem saraf pusat (SSP), gangguan elektrolit, trauma, atau
epilepsi1. Kejang demam dikatakan berulang bila kejang tim- bul pada lebih dari satu episode
demam1. Jenis kejang demam terdiri dari, kejang demam sederhana (KDS) yang kejadiannya
mencapai 80% dari semua kejadian kejang demam dan kejang demam kompleks (KDK).
Kejang pada anak terutama pada balita sering kali tidak dimengerti oleh para orang tua.
Akibatnya, orang tua kerap menjadi panik dan berpotensi melakukan langkah yang justru
salah dan membahayakan untuk lebih memahami kejang pada anak, kita harus lebih
mengetahui apa sesungguhnya yang menjadi penyebabnya.
ARTIKEL REVIEW

(METODE DAN HASIL)

1. Jurnal Pertama
Judul : Penerapan Kompres Hangat Dalam Menurunkan Hipertermia
Pada Anak Yang Mengalami Kejang Demam Sederhana
Penulis : Nova Ari Pangesti, Bayu Seto Rindi Atmojo, Kiki A
Tahun : 2020
Metode : deskriptif
Hasil : bahwa suhu tubuh cepat turun jika dilakukan pemberian
kompres hangat ditambah dengan obat antipiretik daripada
tidak diberikan kompres hangat. Didapatkan hasil pada An.A
suhu tubuh awal 38.2°C setelah dilakukan kompres hangat
ditambah dengan obat antipiretik selama tiga hari menjadi
36.3°C, telah terjadi penurunan ±1.9°C. sedangkan pada An. H
yang tidak dilakukan kompres hangat tetapi hanya dengan obat
antipiretik suhu awal 38.5°C selama tiga hari menjadi 37.0°C,
telah terjadi penurunan ±1.5°C.

2. Jurnal Kedua
Judul : Hubungan Berulangnya Kejang Demam Pada Anak Dengan
Riwayat Kejang di keluarga
Penulis : Putri Ayu Prita Nandari Dewi, Anak Agung Oka Lely, Putu
Indah Budiapsari
Tahun : 2021
Metode : Analitik
Hasil : Sampel berjumlah 69 pasien, terdiri dari 37 pasien (53,6%)
yang mengalami kejang demam berulang dan 32 pasien
(46,4%) tidak mengalami kejang demam berulang.

3. Jurnal Ketiga
Judul : Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kejang Demam Anak Usia
6 Bulan Sampai 5 Tahun Di Puskesmas Kampar Timur 2018
Penulis : Roni Saputra, Putri Wulandini S, Dayana Frilianova
Tahun : 2018
Metode : Kuantitatif
Hasil : diketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang kejang
demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun di Puskesmas
Kampar Timur Kabupaten Kampar mayoritas ibu yang
berpengetatuan kurang yaitu sebanyak 36 orang (72%), ibu
yang berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 13 orang (26%),
dan ibu yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 1 orang
(2%). Secara umum tingkat pengetahuan ibu tentang kejang
demam pada anak adalah kurang.

4. Jurnal Keempat
Judul : Penanganan Kejang Demam Pada Anak
Penulis : Synthia Wulan Perdana
Tahun : 2022
Metode : Literatur Review
Hasil : Perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia di tahun 2015 akan ada
18,3 juta kurang lebih pengidap kejang demam dan 154 ribu
kurang lebih kehilangan nyawa. Kejadian dan proporsi kejang
demam di Asia dalam tahun 2016 rentang dari 8,3-9,9%, di
Eropa proporsi kejang demam lebih rendah yakni 2-4% pada
tahun yang sama (Angelia et al., 2019). Angka insiden kejang
demam pada Indonesia dalam tahun 2016 sampai dengan 2 -
5% dengan 85% yang diakibatkan oleh infeksi saluran
pernafasan. Di tahun 2017, sebanyak 17,4% anak mengalami
kejang demam serta menjumpai pertambahan di tahun 2018
dengan insiden kejang sebanyak 22,2%

5. Jurnal Kelima
Judul : Kejang Demam dan Faktor Yang Mempengaruhi Rekrurensi
Penulis : Attila Dewanti dkk
Tahun : 2012
Metode : Rancangan Kohort Retrospektif
Hasil : Didapatkan 86 pasien kejang demam di RSAB Harapan Kita
pada tahun 2008-2010, dengan data yang lengkap serta dapat
dilakukan follow up. Empatpuluh satu (47,7%) pasien
mengalami rekurensi kejang demam. Tabel 1 memperlihatkan
bahwa pasien yang mengalami rekurensi kejang demam
terbanyak pada usia 0-12 bulan yaitu 23,5%, sedangkan pada
pasien yang tidak mengalami rekurensi usia kejang demam
pertama terbanyak pada usia 13-36 bulan 29%. Hal tersebut
menunjukkan jenis kelamin pasien baik yang mengalami
rekurensi kejang demam maupun yang tidak mengalami
rekurensi, sebagian besar adalah laki-laki, yaitu 25,6% dan
27,9%.
PEMBAHASAN

Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang
mengalami kenaikan suhu tubuh (di atas 38°C dengan metode pengukuran suhu apa pun)
yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Kejang demam dapat terjadi sebelum atau
segera setelah onset demam; risiko kejang meningkat terhadap suhu, bukan terhadap laju
kenaikan suhu.

International League Against Epilepsy (ILAE) (1993) mendefinisikan kejang demam adalah
kejang pada bayi setelah usia 1 bulan, disertai demam yang tidak disebabkan oleh infeksi
sistem saraf pusat (SSP), tidak berkaitan dengan kejang neonatal atau kejang tanpa alasan
sebelumnya, dan tidak memenuhi kriteria gejala kejang akut lainnya.7,8 American Academy
of Pediatrics (AAP) menyebutkan kejang demam sebagai kejang tanpa adanya infeksi
intrakranial, gangguan metabolik, atau riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.

Pada kejang didahului demam pada anak berusia di bawah 6 bulan atau di atas 5 tahun, perlu
dipikirkan kemungkinan penyebab infeksi SSP atau epilepsi yang secara kebetulan terjadi
bersama demam.

Epidemiologi

Perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia di tahun 2015 akan ada 18,3 juta kurang lebih
pengidap kejang demam dan 154 ribu kurang lebih kehilangan nyawa. Kejadian dan proporsi
kejang demam di Asia dalam tahun 2016 rentang dari 8,3-9,9%, di Eropa proporsi kejang
demam lebih rendah yakni 2-4% pada tahun yang sama (Angelia et al., 2019). Angka
terjadinya kejang demam di Amerika Serikat serta Eropa barat berkisar 2% dan 5% di
menghadapi kejang demam pada umur 5 tahun, kejadian klimaks insiden kejang demam
rentang usia 12-18bulan (Leung et al., 2018). Kejadian di negara lain beragam rentang dari 5
-10% di Jepang 14%, India, 8,8%, untuk Guam, 0,35% di Hong Kong dan 0,5 - 1,5% di Cina
(Tejani, 2018). Angka insiden kejang demam pada Indonesia dalam tahun 2016 sampai
dengan 2 - 5% dengan 85% yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernafasan. Di tahun 2017,
sebanyak 17,4% anak mengalami kejang demam serta menjumpai pertambahan di tahun 2018
dengan insiden kejang sebanyak 22,2% (Angelia et al., 2019).
Nyaris 1,5 juta peristiwa kejang demam berlangsung setiap tahun pada Amerika Serikat, serta
sebagian besar berlangsung pada kisaran umur 6 sampai 36 bulan, dengan puncaknya saat
umur 18 bulan. Angka insiden KD beragam di bermacam negara. Di wilayah Eropa Barat dan
Amerika terdapat 2-4% angka insiden KD pertahun. Sementara di India sebanyak 5-10% dan
di Jepang 8,8%. Nyaris 80% perkara tersebut ialah KD simpleks (kejang 15 menit, fokal atau
generalisata dilampaui kejang parsial, berulang kali dalam 24 jam) (Gunawan, 2012). Kejang
demam yang berlangsung terhadap anak terpicu dari demam, kejang kurang lebih 90%
berkarakter awam, beroperasi dibawah lima menit dan berlangsung di permulaan penyakit
infeksi yang mengakibatkan demam. Pemicu kejang demam amat beragam asal satu negara
ke negara yang berbeda. Pneumonia, malaria, septikemia, infeksi saluran kemih, serta infeksi
virus pada Nigeria disampaikan menjadi permasalahan utama berlangsungnya kejang demam
(Akpan & Ijezie, 2017).

Etiologi dan Faktor Resiko

Beberapa teori menyampaikan tentang pencetus berlangsungnya kejang demam. Demam


yang mencetuskan kejang bersumber asal sistem ekstrakranial. Kira-kira 90% walhasil asal
infeksi virus contohnya Parainfluenza serta Rotavirus (Joshua R. Francis dkk., 2016).

Kejang demam berkelanjutan ialah pemicu terjadinya serangan berulang (Graves, 2012).
Kejang berulang ialah kejang 2 kali bahkan lebih dalam sehari, antara 2 bangkitan kejang
anak sadar. Kejang berulang berlangsung terhadap 16% anak yang mengidap kejang demam
(Seinfeld, 2013).

Faktor keturunan beserta kejang demam merupakan satu dari penyebab terjadinya yang
disampaikan dapat berlangsung bangkitan kejang demam. Keluarga dengan keturunan pernah
mengidap kejang demam menjadi aspek risiko guna berlangsungnya kejang demam pertama
ialah ibu kandung serta ayah kandung ataupun saudara kandung (first degree relative)
(Fitriana, 2021).

Manifestasi dan Klasifikasi

Pembagian terstruktur mengenai penjabaran kejang demam ialah kejang demam simpleks
serta kompleks (Graves, 2012). Kejang demam simpleks yang cukup sering terjadi, meliputi
65% sampai 90% total insiden kejang demam (IDAI, 2016).

Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2016 membentuk pembagian terstruktur mengenai
kejang demam dalam anak sebagai:
1. Kejang Demam Simpleks, berjalan cepat (kurang dari 15 menit), wujud kejang general
(tonik serta atau klonik), dan tidak kembali terjadi kurun waktu 24 jam.

2. Kejang Demam Kompleks, berjalan lamban (15 menit lebih), kejang parsial satu sisi atau
fokal, atau kejang general dilampaui kejang parsial, berlanjut lebih dari sekali kurun waktu
24 jam.

Patofisiologi

Patofisiologi kejang demam belum diketahui secara pasti. Namun, terjadinya infeksi di
ekstrakranial seperti otitis media akut, tonsillitis dan bronchitis dapat menyebabkan bakteri
yang bersifat toksik tumbuh dengan cepat, toksik yang dihasilkan dapat menyebar ke seluruh
tubuh melalui hematogen dan limfogen. Pada keadaan ini tubuh mengalami inflamasi
sistemik. Dan hipotalamus akan merespon dengan menaikkan pengaturan suhu tubuh sebagai
tanda tubuh dalam bahaya secara sistemik. Disaat tubuh mengalami peningkatan suhu 1°C
secara fisiologi tubuh akan menaikkan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen
sebesar 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapat
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.1

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah (level of
evidence 2, derajat rekomendasi B).

Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan


kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti- bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi
lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang
demam sederhana dengan keadaan umum baik. Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2,
derajat rekomendasi B): Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal, terdapat kecurigaan
adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis, dan dipertimbangkan
pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah mendapat antibiotik dan
pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.

Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau


memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya
tidak direkomendasikan (level II-2, rekomendasi E)

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.
Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam
fokal. EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di
otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut

Pencitraan

Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada anak
dengan kejang demam sederhana (level of evidence 2, derajat rekomendasi B). Pemeriksaan
tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap,
misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.
Tata Laksana

Kejang demam wajib ditanggulangi secara akurat serta sigap. Pengendalian awal yang akurat
dilaksanakan orangtua ketika anaknya kejang demam ialah tidak panik serta harus tenang,
berupaya merendahkan suhu badan anak, meletakkan anak dengan akurat yakni letak kepala
anak dimiringkan, diletakkan dizona yang landai, singkirkan dari barang-barang atau aktivitas
yang bisa melukai anak. Melainkan, respons yang wajib diawasi serta dilaksanakan orangtua
ialah dengan menjaga kemudahan akses nafas anak contohnya tidak memberikan barang
apasaja pada mulut dan tidak menuangkan makanan maupun obat pada mulut (IDAI, 2016).

Penelitian yang dilaksanakan Kızılay et al.,(2017) menganjurkan campur tangan waktu anak
mengidap kejang demam contohnya meletakkan anak pada bidang yang landai, memiringkan
atau menenggokkan kepala ke salah satu sudut, pemberian midazolam atau diazepam rektal
(bila kejang menjalan paling tidak kurun lima menit) serta berperilaku santai. Sejumlah
penelitian lain yang dilakukanpun melangsungkan campur tangan contohnya melaksanakan
tepid sponge, menjamin anak mempunyai akses nafas serta anak tidak dicelakakan kurun
kejang terjadi (Emma & Märta, 2018).

Farmakologi :

Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang
demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A). Meskipun demikian, dokter neurologi
anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali,
3-4 kali sehari.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kejang demam adalah bangkitan kejang pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun
yang mengalami kenaikan suhu tubuh (di atas 38°C dengan metode pengukuran suhu apa
pun) yang tidak disebabkan oleh proses intracranial tetapi berasal dari ekstrakranial. Jenis
kejang demam ada dua yaitu kejang demam simplek dan kompleks. Patofisiologi kejam
demam belum pasti namun diduga karena adanya infeksi pada ekstrakranial sehingga
menyebabkan bakteri tumbuh dengan cepat dan menyebar melalui homogen dan lomfigen.
Untuk dapat mendiagnosis penyakit ini diperlukan adanya pemerikaan penunjang yang terdiri
dari pemeriksaan laboratorium (mengvaluasi sumber infeksi), pemeriksaan lumbal (untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis), dan pencitraan (dilakukan bila ada indikasi
gangguan neurologis fokal). Tata laksan sendiri dibagi menjadi dua yaitu farmako dan non
farmako. Dimana tata laksana non farmako dapat dilakukan dengan meletakkan anak pada
bidang yang landau, memiringkan atau menengokkan kepala ke salah satu sudut, dan
melaksanakan tepid sponge. Tata laksana farmako adalah dengan memberikan antipireti
(paracetamol).
DAFTAR PUSTAKA

1. Nova Ari dkk, 2020. Penerapan Kompres Hangat Dalam Menurunkan Hipertermia
Pada Anak Yang Mengalami Kejang Demam Sederhana
2. Dabie Anggraini, Kejang Demam
3. Putu Ayu Prita Nandita Dewi dkk, 2021. Hubungan Berulangnya Kejang Demam
Pada Anak Dengan Riwayat Kejang di Keluarga
4. Synthia Wulan perdana, 2022. Penanganan Kejang Demam Pada Anak
5. Attila Dewanti dkk, 2012. Kejang Demam Dan Faktor Yang Mempengaruhi Frekuensi

Anda mungkin juga menyukai