Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

Disusun oleh:

MOHAMMAD SAIFUL
NIM 202004058

PROGRAM STUDY PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

I. KONSEP MEDIS
A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
0
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 C,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial. (IDAI, 2016).
Menurut IDAI diklasifikasikan mengalami kejang demam jika kejang terjadi
karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik
lainnya. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut
sebagai kejang demam. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami
kejang demam, namun jarang sekali. National Institute of Health (1980)
menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978),
serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain,
terutama infeksi susunan saraf pusat. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam rekomendasi kejang demam melainkan termasuk dalam kejang neonates (IDAI,
2016)
Kejang demam banyak di alami bayi hingga anak balita , kejang demam terjadi
ketika anak mengalami peningkatan suhu tubuh hingga melewati ambang batas
(>390C). Kejang demam pada dasarnya bersifat lokal dan tidak membahayakan, akan
tetapi kejang yang berkepanjangan dan berulang – ulang dapat menyebabkan
gangguan serius pada otak anak hingga anak mengalami kecacatan mental (Swasanti
dan Putra Satria, 2013).

B. Etiologi
Menurut Sujono (2010 dalam Wiwik 2013), penyebab kejang demam
meliputi: faktor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor genetika,
penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), demam, gangguan metabolism, trauma,
neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi dan penyakit degenerative susunan syaraf.

1
Menurut Mansjoer (2000 dalam Wiwik 2013), penyebab kejang demam belum
diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah
demam yang tinggi, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah demam
yang tinggi, demam yang terjadi sering disebabkan oleh:
1. Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)
2. Gangguan metabolik
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsillitis, faringitis, otitis media
akut, bronchitis, dll.
4. Keracunan obat.
Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kejang demam menurut Lumban Tobing
(2005 dalam Wiwik 2013):
1. Demam itu sendiri, yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak
selalu timbul pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme Respon alergik atau keadaan
umum yang abnormal oleh infeksi.
3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui
atau enselofati toksik sepintas.

C. Faktor-faktor Determinan Terjadinya Kejang Demam


Determinan kejang demam dibedakan berdasarkan host, agent dan environment.
1. Host
Faktor host yang menjadi determinan terjadinya kejang demam antara lain:
a. Umur
Berdasarkan studi kasus kontrol yang dilakukan Fuadi, A., dkk (2010) di
RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak yang berusia <2 tahun
mempunyai risiko 3,4 kali lebih besar mengalami kejang demam
dibandingkan dengan anak yang berusia >2 tahun. Penelitian Karimzadeh, P.,
dkk (2008) di Mofid Children’s Hospital Iran menunjukkan bahwa penderita
kejang demam paling banyak terjadi pada usia dua tahun pertama (13-24
bulan) yaitu 39,8%.

2
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan penelitian Bessisso, M.S., dkk (2000) di Qatar
menunjukkan bahwa kejang demam lebih banyak diderita oleh anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan dengan rasio 1,2 : 1, dimana anak laki-
laki 128 orang (54,2%) dan anak perempuan 108 orang (45,8%). Hasil
penelitian Siddiqui, T.S., (2000) di Department of Paediatrics, Hayat Shaheed
Teaching Hospital Peshawar diperoleh anak laki-laki yang menderita kejang
demam 55% dan anak perempuan 45%.
c. Riwayat Kejang Keluarga
Berdasarkan studi kasus kontrol yang dilakukan Fuadi, A., dkk (2010)
di RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak yang memiliki
keluarga dengan riwayat kejang berisiko 4,5 kali untuk mengalami kejang
demam dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki keluarga dengan
riwayat kejang. Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Children’s
Hospital Iran menunjukkan bahwa dari 302 anak yang menderita kejang
demam, ada 28,8 % anak yang memiliki keluarga dengan riwayat kejang
demam. Penelitian Ridha, N.R., dkk (2009) di RS Wahidin Sudirohusodo di
Makassar menunjukkan bahwa anak yang memiliki keluarga dengan riwayat
kejang demam berisiko 6 kali untuk mengalami kejang demam.
d. Berat Badan lahir
Berdasarkan penelitian Vestergaard dkk (2007) di Denmark didapatkan bahwa
risiko kejang demam meningkat secara konsisten dengan penurunan berat
badan ketika lahir. Bayi yang lahir dengan berat badan <2500 gram 1,5 kali
berisiko untuk menderita kejang demam. Pada bayi yang lahir dengan berat
badan 2500-2999 gram risikonya 1,3 kali, bayi yang lahir dengan berat badan
3000-3499 gram risikonya 1,2 kali, sedangkan bayi yang lahir dengan berat
badan 3500-3999 gram dan >3999 gram risiko untuk menderita kejang demam
sebesar 1 kali.
2. Agent
Kejadian kejang demam dicetuskan karena terjadinya kenaikan suhu
tubuh di atas normal (demam). Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan
kejang disebut nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap

3
anak. Adanya perbedaan ambang kejang ini menunjukkan bahwa ada anak yang
mengalami kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan
pada anak yang lain, kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu
tinggi. Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Children’s Hospital,
diperoleh 302 kasus penderita kejang demam dimana anak yang mengalami
kejang pada suhu ≤38,5oC ada 60,9%, sedangkan anak yang mengalami kejang
pada suhu >38,5oC ada 39,1%. Demam yang terjadi pada anak biasanya
disebabkan oleh penyakit infeksi. Penelitian Mahyar, A., dkk (2010) di Iran
menunjukkan bahwa anak yang menderita kejang demam, demamnya paling
banyak disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) 53,8%, diikuti
dengan gastroenteritis 24,4%, otitis media akut 9%, infeksi saluran kemih 6,4%,
pneumonia 3,8% dan lainnya 2,6%.
3. Environment
Faktor lain yang memengaruhi timbulnya kejang demam adalah faktor lingkungan
dengan sanitasi dan higiene yang buruk serta pemukiman yang terlalu padat.
Kondisi ini mengakibatkan mudahnya agent penyakit berkembang biak serta
terjadi penularan penyakit infeksi yang cepat. Pemaparan agent penyakit juga
dapat terjadi pada saat anak kontak langsung dengan anggota keluarganya yang
sakit.

D. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan paru –
paru dan di teruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Dari uraian tersebut
dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida
(Cl-), akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan

4
konsentrasi ion di dalam dan diluar sek, maka terdapat perbedaan potensial membran
yang disebut potensial membran dari neuron ( Ngastiyah, 2014).
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan
potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya, perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan (Ngastiyah, 2014).
0
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi disfusi dari ion kaliun maupun ion natrium melalui membran
tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “neurotransmitter”dan terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya
ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
0
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C
sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi bila suhu
0
mencapai 40 C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya
kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah
sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa
pasien menderita kejang ( Ngastiyah, 2014).
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot

5
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adala faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor penting adalah
ganngguan peredarah darah yang menyebabkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak ( Ngastiyah, 2014).
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam berlangsung lama
dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilesi (Ngastiyah,
2014).

E. WOC
Terlampir

F. Manifestasi Klinis
Gejala umum:
a. Kejang umumnya biasanya diawali kejang tonik kemudian klonik
berlangsung 10 sampa dengan 15 menit.
b. Takikardi : pada bayi frekuensi sering diatas 150-200 per menit.
c. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat
menurunnya curah jantung
d. Gejala bendungan system vena : Hepatomegali, Peningkatan tekanan vena

jugularis
Tabel 2.1. Gejala Kejang Sesuai Klasifikasi
Kejang Karakteristik
Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah fokus disatu
bagian tetapi dapat menyebar kebagian lain.
Sederhana sensorik (merasakan, membaui, mendengar sesuatu yang
abnormal, automik (takikardi, bardikardi, takipneu,
kemerahan, rasa tidak ada enak diepigastrium), psikis
(disfagia, gangguan daya ingat)
Dimulai sebagai kejang parsial sederhana, berkembang
Parsial menjadi perubahn kesadaran yang disertai oleh

Kompleks -Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme (mengecap bibir,


mengunyah, menarik-narik baju)
-Beberapa kejang parsial kompleks mungkin berkembang
menjadi kejang generalisata
-Biasanya berlangsung 1-3 menit

6
Generalisata Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah fokus disatu
bagian tetapi dapat menyebar kebagian lain.
Tonik-klonik Spasme tonik-klonik otot, inkontinensia urin dan alvi,
menggigit lidah, fase pascaiktus
Absence Sering salah didiagnosa sebagai melamun
a. menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak mata
bergetar, atau berkedip secara cepat, tonus postural tidak
hilang
b. Berlangsung beberapa detik
Mioklonik Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di
beberapa otot atau tungkai , cenderung singkat
Atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya
postur tubuh (drop attacks)
Klonik Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal atau
multipel di legan, tungkai atau torso
Tonik a. Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,
kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas fleksi
lengan dan ekstensi tungkai
b. Mata kepala mungkin berputar ke satu sisi
(Sumber: Sylvia A Price, 2010 dalam Amin Huda 2015)

Efek fisiologis kejang adalah sebagai berikut:


Awal (kurang dari 15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan (lebih dari 1 jam)
a. Meningkatnya kecepatan a. Menurunnya a. Hipotensi disertai
denyut jantung tekanan darah berkurangnya aliran darah
b. Meningkatnya tekanan b. Menurunnya gula serebrum sehingga terjadi
darah darah hipotensi serebrum
c. Meningkatnya c. Disritmia b. Gangguan sawar darah otak
kadar glukosa d. Edema paru non yang menyebabkan edema
d. Meningkatnya jantung serebrum
suhu pusat tubuh
e. Meningkatnya sel
darah putih
(Sumber: Sylvia A Price, 2010 dalam Amin Huda 2015)

G. Klasifikasi Kejang Demam


1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk
kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam
Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan
berhenti sendiri.(IDAI, 2016)
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut: Kejang lama (>15 menit). Kejang
fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. Berulang
atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks
diklasifikasikan lagi menjadi:

7
a. Kejang lama
Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2
kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada
8% kejang demam.
b. Kejang fokal
Yaitu kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial.
c. Kejang berulang
Yaitu kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan diantara 2 bangkitan kejang
anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang
demam.

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut IDAI (2016) pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan dalam tata
laksana kejang demam adalahs ebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah
perifer, elektrolit, dan gula darah (level of evidence 2, derajat rekomendasi B).
(IDAI, 2016)

8
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini
pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12
bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum baik.
Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2, derajat rekomendasi B):
a. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
b. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
c. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya
telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotic tersebut dapat
mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh
karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
3. Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG adalah pemeriksaan EEG tidak diperlukan
untuk kejang demam, Kecuali apabila bangkitan bersifat fokal. EEG hanya
dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya focus kejang di otak yang
membutuhkan evaluasi lebih lanjut. (IDAI, 2016).
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level II-2,
rekomendasi E). Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang
demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih
dari 6 tahun, atau kejang demam fokal (Konsensus Kejang Demam, 2016)

9
4. Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada
anak dengan kejang demam sederhana (level of evidence 2, derajat rekomendasi
B). Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan
neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus
kranialis. (IDAI, 2016)

I. Tatalaksana Kejang Demam


Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu
pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan
kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.
Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada
umumnya. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital) adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2
kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di
rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat
algoritme tatalaksana status epileptikus. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.
1. Pemberian obat Antipiretik pada saat demam
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A). Meskipun
demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap
dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari (IDAI,
2016)

10
2. Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten. Yang dimaksud dengan obat
antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada
saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah
satu faktor risiko di bawah ini:
a. Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
b. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
c. Usia <6 bulan
d. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
e. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau
rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat
badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5
mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu
diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi (IDAI, 2016)
3. Pemberian Obat Antikonvulsan Rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan
rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (level of
evidence 3, derajat rekomendasi D). Indikasi pengobatan rumat:
a. Kejang fokal
b. Kejang lama >15 menit
c. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan,
BUKAN merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi
umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik yang bersifat fokal.
Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk
pemberian terapi profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak
berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat.

11
a. Jenis Antikonvulsan Untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang (level of evidence 1, derajat
rekomendasi B). Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan
gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat
ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur
kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.
Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.
b. Lama Pengobatan Rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk
kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat
anak tidak sedang demam.
4. Edukasi Pada Orangtua
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat
kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal.
Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:
a. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis
baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
d. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang
efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.
5. Beberapa hal yang harus dikerjakan bila anak kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
d. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
e. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
f. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.

12
g. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit
h. Jangan berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh
diberikan satu kali oleh orangtua.
i. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih,
suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan
diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat
kelumpuhan.
6. Vaksinasi
Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi pada
anak dengan riwayat kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi
sangat jarang. Suatu studi kohort menunjukkan bahwa risiko relatif kejang
demam terkait vaksin (vaccine-associated febrile seizure) dibandingkan dengan
kejang demam tidak terkait vaksin (non vaccine-associated febrile seizure) adalah
1,6 (IK95% 1,27 sampai 2,11). Angka kejadian kejang demam pascavaksinasi
DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan setelah
vaksin MMR adalah 25-34 kasus per 100.000 anak. Pada keadaan tersebut,
dianjurkan pemberian diazepam intermiten dan parasetamol profilaksis. (IDAI,
2016)

J. Prognosis
1. Kecacatan Atau Kelainan Neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang
berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan
recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut
menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang
lama (IDAI, 2016)
2. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
a. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga

13
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
d. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
e. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama. (IDAI, 2016).
3. Faktor Risiko Terjadinya Epilepsi
Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:
a. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama
b. Kejang demam kompleks
c. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
d. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu
tahun.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai
4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinan
epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah
dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.
4. Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka
kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan
perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi umum.

K. Komplikasi
1. Aspirasi
Adalah menghirup partikel kecil makanan atau tetes cairan kedalam paru-paru.
2. Asfiksia
Adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.

14
3. Retradasi mental adalah kondisi sebelum 18 tahun yang ditandai dengan
rendahnya kecerdasan (biasanya nilai IQ –nya dibawah 70) dan sulit beradaptasi
dengan kehidupan sehari-hari.
4. Kejang berulang kali adalah kejang yang terjadi selama 2 kali atau lebih dalam 24
jam.
5. Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang tampak sehat atau sebagai
suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat disfungsi otak sesaat,
dimanifestasikan sebagai fenomena motoric, sensorrik, otonomik, atau psikis yang
abnormal.
6. Hemiparesea adalah kondisi dimana terjadinya kelemahan pada sebelah atau
sebagian kanan atau kiri tubuh (lengan, tungkai, dan wajah) yang berlawanan
dengan lesi yang terjadi di otak.

L. Diagnosa Banding
Beberapa diagnose banding dari kejang demam adalah :
1. Meningitis bacterial akut
Pasien tampak lebih letargis dan gelisah, terdapat gangguan kesadaran setelah kejang,
ruam kulit, fontanel membenjol, dan kaku kuduk. Pemeriksaan fungsi lumbal tidak
normal dan kultur liquor cerebrospinalis (LCS) tumbuh bakteri.
2. Meningitis Viral
Kaku kuduk positif. Pemeriksaan fungsi lumbal tidak normal, kultur bakteri LCS
negatif, tetapi polymerase chain reaction (PCR) kemungkinan positif
3. Ensefalitis Viral
Gejala prodromal meliputi gejala infeksi saluran napas atas akut, diikuti nyeri kepala,
kaku kuduk dan kejang. Ruam kulit mungkin timbul. Pemeriksaan fungsi lumbal dan
kultur bakteri LCS tidak spesifik karna dapat menunjukkan hasil yang normal.
Oemeriksaan virus fapat ditemukan positif (contoh : herpes dan simpleks).
4. Ensefalopati akut
Gejala prodromal seperti gejala pada infeksi virus, diikuti dengan gangguan kesadaran
dan kejang, dan dapay disebabkan oleh zat beracun (pada sindroma reye )
pemeriksaan fungsi lumbal dapat menunjukkan :
a. Perningkatan tekanan LCS, sel dan protein meningkat, dengn penurunan glukosa

15
b. Penigkatan rasio albumin LCS / serum mengindikasikan adanyagangguan saraf
otak dan menjadi tanda awal dari ensefalopati akibat virus yang akut.
c. Peningkatan enzim liver dan kadar ammonia dalam darah
d. Gula darah dapat menuru
Dapat ditemukan gangguan pada hasil elektroensefalografi (EEG). Dapat ditemukan
hasil MRI yang normal dan tidak normal (contoh : nikrosis thalamus bilateral dan
edema otak). Pemeriksaan virus dapat ditemukan positif, contoh influenza A.
5. Epilepsi
Pada epilepsy kejang tidak disertai dengan demam, pemeriksaan EEG dapat
menunjukkan gelombang epileptifrom, contoh : gelombang spike and slow
Generalized epilepsy with febrile seizure plus (GEFS+) adalah sebuah penyakit akibat
gangguan genetikautosomal domain, ditemukan riwayat kejang demam yang terjadi
lebih dari 5 thun dan riwayat bangkitan kejang tanpa demam.
6. Breath-holding spells
Bayi afebris yang apneu , sianosis dan terdapat gerakan menghentak-hentak pada
ekstremitas setelah menangis, atau setelah stimulasi vagal yang tidak disengaja. Onset
usia 6–18 bulan.

II. KONSEP ASUHAN


KEPERAWATAN A. Pengkajian
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian pada anak dengan kejang demam
adalah:
1. Biodata/ Identitas pasien
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Sedangkan biodata orang tua
perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2. Keluhan utama
Meliputi keluhan paling utama yang dialami oleh pasien.
3. Riwayat Penyakit sekarang
a. Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan, Apakah
betul ada kejang. Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak.
b. Apakah disertai demam.

16
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka
diketahui apakah infeksi. Infeksi memegang peranan dalam terjadinya
bangkitan kejang.
c. Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung
lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon
terhadap prognosa dan pengobatan.
d. Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan
apakah bersifat umum, fokal, tonik atau klonik. Pada kejang demam sederhana
kejang ini bersifat umum.
e. Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi
untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin
kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan
bangkitan kejang sering timbul.
f. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan
lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang
perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun,
ada paralise, menangis dan sebagainya.
g. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-
lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi
untuk pertama kali. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, OMA
dan lain-lain.

17
5. Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang
demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit syaraf atau lainnya. Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit
seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan
terjadinya kejang demam.
6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vagina
sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat
persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan
(forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksia dan lain-lain. Keadaan selama
neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-
kejang.
7. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta
umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan
kejang.
8. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
a. Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial): berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
b. Motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu
saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat,
misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
c. Motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
d. Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan.

18
9. Riwayat Sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah
yang mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman
sebayanya.
10. Pola Fungsional
Ditanyakan keadaan pasien sebelum dan selama sakit yang meliputi antara lain:
a. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,
pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis.
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan
yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan
obat-obatan pertolongan pertama.
b. Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak, makanan apa
saja yang disukai dan yang tidak, bagaimana selera makan anak, berapa kali
minum, jenis dan jumlahnya per hari. Dan apakah terdapat gangguan dalam
proses pemenuhan nutrisi dan keluhan sebelum dan saat sakit.
c. Pola Eliminasi :
1) BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah, serta
ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
2) BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak, bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir.
d. Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya,
berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam, aktivitas apa yang disukai.
e. Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur, berangkat tidur jam berapa, Bangun tidur jam berapa,
kebiasaan sebelum tidur, serta bagaimana dengan tidur siang.

19
11. Data Obyektif
a. Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah,
nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu
tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti
sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali, adakah dispersi bentuk kepala,
apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum.
2) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien.
3) Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah
tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus, Apakah ada gangguan nervus
cranial.
4) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Bagaimana keadaan sklera, konjungtiva. Serta
kesimetrisan bola mata dan periksa adanya nistagmus atau strabismus.
5) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari
telinga, berkurangnya pendengaran.
6) Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung, polip yang menyumbat jalan napas,
apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya.

20
7) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus, bagaimana keadaan lidah, adakah stomatitis,
berapa jumlah gigi yang tumbuh, Apakah ada caries gigi.
8) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil, adakah tanda-tanda infeksi faring.
9) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid, adakah
pembesaran vena jugularis.
10) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi dada, Pada auskultasi adakah
suara napas tambahan.
11) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya, adakah bunyi
tambahan, adakah bradicardi atau tachycardia. Termasuk dikaji adanya
pembesaran jantung dan kelainan pada katub jantung dengan auskultasi. Dan
posisi ictus kordis
12) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen, bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus, adakah tanda meteorismus, adakah
pembesaran lien dan hepar.
13) Kulit dan Kuku
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya, apakah terdapat
oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit. Kaji juga warna kuku
dan lihat adanya sianosis atau tidak dan kaji CRT.
14) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang.
Bagaimana suhunya pada daerah akral.
15) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi.

21
12. Data Pemeriksaan penunjang
Biasanaya dilakukan pemeriksaan labor urine, feses, darah, dan biasanya leokosit
nya > 10.000 ( meningkat ) sedangkan Hb, Ht menurun.
13. Data Pengobatan
Biasanya diberikan obat antipiretik untuk mengurangi suhu tubuh klien, seperti
ibuprofen, paracetamol. Dan obat anti kejang.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada kasus kejang demam pada anak
adalah sebagai berikut:
1. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus.
2. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan reduksi aliran darah ke
otak.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Intake yang kurang dan
kehilangan volume cairan aktif
4. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret berlebih.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
6. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan aktivitas kejang.
7. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
8. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi
peran, lingkungan, status kesehatan, atau pola interaksi.

C. Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Setelah rencana tindakan keperawatan di susun maka untuk selanjutnya adalah
pengolahan data dan kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan
rencana yang telah di susun tersebut. Dalam pelakasaan implementasi maka perawat
dapat melakukan obesrvasi atau dapat mendiskusikan dengan klien atau keluarga
tentang tindakan yang akan di lakukan.

22
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah langkah terakir dalam asuhan keperawatan, evaluasi dilakuakan
dengan pendekatan SOAP ( data subjektif, data objektif, analisa, planning ). Dalam
evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan rencana tindakan keperawatan
yang harus dimodifikasi. Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan kriteria
hasil yang telah ditetapkan dengan output yang muncul setelah tindakan keperawatan.
Keberhasilan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dapat dilihat dari evaluasi ini.

23
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC
1 Hipertermi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama PENGATURAN SUHU
Definisi: suhu tubuh naik diatas rentang .......x24 jam pengaturan suhu tubuh pasien 1. Monitor minimal tiap 2 jam
normal normal dengan indikator : 2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
Batasan karakteristik: kenaikan suhu 1. Suhu tubuh dalam rentang normal 3. Monitor TD, nadi, dan RR
tubuh naik diatas rentang normal, 2. Nadi dan RR dalam rentang normal 4. Monitor warna dan suhu kulit
kenaikan suhu tubuh diatas rentang 3. Temperatur kulit sesuai dengan 5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
normal, serangan atau konvulsi rentang yang diaharapkan 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
(kejang), kulit kemerahan, 4. Tidak ada sakit kepala 7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
pertambahan RR, takikardi, saat 5. Tidak ada nyeri otot kehangatan tubuh
disentuh tangan terasa hangat
6. Tidak lekas marah 8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan
Faktor yang berhubungan:
7. Tidak ada perubahan warna kulit akibat panas
 Penyakit/trauma
8. Tidak ada tremor 9. Diskusikan tentang pentingnya penagturan suhu
 Peningkatan metabolisme
9. Berkeringat saat kepanasan dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
 Aktivitas yang berlebihan 10. Beritahuakan tentang indikasi terjadinya
10. Menggigil saat kedinginan
 Pengaruh anestesi/medikasi 11. Denyut nadi sesuai dengan yang keletihan dan penanganan emergency yang
 Ketidakmampuan/penurunan diharapkan diperlukan
kemampuan berkeringat 11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan
12. Pernafasan sesuai dengan yang
 Terpapar di lingkungan panas yang diperlukan
diharapkan
 Dehidrasi 12. Berikan antipiretik jika perlu
13. Hidrasi adekuat
 Pakaian yang tidak tepat
14. Melaporkan kenyamanan suhu tubuh
FEVER TREATMENT
Definisi: manajemen pasien dengan hiperpireksia yang
disebabkan oleh faktor non lingkungan.
Intervensi:
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor IWL
3. Lakukan monitoring suhu secara kontinyu
4. Monitor warna dan suhu kulit

24
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC
5. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
6. Monitor penurunan tingkat kesadaran
7. Monitor WBC, Hb dan Ht
8. Monitor input dan output monitor keabnormalan
elektrolit
9. Monitor adanya aritmia
10. Monitor ketidakseimbangan asam basa
11. Berikan antipiretik
12. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab
demam
13. Selimuti pasien
14. Lakukan tepid sponge
15. Berikan cairan IV
16. Kompres pada lipatanpaha dan ketiak
17. Tingkatkan sirkulasi udara
18. Berikan pengobatan untuk mencegah pasien
menggigil

25
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC
2 Perfusi jaringan cerebral tidak efektif Status sirkulasi Terapi oksigen
berhubungan dengan reduksi aliran 1. MAP dalam batas normal 1. Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea
darah ke otak. 2. Tekanan nadi 2. Pertahankan jalan napas yang paten
3. PaO2 (tekanan parsial oksigen dalam darah 3. Atur peralatan oksigenasi
arteri) 4. Monitor aliran oksigen
4. PaCO2 (tekanan parial karbondioksida dalam 5. Pertahankan posisi pasien
darah arteri) 6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
5. Saturasi oksigen 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
6. Urine output oksigenasi.
7. Capillary refill. Manajemen edema serebral
Status neurologi 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran,
1. Kesadaran keluhan pusing, pingsan
2. Fungsi sensorik dan motorik kranial 2. Monitor tanda-tanda vital
3. Tekanan intrakranial 3. Monitor karakteristik cairan serebrospinal: warna,
4. Ukuran pupil kejernihan,konsistensi
5. Pola istirahat-tidur 4. Monitor status pernapasan: frekuensi, irama,
6. Orientasi kognitif kedalaman pernapasan, PaO2,PaCO2, pH,
7. Aktivitas kejang Bicarbonat
8. Sakit kepala. 5. Catat perubahan pasien dalam berespon terhadap
Cerebral Perfusion stimulus
1. Tekanan darah sistolik dan diastolic normal 6. Berikan anti kejang sesuai kebutuhan
2. Tidak mengalami peningkatan tekanan 7. Batasi cairan
intracranial 8. Dorong keluarga/orang yang penting untuk bicara
3. Sakit kepala menurun atau hilang pada pasien
4. MAP dalam batas normal 9. Posisikan tinggi kepala 30o atau lebih.
5. Tidak mengalami kegelisahan Monitoring peningkatan intrakranial
6. Tidak mengalami muntah 1. Monitor tekanan perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai dan karakteristik pengeluaran
cairan serebrispinal (CSF)

26
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC
3. Monitor intake dan output
4. Monitor suhu dan jumlah leukosit
5. Periksa pasien terkait ada tidaknya gejala kaku
kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan leher pasien dalam posisi
netral, hindari fleksi pinggang yang berlebihan
8. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk
mengoptimalkan perfusi serebral
9. Berikan agen farmakologis untuk mempertahankan
TIK dalam jangkauan tertentu.
Monitor tanda-tanda vital
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status
pernapasan dengan cepat
2. Monitor kualitas dari nadi
3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
4. Monitor pola pernapasan abnormal (misalnya,
cheyne-stokes, kussmaul, biot,apneustic,ataksiadan
bernapas berlebihan) \
5. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya cushling triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.

27
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC
3 Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama MONITOR CAIRAN
berhubungan dengan Intake yang .......x24 jam keseimbangan cairan pasien  Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan
kurang dan kehilangan volume cairan normal dengan indikator : dan eliminasi
aktif  TD dalam rentang yang diharapkan  Tentukan kemungkinan faktor resiko daari
 CVP dalam rentang yang diharapkan ketidakseimbangan cairan (hipertermia, terapi
KEKURANGAN VOLUME  Tekanan arteri rata-rata dalam rentang diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
CAIRAN yang diharapkan diaporesis, disfungsi hati)
Definisi: penurunan cairan  Nadi perifer teraba  Monitor berat badan
intravaskuler, interstisiil, dan atau  Keseimbangan intake dan output dalam  Monitor serum dan elektrolit urine
mengarah intravaskuler. Ini mengarah 24 jam  Monitor serum dan osmolaritas urine
ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan  Suara nafas tambahan tidak ada  Monitor BP, HR, RR
pengeluaran sodium.
 Berat badan stabil  Monitor tekanan darah orthostatik dan
Batasan karakteristik:
 Tidak ada asites perubahan irama jantung
Kelemahan, kehausan, penurunan
 Tidak ada distensi vena  Monitor parameter hemodinamik invasif
turgor kulit/lidah, membran mukosa
/kulit kering, peningkatan denyut nadi,  Tidak ada edema perifer  Catat secara akurat intake dan output
penurunan tekanan darah, penurunan  Hidrasi kulit  Monitor membran mukosa dan turgor kulit,
tekanan nadi, pengisian vena menurun,  Membran mukosa basah serta rasa haus
perubahan status mental, konsentrasi  Serum elektrolit dbn  Monitor warna dan jumlah
uriine meningkat, temperatur tubuh  Ht dbn
meningkat, hematokrit meninggi,  Tidak ada haus yang abnormal MANAJEMEN CAIRAN
kehilangan berat badan seketika.  Tidak ada sunken eyes  Pertahankan posisi tirah baring selama masa
Faktor yang berhubungan:  Urine putput normal akut
 Kehilangan volume cairan  Mampu berkeringat  Kaji adanya peningkatan JVP, edema dan asites
secara aktif  Tidak demam  Tinggikan kaki saat berbaring
 Kegagaalan mekanisme  Buat jadwal masukan cairan
pengaturan  Monitor intake nutrisi
 Timbang BB secara berkala
 Monitor TTV

28
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC
 Pantau haluaran urine (karakteristik, warna,
ukuran)
 Keseimbangan cairan secara 24 jam
 Monitor tanda dan gejala asites dan edema
 Ukur lingkaran abdomen, awaaaasi tetesan
infus
 Pantau albumin serum
 Kaji turgor kulit

No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC


4 Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama MONITOR CAIRAN
berhubungan dengan Intake yang .......x24 jam keseimbangan cairan pasien  Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan
kurang dan kehilangan volume cairan normal dengan indikator : dan eliminasi
aktif  TD dalam rentang yang diharapkan  Tentukan kemungkinan faktor resiko daari
 CVP dalam rentang yang diharapkan ketidakseimbangan cairan (hipertermia, terapi
KEKURANGAN VOLUME  Tekanan arteri rata-rata dalam rentang diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
CAIRAN yang diharapkan diaporesis, disfungsi hati)
Definisi: penurunan cairan  Nadi perifer teraba  Monitor berat badan
intravaskuler, interstisiil, dan atau  Keseimbangan intake dan output dalam  Monitor serum dan elektrolit urine
mengarah intravaskuler. Ini mengarah 24 jam  Monitor serum dan osmolaritas urine
ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan  Suara nafas tambahan tidak ada  Monitor BP, HR, RR
pengeluaran sodium.
 Berat badan stabil  Monitor tekanan darah orthostatik dan
Batasan karakteristik:
 Tidak ada asites perubahan irama jantung
Kelemahan, kehausan, penurunan
 Tidak ada distensi vena  Monitor parameter hemodinamik invasif
turgor kulit/lidah, membran mukosa
/kulit kering, peningkatan denyut nadi,  Tidak ada edema perifer  Catat secara akurat intake dan output
penurunan tekanan darah, penurunan  Hidrasi kulit  Monitor membran mukosa dan turgor kulit,
tekanan nadi, pengisian vena menurun,  Membran mukosa basah serta rasa haus
 Monitor warna dan jumlah
29
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC
perubahan status mental, konsentrasi  Serum elektrolit dbn
uriine meningkat, temperatur tubuh  Ht dbn MANAJEMEN CAIRAN
meningkat, hematokrit meninggi,  Tidak ada haus yang abnormal  Pertahankan posisi tirah baring selama masa
kehilangan berat badan seketika.  Tidak ada sunken eyes akut
Faktor yang berhubungan:  Urine putput normal  Kaji adanya peningkatan JVP, edema dan asites
 Kehilangan volume cairan  Mampu berkeringat  Tinggikan kaki saat berbaring
secara aktif  Tidak demam  Buat jadwal masukan cairan
 Kegagaalan mekanisme  Monitor intake nutrisi
pengaturan  Timbang BB secara berkala
 Monitor TTV
 Pantau haluaran urine (karakteristik, warna,
ukuran)
 Keseimbangan cairan secara 24 jam
 Monitor tanda dan gejala asites dan edema
 Ukur lingkaran abdomen, awaaaasi tetesan
infus
 Pantau albumin serum
 Kaji turgor kulit

No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC


5 KETIDAKSEIMBANGAN Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama MONITOR NUTRISI
NUTRISI: KURANG DARI .......x24 jam status nutrisipasien normal 1. Berat badan pasien dalam batas normal
KEBUTUHAN TUBUH dengan indikator : 2. Monitor adanya penurunan berat badan
Definisi: keadaan dimana individu 1. Intake nutrien normal 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
mengalami intake nutrisi yang kurang 2. Intake makanan dan cairan normal dilakuakn
dari kebutuhan tubuh untuk memenuhi 3. Berat badan normal 4. Monitor interaksi anak dan orang tua selama
kebutuhan metabolik 4. Massa tubuh normal makan
Faktor yang berhubungan: 5. Pengukuran biokimia normal 5. Monitor lingkungan selama makan

30
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC
 Ketidakmampuan menelan 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
 Penyakit kronik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama selama jam makan
 Intoleransi makanan .......x24 jam status nutrisi: intake nutrient 7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Kesulitan mengunyah pasien adekuat dengan indikator : 8. Monitor turgor kulit
 Mual 6. intake kalori 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total
 Muntah 7. intake protein protein, Hb dan kadar Ht
 Hilang nafsu makan 8. intake lemak 10. Monitor makanan kesukaan
9. intake karbohidrat 11. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
10. intake vitamn 12. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
11. intake mineral jaringan konjungtiva
12. intake zat besi 13. Monitor kalori dan intake nutrisi
13. intake kalsium 14. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oval
15. Catat jika lidah berwarna megenta, scarlet

MANAJEMEN NUTRISI
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
dan vitamin C
5. Berikan subtansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan

31
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC
makanan harian
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC


6 Resiko Cidera Kontrol resiko Manajemen lingkungan
Suatu kondisi individu yang berisiko Kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
untuk mengalami cedera sebagai akibat 1. Klien terbebas dari cidera 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai
dari kondisi lingkungan yang 2. Klien mampu menjelaskan cara atau dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan
berhubungan dengan sumber-sumber metode untuk mencegah cidera riwayat penyakir dahulu pasien
adaptif dan pertahanan.
3. Klien mampu menjelaskan faktor resiko 3. Memasang side rail tempat tidur
dari lingkungan 4. Menyediakan tempat tidur yang aman dan bersih
Faktor Risiko :
1. Eksternal : 4. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada 5. Membatasi pengunjunng
 Biologis ( tingkat imunisasi 5. Mampu mengenali perubahan status 6. Memberikan penerangan yang cukup
komunitas, mikroorganisme) kesehatan. 7. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
 Kimia (misalnya, Kejadian jatuh pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
racun,polutan, obat-obatan, 1. Jatuh dari tempat tidur penyebab penyakit.
agen farmasi, alkohol, 2. Jatuh saat di pindahkan. Manajemen kejang
nikotin, pengawet, kosmetik, 1. Pertahankan jalan nafas
pewarna) 2. Balikkan badan pasien ke satu sisi
 Orang (agen nosokomial, 3. Longgarkan pakaian
pola pemupukan, pola-pola 4. Tetap disisi pasien selama kejang
kognitif, afektif dan 5. Catat lama kejang

32
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC
psikomotor) 6. Monitor tingkat obat-obatan anti epilepsi dengan
 Jenis transportasi benar.
 Nutrisi (vitamin, jenis Pencegahan jatuh
makanan) 1. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi
 Fisik (desain, struktur, dan resiko jatuh
penataan komunitas, 2. Sediakan pengawasan ketat dan /atau alat pengikatan
bangunan, dan
/perlengkapan)
2. Internal :
 Profil darah yang abnormal
(leukositosis atau
leukopenia, perubahan faktor
penggumpalan darah,
trombosiopenia, menurunnya
kadar hemoglobin)
 Disfungsi biokimia
 Usia perkembangan
(psikologis,psikososial)
 Disfungsi efektor
 Penyakit imun/ autoimun
 Disfungsi integratif
 Malnutrisi
 Fisik (kulit terkelupas,
perubahan mobilitas)
 Psikologis (orientasi afektif)
 Disfungsi sensori
 Hipoksia jaringan

33
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC
7 KURANG PENGETAHUAN: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama TEACHING: PENGETAHUAN PROSES
PROSES; PENGOBATAN .....x24 jam psien mengetahui tentang proses PENYAKIT
Definisi: tidak adanya atau kurangnya penyakit dengan indikator pasien dapat : Definisi : membantu pasien memahami informasi yang

informasi kognitif tentang hal yang Familiar dengan nama penyakit berhubungan dengan penyakit yang spesifik
spesifik.  Mendeskripsikan proses penyakit Intervensi

Batasan karakteristik:  Mendeskripsikan faktor penyebab Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
 Mengungkapkan masalah  Mendeskripsikan faktor resiko pasien tentang proses penyakit yang spesifik

 Tidak tepat mengikuti perintah  Mendeskripsikan efek penyakit Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan

 Tingkah laku yang berlebihan Mendeskripsikan tanda dan gejala bagaiman hal ini berhubungan dengan anatomi
(histeris, apatis, sikap  Mendeskripsikan perjalanan penyakit dan fisiologi
bermusuhan, agitasi)  Mendeskripsikan tindakan untuk  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
Faktor yang berhubungan : menurunkan progresifitas penyakit muncul pada penyakit
 Kurang paparan  Mendeskripsikan komplikasi  Gambarkan proses penyakit

 Mudah lupa Mendeskripsikan tanda dan gejala dari  Identifikasi kemungkinan penyebab dengan
 Misintepretasi informasi komplikasi cara yang tepat

 Keterbatasan kognitif  Mendeskripsikan tindakan pencegahan Sediakan informasi tentang kondisi pasien
 Kurang keinginan untuk untuk komplikasi  Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
mencari informasi tentang kemajuan pasien
 Tidak mengenal sumber  Sediakan pengukuran diagnostik yang tersedia

informasi Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi

Gambarkan rasional rekomendasi manajemen
terapi
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion

Eksplorasi kemungkinan sumber dukungan

34
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC

Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC


8 CEMAS Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama PENGURANGAN CEMAS
Definisi : perasaan gelisah yang tak .......x24 jam pasien dapat mengontrol cemas Definisi: rasa takut, cemas, merasa dalam bahaya atau
jelas dari ketidaknyamanan atau dengan indikator:: ketidaknyamanan terhadap sumber yang tidak
kekuatan yang disertai respon autonom  monitor intensitas kecemasan diketahui
(sumber tidak spesifik atau tidak  menyingkirkan tanda kecemasan Intervensi :
diketahui oleh individu), perasaan  menurunkan stimulus lingkungan ketika  gunakan pendekatan yang menenangkan

keprihatinan disebabkan dari antisipasi cemas pahami perspektif pasien terhadap situasi stres

terhadap bahaya.  merencanakan strategi koping untuk temani pasien untuk memberikan keamanan dan
Faktor yang berhubungan : situasi penuh stres mengurangi takut

 Terpapar racun menggunakan teknik relaksasi untuk  berikan informasi mengenai diagnosis,

Konflik yang tidak disadari mengurangi cemas

tindakan, prognosis
tentang nilai-nilai utama tujuan  tidak ada manifestasi perilaku dorong keluarga untuk menemani anak
hidup, kecemasan  lakukan backrup

 berhubungan dengan herediter,  melaporkan kebutuhan tidur adekuat dengarkan dengan penuh perhatian
 kebutuhan tidak terpenuhi  identifikasi tingkat kecemasan
 transmisi interpersonal  bantu pasien mengenai situasi yang
 krisis situasional menimbulkan kecemasan

 ancaman kematian dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
 ancaman terhadap konsep diri, ketakutan, persepsi

35
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/NOC NIC
stres, subtans abuse  instruksikan pasien menggunakan teknik
 perubahan dalam : status peran; relaksasi
kesehatan; pola interaksi, fungsi  berikan obat untuk mengurangi kecemasan
peran, lingkungan, ekonomi
Batasan karakteristik :

perilaku : gelisah, pergerakan
yang tidak berhubungan,
insomnia, resah

affektive: kesedihan yang
mendalam, ketakutan, gugup,
mudah tersinggung, nyeri hebat,
fokus pada diri sendiri, distres,
khawatir, cemas

fisiologis:suaragemetar,
gemetar, goyah, respirasi
meningkat, nadi meningkat,
nyeriabdomen,keringat
banyak,anoreksia,mual,
tekanan darah meningkat,
pusing, pulsasi menurun

36

Anda mungkin juga menyukai