Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AGAMA

“PUASA”

OLEH:
NAMA :ARSELA EKA PUTRI
NIM : J1A121244
KELAS : E

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………....
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………..
D. Manfaat Penulis…………………………………………………………………

BAB II : TEORI KAJIAN


A. Pengertian Puasa………………………………………………………………...
B. Pengertian Dalailul Khairal……………………………………………………..
C. Akhlakul Karimah………………………………………………………………

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………...
B. Saran…………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, hidayah serta inayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah dengan baik tanpa suatu halangan apapun.

Dengan mencurahkan segala usaha, kemampuan penulis, makalah ini dapat


terselesaikan dengan adanya masukan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dengan
setulus hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Semua pihak yang telah
membantu dalam Menyusun makalah ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis berharap kepada seluruh pembaca untuk
memberikan saran dan kritik, demi menyempurnakan makalah ini.Semoga makalah
ini bermanfaat.

Kendari, 22 November 2021

Arsela Eka Putri


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Puasa Ramadhan adalah kewajiban sakral dan ibadah Islam yang bersifat
syiar yang besar, juga salah satu rukun Islam praktis yang lima, yang menjadi
pilar agama.1 Puasa merupakan ibadah agung yang hanya Allah SWT saja
yang mengetahui seberapa besar pahalanya. Seorang yang berpuasa juga akan
mendapatkan dua kebahagiaan yang tidak dirasakan oleh selain mereka, yaitu
kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika mereka bertemu dengan
Rabbnya.

Aktifitas puasa adalah mengendalikan bagian-bagian dari dalam fisik


untuk melakukan pengendapan, sublimasi, diam, tunduk, memasuki „kosong‟,
agar berjumpa dengan „isi yang sejati‟.2 Usus bermeditasi, urat syaraf meraba
bagian dirinya yang terlambat, perut bersabar, keseluruhan organ tubuh juga
ruhani mengerjakan proses peragian.

Orang yang berpuasa, sebagaimana orang yang mendirikan shalat, zakat,


dan haji, pada hakikatnya sedang memperjuangkan keselamatan alam semesta
dan kehidupan seluruh umat manusia.3 Zakat memacu distribusi kesejahteraan
sosial, shalat mengembalikan kewajaran metabolisme kosmologis, sedangkan
puasa menarik kembali kondisi dan harkat hidup umat manusia dari segala hal
yang palsu dan tidak penting menuju nilai dan situasi hidup yang sejati dan
berada dalam rangkuman Sunah Allah. Kemudian ibadah haji adalah pesta
ruhaniuntuk merayakan keselamatan dan kemenangan itu. Ada beribu-ribu
fungsi, kandungan nilai, makna dan hikmat yang dimuat oleh ibadah di dalam
Islam, juga puasa.

Agama Islam itu akan kuat dan kokoh apabila pemeluknya dapat
melakukan kelima rukun Islam tersebut dengan baik.6 Artinya tidak hanya
memilih atau mengerjakan salah satu saja, akan tetapi harus semuanya
dikerjakan. Kaum Muslimin dari semua mazhab dan golongan sejak periode
Nabi SAW. hingga hari ini telah sepakat atas wajibnya puasa Ramadhan.
Yakni fardhu ain bagi tiap-tiap Muslim yang mukallaf tanpa kecuali, baik pada
masa lalu maupun sekarang, sehingga puasa Ramadhan termasuk kewajiban
yang bersifat tawatur yaqini, yang diketahui sebagai bagian integral dari
agama, yang kewajibannya mengikat orang awam maupun khawas tanpa
memerlukan kajian dan dalil lagi.

Disisi lain ada orang-orang yang uzur berpuasa Ramadhan beserta


hukumhukumnya. Pertama, uzur yang mewajibkan pemiliknya berbuka dan
haram berpuasa. Jika ia berpuasa, puasanya tidak sah dan tetap harus
mengqadhanya. Ini ditetapkan berdasarkan ijmak. Inilah uzur yang berkaitan
dengan perempuan, yaitu haid dan nifas. Kedua, uzur yang membolehkan
pemiliknya untuk berbuka, bahkan dalam keadaan tertentu mewajibkan, akan
tetapi ia wajib menqadha. Ini adalah uzur sakit dan safar, sebagaimana yang
tertuang dalam kitab Allah. Ketiga, uzur yang membolehkan pemiliknya untuk
berbuka, bahkan terkadang mewajibkannya, dan tidak perlu mengqadha
namun memberi fidyah (menurut jumhur). Itulah uzurnya orang tua renta dan
orang yang sehukum dengannya, semisal pengidap penyakit yang tidak ada
lagi harapan sembuh. Keempat, uzur yang masih diperselisihkan ulama
tentang jenisnya; apakah ia sejenis dengan uzur. sakit, orang tua renta, atau
memiliki hukumnya sendiri? Ini adalah uzurnya orang hamil dan menyusui.
Kelima, uzurnya orang yang berat untuk melakukan puasa karena jenis
pekerjaannya. Misalnya pekerja tambang dan semisalnya. Tetapi ada beberapa
golongan yang mendapat dispensasi dari Allah boleh tidak berpuasa pada
bulan Ramadhan karena uzur, seperti; hamil, menyusui, dipaksa orang lain,
perjalanan (safar), sakit, jihad, lapar, haus, dan usia lanjut.

Al-Qur’an menegaskan bahwa orang yang sakit dan musafir boleh berbuka
tetapi harus mengqadha sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari
yang lain. Bepergian atau berpindah tempat adalah bagian dari kehidupan
manusia. Jarang sekali mereka terlepas dari kegiatan ini, baik yang tinggal di
desa maupun di kota. Dibalik perjalanan mereka itu, terdapat berbagai
kebutuhan dan tujuan. Ada yang bersifat keagamaan, keduniaan, individual,
maupun sosial. Mereka ada yang bepergian untuk mencari ilmu, rezeki,
keamanan, pengobatan, pahala, seperti haji, umrah, atau jihad.
Ada juga untuk tujuan ilmiah dan sosial, misalnya bersilaturahmi ke rumah
kerabat dan handai taulan, mengenal keindahan alam negara lain, untuk
mengikuti seminar atau konferensi atau boleh jadi bepergian sekadar untuk
rekreasi setelah bekerja keras sekian lama. Semua ini masyru‟ atau sesuai
syariat adanya.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

1. Faktor faktor apa saja yang menyebabkan buruh tani meninggalkan puasa
Ramadhan?
2. Bagaimana perspektif Fikih buruh tani meninggalkan puasa Ramadhan?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penelitian sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan buruh tani


meninggalkan puasa Ramadhan.
2. Untuk mengetahui perspektif Fikih buruh tani meninggalkan puasa
Ramadhan.

D. Manfaat Penulis

Manfaat penulisan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai


berikut:

1. Dapat memberikan wacana penelitian terkait perspektif Fikih buruh tani


meninggalkan puasa Ramadhan.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi umat muslim dalam melaksanakan
ibadah puasa Ramadhan.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Puasa

1. Pengertian Puasa Secara Etimologi

Rukun Islam yang keempat adalah puasa. Sebagaimana rukun-rukun


Islam lainnya, seperti ikrar dua kalimat syahadat, mengerjakan sholat,
mengeluakan zakat, menunaikan haji, jika puasa ditunaikan sesuai dengan
ketentuan yang dikehendaki Allah maka ia akan menghasilkan fungsi
pendidikan diri. Dengan berpuasa, seorang muslim berarti tengah
membiasakan diri untuk menjalani berbagai akhlak utama yang
berfondasikan ketakwaan kepada Allah SWT.
Ibadah puasa adalah ibadah yang telah dipilih oleh Allah, Tuhan
semesta alam, sebagai milik-Nya. Sebab, orang yang berpuasa itu tidak
melakukan sesuatu, melainkan hanya meninggalkan syahwatnya
(kesenangan nafsunya). Dengan puasa, ia meninggalkan hal-hal yang
dicintainya, semata hanya karena cintanya kepada Allah.
Puasa juga merupakan hubungan rahasia di antara seorang hamba
kepada Tuhannya. Orang lain hanya melihat bahwa orang yang berpuasa
itu tidak melakukan hal-hal yang bisa membatalkan puasa secara lahiriyah.
Namun orang Kata puasa yang dipergunakan untuk menyebutkan arti
dari al-Shaum dalam rukun Islam keempat ini dalam Bahasa Arab disebut
shoum, shiyam yang berarti puasa.1 Menurut L. Mardiwarsito dalam
bahasa kawi disebut “upawasa” yang berarti berpuasa. Dalam Bahasa Arab
dan al-Qur’an puasa disebut shaum atau shiyam yang berarti menahan diri
dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu atau mengendalikan diri.
secara umum pengertian puasa menurut bahasa adalah menahan diri atau
mengendalikan diri baik dari makan, bicara, maupun berjalan.
2. Pengertian Puasa Secara Terminology

Secara terminologi, pengertian puasa banyak dikemukakan oleh para


ahli, di antaranya oleh: Menurut Abi Abdillah Muhammad bin Qasim
alSyafi'i “Puasa menurut syara' adalah menahan diri dari segala sesuatu
yang dapat membatalkannya seperti keinginan untuk bersetubuh, dan
keinginan perut untuk makan semata-mata karena taat (patuh) kepada
Tuhan dengan niat yang telah ditentukan seperti niat puasa Ramadlan,
puasa kifarat atau puasa nadzar pada waktu siang hari mulai dari terbitnya
fajar sampai terbenamnya matahari sehingga puasanya dapat diterima
kecuali pada hari raya, hari-hari tasyrik dan hari syak, dan dilakukan oleh
seorang muslim yang berakal (tamyiz), suci dari haid, nifas, suci dari
wiladah (melahirkan) serta tidak ayan dan mabuk pada siang hari”.

Menurut Imam Muhammad bin Ismail al-Kahlani “Menahan diri dari


makan, minum dan hubungan seksual dan lain-lain yang telah
diperintahkan menahan diri dari padanya sepanjang hari menurut cara
yang telah disyaratkan. Disertai pula menahan diri dari perkataan siasia
(membuat), perkataan yang merangsang (porno), perkataan-perkataan
lainnya baik yang haram maupun yang makruh pada waktu yang telah
disyariatkan, disertai pula memohon diri dari perkataan-perkataan lainnya
baik yang haram maupun yang makruh pada waktu yang telah ditetapkan
dan menurut syara‟ yang telah ditentukan”.

Dari beberapa definisi di atas maka dapat ditarik pengertian bahwa


puasa (shiyam) adalah suatu substansi ibadah kepada Allah Swt. yang
memiliki syarat dan rukun tertentu dengan jalan menahan diri dari segala
keinginan syahwat, perut, dan dari segala sesuatu yang masuk ke dalam
kerongkongan, baik berupa makanan, minuman, obat dan semacamnya,
sejak terbit fajar hingga terbenam matahari yang dilakukan oleh muslim
yang berakal, tidak haid, dan tidak pula nifas yang dilakukan dengan yakin
dan disertai dengan niat.

3. Dasar-Dasar Pelaksanaa Puasa

Para fuqaha dan ahli ushul telah membuat rumusan “hukum asal ibadah
adalah haram (tidak boleh) sehingga ada dalil yang memerintahkan. Dan
segala tindakan manusia pada dasarnya diperbolehkan selama tidak ada
dalil yang melarangnya”

Kendati demikian, tidak semua tindakan manusia dianggap ibadah


kecuali memenuhi dua syarat. Pertama, niat yang ikhlas. Suatuperbuatan
dinilai ibadah kalau diniatkan sebagai ibadah. Kedua, tidak bertentangan
dengan syariat.

Ulama-ulama pun telah sepakat bahwa tidak ada perselisihan lagi


mengenai kewajiban puasa. Orang-orang yang telah dewasa, berakal,
sehat, dan tidak memiliki sifat yang mencegah untuk melaksanakan puasa
seperti haidhnya wanita maka diwajibkan untuk melaksanakan puasa.

Oleh karena itu sebagai ummat Islam yang baik hendaknya mematuhi
ajaran-ajaran Islam, termasukperintah untuk menjalankan puasa. Baik
puasa wajib maupun puasa sunnah sebagaibukti kecintaan dan ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya.

4. Syarat Dan Rukun Puasa

a. Syarat Puasa Pada ulama ahli fiqh membedakan syarat-syarat puasa


atas:
1) Syarat wajib puasa yang meliputi:
a) Berakal („aqli) Orang yang gila tidak diwajibkan puasa
b) Baligh (sampai umur) Oleh karena itu anak-anak belum wajib berpuasa
c) Kuat berpuasa (qadir) Orang yang tidak kuat untuk berpuasa baik
karena tua atau sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya, tidak
diwajibkan atasnya puasa, tapi wajib bayar fidyah.
2) Syarat Syah Yang Mencakup Puasa:
a) Islam Orang yang bukan Islam (kafir)
b) Mumayiz (mengerti dan mampu membedakan yang baik dengan yang
baik).

c) Suci dari pada darah haid, nifas dan wiladah Wanita yang diwajibkan
puasa selama mereka tidak haid. Jika mereka sedang haid tidak diwajibkan
puasa, teta diwajibkan mengerjakan qadha sebanyak puasa yang
ditinggalkan setelah selesai bulan puasa. Nifas dan wiladah disamakan
dengan haid. Bedanya bila sang ibu itu menyusui anaknya ia boleh
membayar fidyah. Disinilah letak perbedaan antara meninggalkan shalat
dan meninggalkan puasa bagi orang yang sedang haid. Pada shalat, bagi
orang haid lepas sama sekali kewajiban shalat, sedangkan pada puasa tidak
lepas, tetapi didenda untuk dibayar (diqadha) pada waktu yang lain.

d) Dikerjakan dalam waktu atau hari yang dibolehkan puasa.

b. Rukun Puasa Ada dua rukun puasa. Tanpa memenuhi rukun puasa,
tidak ada. Dua rukun puasa itu yaitu:

1) Niat

2) Menahan diri dari segala yang membukakan

B. Pengertian Dalailul Khairal


1. Dalail al khairal

Puasa adalah menahan makan dan minum dari datangnya fajar sodiq
sampai terbenamnya matahari yang dsertai syarat yang khusus sedangkan
dalail al khairat adalah berasal dari kata dalla yang berarti petunjuk. dan
(khair) yang berarti kebajikan. Nama sebuah buku petunjuk kesalehan, ia
merupakan kumpulan do’a-do’a dan pujian keagamaan yang didasarkan
pada sembilan puluh sembilan nama Allah. Adapun yang dimaksud puasa
dalail al khairat adalah puasa yang disertai amalan-amalan (wirid) dalail al
khairat.

Dalail al khairat. Puasa dalail al khairat salah satu jenis puasa yang
sering dijalani oleh kalangan santri salafiyyah sebagai salah satu metode
yang di berikan oleh kiyai atau pengurus pondok untuk melatih jiwa santri.
Puasa dalail al khairat adalah bagian dari riyadlah. Dan riyadlah
merupakan latihan mengekang hawa nafsu seperti makanan, minuman dan
sebagainya

Perasaan yang muncul dalam diri setiap individu pada kegiatan puasa
dalail al-Qur’an, bukan tanpa alasan. Perasaan tersebut merupakan sebuah
pengaruh dari agama, dan agama memiliki peran penting yaitu membentuk
konsep-konsep tentang tatanan seluruh eksistensi, sebagaimana dikatakan
Geertz. Berbicara tentang tatanan, setidaknya ada dua tatanan yang
berkembang di masyarakat khususnya para pelaku puasa dalail, yaitu
tatanan tradisi dan tatanan agama. Dari sisi tradisi, dapat dikatakan bahwa
para penghafal al-Qur’an percaya untuk mempermudah proses mereka
dalam menghafal mereka menyertai proses tersebut dengan puasa dalail al-
Qur’an sebagai cara untuk selalu istiqomah dalam membaca alQur„an
sehingga akan mempermudah mereka dalam meresapi, menghayati dan
mengulang-ulang bacaan alQur’annya.

C. Akhlakul Karimah
1. Pengertian Akhlakul Karimah

Dalam membahas pengertian akhlakul karimah terlebih dahulu penulis


uraikan tentang pengertian akhlak dan kemudian pengertian karimah. Kata
akhlak menurut pengertian umum sering diartikan dengan kepribadian,
sopan santun, tata susila, atau budi pekerti.

Dari segi etimologi kata akhlak berasal dari Arab bentuk jamak dari
“khulq” yang artinya tabiat atau watak. Pada pengertian sehari-hari akhlak
umumnya disamakan artinya dengan arti kata “budi pekerti” atau
”kesusilaan” atau ”sopan santun” dalam bahasa Indonesia, dan tidak
berbeda pula dengan arti kata ”moral.

Dalam arti kata tersebut dimaksudkan agar tingkah laku manusia


menyesuaikan dengan tujuan penciptanya, yakni agar memiliki sikap
hidup yang baik, berbuat sesuai dengan tuntutan akhlak yang baik.Artinya,
seluruh hidup dan kehidupannya terlingkup dalam kerangka pengabdian
kepada sang pencipta
Adapun pengertian akhlak dilihat dari sudut istilah (terminologi) ada
beberapa devinisi yang telah dikemukakan oleh para ahli antara lain:
a. Menurut Ahmad Amin dalam bukunya “Al -Akhlak“ merumuskan
pengertian akhlak sebagai berikut: “Akhak ialah suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh sebagian manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan
yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat”.
b. Menurut Imam Abu Hamid al-Ghazali merumuskan pengertian akhlak
adalah suatu sifat yang terpatri dalam jiwa yang darinya terlahir
perbuatan perbuatan dengan mudah tanpa memikirkan dan merenung
terlebih dahulu, serta dapat diartikan sebagai suatu sifat jiwa dan
gambaran batinnya.
c. Menurut Muhammad bin Ali asy-Syariif al-Jurjani mengartikan
akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri,
yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan,
tanpa tanpa perlu berfikir dan merenung.
d. Menurut Muhammad bin Ali al-Faaruqi at-Tahanawi mendefinisikan
akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama, dan harga
diri.28 e. Menurut para ulama mendefinisikan akhlak sebagai suatu
sifat yang tertanam dalam diri dengan kuat yang melahirkan perbuatan-
perbuatan dengan mudah tanpa diawali berpikir panjang, merenung
dan memaksakan diri, seperti kemarahan seorang yang asalnya pemaaf,
maka itu bukan akhlak. Demikian juga sifat kuat yang justru
melahirkan peerbuatanperbuatan kejiwaan dengan sulit dan berpikir
panjang seperti, orang bakhil. Ia berusaha menjadi dermawan ketika
ketika ingin dipandang orang. Jika demikian maka tidaklah dapat
dinamakan akhlak.

Sedangkan ”karimah” dalam bahasa Arab artinya terpuji, baik atau


mulia. Berdasarkan dari pengertian akhlak dan karimah di atas, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud akhlakul karimah
adalah segalabudi pekerti baik yang ditimbulkan tanpa melalui
pemikiran dan pertimbangan yang mana sifat itu menjadi budi pekerti
yang utama dandapat meningkatkan harkat dan martabat siswa.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Puasa Ramadhan menurut syariat Islam adalah suatu amalan


ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari segala sesuatu
seperti makan, minum, perbuatan buruk maupun dari yang
membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya
matahari yang disertai dengan niat karena Allah.

Ibadah puasa adalah ibadah yang telah dipilih oleh Allah, Tuhan
semesta alam, sebagai milik-Nya. Sebab, orang yang berpuasa itu
tidak melakukan sesuatu, melainkan hanya meninggalkan
syahwatnya (kesenangan nafsunya). Dengan puasa, ia
meninggalkan hal-hal yang dicintainya, semata hanya karena
cintanya kepada Allah.

Al-Qur’an menegaskan bahwa orang yang sakit dan musafir


boleh berbuka tetapi harus mengqadha sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Bepergian atau
berpindah tempat adalah bagian dari kehidupan manusia. Jarang
sekali mereka terlepas dari kegiatan ini, baik yang tinggal di desa
maupun di kota. Dibalik perjalanan mereka itu, terdapat berbagai
kebutuhan dan tujuan. Ada yang bersifat keagamaan, keduniaan,
individual, maupun sosial. Mereka ada yang bepergian untuk
mencari ilmu, rezeki, keamanan, pengobatan, pahala, seperti haji,
umrah, atau jihad.
B. Saran

Puasa Ramadhan bulan yang istimewa dan penuh rahmat,


menjalankan ibadah puasa bermanfaat untuk kita baik secara rohani
maupun jasmani. Karena di bulan suci Ramadhan adalah bulan
yang penuh berkah dan orang yang menjalankan puasa akan
mendapatkan pahala berkali-kali lipat. Juga berpuasa dapat
memberi Kesehatan rohani maupun jasmani dan dapat belajar agar
dapat menahan hawa nafsu.

Anda mungkin juga menyukai