Anda di halaman 1dari 30

FIQIH PUASA

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Endang Soetari, M.Si
Arif Nursihah, S.TH.I, M.A

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Ahmad Maulana Arifin 1222060003
Ai Rasti Adisti 1222060004
Akni Jinatun Nurutami 1222060007
Amelia Putri 1222060009
Bintang Najwa Nafilah 1222060016
Dilla Az Zahra 1222060019
Fadilah Julianti 1222060025
Hani kurniasari 1222060033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas


segala kebesaran dan limpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Mazhab-Mazhab dalam
Fiqih” dengan tepat waktu. Makalah ini ditulis untuk memenuhi syarat nilai
mata kuliah Ilmu Fiqih.
Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.
Dr. H.Endang Soetari Ad., M.Si. dan Bapak Arif Nursihah, S.Th.I.,M.A,
selaku dosen mata kuliah ilmu fiqih yang sudah mempercayakan tugas ini
kepada penulis, sehingga sangat membantu penulis untuk memperdalam
pengetahuan pada bidangstudi yang ditekuni.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai sejarah terbentuknya
mazhab- mazhab dalam fiqih dan menjelaskan mengenai mazhab-mazhab
dalam fiqih yang populer di Indonesia serta penyebab terjadinya perbedaan
antara mazhab satu dengan mazhab yang lainnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari sempurna serta kesalahan yang penulis yakini diluar batas kemampuan
penulis. Maka dari itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca. Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Bandung, 5 Mei 2023

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A. Pengertian Puasa ............................................................................................. 3
B. Macam-Macam Puasa ..................................................................................... 5
C. Syarat Puasa .................................................................................................... 8
D. Rukun Puasa ................................................................................................. 11
E. Sunnah-Sunnah dalam Berpuasa ................................................................... 12
F. Hal Hal yang membatalkan puasa ................................................................. 17
G. Golongan orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan
Ramadhan .......................................................................................................... 19
H. Hikmah Puasa Ramaadhan ........................................................................... 22
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibadah puasa disyariatkan kepada umat Nabi Muhammad saw. Ibadah puasa
diwajibkan bagi umat Islam selama bulan Ramadhan pada setiap tahunnya. Ibadah
puasa sejatinya bukan syariat baru. Ibadah puasa telah disyariatkan kepada umat-
umat terdahulu sebelum umat Nabi Muhammad saw. Ibadah puasa mengandung
banyak manfaat dan keutamaan bagi umat manusia baik secara jasmani maupun
secara rohani. Oleh karena itu, ibadah puasa tidak hanya disyariatkan kepada umat
terdahulu, tetapi juga umat Nabi Muhammad saw, umat akhir zaman.
Aktifitas berpuasa adalah mengendalikan bagian-bagian dari dalam fisik untuk
melakukan pengendapan, sublimasi, diam, tunduk. Usus bermeditasi, urat syaraf
meraba dirinya yang terlambat, perut bersabar, keseluruhan organ tubuh juga
mengerjakan proses peragian.
Orang yang berpuasa, sebagaimana orang yang mendirikan shalat, zakat, dan haji,
pada hakikatnya sedang memperjuangkan keselamatan alam semesta dan
kehidupan seluruh umat manusia.3 Zakat memacu distribusi kesejahteraan sosial,
shalat mengembalikan kewajaran metabolisme kosmologis, sedangkan puasa

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian puasa dan dasar hukumnya?
2. Apa saja macam-macam dari puasa?
3. Bagaimana syarat wajib dan syarat sah puasa?
4. Apa rukun puasa?
5. Apa saja sunah-sunah puasa?
6. Apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?
7. Siapa orang yang diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan?
8. Apa hikmah dari puasa?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian puasa dan dasar hukumnya
2. Mengetahui macam-macam dari puasa
3. Mengetahui syarat wajib dan syarat sah puasa
4. Mengetahui rukun puasa
5. Mengtahui sunah-sunah puasa

1
2

6. Mengetahui ha-hal yang membatalkan puasa


7. Mengetahui orang yang diperbolehkan tidak berpuasa saat Ramadhan
8. Mengetahui hikmah puasa
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Puasa

1. Pengertian Puasa Secara Etimologi


Rukun Islam yang keempat adalah puasa. Sebagaimana rukun-rukun Islam
lainnya, seperti ikrar dua kalimat syahadat, mengerjakan sholat, mengeluakan
zakat, menunaikan haji, jika puasa ditunaikan sesuai dengan ketentuan yang
dikehendaki Allah maka ia akan menghasilkan fungsi pendidikan diri. Dengan
berpuasa, seorang muslim berarti tengah membiasakan diri untuk menjalani
berbagai akhlak utama yang berfondasikan ketakwaan kepada Allah SWT ( Adib
dkk, 1999),
Ibadah puasa adalah ibadah yang telah dipilih oleh Allah, Tuhan semesta alam,
sebagai milik-Nya. Sebab, orang yang berpuasa itu tidak melakukan sesuatu,
melainkan hanya meninggalkan syahwatnya (kesenangan nafsunya). Dengan
puasa, ia meninggalkan hal-hal yang dicintainya, semata hanya karena cintanya
kepada Allah.
Puasa juga merupakan hubungan rahasia di antara seorang hamba kepada
Tuhannya. Orang lain hanya melihat bahwa orang yang berpuasa itu tidak
melakukan hal-hal yang bisa membatalkan puasa secara lahiriyah. Namun orang.
Puasa yang dipergunakan untuk menyebutkan arti dari al-Shaum dalam rukun
Islam keempat ini dalam Bahasa Arab disebut shoum, shiyam yang berarti puasa (L
Mardiwasito, 1978). Dalam Bahasa Arab dan al-Qur‟an puasa disebut shaum atau
shiyam yang berarti menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu atau
mengendalikan diri (Mohammad Daud, 1998).
Jadi, secara umum pengertian puasa menurut bahasa adalah menahan diri atau
mengendalikan diri baik dari makan, bicara, maupun berjalan
2. Pengertian Puasa Secara Terminology
Secara terminologi, pengertian puasa banyak dikemukakan oleh para ahli, di
antaranya oleh:
Menurut Abi Abdillah Muhammad bin Qasim alSyafi'i “Puasa menurut syara'
adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkannya seperti
keinginan untuk bersetubuh, dan keinginan perut untuk makan semata-mata karena
taat (patuh) kepada Tuhan dengan niat yang telah ditentukan seperti niat puasa
Ramadlan, puasa kifarat atau puasa nadzar pada waktu siang hari mulai dari
terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari sehingga puasanya dapat diterima
kecuali pada hari raya, hari-hari tasyrik dan hari syak, dan dilakukan oleh seorang
muslim yang berakal (tamyiz), suci dari haid, nifas, suci dari wiladah (melahirkan)
serta tidak ayan dan mabuk pada siang hari”
Menurut Imam Muhammad bin Ismail al-Kahlani “Menahan diri dari makan,
minum dan hubungan seksual dan lain-lain yang telah diperintahkan menahan diri
4

dari padanya sepanjang hari menurut cara yang telah disyaratkan. Disertai pula
menahan diri dari perkataan siasia (membuat), perkataan yang merangsang (porno),
perkataan-perkataan lainnya baik yang haram maupun yang makruh pada waktu
yang telah disyariatkan, disertai pula memohon diri dari perkataan-perkataan
lainnya baik yang haram maupun yang makruh pada waktu yang telah ditetapkan
dan menurut syara‟ yang telah ditentukan” (Imam Muhammad).
Dari beberapa definisi di atas maka dapat ditarik pengertian bahwa puasa
(shiyam) adalah suatu substansi ibadah kepada Allah Swt. yang memiliki syarat dan
rukun tertentu dengan jalan menahan diri dari segala keinginan syahwat, perut, dan
dari segala sesuatu yang masuk ke dalam kerongkongan, baik berupa makanan,
minuman, obat dan semacamnya, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari yang
dilakukan oleh muslim yang berakal, tidak haid, dan tidak pula nifas yang dilakukan
dengan yakin dan disertai dengan niat.
3. Dasar Hukum Puasa
Allah Swt. memerintahkan hambanya untuk beribadah kepada-Nya. Pada bulan
Ramadhan Allah Swt. mewajibkan pada umat-Nya yang beriman untuk
menjalankan ibadah puasa. Sebagaimana dalam firman Allah SWT. surat al-
Baqarah ayat 183:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”.
(Q.S. al-Baqarah: 183)
Pada awal ayat dipergunakan kata-kata panggilan kepada orang-orang
yang beriman amanu tentu hal ini mempunyai maksud-maksud yang terkandung
didalamnya. Karena puasa itu bukan suatu ibadah yang ringan, yakni harus
menahan makan, minum, bersenggama dan keinginan-keinginan lainnya. Sudah
tentu yang dapat melaksanakan ibadah tersebut hanyalah orang-orang yang
beriman saja. Dalam hal ini Prof. Hamka menjelaskan:
Abdillah bin Mas‟ud pernah mengatakan, bahwa apabila sesuatu ayat telah
dimulai dengan panggilan kepada orang-orang yang percaya sebelum sampai ke
akhirnya kita sudah tahu bahwa ayat ini mengandung suatu perihal yang penting
ataupun suatu larangan yang berat. Sebab Tuhan Yang Maha Tahu telah
memperhitu
Berdasarkan ayat di atas tegas bahwa, Allah Swt. mewajibkan puasa kepada
hamba-hamba-Nya yang beriman, sebagaimana Dia telah mewajibkan kepada
para pemeluk agama sebelum mereka. Dia telah menerangkan sebab
diperintahkannya puasa dengan menerangkan sebab diperintahkannya puasa
dengan menjelaskan faedahfaedahnya yang besar dan hikmah-hikmahnya yang
tinggi, yaitu mempersiapkan jiwa orang yang berpuasa untuk mempercayai derajat
yang takwa kepada Allah Swt dengan meninggalkan keinginan-keinginan yang
dibolehkan demi mematuhi perintah-Nya dan demi mengharapkan pahala dari
sisi-Nya, supaya orang mukmin termasukgolongan orang-orang yang bertakwa
kepada-Nya yang menjauhi larangan-larangan-Nya.
5

Perintah puasa bagi umat Islam diwajibkan oleh Allah SWT. pada bulan yang
mulia yaitu bulan Ramadhan karena di bulan Ramadhan itulah diturunkan al-
Qur‟an kepada umat manusia melalui Nabi besar Muhammad Saw.

B. Macam-Macam Puasa
Puasa dalam syari’at Islam ada dua macam, yaitu puasa wajib dan puasa sunah.
Puasa wajib ada tiga macam, puasa yang terikat dengan waktu (puasa Ramadhan
selama sebulan), Puasa yang wajib karena ada illat, seperti puasa sebagai kafarat,
dan puasa seseorang yang mewajibkan pada dirinya sendiri, yaitu puasa nazar.
Menurut para ahli fiqih, puasa yang ditetapkan syari’at ada 4 (empat) macam, yaitu
puasa fardhu, puasa sunnat, puasa makruh dan puasa yang diharamkan.
1. Puasa Fardhu
Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan
syari’at Islam. Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain:
a. Puasa bulan Ramadhan
Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT
dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
َ‫علَى الَّذِينَ مِ ْن قَ ْب ِلكُ ْم لَعَلَّكُ ْم تَتَّقُون‬َ ‫ِب‬ ِ ‫علَ ْيكُ ُم‬
َ ‫الصيَا ُم َك َما كُت‬ َ ‫ِب‬َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا كُت‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(QS. Al-
Baqarah:183)
Ijma’ ulama tiada yang menyangkal wajibnya puasa Ramadhan, dan tiada satu
imam pun yang berbeda pendapat. Orang yang wajib berpuasa Ramadhan adalah
orang yang baligh, sehat jasmani-rohani dan bukan musafir. Puasa tidak wajib bagi
wanita yang sedang haid. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat, berdasarkan
firman Allah:
‫ش ْه َر‬َّ ‫ش ِهدَ مِ ْنكُ ُم ال‬ ِ َ‫اس َو َب ِينَات مِ نَ ا ْل ُهدَى َوا ْلفُ ْرق‬
َ ‫ان ۚ فَ َم ْن‬ ِ َّ‫ضانَ الَّذِي أ ُ ْن ِز َل فِي ِه ا ْلقُ ْرآ ُن هُدًى لِلن‬ َ ‫ش ْه ُر َر َم‬ َ
‫ّللاُ ِبكُ ُم ْاليُس َْر َو َل ي ُِريدُ ِبكُ ُم ْالعُس َْر‬ ُ
َّ ُ‫سفَر فَ ِعدَّة مِ ْن أَيَّام أخ ََر ۗ ي ُِريد‬ َ ‫علَى‬ َ ‫ص ْمهُ ۖ َو َم ْن َكانَ َم ِريضًا أ َ ْو‬ ُ َ‫فَ ْلي‬
َّ
َ‫علَى َما َهدَاكُ ْم َولَعَلكُ ْم ت َ ْشكُ ُرون‬ ْ ُ
َ َّ ‫َو ِلت ُ ْك ِملوا ال ِعدَّة َ َو ِلتُكَبِ ُروا‬
َ ‫ّللا‬
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-baqarah
: 185)
6

b. Puasa kufarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran
terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban,
sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya
diampuni, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara lain :
a. Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan
dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah,
maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
b. Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak
sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia
harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
c. Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa
ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan
berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
d. Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersamasama dengan umrah, lalu
tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari
di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula,
apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka
berpangkas rambut (tahallul), ia harus berpuasa selama 3 hari.
Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi :
Orang yang berpuasa berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka
puasa pada bulan Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari di
tengah-tengah 2 (dua) bulan tersebut, karena kalau berbuka berarti ia telah
memutuskan kelangsungan yang berturut-turut itu. Apabila ia berbuka, baik karena
uzur atau tidak, ia wajib memulai puasa dari awal lagi selama dua bulan berturut-
turut.
c. Puasa Nazar
Puasa Nazar adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak
disunnahkan oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah
menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau
mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah
menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa
sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang
ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya
dan apabila dia pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus
meng-qadha pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya
maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.
2. Puasa Sunnah
Puasa sunnah (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan
pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara
lain :
a. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
7

Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya Rasulullah saw.


bersabda: “Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia
menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada bulan syawal , maka seakan –
akan dia berpuasa selama setahun”.(HR.Muslim).
b. Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah
Pada suatu hari ada seorang Arab dusun datang pada Rasulullah saw. dengan
membawa kelinci yang telah dipanggang. Ketika daging kelinci itu dihidangkan
pada beliau maka beliau saw. hanya menyuruh orang-orang yang ada di sekitar
beliau untuk menyantapnya, sedangkan beliau sendiri tidak ikut makan, demikian
pula ketika si Arab dusun tidak ikut makan, maka beliau saw. bertanya padanya,
mengapa engkau tidak ikut makan? Jawabnya “aku sedang puasa tiga hari setiap
bulan, maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih setiap bulan”. “kalau
engkau bisa melakukannya puasa tiga hari setiap bulan maka sebaiknya lakukanlah
puasa di hari-hari putih yaitu pada hari ke tiga belas, empat belas dan ke lima belas.
c. Puasa hari Senin dan hari Kamis.
Hadist Rasulullah SAW: Rasulullah memperbanyak puasa pada hari Senin dan
Kamis, kemudian beliau berkata, sesungguhnya amal-amal itu dilaporkan setiap
hari Senin dan hari Kamis, maka Allah SWT akan mengampuni setiap muslim
kecuali mereka-mereka yang saling memutuskan tali persaudaraan. (H.R.Ahmad)
d. Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan
dosa dua tahun, satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang” (H. R.
Muslim)
e. Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.
Dari Salim, dari ayahnya berkata : Nabi saw. Bersabda : Hari Asyuro (yakni 10
Muharram) itu jika seseorang menghendaki puasa, maka berpuasalah pada hari itu.
f. Puasa nabi Daud as (satu hari berpuasa satu hari berbuka)
Bersumber dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata : Sesungguhnya Rasulullah
saw bersabda: “Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah swt. ialah
puasa Nabi Daud as. sembahyang yang paling di sukai oleh Allah ialah sembahyang
Nabi Daud as. Dia tidur sampai tengah malam, kemudian melakukan ibadah pada
sepertiganya dan sisanya lagi dia gunakan untuk tidur kembali, Nabi Daud berpuasa
sehari dan tidak berpuasa sehari. Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang
hari puasa tersebut masuk pada hari Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa pada
hari Jum’at, hal ini dibolehkan. Karena yang dimakruhkan adalah berpuasa pada
satu hari Jum’at yang telah direncanakan hanya pada hari itu saja.
g. Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci
Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga kami mengatakan:
beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami mengatakan: beliau tidak
berpuasa. Saya tidaklah melihat Rasulullah saw. Menyempurnakan puasa sebulan
kecuali Ramadhan. Dan saya tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada
puasa di bulan Sya’ban (HR.Bukhori dan Muslim).
3. Puasa Makruh Menurut fiqih 4 (empat) mazhab
8

Puasa makruh itu antara lain:


a. Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan
secara mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah
kamu berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau
sesudahnya.” (HR.Bukhori dan Muslim).
b. Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah salah
seorang dari kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari,
kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”
c. Puasa pada hari syak (meragukan)
Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada hari yang
diragukan Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian kaum
menjauh. Maka ‘Ammar berkata: Barang siapa yang berpuasa hari ini maka berarti
dia mendurhakai Abal Qasim saw.
4. Puasa Haram
Puasa haram adalah puasa yang apabila dilakukan maka berdosa. Puasa yang
diharamkan tersebut antara lain:
a. Istri puasa sunnah tanpa sepengetahuan dari suami, atau suami tahu tapi tidak
mengijinkan. Kecuali, apabila suami sedang tidak membutuhkan seperti suami
sedang bepergian, sedang haji atau umroh. Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi
saw. bersabda: “Tidak boleh seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada
di rumah, di hari selain bulan Ramadhan, kecuali mendapat izin
suaminya.”(HR.Bukhori dan Muslim)
b. Puasa pada hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha.
c. Puasa pada hari tasyriq yaitu hari ke-11, ke-12 dan ke-13 bulan Dzulhijjah.
Keuali untuk dam (sebagai ganti dari menyembelih qurban). d. Puasa wanita
haid atau nifas (baru mehirkan). e. Puasa Dhar (puasa tiap hari tanpa buka)
Hadist Rasulullah SAW: “tidak dinamakan puasa orang yang berpuasa terus
menerus”. (HR. Bukhari).

C. Syarat Puasa
Syarat puasa terbagi menjadi dua macam. Pertama adalah syarat wajib puasa,
dimana bila syarat-syarat ini terpenuhi, seseorang menjadi wajib hukumnya untuk
berpuasa. Kedua adalah syarat sah puasa, dimana seseorang sah puasanya bila
memenuhi syarat-syarat itu.
1. Syarat wajib puasa
Syarat wajib maksudnya merupakan hal-hal yang membuat seorang menjadi
wajib untuk melakukan puasa. Bila salah satu syarat ini tidak terpenuhi pada diri
seseorang, maka puasa Ramadhan atau puasa sunnah lainnya menjadi tidak wajib
9

atas dirinya. Atau malah sebaliknya, puasanya akan menjadi mubah, sunnah, atau
malah haram.
Adapun syarat wajib puasa, yaitu:

1. Islam
Pendapat para ulama sepakat bahwa syarat wajib berpuasa yang pertama kali
adalah bahwa orang yang diwajibkan untuk berpuasa itu hanya orang yang
memeluk agama Islam saja. Sedangkan mereka
yang tidak beragama Islam, tidak diwajibkan untuk berpuasa.
2. Baligh
Syarat kedua yang menjadikan seseorang wajib untuk mengerjakan ibadah
puasa wajib adalah baligh. Mereka yang belum sampai usia baligh seperti anak
kecil, tidak ada kewajiban untuk berpuasa Ramadhan.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

"Tiga orang terlepas dari hukum: orang yang sedang tidur hingga ia bangun,) orang
gila sampai ia sembuh, kanak-kanak sampai ia balig." (RIWAYAT ABU DAWUD
DAN NASAI)
3. Berakal
Syarat ketiga dari syarat wajib puasa adalah berakal. Sudah menjadi ijma’
ulama bahwa orang gila adalah orang yang tidak berakal, sehingga orang gila tidak
diwajibkan untuk mengerjakan puasa. Seorang yang dalam keadaan gila bila tidak
puasa maka tidak ada tuntutan untuk mengganti puasa yang ditinggalkannya ketika
dia telah sembuh selama masih hidup di dunia. Dan di akhirat kelak, tidak ada dosa
yang harus ditanggungnya karena meninggalkan kewajiban berpuasa. Namun jika
orang tersebut sengaja melakukan sesuatu yang mengantarkannya kepada kegilaan,
maka wajib puasa atau wajib menggantinya. Hal yang sama juga berlaku pada
orang yang mabuk, bila mabuknya disengaja, maka wajib menggantinya. Tapi bila
mabuknya tidak disengaja, maka tidak wajib atasnya puasa.
4. Sehat
Orang yang sedang sakit tidak wajib melaksanakan puasa Ramadhan. Namun
dia wajib menggantinya di hari lain ketika nanti kesehatannya telah pulih.
Allah SWT berfirman:

"Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib menggantinya)


sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah:
185).
10

Jenis penyakit yang membolehkan seseorang tidak menjalankan kewajiban


puasa Ramadhan adalah penyakit yang akan bertambah parah bila berpuasa. Atau
ditakutkan penyakitnya akan terlambat untuk sembuh.

5. Mampu melaksanakan ibadah puasa


Allah SWT hanya mewajibkan puasa Ramadhan kepada orang yang memang
masih mampu untuk melakukannya. Sedangkan orang yang sangat lemah atau
sudah jompo dimana secara fisik memang tidak mungkin lagi melakukan puasa,
maka mereka tidak diwajibkan puasa.
Tetapi menggantinya dengan meembayar fidyah (memberi makan orang miskin).
6. Tidak dalam perjalanan
Orang yang dalam perjalanan tidak wajib puasa. Tetapi dalam jarak tempuh
perjalanan lebih dari 83 km dan wajib atasnya mengqadha‘ puasanya di hari lain.
7. Suci dari haid dan nifas
Para ulama telah berijma’ bahwa para wanita yang sedang mendapat darah
haidh dan nifas tidak diwajibkan untuk berpuasa. Bahkan bila tetap dikerjakan juga
dengan niat berpuasa, hukumnya menjadi haram.
2. Syarat sah puasa
syarat sah merupakan semua hal yang membuat ibadah puasa menjadi sah
hukumnya. Bila salah satu syarat ini tidak ada atau tidak terpenuhi, maka ibadah
itu tidak sah hukumnya.
Adapun syarat sah puasa,yaitu:
1. Islam
Para ulama memandang bahwa keislaman seseorang bukan hanya menjadi
syarat wajib untuk berpuasa, tetapi juga sekaligus menjadi syarat sah untuk
berpuasa. Pendapat para ulama bahwasanya bila orang yang bukan muslim
melakukan puasa, baik dia beragama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu
atau agama apapun
termasuk atheis yang tidak mengakui adanya tuhan,
maka puasanya itu dianggap tidak sah Dan bila mereka tetap berpuasa, maka
tidak mendapatkan balasan apapun dari Allah SWT.
2. Mumayiz (dapat membedakan yang baik dengan yang tidak baik).
3. Suci dari darah haid (kotoran), dan nifas (darah setelah melahirkan).
Orang yang haid ataupun nifas tidak berpuasa, tetapi keduanya wajib mengqada
puasa sesuai yang ditinggalkannya.
Adapun dalilnya:
11

Dari Aisyah. Ia berkata, "Kami disuruh oleh Rasulullah Saw. menggada puasa, dan
tidak disuruhnya untuk menggada salat." (Riwayat Bukhari)

4. Pada waktu yang diperbolehkan puasa


Melaksanakan puasa pada waktu yang diperbolehkan. Jika melakukan puasa
pada waktu yang dilarang, maka puasanya tidak sah bahkan haram untuk
dilakukan.
Ada pun hari-hari yang terlarang untuk melakukan puasa antara lain Hari Raya
Idul Fithri dan Idul Adha, hari Tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan
Dzulhijjah atau bulan haji. Dan termasuk ke dalam hari-hari yang terlarang untuk
berpuasa adalah puasa yang dilakukan hanya khusus di hari Jumat. Sebagian ulama
juga mengharamkan puasa sunnah yang dilakukan pada paruh kedua bulan
Sya‘ban, atau pada hari-hari syak,
yaitu satu atau dua hari menjelang masuknya bulan Ramadhan.
Adapun dalilnya:

Dari Anas, "Nabi SAW. telah melarang berpuasa lima hari dalam satu tahun; (a)
Hari Raya Idul Fitri, (b) Hari Raya Haji, (c) tiga hari Tasyriq (tanggal 11,12, dan
13 bulan Haji)." (Riwayat Daruqutni)

D. Rukun Puasa
Puasa mempunyai dua rukun yang menjadi inti ibadah, dimana tanpa kedua
rukun itu, maka puasa menjadi tidak sh di sisi Allah SWT. Tidak seperti ibadah-
ibadah lain yang banyak rukunnya, puasa cukup ringkas meskipun pelaksanaannya
tentu tidak semudah itu. Rukun puasa hanya ada 2 yaitu:
1. Niat
Kedudukan niat dalam puasa sangat utama. Tanpa niat puasa seseorang tidak
sah. Sebab Rasulullah SAW. menyatakan bahwa setiap perbuatan tergantung pada
niatnya. Kalau seseorang tidak berniat akan puasa, maka sama saja ia tidak puasa
meskipun dirinya telah menahan makan minum dan apa-apa yang membatalkannya.
Jumhur ulama sepakat bahwa niat untuk berpuasa fardhu harus sudah terpasang
sejak sebelum memulai puasa. Dan puasa wajib itu tidak sah bila tidak berniat
sebelum waktu fajar itu. Dalam fiqih, hal seperti itu diistilahkan dengan tabyit an-
niyah, yaitu memabitkan niat. Maksudnya, niat itu harus sudah terpasang sejak
semalam, batas paling akhirnya ketika fajar shubuh hampir terbit. Niat puasa yang
harus dilakukan sebelum memasuki fajar adalah puasa wajib, yaitu puasa
12

Ramadhan, puasa qadha Ramadhan, puasa nadzar, puasa kafarat, dan puasa fidyah
haji. Sedangkan untuk puasa sunnah, niat boleh dilakukan setelah fajar terbit
dengan syarat sebelum matahari tergelincir (zhuhur) dengan catatan ia belum
membatalkan sesuatu yang membatalkan puasa.
2. Menahan diri dari dua macam syahwat:
yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan. Maksudnya, menahan diri dari
segala sesuatu yang membatalkannya. Begitu masuk waktu subuh, maka semua
yang dilarang dalam berpuasa harus ditinggalkan hingga adzan maghrib
berkumandang (al Zuhayly, 1995). Batasan ini telah ditegaskan Allah SWT di
dalam Al-Quran:

‫الصيَا َم اِلَى الَّ ْي ِل‬


ِ ‫ض ِمنَ ا ْلخَـيْطِ ْاْلَ س َْو ِد مِ نَ ا ْلفَج ِْر ۖ ث ُ َّم اَتِ ُّموا‬
ُ َ‫َوكُلُ ْوا َوا ْش َرب ُْوا َحتّٰى يَتَبَيَّنَ لَـكُ ُم ا ْلخَـ ْيطُ ْاْلَ ْبي‬
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam. (QS. Al-Baqarah : 187)
Makna ungkapan benang putih adalah putihnya siang dan benang hitam adalah
hitamnya malam. Dan yang dimaksud dengan hal itu tidak lain adalah terbitnya
fajar. Sedangkan batas akhirnya disebutkan sampai malam, tetapi yang dimaksud
adalah terbenamnya matahari.

E. Sunnah-Sunnah dalam Berpuasa


Puasa Ramadhan adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh
setiap muslim yang mampu. Puasa Ramadhan memiliki banyak keutamaan dan
hikmah, di antaranya adalah menghapus dosa-dosa, meningkatkan takwa, melatih
kesabaran, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Selain menjalankan kewajiban puasa, seorang muslim juga disunnahkan untuk
melakukan amalan-amalan sunnah yang bisa menambah pahala dan kesempurnaan
ibadah puasa. Amalan-amalan sunnah ini sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW
yang telah memberikan contoh dan teladan terbaik bagi umatnya.
Berikut adalah beberapa sunnah-sunnah ketika puasa Ramadhan yang
dianjurkan untuk diamalkan:
1. Makan Sahur
Sahur juga termasuk salah satu sunnah puasa Ramadhan. Sahur adalah kegiatan
makan dan minum pada waktu dini hari sebelum imsyak agar kita lebih kuat saat
berpuasa. Disunnahkan kita untuk sahur, sekalipun dengan seteguk air, karena di
dalam sahur terdapat keberkahan. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
SAW bersabda: “Makan sahurlah, karena sahur itu berkah.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Makan sahur tetap disunnahkan walau tidak terlalu banyak. Bahkan
kesunnahan sahur tetap berlaku meski hanya dengan segelas air putih saja. Dari Abi
Said al-Khudri: “Sahur itu barakah maka jangan tinggalkan meski hanya dengan
seteguk air. Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-
orang yang sahur.” (HR Ahmad)
13

2. Mengakhirkan Sahur
Disunnahkan untuk mengakhirkan makan sahur hingga mendekati waktu
shubuh. Dari Abu Zar Al-Ghifari dengan riwayat marfu’, “Umatku masih dalam
kebaikan selama mendahulukan buka puasa dan mengakhirkan sahur.” (HR.
Ahmad)
Praktek makan sahur yang dilakukan oleh Rasulullah SAW justru berlomba-
lomba dengan datangnya waktu fajar. Rasulullah SAW telah menegaskan bahwa
makan sahur memiliki banyak hikmah, salah satunya agar puasa kita di siang
harinya menjadi semakin tahan dan kuat.
“Mintalah bantuan dengan menyantap makan sahur agar kuat puasa di siang
hari. Dan mintalah bantuan dengan tidur sejenak siang agar kuat shalat malam.”
(HR. Ibnu Majah)
3. Menyegerakan Berbuka
Disunnahkan dalam berbuka puasa untuk mentakjil atau menyegerakan
berbuka sebelum sholat Maghrib. Meski hanya dengan seteguk air atau sebutir
kurma.
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda:
‘Orang-orang tidak akan berbuat buruk selama mereka menyegerakan berbuka.'”
(HR Bukhari dan Muslim)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah SAW biasa
berbuka sebelum shalat Maghrib dengan beberapa butir kurma basah (rutab). Jika
tidak ada rutab maka dengan beberapa butir kurma kering (tamr). Jika tidak ada
tamr maka dengan beberapa tegukan air.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
4. Berdoa Ketika Berbuka
Disunnahkan untuk berdoa ketika berbuka puasa karena doa pada waktu
tersebut adalah doa yang mustajab atau dikabulkan oleh Allah SWT.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Rasulullah SAW apabila
berbuka puasa beliau mengucapkan: ‘Dzahaba adz-dzama’u wabtallatil-‘uruqu wa
tsabatal-ajru insya Allah (Hilanglah dahaga, basahlah kerongkongan, dan semoga
pahala kita tetap dengan izin Allah).'” (HR Abu Dawud)
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Rasulullah SAW
apabila berbuka puasa beliau mengucapkan: ‘Allahumma laka shumtu wa ‘ala
rizqika afthartu (Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku
berbuka).'” (HR Abu Dawud)
5. Memperbanyak Membaca Al-Quran
Memperbanyak membaca Al-Quran adalah salah satu sunnah puasa Ramadhan
yang sangat dianjurkan. Bulan Ramadhan adalah bulan turunnya Al-Quran,
sehingga kita harus memuliakan dan menghormatinya dengan membacanya
sebanyak-banyaknya.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Rasulullah SAW adalah
orang yang paling dermawan di antara manusia. Dan beliau lebih dermawan lagi di
bulan Ramadhan ketika bertemu dengan Jibril. Jibril biasa bertemu dengan beliau
setiap malam di bulan Ramadhan hingga selesai. Dan Rasulullah SAW
14

membacakan Al-Quran kepada Jibril. Maka apabila Jibril bertemu dengan beliau,
beliau lebih dermawan daripada angin yang berhembus.” (HR Bukhari dan Muslim)
6. Shalat Tarawih
Shalat tarawih adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah shalat Isya pada
malam hari di bulan Ramadhan. Shalat tarawih bisa dilakukan secara berjamaah di
masjid atau secara sendiri di rumah.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Rasulullah SAW shalat di masjid
pada suatu malam di bulan Ramadhan. Lalu orang-orang ikut shalat bersama beliau.
Kemudian pada malam berikutnya mereka kembali ikut shalat bersama beliau.
Maka orang-orang semakin banyak. Pada malam ketiga atau keempat mereka juga
ikut shalat bersama beliau. Tetapi beliau tidak keluar kepada mereka. Keesokan
harinya beliau bersabda: ‘Sesungguhnya aku melihat apa yang kalian lakukan dan
tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kepada kalian kecuali karena aku
khawatir bahwa shalat itu akan diwajibkan atas kalian.’ Dan itu adalah di bulan
Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim)
7. Shalat Witir
Shalat witir adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah shalat tarawih pada
malam hari di bulan Ramadhan. Shalat witir bisa dilakukan dengan bilangan ganjil
antara satu hingga sebelas rakaat.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda:
‘Shalat malam itu dua dua rakaat. Apabila salah seorang dari kalian khawatir akan
datangnya subuh maka hendaklah dia mengakhirkan dengan satu rakaat sebagai
witir bagi shalat-shalat yang telah dia kerjakan.'” (HR Bukhari dan Muslim)
8. I’tikaf
I’tikaf adalah sunnah puasa Ramadhan yang berupa menyendiri di masjid untuk
beribadah kepada Allah SWT. I’tikaf biasanya dilakukan pada sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan, karena pada malam-malam tersebut terdapat malam Lailatul
Qadar yang lebih baik dari seribu bulan.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Rasulullah SAW biasa i’tikaf pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat. Kemudian istrinya pun
i’tikaf setelah beliau wafat.” (HR Bukhari dan Muslim)
Cara melakukan i’tikaf adalah dengan niat di hati untuk beribadah kepada
Allah SWT dan membatasi diri dari segala hal yang bisa mengganggu konsentrasi
dan khusyu’. I’tikaf bisa dilakukan dengan berbagai macam ibadah, seperti shalat,
dzikir, doa, membaca Al-Quran, dan lain-lain.
9. Membayar Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim yang
mampu pada akhir bulan Ramadhan. Zakat fitrah berupa bahan makanan pokok
yang diserahkan kepada orang-orang fakir miskin agar mereka bisa merayakan Idul
Fitri dengan sukacita.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Rasulullah SAW
mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sha’ (kurang lebih 2,5 kg) dari kurma atau
gandum atas setiap budak atau orang merdeka, laki-laki atau perempuan, besar atau
15

kecil dari kalangan muslimin. Dan beliau memerintahkan agar disampaikan


sebelum orang-orang keluar untuk shalat (Id).” (HR Bukhari dan Muslim)
10. Memperbanyak Sedekah
Memperbanyak sedekah adalah sunnah puasa Ramadhan yang sangat
dianjurkan karena akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Sedekah bisa
berupa harta, tenaga, ilmu, atau apapun yang bermanfaat bagi orang lain.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda:
‘Setiap amal kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan
(pahalanya) dengan sepuluh kebaikan semisalnya hingga tujuh ratus kali lipat.
Allah Ta’ala berfirman: ‘Kecuali amal sedekah, karena sesungguhnya amal sedekah
itu adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Dan Aku akan
melipatgandakan pahala bagi siapa yang telah menginfakkannya.'” (HR Bukhari
dan Muslim)
ngkan terlebih dahulu bahwa yang bersedia menggalangkan bahu buat memikul
perintah Ilahi itu hanya orang yang beriman Maka perintah puasa adalah salah
satu perintah yang meminta pengorbanan kesenangan dia dan kebiasaan tiap hari.
11. Memperbanyak Istighfar
Memperbanyak istighfar adalah sunnah puasa Ramadhan yang sangat
dianjurkan karena akan menghapus dosa-dosa dan kesalahan yang telah kita
lakukan. Istighfar adalah memohon ampun kepada Allah SWT dengan ucapan atau
perbuatan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda:
‘Barangsiapa yang mengucapkan: Astaghfirullah al-‘azhim alladzi la ilaha illa
huwa al-hayyul qayyum wa atubu ilaih (Aku memohon ampun kepada Allah Yang
Maha Agung yang tidak ada Tuhan selain Dia Yang Maha Hidup lagi terus menerus
mengurus makhluk-Nya dan aku bertaubat kepada-Nya), maka Allah akan
mengampuni dosanya sekalipun dia melarikan diri dari medan perang.'” (HR Abu
Dawud dan Tirmidzi)
12. Memperbanyak Shalawat
Memperbanyak shalawat adalah sunnah puasa Ramadhan yang sangat
dianjurkan karena akan mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW di hari kiamat.
Shalawat adalah doa untuk memohon rahmat dan keberkahan bagi Rasulullah SAW
dan keluarganya.
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
“Rasulullah SAW bersabda: ‘Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka
Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali, dan dihapuskan darinya sepuluh
kesalahan (dosa), serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan.'” (HR An-
Nasa’i dan Al-Hakim)
Cara memperbanyak shalawat adalah dengan mengucapkannya dalam hati atau
lisan setiap kali kita mengingat atau mendengar nama Rasulullah SAW. Shalawat
juga bisa dibaca dalam shalat, dzikir, doa, atau waktu-waktu tertentu seperti hari
Jumat.
16

Cara mengucapkan shalawat yang benar adalah dengan mengikuti contoh yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW sendiri. Salah satu contohnya adalah shalawat
Ibrahimiyah yang dibaca dalam shalat:
“Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama shallaita ‘ala
Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim innaka hamidun majid. Allahumma barik ‘ala
Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama barakta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim
innaka hamidun majid. (Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Muhammad dan
keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada
Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha
Agung. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji lagi Maha Agung.)”
Apabila kita ingin membaca shalawat di luar shalat, kita bisa
mempersingkatnya menjadi:
“Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad. Allahumma barik ‘ala
Muhammad wa ‘ala ali Muhammad. (Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada
Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan
keluarga Muhammad.)”
Tidak ada shalawat khusus di bulan Ramadhan, namun kita bisa
memperbanyak membaca shalawat yang umum atau yang kita sukai. Yang penting
adalah kita membaca shalawat dengan penuh cinta dan hormat kepada Rasulullah
SAW.
13. Memperbanyak Doa
Memperbanyak doa adalah sunnah puasa Ramadhan yang sangat dianjurkan
karena akan mendapatkan ijabah atau dikabulkannya doa oleh Allah SWT. Doa
adalah senjata seorang muslim dan sarana untuk berkomunikasi dengan Sang
Pencipta.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda:
‘Tiga orang yang doanya tidak ditolak: orang yang berpuasa hingga dia berbuka,
imam yang adil, dan doa orang yang terzalimi.'” (HR Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah SAW
bersabda: ‘Sesungguhnya pada setiap malam di bulan Ramadhan ada seruan: Wahai
orang-orang yang mencari kebaikan, majulah! Wahai orang-orang yang mencari
keburukan, mundurlah! Dan ada sejumlah orang yang Allah bebaskan dari api
neraka.'” (HR Ahmad)
Cara memperbanyak doa adalah dengan mengucapkannya dalam hati atau lisan
setiap saat terutama pada waktu-waktu mustajab seperti saat sahur, berbuka, shalat
malam, malam Lailatul Qadar, dan sebelum salam dalam shalat.
Doa yang kita ucapkan bisa berupa doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah
SAW atau doa-doa yang kita buat sendiri sesuai dengan kebutuhan dan harapan
kita. Yang penting adalah kita doa dengan penuh keyakinan dan tawakkal kepada
Allah SWT.
17

F. Hal Hal yang membatalkan puasa


1. Makan dan Minum
Di antara hal yang membatalkan puasa dan termasuk paling umum adalah makan
dan minum. Dalam QS. Al-Baqarah:187 menggambarkan tentang apa saja yang
boleh dilakukan pada malam hari sebelum terbitnya fajar, yaitu makan dan minum.
Sehingga pengertian terbaliknya adalah makan dan minum merupakan hal yang
terlarang dilakukan ketika sudah masuk waktu fajar.Ayat tersebut juga sekaligus
menjadi penegasan tentang batas kapan dimulainya puasa, yaitu terbitnya fajar.
Bukan selesainya adzan yang dikumandangkan oleh muadzdzin, sebagaimana yang
seringkali dipahami secara keliru oleh sebagian kalangan.
1. Batasan Makan dan Minum
Setidaknya ada dua batasan makan dan minum yang sering disebut-sebut oleh
para ulama. Pertama, adanya benda yang melewati tenggorokan. Kedua, adanya
makanan yang masuk ke dalam rongga badan.
2. Benda Masuk ke Rongga Tubuh
Kriteria yang kedua dari makan adalah apabila ada makanan atau yang semakna
dengan makanan masuk ke dalam rongga tubuh, meski pun tidak lewat mulut.
Contohnya adalah proses pemberian ‘makanan’ kepada pasien yang sedang dirawat
lewat selang dan jarum infus. Cairan infus yang berupa glukosa itu memang tidak
ditelan lewat mulut, tetapi lewat jarum suntik, sehingga seolah bukan termasuk
makan.
Namun karena yang dimasukkan itu tidak lain adalah makanan, maka tetap saja
hal itu termasuk ke dalam kategori makan juga. Maka pasien yang mendapatkan
makanan lewat selang dan jarum infus, jelas puasanya batal.
3. Merokok
Seluruh ulama sepakat bahwa menghisap rokok membatalkan puasa. Alasannya
karena merokok sama dengan makan atau minum. Namun mereka sepakat bahwa
asap rokok terhisap asalkan bukan dalam konteks merokok, maka hal itu dianggap
tidak membatalkan.
Fatwa ini menarik, karena kita agak dibuat bingung dengan aroma ketidak-
konsekuenan dalam membuat batasan. Apa bedanya orang yang merokok dengan
yang menghirup asap rokok? Bukankah keduanya sama saja? Bahkan dokter
mengatakan bahwa orang yang merokok pasif justru lebih parah resikonya.
Untuk menjawab hal ini, yang perlu disepakati adalah bahwa tentang merokok itu
membatalkan puasa, tidak terkait dengan urusan halal haram atau manfaat dan
madharat dari rokok itu.
a. Merokok Aktif
Para ulama membedakan keduanya dari cara menghirupnya. Kalau seorang
menghirup asap rokok langsung dari sumbernya, yaitu dengan memasukkan batang
rokok, cangklong, pipa, atau selang rokok, langsung ke dalam mulut, lalu dia
menghisap asapnya masuk ke rongga tubuhnya, yaitu paru-paru, maka hal itu
termasuk makan atau minum.
18

b. Merokok Pasif
Sedangkan yang dilakukan oleh perokok pasif sama sekali tidak menghirup asap
rokok dari sumbernya, melainkan asap itu beterbangan di udara, lalu terhirup ketika
seseorang bernafas. Maka hal ini tidak bisa dikategorikan sebagai makan atau
minum.
Kita bisa bandingkan bila ada orang yang sedang berpuasa, lalu berjalan di taman
bunga yang harum semerbak, tidak dikatakan bahwa dia telah membatalkan puasa
karena menghirup aroma wangi dari bunga.
2. Jima’
Selain dari makan dan minum di atas, yang juga membatalkan puasa adalah jima’
atau hubungan seksual.
1. Pengertian
Para ulama membuat definisi jima’, sebagaimana mereka mendefinisikan zina
yang wajib dikenakan hukum hudud yaitu Masuknya kemaluan laki-laki ke dalam
kemaluan perempuan. Itulah batas jima’ dimana ketika kemaluan laki-laki masuk
ke dalam kemaluan wanita, maka puasa keduanya batal, meski tidak keluar mani.
Oleh karena itu para ulama menyebutkan bahwa percumbuan yang belum sampai
ke level persetubuhan belum dikatakan membatalkan puasa, selama tidak keluar
mani.
2. Dasar Ketentuan
Dasar ketentuan bahwa jima' itu membatalkan puasa adalah firman Allah SWT
dalam QS. Al-Baqarah:187 yang artinya “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari
bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu. Mereka adalah pakaian bagimu,
dan kamupun adalah pakaian bagi mereka...” (QS. Al-Baqarah : 187)
Wajhu ad-dilalah dari ayat ini adalah Allah SWT menghalalkan bagi kita untuk
melakukan hubungan suami istri pada malam puasa. Pengertian terbaliknya adalah
bahwa pada siang hari bulan puasa, hukumnya diharamkan, alias jima’ itu
membatalkan puasa.Sebenarnya makna kata rafats itu tidak harus jima’. Bahkan
percumbuan, bermesraan, serta berciuman itu pun termasuk ke dalam wilayah
rafats.
Namun karena Allah SWT meneruskan di ayat ini dengan penegasan bahwa :
kamu menjadi pakaian untuk mereka (istri) dan mereka menjadi pakaian untuk
kamu, maka menjadi jelas sekali bahwa yang dimaksud itu bukanlah percumbuan,
melainkan jima’ itu sendiri.
1. Berjima’ Terkena Kaffarat
Para ulama sepakat bahwa berjima’ di siang hari bulan Ramadhan ketika sedang
dalam keadaan puasa dan dilakukan secara sengaja, bukan saja membatalkan puasa,
tetapi juga mewajibkan bayar denda atau kaffarah.
2. Berjima’ Karena Lupa
Orang yang melakukan jima’ di siang hari bulan Ramadhan karena lupa bahwa
dirinya sedang puasa, hukumnya oleh para ulama dikatakan tidak batal puasanya.
Asalkan penyebabnya benar-benar karena lupa, bukan pura-pura lupa.
19

Madzhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa hal itu dengan


dasar qiyas atas orang yang makan dan minum di siang hari karena terlupa.Namun
dalam hal ini, pendapat madzhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah agak berbeda.
Mereka mengatakan bahwa meskipun lupa, namun bila orang yang berpuasa
itumelakukan hubungan suami istri di siang hari bulan Ramadhan, tetap saja
puasanya batal.
Alasannya, karena dalam kasus seorang laki-laki yang mengaku telah celaka
karena melakukan hubungan suami istri, Rasulullah SAW tidak menanyakan
apakah hal itu terjadi karena lupa atau bukan. Beliau SAW dalam kasus itu langsung
memerintahkannya untuk membayar kaffarah, tanpa menyelidiki terlebih dahulu
urusan lupa atau tidak lupa.
3. Mengeluarkan Mani Dengan Sengaja
Meskipun kriteria jima’ menurut jumhur ulama adalah masuknya kemaluan laki-
laki ke dalam kemaluan perempuan, namun para ulama menyebutkan bahwa
mengeluarkan mani membatalkan puasa.
4. Tambahan Yang Membatalkan Puasa
Pada dasarnya menurut para ulama yang membatalkan puasa hanya terbatas pada
tiga hal di atas, yaitu makan, minum dan jima’.Ternyata masih ada banyak lagi hal-
hal lain yang membatalkan puasa, baik masih terkait dengan makan, minum dan
jima’ di atas, atau memang
berdiri sendiri.
1. Muntah
Umumnya para ulama sepakat bahwa muntah yang di luar kesengajaan itu tidak
membatalkan puasa. Yang membatalkan puasa adalah muntah yang disengaja.
2. Kehilangan Rukun atau Syarat Sah Puasa
Puasa yang sedang dikerjakan akan batal apabila seseorang kehilangan salah satu
rukun puasa, atau salah satu dari syarat syah puasa seperti:
a. Berubahnya niat
b. Murtad
c. Mendapat haid atau nifas

G. Golongan orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan


Ramadhan
Setiap muslim memahami bahwa Ibadah puasa tidak bersifat memberatkan,
sehingga setiap muslim harus mengetahui kemudahan-kemudahan yang telah
ditetapkan oleh Allah swt. kepada para hamba-Nya pada keadaan-keadaan tertentu
dalam berpuasa. Hal tersebut biasa diistilahkan dengan rukhṣah. Tetapi dengan
adanya rukhṣah, bukan berarti menjadi alasan untuk meninggalkan kewajiban
berpuasa di bulan ramadhan.
Rukhṣah Secara bahasa, kata rukhṣah berasal dari kata rakhuṣa yang secara
umum bermakna “keringanan dan kemudahan”. bentuk keringanan yang dimaksud
dalam ibadah puasa ini adalah, keringanan untuk tidak berpuasa pada waktu yang
20

telah ditentukan yakni bulan ramadhan. Tentu dengan konsekuensi mengganti


puasa yang ditinggalkan sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh
syari’at
Secara garis besar pengganti puasa ramadhan itu ada dua, yaitu:
1. Menggantinya dengan berpuasa yang semisal, sejumlah hari yang
ditinggalkan dalam bulan ramadhan, yang biasa diistilahkan dengan qaḍā.
Puasa qaḍā dikerjakan kapan pun diluar bulan ramadhan dengan syarat,
yakni dikerjakan sebelum datangnya ramadhan berikutnya.
2. Membayar fidyah, bai orang yang sama sekali tidak mampu untuk
membayar utang puasa dengan cara mengqada.
Golongan orang yang mendapatkan rukhsah (diperbolehkan tidak berpuasa)
pada bulan ramadhan :
3. anak kecil yang belum baligh
Anak kecil yang belum baligh atau belum dewasa diperbolehkan untuk tidak
berpuasa di bulan ramadhan. Tanda-tanda baligh itu seperti keluarnya darah haid
pada anak perempuan dan keluar air mani bagi anak laki-laki. Tetapi, jika sudah
genap berusia 15 tahun dan masih belum keluar mani atau darah haid, anak
dianggap sudah baligh dan wajib melakukan puasa Ramadan.
4. Orang sakit
Orang sakit disini adalah seseorang yang mengidap penyakit yang
membuatnya tidak lagi dikatakan sehat. Para ulama telah sepakat mengenai
bolehnya orang sakit untuk tidak berpuasa secara umum. Nanti ketika sembuh, dia
diharuskan mengqaḍā’ puasanya yakni menggantinya kapan pun diluar bulan
ramadhan sebelum datangnya ramadhan berikutnya. Ada beberapa kondisi untuk
orang sakit, yaitu:
1) Aabila sakitnya ringan dan tidak berpengaruh apa-apa jika tetap berpuasa.
seperti flu, pusing atau sakit kepala yang ringan, dan perut keroncongan. Untuk
kondisi pertama ini tetap diharuskan untuk berpuasa dan tidak termasuk
golongan yang mendapat rukhṣah.
2) Apabila sakitnya bisa bertambah parah atau akan menjadi lama sembuhnya dan
menjadi berat jika berpuasa, namun tidak sampai membahayakannya. Untuk
kondisi ini dianjurkan untuk tidak berpuasa dan makruh hukumnya jika ingin
tetap berpuasa
3) Apabila tetap berpuasa akan menyusahkan dirinya, bahkan bisa mengantarkan
pada kematian. Untuk kondisi ini diharamkan untuknya berpuasa
5. Musafir (orang yang sedang berpergian jauh)
Musafir yang melakukan perjalanan jauh sehingga mendapatkan keringanan
dibolehkan untuk tidak berpuasa. Dan dia diharuskan meng-qaḍā’ puasanya yakni
menggantinya kapan pun diluar bulan ramadhan sebelum datangnya ramadhan
berikutnya. Bagi musafir ini memiliki tiga kondisi yaitu :
1) Jika berat untuk berpuasa atau sulit melakukan hal-hal yang baik, maka lebih
utama untuk tidak berpuasa. tidak baik berpuasa ketika safar karena ketika itu
adalah kondisi yang menyulitkan.
21

2) Jika tidak memberatkan untuk berpuasa dan tidak menyulitkan dalam


melakukan berbagai kebaikan, maka pada kondisi seperti ini lebih utama untuk
berpuasa. Apabila tidak terlalu menyulitkan ketika safar, maka puasa itu lebih
baik karena lebih cepat terlepasnya kewajiban.
3) Jika berpuasa akan mendapati kesulitan yang berat bahkan dapat mengantarkan
pada kematian, maka kondisi seperti ini wajib tidak berpuasa dan diharamkan
untuk berpuasa
1. Orang gila
Beberapa ulama membagi orang yang hilang akal sehat ke dalam dua macam
yaitu orang yang hilang akal dengan sengaja, golongan ini jika tetap berpuasa pada
bulan ramadhan maka puasanya dianggap tidak sah dan harus tetap mengqadha, dan
yang kedua yaitu orang yang hilang akal dengan tidak sengaja, pada golongan
ini tidak wajib berpuasa. Apabila berpuasa, maka puasanya dianggap tidak sah dan
ketika sudah sembuh tidak wajib untuk mengqadha.

2. Wanita haid dan nifas


Para ulama sepakat bahwa wanita yang tengah menjalani masa haid dan nifas
tidak boleh berpuasa. Keduanya dibolehkan berbuka, tetapi harus menggantinya
pada hari-hari yang lain. Dan jika keduanya tetap berpuasa, maka puasanya tidak
sah.
3. Orang Tua Renta dalam Keadaan Lemah, dan Orang Sakit yang Tidak
Diharapkan Kesembuhannya
Para ulama sepakat bahwa orang tua yang tidak mampu berpuasa, boleh
baginya untuk tidak berpuasa dan tidak ada qaḍā’ baginya, walaupun mereka
berbeda pendapat mengenai keharusan membayar fidyah jika tidak berpuasa.
Menurut mayoritas ulama, wajib bagi mereka fidyah yaitu memberi makan satu
orang miskin setiap hari yang ditinggalkan. Begitu pula orang sakit yang tidak
kunjung sembuh dan tidak ada harapan untuk sembuh, dia disamakan dengan orang
tua renta yang tidak mampu melakukan puasa sehingga dia diharuskan membayar
fidyah.
4. Wanita hamil dan menyusui
Hamil ataupun menyusui adalah dua kondisi yang sebenarnya bukan
merupakan udzur atau sebab wanita mendapatkan rukhṣah untuk tidak berpuasa.
wanita hamil dan menyusui tidak lepas dari dua kondisi yaitu :
1) Kondisi wanita hamil dan menyusui sehat, kuat, tidak ditimpa kesulitan, dan
tidak berdampak buruk bagi anaknya. Maka wanita seperti ini wajib baginya
berpuasa, karena tidak ada udzur baginya untuk meninggalkan puasa.Kondisi
seperti ini bisa ditinjau dari dua hal yaitu Wanita dengan kondisi fisik yang kuat
seperti ibu hamil yang mengalami tidak sering muntah di pagi hari karena
trimester pertama dan ibu menyusui setelah masa pemberian ASI eksklusif pada
6 bulan pertama. Semua wanita hamil (selain ibu hamil pada trimester pertama
yang mengalami muntah) dan menyusui (selain ibu menyusui ASI eksklusif)
bisa berpuasa dengan memenuhi asuapan nutrisi dan cairan selama berpuasa.
22

Serta bisa diantisipasi saat berbuka dan sahur dan menghindari makanan dan
minuman yang cepat menurunkan vitalirltas tubuh saat berpuasa.
2) Kondisi fisik wanita hamil dan menyusui yang tidak kuat atau tidak
memungkinkan untuk berpuasa, seperti Ibu hamil yang mengalami muntah pada
trimester pertama, dan Ibu menyusui ASI eksklusif (6 bulan pertama), yang jika
ia berpuasa maka kualitas ASInya menurun yang berakibat buruk pada
kesehatan anaknya. Kondisi seperti ini, walaupun sudah di siasati pola
nutrisinya tetap memberikan mudharat jika ia tetap berpuasa. Maka pada
kondisi ini ia hendaknya berbuka.
Seseorang yang sedang dalam keadaan hamil (mengandung) boleh berbuka
puasa apabila ia khawatir akan keselamatan diri dan kandungannya atau khawatir
akan keselamatannya saja atau khawatir akan keselamatan kandungannya saja, dan
wanita yang sedang menyusui akan terkuras energinya, sehingga akan selalu merasa
lapar. Oleh karenanya agama membolehkan untuk tidak berpuasa. Apabila seorang
wanita hamil dan menyusui khawatir akan timbulnya madharat jika ia berpuasa,
baik itu khawatir terhadap dirinya dan anaknya, atau khawatir terhadap dirinya saja,
atau khawatir terhadap anaknya saja. Maka dalam kondisi seperti ini, diperbolehkan
bagi keduanya (wanita hamil dan menyusui) untuk tidak berpuasa.
Mengenai rukhsah bagi wanita hamil dan menyusui terdapat perbedaan
pendapat di kalangan ulama. Jumhur ulama mengkategorikan pendapat menjadi
dua. Apabila wanita hamil dan menyusui khawatir terhadap dirinya sendiri maka
diwajibkan mengqadha’ tanpa membayar fidyah. Para ulama berebeda pendapat
bagi wanita hamil dan menyusui apabila khawatir terhadap janin atau anaknya saja
maka wajib mengqadha’ dan membayar fidyah. Ada juga yang berpendapat jika ia
hanya mengkhawatirkan anaknya saja, pendapat yang rajihnya adalah cukup
dengan mengqada saja.

H. Hikmah Puasa Ramaadhan


Hikmah puasa Ramadhan bagi umat Islam bisa memperbanyak amal dan
membentuk kepribadian umat muslim yang bertaqwa. Ibadah puasa Ramadhan juga
memiliki banyak hikmah dan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia. Puasa
Ramadhan merupakan salah satu ibadah yang paling mulia bagi umat muslim di
seluruh dunia. Ibadah puasa Ramadhan dilakukan sebagai bentuk penghormatan
terhadap bulan suci dan sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT.
Hikmah Puasa Ramadhan Ada beberapa hikmah puasa Ramadhan yang bisa
Anda peroleh dengan melaksanakan puasa wajib:
1. Menjadi Manusia Bertaqwa Hikmah puasa Ramadhan diberikan oleh Allah SWT
kepada setiap hambanya agar melaksanakan puasa wajib. Jalan menuju taqwa juga
tidak hanya melalui puasa tetapi banyak jalan yang bisa ditempuh.
2. Bukti Ketaatan Kepada Allah Hikmah puasa Ramadhan selanjutnya dengan
membuktikan ketaatan kepada Allah SWT dengan sungguh- sungguh menjalankan
puasa yang penuh keimanan. Dalam agama Islam, puasa Ramadhan merupakan
23

salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat muslim yang sudah
baligh dan sehat secara fisik maupun mental.
3. Mengajarkan Solidaritas Puasa Ramadhan juga mengajarkan manusia agar lebih
peduli kepada sesama dan banyak melakukan sedekah. Rasa lapar dan haus juga
bisa meningkatkan solidaritas sosial kepada orang miskin sehingga kita turut bisa
merasakannya.
4. Melatih Disiplin Melatih disiplin merupakan hikmah puasa Ramadhan
berikutnya. Orang yang menjalankan puasa harus disiplin sejak mulai fajar hingga
berbuka. Kita harus bangun lebih awal untuk sahur dan menahan diri dari makanan
dan minuman selama sepanjang hari.
5. Mengasah Kesabaran Bulan Ramadhan merupakan bulan kesabaran dengan
balasan surga. Pada bulan ini juga akan ditambahkan rezeki bagi orang mukmin.
Puasa mengajarkan kita untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan dan rintangan
dalam hidup. Dalam menjalankan ibadah puasa, kita dituntut untuk menahan lapar,
dahaga dan godaan-godaan lainnya. Kita juga harus menahan diri dari perilaku
buruk dan membiasakan diri untuk berpikir positif dan berdoa.
6. Mensyukuri Nikmat Allah Mensyukuri nikmat Allah merupakan tindakan
penting yang harus dilakukan oleh setiap insan yang beriman. Terkadang kita
terlalu terlena dengan kehidupan sehari-hari dan lupa bahwa semua yang kita miliki
merupakan karunia dari Allah SWT.
7. Terjaga dari Perbuatan Tercela Hikmah puasa Ramadhan berikutnya yaitu
menjaga seseorang dari perbuatan tercela yang kurang baik seperti dalam hal
perkataan dan perbuatan. Perbuatan tercela bisa merusak akhlak dan moralitas
seseorang serta bisa membuatnya menjauh dari jalan kebaikan yang telah
ditunjukkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
8. Sebagai Ladang Amal Puasa Ramadhan berikutnya memberikan hikmah bagi
setiap muslim untuk meningkatkan kesungguhan dan keimanan agar diampuni
dosanya dan dijadikan sebagai manusia yang bertaqwa. Dalam puasa Ramadhan,
seluruh amal baik yang dilakukan akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT.
9. Menjadi Manusia Qurani Allah juga mengkhususkan bulan Ramadhan sebagai
syahrul quran atau bulan Al-Quran. Sebab pada bulan suci ini, diturunkan Al-Quran
kepada Nabi Muhammad SAW. Menjadi manusia Qurani merupakan cita-cita bagi
setiap umat muslim yang ingin hidup sesuai dengan ajaran Islam dan Al-Quran.
10. Meleburkan Dosa Meleburkan dosa jadi hikmah puasa Ramadhan berikutnya
dengan syarat menjalankan keimanan yang sungguh-sungguh. Dalam agama Islam,
meleburkan dosa merupakan sebuah konsep penting yang dianggap sebagai bentuk
pengampunan atas dosa yang pernah dilakukan.
11. Didoakan oleh Malaikat Hikmah puasa Ramadhan yaitu setiap orang yang
menjalankan puasa akan didokan oleh malaikat. Hal ini karena puasa Ramadhan
merupakan salah satu bentuk ibadah yang paling utama di dalam agama Islam.
12. Menjadi Penghuni Surga Menjadi penghuni surga merupakan cita-cita setiap
muslim yang taat dan beriman. Sebagai tempat yang penuh dengan kenikmatan dan
24

kebahagiaan, surga dijanjikan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang beriman
dan beramal saleh.
13. Mendapatkan Ampunan Mendapat ampunan merupakan salah satu nikmat
terbesar yang bisa diberikan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya. Dalam Islam,
ampunan Allah SWT sangatlah penting dan ditekankan dalam banyak ayat Al-
Qur'an.
14. Dibebaskan dari Api Neraka Puasa Ramadhan memiliki banyak manfaat
spiritual, salah satunya membantu umat muslim untuk terbebas dari api neraka. Hal
ini sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam muslim
bahwa Rasulullah SAW bersabda "Puasa dan al-Quran akan memberikan syafa'at
kepada seorang hamba.
15. Menunjukan Bahwa Ibadah Memiliki Tujuan Ibadah memiliki tujuan yang
penting bagi setiap muslim. Dalam melaksanakan ibadah, seorang muslim
seharusnya memiliki niat yang kuat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
serta berusaha untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
BAB III
KESIMPULAN

Ibadah puasa adalah ibadah yang telah dipilih oleh Allah, Tuhan semesta alam,
sebagai milik-Nya. Sebab, orang yang berpuasa itu tidak melakukan sesuatu,
melainkan hanya meninggalkan syahwatnya (kesenangan nafsunya). Dengan
puasa, ia meninggalkan hal-hal yang dicintainya, semata hanya karena cintanya
kepada Allah.
Puasa terdiri dari beberapa macam yaitu:
1) Puasa waji
2) Puasa sunnah
3) Puasa makruh
4) Puasa Haram
Syarat dalam berpuasa ada 2 yaitu:
1) Syarat wajib
2) Syarat sah
Rukun Puasa ada 2 yaitu:
1) Niat
2) Menahan diri dari dua macam syahwat
Saat berpuasa ada beberapa sunnah yang dapat dilakukan diantaranya:
1) Melaksanakan sahur
2) Mengakhiri sahur
3) Menyegerakan berbuka. Dst
Hal-halyang membatalkan puasa:
1) Makan dan minum
2) Jima’
3) Mengeluarkan mani dengan sengaja, dst
Orang yang diperbolehkan tidak puasa:
1) Anak kecil yang belum baligh
2) Wanita yang sedang haid
3) Ibu yang sedang nifas atau menyusui, dst
Hikmah puasa Ramadhan bagi umat Islam bisa memperbanyak amal dan
membentuk kepribadian umat muslim yang bertaqwa. Ibadah puasa Ramadhan juga
memiliki banyak hikmah dan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia.

25
DAFTAR PUSTAKA

al Zuhayly, W. (1995). Puasa dan Infak kajian Berbagai Madzhab Terjemah.


Bandung: Rosdakarya, 85.
Abidin, S. (1998). Fiqh Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.
AHMAD SARWAT, L. M. (2018). PUASA Syarat, Rukun, Yang membatalkan
puasa. Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan:
Rumah Fiqih Publishing.
RASJID, H. S. (2016). FIQH ISLAM. BANDUNG: Penerbit Sinar Baru
Algensindo Bandung.
https://an-nur.ac.id/sunnah-sunnah-ketika-puasa-ramadhan/5/
Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany. Bulughul Maram Min Adillatil Ahkaam
(Ebook)
Ibnu Rusyd, terjemah bidayatul mujtahid CV. As-Syifa Semarang, 1990
Moh Rifa'i. Ilmu Fikih Islam Lengkap,Penerbit PT. Karya Toha Putra Semarang
1978
Azam Abdul Aziz Sayyed Hawwas Abdul Wahhab.Fiqh Ibadah, Amzah Jakarta
2009.
Fauziah, R. (2021). KETENTUAN PUASA BAGI WANITA HAMIL DAN
MENYUSUI. Jurnal Hukum Islam Nusantara, 4, No. 1, 85-90.
Rafi, I. (2018). GOLONGAN YANG MENDAPATKAN RUKHSAH DALAM
IBADAH PUASA DAN KONSEKUENSI HUKUMNYA. Jurnal Bidang
Mardiana.A, 2023, 15 Hikmah Puasa Ramadhan dan Manfaat Bagi yang
Mengerjakannya - Berita Terkini Ekonomi dan Bisnis Indonesia,
DKadata.com
https://katadata.co.id/amp/agung/lifestyle/641056c53d721/15-hikmah-puasa-
ramadhan-dan-manfaat-bagi-yang-mengerjakannya 2023,
Kajian Islam, 4, No. 2, 204-219.

26
27

Anda mungkin juga menyukai