Anda di halaman 1dari 28

TUGAS EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN

“HUBUNGAN KASUS PENINGKATAN KADAR TIMBAL (Pb) DI


LINGKUNGAN”

DOSEN PENGAMPUH :
JUSNIAR RUSLIAFA, SKM., M.KES

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
WA ODE SALSABILLAH A. P J1A121091
WULAN ENDANG SARI J1A121231
ALIANA PUTRI J1A121242
AULIA J1A121249
IKSAN ARIANSYAH J1A121264

KESLING A

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas
UAS mata kuliah Epidemiologi Kesehatan Lingkungan yang berjudul “Hubungan
Kasus Peningkatan kadar Timbal (Pb) di Lingkungan” ini dengan baik.
Kami sangat berharap tugas uas ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan mengenai materi yang ada didalamnya.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga tugas sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya tugas yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dari makalah ini.

Kendari, 23 Desember 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan masalah...................................................................................... 3
C. Tujuan ....................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 4
A. Pengertian Lingkungan .............................................................................. 4
B. Pengertian Timbal Pb ................................................................................ 4
C. Penggunaan ............................................................................................... 5
D. Timbal di lingkungan ................................................................................ 6
E. Metabolisme Timbal .................................................................................. 7
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................. 8
A. Patofisiologi Penyakit................................................................................ 8
B. Faktor risiko ............................................................................................ 11
C. Pencegahan ............................................................................................. 12
D. Distribusi penyakit .................................................................................. 13
E. Determinan Penyakit ............................................................................... 15
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 18
A. Kesimpulan ............................................................................................. 18
B. Saran ....................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 20
LAMPIRAN ..................................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ada beragam dampak berbahaya pada kesehatan manusia akibat


paparan timbal, terutama pada sistem saraf, ginjal, hematologi, dan
reproduksi. Manusia bisa terpapar timbal melalui beberapa jalur, seperti udara
yang tercemar, makanan dan air yang terkontaminasi, serta melalui kontak
langsung dengan produk seperti kosmetik dan obat-obatan tradisional yang
belum teruji keamanannya (Prihatiningsih & Putra, 2023).
Pencemaran udara merupakan suatu keadaan dimana udara disekitar
telah tercemar oleh partikel zat yang berbahaya. Pencemaran udara dapat
terjadi secara alami maupun diakibatkan oleh manusia, pencemaran udara
yang diakibatkan oleh manusia banyak terjadi di perkotaan maupun daerah
padat industri. Salah satu pencemaran udara bersumber dari kendaraan
bermotor, pencemaran ini dihasilkan dari proses pembakaran di dalam mesin
kendaraan bermotor dan mengeluarkan gas berupa emisi timbal. Timbal kini
mendapatkan perhatian dari bidang kesehatan karena memiliki sifat racun
yang berbahaya. Sebagai polutan, timbal memiliki dampak buruk pada
lingkungan dan juga makhluk hidup. Pada lingkungan timbal dapat
mencemari udara, air dan tanah, sedangkan pada makhluk hidup timbal dapat
masuk ke dalam tubuh dan mengendap di dalam darah. Timbal secara umum
dikenal dengan sebutan timah hitam, biasa digunakan sebagai campuran bahan
bakar bensin. Fungsinya, selain meningkatkan daya pelumas, juga
meningkatkan efisiensi pembakaran. Sehingga kinerja kendaraan bermotor
meningkat. Bahan bakar ini bersama bensin dibakar dalam mesin. Sisanya ±
70% keluar bersama emisi gas buang hasil pembakaran (Ismail et al., 2022).
Pencemaran Timbal merupakan salah satu permasalahan lingkungan di
dunia yang bisa merusak kesehatan manusia. Menurut World Health
Organization (WHO) pada tahun 2019 menyatakan bahwa paparan timbal
menyumbang sebanyak 900.000 kematian dan 21,7 juta manusia hidup dengan
kecacatan karena efek timbal. Data dari WHO juga menyatakan bahwa hal ini

1
2

didominasi oleh negara-negara dengan low and middle income countries,


salah satunya adalah Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan United
Nations International Children’s Emergency Fund ((UNICEF)) dan Pure
Earth menyatakan bahwa 1 dari 3 anak atau hingga 800 juta anak di dunia
memiliki kadar timbal dalam darah sebesar atau lebih dari 5 µg/dL . Hal ini
kemudian mendapat perhatian penting karena dampaknya terhadap manusia
yang dapat mengalami keracunan akibat terkontaminasi timbal yang
berbahaya bagi Kesehatan ((Unicef), 2020).
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemkes)
terdapat kadar timbal pada anak-anak usia 6-12 tahun di dalam darah dengan
rata-rata 8 mg/dL, dimana sekitar 25% dari sampel memiliki kandungan
timbal yakni 10-14 mg/dL. Pencemaran tersebut dapat terjadi terhadap
lingkungan akibat pajanan timbal seperti pada tanah, air, makanan yang
dikonsumsi (Kemkes), 2022).
Kandungan timbal (Pb) dalam darah sebanyak >10 μg/dl juga dapat
menaikkan tekanan darah sehingga 5 μg/dL dijadikan sebagai nilai ambang
batas yang harus diwaspadai. Timbal (Pb) yang terabsorbsi akan
didistribusikan ke sel darah, jaringan lunak dan tulang. Dalam darah timbal
(Pb) yang ada di dalam darah akan diekskresikan setelah 25 hari, timbal (Pb)
yang di jaringan dieksresikan setelah 40 hari dan timbal (Pb) di tulang
dieksresikan setelah 25 tahun (Berniyanti, 2021).
Lamanya masa kerja membuat timbal (Pb) terakumulasi dalam tubuh
karena sifat timbal (Pb) yang mudah terserap dalam jaringan tubuh.
Pemaparan terhadap polusi timbal dalam jangaka waktu lama akan
meningkatkan kadar timbal dalam darah yang kemudian menimbulkan
hipertensi menyatakan bahwa responden yang memiliki kadar Pb tinggi dan
bekerja sebagai operator >7 tahun lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan dengan responden yang memiliki kadar Pb darah rendah dan
bekerja (Berniyanti, 2021).
Salah satu dari beberapa kelompok pekerja yang memiliki risiko
terpapar langsung dengan timbal (Pb) dari bensin dan emisi gas kendaraan

2
3

bermotor adalah operator SPBU. Petugas SPBU memiliki risiko tinggi


terpapar bahan kimia berbahaya khususnya timbal (Pb) dari bensin dan emisi
gas kendaraan bermotor yang sedang menunggu antrian pengisisan bahan
bakar, ataupun kendaraan yang berangkat setelah mengisi bensin. Letak SPBU
yang berada pinggir jalan raya memudahkan petugas terpapar dengan polutan
timbal (Pb) dari asap kendaraan yang melaju di jalan raya maupun kendaraan
yang mengantri untuk melakukan proses pengisian bahan bakar. Adanya
bahan kimia di lingkungan kerja memberi beban kerja tambahan pada pekerja
sehingga menimbulkan masalah kesehatan kerja (Berniyanti, 2021).
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Patofisiologi penyakit dari kasus peningkatan kadar Pb di
lingkungan ?
2. Apa saja faktor risiko dari peningkatan kadar Pb di lingkungan ?
3. Bagaimana pencegahan dari peningkatan kadar Pb di lingkungan ?
4. Bagaimana Distribusi Penyakit peningkatan Kadar Pb di lingkungan ?
5. Bagaimana Determinan Penyakit Peningkatan Kadar Pb Dilingkungan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit dari kasus peningkatan kadar Pb
di lingkungan
2. Untuk mengetahui faktor risiko dari peningkatan kadar Pb di lingkungan
3. Untuk mengetahui pencegahan dari peningkatan kadar Pb di lingkungan
4. Untuk mengetahui Distribusi Penyakit peningkatan Kadar Pb di lingkungan
5. Untuk mengetahui Determinan Penyakit Peningkatan Kadar Pb
Dilingkungan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Lingkungan
Menurut Munadjat Danusaputro Lingkungan adalah semua benda dan
daya serta kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya,
terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi
kelangsungan hidupnya serta kesejahteraan manusia. Menurut Emil Salim
lingkungan diartikan sebagai benda, kondisi, kead aan dan pengaruh yang
terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup
termasuk kehidupan manusia. Sedangkan menurut Soedjono lingkungan hidup
sebagai lingkungan fisik atau jasmani yang terdapat di alam. Pengertian ini
menjelaskan bahwa manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan dilihat dan
dianggap sebagai perwujudan fisik jasmani (Alfazani & Khoirunisa A, 2021).
Pengertian lingkungan hidup dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan umum serta makhluk hidup lain. Berdasarkan
pengertian diatas, pengertian lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Alfazani & Khoirunisa A,
2021).

B. Pengertian Timbal Pb
Timbal adalah logam berkilau berwarna putih kebiruan atau kelabu
keperakan. Logam ini memiliki nomor atom 82, bobot atom 207,20 g/mo1, titik
leleh 327oC, dan titik didih 1755oC . Timbal mulai pudar atau kusam ketika
kontak dengan udara, kemudian membentuk campuran kompleks sesuai
kondisi . Beberapa sifat khusus logam timbal menurut Lanntech antara lain
(Irianti et al., 2020):

4
5

a) Timbal sangat lunak, sehingga dapat dipotong dengan


menggunakan pisau atau dengan tangan.
b) Timbal sangat lembut, dapat dibentuk dengan mudah.
c) Timbal tahan terhadap peristiwa korosi atau karat sehingga sering
digunakan sebagai bahan coating.
d) Timbal merupakan konduktor listrik lemah. Logam ini sangat tahan
terhadap korosi.
e) Timbal memiliki kerapatan lebih besar dibanding dengan logam biasa
kecuali emas dan merkuri.
Timbal merupakan logam sangat beracun terutama terhadap anak-anak.
Penggunaan timbal yang telah tersebar luas, menyebabkan kontaminasi pada
lingkungan dan timbulnya masalah kesehatan di berbagai belahan dunia.
Timbal secara alami ditemukan pada tanah, serta bersifat tidak berbau dan tidak
berasa. Timbal dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membentuk
berbagai senyawa-senyawa timbal, seperti timbal oksida (PbO), timbal klorida
(PbCl2) dan lain-lain (Irianti et al., 2020).

C. Penggunaan
Timbal banyak digunakan dalam pembuatan gelas, penstabil senyawa-
senyawa PVC, cat berbasis minyak, zat pengoksidasi, bahan bakar, bensin
untuk kendaraan, cat, dan pestisida . Dalam industri baterai kendaraan
bermotor, timbal metalik dan komponenkomponennya digunakan sebagai grid,
yang merupakan alloy (suatu persenyawaan) dengan logam berat (Pb-Bi)
dengan perbandingan 93:7 Menurut Sihite , timbal juga dapat digunakan untuk
produkproduk logam seperti amunisi, pelapis kabel, bahan kimia, pewarna,
pipa, dan solder. Timbal bermanfaat sebagai campuran dalam pembuatan
pelapis keramik, disebut glaze-silika dengan oksida lainnya. Komponen timbal
(PbO) ditambahkan ke dalam glaze untuk membentuk sifat yang mengkilap
(Irianti et al., 2020).

5
6

D. Timbal di lingkungan
Bentu logam timbal asli jarang diemukan di alam. Saat ini, timbal
biasanya ditemukan dalam bijih bersama zink, perak dan tembaga, kemudian
akan diekstraksi bersama dengan logam tersebut. Mineral timbal utama
terdapat di galena (PbS). Galena ditambang oleh negara Australia dan menjadi
produsen dengan kapasitas 19 % dari timbal baru dunia. Produksi timbal baru
dunia adalah sebesar 6 juta ton per tahun. Total cadangan timbal diperkirakan
sebesar 85 juta ton, sebagai persediaan selama kurang lebih 15 tahun (Irianti et
al., 2020).
Timbal sebenarnya terbentuk secara alami di alam, namun kebanyakan
dari konsentrasi timbal di lingkungan berasal dari hasil aktivitas manusia.
Akibat penggunaan timbal pada bahan bakar, siklus timbal buatan telah
terbentuk. Pada mesin kendaraan, timbal dibakar sehingga garam timbal
(klorin, bromin dan oksida) akan terbentuk. Garam timbal ini masuk ke dalam
lingkungan melalui buangan gas kendaraan. Partikel berukuran lebih besar
akan segera jatuh ke tanah kemudian mencemari tanah atau permukaan air.
Sementara itu, partikel berukuran lebih kecil akan bergerak pada jarak yang
jauh melalui udara dan menetap di atmosfer. Timbal ini akan jatuh kembali ke
tanah ketika hujan. Siklus timbal akibat aktivitas manusia ini jauh lebih luas
dari siklus timbal alami. Hal tersebut menyebabkan polusi timbal menjadi
masalah dunia (Irianti et al., 2020).
Timbal sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun,
batang, akar, dan umbi-umbian. Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman
bergantung pada komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal tertinggi (100-
1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesa dan
pertumbuhan tanaman. Tanaman dapat menyerap timbal pada saat kondisi
kesuburan tanah dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini,
logam Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan bergerak bebas pada larutan tanah
dalam bentuk ion. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya,
maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman (Irianti et al., 2020).

6
7

E. Metabolisme Timbal
a) Absorbsi
Timbal dan senyawanya masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi dan
ingesti. Absorpsi melalui kulit hanya terjadi pada timbal dalam bentuk
organik. Timbal yang masuk melalui inhalasi akan masuk ke dalam
sistem pernapasan. Partikel < 10 µm dapat tertahan di paru- paru,
sedangkan partikel yang > 10 µm mengendap di saluran pernapasan
bagian atas (Nurul, 2021).
b) Distribusi
Timbal yang diabsorbsi diangkut oleh darah ke organ tubuh. 95% timbal
akan diikat oleh eritrosit dalam darah, 90% diikat oleh tulang, sisanya
terdeposit dalam jaringan lunak (hati, ginjal dan saraf). Waktu tinggal
timbal dalam darah yaitu 35 hari, pada jaringan lunak selama 40 hari,
tulang trabekular selama 3-4 tahun, dan komponen kortikal tulang
selama 16-20 tahun (Nurul, 2021).
c) Ekskresi
Ekskresi timbal melalui saluran cerna berupa tinja, melalui saluran
eksresi berupa urin dan melalui keringat serta rambut. Ekskresi timbal
melalui urin sebanyak 75-80%, sedangkan melalui tinja hanya 15%.
Eksresi timbal melalui saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif dan
pasif kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar lainnya di dinding usus,
regenerasi sel epitel serta ekskresi empedu. Sedangkan proses ekskresi
timbal melalui ginjal dipengaruhi oleh filtrasi glomerulus (Nurul,
2021).

7
BAB III
PEMBAHASAN

A. Patofisiologi Penyakit
Salah satu contoh penyakit dari meningkatnya kadar Pb di lingkungan
yaitu anemia dan hipertensi. Anemia terjadi karena berbagai sebab, seperti
defisiensi besi, defisiensi asam folat, vitamin B12 dan protein. Secara langsung
anemia terutama disebabkan karena produksi/kualitas sel darah merah yang
kurang dan kehilangan darah baik secara akut atau menahun.
Ada 3 penyebab anemia, yaitu:
1. Defisiensi zat gizi
 Rendahnya asupan zat gizi baik hewani dan nabati yang merupakan
pangan sumber zat besi yang berperan penting untuk pembuatan
hemoglobin sebagai komponen dari sel darah merah/eritrosit. Zat gizi
lain yang berperan penting dalam pembuatan hemoglobin antara lain
asam folat dan vitamin B12.
 Pada penderita penyakit infeksi kronis seperti TBC, HIV/AIDS, dan
keganasan seringkali disertai anemia, karena kekurangan asupan zat
gizi atau akibat dari infeksi itu sendiri.
2. Perdarahan (Loss of blood volume)
 Perdarahan karena kecacingan dan trauma atau luka yang
mengakibatkan kadar Hb menurun.
 Perdarahan karena menstruasi yang lama dan berlebihan
3. Hemolitik
 Perdarahan pada penderita malaria kronis perlu diwaspadai karena
terjadi hemolitik yang mengakibatkan penumpukan zat besi
(hemosiderosis) di organ tubuh, seperti hati dan limpa. Bagian 1 15.
 Pada penderita Thalasemia, kelainan darah terjadi secara genetik
yang menyebabkan anemia karena sel darah merah/eritrosit cepat
pecah, sehingga mengakibatkan akumulasi zat besi dalam tubuh.

8
9

Di Indonesia diperkirakan sebagian besar anemia terjadi karena


kekurangan zat besi sebagai akibat dari kurangnya asupan makanan sumber zat
besi khususnya sumber pangan hewani (besi heme). Sumber utama zat besi
adalah pangan hewani (besi heme), seperti: hati, daging (sapi dan kambing),
unggas (ayam, bebek, burung), dan ikan. Zat besi dalam sumber pangan hewani
(besi heme) dapat diserap tubuh antara 20-30%.
Pangan nabati (tumbuh-tumbuhan) juga mengandung zat besi (besi non-
heme) namun jumlah zat besi yang bisa diserap oleh usus jauh lebih sedikit
dibanding zat besi dari bahan makanan hewani. Zat besi non-heme (pangan
nabati) yang dapat diserap oleh tubuh adalah 1-10%. Contoh pangan nabati
sumber zat besi adalah sayuran berwarna hijau tua (bayam, singkong,
kangkung) dan kelompok kacang-kacangan (tempe, tahu, kacang merah).
Masyarakat Indonesia lebih dominan mengonsumsi sumber zat besi yang
berasal dari nabati. Hasil Survei Konsumsi Makanan Individu (Kemkes, 2014)
menunjukkan bahwa 97,7% penduduk Indonesia mengonsumsi beras (dalam
100 gram beras hanya mengandung 1,8 mg zat besi). Oleh karena itu, secara
umum masyarakat Indonesia rentan terhadap risiko menderita Anemia Gizi
Besi (AGB).
Untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus, sebaiknya
mengonsumsi makanan kaya sumber vitamin C seperti jeruk dan jambu dan
menghindari konsumsi makanan yang banyak mengandung zat yang dapat
menghambat penyerapan zat besi dalam usus dalam jangka panjang dan pendek
seperti tanin (dalam teh hitam, kopi), kalsium, fosfor, serat dan fitat (biji-
bijian). Tanin dan fitat mengikat dan menghambat penyerapan besi dari
makanan.
Patofisiologi hipertensi terjadi pada saat bersamaan dimana sistem saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagi respons rangsang emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah
jantung) dengan total tahan perifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh
dari perkalian antara strok volume dengan heart rate (denyut jantung).

9
10

Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan


sirkulasi hormon di dalam tubuh. Empat sistem kontrol yang berperan dalam
mempertahankan tekanan darah, antara lain sistem baroreseptor arteri,
pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin, dan autoregulasi
vaskuler (Nurul et al., 2021).
Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam
aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan
arteri melalui mekanisme perlambatan jantung oleh reseptor vagal (stimulasi
parasimpatis) dan vasodilattasi dengan penurunan tonus simpatis. Oleh karena
itu, reflek kontrol sirkulasi meningkatkan tekanan arteri sistemik bila tekanan
bareseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila tekanan
baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagal pada
hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk kenaikan re-setting
sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat,
sekalipun penurunan tekanan tidak ada (Nurul et al., 2021).
Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila
tubuh mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui
mekanisme fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung
dan meningkatkan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara adekuat,
peningkatan tekanan arteri mengakibatkan diuresis dan penurunan tekanan
darah. Kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam
mengekresikan garam dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik.
Renin dan angiotensin memegang peranan dalam pengaturan tekanan
darah. Ginjal memperoduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak pada
substart protein plasma untuk memisahkan angiotensin 1, yang kemudian
diubah oleh converttingenzym dalam paru menjadi bentuk angiotensin II
kemudian menjadi angiotensin III. Angiotensin II dan III mempunyai aksi
vasokintriktor yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan mekanisme
kontrol terhadap pelepasan aldosteron. Aldosteron sangat bermakna dalam
hipertensi terutama pada aldoteronisme primer. Melalui peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatik, angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibitting

10
11

atau penghambatan pada ekresi garam (natrium) dengan akibat peningkatan


tekanan darah (Nurul et al., 2021).
Sekresi renin yang tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya
tahanan perifer vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi,
kadar renin harus diturunkan karena peningkatan tekanan arteriolar renal
mungkin menghambat sekresi renin. Namun demikian, sebagian besar orang
dengan hipertensi esensial mempunyai kadar renin normal.
Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi esensial
akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital.
Hipertensi esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole
arteriole. Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan
mengakibatakan kerusakan organ tubuh. Hal ini menyebabkan infark miokard,
strok, gagal jantung, dan gagal ginjal (Nurul et al., 2021).
Autoregulasi vaskular merupakan meknisme lain yang terlibat dalam
hipertensi. Autoregulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan
perfusi jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran berubah, proses-proses
autoregulasi akan menurunkan tahanan vaskular dan mengakibatkan
pengurangan aliran, sebaliknya akan meningkatkan tahanan vaskular sebagai
akibat dari peningkatan aliran. Autoregulasi vaskular nampak menjadi
mekanisme penting dalam menimbulkan hipertensi berkaitan dengan overload
garam dan air (Nurul et al., 2021).

B. Faktor risiko
Faktor resiko peningkatan kadar timbal di lingkungan adalah aktivitas
manusia yang menggunakan atau membuang bahan-bahan yang mengandung
timbal, seperti baterai, cat, bahan bakar, dan peralatan elektronik. Timbel dapat
terkontaminasi di udara, air, tanah, dan makanan, dan dapat masuk ke tubuh
manusia melalui inhalasi, ingestasi, atau penetrasi kulit. Selain itu, Aktivitas-
aktivitas manusia yang berkaitan dengan keracunan timbal termasuk daur ulang
baterai/aki asam timbal bekas formal maupun informal, penggunaan pigmen
timbal pada pewarnaan cat dan batik, pembangkit listrik tenaga batu bara,
penambangan emas tradisional dan skala kecil, pembakaran bahan bakar

11
12

bertimbal yang mencemari tanah, aktivitas industri, dan limbah kapal. Timbal
dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, terutama pada anak-anak,
seperti anemia, gangguan fungsi ginjal, hipertensi, penurunan intelegensi, dan
kerusakan jaringan neurologis (Lynn Tang et al., 2022).

C. Pencegahan
Menurut WHO, langkah- langkah yang dapat diterapkan untuk mencegah
dan mengurangi paparan timbal di dalam tubuh adalah dengan mengeliminasi
sumber paparan timbal, mengenali hal-hal yang dapat terkontaminasi, sehingga
kita dapat menghindari adanya exposure, seperti menghilangkan penggunaan
timbal dalam produk rumah tangga, melakukan monitoring kadar timbal dalam
tubuh, memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai timbal sehingga
meningkatkan pengetahuannya (Salsabila & Hananingtyas, 2023).
Keracunan timbal menyebabkan efek yang parah dan merupakan
masalah yang serius, namun yang penting, hal ini dapat dicegah. Pendekatan
terbaik adalah dengan menghindari paparan timbal. Disarankan untuk sering
mencuci tangan dan juga meningkatkan asupan kalsium dan zat besi.
Disarankan juga untuk tidak memasukkan tangan mereka, yang dapat
terkontaminasi, ke dalam mulut, sehingga meningkatkan kemungkinan
keracunan timbal. Sering-seringlah menyedot debu dan hilangkan penggunaan
dan atau keberadaan benda-benda yang mengandung timbal seperti tirai dan
perhiasan di dalam rumah juga dapat membantu mencegah paparan.
Keracunan timbal umumnya diobati dengan menggunakan chelating
garam disodium kalsium edentat, yang merupakan pengkelat kalsium dari
garam disodium asam etilen-diamin-tetrasetat (EDTA). Zat pengkelat tersebut
memiliki afinitas yang tinggi terhadap zat penghilang. Zat pengkhelat timbal
memiliki afinitas yang lebih besar terhadap timbal daripada kalsium sehingga
timbal yang terkhelat terbentuk melalui pertukaran. Ini kemudian
diekskresikan dalam urin, meninggalkan kalsium yang tidak berbahaya. Kadar
timbal dalam darah terbukti dapat diturunkan dengan pengobatan
menggunakan succimer yang digunakan sebagai terapi khelasi pada anak-anak

12
13

yang terpapar timbal untuk meningkatkan perkembangan neuropsikologis


mereka (Putra, Fitri, & Febria, 2023).
D. Distribusi penyakit
Distribusi penyakit kasus peningkatan kadar Pb di lingkungan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Lokasi: Peningkatan kadar Pb di lingkungan biasanya terjadi di daerah yang


dekat dengan sumber pencemaran Pb, seperti industri, pertambangan, dan
jalan raya.
2. Demografi: Kelompok masyarakat yang rentan terhadap paparan Pb, seperti
anak-anak, wanita hamil, dan orang dewasa lanjut usia, lebih berisiko
mengalami penyakit akibat peningkatan kadar Pb di lingkungan.
3. Perilaku: Perilaku masyarakat, seperti kebiasaan merokok dan konsumsi
makanan yang terkontaminasi Pb, juga dapat meningkatkan risiko penyakit
akibat peningkatan kadar Pb di lingkungan.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, distribusi penyakit kasus


peningkatan kadar Pb di lingkungan dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Di daerah perkotaan: Peningkatan kadar Pb di lingkungan lebih sering terjadi


di daerah perkotaan, karena di daerah perkotaan terdapat lebih banyak sumber
pencemaran Pb, seperti industri, pertambangan, dan jalan raya. Selain itu,
penduduk perkotaan juga lebih sering terpapar Pb melalui udara, air, dan
makanan.
2. Di daerah pedesaan: Peningkatan kadar Pb di lingkungan juga dapat terjadi
di daerah pedesaan, terutama di daerah yang dekat dengan industri,
pertambangan, dan jalan raya. Selain itu, penduduk pedesaan juga dapat
terpapar Pb melalui tanah, air, dan makanan.
3. Di daerah yang dekat dengan sumber pencemaran Pb: Peningkatan kadar Pb
di lingkungan lebih sering terjadi di daerah yang dekat dengan sumber
pencemaran Pb, seperti industri, pertambangan, dan jalan raya.

13
14

4. Pada kelompok masyarakat yang rentan: Kelompok masyarakat yang rentan


terhadap paparan Pb, seperti anak-anak, wanita hamil, dan orang dewasa
lanjut usia, lebih berisiko mengalami penyakit akibat peningkatan kadar Pb
di lingkungan.
5. Pada masyarakat dengan perilaku yang berisiko: Masyarakat dengan perilaku
yang berisiko, seperti kebiasaan merokok dan konsumsi makanan yang
terkontaminasi Pb, juga dapat meningkatkan risiko penyakit akibat
peningkatan kadar Pb di lingkungan.

Berikut adalah beberapa contoh penyakit yang dapat terjadi akibat


peningkatan kadar Pb di lingkungan:

1. Gangguan perkembangan otak: Peningkatan kadar Pb di lingkungan dapat


menyebabkan gangguan perkembangan otak, terutama pada anak-anak.
Gangguan perkembangan otak ini dapat menyebabkan penurunan IQ,
gangguan belajar, dan gangguan perilaku.
2. Gangguan sistem saraf: Peningkatan kadar Pb di lingkungan dapat
menyebabkan gangguan sistem saraf, seperti kelumpuhan, kesulitan
berbicara, dan gangguan pendengaran.
3. Gangguan ginjal: Peningkatan kadar Pb di lingkungan dapat menyebabkan
gangguan ginjal, seperti gagal ginjal.
4. Gangguan jantung: Peningkatan kadar Pb di lingkungan dapat menyebabkan
gangguan jantung, seperti hipertensi dan penyakit jantung koroner.
5. Gangguan kanker: Peningkatan kadar Pb di lingkungan dapat meningkatkan
risiko kanker, terutama kanker paru-paru dan kanker ginjal.

Untuk mencegah terjadinya penyakit akibat peningkatan kadar Pb di


lingkungan, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi paparan Pb,
seperti:

14
15

1. Mengurangi penggunaan Pb: Pemerintah perlu menerapkan peraturan untuk


mengurangi penggunaan Pb, seperti pelarangan penggunaan Pb dalam cat,
aki, dan produk lainnya.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat: Masyarakat perlu meningkatkan
kesadaran akan bahaya Pb dan cara-cara untuk mengurangi paparan Pb.
3. Melakukan pemantauan lingkungan: Pemerintah perlu melakukan
pemantauan lingkungan untuk mengetahui tingkat pencemaran Pb di
lingkungan.

Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan dapat mengurangi risiko


penyakit akibat peningkatan kadar Pb di lingkungan.

E. Determinan Penyakit
Determinan penyakit kasus peningkatan kadar Pb di lingkungan meliputi:
1. Paparan: Paparan adalah faktor terpenting yang menentukan apakah

seseorang akan sakit akibat peningkatan kadar Pb di lingkungan. Paparan


Pb dapat terjadi melalui berbagai jalur, yaitu:
a) Udara: Pb dapat terhirup dari udara yang tercemar Pb, seperti udara di
sekitar industri, pertambangan, dan jalan raya.
b) Air: Pb dapat tertelan dari air yang tercemar Pb, seperti air sungai, air

sumur, dan air minum.


c) Makanan: Pb dapat masuk ke tubuh melalui makanan yang
terkontaminasi Pb, seperti ikan, sayuran, dan buah-buahan.
d) Tanah: Pb dapat terhirup, tertelan, atau menempel di kulit dari tanah

yang tercemar Pb, seperti tanah di sekitar industri, pertambangan, dan


tempat pembuangan sampah.
2. Karakteristik individu: Karakteristik individu juga dapat mempengaruhi

risiko penyakit akibat peningkatan kadar Pb di lingkungan. Kelompok


masyarakat yang rentan terhadap paparan Pb, seperti anak-anak, wanita
hamil, dan orang dewasa lanjut usia, lebih berisiko mengalami penyakit
akibat peningkatan kadar Pb di lingkungan.

15
16

3. Perilaku: Perilaku masyarakat juga dapat meningkatkan risiko penyakit

akibat peningkatan kadar Pb di lingkungan. Kebiasaan merokok dan


konsumsi makanan yang terkontaminasi Pb, misalnya, dapat
meningkatkan paparan Pb dan meningkatkan risiko penyakit.
Berikut adalah beberapa contoh penyakit yang dapat terjadi akibat
peningkatan kadar Pb di lingkungan:
a) Gangguan perkembangan otak: Peningkatan kadar Pb di lingkungan

dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak, terutama pada


anak-anak. Gangguan perkembangan otak ini dapat menyebabkan
penurunan IQ, gangguan belajar, dan gangguan perilaku.
b) Gangguan sistem saraf: Peningkatan kadar Pb di lingkungan dapat

menyebabkan gangguan sistem saraf, seperti kelumpuhan, kesulitan


berbicara, dan gangguan pendengaran.
c) Gangguan ginjal: Peningkatan kadar Pb di lingkungan dapat
menyebabkan gangguan ginjal, seperti gagal ginjal.
d) Gangguan jantung: Peningkatan kadar Pb di lingkungan dapat

menyebabkan gangguan jantung, seperti hipertensi dan penyakit


jantung koroner.
e) Gangguan kanker: Peningkatan kadar Pb di lingkungan dapat

meningkatkan risiko kanker, terutama kanker paru-paru dan kanker


ginjal.
Untuk mencegah terjadinya penyakit akibat peningkatan kadar Pb di
lingkungan, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi paparan Pb,
seperti:
1. Mengurangi penggunaan Pb: Pemerintah perlu menerapkan peraturan
untuk mengurangi penggunaan Pb, seperti pelarangan penggunaan Pb
dalam cat, aki, dan produk lainnya.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat: Masyarakat perlu
meningkatkan kesadaran akan bahaya Pb dan cara-cara untuk
mengurangi paparan Pb.

16
17

3. Melakukan pemantauan lingkungan: Pemerintah perlu melakukan


pemantauan lingkungan untuk mengetahui tingkat pencemaran Pb di
lingkungan.

Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan dapat mengurangi risiko


penyakit akibat peningkatan kadar Pb di lingkungan.

E. Cscscscsa
F. Sxascsc
G. csacascs

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain. Timbal merupakan logam sangat beracun terutama
terhadap anak-anak. Penggunaan timbal yang telah tersebar luas, menyebabkan
kontaminasi pada lingkungan dan timbulnya masalah kesehatan di berbagai
belahan dunia. Timbal secara alami ditemukan pada tanah, serta bersifat tidak
berbau dan tidak berasal. Timbal sebenarnya terbentuk secara alami di alam,
namun kebanyakan dari konsentrasi timbal di lingkungan berasal dari hasil
aktivitas manusia.
Akibat penggunaan timbal pada bahan bakar, siklus timbal buatan telah
terbentuk. Pada mesin kendaraan, timbal dibakar sehingga garam timbal
(klorin, bromin dan oksida) akan terbentuk. Garam timbal ini masuk ke dalam
lingkungan melalui buangan gas kendaraan. Salah satu contoh penyakit dari
meningkatnya kadar Pb di lingkungan yaitu anemia dan hipertensi. Faktor
resiko peningkatan kadar timbal di lingkungan adalah aktivitas manusia yang
menggunakan atau membuang bahan-bahan yang mengandung timbal, seperti
baterai, cat, bahan bakar, dan peralatan elektronik. Timbel dapat terkontaminasi
di udara, air, tanah, dan makanan, dan dapat masuk ke tubuh manusia melalui
inhalasi, ingestasi, atau penetrasi kulit.
Menurut WHO, langkah- langkah yang dapat diterapkan untuk mencegah
dan mengurangi paparan timbal di dalam tubuh adalah dengan mengeliminasi
sumber paparan timbal, mengenali hal-hal yang dapat terkontaminasi, sehingga
kita dapat menghindari adanya exposure, seperti menghilangkan penggunaan
timbal dalam produk rumah tangga, melakukan monitoring kadar timbal dalam
tubuh, memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai timbal sehingga
meningkatkan pengetahuannya. Keracunan timbal menyebabkan efek yang

18
19

parah dan merupakan masalah yang serius, namun yang penting, hal ini dapat
dicegah. Pendekatan terbaik adalah dengan menghindari paparan timbal.
Disarankan untuk sering mencuci tangan dan juga meningkatkan asupan
kalsium dan zat besi.
B. Saran
1. Memberikan saran dalam penggunaan alternatif yang aman dan ramah
lingkungan untuk menggantikan produk atau material yang mengandung
timbal.
2. Mengajak masyarakat untuk menghindari barang-barang yang mengandung
timbal, seperti mainan anak-anak yang dilapisi dengan cat berbasis timbal.
3. Memberikan program edukasi dan kampanye kesadaran untuk
menginformasikan masyarakat tentang bahaya timbal dan cara-cara
mengurangi paparan terhadap timbal.
4. Mengajak masyarakat untuk melakukan tes darah secara berkala untuk
memantau kadar timbal dalam tubuh mereka.
5. Mensosialisasikan informasi tentang bahaya timbal melalui media sosial,
brosur, dan kegiatan komunitas.
6. Sebaiknya pemerintah mengembangkan kebijakan perlindungan
lingkungan yang lebih ketat terkait penggunaan timbal.
7. Mendorong pemerintah untuk bekerja sama dengan industri dan masyarakat
dalam mengimplementasikan kebijakan perlindungan
lingkungan yang efektif.

19
DAFTAR PUSTAKA

(Unicef), U. N. I. C. E. F. (2020). Sepertiga Anak-Anak Di Dunia Mengalami


Keracunan Timbal.
Alfazani, M. R., & Khoirunisa A, D. (2021). Faktor Pengembangan Potensi Diri:
Minat/Kegemaran, Lingkungan Dan Self Disclosure (Suatu Kajian Studi
Literatur Manajemen Pendidikan Dan Ilmu Sosial). Jurnal Manajemen
Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2(2), 586–597.
Https://Doi.Org/10.38035/Jmpis.V2i2.487
Berniyanti, T. 2021. Biomarker Toksisitas paparan logam tingkat molikuler.
Airlangga University Press. Mulyorejo Surabaya.
Irianti, T. T., Kuswadi, Nuranto, S., & Budiyatni, A. (2020). Logam Berat Dan
Kesehatan. Grafika Indah Isbn: 979820492-1, January 2017, 1–131.
Ismail, H., Bait, Y., & Liputo, A. (2022). Analisis Kontaminasi Timbal (Pb) Pada
Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Yang Dijual Di Pingir Jalan Kota Gorontalo
Analysis Of Plumbum (Pb) Contamination In Carica Papaya L. Sold On The
Roadside Gorontalo City. Jambura Edu Biosfer Journal, 4(1), 23–29.
Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.34312/Jebj
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemkes). (2022). Kadar Timbal (Pb)
Pada Anak-Anak Usia 6-12 Tahun.
Lynn Tang, Aaron Schwid, Dan Kass (Vital Strategies), & Mutiara Siadari. (2022).
Ringkasan Kebijakan: Mengurangi Keracunan Timbal Pada Anak-Anak Di
Indonesia. 1–16.
Nurul, K., Rahman, Fathkur Handono, & Fauzi, Kholid Ahmad. (2021). Terapi
Masase Dan Terapi Nafas Dalam Pada Hipertensi (L. Lulok Mabruroh (Ed.)).
Ahlimedia Pres.
Https://Books.Google.Co.Id/Books?Hl=En&Lr=&Id=Vjgoeaaaqbaj&Oi=Fnd
&Pg=Pp1&Dq=Terapi+Masase+Dan+Terapi+Nafas+Dalam+Pada+Hiperten
si&Ots=Khgjjjjwuv&Sig=Yegsrgi-Rgismsracpyz-
Q6mqa8&Redir_Esc=Y#V=Onepage&Q=Terapi Masase Dan Terapi Nafas
Dalam Pada Hipertensi&F=
Prihatiningsih, D., & Putra, I Gusti Putu Agus Ferry Sutrisna. (2023). Hubungan

20
21

Kadar Plumbum (Pb) Dalam Darah Dengan Jumlah Eritrosit Pada Ibu Hamil.
Jurnal Education and Development, 11(2), 83–86.
https://doi.org/10.37081/ed.v11i2.4339
LAMPIRAN

Lampiran 1.

Lampiran 2

22
Lampiran 3

Lampiran 4

23
Lampiran 5

Lampiran 6.

24
Lampiran 7

Lampiran 8

25

Anda mungkin juga menyukai