Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

DASAR-DASAR ILMU LINGKUNGAN


“KONTRADIKSI KENDARAAN LISTRIK BEBAS EMISI TERHADAP
PENCEMARAN LINGKUNGAN”

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ulfah Utami, M.Si

Disusun Oleh:
KELOMPOK 1 (BIOLOGI D)
Murtafi’atul Aula (200602110041)
Indah Nur Sobach (200602110048)
Alirsyad Yanuardhika (200602110141)
Muhammad Khairul Ikhsan (200602110154)
Widia Kusuma Ningrum (200602110156)
Faiz Muzakki Al-faruq (200602110158)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan menyebut nama Allah SWT. yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Pertama, mari kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kita masih diberi kesehatan dan kesempatan
untuk berpikir kritis dalam menimba ilmu. Sholawat serta salam senantiasa tercurah
kepada baginda kita, Nabi besar Muhammad SAW. yang telah menuntun kita keluar
dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Atas nikmat dan pertolongan-Nya pula, kami diberi kemudahan dalam menyusun
makalah berjudul “Kontradiksi Kendaraan Listrik Bebas Emisi terhadap
Pencemaran Lingkungan” ini guna memenuhi tugas mata kuliah “Dasar-Dasar Ilmu
Lingkungan”. Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik seperti sebagaimana
mestinya, meskipun pastinya terdapat kekurangan.
Dengan terbitnya makalah ini, diharapkan dapat dijadikan sumber ilmu
pengetahuan dan penambah wawasan bagi para pembaca, maupun penulisnya
sendiri. Kritik serta saran yang membangun terhadap makalah ini sangat bermanfaat
untuk penyusunan makalah kami kedepannya.

Terima kasih atas perhatiannya.


Mohon maaf atas segala kekurangan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Malang, 03 Oktober 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................. 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1 Polusi Udara Indonesia .......................................................................... 3
2.1.1 Daerah penyumbang polusi udara terbesar di Indonesia ........... 5
2.1.2 Sektor Penyumbang Polusi Udara Indonesia ............................... 9
2.2 Kendaraan Listrik Indonesia dan Efek yang Ditimbulkan .............. 11
2.3 Industri Listrik di Indonesia ............................................................... 13
2.4. Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Indonesia ................................... 15
2.5 Dampak Negatif Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Indonesia ...... 17
2.5.1 Polusi Udara dan Perubahan Iklim ............................................. 18
2.5.2 Masalah Kesehatan dan Lingkungan .......................................... 19
2.6 Solusi atau Rekomendasi ..................................................................... 20
BAB III ................................................................................................................. 24
PENUTUP ............................................................................................................ 24
3.1 KESIMPULAN ..................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polusi udara sudah menjadi permasalahan yang serius di kota-kota besar di


Indonesia, dengan dampak yang serius terhadap kesehatan masyarakat, lingkungan
dan pengembangan ekonomi. Dengan semakin meningkatnya pencemaran udara
yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan makhluk hidup, sehingga diperlukan
upaya pencegahan serta penanggulangan secara terpadu dan konsepsional untuk
memulihkan mutu udara agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Lubis, 2002).
Keputusan Menteri Negara Kependudukan Dan Lingkungan Hidup
(KEPMENKLH) No.Kep.02/Men-KLH/1988, yang dimaksudkan dengan
pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat energi dan
atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan
manusia atau proses alam sehingga kualitas udara turun hingga ke tingkat tertentu
yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya. Udara yang mengandung zat pencemar dalam hal ini
disebut udara tercemar. Udara yang tercemar tersebut dapat merusak lingkungan
dan kehidupan manusia. Kerusakan lingkungan 2 berarti berkurangnya daya
dukung alam terhadap kehidupan yang pada gilirannya akan mengurangi kualitas
hidup manusia secara keseluruhan.
Sumber pencemaran udara yang utama adalah berasal dari transportasi terutama
kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar yang mengandung zat
pencemar, 60% dari pencemar yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan
sekitar 15% terdiri dari hidrokarbon. Akhir akhir ini negara Indonesia digemparkan
dengan kendaraan listrik yang dapat menajdi solusi penguran polusi udara, namun
Adanya kendaraan listrik memang seperti menjadi solusi menjanjikan untuk
menekan pengeluaran emisi karbon monoksida kendaraan bermotor sekarang.
Namun dalam permasalahan ini, kita tidak bisa melihat sesuatu dari satu sisi saja,
melainkan harus jeli melihat efek-efek yang akan disebabkan dari penggunaan
kendaraan listrik berbasis baterai (KLBB) secara massif, Karena kendaraan listrik
menjadi mudah untuk didapatkan, namun akan terjadi peningkatan permintaan

1
energi listrik. Pada permasalahan inilah akan dibahas lebih lanjut pada penjelasan
selanjutnya

1.2 Rumusan masalah

1. Apa saja masalah yang terkait dengan pencemaran udara di Indonesia?


2. Bagaimana dampak dari kendaraan listrik yang ditimbulkan di Indonesia?
3. Bagaiman industri listrik di Indonesia?
4. Bagaimana Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Indonesia?
5. Bagaimana dampak negatif dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di
Indonesia?
6. Apa saja solusi dan rekomendasi dari kontradiksi kendaraan listrik yang
bebas emisi di Indonesia?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui masalah yang terkait dengan pencemaran udara di


Indonesia
2. Untuk mengetahui dampak dari kendaraan listrik yang ditimbulkan di
Indonesia
3. Untuk mengetahui industri listrik di Indonesia.
4. Untuk mnegetahui Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Indonesia
5. Untuk mengetahui dampak negatif dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) di Indonesia
6. Untuk mengetahui solusi dan rekomendasi dari kontradiksi kendaraan listrik
yang bebas emisi di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Polusi Udara Indonesia


Polusi udara adalah pencemaran udara yang terdapat substansi kimia ataupun
biologi di atmosfer dengan jumlah banyak yang memberikan efek negatif dan
berbahaya. Polusi udara biasanya disebabkan oleh debu, partikel,-partikel, asap
pembakaran, asap rokok, gas-gas seperti CO, CO2, NO2, CFC. Efek dari polusi
udara sangat berbahaya bagi makhluk hidup, karen dapat menimbulkan adanya
gangguan seperti ganggaun pernapasan, iritasi kulit, kanker kulit, dan lain
sebagainya (Sabubu, 2020).
Kualitas udara Indonesia dari tahun ke tahun semakin menurun dan
memburuk. Indeks polusi yang dikembangkan oleh Greenstone dan Qing, 2019
menunjukkan bahwa dampak kesehatan jauh lebih besar terancam di beberapa
negara karena polusi partikulat yang tinggi. Indonesia khususnya warga Jakarta,
diperkirakan dapat kehilangan 2,3 tahun harapan hidup apabila tingkat polusi
meningkat. Menurut Indeks Kualitas Udara Kehidupan (AQLI) rata-rata orang
Indonesia dapat kehilangan 1,2 tahun harapan hidup karena pada tingkat polusi,
karena kualitas udara gagal memenuhi pedoman Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) untuk konsentrasi partikel halus (PM2,5). PM atau Particulate Metter 2.5
adalah partikel udara berukuran 2.5 mikron (mikrometer) atau lebih kecil. Telah
diketahui data AQLI (Air Quality Life Indeks) menunjukkan bahwa kualitas udara
di Indonesia mengalami penurunan secara drastis pada beberapa dekade dan
mengalami penurunan paling tajam sejak tahun 2013 (Lee, 2021).
Masalah polusi udara di seluruh dunia, Indonesia menempati rangking ke –
17 pada tahun 2021. Sementara itu, sejumlah negara di Asia Tenggara dan Asis
Selatan memiliki kualitas udara terburuk pada tahun 2021. Negara-negara tersebut
juga terdapat 4.650 kota yang paling terancam di dunia. Sedangkan, negara yang
kualitas udaranya semakin meningkat menurut Kualitas Udara Dunia IQAir 2021
menyebutkan bahwa China memiliki tingkat polusi udara yang lebih rendah
dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Pramanik, 2020).

3
Kondisi polusi udara di Indonesia pada tahun 2021, dilaporkan memiliki
konsentrasi PM2,5 tertinggi yaitu 34,3 mikrogram/ m3. Jumlah konsentrasi PM2,5
tersebut menjadikan Indonesia menempati peringkat pertama yang paling berpolusi
dalam kawasan Asia Tenggara. IQAir melaporkan bahwa kadar konsentrasi PM2,5
tertinggi yaitu pada bulan Juni dan Juli, dengan masing-masing 54,5 mikrogram/
m3 dan 57,2 mikrogram/ m3. Sedangkan, kadar konsentrasi PM2,5 terendah yaitu
pada bulan Februari 24,3 mikrogram/ m3 dan November 23,8 mikrogram/ m3. Dari
Laporan Kualitas Udara Dunia IQAir, diketahui bahwa Surabaya dan Jakarta
berturut-turut menempati peringkat ke 11 dan 12 sebagai kota di Asia Tenggara
yang udaranya paling berpolusi (Lee, 2021). Sedangkan, kota-kota yang terdaftar
sebagai kota paling rendah polusi udaranya adalah Samarinda, Kayu Agung, Banda
Aceh, dan Palangkaraya.
Riset terbaru mengungkapkan bahwa pada saat Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PPKM), jelas bahwa penggunaan kendaraan menurun, tetapi
tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas udara. Kualitas udara saat PPKM
relatif sama, begitu pula kadar PM2,5. Bahkan, ditemukan peningkatan polusi udara
di daerah Jakarta pada masa PPKM. Daerah yang mengalami peningkatan polusi
udara paling tinggi yaitu Bogor bagian Barat naik hingga sekitar 33%. Dapat
disimpulkan bahwa meningkatnya kadar PM2,5 tidak hanya dipengaruhi oleh
kendaraan bermotor yang mengandung senyawa berbahaya (Lee, 2021).
Berikut data statistik yang menunjukkan kadar PM2,5 dari tahun 2010 sampai
tahun 2015

4
AQLI menunjukkan bahwa Indonesia memiliki peluang untuk memperoleh
manfaat kesehatan yang besar apabila berhasil membersihkan udara dari polusi.
Apabila Indonesia mampu mencapai peningkatan yang berkelanjutan terhadap
kualitas udara, maka orang Indonesia diperkirakan dapat hidup delapan bulan lebih
lama. Bahkan orang-orang yang bermukim di daerah berpolusi tinggi akan
mendapatkan manfaat lebih besar, yaitu diperkirakan dapat hidup hingga 2,5 tahun
lebih lama (Lee, 2021).

2.1.1 Daerah penyumbang polusi udara terbesar di Indonesia

Sumber : Indeks kualitas udara (Air Quality Index) dan polusi udara PM2.5 di
Indonesia

Gambar tersebut merupakan data kondisi kualitas udara di Indonesia menurut


Air Quality Index (AQI) yang diperbarui tanggal 03 Oktober 2022. Dapat terlihat
bahwa polusi udara paling tinggi terdapat di Pulau Jawa dan Sumatera. Berdasarkan
data dari Pusat Krisis kementrian Kesehatan mencatat bahwa telah terjadi
kebakaran di Muara Enim, Sumatera Selatan pada 29 September 2022. Hal ini
mempengaruhi kulaitas udara yang ada disana. Berdasarkan Indeks Standar
Pencemaran Udara (ISPU), ada lima kandungan berbahaya dalam asap kebakaran
hutan, yakni Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida
(NO2), dan Ozon Permukaan (O3). Kandungan Berbahaya yang terkandung dalam
asap kebakaran hutan tersebut sangat berdampak pada kualitas udara yang dapat

5
menyebabkan polusi udara. Sehingga, kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia
turut menyumbangan polusi udara. Selain itu aktivitas diperkotaan juga dapat
menjadi salah satu faktor meningkatnya pencemaran udara. Sedangkan, kulaitas
udara yang buruk di Pulau Jawa disebabkan oleh banyaknya perkotaan. Perkotaan
merupakan daerah penyumbang polusi udara terbesar, dimana 70% pencemaran
udara diperkotaan disebabkan oleh aktivitas kendaraan bermotor dan lainnya
berasal dari aktivitas manusia seperti dampak dari PLTU, asap pabrik, limbah
rumah tangga, dan asap rokok. tingkat pencemaran udara di kota-kota besar yang
ada di pulau jawa seperti Jakarta, Surakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan
Serang (Banten), serta kota-kota yang dilalui Jalur Pantura sudah dan/atau hampir
melampaui standar kualitas udara ambient khususnya untuk parameter oksida
nitrogen (Kusminingrum dan Gunawan, 2008).
Hal tersebut diperparah dengan kondisi pembangunan perumahan di
perkotaan yang sangat pesat dan cenderung untuk tidak mempertimbangkan faktor
konservasi lingkungan. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya
keseimbangan ekosistem perkotaan dengan meningkatnya suhu udara di perkotaan,
serta pencemaran udara yang berasal dari kegiatan transportasi, permukiman,
persampahan dan industri (Suyanto, 2012). Pertumbuhan wilayah yang sangat pesat
memberikan beberapa dampak. Disamping dampak baik sebagai penyokong
perekonomian, namun juga membawa dampak buruk bagi lingkungan sekitarnya
seperti polusi udara. Menurut Primasari (2021) Kendaraan bermotor merupakan
penyumbang polusi udara terbesar di daerah perkotaan.
Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dapat terjadi karena adanya
pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang semakin meningkat pula. Salah satu
kasusnya ialah terjadinya pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta yang lebih tinggi
dibanding kota-kota lainnya, hal ini membuat perubahan pada gaya hidup yang
merupakan akibat dari meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakatnya.
Akibatnya terjadi peningkatan dalam kepemilikan dan penggunaan kendaraan
pribadi (mobil dan sepeda motor) serta angkutan umum (Ismiyati, 2014).
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyo (2021) mengenai
pencemaran di kota Surabaya. Kota Surabaya mengalami pertambahan penduduk
setiap tahunnya. Hal ini juga berpotensi meningkatknya jumlah kendaraan bermotor

6
sehingga menghasilkan polusi udara berupa Karbon Monoksida (CO) yang berasal
dari emisi kendaraan bermotor.
Data terakhir Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas
Polri) tahun 2013, menyebutkan bahwa jumlah kendaraan bermotor khususnya
sepeda motor mengalami peningkatan jumlah sebanyak 12% per tahunnya dari
2011-2013. pada 2011 sebanyak 84,193, pada 2012 sebanyak 94,229 unit, dan pada
tahun 2013 jumlah kendaraan yang beroperasi di seluruh Indonesia mencapai
104,211 juta unit, Dari jumlah tersebut, maka polusi terbanyak disumbang oleh
sepeda motor dengan rata-rata 73%.

Sumber: Ismiyati, 2014


.
Semakin bertambahnya jumlah kendaraan maka semakin banyak pula jumlah
bahan bakar yang harus dikeluarkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan
dan perkiraan mengenai pengunaan energi oleh kendaraan bermotor. Data
kendaraan bermotor yang tersedia di Badan Pusat Statistik baik pusat maupun
daerah dikategorikan menjadi empat jenis kendaraan bermotor, yaitu mobil
penumpang, bus, truk, dan sepeda motor. Dengan menggunakan data dari Dinas
Pendapatan Daerah maka dapat diprakirakan pangsa penggunaan bensin dan solar
untuk masing-masing jenis kendaraan bermotor.

7
Untuk memperkirakan kebutuhan energi pada masing-masing jenis kendaraan,
dapat dilakukan perhitungan dengan parameter utama yaitu intensitas dan aktifitas
penggunaan energi. Parameter intensitas penggunaan energi dipengaruhi oleh jenis
moda transportasi dan usia kendaraan. Kendaraan baru intensitasnya lebih rendah
karena lebih efisien dalam penggunaan energi dari pada kendaraan yang sudah
berumur tua. Sedangkan aktifitas penggunaan energi dipengaruh oleh pertumbuhan
jumlah kendaraan. Berikut merupakan data serta perkiraan penggunaan kebutuhan
energi kendaraan bermotor menurut Sugiyono (2013):

Kebutuhan bahan bakar untuk kendaraan bermotor di Kota Jakarta meningkat


dari 2,6 juta kilo liter (kl) pada tahun 2010 menjadi 5,4 juta kl pada tahun 2030.
Sedangkan kebutuhan bahan bakar di kota Bandung meningkat dari 0,60 juta kl
pada tahun 2010 menjadi 1,66 juta kl pada tahun 2030 atau meningkat dengan
pertumbuhan ratarata 5,2% per tahun. Pangsa penggunaan bensin cukup tinggi
selama periode 2010-2030 yakni lebih dari 70% dari total penggunaan bahan bakar.
Kota Semarang diprakirakan masih cukup pesat pertumbuhan penggunaan
bahan bakarnya untuk kendaraan bermotor dan mencapai 12,6% per tahun. Pada
tahun 2010 kebutuhan bahan bakar mencapai 0,50 juta kl dan meningkat menjadi
5,38 juta kl pada tahun 2030. Sedangkan kebutuhan bahan bakar di kota Yogyakarta
diprakirakan masih cukup pesat pertumbuhan yang mencapai 12,1% per tahun.
Penggunaan bahan bakar meningkat dari 0,53 juta kl pada tahun 2010 menjadi 5,23
juta kl pada tahun 2030 atau meningkat hampir 10 kali lipat dalam 20 tahun.

8
Kota Surabaya pada kurun waktu 2010-2030 diprakirakan kebutuhan bahan
bakar meningkat dari 0,83 juta kl pada tahun 2010 menjadi 1,19 juta kl atau
meningkat rata-rata 1,8% per tahun. Pada akhir periode pangsa penggunaan bensin
akan mencapai 70% dari total kebutuhan (Sugiyono, 2013).
Selain kendaraan bermotor, penyumbang polusi udara terbanyak yang terjadi
di perkotaan juga disebabkan oleh dampak dari PLTU. Menurut Trianisa, dkk
(2020) Jakarta merupakan salah satu kota yang memiliki kondisi udara yang
mengkhawatirkan bahkan dapat digolongkan sangat berbahaya. Menurut penelitian
Greenpeace, kondisi tersebut disebabkan oleh adanya pembangkit listrik tenaga
batubara (PLTU) sebagai faktor yang ikut andil dalam masalah polusi di Jakarta.
Selain akibat PLTU, penelitian yang dilakukan oleh Santoso, dkk (2018)
menunjukkan bahwa Jakarta dan juga Semarang merupakan contoh daerah yang
terdampak polusi udara akibat adanya pertumbuhan ekonomi dari kegiatan industri.

2.1.2 Sektor Penyumbang Polusi Udara Indonesia


Permasalahan udara yang semakin tahun semakin memburuk sebagian besar
disebabkana oleh manusia, selain manusia faktor alam juga menjadi penyeabb
pencemaran udara (Pramanik, 2020). Faktor manusia biasanya disebabkan karena
aktivitas yang tidak ramah lingkungan. Sedangkan, faktor alam biasanya
disebabkan oleh adany abencana alam Berdasarkan asalnya, pencemaran udara
dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Pencemaran udara primer, yaitu berasal dari bahan kimia yang ditambahkan
secara langsung ke udara dan dapat menyebabkan konsentrasinya meningkat
dan membahayakan. Contohnya yaitu zat CO2 yang konsentrasinya meningkat
di atas konsentrasi normal.
2. Pencemaran udara sekunder, yaitu yang berasal dari senyawa kimia berbahaya
yang timbul dari hasil reaksi antara komponen alami dengan zat polutan
primer. Contohnya yaitu Peroxyl Acetil Nitrat (PAN).
Berdasarkan bentuknya, encemaran udara dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Pencemaran uadara berbentuk gas yang berasal dari uap yang dihasilkan oleh
zat padat atau cair karena suatu proses pemanasan atau mengauap sendiri.
Contoh: CO2, CO. Sox, dan Nox.

9
2. Pencemaran udara berbentuk partikel, yang berasal dari zat-zat kecil yang telah
terdispresi ke udara. Wujudnya ada yang padat, cair, juga perpaduan antara
padat dan cair. Contoh: debu, asap, kabut, dan lain sebagainya
Berdasarkan susunan kimia, pencemaran udara dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Pencemaran udara zat anorganik, yaitu yang tidak mengandung karbon.
Contoh: amonia, asbestos, asam sulfat, dan lain-lain
2. Pencemaran udara zat organik, yaitu yang memiliki kandungan karbon.
Contoh: pestisida, herbisida, bberapa jenis alkohol, dan lain-lain.
Permasalahan atau pencemaran udara baik dilihat berdasarkan asal, bentuk
ataupun susunan kimianya, menurut Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) tahun 2021, yang paling besar memberikan sumbangan polusi udara
adalah kendarana bermotor yaitu berkontribusi sebesar 70% terhadap pencemaran.
Kendaraan bermotor tersebut mengandung beberapa senyawa, antara lain nitrogen
oksida (Nox), karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2) dan partikulat (PM).
Beberapa aktivitas yang menyebabkan meningkatnya pencemaran udara yaitu
(Pramanik, 2020):
1. Pertambangan, yaitu proses penambangan yang dilakukan untuk
mengekstraksi mineral yang ada di bawah bumi menggunakan alat besar yang
memfungsikannya membutuhkan bahan bakar. Apabila alat besar yang
digunakan banyak, maka gas dan debu yang dihasilkan akan semakin banyak
yang menyebabkan bertambahnya polusi udara.
2. Pertanian, yaitu dalam aktivitas bertani biasanya memerlukan pupuk. Apabila
menggunakan pupuk anorganik biasanya terdapat bahan kimia yang sangat
reaktif yaitu amonia, biasanya untuk memproduksi berbagai bahan padat
seperti garam amonium, garam nitrat, dan urea. Amonia merupakan gas yang
berbahaya bagi lapisan atmosfer.
3. Penggunaan listrik berlebihan, yaitu dalam memenuhi kebutuhan listrik
diperlukan adanya bahan bakar batu bara. Semakin banyak listrik yang
digunakan, maka semakin banyak limbah batu bara yang terbuang ke udara.
Pembakaran pembangkit listrik dalam prosesnya menghasilkan gas yang
berbahaya. Beberapa senyawa yang dikeluarkan yaitu gas sulfur dioksida,
nitrogen oksida, karbon dioksida, dll.

10
4. Asap pabrik, yaitu dalam industri pabrik pasti menggunakan alat besar yang
efeknya dapat menghasilkan asap dalam jumlah yang banyak. Dimana, asap
tersebut biasanya dibuang melalui cerobong asap yang ukuran dan jumlahnya
besar.
5. Limbah rumah tangga, yaitu berbagai kegiatan rumah tangga seringkali
menimbulkan sampah, baik sampah organik ataupun anorganik. Kemudian,
sampah/ limbah rumah tangga tersebut dibakar sehingga menimbulkan asap
yang mencemari udara. Selain ity, penggunaan alat elektronik yang
mengeluarkan asap dan gas juga dapat menghasilkan polusi.
6. Asap rokok, yaitu asap yang dihasilakn rokok apabila terhirup oleh orang lain
(perokok pasif) akan lebih berbahaya dan dapat menimbulkan masalah
kesehatan.
7. Erupsi gunung berapi, yaitu apabila terjadi erupsi gunung berapi akan
mengeluarkan abu vulkanik dari dalam. Abu vulkanik mengandung beberapa
senyawa berbahaya seperti timah, tembaga, seng, krom besi, juga silika yang
menyebabkan terjadinya pencemaran udara.

2.2 Kendaraan Listrik Indonesia dan Efek yang Ditimbulkan


Peluncuran kendaraan listrik sepertinya telah menjadi pembicaraan hangat di
dunia otomotif dan juga lingkup energi. Fakta yang mengatakan bahwa kendaraan
ini tidak lagi mengandalkan bahan bakar minyak (BBM) sebagai sumber energi
membuat masyarakat melihatnya sebagai solusi dari pencemaran udara yang selalu
menjadi topik permasalahan utama Indonesia dari tahun ke tahun. Kendaraan listrik
yang sedang dikembangkan pemerintah seperti Gesits, Tesla, hingga Hyundai
merupakan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) yang akan
menggunakan listrik hasil pengisian di berbagai tempat atau stasiun. Inovasi atau
kebijakan pemerintah yang menggencarkan kendaraan listrik sebagai solusi
pencemaran udara Indonesia didukung dengan pengadaan infrastruktur pengisian
kendaraan listrik yaitu berupa stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SKLU)
yang ditargetkan mencapai 571 unit, sementara untuk stasiun penukaran baerai atau
SPBKLU ditargetkan mencapai 3.000 unit. Guna menyukseskan kebijakan
tersebut, pemerintah akan terus melakukan kerja sama antarkementerian antarsektor

11
untuk mendorong pemanfaat kendaraan listrik dan bersama-sama mendorong
pemanfaat kendaraan listrik sebagai transisi energi bersih.
Adanya kendaraan listrik memang seperti menjadi solusi menjanjikan untuk
menekan pengeluaran emisi karbon monoksida kendaraan bermotor sekarang.
Namun dalam permasalahan ini, kita tidak bisa melihat sesuatu dari satu sisi saja,
melainkan harus jeli melihat efek-efek yang akan disebabkan dari penggunaan
kendaraan listrik berbasis baterai (KLBB) secara masif. Ketika kendaraan listrik
menjadi mudah untuk didapatkan, akan terjadi peningkatan permintaan energi
listrik. Tidak hanya untuk kebutuhan pengisian baterai, produksi dari baterai yang
digunakan oleh kendaraan listrik turut memerlukan energi yang besar. Sejalan
dengan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat akan meningkatkan
ketergantungan manusia terhadap energi listrik. Salah satu pertanyaan krusial yang
timbul sampai sekarang adalah, jika listrik yang digunakan untuk kendaraan listrik
tersebut memakai sumber dari PLTU, apakah kebijakan itu masih mendorong upaya
energi baru terbarukan (EBT)?
Sejumlah fakta menyebutkan bahwa Indonesia masih mengandalkan
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai sumber energi listrik yang tidak
rendah emisi. Meskipun pemerintah telah menargetkan pada tahun 2025
penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) akan mencapai 25%, pada
kenyataannya Indonesia masih sangat bergantung pada kontribusi batubara dan gas.
Menurut data yang disampaikan oleh Direktur Mega Project PLN Muhammad
Ikhsan Asaad, subtotal penggunaan bahan bakar fosil mencapai 87,4 % pada tahun
2020. Peningkatan permintaan kendaraan listrik pada pembangkit listrik yang tidak
ramah lingkungan ini secara tidak langsung akan menghilangkan aspek “hijau”.
Berangkat dari munculnya inovasi kendaraan listrik yang diluncurkan
pemerintah, sudah barang tentu akan membutuhkan sumber daya energi listrik
sangat besar untuk proses produksi dan pengisian daya baterai seperti yang telah
dipaparkan sebelumnya. Sumber energi listrik yang masih digunakan secara
dominan oleh Indonesia tidak sepenuhnya berasal dari energi terbarukan, namun
masih bergantung pada penggunaan batu bara. Berdasarkan informasi yang dikutip
dari berita Antara hari Minggu tanggal 14 Agustus, Darmaningtyas yang
merupakan seorang pengamat transportasi mengatakan bahwa bahan bakar listrik

12
yang 63% masih dari batu bara juga membuat electric vehicle (EV) ini tidak
sepenuhnya bersih lingkungan, namun hanya sebagai pengalihan atau penundaan
polusi saja mengingat batu bara juga melahirkan limbah.
Meningkatnya jumlah pengguna kendaraan listrik, maka memunculkan
kembali masalah kemacetan di kota-kota besar yang juga menjadi problematika
utama dan kerap kali tidak disadari masyarakat awam. Efek domino dari kemacetan
pun tidak main-main, mulai dari pemborosan energi, tersendatnya rantai logistik,
kecelakaan lalu lintas, bahka menurunnya pengguna kendaraan pribadi maka akan
diperlukan pula dana besar untuk pembangunan infrastruktur. Pelebaran jalan raya,
pembebasan lahan, bahan penambahan jalan tentu tidak hanya memerlukan dana,
namun waktu dan sumber daya yang banyak (Sabubu, 2020).
Pembangunan jalan raya yang banyak untuk mengurai kemacetan hanya akan
menambah permasalahan berkelanjutan kedepannya. Adanya jalan yang lebih
banyak, pengguna jalan akan terus bertambah, permintaan jalan akan bertambah
banyak lagi, dan begitu seterusnya. Sehingga hal ini tidak akan baik untuk
pembangunan yang berkelanjutan karena semakin banyak ruang yang digunakan
untuk pembangunan jalan, maka semakin berkurang pula wilayah untuk ruang
terbuka hijau, resapan air, dan pemukiman.

2.3 Industri Listrik di Indonesia


Industri listrik merupakan perusahaan yang menjalankan operasi dalam
bidang energi listrik. Kehadiran listrik untuk masyarakat ikut serta dalam
pelaksanaan pembangunan yang diintisarikan dalam berbagai aspek pembangunan
baik itu pembangunan dalam bidang lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dalam
bidang ekonomi, taraf hidup masyarakat dapa mencerminkan keberhasilan
pembangunan di suatu daerah karena kondisi sosial menunjang kualitas hidup dari
sumber daya manusia yang hidup dalam suatu daerah. Suplai kebutuhan listrik
mampu mencukupi kebutuhan masyarakat di suatu daerah yang mampu
meningkatkan hidup kualitas manusia pada suatu daerah tersebut. Listrik dapat
dijadikan sebagai tolak ukur pertumbuhan di suatu daerah karena kemampuannya
yang mendukung untuk memajukan dan memudahkan perkembangan industri.
Ketersediaan listrik untuk kebutuhan industri memiliki peran penting dalam

13
peningkatan ekonomi masyarakat karena tanpa tersedianya listrik, maka proses
produksi akan berjalan lamban dan akan membuat industri tersebut akan mati.
Salah satu bagian dari sistem tenaga listrik adalah pembangkit tenaga listrik.
Pembangkit tenaga listrik terdiri dari komponen elektrikal, mekanikal, dan
bangunan kerja. Selain itu juga terdapat generator dan turbin yang berfungsi
megkonversi energi mekanik menjadi energi listrik. Pembangkit tenaga listrik di
Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan kepentingannya, yaitu untuk
kepentingan umum dan untuk kepentingan sendiri. Pembangkit tenaga listrik untuk
kepentingan umum sebagian besar dipasok oleh PT PLN (Persero) dan sebagian
lagi dipasok oleh perusahaan tenaga listrik swasta, dalam istilah umum disebut IPP
(Independent Power Producer), serta koperasi. Sedangkan pembangkit tenaga
listrik untuk kepentingan sendiri (captive power) diusahakan oleh swasta untuk
kepentingan operasi perusahaan sendiri dan biasanya tidak terjangkau oleh jaringan
PLN atau karena alasan keandalan sistem.
Kebutuhan tenaga listrik akan meningkat sejalan dengan perkembangan
perekonomian dan pertumbuhan penduduk. Jika perekonomian semakin
meningkat, maka konsumsi tenaga listrik juga akan semakin meningkat. Kondisi
ini tentunya harus diantisipasi agar penyediaan tenga listrik dapat tersedia dalam
jumlah yang cukup dan harga yang memadai. Rencana Umum Ketenagalistrikan
Nasional Tahun 2008-2027 menyebutkkan pertumbuhan kebutuhan listrik nasional
mencapai rata-rata 9,2% per tahun. Pada tahun 2027 kebutuhan listrik emncapai
813 TWh dan diperlukan kapasitas pembangkit sebesar 187 GW. Asumsi atau dasar
yang digunakan dalam menyusun proyeksi atau kisaran ini adalah disebabkan
faktor pertumbuhan ekonomi untuk 20 tahun mendapat rata-rata sebsar 6,1% per
tahun. Pertumbuhan penduduk secara nasional untuk 20 tahun ke depan
diperkirakan mencapai 1,3% per tahun. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik sampai
tahun 2050 diperlihatan pada tabel berikut (Anindhita, 2015):

14
Sumber: Outlook Energi Indonesia 2015 BBPT
Kebutuhan yang cukup besar itu akan menghabiskan pasokan energi yang tak
sedikit. Pembangkit tenaga listrik skala besar yang mungin dikembangkan adalah
menggunakan batubara, gas bumi, dan PLTN. PLTU Batubara menjadi priorias
pertama yang disusul oleh PLTGU, PLTN, dan PLTU Mulut Tambang.

2.4. Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Indonesia


Instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan instalasi
penghasil energi dengan menggunakan bahan bakar dari batubara (Sabubu, 2020).
Dikarenakan Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang melimpah, sehingga
instalasi ini menjadi pilihan utama penghasil energi yang digunakan dan didukung
dengan biaya operasional yang murah apabila dibandingkan dengan sistem
pembangkit listrik lainnya. Batubara adalah sumber daya tambang yang berasal dari
fosil makhluk hidup jutaan tahun yang lalu, yang berarti bahwa batubara ini bersifat
organik. Terdapat dua jenis batubara, yaitu yang berkualitas baik yang akan
emnghasilkan sedikit bahan pencemar sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan
dan batubara yang berkualitas rendah yang akan menghasilan berbagai macam
unsur berbahaya yang dapat mencemari lingkungan, seperti gas Sulfur, Nitrogen,
dan Sodium.
Batubara menjadi salah satu sumber bahan bakar energi listrik yang digunaan
pembangkit lisrik untuk menghasilkan listrik hampir 40% di seluruh dunia.
Batubara berasal dari sisa tumbuhan dari zaman prasejarah yang berubah bentuk
dan awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Penimbunan material
tumbuhan tersebut akan terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan

15
yang tinggi menyebabkan proses perubahan fisika dan kimiawi yang kemudian
terbentuk batubara (Nooraliza, 2020)
Batubara sebagai bahan baku PLTU cukup mudah didapatkan karena
keberadaannya yang banyak di Indonesia. Di Indonesia sudah ada hampir 100
PLTU batubara yang tersebar di seluruh tanah air, sebagian besar tersebar di pulau
Jawa, dan pembangunan PLTU ini akan berlanjut dengan ditambahnya 35 PLTU
lagi yang 10 buah PLTU nya dibangun di pulau jawa dan 25 sisanya dibangun di
luar pulau jawa. Pemanfaatan batubara untuk pembangkit listrik meningkat dengan
pertumbuhan rata-rata 7,1% per tahun selama kurun waktu 2013-2050.
Pemanfaatan batubara tersebut akan meningkat dari 52,5 juta ton pada 2013
menjadi 179 juta ton pada 2025 dan 673 juta ton pada tahun 2050. Pangsa
pemanfaatan batubara di pembangkit listrik terhadap kebutuhan batubara dalam
negeri meningkat dari 55% pada tahun 2013 menjadi 67% pada tahun 2050.
Pembangkit listrik yang memanfaatkan batubara tersebut dikelola oleh
PT.PLN (Persero) maupun perusahaan swasta (pemakaian sendiri atau IPP).
Pengembangan PLTU batubara untuk jangka panjang sudah mempertimbangkan
penerapan teknologi yang ramah lingkungan. Pemanfaatan batubara di sektor
industri meningkat dari 42.6 juta ton pada tahun 2013 menjadi 85.6 juta ton (2015)
dan menjadi 333 juta ton (2050) atau meningkat ratarata sebesar 5,7% per tahun
dalam kurun waktu 37 tahun. Sektor industri yang banyak memanfaatkan batubara
adalah industri semen, logam, tekstil dan kertas (Pramanik, 2020).
Berikut merupakan grafik data proyeksi pemanfaatan batubara Indonesia
sampai tahun 2050 mendatang (Anindhita, 2015).

Sumber: Outlook Energi Indonesia 2015 BBPT

16
2.5 Dampak Negatif Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Indonesia
Meskipun pembangunan PLTU Batang terbilang menguntungkan bagi
sebagian kalangan pada sektor perekonomian, akan tetapi tidak di pungkiri pula
dibalik kenaikan perekonomian tersebut terjadi pula penurunan kondisi pada sektor
lingkungan yang mengakibatkan ketimpangan ekosistem. Hadirnya emisi karbon
yang di timbulkan oleh penggunaan batu bara sebagai basis PLTU tidak menutup
kemungkinan jika fly ash yang berasal dari batu bara tersebut dapat mencemari
udara dan lingkungan sebab tertiup oleh angin dan merusak komposisi udara. Fly
ash atau abu terbang merupakan limbah yang dihasilkan dari pembakaran batu bara
pada pembangkit tenaga listrik, kemudian menyebar ke udara melalu cerobong asap
dari pembangit listrik. Hujan abu ini merupakan material yang memiliki ukuran
butiran yang halus berwarna keabu-abuan Kondisi seperti itu dianggap sangat
darurat dikarenakan batubara berasal dari bahan bakar fosil yang memiliki tingkat
kekotoran yang paling tinggi sehingga menimbulkan emisi karbon yang mampu
merubah tatanan iklim mencapai 60 persen di dunia.
Badan Energi Internasional (IEA) mengungkapkan bahan bakar fosil batubara
menyumbang 44% dari total emisi CO2 secara global. Pembakaran batubara adalah
sumber terbesar emisi gas GHG (Green House Gas) yang memicu perubahan iklim.
Saat pembakaran batu bara terlaksana, maka karbon yang di hasilkan batu bara akan
bereaksi dengan oksigen sehingga memunculkan karbon dioksida yang terlepas ke
atmosfer bersama zat metana dengan memberikan kemungkinan jika gas rumah
kaca akan meningkat dari kondisi sebelumnya. Batubara yang dibakar di
Pembangki Listrik Tenaga Uap (PLTU) memancarkan sejumlah polutan seperti
Nox dan SO2 yang merupakan kontributor utama dalam pembentukan hujan asam
dan polusi PM2.5 (partikel halus). Masyarakat ilmiah dan medis telah mengungkap
bahaya kesehatan akibat partikel halus dari emisi udara tersebut. Selain itu, PLTU
batubara juga memancarkan bahan kimia berbahaya dan mematikan seperti merkuri
dan arsen. Partikel-partikel polutan yang sangat berbahaya tersebut mengakibatkan
kematian dini sekitar 6.500 jiwa per tahun di Indonesia.

17
2.5.1 Polusi Udara dan Perubahan Iklim
Polusi udara merupakan pembunuh senyap, yang mengakibatkan lebih dari 3
juta jiwa meninggal dunia. Di 2016 polusi udara telah menyebabkan lebih dari 4
juta jiwa meninggal. Laporan terbaru dari World Health Organization (WHO) tahun
2018 mengatakan bahwa 7 juta orang tewas tiap tahun karena polusi udara. Di
Indonesia sendiri menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti Harvard
University–Atmospheric Chemistry Modeling Group menyatakan bahwa kematian
dini yang diakibatkan oleh polusi udara dari operasi PLTU Batubara telah
menyebabkan sekitar 6.500 jiwa pertahun, dan akan meningkat menjadi 15.700
jiwa/tahun, jika pembangunan PLTU Batubara terus berlanjut. Lebih lanjut pada
tahun 2008 Indonesia menyumbang pembakaran batubara menyumbang sekitar
50% dari emisi SO2 yang terkait sektor energi, 30% dari emisi PM10 dan 28% dari
emisi NOx5. PLTU dapat menyebabkan asma, infeksi pernafasan akut dan
sebagainya. Resiko penyakit ini meningkat bagi orang yang tinggal disekitaran
PLTU (Pramanik, 2020).
Hasil pembakaran PLTU ini yang berupa partikel-partikel halus itu selain
debu yang dapat kita lihat jika jumlahnya sudah banyak, dapat masuk menembus
hingga paru-paru dan juga aliran darah yang dapat menyebabkan kematian dan juga
masalah kesehatan lainnya. Bukan hanya pada masalah kesehatan masyarakatnya
yang ditimbulkan, tetapi juga masalah pencemaran lingkungan. Pencemaran yang
dilakukan akibat polutan dari PLTU ini bisa mempengaruhi ekosistem air laut,
kekurangan ruang terbuka hijau, cuaca yang semakin memanas, dan juga polusi
yang semakin membanyak. Tidak hanya sampai disitu, masyarakat yang
mendapatkan dampak dari PLTU ini terutama yang tinggal di sekitar PLTU harus
mengeluarkan biaya yang lebih jika sakit karena penyakit yang ditimbulkan bukan
merupakan sakit yang biasa seperti demam atau semisalnya, tetapi bisa
menyebabkan resiko kanker paru-paru meningkat, stroke, dan juga penyakit
jantung. Disisi lain kerentanan terhadap anak kecil, bayi, ibu hamil dan orang
tua/lansia juga meningkat karena efek akut dari polusi udara ini.
Selain itu, Limbah gas CO2 yang dihasilkan dari suatu pembangkit listrik
fosil adalah Gas Co2 yang merupakan salah satu golongan gas rumah kaca. Efek
gas rumah kaca ini akan menyebabkan radiasi sinar infra merah dari bumi akan

18
kembali ke permukaan bumi karena tertahan oleh gas rumah kaca. Hal ini lah yang
menyebabkan terjadinya pemanasan global pada bumi. Pemanasan global pada
bumi ini akan menimbulkan dampak turunan yang lebih panjang yakni mencairnya
gunung-gunung es di kutub, meningkatnya suhu permukaan bumi, meningkatnya
suhu air laut, menungkatnya tinggi permukaan laut, kerusakan pantai karena
meningkatnya abrasi laut, dan hilangnya pulau-pulau kecil karena abrasi air laut.
Berikut merupakan grafik data proyeksi sektor penyumbang emisi CO2
Indonesia sampai tahun 2050 mendatang (Anindhita, 2015)

Sumber: Outlook Energi Indonesia 2015 BBPT

2.5.2 Masalah Kesehatan dan Lingkungan


Perubahan iklim global yang terjadi diakibatkan karena penggunaan yang
berlebihan dari bahan bakar fosil seperti batu bara, produk minyak bumi, gas alam
yang dihasilkan dari pembangkit tenaga listrik, transportasi, pabrik dan sebagainya
telah memberikan miliaran ton karbon yang dilepaskan ke atmosfer. Di beberapa
tempat ada PLTU yang berada tidak jauh dari pemukiman warga, ini dapat
memberikan dampak negatif yang didapatkan oleh warga sekitar, terutama masalah
kesehatan. Padahal dalam UU Kesehatan pemerintah menjamin ketersediaan
lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai resiko buruk bagi kesehatan. Dalam
UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tersebut selain jaminan pemerintah
mengenai lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan,
dalam upaya mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat tersebut ditujukan untuk
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan yang sehat tentu
lingkungan yang terbebas dari timbulnya gangguan kesehatan, dalam undang-
undang ini salah satu contoh lingkungan yang sehat adalah terbebas dari air dan
udara yang tercemar maupun limbah baik itu berupa cair, padat, dan gas.

19
Pencemaran udara maupun air di sekitar kawasan PLTU tentu memberikan dampak
negatif yang mengganggu kesehatan bagi masyarakat sekitar (Pramanik, 2020).

2.6 Solusi atau Rekomendasi


Melalui penjelasan yang telah disajikan sebelumnya, dapat diketahui secara
jelas sisi dibalik adanya kendaraan bermotor listrik yang dianggap sebagai solusi
menekan emisi negara. Sumber listrik yang dipakai untuk kegiatan produksi dan
pengisian daya baterai menggunakan energi listrik sangat besar, terutama
bersumber dari PLTU batubara. Berawal dari hal tersebut yang kemudian
memunculkan permasalahan kompleks untuk diselesaikan yang pastinya
membutuhan proses panjang dan waktu yang tidak sebentar (Anindhita, 2015).
Menanggapi permasalahan tersebut, maka solusi atau rekomendasi yang
dapat diberikan untuk mengurangi atau menekan dampak penggunaan listrik dan
industri PLTU yang masif di Indonesia adalah :
1. Menekan pembangunan PLTU Batubara baru
Selain pembangkit listrik tenaga Batubara yang saat ini beroperasi, setidaknya
terdapat 117 - dan mungkin lebih - PLTU Batubara yang sedang dalam proses
konstruksi atau yang akan dibangun. Menurut analisis oleh Harvard University,
jika semua pembangkit listrik tenaga Batubara yang direncanakan mulai
beroperasi, Indonesia akan mengalami sekitar 15.700 kematian dini di
Indonesia setiap tahunnya. Ini adalah resiko kematian yang sama sekali tidak
perlu, karena adanya kehadiran energi terbarukan yang mutakhir, dan solusi
hemat energi yang memungkinkan kita untuk menjaga lampu tetap menyala
tanpa Batubara. Dengan pemikiran ini, Indonesia harus membatalkan rencana
untuk membangun PLTU Batubara lagi
2. Menutup PLTU batubara tertua dan terkotor yang sedang beroperasi
Pembangkit listrik tenaga Batubara yang saat ini sudah beroperasi
menyebabkan sekitar 6.500 kematian dini di Indonesia setiap tahunnya.
Minimal, pemerintah harus memantau emisi mereka dan meminta mereka
untuk menghormati hukum. Pihak berwenang juga harus melindungi
masyarakat dengan menberikan denda terhadap PLTU Batubara yang selama
ini mengeluarkan emisi berlebih dan melanggar hukum. Kita perlu terus

20
meminta pertanggungjawaban PLTU Batubara atas kerugian bagi masyarakat
lokal dan sekitarnya. Jika pengoperasian PLTU Batubara tidak bisa
menghormati hukum, mereka harus ditutup. PLTU Batubara tertua dan paling
kotor yang telah gagal mengadopsi teknologi terbaik yang tersedia untuk
membatasi emisi beracun mereka juga harus ditutup.
3. Memperkuat aturan hukum dan penegakannya
a. Hukum
Indonesia membutuhkan Clean Air Act. Hukum kita harus tegas dan secara
khusus menangani bahaya dari PLTU Batubara. Batubara menghasilkan
polutan udara terbesar, bahkan apabila dibandingkan dengan sumber energi
fosil lainnya, seperti minyak bumi dan gas. Dampak polusi udara PM2.5
dan bahan berbahaya lainnya dari PLTU Batubara tidak dapat diabaikan.
Hukum terkait kualitas udara Indonesia harus lebih baik melindungi kita.
Rakyat Indonesia berhak untuk menghirup udara bersih.
b. Amdal
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup harus mengelola analisis
mengenai dampak lingkungan untuk PLTU Batubara, dengan
mempertimbangkan data yang disajikan dalam laporan ini. Secara khusus,
setiap penilaian dampak terhadap kesehatan dan lingkungan atau emisi gas
rumah kaca di AMDAL harus diperkuat. Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan perlu memainkan peran kuat dalam penilaian dampak
lingkungan yang berkelanjutan dari proyek PLTU Batubara dan melakukan
pemeriksaan menyeluruh dari kerusakan yang disebabkan oleh PLTU ini.
Setiap pembangkit listrik harus diminta untuk melaksanakan survei
epidemiologi tentang dampak kesehatan terhadap penduduk setempat dan
pencemaran lingkungan di dekat pembangkit listrik, kemudian
mempublikasikan hasilnya secara transparan, dan datang dengan langkah-
langkah jangka panjang yang jelas untuk mengurangi kerusakan.
c. Standar
Indonesia masih memiliki kesulitan dalam memprediksi konsentrasi
nasional PM2.5 dan menilai kerusakan nyata yang disebabkannya, karena
stasiun pemantauan tidak cukup untuk memantau seluruh negeri. Namun,

21
hasil pengukuran terbatas yang dilakukan pemerintah menunjukkan
konsentrasi PM2.5 di kota-kota seperti Jakarta, Pekanbaru, Surabaya di
tahun 2012 saja telah mencapai hampir 2 kali lebih tinggi dari pedoman
WHO 10µg/m3 , akibat pencemaran berbagai sumber. 1 Pemerintah kita
perlu memperketat standar PM2.5 nasional. Departemen Kesehatan harus
mengembangkan langkahlangkah terbaik dan pedoman untuk mengukur
dampak kesehatan dari PLTU Batubara di Indonesia.
d. Hukuman
Hukuman untuk PLTU Batubara yang menghasilkan polusi udara melebihi
standar harus diperkuat dengan langkahlangkah yang lebih ketat untuk
memantau emisi polutan udara dan menjatuhkan denda berat pada
pembangkit listrik yang bersangkutan. Kita harus memungut biaya
tambahan sebagai denda untuk NOx (salah satu sekunder PM2.5). Kita
harus secara tepat memberikan denda dan sanksi kepada produsen listrik
agar bertanggung jawab atas kelebihan emisi polusi udara, dalam rangka
mendorong mereka untuk tidak melanggar hukum dan melampaui batas
emisi
e. Pemantauan
Untuk Indonesia, langkah pertama untuk mengelola PM2.5 secara efektif
adalah memperluas dan memperkuat jaringan pemantauan sistematis di
seluruh negeri, mengidentifikasi sumber emisi utama, dan melakukan
penelitian dukungan terhadap kesehatan, lingkungan, sosial, dan dampak
ekonomi akibat polutan tersebut. Selain itu, perlu juga untuk
memperkenalkan sistem manajemen sumber emisi yang sistematis dan
dapat diakses publik berdasarkan penelitian dan pemantauan data.
Pemerintah harus mewajibkan pemeriksaan rutin dengan perangkat polusi-
kontrol pada pembangkit listrik dan memperkuat pemantauan dan hukuman
untuk pembangkit dengan emisi polutan yang berlebih
f. Meningkatkan penggunaan energi terbarukan
Langkah yang paling penting yang dapat kita ambil adalah untuk
menggantikan PLTU Batubara, baik yang sudah ada maupun yang masih
dalam perencanaan, dengan rencana yang jelas dan strategis untuk efisiensi

22
energi, net metering, tersedianya sistem smart grid, dan pengembangan
nasional sumber daya energi terbarukan termasuk panas bumi.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Masalah peningkatan emisi karbon dan polusi udara di Indonesia
perlu ditindaklanjuti oleh semua lapisan masyarakat baik pemerintah
maupun rakyat untuk menekan problematika tersebut. Kehadiran
kendaraan listrik yang dirancang sebagai solusi menekan produksi
emisi di Indonesia memang menjadi salah satu alternatif mengatasi
masalah tersebut. Namun penggunaan sumber listrik yang dominan
masih berasal dari PLTU Batubara akan menjadi topik permasalahan
baru kedepannya. Sehingga dalam membuat terobosan atau inovasi
diperlukan sikap bijak dan pemikiran yang berperspektif lingkungan
demi keberlanjutan di masa depan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anindhita. 2015. Outlookk Energi Indonesia. Jakarta: Badan Pengkajian dan


Penerapan Tenologi, 106 hlm.
Anonimous. 2015. Kita, Batubara, dan Polusi Udara. Jakarta: Greenpeace
Greenstone, Michale dan Qing (Claire) Fan. 2019. Kualitas Udara Indonesia yang
Memburuk dan Dampaknya Terhadap Harapan Hidup. Air Quality Life
Indeks. (*Indonesia.Indonesian.pdf (uchicago.edu)) diakses pada 3 Oktober
2022 pukul 15.19.
Ismiyati, I., Marlita, D., & Saidah, D. 2014. Pencemaran udara akibat emisi gas
buang kendaraan bermotor. Jurnal Manajemen Transportasi &
Logistik, 1(3): 241-248.
Kadar Polusi Udara PM2.5 Tidak Turun Meski Mobilitas Berkurang Selama
PPKM, Ini Hasil Risetnya (kompas.com) (diakses pada 3 Oktober 2022
pukul 16.00)
Kusminingrum, N., & Gunawan, G. 2008. Polusi udara akibat aktivitas kendaraan
bermotor di jalan perkotaan Pulau Jawa dan Bali. Jurnal, Jakarta,
Puslitbang Jalan dan Jembatan.
Lee, Ken & Michael Greenstone. 2021. Polusi Udara Indonesia dan Dampanya
Terhadap Usia Harapan Hidup. Jakarta: AQLI.
Lubis. 2002. Status Kesehatan Pekerja Wanita di Industri Batik, Penyamakan
Kulit dan Industri Sepatu dan Tas. Jurnal ekologi Kesehatan Vol.1,
No.1, Februari 2002 : 31-36
Nooraliza, Ayuuk., Rudi Salam. 2020. Dampak Pembangunan Pembangit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B Terhadap Perubahan Mata Pencaharian
dan Tingkat Pendapatan (Desa Tubanan Kecamatan Kembang Kabupaten
Jepara). Harmony, 5(2): 155-164
Polusi Udara: Pengertian, Penyebab, Dampak & Penanggulangan
(seputarilmu.com) (diakses pada 3 Oktober 2022 pukul 16.18)
Polusi Udara di Indonesia Peringkat 1 di Asia Tenggara dan Peringkat 17 Negara
Paling Berpolusi di Dunia Halaman 2 - Kompas.com (diakses pada 3
Oktober pukul 15.49)

25
Pramanik, Rahma Alifia dkk. 2020. Dampak Perizinan Pembangunan PLTU
Batang Bagi Kemajuan Perekonomian Masyarakat serta Pada Kerusakan
Lingkungan. Kinerja, 17(2): 248-257
Primasari, Y. H., & Sasmito, A. 2021. Optimalisasi Waktu Hijau Untuk
Mengurangi Kadar Polusi Udara Pada Simpang Bersinyal Pasifik Di Kota
Tegal. Jurnal Transportasi, 21(1): 19-26.
Sabubu, Theo Alif Wahyu. 2020. Pengaturan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Batubara di Indonesia Perspektif Hak Atas Lingkungan yang Baik dan
Sehat. Renaissance, 5(1): 72-90
Santoso, K. B., Hakim, L., Ningrum, E. R. & Widyatmanti, W. 2018. Studi
Temporal Pertumbuhan Ekonomi Dan Polusi Udara. Studi Kasus: Dki
Jakarta, Semarang, Dan Surabaya Pada Tahun 2005-2015. Jurnal
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika .
Setyo, G. A., & Handriyono, R. E. 2021. Analisis Penyebaran Gas Karbon
Monoksida (Co) Dari Sumber Transportasi Di Jalan Tunjungan Surabaya.
In Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan. 9(1): 360-
369
Sugiyono, A. 2013. Prakiraan Kebutuhan Energi untuk Kendaraan Bermotor di
Perkotaan: Aspek Pemodelan. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia, 14(2).
Suyanto, H. 2012. Pengelolaan Kualitas Udara di Perkotaan. Gema
Teknologi, 16(2): 93-98.
Talitha, Tasya. 2021. IPA – Penyebab Pencemaran Udara & Solusinya. Gramedia
Trianisa, K., Purnomo, E. P., & Kasiwi, A. N. 2020. Pengaruh Industri Batubara
Terhadap Polusi Udara dalam Keseimbangan World Air Quality Index in
India. Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, 6(2), 156-168.
World's Most Polluted Countries in 2021 - PM2.5 Ranking | IQAir diases pada 3
Oktober pukul 15.02

26
27

Anda mungkin juga menyukai