Anda di halaman 1dari 9

I.

Judul: Judul dari kegiatan praktikum kali ini adalah Sistem Endokrin
II. Tujuan
Tujuan dari kegiatan praktikum ini adalah dapat menunjukka data dan menjelaskan
pengaruh dekokk daun sereh (Cymbopogon nardus) terhadap larva nyamuk.
III. Dasar Teori
1. Tanaman sereh dan kandungannya (klasifikasi, deskripsi umum, kandungan, dan manfaat)
Tanaman serai (Cymbopogon nardus) merupakan tanaman yang berasal dari asia tenggara
atau sri lanka, namun dapat ditanam pada berbagai kondisi tanah daerah tropis yang lembab
dengan penyinaran matahari yang cukup dan memiliki curah hujan yang tinggi serta merupakan
tumbuhan yang masuk ke dalam famili rumput-rumputan atau poaceae (Arcan, 2017). Tanaman
serai banyak ditemukan di daerah jawa yaitu pada dataran rendah yang memiliki ketinggian 60-
140 mdpl. Serai dikenal dengan istilah lemongrass karena memiliki bau yang kuat seperti lemon.
Klasifikasi tanaman serai (Cymbopogon nardus) menurut Arcani (2017) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Cymbopogon
Species : Cymbopogon nardus
Tanaman serai merupakan salah satu tanaman habitus terna parenial atau tahunan hidup
secara liar yang tergolong suku rumput-rumputan. Tanaman serai dapat tumbuh mencapai 1-1,5
meter dengan panjang daun mencapai 70-80 cm dan lebarnya 2-5 cm, berwarna hijau muda,
memiliki tekstur kasar dan beraroma kuat. Tanaman serai dengan genus Cymbopogon meliputi
hampir 80 spesies, namun hanya beberapa jenis saja yang dapat menghasilkan minya atsiri dan
bernilai ekonomis dalam dunia perdagangan. Sistem perakaran pada tanaman serai merupakan
jenis akar serabut yang berimpang pendek dan berwarna cokelat muda. Batang serai berupa
pelepah umbi atau juga disebut batang semu, berwarna putih keunguan atau kemerahan, dan
memiliki aroma yang kuat dan wangi.
Daun tanaman serai berwarna hijau serta tidak bertangkai. Tekstur daunnya kesat, berukuran
panjang, runcing, berbentuk pita yang semakin ke ujung semakin runcing dan berbau citrus
ketika daunnya diremas. Tepi daun serai kasar dan tajam, tulang daunnya sejajar dan terleta
tersebar pada batang dan panjangnya sekitar 50-100 cm, sedangkan lebarnya kira-kira 2 cm. serta
permukaan atas dan permukaan bawah daun serai berbulu halus.
Tanaman serai jarang sekali memiliki bunga dalam siklus hidupnya. Kalaupun ada, bunga
tersebut tidak memiliki mahkota, berbentuk bulir majemuk, bertangkai atau duduk, berdaun
pelindung nyata dan biasanya berwarna putih. Buah dan bijinya juga jarang sekali atau bahkan
tidak memiliki buah maupun biji.
Dapat diketahui secara umum, bahwa serai merupakan tanaman yang mengandung banyak
minyak esensial atau minya atsiri. Rata-rata Minyak atsiri dari daun serai yaitu 0,7% atau seitar
0,5 persen saat musim hujan dan dapat mencapai 1,2% pada musim kemarau). Minyak sulingan
serai wangi berwarna kuning pucat. Minyak atsiri mudah menguap pada suhu kamar anpa
mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, mengeluarkan aroma wangi, dan umumya dapat
larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Beberapa jenis minyak dapat dimanfaatkan
sebagai antiseptik karena mengandung beberapa komposisi kimia tertentu yang pada prinsipnya
dapat memberikan efek anti mikroba (Arcani, 2017)
Sitronelol (C10H16o) dan geraniol (C10H18O) keduanya termasuk ke dalam senyawa
antijamur sekaligus terpenoid yang tergolong monoterpen yang mampu menean pertumbuhan
jamur patogen. Mekanisme senyawa minyak atsiri sebagai antifungi yaitu dengan menghambat
sintesis ergosterol yang merupakan sterol utama pembentuk membran sel jamur sehingga
struktur protein membran menjadi rusak dan meningkatkan permeabilitas membran yang akan
menyebaban kematian sel jamur.
Tanaman serai sebagai salah satu contoh tumbuhan yang berpotensi tinggi dimanfaatkan
oleh manusia telah dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-An’am ayat 99 yang artinya:
“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman: zaitun, korma, anggur
dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
Al-Quran telah menyebutkan berbagai macam tanaman yang bermanfaat dan memiliki
kkhasiat bagi kesehatan. Pemanfaatan tanaman sebagai obat merupakan salah satu sarana untuk
mengambil pelajaran dan memikirkan tentang kekuasaan Allah SWT. Semua yang tercipta
mempunyai manfaatnya dan hal itu merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah.
Kandungan senyawa kimia yang paling banyak dimiliki tanaman serai adalah flavonoid,
saponin, dan tanin yang berperan penting sebagai larvasida. Flavonoid merupakan senyawa
fenolik alam yang berpotensial sebaga antioksidan dan memiliki senyawa bioaktifitas sebagai
obat. Fungsi flavonoid sendiri untuk tubuh tumbuhan adalah sebagai pengatur tumbuh,
pengaturan fotosintesis, erja antimikkroba dan antivirus. Selain itu, senyawa flavonoid juga
memiliki efek toksisitas terhadap larva nyamuk serta dapat menghambar sistem pernafasan dan
metabolisme larva.
Saponin merupakan suatu glikosida alamia yang memiliki aktifitas farmakologi cukup luas
meliputi immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, anti jamur, membunuh kerang-kerangan,
hipoglikemik, dan efek hypocholesterol. Saponin termasuk dalam kelompok senyawa larvasida
dengan menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga
dinding traktus menjadi korosif. Saponin dapat juga ditemukan dalam makanan yang dikonsumsi
serangga dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan penyerapan makanan.
Tanin merupaan senyawa fenolik yang memiliki berat molekul cukup tinggi dengan
kandungan hidroksil dan kelompok lain (karboksil) yang cukup efektif untuk mengikat protein
dan makromolekul lain pada kondisi tertentu. Tanin sendiri merupakan senyawa sekunder yang
ada pada tanaman. Tanin yang terkandung dalam tanaman serai bersifat larvasida, dimana
senyawa tanin dapat mengikat proteinprotein penting untuk larva sehingga pertumbuhannya
menjadi terganggu.
Beberapa studi dan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa ahli mengungkapkan
bahwa tanaman serai atau Cymbopogon nardus memilii banyak manfaat untuk kehidupan
manusia, khususnya di bidang kesehatan. Hasil penyuligan daun dan batang serai yang wangi
menghasilkan minyak atsiri atau Citronella oil yang bersifat anti bakteri (Bota dkk., 2015).
Manfaat lain yang terkandung dalam serai adalah sebagai komposisi makanan, kosmetik,
antifugi, anti malaria, anti inflamasi, dan antimutagenik.
Pemanfaat tanaman serai menjadi dekok untuk bahan larvasida dipandang cukup ampuh
sebagai alternatif pengendali larva nyamuk. Seperti halnya yang sudah dikaji sebelumnya bahwa
tanaman serai memiliki kandunan zat aktif seperti flavonoid, saponin, dan tanin dalam ekstrak
segar batang serai diduga memiliki potensi sebagai larvasida terhadap larva nyamuk. Flavonoid
dapat menimbulkan kelumpuhan pada saraf, kerusakan pada sistem pernapasan sehingga
mengakibatkan larva tidak dapat bernafas dan mengalami kematian dengan cara bekerja
menghambat pernafasan bagi larva Aedes aegypti dengan masuk ke dalam tubuh larva melalui
system pernafasan yang dimiliki larva. Saponin menyebabkan korosi dinding traktus digestivus
larva dikarenakan kemampuan saponin merusak membran, selain itu saponin juga dapat
mengganggu lapisan lipoid pada epikutikula dan lapisan protein pada endokutikula sehingga
memudahkan zat toksik masuk kedalam tubuh larva. Tanin merupakan “phenolic compounds”
yang dapat mempresipitasi protein. Ia disusun oleh ikatan polimer-polimer dan oligomer-
oligomer. Tannin sendiri berada pada daun, tunas, akar, batang, dan benih tanaman. Salah satu
fungsinya adalah sebagai pelindung tanaman dari serangga. Ia memilki kemampuan untuk
mempresipitasi protein. Pada larva, hal ini dapat menghambat protein yang diperlukan larva
untuk pertumbuhan, sehingga dapat menyebabkan larva mati.
Dalam dalam setiap proses tumbuh kermbangnya, nyamuk dipengaruhi oleh beberapa
fakktor yaitu hormon. Semua kelompok artropoda mempunyai sistem endokrin yang ekstensif.
Serangga mempunyai eksoskeleton yang tidak bisa meregang. Serangga terlihat tumbuh secara
bertahap, dengan melepaskan eksoskeleton lama dan megekskresikan eksoskeleton baru pada
setiap pergantian kulit. Pada serangga pergantian kulit dipicu oleh hormon yang disebut ekdison
(ecdysone). Pada serangga ekdison disekresi dari sepasang kelenjar endokrin, yang disebut
kelenjar protoraks, terletak persis dibelakang kepala. Selain merangsang pergantian kulit,
ekdison juga merangsang perkembangan karakteristik dewasa, seperti perubahan larva menjadi
nyamuk.
Pada serangga produksi ekdison itu sendiri dikontrol oleh hormon yang disebut sebagai
hormon otak (brain hormone, BH). Sel-sel neurosekretori di otak menghasilkan hormon otak
(brain hormone, BH), namun hormon tersebut disimpan dan dikeluarkan dari organ yang disebut
korpus kardiakum. Hormon tersebut mendorong perkembangan dengan cara merangsang
kelenjar protoraks untuk mensekresikan ekdison. Sekresi ekdison secara bertahap, dan setiap
pembebasan hormon tersebut akan merangsang pergantian kulit.
Hormon otak dan ekdison diseimbangkan oleh hormon juvenil (juvenile hormone, JH).
Juvenile hormon disekresikan oleh sepasang kelenjar kecil persis dibelakang otak, yaitu korpus
allata. Hormon juvenil menyebabkan karakteristik larva tetap dipertahankan. Kadar hormon
juvenil dalam tubuh serangga pada stadium larva awal akan cukup tinggi, sedangkan pada
stadium larva akhir mulai berkurang. Demikian juga pada stadium pupa, kadarhormon juvenil
sedikit. Pada stadium dewasa kadarhormon juvenil meningkat kembali, hal ini berhubungan
dengan fungsinya dalam proses reproduksi.
I. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Kompor gas
2. Panci
3. Gelas plastik
4. Kertas
5. Pisau
6. Talenan
7. Timbangan
8. Sendok
9. Saringan
10. Gelas ukur
11. Kertas label
Bahan yang digunakan dalam pratikum ini adalah:
1. Serai atau Cymbopogon nardus
2. Air
3. Larva nyamuk

II. Prosedur Percobaan


Langkah kerja atau prosedur percobaan dalam praktikum ini adalah:
1. Disiapkan tanaman serai (Cymbopogon nardus) kurang lebih satu kilogram lalu dipotong-
potog pada bagian batang dan buang bagian daunnya.
2. Serai yang yang telah dipotong kemudian ditimbang sebanyak 600 gram untuk membuat
dekok sebanyak 600 ml untuk 6 kelompok dalam satu kelas.
3. Potongan batang serai direbus bersama dengan air sebanyak 1,5 liter. Lama perebusan
sekitar 20-30 menit sampai volume air rebusan dekok menyusut sampai 600 ml
4. Disiapkan enam buah gelas plastik untuk diisi dengan larutan dekok
5. Dekok serai yang sudah jadi kemudian diambil dan diukur volumenya untuk masing-masing
gelas dengan konsentrasi yang berbeda. Gelas 1 konsentrasi deok 0% diisi 30 ml air, gelas 2
konsentrasi dekok 20% diisi 6 ml dekok dan 24 ml air, gelas 3 konsentrasi dekok 40% diisi
12 ml dekok dan 18 ml air, gelas 4 konsentrasi dekok 60% diisi 18 ml deko dan 12 ml air,
gelas 5 konsentrasi dekokk 80% diisi 24 ml dekok dan 6 ml air, gelas 6 konsentrasi dekok
100% diisi 30 ml dekok.
6. Masing-masing dari enam gelas dengan konsentrasi dekok yang berbeda tersebut
dimasukkan 20 individu larva nyamuk atau jentik-jentik yang masih hidup menggunakan
alat saringan dan sendok.
7. Enam gelas berisi dekok dan jentik-jentik nyamuk tersebut kemudian di sisihkkan, disimpan
di tempat yang aman dan ditutupi kertas untuk menjebak jika terdapat nyamuk yang
terbentuk.
8. Masing-masing gelas perlakuan didiamkan selama 1x24 jam untuk kemudian diamati efek
dekok serai sebagai larvasida terhadap larva nyamuk.
III. Data dan Pembahasan
Data pengamatan pengaruh dekok dengan konsentrasi berbeda terhadap larva nyamuk
setelah 1x24 jam:
Seperti di lapsem. Jangan lupa kasih space untuk gambar gelas
Pengamatan pada enam gelas perlakuan konsentrasi dekok serai terhadap larva
memperlihatkan hasil yang beragam di antaranya adalah, gelas 1 dengan konsentrasi dekok 0%
memperlihatkan 17 individu larva nyamuk yang masih hidup, dan 3 individu larva yang telah
menjadi pupa dalam keadaan masih hidup. Gelas 2 dengan konsentrasi dekok 20%
memperlihatkan 14 individu larva nyamuk yang telah mati, dan 6 individu larva yang berubah
menjdi pupa nyamuk, 1 di antaranya masih hidup sementara 5 sisa individunya mati. Gelas 3
dengan konsentrasi dekokk 40% memperlihatkan satu individu larva nyamuk masih hidup, 17
individu larva telah mati, dan 2 individu larva menjadi pupa yang sudah mati. Gelas 4 dengan
konsentrasi 60% memperlihatkan 2 individu larva masih hidup, 14 individu larva telah mati, 3
individu larva menjadi pupa dengan 1 di antaranya masih hidup dan 2 sisanya mati, serta 1
individu larva yang telah berubah menjadi nyamuk. Gelas 5 dengan konsentrasi dekok 80%
memperlihatkan 5 individu larva masih hidup, 12 individu larva mati, dan 3 individu larva yang
telah berubah menjadi pupa dan mati. Gelas 6 dengan konsentrasi dekok 30% memperlihatkan 4
individu larva masih hidup, 15 individu larva telah mati, dan 1 individu larva berubah menjadi
pupa dan mati.
Sesuai dengan data hasil pengamatan tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa gelas
dengan kkonsentrasi dekok 40% lebih optimal sebagai larvasida pada larva nyamuk karena
berhasil membunuh 17 larva dan 2 larva yang menjadi pupa seta hanya menyisakan 1 individu
larva yang masih hidup. Alasan lain yang membuat dekok 40% dipandang paling optimal
sebagai konsentrasi dekok serai untuk larvasida nyamuk adalah jumlah larva nyamuk yang
terbunuh paling terbanyak, meskipun masih menyisakan 1 individu larva. Apabila dibandingkan
dengan gelas konsentrasi dekok 20%, meskipun tidak ada individu larva yang hidup, namun
jumlah larva yang berhasil terbentuk menjadi pupa sebanyak 6 individu. Hal ini mengindikasikan
bahwa dekok 20% masih memberikan kesempatan bagi larva untuk melanjutkan proses
metamorfosisnya walaupun hanya sampai tahap pupa saja (Arcani, 2017). Kondisi ini turut
berlaku untuk perlakuan konsentrasi dekok 60%, 80%, dan 100% yang menyisakan beberapa
individu pupa, baik yang masih hidup atau sudah mati.
Terjadinya kematian larva nyamuk oleh dekok serai dari konsentrasi 20% sampai 100%
sebagai akibat dari adanya kontak langsung senyawa aktif yang terkandung dalam serai dengan
larva nyamuk. Zat aktif yang terkandung dalam serai berfunsi sebagai senyawa racun yang
apabila mengalami kontak dengan sistem pernafasan larva maka akan membuat alrva tersebut
mati. citronella pada serai wangi bekerja dengan cara menghambat enzim asetilkolinesterase
sehingga terjadi keracunan akut seperti, kejang, gangguan SSP (sistem saraf pusat), dan
kelumpuhan pernafasan sebagai akibat dari penimbunan asetilkolin yang berujung
mengakibatkan kematian pada serangga (Arcani, 2017). Sementara itu larva nyamuk yang masih
hidup pada beberapa perlakuan konsentrasi seperti di konsentrasi dekok 20%, 40%, 60%, 80%,
dan 100% dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, seperti daya tahan atau resistensi yang dimiliki
larva nyamuk sehingga bersifat tahan pada dekok serai sampai konsentrasi 100% maupun faktor
salinitas, pH dan oksigen terlarut pada lingkungan larutan dekok yang masih memberikan
kesempatan bagi larva untuk melangsungkan kehidupannya bahkan hingga berubah menjadi
seekor individu nyamuk pada perlakuan konsentrasi dekok 60% (Anam, 2019). Sementara itu
untuk larutan dekok 0% tidak ditemui kematian pada larva karena tidak ada senyawa aktif serai
sebagai larvasida yang dimasukkan.

IV. Kesimpulan
Kesimpulan dari kegiatan praktikum ini adalah tanaman serai merupakan salah satu
tanaman yang berpotensi sebagai larvasida dengan kandungan senyawa aktif yang dimilikinya
seperti flavonoid, saponin, dan tanin. Hal ini telah dibuktikan dengan melakukan uji coba
membuat perlakuan perbedaan konsentrasi dekok serai sebagai larvasida pada larva nyamuk.
Hasil menunjukkan terdapat variasi jumlah kematian individu larva pada masing-masing
konsentrasi dekok. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti bekerjanya efek senyawa
aktif serai pada larva, ketahanan tubuh larva, dan faktor lingkungan.
Saran untuk kegiatan praktikum ini adalah meningkatkan kecermatan dalam pengamatan
larva pada masing-masing konsentrasi dekok serai agar hasilnya dapat lebih maksimal. Selain itu
diperlukan kesiapan yang matang dalam menyiapkan alat dan bahan agar praktikum dapat
berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Abaza, S
Anam, Khoirul dkk., 2019. Pengaruh Konsentrasi Dan Time Efek Ekstrak Batan Setai Wangi
dalam bentuk spray sebagai bioinsekktisida nyamuk aedes aegypti. Multidiciplinary
Journal, 1(1): 12-19
Antiasari, My Nur., Endang Setyaningsih. 2021. Gambaran Mortalitas Larva Nyamuk yang
Terdedah Larvasida Ekstrak Daun sirih dna serai pada konsentrasi 0,3%. SNPBS, 1(5): 5-
11
Arcani, Ni Luh Komang Sumi dkk., 2017. Efektivitas Ekstrak Etanolk Serai Wangi
(Cymbopogon nardus) sebagai Larvasida Aedes aegypti. E-jurnal medika, 6(1): 1-4
Aulung, Agus., Christiani. 2020. Daya Larvasida Ekstrak Daun Sirih. Yogyakarta: Yogya Media
Bota, Welmince dkk. 2015. Potensi Senyawa Minyak Sereh Wangi (Citronella oil) dari
Tumbuhan Cymbopogon nardus L. Sebagai Agen Antibakteri. Seminar Nasional Sains
dan Teknologi, 17(15): 1- 8
Cania, Eka. 2013. Larvasida Daun Legundi. Jakarta: Media Press
Hastutu 2018
Jacob, Aprianto dkk., 2014. Ketahanan Hidup dan Pertumbuhan Nyamuk Aedes aegypti paa
Berbagai Jenis air perindukan. Jurnal e-biomedik, 2(3): 16-21
Pratama, Gilang Yoghi. 2015. Nyamuk Anopeles dan fakktor yang mempengaruhi di Kecamatan
Rajabasa, Lampung Selatan. Majority, 4(1): 20-29
Rita
Sayono dkk., 2013. Flavonoid akkar tuba. Surabaya: Bukuku Press
Subramanian, Partiban dkk., Chemical composition and antibacterial activity of
essential oil of Cymbopogon citratus and Cymbopogon nardus
against Enterococcus faecalis. International Journal of
Biosciences. 6(9): 9-17
Tennyson
Tora

Anda mungkin juga menyukai