Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ulfah Utami, M.Si
Disusun Oleh:
KELOMPOK III
BIOLOGI D
Nur Aisyah (200602110039)
Rohmatus Shoumiyah (200602110040)
Nur Sa’idah (200602110044)
Fittriyah Roudhotul Jannah (200602110046)
Indah Nur Sobach (200602110048)
Aisyah Izmi Hamida Salsabila (200602110051)
Dina Nur Rohmatul Azizah (200602110137)
Hanik Atussholah (200602110144)
Rafi Anid Al Fathan (200602110149)
Fahira Azzahra (200602110150)
Faiz Muzakki Al-Faruq (200602110158)
Apothecia merupakan organ reproduksi seksual pada lichen yang masing-masing terdiri dari struktur
menyerupai guci pada thallus dan berperan dalam menghasilkan Ascospora. Apotechia berupa suatu badan
yang berbentuk seperti cawan serta terdapat askus yang merupakan kantong tempat terbentuknya ascospora.
Pynidia adalah organ reproduksi seksual dengan struktur ramping yang menempel pada thallus lichen yang
berfungsi menghasilkan ratusan hifa jamur dan disebut conidia. Conidia ini bertindak sebagai sperma jantan
yang nantinya akan berfusi dengan inti betina di dalam askus. Namun, conidia ini juga dapat berfungsi
sebagai spora yang apabila jatuh di atas substrat akan berkecambah, kemudian bertemu dengan alga yang
cocok dan membentuk lichen yang baru. Rhizines merupakan struktur yang menyerupai akar hasil dari
kumpulan miselium kapang sebagai perlekatan lichen pada substratnya.
e. Cillia, merupaan badan fibril yang tumbuh di bagian luar tubuh lobus margin sel, korteks, atau
ascomata. Struktur cilia menyerupai rhizines.
Gb. Photosymbiodemes
2.1.3 Klasifikasi Lichen
2.1.3.1 Klasifikasi Lichen Berdasarkan Habitat
Berdasarkan habitatnya, lichen atau lumut kerak dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu
(Roziaty, 2016):
a) Saxicolous
Saxicolous merupakan lichen yang hidup di batu/cadas pada suhu dingin. Pertumbuhan dan
pembentukan lichen ini dipengaruhi oleh pH dan jenis batu yang ditempelinya. Contohnya adalah
Acarospora ceruina, Acarospora fuscata, Aspicillia corcota.
Gb. Saxicolous
b) Corticulous
Corticulous merupaan lichen yang hidup di pohon, substrat kulit pohon yang kasar berguna untuk
tempat menempelnya spora. Lichen ini berperan sebagai epifit dan umumnya tersebar di daerah tropis dan
subtropics dengan kelembaban yang cukup tinggi. Contohnya adalah Usnea articulate, Usnea ceranita,
usnea hirta, Artaria radiata.
Gb. Corticolous
c) Terriculous
Terriculous merupakan lichen yang hidup pada permukaan tanah. Lichen ini dapat hidup dalam substrat
berbeda dalam kondisi apapun, salah satunya seperti cuaca panas terik, lichen ini masih dapat bertahan hidup
namun mengalami perubahan warna. Hal tersebut dikarenakan lichen dapat dengan cepat menyerap dan
menyimpan air dari berbagai sumber. Contohnya adalah Cladonia ciliata, Cladonia squamosa, Cladonia
uncialis, Peltigera canina, Peltigera didactila, Leptogium britanicum
Gb. Terriculous
d) Follicolous
Follicolous yaitu lichen yang hidup pada permukaan daun, contohnya adalah Calicium, Cyphelium, dan
Strigula. Lichen ini umumnya menyukai daun yang terkena sinar matahari, licin, berwarna hijau sepanjang
tahun dan terletak di bagian luar kanopi pohon, di bawah tegakan, di batas cahaya, dan di dekat permukaan
badan air.
Gb. Fellicolous
e) Muscicolous
Muscicolous merupakan lichen yang hidup di lumut, contohnya adalah Cladonia, Peltigera. Lichen ini
menyukai lumut-lumut yang masih alami, kasar, dan efisien dalam propagula lichen. Dalam hal ini, lumut
menyediakan air yang cuup dan relung iklim miro yang baik bagi lichen untuk tumbuh.
Gb. Muscicolous
2.1.3.2 Klasifikasi Lichen Berdasarkan Morfologi
Berdasarkan struktur morfologi, lichen atau lumut kerak dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam,
yaitu (Roziaty, 2016):
a) Crustose
Crustose yaitu lumut kerak yang memiliki thallus dengan ukuran kecil, datar, tipis, dan tubuh seperti
crust (seperti lapisan kulit) yang selalu melekat pada permukaan batu, kulit pohon, atau tanah. Biasanya
untuk mendapatkan lichen ini akan sedikit mengalami kesulitan jika tanpa merusak substratnya. Permukaan
thallus-nya biasa disebut areole terbagi menjadi areal-areal yang berbentuk sedikit heksagonal. Umumnya
Crustose lichen tumbuh di permukaan batu dengan membentuk beberapa koloni, berwarna kehijauan dan
putih atau putih eabuan. Thallusnya berwarna pucat,adang berwarna coklat pucat. Selain itu thallus memiliki
lobus kecil yang memusat disebut dengan crustaceous.
Gb. Crustose
b) Foliose
Foliose yaitu lichen yang memiliki struktur seperti daun dan tersusun dari lobus-lobus. Lichen ini relatif
lebih longgar melekat pada substratnya, sehingga mudah dilepaskan dengan substratnya karena memiliki
rhizines sebagai sistem perlekatan.
Gb. Foliose
c) Fructicose
Fructicose yaitu lichen yang berbentuk seperti semak dan memiliki banyak cabang dengan bentuk
seperti pita. Thallus-nya tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan, atau cabang pohon.
Contohnya adalah Usnea, Ramalina, dan Cladonia.
Gb. Squamulose
2.1.4 Reproduksi Lichen
Reproduksi lichen dapat terjadi dengan dua cara, yaitu reproduksi seksual dan aseksual (vegetatif)
sebagaimana berikut:
1. Fragmentasi, merupakan reproduksi aseksual dengan mekanisme pemisahan bagian tubuh yang sudah
tua dari indunya yang kemudian akan tumbuh dan berkembang menjadi individu baru. Bagian tubuh
yang terpisah disebut fragmen.
2. Isidia, yaitu alat reproduksi vegetatif yang dibentuk lichen berupa bagian tubuh berbentuk seperti karang
yang mudah pecah dan didistribusikan sebagai fragmen yang berada pada permukaan kulit pohon atau
substrat lainnya. Lichen yang kering dan dalam kondisi rapuh apabila terpisah dengan potongan thallus-
nya, maka potongan tersebut akan terbawa oleh angin, air hujan, serangga atau bahkan hewan lain,
kemudian jatuh ke tempat baru untuk menjadi lichen yang baru.
3. Soredia, sama seperti isidia merupakan alat reproduksi vegetatif berupa struktur yang berbentuk seperti
bubuk berwarna putih keabuan atau hijau keabuan, terletak pada permuaan thallus atau tepi thallus.
Soredia ini akan disebarkan oleh angin atau air hujan dan akan menempel pada substrat yang sesuai dan
dapat berkembangbiak menjadi thallus baru.
Sementara itu, untuk reproduksi seksual lichen akan membentuk tubuh jamur yang disebut dengan
apotheca atau peritheca, dan badan inti yang melaksanakan reproduksi seksual. Hal ini menandakan
organisme yang melakukan reproduksi seksual pada lichen adalah fungi yang memungkinkan adanya variasi
pada populasi, sehingga inilah yang menjadi alasan mengapa jamur yang memiliki keanekaragaman tinggi.
Reproduksi seksual lichen dapat terjadi dengan penggabungan masing-masing dari inti haploid (n) untuk
membentuk inti diploid (2n). Pembentukan inti haploid terlebih dahulu dilakukan melalui proses meiosis
atau pembelahan inti sel yang berpotensi membawa variasi dalam progenitas. Proses ini diikkuti dengan
pembentukan spora (ascospora) yang pada banyak kasus memiliki kemampuan bertahan hidup tinggi dalam
segala kondisi. Thallus lichen kemudian direkonstruksi melalui penggabungan germinasi askospora dan
alga.
2.2 Mikoriza
2.2.1 Pengertian dan ciri umum Mikoriza
Istilah mikoriza pertama kali diperkenalkan Robert Hartig pada tahun 1840, yang berasal dari bahasa
latin “Myhes” yang berarti cendawan dan “Rhiza” yang berarti akar. Mikoriza merupakan organisme yang
terbentuk dari akar tanaman dan cendawan tertentu. Mikoriza membentuk suatu hubungan simbiosis
mutualisme antara fungi dengan perakaran tumbuhan tinggi. Simbiosis ini terjadi saling menguntungkan,
dimana cendawan akan memperoleh karbohidrat dan unsur pertumbuhan lain dari tanaman inang, sebaliknya
cendawan memberi keuntungan kepada tanaman inang, dengan cara membantu tanaman dalam menyerap
unsur hara terutama unsur P. Cendawan mikoriza merupaan cendawan obligat, dimana kelangsungan
hidupnya berasosiasi akar tanaman dengan sporanya. Spora yang berecambah akan membentuk apressoria
sebagai alat infeksi yang terjadi pada zone elongation atau daerah pemanjangan akar. Selama proses ini
dipengaruhi oleh anatomi akar dan umur tanaman yang terinfeksi. Hifa yang terbentuk pada akar yaitu
interseluler dan intraseluler dan terbatas pada lapisan korteks, tidak sampai pada stele. Jenis mikoriza yang
paling banya digunakan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) yang tumbuh banyak di semua tanah dan
banya berasosiasi dengan tanaman di alam.
2.2.2 Struktur morfologi dan anatomi Mikoriza
2.2.2.1 Struktur morfologi Mikoriza
Secara umum, struktur morfologi mikoriza meliputi: a) Sistem perakaran yang terinfeksi tidak
membesar. b) Cendawannya membentuk struktur lapisan hifa tipis dan tidak merata pada permukaan akar. c)
Hifa yang menyerang ke dalam individu sel jaringan korteks. d) Pada umumnya ditemukan struktur
percabangan hifa yang disebut dengan arbuskula dan struktur khusus berbentu oval yang disebut dengan
vesikel.
c) Ektendomikoriza
Ektendomikoriza merupakan bentuk gabungan antara endomikoriza dan ektomikoriza. Ciri-ciri dari
mikoriza jenis ini antara lain, terdapat adanya selubung akar yang tipis berupa jaringan hartiq, serta hifa
yang dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteksnya. Penyebaran mikoriza ini terbatas
dalam tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang mikoriza tipe ini sangaat terbatas.
2.2.4 Reproduksi Mikoriza
Reproduksi mikoriza dapat dilakukan secara aseksual atau seksual. Reproduski secara aseksual
terjadi dengan fragmentasi miselium atau spora aseksual (spora vegetative), yang dihasilkan oleh
sporangium. Tahapan-tahapan proses reproduksi aseksual adalah: 1) Beberapa hifa akan tumbuh ke atas
dengan ujung yang menggembung membentuk sporangium. 2) Sporangium yang masak akan berwarna
hitam, lalu pecah dan isi spora tersebut tersebar. 3) Jika sporaa yang tersebar berada di lingkungan sesuai,
spora akan tumbuh menjadi miselium baru.
Sedangkan reproduksi seksual dilakukan melalui perkawinan antara hifa yang berbeda jenis, disebut
sebagai hifa (+) dan hifa (-) yang kemudian menghasilkan zigospora, yaitu spora seksual yang dihasilkan
selama reproduksi seksual. Tahapan-tahapan proses reproduksi seksual adalah: 1) Hifa (+) dan hifa (-) saling
berdekatan, kemudian masing-masing akan membentuk cabang hifa yang disebut sebagai gametangium.
Kedua gametangium mengandung banyak inti haploid (n). 2) Dinding kedua gametangium kemudian pecah
sehingga terjadi penyatuan plasma sel (plasmogami). 3) Inti haploid hifa (+) lbergabung dengan inti haploid
hifa (-) membentuk zigospora yang membelah secara meiosis. 4) Zigospora akan berkecambah kemudian
membentuk cendawan muda.
Basri, A.H.H. 2018. Kajian Peranan Mikoriza Dalam Bidang Pertanian. Agrica Ekstensia 2 (STPP Medan):
74-78.
Beaching,S.Q&Hill, R. (2007). Guide To Twelve Common & Conspicuous Lichens Of Georgia’s Piedmont.
Georgia: University Of Georgia Atlanta.
Daras U, dkk. 2015. Respon Jambu Mete Bermikoriza Terhadap Pengurangan Dosis Pupuk NPK. Buletin
RISTRI, 2(3): 361-368.
Dewi, Intan Ratna. 2007. Peran, Prospektif Dan Kendala Dalam Pemanfaatan Endomikoriza. Bandung :
Universitas Padjadjaran.
Fredi, Zul. 2015. “Status Dan Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Pada Lahan Produktif Dan
Lahan Non Produktif”. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Hapsani, Arie Hasan Basri. 2018. Kajian Peranan Mikoriza Dalam Bidang Pertanian. Agrica Ekstensia.
12(2): 74-78.
Husna, F., T. Tuheteru dan Mahfuz. 2007. Aplikasi Mikoriza untuk Memacu Pertumbuhan Jati di Muna.
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, 5(1): 1-4
Ihrom, Anikhotul dan Ani Sulistyarsi. 2015. Biomonitoring Pencemaran Udara Menggunakan Bioindikator
Lichenes di Kota Madiun. Florea. 2(2): 12-17.
Jannah, Miftahul., dkk. 2012. Studi Keanekaragaman Lichen di Hutan Daerah Malang Propinsi Jawa
Timur Sebagai Langkah Awal Pemanfaatan Lichen di Indonesia. Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam As-Syafi`iyah. 1-7.
Marianingsih, Pipit dkk. 2017. Keanekaragaman Lichen di Pulau Tunda Banten sebagai Konten
Pembelajaran Keanekaragaman Hayati Berbasis Potensi Lokal. Biodidaktika. 12(1): 17-22.
Masria. 2015. Peranan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) Untuk Meningkatkan Resistensi Tanaman
Terhadap Cekaman Kekeringan dan Ketersedian P Pada Lahan Kering. PARTNER, 15(1): 48-56.
Murningsih., Mafazaa, Husna. 2016. Jenis-Jenis Lichen Di Kampus Undip Semarang. Bioma, 18(1): 20-29.
Prabaningrum, D. 2017. “Populasi dan Keragaman Fungi Mikoriza Arbuskular pada Tiga Klon Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz.) di Kabupaten Tulang Bawang Barat”. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Lampung, Lampung
Riandary, H. 2009. Theory and Application of Biology. Jilid 1 (Edisi Bilingual). Solo: PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri.
Roziaty, Efri. (2016). Review Lichen : Karakteristik Anatomis Dan Reproduksi Vegetatifnya. Jurnal Pena
Sains, 3(6): 50-51.
Roziaty, Efri. 2016. Identifikasi Lumut Kerak (Lichen) Di Area Kampus Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), 13(1): 770-776.
Roziaty, Efri. 2016. Review: Kajian Lichen: Morfologi, Habitat dan Bioindikator Kualitas Udara Ambien
Akibat Polusi Kendaraan Bermotor. Bioeksperimen. 2(1): 54-66.
Sastrahidayat, I.R. 2011. Mikologi Ilmu Jamur. Cetakan Pertama. Malang: Universitas Brawijaya Press (UB
Press).
Sudirman, L. I. 2015. Peran Makhluk Tersembunyi dan Terabaikan Bagi Kesehatan dan Lingkungan.
Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan. 29 Januari 2015. Jurusan
Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar. 1-7.
Susilawati, Puspita Ratna. 2017. Fruticose dan Foliose Lichen Di Bukit Bibi, Taman Nasional Gunung
Merapi. Jurnal Penelitian. 21(1): 12-21.
Yurnaliza. 2002. Lichenes (Karakteristik, Klasifikasi, dan kegunaan). Medan: USU Digital Library.