(SAINS TERPADU)
Oleh
Nengah Nitriani A 202 19 029
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah adalah salah
satu sarana untuk mengembangkan kreativitas mahasiswa juga pengetahuan yang
dimiliki mahasiswa. Makalah ini merupakan suatu sumbangan pikiran dari penulis
untuk dapat digunakan oleh pembaca.
Makalah ini disusun berdasarkan data-data dan sumber-sumber yang telah
diperoleh penulis. Penulis menyusun makalah ini dengan bahasa yang mudah
ditangkap oleh pembaca sehingga makalah ini dapat dengan mudah dimengerti
oleh pembaca. Pada akhirnya, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dalam memahami persoalan emisi pembangkit listrik.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penulisan........................................................................... 3
1.5 Sistematika Penulisan..................................................................... 4
iii
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 52
3.2 Saran............................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 55
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pemanasan global disebabkan oleh meningkatnya kandungan gas rumah
kaca (karbon dioksida, metan, nitrogen oksida, sulfur heksaflourida, HFC, dan
PFC), (Nurmaini, 2001). Dari ke enam gas rumah kaca tersebut, karbon dioksida
(CO2) memberikan kontribusi terbesar terhadap pemanasan global diikuti oleh gas
metan (CH4). Lebih dari 75% komposisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfir
adalah CO2 sehingga apabila kontribusi CO2 dari berbagai kegiatan dapat
dikurangi secara signifikan, maka ada peluang bahwa dampak pemanasan global
terhadap perubahan iklim akan berkurang, (Nurmaini, 2012).
Emisi yang dihasilkan setiap pembangkit berbeda-beda tergantung faktor
emisinya. Semakin besar faktor emisi pembangkit tersebut semakin besar emisi
CO2 yang dihasilkan. Pembangkit listrik berbahan bakar fosil mempunyai emisi
CO2 yang cukup besar karena dalam menghasilkan energi listrik dilakukan
pembakaran rantai karbon. Salah satu cara untuk mengurangi polusi udara
khususnya kandungan CO2 dalam udara adalah dengan menggunakan pembangkit
listrik yang rendah emisi CO2, (Budi & Suparman, 2013).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan, maka
penulis merasa tertarik untuk mengangkat masalah tersebut menjadi judul
makalah yaitu: “Emisi Pembangkit Listrik”.
2
2. Dapat mengetahui jenis-jenis emisi pembangkit listrik
3. Dapat mengetahui dampak emisi pembangkit energi listrik
4. Dapat mengetahui cara menurunkan emisi pembangkit listrik
5. Dapat mengetahui kaitan emisi pembangkit listrik dengan Sains
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.2 Jenis-Jenis Emisi Pembangkit Listrik
5
Pada tahun 1997 kapasitas terpasang dari PT PLN mencapai 18,9 GW
dengan total produksi listrik mencapai 76,6 TWh. Dari total produksi tersebut
hanya 2,3 % dibeli dari perusahaan listrik swasta maupun koperasi. Pembangkit
listrik dengan bahan bakar batubara mempunyai pangsa yang paling besar yaitu
sebesar 42,0 % dari total pembangkitan. Pangsa yang kedua adalah pembangkit
listrik yang menggunakan gas alam yaitu sebesar 38,8 %. Sisanya adalah
pembangkit listrik tenaga diesel (8,7 %), pembangkit listrik tenaga air (6,9 %) dan
Pembangki listrik tenaga panas bumi (3,6 %).
Pada tahun yang sama kapasitas terpasang captive power mencapai 12,4
GW dengan total produksi listrik mencapai 39,1 TWh. Captive power sebagian
besar menggunakan bahan bakar diesel (42,0 %) diikuti oleh batubara (29,2 %),
gas alam (17,6 %), dan tenaga air (11,2 %). Bila pembangkit dari PT PLN dan
captive power dijumlahkan maka batubara merupakan bahan bakar yang paling
banyak digunakan untuk pembangkit listrik.
Batubara diperkirakan masih menjadi bahan bakar yang paling dominan
untuk pembangkit listrik di masa datang. Proyeksi produksi listrik untuk setiap
bahan bakar ditunjukkan pada Gambar 2.2.
6
Energi listrik selama periode proyeksi diperkirakan tumbuh rata-rata
sebesar 4,9% per tahun. Batubara mempunyai pertumbuhan yang paling tinggi
yaitu sebesar 7,6% per tahun.
Pada saat ini pangsa penggunaan batubara hanya sekitar 28,7 % dan akan
meningkat pesat menjadi 74,1 % pada tahun 2025. Disamping batubara, gas alam
dan energi air cukup berperan dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 2,7 %. Pangsa
gas alam menurun dari 21,3 % pada saat ini menjadi sekitar 11,7 % pada tahun
2025. Tenaga air pangsanya juga mengalami sedikit penurunan dari 15,3 % pada
saat ini menjadi 13 % pada akhir periode proyeksi. Bahan bakar minyak
diperkirakan tidak akan berperan untuk masa depan.
Berdasarkan proyeksi produksi listrik dapat dihitung emisi gas buang
seperti partikel, SO2, NOx, serta CO2 dan diperlihatkan pada Gambar 2.3. Emisi
untuk masing-masing gas meningkat sekitar antara 6-7 % per tahun. Penggunaan
batubara yang meningkat pesat merupakan penyebab utama dari makin
meningkatnya emisi gas buang.
*) Dihitung dari PT PLN Persero, PLN Statistik 1997 dengan memperhitungkan koefisien emisi
7
termasuk merkuri, timbal, arsenik, kadmiun dan partikel halus yang telah
menyusup ke dalam paru-paru masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU Batubara
tersebut, (Suara.com, 2015).
Berdasarkan PERMENLHK No 15 TH 2019 tentang Baku Mutu Emisi
Pembangkit Listrik Tenaga Termal parameter utama yang dihasilkan dari sumber
Emisi sebagai berikut:
a. Partikulat (PM);
b. Nitrogen Oksida (NOx);
c. Sulfur Dioksida (SO2);
d. Karbon Monoksida (CO);
e. Merkuri (Hg);
f. Hidrogen Klorida (HCl);
g. Hidrogen Sulfida (H2S);
h. Hidrogen Fluorida (HF); dan
i. Amoniak (NH3).
8
Sumber: PERMENLHK NOMOR P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019
Tabel 2. Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Dan
Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU)
9
Tabel 5. Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Tabel 6. Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Berbahan Bakar
Selain Serabut, Cangkang, Ampas, Dan/Atau Daun Tebu Kering
10
2.3 Dampak emisi pembangkit energi listrik
Penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik akan dapat
meningkatkan emisi dari partikel, SO2, NOx, dan CO2. Penggunan batubara untuk
bahan bakar pembangkit listrik diperkirakan akan terus meningkat. Meskipun
kandungan sulfur batubara Indonesia relatif kecil tetapi penggunaan dalam jumlah
besar akan dapat meningkatkan emisi sehingga dapat berdampak negatif terhadap
manusia dan lingkungan hidup. Pengaruh partikel emisi terhadap kesehatan dan
lingkungan seperti pada Tabel 1.
Tabel 8. Pengaruh Partikel Emisi Terhadap Kesehatan dan Lingkungan
Pengaruh terhadap Pengaruh Terhadap
Emisi
Kesehatan Lingkungan
SO2 - Problem saluran - hujan asam yang dapat
pernapasan merusakkan lingkungan
- radang paru-paru menahun danau, sungai dan hutan
- mengganggu jarak pandang
NOx sakit pada saluran - hujan asam
pernapasan - ozon menipis yang
mengakibatkan kerusakan
hutan
Partikel/ - iritasi pada mata dan - mengganggu jarakpandang
Debu tenggorokan
- bronkitis dan kerusakan
saluran pernapasan
CO2 Tidak berpengaruh - pemanasan global
secara langsung - merusak ekosistem
11
batubara di Indonesia menyebabkan sekitar 6,500 jiwa kematian dini setiap tahun.
Jumlah ini bisa naik hingga 15,700 jiwa per tahun jika pemerintah meneruskan
peluncuran rencana ambisius lebih dari seratus pembangkit listrik tenaga batu bara
yang baru.
Emisi dari PLTU batubara itu membentuk partikel dan ozon yang
merugikan kesehatan manusia. Saat polusi udara yang berupa partikel halus
beracun terhirup, maka dengan mudah akan masuk ke paru-paru hingga menuju
aliran darah sehingga mengakibatkan infeksi saluran pernapasan akut hingga
kanker paru-paru (suara.com, 2015).
Zat apa saja yang dihasilkan PLTU sehingga menimbulkan kekhawatiran?
Menurut ahli polusi udara dari Greenpeace, Lauri Myllivirta; PLTU dapat
menghasilkan partikel halus PM2.5. PM2.5 adalah partikel halus yang dihasilkan
dari semua jenis pembakaran, termasuk pembangkit listrik. Partikel ini akan
menetap di udara dalam jangka waktu lama dan tertiup angin hingga ratusan mil.
PM2.5 mengandung senyawa beracun yang jika terhirup dapat masuk
hingga aliran darah manusia sehingga dalam jangka panjang dapat menyebabkan
asma, infeksi pernapasan akut, kanker paru-paru, dan memperpendek harapan
hidup. Selain itu, Lauri juga berkata bahwa PLTU menghasilkan emisi Nitrogen
Dioksida (NO2) dan Sulfur Dioksida (SO2) yang dapat meningkatkan risiko
penyakit pernafasan dan jantung pada orang dewasa.
Tidak hanya itu, emisi tersebut juga dapat menyebabkan hujan asam yang
merusak tanaman dan tanah, serta membawa kandungan logam berat beracun,
seperti arsenik, nikel, krom, timbal, dan merkuri. Lauri berkata bahwa merkuri
masuk ke dalam tubuh manusia melalui sayuran atau hewan yang sudah
mengandung merkuri sebelumnya karena sifat merkuri yang dapat mengendap.
Merkuri bisa mengendap dan berakumulasi di dalam tanaman terutama yang
bahaya adalah nasi. Dari hal tersebut, bisa merembet kepada manusia yang
memakan nasi.
Merkuri bisa menyebabkan penurunan IQ, gangguan saraf, dan
meningkatkan kemungkinan cacat lahir pada manusia. Yang perlu diperhatikan
adalah dampak dari merkuri ini tidak muncul seketika. Artinya, penyakit yang
12
disebabkan oleh merkuri baru akan muncul setelah bertahun-tahun merkuri
mengendap di dalam tubuh manusia.
1. Teknologi Denitrifikasi
Teknologi ini digunakan untuk mengurangi emisi NO x. Penerapannya
dapat berupa perbaikan sistem boiler atau dengan memasang peralatan
denitrifikasi pada saluran gas buang. Boiler dapat dimodifikasi sehingga menjadi :
1) boiler dengan metoda pembakaran dua tingkat,
13
2) boiler menggunakan alat pembakaran dengan NOx rendah,
3) boiler dengan sirkulasi gas buang, dan
4) boiler yang menggunakan alat denitrifikasi di dalam ruang bakar.
2. Teknologi Dedusting
Teknologi dedusting digunakan untuk mengurangi partikel yang berupa
debu. Peralatan ini dipasang setelah peralatan denitrifikasi. Salah satu jenis
peralatan ini adalah electrostatic precipitator (ESP). ESP berupa elektroda yang
ditempatkan pada aliran gas buang. Elektroda diberi tegangan antara 40-60 kV
DC sehingga dalam elektroda akan timbul medan magnet. Partikel debu dalam gas
buang yang melewati medan magnet akan terionisasi dan akan berinteraksi
dengan elektrode yang mengakibatkan debu akan terkumpul pada lempeng
pengumpul. Lempeng pengumpul digetarkan untuk membuang debu yang sudah
terkumpul. Efisiensi ESP untuk menghilangkan debu sangat besar yaitu mencapai
99,9 %.
14
3. Teknologi Desulfurisasi
Teknologi ini digunakan untuk mengurangi emisi SO2. Nama yang umum
untuk peralatan desulfurisasi adalah flue gas desulfurization (FGD). Ada dua tipe
FGD yaitu FGD basah dan FGD kering. Pada FGD basah, campuran air dan
gamping disemprotkan dalam gas buang. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2
sampai 70-95%. Hasil samping adalah gypsum dalam bentuk cairan. FGD kering
menggunakan campuran air dan batu kapur atau gamping yang diinjeksikan ke
dalam ruang bakar. Cara ini dapat mengurangi emisi SO 2 sampai 70-97%. FGD
kering menghasilkan produk sampingan gypsum yang bercampur dengan limbah
lainnya.
15
1. Teknologi FBC
Ada dua macam teknologi FBC yaitu atmospheric fuidized bed
combustion (AFBC) dan pressurized fuidized bed combustion (PFBC). Teknologi
PFBC lebih cepat berkembang dari pada AFBC karena mempunyai efisiensi yang
lebih tinggi. Skema dari PFBC ditunjukkan pada Gambar 2.5.
16
2. Teknologi Gasifikasi Batubara
Teknologi ini merupakan inovasi terbaru dalam memperbaiki metoda
pembakaran batubara. Batubara diubah bentuk dari padat menjadi gas. Perubahan
bentuk ini meningkatkan efisiensi, yaitu dengan memperlakuan gas hasil
gasifikasi seperti penggunaan gas alam. Gas tersebut bisa dimanfaatkan untuk
menggerakkan turbin gas. Gas buang dari turbin gas yang masih mempunyai suhu
yang cukup tinggi dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin uap dengan
menggunakan HRSG. Siklus kombinasi ini sering dinamakan IGCC (Integrated
Gasification Combined Cycle) (Gambar 2.6).
Sumber: (Nishikawa, 1995 & Siegel, J.S. and Temchin J.R., 1991)
17
3. Teknologi MHD
MHD bekerja berdasarkan efek Faraday yaitu arus listrik DC akan timbul bila ada
konduktor yang bergerak melewati medan magnet. Untuk mendapatkan efek ini,
batubara dibakar di ruang bakar hingga temperatur mencapai 2630 oC. Pada
temperatur ini fluida kerja potassium dapat terionisasi menjadi gas yang berperan
sebagai konduktor. Gas akan melewati medan magnet dan menghasilkan tegangan
listrik DC. Tegangan DC diubah menjadi tegangan AC dengan menggunakan
inverter (Gambar 2.7).
18
dikurangi dengan menggunakan peralatan konvensional ESP. Sedangkan emisi
CO2 akan berkurang karena meningkatnya total efisiensi.
Saat ini fuel cell yang sudah digunakan untuk temperatur tinggi adalah tipe
molten carbonate fuel cell (MCFC) dan solid electrolitic fuel cell (SOFC). Tipe
MCFC beroperasi pada suhu sekitar 650oC sedangkan tipe SOFC dapat mencapai
1000oC. Total efisiensi dari sistem ini diperkirakan 50-55%.
19
dibawa oleh foton. Keadaan energi transisi dapat menyebabkan emisi dengan
rentang frekuensi yang lebar. Misalnya, sinar tampak yang dipancarkan oleh
keadaan elektronik dalam atom dan molekul (kemudian fenomena ini disebut
fluoresensi atau fosforesensi). Sebaliknya, transisi kelopak nuklir dapat
memancarkan sinar gamma berenergi tinggi, sementara transisi spin nuklir
memancarkan gelombang radio berenergi rendah.
Pancaran sinar suatu objek menjadi ukuran jumlah cahaya yang
dipancarkannya. Ini dapat terkait dengan sifat lain objek tersebut melalui hukum
Stefan–Boltzmann. Untuk sebagian besar zat, jumlah emisi bervariasi sesuai suhu
dan komposisi spektroskopik obyeknya, sehingga menyebabkan penampakan
suhu warna dan garis emisi. Pengukuran yang tepat pada banyak panjang
gelombang memungkinkan identifikasi zat melalui spektroskopi emisi.
Emisi radiasi biasanya dijelaskan menggunakan mekanika kuantum semi
klasik: tingkat energi partikel dan jarak ditentukan dari mekanika kuantum, dan
cahaya diperlakukan sebagai medan listrik berosilasi yang dapat mendorong
transisi jika berada dalam resonansi dengan frekuensi alami sistem, (Wikipedia,
2020).
Selain itu keterkaitan emisi pembangkit listrik dengan fisika yaitu terletak
pada mesin rotasi yang mengubah panas dari pembakaran menjadi energi mekanik
yang lalu mengoperasikan generator listrik. Penggerak utamanya adalah uap, gas
bertekanan tinggi, atau mesin siklus dari mesin pembakaran dalam. Pada
pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil, energi kimia yang tersimpan dalam
bahan bakar fosil (batu bara, gas alam, minyak bumi) dan oksigen dari udara
dikonversikan menjadi energi termal, energi mekanis, lalu energi listrik untuk
penggunaan berkelanjutan dan distribusi secara luas.
20
bara juga harus dibuang, meski saat ini abu padat sisa pembakaran batu bara dapat
didaur ulang sebagai bahan bangunan. Pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil
adalah peyumbang utama gas rumah kaca dan berkontribusi besar terhadap
pemanasan global. Batu bara menghasilkan gas rumah kaca sedikitnya tiga kali
lebih banyak dari gas alam.
Selain itu kaitan emisi pembangkit listrik dengan kimia terletak pada
konversi energi kimia menjadi panas. Pembakaran sempurna dari bahan bakar
fosil menggunakan oksigen untuk menginisiasi pembakaran.
Sisa pembakaran seperti nitrogen dan sulfur dioksida, datang dari bahan bakar
yang tidak murni karena terdapat campuran yang tidak diharapkan (pengotor) dari
bahan bakar tersebut.
21
operasi pembangkit batu bara dengan kapasitas 1000 MW dapat membunuh 600
orang Indonesia per tahun. Dengan penambahan 20 GW PLTU Batubara dari
program 35 GW, maka jumlah kematian yang disebabkan oleh polusi PLTU
diperkirakan mencapai 12 ribu orang setelah 2020.
Selain itu polusi udara juga memiliki efek terhadap kesehatan dan
lingkungan akibat partikel emisi. Kerugian yang ditimbulkan dari emisi gas
buang terhadap kesehatan diantaranya adalah:
1. Pemicu hipertensi
2. Penyebab iritasi mata
3. Penurunan kecerdasan otak
4. Mengganggu perkembangan mental anak
5. Tenggorokan gatal dan batuk-batuk
6. Mengurangi fungsi reproduksi laki-laki
Pengaruh Terhadap Lingkungan akibat partikel emisi yaitu:
1. hujan asam yang dapat merusakkan lingkungan danau, sungai dan hutan
2. ozon menipis yang mengakibatkan kerusakan hutan
3. pemanasan global
4. merusak ekosistem
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu
kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang
mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar.
2. Emisi Pembangkit Listrik parameter utama yang dihasilkan dari sumber
Emisi yaitu Partikulat (PM); Nitrogen Oksida (NO x); Sulfur Dioksida (SO2);
Karbon Monoksida (CO); Merkuri (Hg); Hidrogen Klorida (HCl); Hidrogen
Sulfida (H2S); Hidrogen Fluorida (HF); dan Amoniak (NH3).
Sedangkan emisi Pembangkit Listrik parameter pendukung yang dihasilkan
dari sumber Emisi yaitu Karbon Dioksida (CO2); Oksigen (O2); temperatur;
dan laju alir.
3. Dampak emisi pembangkit energi listrik bagi kesehatan yaitu Pemicu
hipertensi, Penyebab iritasi mata, Penurunan kecerdasan otak, Mengganggu
perkembangan mental anak, Tenggorokan gatal dan batuk-batuk dan
Mengurangi fungsi reproduksi laki-laki.
Sedangkan dampak bagi lingkungan yaitu hujan asam yang dapat merusakkan
lingkungan danau, sungai dan hutan; ozon menipis yang mengakibatkan
kerusakan hutan; pemanasan global; dan merusak ekosistem.
4. Cara Menurunkan Emisi Pembangkit Listrik dilakukan dengan dua cara yaitu:
a) Penerapan Teknologi Bersih Setelah Proses Pembakaran seperti
denitrifikasi, desulfurisasi, electrostratic precipitator (penyaring debu),
dan separator CO2.
b) Penerapan Teknologi Bersih Sebelum Proses Pembakaran seperti
teknologi fluidized bed combustion (FBC), gasifikasi batubara, magneto
hydrodynamic (MHD) dan kombinasi IGCC dengan fuel cell.
5. Kaitan Emisi Pembangkit Listrik Dengan Sains
23
a) Keterkaitan emisi pembangkit listrik dengan fisika yaitu terletak pada
mesin rotasi yang mengubah panas dari pembakaran menjadi energi
mekanik yang lalu mengoperasikan generator listrik.
b) Keterkaitan emisi pembangkit listrik dengan kimia terletak pada konversi
energi kimia menjadi panas. Pembakaran sempurna dari bahan bakar fosil
menggunakan oksigen untuk menginisiasi pembakaran.
3.2 Saran
Agar dampak emisi terhadap pencemaran udara, kerusakan lingkungan dan
kesehatan dapat diminimalisir dapat dilkaukan dengan cara mengurangi
kandungan CO2 di udara adalah dengan menggunakan pembangkit listrik yang
mempunyai faktor emisi CO2 rendah.
Makalah ini masih banyak kekuragan, kritik dan saran diharapkan agar
terciptanya makalah yang sempurna agar bisa bermanfaaat untuk semua.
24
DAFTAR PUSTAKA
Budi, R. F. S., & Suparman, S. (2013). Perhitungan Faktor Emisi CO2 PLTU
Batubara dan PLTN. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir, 15(1).
Cahyadi. (2011). Kajian Teknis Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Fossil. JITE
Vol. 1 No. 12 Edisi Februari 2011 : 21-32
Muhadi, I. (2018). Analisis Estimasi Emisi Gas Rumah Kaca Pada Pembangkit
Thermaldi Provinsi Riau Tahun 2016-202 (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).
Nurmaini. (2012). Petunjuk Teknis Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di
Sektor Industri. Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri
Princiotta, F.T. (1991). Pollution Control for Utility Power Generation, 1990 to
2020. Proceeding of Energy and the Environment un the 21st, p. 624-649,
The MIT Press
Siegel, J.S. and Temchin J.R. (1991). Role of Clean Coal Technology in Electric
Power in the 21st Century. Proceeding of Energy and the Environment un
the 21st, p. 623-630, The MIT Press
Suara.com. (2015). Ini Bahaya Polusi Udara dari PLTU Batubara. (Online).
https://www.suara.com/health/2015/08/13/154600/ini-bahaya-polusi-
udara-dari-pltu-batubara, diakses tanggal 11 April 2020
25
Sugiyono, A. (2000). Prospek Penggunaan Teknologi Bersih untuk pembangkit
listrik dengan bahan bakar batubara di Indonesia. Jurnal Teknologi
Lingkungan, 1(1).
26