Anda di halaman 1dari 50

TUGAS MAKALAH

TEKNIK LINGKUNGAN INDUSTRI

“KINERJA ELECTROSTATIC PRECIPITATOR SEBAGAI


PENANGKAP DEBU DI PT SEMEN BOSOWA MAROS”

Di susun oleh :

ISMAYASARI

19TKM412

III B

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RI

POLITEKNIK ATI MAKASSAR


2022

2
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji kita panjatkan kepada Tuhan yang maha esa, karena
berkat rahmat dan hidayahnya, kita masih diberikan kesehatan untuk melakukan
aktivitas pada hari ini. Tidak lupa juga kita layangkan shalawat dan salam kepada
junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, karena telah membawa kita dari
jalan kegelapan menuju jalan terang benderang.
Makalah adalah salah satu bagian dari tugas kuliah yang bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman kepada peserta didik dalam bidang terkait. Kami
sangat bersyukur pada hari ini kami dapat menyelesaikan salah satu makalah
yang berjudul “Kinerja Electrostatic Precipitator sebagai penangkap debu di PT
Semen Bosowa Maros” sehingga pemahaman tentang materi tersebut tentu saja
semakin luas.
Makalah ini dapat terselesaikan pada waktunya tentu saja karena
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan makalah-makalah selanjutnya

Makassar, 07 Februari 2022

ISMAYASARI

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................3
C. Tujuan Penelitian.................................................................................................3
D. Manfaat Penelitian..............................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................5
A. PT. Semen Bosowa Maros..................................................................................5
B. Sejarah Semen.....................................................................................................6
C. Proses Produksi Semen.......................................................................................8
D. Limbah Industri Semen.....................................................................................17
E. Dampak Industri Semen terhadap Lingkungan..............................................19
F. Teknologi Pengolahan Partikulat Debu...........................................................20
G. Electrostatic Precipitator (EP)..........................................................................22
BAB III METODE PENGOLAHAN LIMBAH................................................................28
A. Alat dan Bahan...................................................................................................28
B. Prosedur kerja....................................................................................................28
C. Analisis Data.......................................................................................................28
D. Flow chart...........................................................................................................31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................................32
A. Hasil.....................................................................................................................32
B. Pembahasan.......................................................................................................33
BAB V PENUTUP.....................................................................................................36
A. Kesimpulan.........................................................................................................36
B. Saran...................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................37

iii
iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Komponen alat EP.................................................................................27


Gambar 2 Flow Chart pengolahan partikulat debu...............................................31
Gambar 3 Grafik hubungan efisiensi EP dengan kecepatan migrasi partikel........34
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data Emisi Pertikulat di Electrostatic Precipitator....................................32


Tabel 2 Data hasil perhitungan kecepatan migrasi partikel dengan efisiensi EP. .33

vi
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencemaran udara adalah salah satu jenis pencemaran yang termasuk

dalam kategori pencemaran yang sangat berbahaya dan juga dapat

memberikan dampak yang cukup besar bagi lingkungan disekitarnya

terutama bagi kesehatan. Partikel polutan dari pencemaran ini memiliki

ukuran yang sangat kecil sehingga tidak dapat disadari oleh masyarakat

(Flagan, 1988). Berdasarkan dari wujud fisiknya, pencemaran yang terdapat

di udara tidak hanya berupa gas, melainkan juga dapat berupa benda-benda

padat sebagai partikel yang diantaranya berupa debu, asap dan bau (Wang,

2004). Pemerintah Indonesia berusaha mengurangi dampak berbagai

pencemaran tersebut dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Salah satu sektor industri yang berpotensi meningkatkan emisi debu dan

gas yang menyebabkan terjadinya pencemaran udara adalah industri semen.

Industri semen semakin meningkat di Indonesia karena bahan baku yang

mudah didapat dan meningkatnya pembangunan proyek-proyek

infrastruktur pemerintah serta bangunan komersial. Salah satu industri

semen yang terdapat di Indonesia adalah PT. Semen Bosowa Maros. PT

Semen Bosowa merupakan perusahaan semen terbesar keempat di

Indonesia dan satu-satunya perusahaan semen swasta nasional di Indonesia.

1
Pada PT Semen Bosowa Maros memproduksi clinker dengan kapasitas 4 juta

ton per tahun dan semen dengan kapasitas produksi 4,2 juta ton per tahun.

Industri semen merupakan industri yang tidak hanya memiliki bahan baku

saja tetapi juga memiliki bahan koreksi. Bahan baku utamanya terdiri dari

batu kapur dan tanah liat, bahan baku koreksi terdiri dari pasir besi dan pasir

silika, ke empat bahan berupa material padat. Bahan-bahan tersebut

menjadi partikel halus setelah melalui beberapa proses dan mengakibatkan

kerugian apabila dibuang secara langsung ke lingkungan bersamaan dengan

udara. Hal inilah yang menyebabkan dibutuhkan suatu treatment khusus

untuk dapat memisahkan partikel debu dari udara.

Industri ini memiliki alat yang berfungsi untuk memisahkan debu dari

udara sebelum dikeluarkan ke lingkungan melalui stack. Alat tersebut adalah

Electrostatic Precipitator. Electrostatic Precipitator adalah alat yang

menggunakan listrik tegangan tinggi untuk memisahkan debu dari gas panas

keluaran raw mill. Electrostatic Precipitator menangkap partikel solid atau

cairan dari aliran gas dengan menggunakan listrik tegangan tinggi untuk

memberikan muatan pada debu. Debu yang telah bermuatan akan

menempel pada collecting plate kemudian di tampung di hopper dan udara

bersih keluar menuju lingkungan. (Afrian, 2015).

Emisi debu ke udara terjadi melalui cerobong asap. Debu yang berukuran

0,1 – 10 μm berbahaya bagi kesehatan apabila terhirup oleh manusia dan

akan mengganggu aktivitas manusia. Debu yang terhirup oleh manusia akan

2
masuk ke dalam paru-paru, dan karena bentuknya yang berupa padatan,

dapat mengiritasi paru-paru sehingga bisa terjadi gangguan terhadap fungsi

paru-paru. Debu yang terdispersi dalam udara akan membentuk aerosol.

Aerosol mengganggu aktivitas manusia karena dapat mengurangi jarak

pandang (visibility), dan dapat membentuk lapisan debu pada bangunan,

kendaraan, tanaman, dan lain-lain yang menyebabkan menurunnya fungsi

dan kurang baik dari segi estetika.

Menyadari sangat pentingnya kedua alat tersebut dalam menanggulangi

dampak-dampak dari emisi partikulat yang sangat besar dalam industri

semen, maka dilakukan analisa mengenai kinerja dari alat penangkap debu

pada PT Semen Bosowa Maros.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kinerja dari alat

Electrostatic Precipitator jika ditinjau dari kecepatan migrasi partikel dan

resistivitasnya sebagai alat penangkap debu pada Industri PT Semen Bosowa

Maros?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan

penelitan ini adalah untuk mengetahui kinerja dari alat Electrostatic

3
Precipitator jika ditinjau dari kecepatan migrasi partikel dan resistivitasnya

sebagai alat penangkap debu pada Industri PT Semen Bosowa Maros.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Bagi Perusahaan

Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan masukan

secara praktis, sebagai bahan evaluasi, dan meningkatkan motivasi untuk

lebih memberikan perhatian terhadap lingkungan.

2. Bagi Institusi

a. Menambah wawasan Program Diploma 3 Teknik Kimia Mineral dalam

upaya meningkatkan kualitas mahasiswa, sehingga dapat

menghasilkan lulusan yang berkualitas yang mampu bersaing di dunia

kerja.

b. Menambah kepustakaan tentang Kesehatan dan Keselamatan kerja,

khususnya mengenai analisa Pengendalian Emisi Partikulat

Menggunakan Electrostatic Precipitator (EP).

3. Bagi mahasiswa

a. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Analisa

Pengendalian Emisi Partikulat Menggunakan Electrostatic

Precipitator (EP).

b. Dapat mengetahui pengendalian debu dengan menggunakan

4
Electrostatic Precipitator (EP).

5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PT. Semen Bosowa Maros

Bosowa didirikan oleh H. M. Aksa Mahmud pada tanggal 6 April 1978

dengan nama perusahaan PT. Moneter yang bergerak di bidang agen Datsun

di Pare-Pare yang diangkat oleh PT. Indokarya sebagai distributor Datsun.

Modal awal perusahaan Rp 5.000.000,- yang diperoleh dari pinjaman BNI

Pare-Pare. Pada tanggal 14 Oktober 1980, PT. Moneter diubah menjadi PT.

Bosowa Berlian Motor dengan bidang usaha dealer kendaraan Mitsubishi

yang diangkat oleh PT. Krama Yudha Tiga Berlian Motor Jakarta sebagai agen

tunggal pemegang merk Mitsubishi yang berkantor pertama (disewa) di

Ujung Pandang terletak di jalan Gunung Bawakaraeng No. 138 (Departemen

Q. A., 1999).

Semen Bosowa ini dipasarkan dalam bentuk curah, klinker, dan

kemasan kantong ukuran 40 kg dan 50 kg dengan daerah pemasaran yaitu

wilayah Sulawesi Selatan dan daerah-daerah lain di kawasan Indonesia

Timur. Pemasaran Semen Bosowa diperuntukkan bagi pasar dalam negeri

sebesar 60% dan 40% diperuntukkan bagi pasar luar negeri. PT. Semen

Bosowa Maros memulai ekspor perdananya pada tanggal 13 Oktober 1999

ke daerah Afrika, Sudan, Somalia, Madagaskar, dan Dubai. PT Semen Bosowa

Maros memproduksi semen jenis Ordinary Portland Cement (OPC) atau 5

6
Semen Tipe 1 dan semen jenis Portland Composite Cement (PCC)

(Departemen Q. A., 1999).

Unit usaha Semen Bosowa sendiri terbagi menjadi dua perusahaan

yakni PT Semen Bosowa Maros di Maros, Sulawesi Selatan dan PT Semen

Bosowa Indonesia di Batam. Kedua perusahaan cabang ini memiliki tugas

masing-masing dalam mengelola bisnis semen. Di antaranya PT Semen

Bosowa Maros memproduksi semen secara full integrated dengan total

produksi sebesar 2 juta ton klinker semen per tahun dan 2,4 juta ton semen

per tahun. Untuk mewujudkan, tujuan tersebut maka dibangunlah line 2.

Pembangunan line 2 merupakan hasil kerjasama dari Hutama Karya dan

Perusahaan Cina (Sinoma), pengerjaan berlangsung selama 20 bulan. Line 2

sendiri, dibangun sekitar 2013-2015 dengan kapasitas tampung yang sama

dengan line 1 (Departemen Q. A., 1999).

Saat ini PT. Semen Bosowa juga telah memiliki cabang pabrik grinding

plant semen di Banyuwangi, Jawa Timur yang berkapasitas 1,8 juta ton.

Dengan jumlah itu, dipersiapkan untuk meng-cover kebutuhan semen untuk

wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (Departemen Q. A., 1999).

B. Sejarah Semen

Pada mulanya semen dikenal di Mesir sekitar tahun 500 sebelum

masehi untuk pembangunan piramida, dimana semen digunakan pada saat

itu digunakan untuk mengisi kekosongan ruang pada celah-celah tumpukan

7
batu. Semen yang diciptakan oleh bangsa Mesir adalah kalsinasi gypsum

yang tidak murni, sedangkan kalsinasi batu kapur mulai digunakan saat

zaman Romawi. Berikutnya bangsa yunani membuat semen dengan cara

mengambil tanah vulkanik yang berasal dari pulau Santoris yang kemudian

dikenal dengan Santoris cement. Bangsa Romawi mengambil material

vulkanik di gunung vesuvius di lembah Napples sebagai semen yang

kemudian dikenal dengan Pozzolana cement berasal dari nama sebuah kota

di Italia, Puzzolia (Massazza, 1998).

Sekitar tahun 1756 Jhon Smeaton telah berhasil melakukan

penyelidikan pada batu kapur lunak tak murni dan terkandung tanah liat

didalamnya yang merupakan bahan pembuatan untuk semen hidrolisis yang

bagus. Pembuatan semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar

campuran tanah liat dan batu kapur pada tahun 1824 oleh orang ingris

bernama Joseph Aspdin yang kemudian dikenal sebagai portland

(Zainul,2018).

Sejarah industri semen di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Maret

1910 dengan didirikannya perusahaan semen pertamakali yaitu PT. Semen

Padang yang awalnya bernama NV Nederlandsch Indische Portland Cement

Maatschappij (NV NIPCM) (Hoiriyah, 2018). Saat tanggal 5 Juli 1958

Pemerintah Republik Indonesia menasionalisasikan perusahaan dari

Pemerintah Belanda. Setelah itu dengan terjadinya pengembangan

perusahaan tersebut akhirnya bangkit lagi. Kemudian pada tahun 1957

8
berdiri PT. Semen Gresik di Jawa Timur, tahun 1968 berdiri PT. Semen

Tonasa di Pangkep Sulawesi Selatan, tahun 1975 berdiri PT. Semen Cibinong

dan PT. Indocement, tahun 1999 berdiri PT. Semen Bosowa di Maros

Sulawesi Selatan dan pada tahun 2012 PT. Semen Gresik berubah nama

menjadi PT. Semen Indonesia (Zainul, 2015).

C. Proses Produksi Semen

1. Komponen Semen

Menurut Anwar (2015) dalam industri semen komponen

utamanya adalah silikat yang mempunyai kemampuan untuk mengikat

jika ditambahkan dengan air dan menjadi keras sehingga dapat

digunakan sebagai bahan bangunan. Komponen yang terdapat didalam

semen adalah sebagai berikut:

a. Dicalsium Silicate (2CaO.SiO2 atau C2S)

b. Tricalcium Silicate (3CaO.SiO2 atau C3S)

c. Tricalcium Alumina (3CaO.Al2O3 atau C3A)

d. Tetra Calcium Aluminate Ferrite (4CaO.Al 2O3 atau C4AF)

Menurut Taylor (1961) bahan baku pembuatan semen adalah sebagai

berikut:

a. Batu Kapur (CaCO3)

b. Tanah Liat (Al2O3.2SiO2.xH2O)

c. Pasir Besi (Fe2O3)

9
d. Pasir Silika (Si2O3)

2. Alat-alat Produksi Semen

a. Unit Pengolahan Bahan (Raw Mill)

Menurut Peinado (2011) alat-alat dari unit pengolahan bahan

(raw mill) terdiri dari:

1) Rotary Dryer

Fungsi alat ini sebagai pengering bahan baku.

2) Double Roller Crusher

Fungsi alat ini memperkecil ukuran sand clay, limestone,

pasir besi dan sand koreksi sesudah keluar dari dryer.

3) Hopper Raw Mix

Fungsi alat ini menggiling dan mencampur bahan baku

yang akan disimpan di kiln.

4) Air Separator

Fungsinya yaitu sebagai pemisah material kasar dengan

material halus yang mana material kasar akan dihaluskan lagi di

raw grinding mill sedangkan material halus akan keluar sebagai

produk.

5) Tetra Cyclone

Fungsinya sebagai pemisah material kasar dengan material

halus yang terbawa aliran gas keluar dari air separator.

6) Weighing Feeder

10
Fungsi alat ini adalah untuk menimbang limestone yang

keluar.

7) Spray Tower

Fungsi alat ini adalah mendinginkan gas panas hasil

pembakaran di kiln yang berlebih dari suspension preheater.

8) Raw Mill Fan

Fungsinya yaitu membuat material pada raw mill yang

telah halus untuk dibawa dengan aliran udara tertarik masuk ke

cyclone.

9) Raw Grinding Mill

Fungsinya untuk menggiling bahan baku yang masuk ke

kiln.

10) Electrostatic Presipitator

Fungsi alat ini yaitu sebagai penangkap debu yang terdapat

pada aliran gas yang kemudian dibuang lewat cerobong agar

polusi tidak ditimbulkan.

11) Raw Meal Silo

Terdiri dari :

a) Blending Silo, fungsinya yaitu mehomogenkan raw meal

dengan dibantu oleh udara.

b) Storage Silo, fungsinya yaitu sebagai penyimpan raw meal

sebelum dipindahkan ke kiln.

11
b. Unit Pembakaran

1) Suspension Preheater

Fungsi alat ini untuk pemanas awal umpan rotary (Engin

dan Ari, 2005).

2) Rotary Kiln

Rotary kiln adalah peralatan paling utama pada proses

pembuatan semen. Fungsinya yaitu untuk tempat terjadinya

kontak antara gas panas dan material umpan kiln sehingga

membentuk senyawa-senyawa penyusun semen yaitu C3S, C2S,

C3A dan C4AF. Kiln putar ini berbentuk silinder yang terbuat dari

baja yang dipasang secara horizontal dengan kemiringan 4°,

berdiameter 5,6 m, panjang 84 m dan kecepatan putar 2,8 rpm.

Kiln tanur bisa membakar umpan dengan kapasitas 7800

ton/jam sehingga menjadi terak klinker (Engin dan Ari, 2005).

Didalam rotary kiln terjadi proses pembakaran, kalor yang

diberikan harus cukup untuk mengeringkan kandungan air

dalam slurry dan memanasi umpan yang telah kering sehingga

mencapai temperatur klinkerisasi. Proses pembakaran yang

terjadi pada tanur kiln ini disebabkan karena adanya perpaduan

antara bahan bakar batu bara dengan udara atau oksigen yang

bertekanan tinggi dimana batu bara yang digunakan adalah

batu bara yang telah dihaluskan hingga berbentuk seperti

12
tepung yang dapat menghasilkan semburan api hingga suhu

1500°C. Temperatur pembakaran kiln mempunyai arti penting

didalam operasi, jika temperatur terlalu rendah terak yang

dihasilkan kurang matang, mutu semen akan rendah dan jika

terlalu tinggi temperaturnya akan menyebabkan teraknya sukar

digiling dan terjadinya pemborosan bahan bakar.Gerakan

antara material dan gas panas hasil pembakaran batu bara

berlangsung secara counter current (Leger, 1996).

3) Air Quenching Cooler

Fungsi alat ini adalah sebagai pendingin clinker secara

mendadak dari 1400°C menjadi 900-950°C pada chamber 1

(Leger, 1996).

4) Kiln Feed Bin

Fungsi alat ini yaitu sebagai penampung umpan kiln yang

siap untuk diumpankan (Leger, 1996).

c. Unit Penggilingan Akhir

Menurut Madlool (2011) alat dari unit penggilingan akhir terdiri

dari:

1) Air Separator

Fungsinya untuk memisahkan mineral kasar dengan

mineral halus dimana partikel kasar keluar supaya bisa

13
dihaluskan lagi di finish grinding mill sedangkan partikel halus

keluar sebagai produk.

2) Clinker Storage Silo

Fungsi alat ini yaitu untuk menampung clinker.

3) Finish Grinding Mill

Fungsi alat ini yaitu sebagai penggiling campuran clinker

dengan tambahan gypsum supaya menjadi halus.

d. Unit Pengisian Packing

Menurut Holston (1956) alat dari unit pengisian packing terdiri

dari:

1) Vibrating Screen

Fungsi alat yaitu sebagai penyaring semen dari pengotor

sebelum masuk ke strorage silo untuk pengepakan.

2) Cement Silo

Fungsi alat ini yaitu sebagai penampung semen yang

berasal dari finish mill sebelum masuk ke unit packing.

3) Storage Silo

Fungsi alat ini yaitu sebagai penampung semen yang sudah

melewati vibrating screen untuk kemudian diumpankan ke

rotary packer.

4) Rotary Feeder

14
Fungsi alat ini yaitu sebagai pengatur pengumpanan

semen.

5) Valve Bag Packing Machines

Fungsi alat ini yaitu memasukkan semen kedalam kantong

semen.

3. Proses Pembuatan Semen

Proses pembuatan semen dibagi menjadi:

a. Proses Basah (Wet Process)

Pada proses ini seluruh bahan baku dicampurkan dengan air,

dihancurkan dan diuapkan lalu dibakar dengan bahan bakar minyak

(bunker crude oil). Proses ini jarang dipakai karena terbatasnya

energi BBM. Proses basah ini dimulai dengan mengecilkan ukuran

bahan baku (raw material) menggunakan crusher. Setelah digiling,

setiap jenis bahan baku disimpan di tempat yang terpisah. Proses

penggilingan disertai dengan penambahan air ke wash mill,

sehingga kombinasi bahan baku yang dihasilkan berupa slurry yang

mengandung air 25-40%. Slurry diaduk sehingga menghasilkan

campuran yang homogen. Slurry yang homogen dibakar

menggunakan long rotary kiln untuk menghasilkan clinker kemudian

didinginkan dalam cooler. Komponen tambahan yang diperlukan

untuk membuat clinker menjadi semen Portland adalah gypsum

yang telah digiling. Gypsum dan clinker digiling dengan

15
menggunakan ball mill, sehingga dihasilkan semen dalam bentuk

bubuk kemudian siap dikemas (Mintus, Hamel, & krumm, 2006).

b. Proses Kering (Dry Process)

Menurut Kabir, Abubakar, dan El-Nafaty (2010) Pada proses ini

teknik yang digunakan adalah teknik penggilingan dan blending

kemudian dibakar dengan bahan bakar batu bara. Proses ini terdiri

dari lima tahap pengelolaan, yaitu sebagai berikut:

1) Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary

dryer dan roller meal.

2) Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk

memperoleh campuran yang homogen.

3) Proses pembakaran raw meal untuk memperoleh terak (clinker,

bahan setengah jadi yang diperlukan untuk pembuatan semen).

4) Proses pendinginan clinker.

5) Proses penggilingan akhir, dimana clinker dan gypsum digiling

dengan cement mill.

Dari proses diatas akan terjadi penguapan karena pembakaran

pada suhu 900°C sehingga menghasilkan sisa (residu) yang tidak larut,

sulfur trioksida, silika yang larut, besi dan aluminium oksida, kalsium,

oksida besi, magnesium, fosfor, kapur bebas dan alkali (Velez, 2001).

Secara garis besar, proses produksi semen terdiri dari enam tahap,

yaitu:

16
a. Penyiapan bahan baku

Semen yang biasanya digunakan adalah semen Portland

yang membuthkan 4 komponen bahan kimia utama agar

mendapatkan komposisi kimia yang sesuai. Bahan tersebut adalah

batu kapur, silika, alumina (tanah liat), dan besi oksida (bijih besi)

(Setianto, 2017).

b. Penggilingan dan pencampuran bahan baku

Seluruh komponen atau bahan baku dihancurkan hingga

seperti bubuk halus dan dicampurkan sebelum dilakukan proses

pembakaran (Suryelita, Etika, & Kurnia, 2017).

c. Pembakaran

Pada proses ini terjadi proses konversi kimia sesuai

rancangan dan proses fisika untuk mempersiapkan campuran

bahan baku membentuk clinker. Proses ini dilakukan dalam rotary

kiln yang menggunakan bahan bakar fosil berupa padatan (batu

bara), cairan (solar) atau bahan bakar alternatif (Dinata dan

Soehardi, 2018).

d. Penggilingan hasil pembakaran

Proses penghalusan clinker dengan menambahkan sedikit

gypsum, kurang dari 4% untuk dihasilkan semen Portland tipe I.

Proses ini dilakukan di tube mill (Mulia, 2017).

17
e. Pendinginan dan pengepakan

Proses pendinginan klinker dilakukan di cooler dan

pengepakan untuk segera di distribusikan (Komori dan Ishikawa,

1997).

D. Limbah Industri Semen

Menurut Delvi dan Zainul (2019) limbah yang paling banyak

dihasilkan dari industri semen adalah limbah gas dan limbah pertikel.

1. Limbah gas

Menurut Wang, Dai dan Gao (2009) limbah gas mengganggu

kandungan alami udara dan akan menurunkan kualitas udara. Gas-gas

tersebut antara lain CO, CO2, SO3, hidrokarbon dan lainnya. Gas tertentu

yang lepas ke udara dalam konsentrasi tertentu akan membunuh

manusia. Dalam kadar rendah, tidak berbau dan bila kadar bertambah

menyebabkan bau yang tidak sedap dan gejalanya cepat menimbulkan

pusing, mabuk dan batuk. Zat-zat yang mudah meguap adalah chlor,

amoniak, nitrat, nitrit dan lainnya. Bahan-bahan yang bersifat gas dan

uap akan mengakibatkan:

a. Terganggunya pernafasan

b. Merusak susunan saraf

c. Merusak susunan darah

d. Merusak alat-alat dalam tubuh

18
2. Limbah Partikel

Partikel merupakan butiran halus dan masih sedikit terlihat

langsung oleh mata seperti uap air, asap, kabut dan debu. Debu adalah

partikel zat padat yang timbul pada proses industri seperti

penghancuran, peledakan dan pengolahan, baik yang berasal dari dari

bahan organik maupun anorganik. Karena sifat debu yang ringan,

menyebabkannya melayang di udara dan turun karena daya tarik bumi

(gravitasi). Akibat lingkungan yang mengandung debu, penimbunan

debu dalam paru-paru pada manusia dilingkungan bekerja atau tempat

tinggal. Kerusakan kesehatan akibat debu tergantung pada lamanya

kontak yang terjadi, konsentrasi debu di udara, jenis debu dan lainnya

(Husna dan Zainul, 2019).

Asap adalah partikel dari zat karbon yang keluar dari cerobong

asap industri karena pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-

bahan yang mengandung karbon. Asap bercampur dengan kabut atau

uap air di malam hari akan turun ke bumi menempel pada dedaunan

ataupun diatas atap rumah (Sumarmin, 2018).

Menurut Sumarmin (2018) dari sifat bahan yang bersifat partikel

akan menimbulkan:

a. Rangsangan saluran pernafasan

b. Alergi

c. Fibrosis

19
d. Penyakit demam

e. Kematian karena bersifat racun

E. Dampak Industri Semen terhadap Lingkungan

Menurut Kusminingrum dan Ginawan (2008) menunjukkan contoh

emisi partikulat yang tidak dikendalikan pada pabrik semen. Berdasarkan

bahan baku dan bahan bakar yang digunakan serta proses produksi, industri

semen menyebabkan dampak lingkungan sebagai berikut :

1. Lahan, penurunan kualitas kesuburan tanah akibat penambangan bahan

baku, perubahan tata-guna lahan akibat penebangan dan penyerapan

lahan serta pembangunan fasilitas lainnya.

2. Air, kualitas air menurun akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk

minyak dan sisa air dari kegiatan penambangan. Menimbulkan lahan

kritis yang mudah terkena erosi dan pendangkalan dasar sungai, yang

pada akhirnya akan menimbulkan banjir.

3. Udara, debu yang dihasilkan pada waktu pengadaan bahan baku dan

selama proses pembakaran, serta yang dihasilkan selama pengangkutan

bahan baku ke pabrik dan bahan jadi ke luar pabrik, termasuk

pengantongannya. Debu yang secara visual terlihat di kawasan pabrik

menimbulkan pencemaran udara serius. Gas yang dihasilkan oleh

pembakaran bahan bakar minyak bumi dan batubara, berupa gas CO,

CO2, SO2, NOx dan gas lainnya yang mengandung hidrokarbon dan

belerang.

20
Untuk menghindari dampak yang diakibatkan limbah melalui udara,

maka dari itu dilakukan pengendalian dengan penetapan nilai ambang batas.

Nilai ambang batas adalah kadar tertinggi suatu zat dalam udara yang

diperkenankan, sehingga manusia dan makhluk hidup lainnya tidak

mengalami gangguan penyakit atau menderita karena zat tersebut. Selain

penetapan nilai ambang batas juga dilakukan teknologi pengolahan emisi

pencemaran udara. Teknologi pengolahan emisi pencemaran udara industri

telah berkembang lama, yang digunakan untuk mengurangi, menurunkan

dan menghilangkan kadar pencemaran unsur-unsur limbah proses yang

dihasilkan. Teknologi yang diterapkan yaitu peralatan untuk partikel dan

aerosol seperti dengan cara scrubber, filter, electrostatic precipitator dan

pengendapan (Desbrieres, 1993).

F. Teknologi Pengolahan Partikulat Debu

Proses produksi semen menghasilkan limbah berupa debu dengan

intensitas paling tinggi terdapat dalam proses penggilingan akhir dan

penggilingan awal serta proses pencampuran dan pembakaran. Debu-debu

ini diatasi dengan menggunakan alat penangkap debu yaitu Electrostatic

Precipitator (EP). Alat ini mempunyai efisiensi dedusting yang cukup tinggi,

sehingga dapat mengurangi sekaligus menggunakan kembali debu yang akan

terbuang. Gas yang keluar dari alat tersebut diharapkan dapat memenuhi

baku mutu yang berlaku di lokasi pabrik semen tersebut. Kondisi alat ini

21
selalu dikontrol agar efisiensinya tetap tinggi, sehingga gas keluarannya

hanya mengandung sedikit debu (Firdaus, 2007).

Limbah gas buang dihasilkan dari gas buang stack, hasil pembakaran

batubara dan gas penguraian bahan baku di kiln. Limbah gas dari kiln

biasanya terbentuk apabila proses pembakaran terjadi kekurangan atau

kelebihan oksigen. Bila terdapat oksigen berlebih maka akan terbentuk

oksida-oksida dari unsur-unsur yang terkandung dari bahan baku. Sedangkan

apabila proses pembakaran kekurangan oksigen, maka akan terbentuk gas

CO. Kadar CO yang tinggi dapat mengganggu jalannya proses dan merusak

alat EP. Sebagai pencegahan dilakukan pengaturan bahan bakar dan oksigen

yang masuk kedalam proses, yaitu dengan menggunakan conditioning tower

atau melakukan pemanasan lebih lama yaitu dengan mengalirkan gas buang

ke suspension preheater (Firdaus, 2007).

Pengendalian pencemaran akan membawa dampak positif bagi

lingkungan karena hal tersebut akan menyebabkan kesehatan masyarakat

yang lebih baik, kenyamanan hidup disekitarnya yang lebih tinggi, resiko

yang lebih rendah, kerusakan materi yang rendah dan kerusakan lingkungan

yang rendah. Faktor utama yang harus diperhatikan dalam pengendalian

pencemaran adalah karakteristik dari pencemar dan hal tersebut bergantung

pada jenis dan konsentrasi senyawa yang dibebaskan ke lingkungan, kondisi

geografis sumber pencemar, dan kondisi meteorologis lingkungan

(Hutagalung, 2008).

22
Pengendalian pada sumber pencemar merupakan metode yang lebih

efektif karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang

akan diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Di dalam

sebuah pabrik, pengendalian pencemaran udara terdiri dua bagian yaitu

penanggulangan emisi debu dan penanggulangan emisi senyawa pencemar

dalam bentuk gas (Hutagalung, 2008).

Untuk mengatasi pencemaran udara yang diakibatkan oleh partikulat

yang keluar pada proses produksi semen, perlu menggunakan alat

penangkap partikulat. Alat-alat penangkap partikulat bertujuan untuk

memisahkan partikulat dari aliran gas buang. Partikulat dapat ditemui dalam

berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas, daya kohesi, dan sifat

higroskopik yang berbeda. Maka dari itu, pemilihan alat penangkap

partikulat yang tepat berkaitan dengan tujuan akhir pengolahan dan juga

aspek ekonomis. Secara umum, alat panangkap partikulat yang umum

digunakan oleh pabrik semen adalah Electrostatic Precipitator (EP)

(Hutagalung, 2008).

G. Electrostatic Precipitator (EP)

Electrostatic Precipitator (EP) merupakan alat penangkap debu dengan

menggunakan sistem elektrik yang terdiri dari plat-plat baja yang merupakan

elektroda positif (collecting electrode) dan elektroda negatif (discharge

electrode) dengan perbedaan tegangan yang sangat tinggi (Chiang, 2001).

23
Prinsip kerjanya menggunakan prinsip listrik, yaitu partikel bermuatan

listrik dilewatkan dalam medan electrostatic sehingga terjadi discharge

electrode yang berfungsi untuk menghasilkan elektron-elektron bebas yang

digunakan untuk memberikan muatan pada partikel-partikel debu sehingga

terbentuk ion debu negatif. Karena pengaruh medan listrik yang kuat, ion

negatif akan berpindah ke elektroda positif sehingga pada elektroda positif

akan terkumpul debu-debu yang terbawa oleh ion negatif tersebut (Afrian,

2015).

Selanjutnya ion negatif tadi dinetralkan oleh muatan positif pada

elektroda pengumpul sehingga debu yang terkumpul menjadi bermuatan

netral. Debu yang netral ini akan semakin banyak dan tebal sehingga lapisan

itu akan menurunkan gaya tarik dan keelektrostatikannya, sehingga debu

yang terkumpul pada elektroda ini akan mudah terjatuh ketika plat

elektroda terpukul hammer (Afrian, 2015).

Untuk mengalihkan material yang terakumulasi pada pelat, secara

periodik elektroda akan digetarkan oleh pukulan impact hammer dengan

waktu interval (dapat diatur pada unit rapping gear pada collecting dan

discharging system) sehingga secara periodik material rontok dan

tertampung pada bottom hopper. Material akan terkumpul dan siap

diangkut sebagai produk atau diangkut ke dust bin oleh screw conveyor. Dari

dust bin debu yang tertinggal bersama gas akan keluar bersama-sama

melalui cerobong (Afrian, 2015).

24
Menurut (Afrian, 2015) Proses penangkapan debu pada EP terdiri dari

lima tahapan, yaitu:

1. Pendistribusian gas

Udara kotor yang masuk ke dalam EP terlebih dahulu diatur

alirannya agar terdistribusi secara merata pada luas penampang EP.

Peralatan pada EP yang berfungsi meratakan aliran udara inlet tersebut

disebut gas distribution walls.

2. Pemberian muatan pada partikel debu atau pelepasan muatan corona

Partikel debu yang terkandung di dalam udara yang melewati EP

akan diberi muatan negatif oleh corona yang timbul pada discharge

electrode. Corona adalah suatu gangguan muatan listrik pada udara yang

berada di dekat permukaan elektroda akibat medan listrik kuat yang

timbul di antara elektroda pelepas muatan dengan plat pengumpul.

3. Migrasi partikel ke elektroda pengumpul

Corona menghasilkan ion-ion udara dalam jumlah besar. Ion-ion

negatif akan bergerak menuju plat pengumpul. Kumpulan ion-ion negatif

yang bermigrasi ke plat pengumpul ini akan membentuk suatu ruang

bermuatan di daerah plat pengumpul. Peningkatan nilai tegangan akan

menambah kuat medan hingga timbul spark over. Spark over adalah

percikan bunga api yang terjadi secara tiba-tiba antara elektroda pelepas

muatan dengan pengumpul yang terjadi akibat letak discharge electrode

dengan plat pengumpul terlalu dekat.

25
4. Penumpukan debu di elektroda pengumpul

Setelah menempel pada bidang pengumpul maka akan terjadi

discharging muatan hingga kolektor ternetralisir oleh jumlah partikulat

bermuatan yang menempel. Diperkirakan tebal penempelan efektif

mencapai 0,08-1,52 cm. Jika penempelan terlalu tebal maka akan

mengganggu efisiensi kinerja EP.

5. Pemindahan partikel debu

Lapisan debu yang menempel pada plat pengumpul dibersihkan

secara berkala dengan sistem rapping. Sistem rapping ini terdiri dari alat

pemukul seperti palu (hammer) yang akan memukul plat pengumpul

sehingga debu terlepas.

Periode rapping diatur agar tidak terlalu lambat dan tidak terlalu

cepat karena dapat mengurangi usia EP. Masing-masing chamber dalam

EP memiliki alat pemukul sendiri-sendiri.

Pada plat pengumpul Partikel akan jatuh secara gravitasi menuju

bagian bawah presipitator, yang berakhir pada bagian bawah hopper.

Debu tersebut kemudian dikeluarkan dengan menggunakan konveyor

mekanis dan dibawa kembali ke dalam proses produksi.

Menurut Wibowo (2010) faktor yang mempengaruhi penangkapan debu,

yaitu:

1. Resistifitas Partikel

Resistifitas partikel, suatu ukuran resistansi partikel terhadap

26
listrik, yang merupakan indikator kecepatan migrasi partikel. Resistifitas

sangat penting dalam mempengaruhi efisiensi ESP. Satuan untuk

resistifitas adalah Ω.cm. Nilai resistifitas bahan secara umum berada

diantara 10−3 sampai 1014 Ω-cm, sedangkan nilai resistivitas partikel

yang baik utuk ESP adalah 107- 1010 Ω-cm.

2. Ukuran Partikel

Semakin besar ukuran partikel debu, semakin besar kemungkinan

ion gas menabraknya sehingga semakin besar muatan yang dimilikinya.

3. Pengaruh Temperatur

Jika temperature naik maka kuat medan listrik akan turun dan

daya penangkapan debu akan turun sehingga efisiensi ESP akan turun.

4. Pengaruh Spark

Spark dapat timbul jika lapisan debu pada permukaan collecting

electrode terlalu tebal.

Menurut Aprilianto (2018) komponen mekanikal dan fungsinya adalah

sebagi berikut :

1. Collecting plate system berfungsi sebagai pengumpul atau collection ash,

karena setelah ash atau abu yang keluar dari boiler dan masuk kedalam

ESP maka abu tersebut akan terurai menjadi partikel-partikel yang akan

menempel pada permukaan dinding collecting plate.

2. Rapper atau rapping system ini berfungsi sebagai pemukul atau pembuat

getaran yang mana setelah abu menempel pada permukaan collecting

27
plate maka dipukul menggunakan rapping system.

3. Hopper ini berfungsi sebagai penampung abu yang jatuh dari hasil

pemukulan oleh rapping system.

4. Hammer digunakan untuk memukul elektroda pengumpul yang

tergantung agak partikel jatuh akibat getaran mekanis yang

diakibatkannya.

5. Casing dan Manhole ESP berfungsi sebagai pembatas atau pelindung dari

mesin ESP berada pada bagian luar.

6. Gas Distribution System berfungsi dan mempunyai peranan yang sangat

penting yaitu untuk mendistribusikan fly ash ke seluruh field area agar

terperangkap jatuh ke Hopper ESP.

7. Ash Transmitter berfungsi sebagai pemindah abu hasil tangkapan ESP

(Electrostatic Precipitator).

28
Gambar 1 Komponen alat EP

29
BAB III METODE PENGOLAHAN LIMBAH

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Electrostatic

Precipitator. Serta bahan penelitian yang digunakan adalah semen dan

mencakup hasil survey dan observasi yang telah dilakukan. Bahan-bahan

penelitian itu berupa data-data spesifikasi alat serta masing-masing fungsi

dari komponen yang menjadi bagian proses.

B. Prosedur kerja

1. Pengumpulan data

a. Jumlah emisi per hari hasil pembakaran di rotary kiln

b. Laju aliran gas

c. Ukuran partikel abu

d. Tegangan dan arus aktual pada ESP

2. Analisa dan pengolahan data

a. Perhitungan efisiensi ESP

a. Resistensi partikel

b. Kecepatan migrasi partikel

C. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini adalah Data kecepatan gas inlet,

emisi partikulat, kecepatan migrasi, resistivitas dan efesiensi dijadikan data

30
perhitungan. Perhitungan dilakukan untuk mencari efisiensi dan

electrostatic precipitator, kemudian perhitungan yang diperoleh disajikan

dalam bentuk grafik.

1. Kecepatan migrasi

Kecepatan migrasi partikel adalah kecepatan gerak suatu partikel ketika

diberi muatan negatif bergerak menuju electroda plat pengumpul. Variable

yang mempengaruhinnya yaitu ukuran partikel, kuat medan listrik dan

viskositas gas. sehingga kecepatan migrasi partikel dapat dinyatakan dengan

persamaan (Afrian, 2015):

2. Ko . pa . Ec . Ep
ω=

Dimana :

ω = Kecepatan migrasi partikel (m/s)

A = Jari-jari partikel (m)

p = Tekanan (1 atm)

Ec= Kuat medan listrik (v/m)

Ep= Kuat medan precipitator (v/m)

Dapat dianggap bahwa = Ec = Ep = E

µ = Viskositas gas (pascal . detik)

Ko = Permittivity (8,85x10−12 F/m)

Adapun persamaan lain untuk mencari kecepatan migrasi, yaitu :

−Q
ω= ln ⁡(1−μ)
A

Dimana:

31
ω = Kecepatan migrasi partikel (m/s)

Q = Laju aliran gas (m3⁄s)

A = Luas media penangkap (m2)

μ = efisiensi EP standar

2. Resistivitas Partikel

Resistivitas partikel adalah kemampuan suatu partikel untuk

mengantarkan arus listrik yang bergantung terhadap besarnya medan

istrik dan kerapatan arus, atau dalam kata lain adalah resistansi suatu

partikel terhadap arus listrik. Resistivitias partikel ini memiliki

keterkaitan dengan kecepatan migrasi partikel. Semakin baik resistansi

partikel terhadap arus listrik, maka akan semakin tinggi pula kecepatan

migrasi partikel tersebut untuk menempel di plat pengumpul pada

electrostatic precipitator.

Berikut adalah persamaan untuk menghitung resistivitas

partikel.

A
ρ=R
l

Dimana :

ρ = Resistivitas ( Ώcm)

R = Tahanan ( Ώ)

A = luas penampang (cm2)

L = panjang penghantar (cm)

32
D. Flow chart

MULAI

Pengumpulan Data :
Jumlah Emisi per hari hasil pembakaran di rotary
kiln
Laju aliran gas
Ukuran partikel abu
Tegangan dan arus aktual pada ESP

Perhitungan efisiensi ESP, abu yang tertangkap


resistansi partikel, kecepatan migrasi partikel

Analisa data untuk menentukan efesiensi kerja


pada ESP

Kesimpulan

Selesai

Gambar 2 Flow Chart pengolahan partikulat debu

33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Data emisi partikulat

Data yang dibutuhkan untuk perhitungan performa dan efisiensi alat EP

diambil dari central control room, unit Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),

unit Electrical Control pada industri semen seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Data Emisi Pertikulat di Electrostatic Precipitator

Tangga Emisi

04-Apr 46,76

05-Apr 48,98

06-Apr 49,76

07-Apr 49,98

08-Apr 51,23

09-Apr 50,76

10-Apr 52,89

11-Apr 53,76

12-Apr 54,55

13-Apr 55,67

Sumber: Data primer, 2022

34
2. Data hasil perhitungan kecepatan migrasi partikel dengan efisiensi

Electrostatic Precipitator

Resistivitas partikel dan kecepatan migrasi partikel merupakan

parameter yang diperhatikan pada electrostatic precipitator untuk

menentukan performa EP tersebut dalam keadaan baik atau tidak. Oleh

karena itu diperoleh perhitungan resistivitas dan kecepatan migrasi

partikel seperti di bawah ini.

Tabel 2 Data hasil perhitungan kecepatan migrasi partikel dengan efisiensi EP

Migrasi (m/s) Efisiensi (%)

98,83
0,0212

98,78
0,0229

98,76
0,0231

98,75
0,0247

98,72
0,0247

98,73
0,0251

98,68
0,0262

98,66
0,0267

98,64
0,0272

98,61
0,0278

Sumber: Data Primer, 2022

35
B. Pembahasan
Dari perhitungan resistivitas partikel menunjukkan bahwa EP di industri

semen ini dalam keadaan baik. Secara umum nilai resistivitas berada dalam

range 10=3 - 1014 Ωm. Nilai resistivitas yang menunjukkan bahwa EP dalam

keadaan baik adalah pada range 107- 1014 Ωm. Hal ini terjadi pada nilai

resistivitas yang didapat dalam perhitungan yaitu sebesar 2,9 x 10 9 Ωm.

Selain itu dari perhitungan kecepatan migrasi partikel menggunakan

persamaan kecepatan migrasi menunjukkan bahwa partikel yang diberi

muatan negatif memiliki kecepatan yang tinggi untuk bergerak ke electroda

plat pengumpul yaitu dengan kecepatan 2,2 x 10-2 m/s.

Grafik hubungan Efisiensi EP dengan kecepatan


migrasi partikel
0.0300

0.0250
Migrasi Partikel (m/s)

0.0200

0.0150

0.0100

0.0050

0.0000
98.83 98.78 98.76 98.75 98.72 98.73 98.68 98.66 98.64 98.61
Efisiensi (%)

Gambar 3 Grafik hubungan efisiensi EP dengan kecepatan migrasi partikel

Berdasarkan grafik diatas, dengan menggunakan persamaan efisiensi

didapatkan efisiensi electrostatic precipitator sebesar 98,83%. Berdasarkan

efisiensi standar Desain efisiensi electrostatic precipitator yaitu sebesar 95%.

36
Dengan memasukkan kecepatan migrasi partikel sebesar 0,0212 m/s ke

dalam grafik didapatkan efisiensi sebesar 98,83%. Semakin besar kecepatan

migrasi partikel, maka efisiensi pengumpulan partikel akan semakin tinggi.

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya, maka diperoleh hasil

bahwa dari penelitian ini mengalami peningkatan dari nilai efesiensi

Electrostatic Precipitator yang artinya bahwa alat ini memiliki kemampuan

yang sangat tinggi untuk melakukan pengolahan partikulat debu yang dapat

mengurangi pencemaran udara khususnya di Industri semen.

37
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Electrostatic Precipitator (EP) adalah contoh alat yang dapat mengurangi

pencemaran udara di Industri semen. Hasil evaluasi menunjukkan kecepatan

migrasi partikel sebesar 0,0212 m/s sehingga didapatkan efisiensi

electrostatic Precipitator sebesar 98,83%. Semakin besar kecepatan migrasi

partikel, maka efisiensi pengumpulan partikel akan semakin tinggi. Nilai

efisiensi ini masih memenuhi standar efisiensi alat, yang berarti kinerja

electrostatic Precipitator tersebut masih baik, yang juga telah memenuhi

standar yaitu 95%.

B. Saran
Kinerja Electrostatic Precipitator (EP) yang digunakan pada PT Semen

Bosowa Maros sebaiknya perlu dipertahankan efisiensinya dengan kontrol

operasional dan pemeliharaan secara periodik dengan cara menggunakan

prosedur yang benar dalam menghidupkan (start up), mematikan (shut

down), alih prosedur, kontrol aliran udara inlet, suhu, dew point, air injeksi

dan dosis inlet.

38
DAFTAR PUSTAKA
Afrian, N dkk. (2015). Analisa Kinerja Electrostatic Precipitator (ESP)

berdasarkan Besarnya Tegangan DC yang digunakan terhadap

Perubahan Emisi di Power Boiler Industri Pulp and Paper. Jom FTEKNIK.

Vol. 2 (2): 1-10.

Anwar, M. (2015). Study of Pb (II) biosorption from aqueous solution using

immobilized Spirogyra subsalsa biomass. Journal of Chemical and

Pharmaceutical Research, 7(11), 715-722.

Aprilianto, T.F. (2018). Analisis Performa Electrostatic Precipitator sebagai

Pengendali fly ash dan Pemanfaatan Limbah B3 pada Boiler di PLTU

Suralaya. Skripsi S.T., Teknik Elektro, Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

Chiang, T. W. (2001). Simulasi electrostatic precipitator keeping sejajar 10 KV

DC. Skripsi. Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra.

Surabaya.

Departmen, Q.A. (1999). Quality Assurance Departemen: Proses pembuatan

semen Bosowa. Maros: PT Semen Bosowa Maros.

Desbrieres, J. (1993). Cement cake properties in static filtration. Influence of

polymeric additives on cement filter cake permeability. Cement and

Concrete Research, 23(2), pp.347-358.

39
Dinata, M. and Soehardi, F. (2018) “Factor Analysis of Physics Chemistry Waters

that Affects Damage Safety Cliff on the Outskirts of River

Siak”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 19(2), pp. 46-49.

Engin, T. and Ari, V. (2005). Energy auditing and recovery for dry type cement

rotary kiln systems––A case study. Energy conversion and

management, 46(4), pp.551-562.

Firdaus, A. (2007). Proses Pembuatan Semen pada PT Holcim Indonesia tbk.

Tugas akhir Sarjana. Banten: Universitas Ageng Tirtayasa.

Flagan, R. C. dan Seinfold, J. H. (1988). Fundamentals of Air Pllution Engineering.

Londong: Prentice-Hall.

Hoiriyah, S. (2018). Pengendalian Persediaan Bahan Baku Clay Dan Iron Sand

Menggunakan Mrp Model Heuristic Dynamic Lot Sizing. Studi Kasus di PT

Semen Padang, Sumatera Barat.

Holston, H.G. (1956). Rotary packer head. U.S. Patent 2,751,657.

Husna, A.D. and Zainul, R. (2019). “Analisis Molekular dan Karakteristik Hidrogen

Sianida (HCN)”, INA-Rxiv, 4 February, available

at:https://doi.org/10.31227/osf.io/7xej9.

Hutagalung, M. (2008). Teknologi Pengolahan Limbah Gas. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.

Kabir, G., Abubakar, A.I., and El-Nafaty, U.A. (2010). Energy audit and

conservation opportunities for pyroprocessing unit of a typical dry

process cement plant. Energy, 35(3), pp.1237-1243.

40
Komori, A. and Ishikawa, H. (1997). Evaluation of a resin-reinforced glass

ionomer cement for use as an orthodontic bonding agent. The Angle

Orthodontist, 67(3), pp.189-196.

Kusminingrum, N dan Ginawan, G. (2008). Polusi Udara akibat Aktivitas

Kendaraan Bermotor di Jalan Perkotaan Pulau Jawa dan Bali. Bandung:

Pusat Litbang Jalan dan Jembatan.

Leger, C.B., Praxair Technology Inc. (1996). Oxygen lancing for production of

cement clinker. U.S. Patent 5,572,938.

Madlool, N.A., Saidur, R., Hossain, M.S. and Rahim, N.A. (2011). A critical review

on energy use and savings in the cement industries. Renewable and

Sustainable Energy Reviews, 15(4), pp.2042-2060.

Massazza, F. (1998). Pozzolana and pozzolanic cements. Lea's chemistry of

cement and concrete, 4, pp.471-636.

Mintus, F., Hamel, S. and Krumm, W. (2006). Wet process rotary cement kilns:

modeling and simulation. Clean Technologies and Environmental

Policy, 8(2), pp.112-122.

Mulia, M. (2017) “Isolasi Kumarin Dari Kulit Buah Limau Sundai (Citrus nobilis

Lour)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 137-145. doi:

10.24036/eksakta/vol18-iss02/70.

Peinado, D., De Vega, M., García-Hernando, N. and Marugán-Cruz, C. (2011).

Energy and exergy analysis in an asphalt plant’s rotary dryer. Applied

Thermal Engineering, 31(6-7), pp.1039-1049.

41
Setianto, S. (2017) “Analisa Kuantitatif Campuran Senyawa Oksida Sebagai Dasar

Identifikasi Kandungan Bahan Sumber Daya Alam Studi Kasus:

Kandungan Mineral pada Pasir Besi di Pesisir Pantai Selatan, Jawa

Barat”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(02), pp. 173-177.

Sumarmin, R. (2018) “Pengaruh Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia

mangostana L.) terhadap Histologis Pankreas Mencit (Mus musculus L.

Swiss Webster) yang Diinduksi Sukrosa”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah

Bidang MIPA, 19(1), pp. 100-112. doi: 10.24036/eksakta/vol19-iss1/123.

Suryelita, S., Etika, S. B. and Kurnia, N. S. (2017) “Isolasi Dan Karakterisasi

Senyawa Steroid Dari Daun Cemara Natal (Cupressus funebris

Endl.)”, EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA, 18(01), pp. 86-94.

Tamarani, A., Zainul, R., & Dewata, I. (2019). Preparation and characterization of

XRD nano Cu-TiO2 using sol-gel method. In Journal of Physics:

Conference Series (Vol. 1185, No. 1, p. 012020). IOP Publishing.

Taylor, H.F.W. (1961). The chemistry of cement hydration. Progress in ceramic

science, 1, pp.89-145.

Velez, K. (2001). Determination by nanoindentation of elastic modulus and

hardness of pure constituents of Portland cement clinker. Cement and

Concrete Research, 31(4), pp.555-561.

Wang, J., Dai, Y. and Gao, L. (2009). Exergy analyses and parametric

optimizations for different cogeneration power plants in cement

industry. Applied Energy, 86(6), pp.941-948.

42
Wang, K. L., dkk. (2004). Air Pollution Control Eng. New Jersey: Humana Press Inc.

Wibowo, H. Y. (2010). Pemicuan metode intermittent energization pada rawmill

electrostatic precipitator PT. inducement tunggal prakarsa Tbk. Plant 9.

Makalah seminar kerja praktek. Teknik elektro Universitas Diponegoro.

Semarang.

Zainul, R. (2015). Design of photovoltaic cell with copper oxide electrode by using

indoor lights. Research Journal Of Pharmaceutical Biological And

Chemical Sciences, 6(4), 353-361.

Zainul, R. (2018), “Design and Modification of Copper Oxide Electrodes for

Improving Conversion Coefficient Indoors Lights (PV-Cell) Photocells”,

INA-Rxiv, 16 January,available at:https://doi.org/10.31227/osf.io/pgn84.

43

Anda mungkin juga menyukai