Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

“PERMASALAHAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR”

DOSEN PENGAMPU
Mukti Agung Wibowo, S.T., M.T.
ANGGOTA KELOMPOK
1. Danang Satria P. ( 1903010001 )
2. Lucki Dwiko A. ( 1903010009 )
3. Safiq Ali S. ( 1903010034 )
4. Gagah Radja T.S ( 1903010047 )

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK DAN SAINS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur Alhamdulillah, penyusun panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah berjudul “Teknologi Bangunan Tahan Gempa Pada Gedung Bertingkat”
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini dapat terselesaikan kerena adanya
bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapakan terima kasih kepada :
Bapak Mukti Agung Wibowo, S.T., M.T. Selaku dosen Teknik Gempa.
Rekan-rekan kelompok, demi terselesaikan makalah ini;
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran pada semua pihak
demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Akhir kata Semoga apa yang telah kami
kerjakan ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umunya bagi semua pihak. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Purwokerto, 25 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
1.1........................................................................................................................................... Latar
Belakang..........................................................................................................................1
1.2...........................................................................................................................................
Rumusan Masalah............................................................................................................3
1.3...........................................................................................................................................
Tujuan..............................................................................................................................3
1.4...........................................................................................................................................
Manfaat............................................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Permasalahan Sumber Daya Air.....................................................................................4
2.1.1. Kekeringan...................................................................................................................4
2.1.2. Banjir............................................................................................................................6
2.1.3. Tanah Longsor.............................................................................................................7
2.1.4. Erosi.............................................................................................................................8
2.1.5. Sedimen........................................................................................................................9
2.1.6. Instrusi Air Laut...........................................................................................................9
2.1.7. Kerusakan Daerah Tangkapan Air Hujan....................................................................12
2.1.8. Pencemaran Air............................................................................................................13
2.1.9. Konflik Antar Pengguna..............................................................................................14
2.1.10. Permasalahan Lingkungan Sungai.............................................................................16
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Kasus...............................................................................................................................19
3.2. Pembahasan.....................................................................................................................19
3.2.1. Sumber Masalah...........................................................................................................19
3.2.2. Penyebab Masalah.......................................................................................................20
3.2.3. Dampak........................................................................................................................24

ii
3.2.4. Penanganan yang Pernah Dilakukan............................................................................24
3.2.5. Solusi yang Ditawarkan...............................................................................................24

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan.....................................................................................................................27
4.2. Saran...............................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................28

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa sangat penting di Indonesia, mengingat
sebagian besar wilayahnya terletak dalam wilayah gempa dengan intensitas moderat hingga
tinggi. Kementrian Riset dan Teknologi menyebutkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan
daerah rawan bencana gempa karena merupakan daerah tektonik aktif tempat berinteraksinya
lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng pasifik dan lempeng Laut Filipina, dengan
sendirinya kepulauan Indonesia merupakan daerah rawan terjadinya gempa.Ini terbukti catatan
tiga gempa besar yang terjadi di Indonesia dan mengakibatkan banyak korban yang meninggal
yaitu gempa bumi Sumatera Barat (30 September 2009, skala 7.6 SR) tercatat 1100 orang
meninggal, gempa bumi Yogyakarta (27Mei 2006, skala 5.9 SR) tercatat lebih dari 6000 orang
meninggal dan gempa bumi Aceh yang disertai tsunami (26 Desember 2004, skala 9.2)
mengakibatkan 220000 orang meninggal (Wikipedia).
Dengan kondisi Indonesia yang rawan gempa tersebut, maka diperlukan suatu kemampuan
untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh bencana gempa tersebut, khususnya
runtuhnya bangunan, sehingga dapat mengurangi korban bencana dan juga kerugian materi.
Selain memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai langkah – langkah dalam mitigasi
bencana gempa tersebut, melaksanakan pembangunan rumah dan gedung yang mampu menahan
beban gempa merupakan solusi terbaik karena dapat dijadikan tempat perlindungan saat bencana
tersebut terjadi.
Salah satu metode mendesain sebuah gedung yang mampu menahan beban gempa yaitu
dengan meningkatkan kinerja bangunan tersebut. Berbagai metode telah dilakukan untuk
meningkatkan kinerja bangunan dalam menerima beban gempa, salah satu metode yang
dikembangkan adalah dengan menggunakan peredam atau damper untuk mengontrol respon
struktur yang menerima pembebanan gempa, dengan jalan dengan mendisipasikan energi gempa
melalui peredam yang dipasang pada struktur utama. Pada dasarnya pengontrol respon struktur
terbagi atas kontrol aktif, kontrol pasif, kontrol aktif hybrid (semiaktif). Kontrol aktif
memerlukan arus listrik untuk operasi alat dan menghasilkan gaya kontrol, sedangkan kontrol
pasif menggunakan energi potensial yang dibangkit kan oleh respons struktur untuk
menghasilkan gaya kontrol. Kelebihan kontrol aktif adalah karakteristik dinamik struktur dapat
beradaptasi dengan beban dinamis yang timbul, sedangkan kelebihan kontrol pasif adalah karena
kesederhanaan dalam desain, pemasangan, dan terutama pemeliharaannya (W.F.Tjong, 2004),
sistem kontrol pasif terdiri atas Tuned Mass Damping, Energy Disappation, Seismic Isolation.
Dimana salah satu alat kontrol pasif pada struktur yang berdasarkan penggunaan massa
tambahan sebagai sistem penyerap energi adalah Tuned Mass Damper. Tuned Mass Damper
(TMD) adalah sebuah alat yang terdiri dari massa, pegas, dan peredam (damper) yang diletakkan
pada sebuah struktur dengan tujuan untuk mengurangi respon dinamik dari struktur tersebut.
Konsep TMD pertama kali diteliti oleh Frahm pada tahun 1909, yang kemudian konsep ini
dikembangkan oleh Profesor Emeritus Jacob Den Hartog pada bukunya

1
Mechanical Vibrations (1940) (Kourakis, 2005). Frekuensi peredam diselaraskan dengan
frekuensi struktur utama, sehingga saat sebuah frekuensi terjadi peredam akan beresonansi
terhadap pergerakan struktur. Gaya inersia peredam tersebut akan mendisipasikan energi pada
struktur tersebut. Massa dari peredam tersebut akan mendistribusikan gaya inersia pada struktur
tersebut dalam arah yang berbeda dengan pergerakan struktur itu sendiri, dengan demikian akan
mengurangi goyangan struktur tersebut (Kourakis, 2005). Alat ini dipasang pada bermacam-
macam struktur seperti gedung bertingkat, menara dan jembatan. Tujuan utama pemasangan
TMD pada gedung tinggi adalah untuk mengurangi goyangan akibat gempa bumi dan angin,
pada jembatan untuk mengurangi goyangan akibat angin atau getaran akibat lalu lintas (Tjong,
2004). Pada umumnya TMD dipasang pada lantai teratas dari struktur gedung dengan tujuan agar
dapat bergetar secara harmonis dengan periode getaran gedung tersebut. Penerapan TMD pada
struktur bangunan tingkat tinggi telah dapat dijumpai seperti pada John Hancock Tower, Citicorp
Center, Canadian National Tower dan Chiba Port Tower (Kourakis, 2005).
Dalam makalah ini akan membahas perilaku struktur gedung yang menggunakan TMD
(Tuned Mass Damper) sebagai peredam, keefektifannya dalam meredam gaya lateral khususnya
gaya gempa. Seperti diketahui bahwa TMD (Tuned Mass Damper) dapat mereduksi respon
struktur gedung, namun seberapa besar pengaruhnya dalam mereduksi respon struktur terhadap
gaya lateral khususnya gaya gempa.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang diangkat pada tugas akhir ini adalah :
1. Berapa parameter optimum TMD pada struktur gedung?
2. Berapa rasio massa pada TMD yang paling efektif untuk menerima beban gempa?
3. Berapa reduksi maksimum TMD pada top displacement dan story drift struktur gedung?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Mengetahui parameter TMD yang optimal dari sebuah struktur.
2. Mengetahui rasio massa TMD yang paling efektif dalam menerima beban gempa.
3. Mengetahui reduksi maksimum TMD pada top displacement dan story drift struktur gedung.

2
1.4 Batasan Masalah

Yang menjadi ruang lingkup studi dalam penyelesaian tugas akhir ini :
1. Pembebanan lateral yang digunakan dalam analisis adalah beban gempa.
2. Respon struktur yang ditinjau dalam analisis adalah simpangan antartingkat (drift) dan
perpindahan reaksi tumpuan..
3. Analisa struktur gedung ini tidak sampai pada tahap perancangan struktur (baik
pendimensian, manajemen kontruksi maupun metode pelaksanaan)

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 Parameter Optimum TMD Pada Struktur Gedung

2.1.1 Penggunaan Peredam Massa Selaras (PMS)

Penggunaan peredam massa selaras (PMS) telah banyak digunakan sebagai alat kontrol
getaran pada bangunan, khususnya bangunan-bangunan tinggi. PMS adalah salah satu
kontrol pasif yang digunakan untuk mengurangi respon getaran dari struktur akibat beban-
beban dinamik seperti angin, atau gempa. PMS menggunakan berat sendiri untuk
mengurangi getaran, frekuensi dari PMS disesuaikan dengan frekuensi dari struktur
sehingga beresonansi satu sama lain untuk mengurangi respon dari struktur selama
berlangsungnya beban dinamik.

Berdasarkan hal tersebut, ada tiga variabel yang mempunyai efek yang signifikan
terhadap performa dari PMS, antara lain: rasio massa PMS (ï), rasio frekuensi PMS (ï¡), dan
rasio redaman PMS (ïº) yang akan berhubungan langsung dengan dua parameter penting
dari PMS yaitu kekakuan dan redaman dari PMS. Tulisan ini mengusulkan persamaan
empirik untuk mendapatkan properti optimum dari PMS dengan menggunakan fungsi
kontrol H2 dan algoritma fast multi swarm optimization. Fungsi objektif yang digunakan
adalah untuk meminimumkan respon percepatan dan perpindahan dari struktur. Data
rekaman El-Centro 1940 NS dipilih sebagai data percepatan tanah dasar untuk
mensimulasikan respon dari struktur dengan dan tanpa menggunakan PMS. Hasil
menunjukkan terdapat korelasi yang kuat antara rasio massa dari PMS terhadap rasio
frekuensi dari PMS serta rasio massa dari PMS terhadap rasio redaman dari PMS.

2.1.2 Pengaruh Tuned Mass Damper (TMD)

Penelitian ini didasari oleh banyaknya kehancuran struktur bangunan yang terjadi akibat
gempa bumi, sehingga dibutuhkan suatu sistem peredam yang efektif sebagai solusi untuk
struktur bangunan. Penelitian ini menganalisis pengaruh penambahan Tuned Mass
Damper (TMD) pada struktur bangunan berlantai satu. Penelitian ini dilakukan pengujian
secara eksperimental dengan cara membandingkan respons getaran struktur tanpa TMD dan
dengan penambahan TMD. Nilai rasio massa dan kekakuan yang gunakan masing-masing
adalah dari 2% sampai 20% dari nilai parameter struktur utama dengan variasi kenaikan 2%
untuk setiap langkah.
Rasio massa didefinisikan sebagai perbandingan massa struktur dengan massa damper,
sedangkan rasio kekakuan adalah perbandingan antara kekakuan struktur dan kekakuan
4
damper. Frekuensi gaya gangguan adalah sebesar 10,5 rad/s, 11 rad/s, dan 11,5 rad/s. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan TMD pada struktur dengan rasio TMD yang
tepat cukup efektif dalam mengurangi respons amplitudo pada struktur. Nilai rasio TMD
dengan md 12% dan kd 10% untuk frekuensi gaya gangguan 11,5 rad/s memperlihatkan
hasil reduksi amplitudo struktur sebesar 75,19% dibandingkan dengan amplitudo struktur
tanpa TMD.

 Rasio Massa Pada TMD

2.1.3

2.1.1 Tanah Longsor

Tanah longsor merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan
rombakan, tanah, atau campuran dari material tersebut yang bergerak ke bawah atau keluar
lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: Air yang meresap ke
dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air

5
yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah tersebut akan menjadi licin dan tanah
pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Penyebab terjadinya
tanah longsor dan upaya pencegahannya sangat perlu kita ketahui sehingga dapat meminimalisir
terjadinya tanah longsor maupun akibat-akibat yang ditimbulkannya.
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi jika gaya pendorong pada lereng lebih besar
dibandingkan dengan gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan
dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong biasanya dipengaruhi oleh besarnya sudut
kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.
Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung terhadap kondisi batuan
dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan
lahan pada lereng tersebut, tapi faktor penyebabnya secara garis besar dapat dibedakan sebagai
faktor alam dan faktor manusia:
a. Faktor alam
1) Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung,
strukutur sesar dan kekar, gempa bumi, stragrafi dan gunung berapi.
2) Iklim: curah hujan yang tinggi di daerah tersebut.
3) Keadaan topografi: lereng yang curam.
4) Keadaan air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam,
pelarutan dan tekanan hidrostatika.
5) Tutup lahan yang mengurangi tahan geser, misalnya tanah kritis.
6) Getaran yang diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, atau getaran lalu
lintas kendaraan di sekitarnya.
a. Faktor manusia
1) Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal.
2) Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.
3) Kegagalan struktur dinding penahan tanah.
4) Penggundulan hutan.
5) Budidaya kolam ikan diatas lereng.
6) Sistem pertanian yang kurang memperhatikan keamanan irigasi.
7) Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat, sehingga
RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri.

6
8) Sistem drainase daerah lereng yang kurang baik.

Adapun dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya tanah longsor adalah sebagai berikut:
a. Terjadinya kerusakan lahan.
b. Hilangnya vegetasi penutup lahan.
c. Terganggunya keseimbangan ekosistem.
d. Lahan menjadi kritis sehingga cadangan air bawah tanah menipis.
e. Terjadinya tanah longsor dapat menutup lahan yang lain seperti sawah, kebun dan lahan
produktif lainnya.

2.1.2 Erosi

Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik
disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan,
yaitu pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition)
bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi. Di daerah-daerah tropis yang lembab seperti di
Indonesia maka air merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan untuk daerah-daerah
panas yang kering maka angin merupakan faktor penyebab utamanya. Erosi tanah yang
disebabkan oleh air meliputi 3 tahap, yaitu:
a. Tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah
b. Tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angina
c. Tahap pengendapan, pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak cukup lagi untuk
mengangkut partikel.
Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah pada erosi yang
disebabkan oleh air. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel
tanah terlepas dan terlempar ke udara. Karena gravitasi bumi, partikel tersebut jatuh kembali ke
bumi. Pada lahan miring partikel-partikel tanah tersebar ke arah bawah searah lereng. Partikel-
partikel tanah yang terlepas akan menyumbat pori-pori tanah. Percikan air hujan juga
menimbulkan pembentukan lapisan tanah keras pada lapisan permukaan. Hal ini mengakibatkan
menurunnya kapasitas dan laju infiltrasi tanah. Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi
laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi
aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-pertikel
yang terlepas baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliran permukaan itu sendiri.
7
Pada saat energi aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikel tanah
yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan mengendap baik untuk sementara atau tetap.
Besarnya erosi tergantung pada kuantitas suplai material yang terlepas dan kapasitas
media pengangkut. Jika media pengangkut mempunyai kapasitas lebih besar dari suplai material
yang terlepas, proses erosi dibatasi oleh pelepasan (detachment limited). Sebaliknya jika
kuantitas suplai materi melebihi kapasitas, proses erosi dibatasi oleh kapasitas (capacity limited)
(Candra, 2010).

2.1.3 Sedimen

Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis
erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap dibagian bawah kaki bukit, di daerah
genangan banjir, di saluran air, sungai dan waduk. Hasil sedimen (sediment yield) adalah
besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada
periode waktu dan tempat tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen
terlarut dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di dalam waduk,
dengan kata lain bahwa sedimen merupakan pecahan, mineral atau material organik yang
ditransforkan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es atau oleh air dan
juga termasuk didalamnya material yang diendapakan dari material yang melayang dalam air
atau dalam bentuk larutan kimia (Asdak, 2007).
Sedimentasi sendiri merupakan suatu proses pengendapan material yang ditranspor oleh
media air, angin, es atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai
adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan
bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari
material-material yang diangkut oleh angin. Proses tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan
hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser. Air
mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung, melayang atau
digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan angin juga bisa mengangkat
debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula
daya angkutnya. pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin tadi
membuat terjadinya sedimentasi (Soemarto, 1995).

8
2.1.4 Intrusi Air Laut

Intrusi air laut adalah masuk atau menyusupnya air laut kedalam pori-pori batuan dan
mencemari air tanah yang terkandung didalamnya, Proses masuknya air laut mengganti air tawar
disebut sebagai intrusi air laut. Masuknya air laut ke sistem akuifer melalui dua proses, yaitu
intrusi air laut dan upconning. Intrusi air laut telah terjadi di beberapa tempat, terutama daerah
pantai.
Intrusi air laut terjadi bila keseimbangan terganggu. Aktivitas yang menyebabkan intrusi
air laut diantaranya pemompaan yang berlebihan, karakteristik pantai dan batuan penyusun,
kekuatan air tanah ke laut, serta fluktuasi air tanah di daerah pantai. Proses intrusi makin panjang
bisa dilakukan pengambilan air tanah dalam jumlah berlebihan. Bila intrusi sudah masuk pada
sumur, maka sumur akan menjadi asing sehingga tidak dapat lagi dipakai untuk keperluan sehari-
hari.
Intrusi air laut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Aktivitas manusia
Aktivitas manusia terhadap lahan maupun sumber daya air tanpa mempertimbangkan
kelestarian alam tentunya dapat menimbulkan banyak dampak lingkungan. Bentuk aktivitas
manusia yang berdampak pada sumberdaya air terutama intrusi air laut adalah pemompaan air
tanah (pumping well) yang berlebihan dan keberadaannya dekat dengan pantai.
b. Faktor batuan
Batuan penyusun akuifer pada suatu tempat berbeda dengan tempat yang lain, apabila batuan
penyusun berupa pasir akan menyebabkan air laut lebih mudah masuk ke dalam air tanah.
Kondisi ini diimbangai dengan kemudahan pengendalian intrusi air laut dengan banyak
metode. Sifat yang sulit untuk melepas air adalah lempung sehingga intrusi air laut yang telah
terjadi akan sulit untuk dikendalikan atau diatasi
c. Karakteristik pantai
1) Pantai berbatu memiliki pori-pori antar batuan yang lebih besar dan bervariatif sehingga
mempermudah air laut masuk ke dalam air tanah. Pengendalian air laut membutuhkan
biaya yang besar sebab beberapa metode sulit dilakukan pada pantai berbatu. Metode
yang mungkin dilakukan hanya Injection Well pada pesisir yang letaknya agak jauh dari
pantai, dan tentunya materialnya berupa pasiran.

9
2) Pantai bergisik/berpasir memiliki tekstur pasir yang sifatnya lebih porus. Pengendalian
intrusi air laut lebih mudah dilakukan sebab segala metode pengendalian memungkinkan
untuk dilakukan.
3) Pantai berterumbu karang/mangrove akan sulit mengalami intrusi air laut sebab mangrove
dapat mengurangi intrusi air laut. Kawasan pantai memiliki fungsi sebagai sistem
penyangga kehidupan. Kawasan pantai sebagai daerah pengontrol siklus air dan proses
intrusi air laut, memiliki vegetasi yang keberadaannya akan menjaga ketersediaan
cadangan air permukaan yang mampu menghambat terjadinya intrusi air laut ke arah
daratan. Kerapatan jenis vegetasi di sempadan pantai dapat mengontrol pergerakan
material pasir akibat pergerakan arus setiap musimnya. Kerapatan jenis vegetasi dapat
menghambat kecepatan dan memecah tekanan Terpaan angin yang menuju ke
permukiman penduduk.
a. Fluktuasi airtanah di daerah pantai
Apabila fluktuasi air tanah tinggi maka kemungkinan intrusi air laut lebih mudah terjadi pada
kondisi air tanah berkurang. Rongga yang terbentuk akibat air tanah rendah maka air laut akan
mudah untuk menekan airtanah dan mengisi cekungan/rongga air tanah. Apabila fluktuasinya
tetap maka secara alami akan membentuk interface yang keberadaannya tetap.
Intrusi air laut merupakan bentuk degradasi sumberdaya air terutama oleh aktivitas
manusia pada kawasan pantai. Hal ini perlu diperhatikan sehingga segala bentuk aktivitas
manusia pada daerah tersebut perlu dibatasi dan dikendalikan sebagai wujud kepedulian terhadap
lingkungan.
Berbagai dampak yang ditimbulkan oleh intrusi air laut, terutama dampak negatif atau
yang merugikan seperti, terjadinya penurunan kualitas air tanah untuk kebutuhan manusia,
amblesnya tanah karena pengekploitasian air tanah secara berlebihan, sedang bagi tanaman ada
yang toleran terhadap kandungan garam atau air asin yang tinggi seperti, tanaman daerah rawa
pantai, yaitu pohon bakau. Bagi tanaman yang tumbuh di tanah dengan kandungan garam yang
rendah atau tumbuh pada tanah biasa, umumnya respon terhadap peningkatan kadar garam antara
lain:
a. Penurunan jumlah air yang diantarkan ke daun yang diperkirakan akibat perubahan tekanan
osmosis. Akibat menurunnya perbedaaan konsentrasi antara air sel dengan air ftanah yang

10
bergaram, diperkirakan akan menurun perbedaan tekanan osmosis relatif antara lain berfungsi
menghisap air ke daun.
b. Menyebabkan daun menjadi layu dan perubahan metabolisme akar.
Berkurangnya kualitas air tanah karena sudah bercampur dengan air asin/ garam dan susah
untuk mendapatkan air bersih. Bila hal ini dibiarkan, maka akan berdampak lebih besar
terutama menganggu keseimbangan air tanah dengan air asin. Selain itu juga daerah yang
terkena intrusi ini akan semakin luas terutama bagian hilirnya.

2.1.5 Kerusakan Daerah Tangkapan Air Hujan

Daerah Tangkapan Air (DTA) merupakan satu kesatuan fisik yang tidak terikat dengan
batasan politik dan administrasi. Ia merupakan daerah yang banyak kegunaan (multiple use) oleh
beragam pengguna (multi user), bersifat lintas sektoral dan lintas daerah dari hulu sampai ke
hilir. Dengan demikian DTA meliputi banyak jurisdiksi pemeritahan dari pusat sampai ke daerah
dengan regulasi yang kompleks. Seiring dengan itu setiap tingkatan pemerintahan ini juga
memiliki dinas dan instansi sendiri-sendiri sehingga secara keseluruhan organisasi pengelolah
DTA sangat gemuk dan masing-masingnya hanya berwewenang dan bertanggung jawab secara
sektoral. Kompleksitas ini menjadi penyebab tidak efektifnya pengelolaan DTA selama ini
sehingga membutuhkan pemikiran-pemikiran baru guna mencapai pengelolaan DTA yang
berkelanjutan (Sustainable Watershed Management).
Permasalahan DTA dapat dilihat dalam berbagai perspektif, namun selama ini lebih
sering didasarkan pada perspektif fisik dan teknologi. Pada perspektif ini solusi dari
permasalahan DTA lebih terfokus kepada mengobati penyakit tanpa diagnosa yang tepat
terhadap penyebabnya sehingga dinilai tidak mampu mencapai pengelolaan DTA yang
keberlajutan. Dalam sudut pandang lain, permasalahan DTA merupakan persoalan antar sektor
yang diakibatkan oleh adanya faktor externaliti. Adanya faktor ini berakibat terjadinya hubungan
yang bersifat trade-off antar sektor, seperti ketika terjadi peningkatan pada sektor pertanian maka
akan terjadi penurunan pada sektor energi. Untuk mengatasi persoalan eksternaliti ini beberapa
instrument ekonomi dapat digunakan tetapi belum efektif menyelesaikannya karena DTA
mencakup barang publik dan relatif bebas akses. Untuk itu keintegrasian ekonomi antar sektor
yang bersifat trade-off tersebut perlu dilakukan guna menciptakan social benefit yang lebih besar
dari social costnya. Sementara itu meskipun permasalahan DTA lebih banyak disebabkan oleh

11
aktivitas ekonomi namun pasar sering gagal meresponnya (market failure), untuk itu campur
tangan kelembagaan baik formal maupun informal sangat menentukan guna keberlanjutan DTA
(Irnad).

2.1.6 Pencemaran Air

Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti
danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Danau, sungai, lautan dan air tanah
adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari
siklus hidrologi. Selain mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan. Berbagai macam
fungsinya sangat membantu kehidupan manusia. Pemanfaatan terbesar danau, sungai, lautan dan
air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air
hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya berpotensi sebagai objek wisata. Walaupun fenomena
alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dan-lain juga mengakibatkan perubahan yang
besar terhadap kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran.
Pencemaran air di Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh aktifitas manusia yang
meninggalkan limbah pemukiman, limbah pertanian dan limbah industri termasuk
pertambangan. Limbah pemukiman mempunyai pengertian segala bahan pencemar yang
dihasilkan oleh daerah pemukiman atau rumah tangga. Limbah pemukiman ini bisa berupa
sampah organik (kayu, daun, dll) dan sampah nonorganik (plastik, logam dan deterjen). Limbah
pertanian mempunyai pengertian segala bahan pencemar yang dihasilkan aktifitas pertanian
seperti penggunaan pestisida dan pupuk. Sedangkan limbah industri mempunyai pengertian
segala bahan pencemar yang dihasilkan aktifitas industri yang sering menghasilkan bahan
berbahaya dan beracun (B3).
Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal. Salah satunya penyebab pencemaran
air adalah aktivitas manusia yang menciptakan limbah (sampah) pemukiman atau limbah rumah
tangga. Limbah pemukiman mengandung limbah domestik yang berupa sampah organik dan
sampah anorganik serta deterjen. Sampah organik yaitu sampah yang dapat diuraikan atau
dibusukkan oleh bakteri contoh: sisa sayuran, buah-buahan dan daun-daunan. Sampah anorganik
ini tidak dapat diuraikan oleh bakteri (non biodegrable) contoh: kertas, plastik, gelas atau kaca,
kain, kayu-kayuan, logam, karet dan kulit. Selain sampah organik dan anorganik, deterjen

12
merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air. Kenyatannya pada saat ini
hampir semua rumah tangga menggunakan deterjen.
Penyebab lainnya juga berasal dari limbah industri. Industri membuang berbagai macam
polutan ke dalam air antara lain: logam berat, toksin, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah
tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat
juga mengurangi oksigen dalam air. Untuk mengetahui tingkat pencemaran air dapat dilihat
melalui besarnya kandungan oksigen yang terlarut. Ada dua cara yang digunakan untuk
menentukan kadar oksigen dalam air, secara kimia dengan COD (Chemical Oxygen Demand)
dan BOD (Biochemical Oxygen Demand) secara biologi. Makin besar harga BOD semakin tinggi
pula tingkat pencemarannya. (sentra-edukasi, 2010).
Air limbah tersebut memiliki harga BOD yang tinggi, sehingga dapat diketahui bahwa air
tersebut telah tercemar limbah berat. Selain diakibatkan oleh limbah pemukiman (rumah tangga)
sumber atau penyebab pencemaran air juga disebabkan oleh limbah pertanian dan di beberapa
tempat tertentu diakibatkan oleh limbah pertambangan. Akibat dari pencemaran air yaitu
kekurangan sumberdaya air, menjadi sumber penyakit terganggunya lingkungan hidup,
ekosistem, dan keanekaragaman hayati.
Limbah yang terus-menerus meningkat, akan mengakibatkan air semakin tercemar dan
akan sulit bagi masyarakat untuk mendapatkan air bersih karena air yang tercemar akan meresap
ke dalam tanah. Air tanah tersebut merupakan sumber dari air sumur di rumah masyarakat dan
apabila masyarakat mengkonsumsi air tersebut akan mengakibatkan penyakit. Air yang tercemar
tidak hanya masuk dalam tanah, tetapi juga mengalir pada sungai bahkan laut dan
mengakibatkan terganggunya lingkungan hidup, ekosistem dan keanekaragaman hayati.

2.1.7 Konflik Antar Pengguna

Kata konflik berasal dari bahasa latin Confligo, yang terdiri dari dua kata, yakni Con
yang berarti sama-sama dan fligo yang berarti pemogokan, penghancuran atau permukaan.
Secara umum karena ada perbedaan pendapat antara anggota, yang menimbulkan konflik.
Mengacu pada pertentangan antar individu, kelompok atau organisasi yang dapat meiningkatkan
ketegangan sebagai akibat yang saling menghalangi dalam pencapaian tujuan. Secara Sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

13
Konflik berarti perbedaan kepentingan atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang
berkonflik tidak dicapai secara simultan. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainya. Konflik hanya
akan hilang bersamaan dengan hilangnya suatu masyarakat.
Konflik sumberdaya air didefinisikan sebagai situasi sosial yang sedikitnya dua pengguna
air dalam waktu bersamaan berusaha memperoleh akses terhadap sejumlah sumberdaya air
tertentu. Konflik sumberdaya air selain memberikan dampak negatif yang berupa kebringasan
massa juga memberikan ruang artikulasi, sehingga kepentingan satu pihak akan diketahui pihak
lain, dicarikan kompromi dan pemecahannya.
Konflik sumberdaya air tidak hanya terjadi di daerah kering. Konflik air bahkan bisa juga
merambah daerah basah. Secara umum, sektor sumber daya air diindonesia menghadapi
permasalahan jangka panjang terkait dengan pengelolaan dan tantangan investasi, yang akan
mempengaruhi pembangunan ekonomi negara dan menyebabkan berkurangnya keamanan
pangan, kesehatan makanan dan kerusakan lingkungan. Pada tingkat kebijakan dan pelaksanaan,
mengenai sumber daya air terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Ketidak seimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam prespektif ruang dan waktu
b. Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber daya air, baik air
permukaan maupun air tanah. Kerusakan lingkungan yang semakin luas akibat kerusakan
hutan secara signifikan telah menyebabkan penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai
(DAS) dalam menahan dan menyimpan air. Hal yang memprihatinkan adalah indikasi
terjadinya proses percepatan laju kerusakan daerah tangkapan air. Kelangkaan air yang terjadi
cenderung mendorong pola penggunaan sumber air yang tidak bijaksana, antara lain pola
eksploitasi air tanah secara berlebihan sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan
permukaan dan kualitas air tanah, intrusi air laut dan penurunan permukaan tanah.
c. Menurunya kemampuan penyediaan air. Berkembangnya daerah pemukiman dan industri
telah menurunkan area resapan air dan mengancam kapasitas lingkungan dalam menyediakan
air. Pada sisi lain, kapasitas infrastruktur penampungan air seperti waduk dan bendungan
makin menurun sebagai akibat meningkatnya sedimentasi, sehingga menurunkan kendala
penyediaan air untuk irigasi maupun air baku. Kondisi ini diperparah dengan kualitas operasi
dan pemeliharaan yang rendah sebagai tingkat layanan prasarana sumber daya air menurun
semakin tajam

14
d. Meningkatnya potensi konflik air. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan
kualitas kehidupan masyarakat, jumlah kebutuhan air baku bagi rumah tangga, pemukiman,
pertanian maupun industri juga semakin meningkat.
e. Kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi.

2.1.8 Permasalahan Lingkungan Sungai

Sungai merupakan jalan air alami yang mengalir menuju samudera, danau atau laut, atau
ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke
dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara
yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang
besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke
anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama.
Adapun jenis-jenis sungan menurut ketersediaan airnya ter diri dari:
a. Sungai Permanen, yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai
jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi,
Batanghari dan Indragiri di Sumatera.
b. Sungai Periodik, yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada
musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya
sungai Bengawan Solo dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di
Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.
c. Sungai Intermittent atau sungai episodik, yaitu sungai yang pada musim kemarau airnya
kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di
pulau Sumba.
d. Sungai Ephemeral, yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada
hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan
sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.
Permasalahan sungai dapat disebabkan oleh masalah sebagai berikut:
a. Limbah Pertanian.
Limbah pertanian dapat mengandung polutan insektisida atau pupuk organik. Insektisida
dapat mematikan biota sungai. Jika biota sungai tidak mati kemudian dimakan hewan atau
manusia, orang yang memakannya akan mati. Untuk mencegahnya, upayakan memilih

15
insektisida yang berspektrum sempit (khusus membunuh hewan sasaran) serta bersifat
biodegradable (dapat terurai secara biologi) dan melakukan penyemprotan sesuai dengan
aturan. Jangan membuang sisa obat ke sungai. Pupuk organik yang larut dalam air dapat
menyuburkan lingkungan air (eutrofikasi), karena air kaya nutrisi, ganggang dan tumbuhan air
tumbuh subur (blooming). Hal ini akan mengganggu ekosistem air, mematikan ikan dan
organisme dalam air, karena oksigen dan sinar matahari yang diperlukan organisme dalam air
terhalang dan tidak dapat masuk ke dalam air, sehingga kadar oksigen dan sinar matahari
berkurang.
b. Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga berupa berbagai bahan organik (misal sisa sayur, ikan, nasi, minyak,
lemak, air buangan manusia), atau bahan anorganik misalnya plastik, aluminium, dan botol
yang hanyut terbawa arus air. Sampah yang tertimbun menyumbat saluran air dan
mengakibatkan banjir. Pencemar lain bisa berupa pencemar biologi seperti bibit penyakit,
bakteri, dan jamur. Bahan organik yang larut dalam air akan mengalami penguraian dan
pembusukan, akibatnya kadar oksigen dalam air turun drastis sehingga biota air akan mati.
Jika pencemaran bahan organik meningkat, akan ditemukan cacing Tubifex berwarna
kemerahan bergerombol. Cacing ini merupakan petunjuk biologis (bioindikator) parahnya
limbah organik dari limbah pemukiman.
c. Limbah Industri
Limbah industri berupa polutan organik yang berbau busuk, polutan anorganik yang berbuih
dan berwarna, polutan yang mengandung asam belerang berbau busuk, dan polutan berupa
cairan panas. Kebocoran tanker minyak dapat menyebabkan minyak menggenangi lautan
sampai jarak ratusan kilometer. Tumpahan minyak mengancam kehidupan ikan, terumbu
karang, burung laut, dan organisme laut lainnya untuk mengatasinya, genangan minyak
dibatasi dengan pipa mengapung agar tidak tersebar, kemudian ditaburi dengan zat yang dapat
menguraikan minyak.
d. Penangkapan Ikan Menggunakan racun
Sebagian penduduk dan nelayan ada yang menggunakan tuba (racun dari tumbuhan), potas
(racun kimia), atau aliran listrk untuk menangkap ikan. Akibatnya, yang mati tidak hanya ikan
tangkapan melainkan juga biota air lainnya.
Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran air sungai antara lain :

16
a. Terganggunya kehidupan organisme air karena berkurangnya kandungan oksigen.
b. Terjadinya ledakan populasi ganggang dan tumbuhan air (eutrofikasi).
c. Pendangkalan dasar perairan.
d. Punahnya biota air, misal ikan, yuyu, udang dan serangga air.
e. Munculnya banjir akibat got tersumbat sampah.
f. Menjalarnya wabah muntaber.

17
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kasus

“490 Desa di Jawa Timur Dilanda Kekeringan”

Warga mengambil bantuan air bersih di bak penampungan di Deliksari, Gunungpati,


Semarang, 7 Agustus 2015. Pemerintah kota maupun pihak swasta terus memasok air bersih di
tiga wilayah terdampak kekeringan di Semarang, yaitu wilayah Rowosari, Deliksari dan Gunung
Tugel. TEMPO/Budi Purwanto

TEMPO.CO, Surabaya – Pada September ini, masih banyak desa yang mengalami kekeringan.
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, ada 490 desa yang
kering kerontang.

"Itu per tanggal 11 September lalu," kata Kepala BPBD Jawa Timur Sudharmawan pada Senin,
14 September 2015. Desa-desa itu tersebar di 24 kota/kabupaten di Jawa Timur.

Menurut dia, 24 daerah yang mengalami kekeringan tersebut antara lain Kabupaten Malang,
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Pacitan, dan
Kabupaten Situbondo.

Sudharmawan pun menjelaskan, jumlah desa yang mengalami kekeringan naik jika dibanding
Juli lalu sebanyak 459 desa. "Tapi 2014 lebih banyak, yakni 640 desa."

Untuk mengatasi kekeringan itu, BPBD Jawa Timur bekerja sama dengan BPBD daerah dan
pemerintah kabupaten dalam pengedropan air. Untuk jangka panjang, akan dikembangkan sistem
perpipaan, pembuatan sumur bor, dan embung geomembran.

3.2 Pembahasan

3.2.1 Sumber Masalah

Tantangan permasalahan sumberdaya air di Indonesia dirasakan semakin meningkat.


Tidak hanya sebagai akibat pencemaran dan degradasi sumberdaya, tetapi juga dengan
penurunan kapasitas sumberdaya alam. Sampai saat ini, penyediaan air bersih untuk masyarakat

18
di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan sampai
saat ini belum dapat diatasi sepenuhnya. Salah satu masalah yang masih dihadapi sampai saat ini
yakni masih rendahnya tingkat pelayanan air bersih untuk masyarakat.
Beberapa permasalahan pokok yang masih dihadapi dalam penyediaan air bersih di
Indonesia antara lain adalah: masalah tingkat pelayanan air bersih yang masih rendah, masalah
kualitas air baku dan kuantitas air yang sangat fluktuatif pada musim hujan dan musim kemarau,
serta masalah teknologi yang digunakan untuk proses pengolahan kurang sesuai dengan kondisi
air baku yang kualitasnya cenderung makin menurun.
Sumber permasalahan pada kasus tersebut adalah terjadinya kekeringan di beberapa desa
di Jawa Timur. Kekeringan merupakan berkurangnya ketersediaan air sampai dibawah normal
yang bersifat sementara, baik di atmosfer maupun di permukaan tanah. Menurut Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, terdapat 490 desa yang mengalami
kekeringan kerontang. Desa-desa tersebut menyebar di 24 beberapa kota/kabupaten di Jawa
Timur. 24 daerah yang mengalami kekeringan tersebut antara lain Kabupaten Malang,
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Pacitan dan
Kabupaten Situbondo.
Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan (slow-
onset disaster), berlangsung lama sampai musim hujan tiba, berdampak sangat luas, dan bersifat
lintas sektor (ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain). Kekeringan merupakan
fenomena alam yang tidak dapat dielakkan dan merupakan variasi normal dari cuaca yang perlu
dipahami. Variasi alam dapat terjadi dalam hitungan hari, minggu, bulan, tahun, bahkan abad.

3.2.2 Penyebab Masalah

Bencana kekeringan dapat disebabkan oleh curah hujan yang jauh di bawah normal pada
areal yang airnya telah dimanfaatkan secara maksimal atau pada musim kemarau panjang.
Bertambahnya jumlah penduduk telah mengakibatkan terjadinya tekanan penggunaan lahan dan
air serta menurunnya daya dukung lingkungan. Akibatnya kekeringan semakin sering terjadi dan
semakin meluas. Kekeringan juga dapat disebabkan oleh ulah manusia. Kebutuhan air lebih
besar daripada pasokan yang direncanakan akibat ketidak taatan penguna terhadap pola tanam
atau pola penggunaan air. Kerusakan kawasan tangkapan air dan sumber-sumber air akibat
perbuatan manusia.

19
Permasalahan sumber daya air di Indonesia terdiri dari 3 sisi yaitu, permasalahan dari sisi
pasokan/ ketersediaan, permasalahan dari sisi penggunaan dan permasalahan dari sisi
manajemen.
a. Permasalahan sumber daya air dari sisi pasokan/ketersediaan.
1) Pengaruh Global Climate Change
Pengaruh global climate change seperti “efek rumah kaca”, pemanasan global dan
sebagainya menyebabkan semakin sering dan semakin besarnya intensitas “extreme
climate events” sebagaimana dua kejadian yang berlawanan yang kita alami akhir-akhir
ini yaitu La Nina (fenomena/curah hujan dengan intensitas tinggi yang berlangsung lama
disuatu tempat) dan El Nino (fenomena sebaliknya/kekeringan)
2) Kerusakan Daerah Aliran Sungai
Semakin meluasnya degradasi DAS dan semakin tingginya sedimentasi akibat
pembabatan hutan dan praktek pertanian serta perkebunan yang tidak mengikuti aspek
konservasi tanah dan air yang didorong oleh tekanan kependudukan dan meningkatnya
kegiatan ekonomi dan tata guna tanah serta tata ruang yang tidak kondusif.
3) Kerusakan Sumber Air
Menyempitnya sungai-sungai karena tingginya tingkat kandungan lumpur akibat erosi
dan sedimentasi yang disebabkan rusaknya DAS maupun akibat sampah yang dibuang
penduduk disekitar sungai. Sungai yang menyempit akan menyebabkan melimpahnya
aliran sungai diwaktu banjir. Adanya situ-situ yang dikonversi menjadi daerah
pemukiman menyebabkan semakin menurunnya resapan untuk “recharge” air tanah.
Tercemarnya sumber-sumber air seperti sungai, danau, dan waduk oleh limbah industri,
penduduk maupun pertanian.
4) Krisis Air
Semakin meningkatnya kekurangan air dan konflik antar pemakai tentang penggunaan air
yang terjadi terutama pada musim kemarau di daerah-daerah rawan air meskipun siklus
curah hujan relatif sama dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi karena disatu sisi pasokan air
alamiah (curah hujan) relatif sama tapi kualitas air yang secara alamiah mengalir di
sungai menurun akibat menurunnya fungsi resapan dari DAS serta pencemaran air sungai
akibat prilaku bahwa sungai adalah tempat pembuangan segala macam sampah dan
limbah yang paling gampang. Disisi lain, kebutuhan air semakin meningkat akibat

20
pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, sehingga telah terjadi ketidak
seimbangan antara pasokan air dan kebutuhan akan air.
5) Pencemaran Air Tanah
Pada beberapa tempat air tanah telah tercemar oleh intrusi air laut dan limbah domestik
dan industri. Hal ini akan membahayakan penduduk yang memakainya sebagi air minum.
6) Ancaman hujan asam karena polusi udara telah mencapai ambang yang membahayakan,
hal ini terjadi di dan sekitar kota besar
a. Permasalahan dari sisi penggunaan.
1) Dampak pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan penduduk sebesar rata-rata 1,2% pertahun akan menimbulkan
bertambahnya kebutuhan akan pangan dan bahkan tekanan yang sangat besar atas tanah
(lahan) dan air. Untuk memenuhi kebutuhan pangan (beras) sampai dengan tahun 2020
maka paling tidak 1,1 s/d 2,1 juta sawah beririgasi baru harus dibangun (sebagai
tambahan 7,3 juta Ha yang ada). Sedangkan untuk kebutuhan air bersih (domestik,
perkotaan dan industri ) daerah perkotaan s/d tahun 2004 akan menjadi 243.000 liter/detik
atau diperlukan penambahan sebesar 152.000 liter/detik dari yang ada sekarang ini.
2) Dampak pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang dimanifestasikan dalam meningkatnya kegiatan industri, jasa
dan perkotaan memerlukan dukungan dari berbagai sektor diantaranya penyediaan air
baku. Kebutuhan air baku untuk industri, jasa dan perkotaan diperkirakan akan meningkat
sebesar 2 s/d 3 kali dari kebutuhan.
3) Daerah irigasi beralih fungsi menjadi daerah pemukiman dan industri
Menurut perkiraan INUDS (Indonesian National Urban Develompment Study) yang
dikutip dari World Bank selama kurun waktu 1980-1985, areal perkotaan di Indonesia
secara fisik bertambah luas sebanyak 367.500 Hektar atau kira-kira 25.100 ha pertahun,
dimana 60% perkembangan terjadi di Jawa, 20% di Sumatera dan 20% lainnya di
Kawasan Timur. Perkiraan ini memberikan kecenderungan bahwa wilayah perkotaan di
Jawa akan bertambah luas 15.000 Ha pertahun, disamping itu perluasan untuk
pembangunan jalan dan industri akan membutuhkan lahan kira-kira 40.000 pertahun.
Lebih jauh lagi sampai dengan 2010 di Jawa akan ada 390.000 Ha (13,6%) dari 3,4 juta

21
Ha sawah irigasi yang potensial untuk dikonversi menjadi lahan non-pertanian karena
letaknya yang strategis didekat pusat pertumbuhan industri maupun pemukiman
4) Perilaku boros air, tidak peduli dan tidak ramah lingkungan
Perilaku masyarakat yang boros air dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, demikian
juga pembuangan sampah padat dan limbah cair ke air dan sumber air tidak saja
menyebabkan penyempitan sungai tetapi juga menebarkan bau tidak sedap disepanjang
sungai/kanal.
a. Permasalahan dari sisi manajemen
1) Penanganan yang terfragmentasi
Dengan sifat SDA yang dinamis maka penanganan SDA menjadi terfregmentasi di
beberapa departemen. Tiap sektor menangani sehingga cenderung membentuk egoism
sektoral yang menitik beratkan kepada kepentingan masing-masing. Akibatnya terjadi
tumpang tindih maupun “gap” (kekosongan) tanggung jawab dan wewenang institusi
yang merencanakan dan membuat aturan. Institusi yang berhubungan dengan kualitas air
misalnya, juga bermacam-macam sehingga sampai saat ini masalah lingkungan masih
belum terpecahkan.
2) Kelemahan koordinasi
Koordinasi pengelolaan sumber daya air dipusat maupun daerah masih lemah.
a) Lembaga koordinasi di tingkat pusat baru mencakup antar instansi terkait dan belum
melibatkan seluruh komponen stakeholder secara lengkap
b) Belum optimalnya fungsi lembaga koordinasi di tingkat Provinsi yaitu Panitia Tata
Pengaturan Air (PTPA) dan tingkat satuan wilayah sungai (SWS) yaitu Panitia
Pelaksana Tata Pengaturan Air (PPTPA) di Jawa dan belum berfungsinya/terbentuk
PTPA dan PPTPA di provinsi-provinsi luar Jawa.
c) PTPA dan PPTPA belum mencakup seluruh komponen stakeholder
1) Belum memadainya perangkat peraturan perundang-undangan
Perangkat peraturan perundang-undangan maupun petunjuk perlaksanaan dan petunjuk
teknisnya yang melandasi pengelolaan sumberdaya air yang ada telah ketinggalan
(kadaluarsa).

22
3.2.3 Dampak

Kekeringan dapat menimbulkan dampak yang amat luas, kompleks, dan juga rentang
waktu yang panjang setelah berakhirnya kekeringan. Dampak yang luas dan berlangsung lama
tersebut disebabkan karena air merupakan kebutuhan pokok dan vital bagi seluruh makhluk
hidup, yang tidak tergantikan oleh sumber daya lainnya. Dari segi sosial, dampak yang
ditimbulkan oleh bencana kekeringan berbeda dengan dampak bencana banjir, tanah longsor,
tsunami, ataupun gempa bumi. Pada keempat jenis bencana tersebut, secara sosial dengan cepat
dapat menghimpun bantuan dari berbagai pihak, baik jangka pendek ataupun jangka panjang.
Berbeda halnya, bencana kekeringan malahan dapat menimbulkan perpecahan dan konflik, baik
konflik antar pengguna air dan antar pemerintah.
Kekeringan mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan air bagi kegiatan manusia.
Kekeringan membawa akibat serius pada pola tanam, pola pengairan, pola pengoperasian irigasi
serta pengelolaan sumber daya air di permukaan lainnya. Gangguan pola tanam yang serius pada
gilirannya akan mengancam keamanan pangan masyarakat. Akibat adanya perubahan musim
secara ekstrim, telah menyebabkan terjadinya krisis air yang dirasakan sangat mempengaruhi
pembangunan nasional. Pada musim kemarau, sumber air minum mengalami kekeringan,
sehingga masyarakat tertentu kekurangan air bersih.

3.2.4 Penanganan yang Pernah Dilakukan

Untuk mengatasi kekeringan itu, BPBD Jawa Timur bekerja sama dengan BPBD daerah
dan pemerintah kabupaten dalam pengedropan air. Untuk jangka panjang, akan dikembangkan
sistem perpipaan, pembuatan sumur bor dan embung geomembran.

3.2.5 Solusi yang Ditawarkan

Solusi yang dapat kami tawarkan guna menangani permasalahan tersebut, dapat
dilakukan diantaranya:
a. Jangka Pendek
Program ini merupakan program yang memiliki jangka waktu berkisar 1-3 tahun, yang
dirancang untuk direalisasikan dalam waktu dekat. Kegiatan dalam program ini antara lain:
1) Menggalakkan gerakan hemat air.

23
Dengan gerakan hemat air, diharapkan masyarakat dapat memiliki persediaan air ketika
musim kemarau datang, sehingga tidak ada lagi krisis air.
2) Menggalakkan gerakan menanam pohon, seperti one man one tree.
Kesadaran masyarakat untuk menanam pohon yang dibiarkan tumbuh besar, bisa menjadi
salah satu kegiatan yang mampu mencegah terjadinya krisis air. Dimana dengan
banyaknya pohon yang mampu menangkap air, terutama di hulu, dimungkinkan air hujan
tidak akan langsung mengalir begitu saja dari hulu ke hilir dan terbuang sia-sia ke laut,
tetapi bisa tertadahi dan dimanfaatkan ketika air mulai sukar didapat.
3) Konservasi lahan, pelestarian hutan dan daerah aliran sungai.
4) Pembangunan tempat penampungan air hujan seperti situ, bendungan dan waduk
sehingga airnya bisa dimanfaatkan saat musim kemarau. Semakin banyak tempat
penampungan air, dapat dimungkinkan krisis air bisa dikurangi, bahkan dihilangkan.
5) Mencegah seminimal mungkin air hujan terbuang ke laut dengan membuat sumur
resapan air atau lubang resapan biopori.
6) Mengurangi pencemaran air, baik oleh limbah rumah tangga, industri, pertanian, maupun
pertambangan.
Di daerah ini memang merupakan salah satu daerah yang maju pada pengembangan
industrinya, tetapi hal ini tidak bisa menjadi salah satu alasan untuk menjadikan sumber air
menjadi tercemar. Untuk itu, diperlukan kiat-kiat untuk mencegah terjadinya pencemaran.

a. Jangka Menengah
Program jangka menengah ini merupakan sebuah program yang dimungkinkan dapat
terealisasikan dalam waktu lebih dari 3 tahun.
1) Pengembangan proyek pipa pemompa air tanah
Pengembangan proyek ini berguna ketika air yang tersedia di penampungan air hujan
tidak dapat mencukupi kebutuhan warga ketika musim kemarau.
2) Perluasan penyaluran PDAM di daerah terpencil
PDAM seringkali tidak menjangkau daerah desa terpencil. Sehingga warga desa yang
tidak mendapat pasokan air dari PDAM pun akan merasakan krisis air bersih terutama
ketika musim kemarau tiba. Air yang dapat digunakan hanyalah air laut.
3) Pengembangan teknologi desalinasi untuk mengolah air asin (laut) menjadi air tawar

24
a. Jangka Panjang
Program jangka panjang ini merupakan program yang dirancang untuk dilakukan melalui
serangkaian proses, tidak dapat direalisasikan langsung dalam waktu yang singkat.
1) Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Air.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap
dan handal mengenai potensi dan produktivitas sumber daya air melalui kegiatan
penguatan sistem informasi yang menjamin terbukanya akses masyarakat terhadap
informasi yang ada. Dengan adanya program ini, diharapkan masyarakat akan semakin
sadar untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya air yang ada dengan
sebaik-baiknya. Bukan berlebihan dan bukan merusak atau mencemarinya.
2) Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Air.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas air dalam upaya mencegah kerusakan
dan/atau pencemaran air dan pemulihan kualitas air yang rusak akibat pemanfaatan yang
berlebihan, kegiatan industri perkotaan maupun domestik, serta transportasi. Sasaran
program ini adalah tercapainya kualitas air yang bersih dan sehat sesuai dengan baku
mutu lingkungan.
3) Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Air.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian masyarakat
dalam pengelolaan sumber daya air. Dengan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
SDA, dapat mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan yang diakibatkan oleh air,
serta mencegah terjadinya krisis air akibat penggunaan air yang berlebihan.

25
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

a. Permasalahan sumberdaya air dirasakan semakin meningkat. Tidak hanya sebagai akibat
pencemaran dan degradasi sumberdaya, tetapi juga dengan penurunan kapasitas sumberdaya
alam. Sampai saat ini, penyediaan air bersih untuk masyarakat di Indonesia masih dihadapkan
pada beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan sampai saat ini belum dapat diatasi
sepenuhnya.
b. Permasalahan pengelolaan sumber daya air antara lain yaitu konservasi lahan, banjir, longsor,
kekeringan, sedimentasi, erosi, kerusakan daerah tangkapan air hujan, intrusi air laut,
pencemaran air, konflik antar pengguna dan lingkungan sungai menyebabkan kapasitas sungai
menurun.
c. Penyelesaian permasalahan pengelolaan sumber daya air dapat diatasi dengan memperhatikan
dari sisi mana permasalahan tersebut muncul, antara lain sisi pasokan/ketersediaan,
permasalahan dari sisi penggunaan dan permasalahan dari sisi manajemen. Selain itu, solusi
yang dapat ditawarkan dapat mengguunakan tiga jangka waktu yaitu jangka pendek,
menengah dan jangka panjang yang juga disesuaikan dengan permasalahan pengelolaan yang
telah terjadi.

4.2 Saran

a. Untuk Pemerintah, hendaknya pengelolaan sumber daya air menjadi salah satu fokus
permasalahan negara untuk segera diatasi dengan melihat sisi mana yang harus diperbaiki
terlebih dahulu.
b. Pemerintah hendaknya juga memberi sanksi tegas bagi masyarakat yang menyalahgunakan
pengelolaan sumber daya air sehingga menyebabkan kerugian bagi khalayak.
c. Untuk masyarakat, hendaknya menjaga, melestarikan dan menggunakan sebaik-baiknya
sumber daya air yang ada.
d. Untuk pihak swasta, hendaknya memanfaatkan sumber daya air secukupnya dengan tidak
mengeksploitasi dan atau menyebabkan kerusakan sehingga sumber daya air tersebut tidak
dapat lagi dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Rahardjanto, Studi Pendahuluan Model Pengelolaan Sumber Daya Air Partisifatif
Akomodatif Guna Antisipasi Konflik Pembagian Air (kasus sumberawan Kecamatan
Singosari Malang). Jurnal, Universitas Indonesia, 2010.
Ade Saptono, Pengelolaan Sumber Daya Alam Antar Pemerintah Daerah dan Implikasi
Hukumnya, Studi kasus Konflik Sumber Daya Air Sungai Tanang Sumatra Barat. Jurnal
Ilmu Hukum, fakultas Hukum dan Pasca Sarjana, Universita Andalas Padang, 2006.
Anneahira. 2010. Cara Mencegah Penemaran Air, (Online), (www.anneahira.com/cara-
mencegah-pencemaran-air.html) diakses pada tanggal 19 September 2015.
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bandung.
Asdak, C. (2007). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada
University.
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD). 2001. Penanggulangan Pencemaran
Air. Bandung: Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup.
Candra, B. (2010). Penanganan Erosi dan Sedimentasi di Sub DAS Cacaban Bangunan Check
Dam. Semarang: Universitas Diponegoro.
Edukasi. 2010. Macam-macam Penceemaran Lingkungan, (Online), (http://www.sentra-
edukasi.com/2010/04/macam-macam-pencemaran-lingkungan-upaya.html) diakses pada
tanggal 19 September 2015.
Hidayat, Wahyu. 1Januari, 2008. Teknologi Pengolahan Air Limbah. Majari. hlm. 5.
Irnad. (n.d.). Menuju Pengelolaan Daerah Tangkapan Air Berkelanjutan : Integrasi Ekonomi dan
Kelembagaan. Riau: Universitas Andalas.
Purnama, S. 2000. Bahan Ajar Geohidrologi. Yogyakarta: Fakultas Geografi, UGM.

Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014.


(http://www.bnpb.go.id/uploads/renas/1/BUKU%20RENAS%20PB.pdf) diakses pada
tanggal 18 September 2015

27
Redwood, Jason. – . Pump / Recharge Rate Affect Saltwater Intrusion. Groundwater
Management, Monitoring and Conservation Keep Intrusion Undercontrol,
(http://www.solinst.com) diakses pada tanggal 19 September 2015.
Robert Kodoatie. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Edisi 2). Jakarta: Index.Sentra
Setiawan, I. (n.d.). Bencana Alam dan Peran Manusia. Direktori FPIPS Jurusan Pendidikan
Geografi.
Soemarto, C. (1995). Hidrologi Thenik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Slamet Prawirohartono. 2000. Biologi – 1b Untuk SMU Kelas 1 Tengah TahunKedua. Bandung:
Bumi Aksara.
Susanto, Hery Awan dan Suroso.2006. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit
Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran (On-line). (http://jurnalsipiluph.files.
wordpress.com /2006/12/vol3 – no 2 – naskah _3. pdf) diakses pada tanggal 19
September 2015.
Sutardi, 2002, Pengelolaan Sumber Daya Air yang Paling Efektif,
(http://pustaka.pu.go.id/files/pdf/pDf_51.pdf) diakses pada tanggal 18 September 2015
Undang - undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air
USGS. 2007. Geological Interpretation of Bathymetric and Backscatter Imagery of the Sea Floor
Off Eastern Cape Cod, Massachusetts, diakses dari http://www.usgs,gov, diakses tanggal
19 September 2015.
http://duniabaca.com/jenis-jenis-banjir-serta-berbagai-faktor-penyebab-banjir.html, diakses pada
tanggal 18 September 2015

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/660/jbptunikompp-gdl-yuniretnan-32988-10-unikom_y-i.pdf
diakses pada tanggal 19 September 2015
http://eprints.undip.ac.id/42838/3/BAB_II.pdf diakses pada tanggal 18 September 2015
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196006151988031-JUPRI/
LAHAN.pdf diakses pada tanggal 19 September 2015
https://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi diakses pada tanggal 18 September 2015
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/09/14/058700333/490-desa-di-jawa-timur-dilanda-
kekeringan, diakses pada tanggal 18 September 2015

28
https://www.kemenkopmk.go.id/sites/default/files/produkhukum/UU%20Nomor
%2037%20Tahun%202014.pdf, diakses pada tanggal 19 September 2015
http://www.sigana.web.id/index.php/kekeringan.html, diakses pada tanggal 19 September 2015
Anonim. (2011). Retrieved 2011, from Modul Pengembangan Sumber Daya Air:
https://darmadi18.files.wordpress.com/2011/03/materi-psda-s1.pdf diakses pada tanggal
18 September 2015

29

Anda mungkin juga menyukai