Anda di halaman 1dari 85

MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN

DISUSUN OLEH :

Wahyu Ksatria A.Hadjarati (1726020)


Cok Agung Andra Mahendra (1726009)
Aldy Putra Laiskodat (1726026)
Wulanda Anggi Munuqy (1726011)
Uswatun Khairiyah Amin (1726003)
Rahma Maghfira (1726002)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN S-1


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT
TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

2018

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PRAKTIKUM


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini Dosen Pembimbing Laporan Praktikum


Mikrobiologi dan Ekologi Lingkungan menerima dan menyetujui Laporan
Praktikum Mikrobiologi dan Ekologi Lingkungan yang disusun oleh:

NAMA :
- Wahyu Ksatria A.Hadjarati (1726020)
- Cok Agung Andra Mahendra (1726009)
- Aldy Putra Laiskodat (1726026)
- Wulanda Anggi Munuqy (1726011)
- UswatunKhairiyah Amin (1726003)
- Rahma Maghfira (1726002)
JURUSAN : Teknik Lingkungan S-1

Telah menyatakan menyelesaikan Laporan Praktikum Mikrobiologi dan


Ekologi Lingkungan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, setelah diperiksa
maka tugas ini dapat diterima dan disetujui, dengan :

Nilai : (......)

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Hery Setyo Budiarso, M.Si


NIP. 19610620 1991031002

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan praktikum
Mikrobiologi dan Ekologi Lingkungan ini dengan baik dan sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Anis Artiyani, ST., MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan,
2. Bapak Dr. Ir. Hery Setyo Budiarso, M. Si selaku kepala laboratorium
Mikrobiologi dan dosen pengajar mata kuliah Mikrobiologi Lingkungan
sekaligus sebagai dosen pembimbing,
3. Ayah dan Ibu yang selalu memberikan doa dan dukungan serta semangat,
4. Asisten - asisten Laboratorium Mikrobiologi yang telah membantu kami
menyelesaikan praktikum dan penyusunan laporan,
5. Kepada teman - teman Teknik Lingkungan ITN Malang khususnya angkatan
2017,
6. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan laporan ini.

Kami menyadari bahwa dalam pengerjaan laporan praktikum ini masih


terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak akan sangat membantu dalam terciptanya kesempurnaan
laporan praktikum ini, dan dapat bermanfaat nantinya bagi kami dan rekan - rekan
pembaca sekalian.

Malang, Juni 2018

Penyusun

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

DAFTAR ISI

Halaman Judul
Lembar Persetujuan ............................................................................................. ii
Kata Pengantar..................................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 6


1.1 Latar Belakang ................................................................................... 6
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 7
1.3 Tujuan ................................................................................................ 7
1.4 Manfaat .............................................................................................. 8
BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 9
2.1 Ekosistem Perairan ............................................................................ 9
2.2 Pencemaran Air................................................................................ 10
2.2.1 Sumber (Kontaminan)...................................................................... 11
2.3 Jenis dan Klasifikasi Plankton ......................................................... 12
2.4 Parameter Kualitas Air dan Faktor Yang Mempengaruhi
Kehidupan Plankton ......................................................................... 13
2.4.1 Parameter Kimia .............................................................................. 14
2.4.2 Parameter Fisika .............................................................................. 16
2.5 Kelimpahan Plankton ....................................................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 17
3.1 Deskripsi Stasiun Pengamatan ......................................................... 17
3.1.1 Waktu dan Tempat ........................................................................... 17
3.1.2 Peta Lokasi ....................................................................................... 17
3.2 Alat dan Bahan................................................................................. 19
3.2.1 Alat.................................................................................................. 19
3.2.2 Bahan ............................................................................................... 21
3.3 Prosedur Analisis ............................................................................. 22

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 26


4.1 Data Hasil Pengamatan dan Perhitungan ......................................... 26
4.1.1 Data Tabel Pengamatan Kualitas Air .............................................. 26
4.1.2 Data Hasil Perhitungan .................................................................... 26
4.1.3 Tabel Data Hasil Perhitungan .......................................................... 39
4.1.4 Data Jenis, Gambar dan Klasifikasi Plankton .................................. 40
4.1.5 Data Kelimpahan Plankton .............................................................. 41
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 42
4.2.1 Hubungan Kedalaman Terhadap Parameter Kualitas Air................ 42
4.2.2 Hubungan Parameter Kualitas Air Terhadap
Kelimpahan Plankton ....................................................................... 46
BAB V PENUTUP....................................................................................... 50
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 50
5.2 Saran .................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LAMPIRAN FOTO-FOTO HASIL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
LAMPIRAN JURNAL

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bendungan Lahor dibangun tahun 1972, dan mulai beroperasi sejak


November 1977 merupakan bagian dari Proyek pengembangan wilayah sungai
Brantas yang dilaksanakan secara terpadu oleh Badan Proyek Brantas, atau
lengkapnya Badan Pelaksana Induk Pengembangan Wilayah Sungai Brantas.
Bendungan Lahor ini dialiri oleh tiga buah sungai yaitu sungai Lahor, sungai Leso
dan sungai Dewi. Bendungan mempunyai luas 2,6 km2 atau 260 Ha, terletak kurang
lebih 1,5 km di sebelah utara proyek serbaguna Karangkates, dan kurang lebih 32
km di sebelah selatan kota Malang ke arah kota Blitar. Bendungan ini menjadi salah
satu inlet (daerah aliran masuk) dari bendungan Sutami yang merupakan bendungan
terbesar di Jawa Timur.

Bendungan merupakan salah satu contoh perairan tawar buatan yang dibuat
dengan cara membendung sungai tertentu dengan berbagai tujuan yaitu sebagai
pencegah banjir, pembangkit tenaga listrik, pensuplai air bagi kebutuhan irigasi
pertanian, untuk kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya
karamba, dan bahkan untuk kegiatan pariwisata. Dengan demikian keberadaan
bendungan telah memberikan manfaat sendiri bagi masyarakat di sekitarnya. Di
dalam perairan terdapat jasad-jasad hidup, dan salah satunya adalah plankton yang
merupakan organisme mikro yang melayang dalam air laut atau tawar.
Pergerakannya secara pasif tergantung pada angin dan arus. Plankton terutama
terdiri dari tumbuhan mikroskopis yang disebut fitoplankton dan hewan
mikroskopis yang disebut zooplankton.

Kadar oksigen yang terkandung dalam perairan tertentu dapat dijadikan


patokan bahwa kualitas air di daerah tersebut masih layak atau sudah banyak
tercemar oleh limbah cair dari berbagai sumber yang ada. Untuk membuktikan
kadar dan adanya oksigen dalam air dilakukan praktikum untuk analisis DO
(Dissolved Oxygen) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand). Pada kesempatan
kali ini kami melakukan analisa DO dan BOD di Bendungan Lahor, dengan alasan

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

karena lingkungan sekitarnya yang masih terjaga meskipun dijadikan sebagai


tempat wisata.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dilihat dari latar belakang, maka ada beberapa rumusan masalah diantaranya
sebagai berikut:
1. Mengapa harus ada praktikum mikrobiologi tentang kualitas perairan dan
keanekaragaman Plankton ?
2. Apa hubungan antara keragaman Plankton dengan kualitas perairan ?
3. Bagaimana keragaman dan dominasi Plankton yang ditemukan dalam
praktikum Mikrobiologi Lingkungan ?
4. Apa saja jenis-jenis Plankton yang ditemukan dalam praktikum
Mikrobiologi Lingkungan ?

1.3 TUJUAN
Dilihat dari rumusan masalah, maka ada beberapa tujuan diantaranya sebagai
berikut:
1. Mengetahui kualitas perairan dan keanekaragaman Plankton.
2. Mengetahui antara kearagaman Plankton dengan kualitas perairan.
3. Mengetahui keragaman dan dominasi Plankton yang ditemukan dalam
praktikum Mikrobiologi Lingkungan.
4. Mengetahui jenis-jenis Plankton yang ditemukan dalam praktikum
Mikrobiologi Lingkungan.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

1.4 MANFAAT
Dilihat dari tujuan, maka ada beberapa manfaat diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kualitas dan keanekaragaman Plankton.
2. Untuk mengetahui antara keragaman Plankton dengan kualitas perairan.
3. Untuk mengetahui keragaman dan dominasi Plankton yang ditemukan
dalam praktikum Mikrobiologi Lingkungan.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis Plankton yang ditemukan dalam praktikum
Mikrobiologi Lingkungan.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Ekosistem Perairan

Suatu ekosistem dapat dibagi dalam beberapa sub ekosistem. Misalnya


ekosistem bumi kita dapat membagi ke dalam sub ekosistem lautan, sub ekosistem
daratan, sub ekosistem danau, dan sub ekosistem sungai. Antara masing – masing
sub ekosistem itupun terjadi interaksi arus materi, energi dan informasi. Ekosistem
merupakan satuan kehidupan yang terdiri dari suatu komunitas makhluk hidup dari
berbagai jenis yang berinteraksi dengan benda mati sehingga membentuk suatu
sistem. Ekosistem terbentuk karena adanya hubungan interaksi antara faktor abiotik
dan faktor biotik, yang membentuk rangkaian komponen kemudian menjadi satu
fungsional, diantaranya terdapat proses-proses yang khas meskipun kehadiran
aktifnya dibatasi dalam jangka waktu yang singkat.
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai ekosistem perairan, baik mengenai
jenis, komposisinya dimuka bumi maupun komponen yang ada di dalamnya.
Ekosistem perairan dibedakan dalam tiga kategori utama yaitu ekositem air tawar,
ekosistem estuarin, dan ekosistem laut. Habitat air tawar dibedakan menjadi dua
kategori umum, yaitu sistem lentik (kolam, danau, situ, rawa, telaga, bendungan)
dan sistem lotik (sungai). Sistem lentik adalah suatu perairan yang dicirikan air yang
mengenang atau tidak ada aliran air, sedangkan sistem lotik adalah suatu perairan
yang dicirikan oleh adanya aliran air yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke
dalam perairan mengalir. Seperti yang sudah dikatakan bahwa habitat air tawar itu
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu air tawar mengalir (lotik) dan air tawar
diam (lentik).
Perairan mengalir mempunyai corak tertentu yang secara jelas
membedakannya dari air menggenang walaupun keduanya merupakan habitat air
tawar. Semua perbedaan itu tentu saja mempengaruhi bentuk serta kehidupan
tumbuhan dan hewan yang menghuninya. Satu perbedaan mendasar antara danau
dan sungai adalah bahwa danau terbentuk karena cekungannya sudah ada dan air
yang mengisi cekungan itu, tetapi danau setiap saat dapat terisi oleh endapan

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

sehingga menjadi tanah kering. Sebaliknya, sungai terjadi karena airnya sudah ada
sehingga air itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya saluran selama
masih terdapat air yang mengisinya.
Perairan menggenang dibedakan menjadi perairan alamiah dan perairan
buatan. Berdasarkan proses terbentuknya perairan alamiah dibedakan menjadi
perairan yang terbentuk karena aktivitas tektonik dan aktivitas vulkanik. Beberapa
contoh perairan lentik yang alamiah antara lain adalah danau, rawa, situ dan telaga,
sedangkan perairan buatan antara lain adalah bendungan.
Bendungan adalah perairan berhenti atau menggenang yang terjadi karena
dibuat oleh manusia dengan cara membendung sungai, kemudian airnya disimpan.
Pembuatan bendungan pada umumnya bertujuan untuk sumber air minum, PLTA,
pengendali banjir, pengembangan perikanan darat, irigasi dan pariwisata.
bendungan yang demikian disebut bendungan serba guna. Bendungan merupakan
genangan air yang cukup besar, yang di dalamnya terdapat berbagai ikan kecil,
tumbuhan air serta mikrorganisme yang disebut dengan plankton.
(Sumber: Eka Apidayanti, 2008).
2.2 Pencemaran Air
Dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
PP RI No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air yang dimaksud dengan Pencemaran Air adalah masuknya atau
dimasukkannya makluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Dari definisi
tersebut tersirat bahwa pencemaran air dapat terjadi secara sengaja maupun tidak
sengaja dari kegiatan manusia pada suatu perairan yang peruntukkannya sudah
jelas.
Air dikatakan tercemar apabila air tersebut tidak dapat digunakan sesuai
dengan peruntukannya. Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air yang keadaan
normal akibat terkontaminasi oleh material atau partikel, dan bukan dari proses
pemurnian. Air sungai dikatakan tercemar apabila badan air tersebut tidak sesuai
lagi dengan peruntukannya dan tidak dapat lagi mendukung kehidupan biota yang

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

ada didalamnya. Terjadinya suatu pencemaran di sungai umumnya disebabkan oleh


adanya masukan limbah ke badan sungai.
Sumber pencemaran air dapat berasal dari limbah, baik limbah
industrinmaupun limbah rumah tangga. Kategori air tercemar atau tidak tercemar
tergantung dari status mutu air yang dibandingkan dengan nilai baku mutu air.
Aspek-aspek yang terdapat pada nilai baku mutu air dapat berupa aspek fisik
maupun kimia. Beberapa aspek tersebut antara lain adalah tingkat keasaman (pH),
suhu, kandungan oksigen terlarut dalam air (DO), dan sedimentasi.

(Sumber:

2.2.1 Sumber (Kontaminan)

Sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan dapat


dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber limbah non-domestik.
Sumber limbah domestik umumnya berasal dari daerah pemukiman penduduk dan
sumber limbah non domestik berasal dari kegiatan seperti industri, pertanian dan
peternakan, perikanan, pertambahan atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah
pemukiman.

Berdasarkan sumbernya (Mudarisin, 2004), jenis limbah cair yang dapat


mencemari air dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu:

A. Limbah Cair Domestik

Limbah cair domestik, yaitu limbah cair yangberasal dari pemukiman,


tempat-tempat komersial (perdagangan, perkantoran, institusi) dan tempat-
tempatrekreasi. Air limbah domestik (berasal dari daerah pemukiman) terutama
terdiriatas tinja, air kemih, dan buangan limbah cair (kamarmandi, dapur, cucian
yang kira-kira mengandung 99,9% air dan 0,1% padatan). Zat padat yang ada
tersebut terbagi atas ± 70% zat organik (terutama protein, karbohidrat dan lemak)
serta sisanya 30% zat anorganik terutama pasir,air limbah, garam-garam dan logam.
B. Limbah Cair Industri

Limbah cair industri merupakan limbah cair yang dikeluarkanoleh industri


sebagai akibat dari proses produksi. Limbah cair ini dapat berasal dari air bekas

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

dalam pengolahannya, hal ini disebabkan karena zat-zat yang terkandung di


dalamnya yang berupa bahan atau zat pelarut, mineral, logam berat, zat-zat organik,
lemak, garam-garam, zat warna, nitrogen, sulfida, amoniak, dan lain-lain yang
bersifat toksik.
C. Limbah Cair Pertanian

Limbah pertanian yaitu limbah yang bersumber dari kegiatan pertanian


seperti penggunaan pestisida, herbisida, fungisida dan pupuk kimia yang
berlebihan.
D. Infiltration/inflow
Infiltration/inflow yaitu limbah cairyang berasal dari perembesan air yang
masuk ke dalam dan luapan dari sistem pembuangan air kotor.
2.3 Jenis dan Klasifikasi Plankton
Plankton merupakan organisma air yang hidupnya melayang-layang dalam
air dan pergerakannya terutamadipargaruhi oleh pergerakan air (Schwoerbel,
1987). Dikenal 2 jenis plankton yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton
adalah organisma p lankton y ang bersi fat sebagai tumbuh-tumbuhan, sedangkan
zooplankton adalah organisma plankton yang bersifat hewan. Perbedaan diantara
keduanya terletak pada kemampuan fitoplankton dalam melakukan proses
fotosintesis dengan tersedianya klorofil dalam sel-sel organisma tersebut.
Dalam klasifikasinya, organisme plankton dapat dibedakan menurut: cara
memperoleh makanan; kehidupan alamiah dan ukuran. Klasifikasi plankton
menurut cara memperoleh makanannya memberikan pembagian plankton yang
disebut fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton (plankton nabati) adalah
kumpulan organisme plankton, dengan memanfaatkan unsur-unsur hara, sinar
matahari dan karbon dioksida, dapat memprodukdi materi organik. Sedangkan
zooplankton adalah kumpulan organisme plankton yang bersifat heterotrofik, yang
mana untuk hidupnya membutuhkan materi organik dari organisme lainnya,
khususnya fitoplankton.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

Klasifikasi plankton berdasarkan pada kehidupan alamiah yang khususnya


ditujukan pada organisme zooplankton, membedakan plankton menjadi dua bagian
yaitu holoplankton dan meroplankton. Holoplankton adalah kumpulan dari
organisme zooplankton yang seluruh daur hidupnya sebagai plankton. Sedangkan
meroplankton diartikan sebagai organisme yang sebagian dari daur hidupnya
bersifat planktonis dan selanjutnya mengalami perubahan/ metamorfosis menjadi
nekton atau bentos. Menurut ukurannya plankton dibedakan menjadi tujuh kategori:
femtoplankton (0,02 - 0,2 µm); pikoplankton (0,2 - 2,0 µm); nanoplankton (2,0 - 20
\xn); mikroplankton (20 - 200 µm); mesoplankton (0,2 20 mm); makroplankton (2
- 20 cm) dan ukuran megaplankton (20 - 200 cm). Pada umumnya organisme
plankton berukuran dari 0,2 µm - 2.000 µm.

2.4 Parameter Kualitas Air dan Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan


Plankton

Kualitas air sungai merupakan kondisi kualitatif yang diukur berdasarkan


parameter tertentu dan dengan metode tertentu sesuai peraturan perundangan yang
berlaku.Kualitas air sungai dapat dinyatakan dengan parameter yang
menggambarkan kualitas air tersebut. Parameter tersebut meliputi parameter fisika,
kimia dan biologi.
Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap
air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik biologi atau uji
kenampakan (bau dan warna). Kualitas air dapat dinyatakan dengan beberapa
parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan
sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam dan
sebagainya) dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya)
Pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan kualitas
air dapat digolongkan menjadi pengamatan secara fisik, kimia dan biologis.
Parameter yang umum digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran air yaitu
antara lain:

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

2.4.1 Parameter Kimia

Sampel air dapat diperiksa menggunakan prinsip-prinsip kimia analitik,


banyak metode pengujian yang tersedia untuk senyawa organik dan anorganik.
Untuk parameternya berupa:
A. DO (Dissolved Oxygen)
Dissolved oxygenatau oksigen terlarut sangat menentukan kehidupan biota
perairan. Oksigen merupakan akseptor elektron dalam reaksi respirasi, sehingga
banyak dibutuhkan oleh biota aerobik. Oksigen juga mempengaruhi kelarutan dan
ketersediaan berbagai jenis nutrien dalam air. Kondisi oksigen terlarut yang rendah
memungkinkan adanya aktivitas bakteri anaerobik pada badan air. Oksigen terlarut
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain penutupan vegetasi, BOD (Biological
Oxygen Demand), perkembangan fitoplankton, ukuran badan air, dan adanya arus
angin.
Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman,
tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air,
aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air.
Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar
oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob).

B. BOD (Biochemical Oxygent Demand)

Kebutuhan oksigen Biologis atau Biochemical Oxygen Demand adalah


jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air untuk memecah
(mendegradasi) bahan organik yang ada di dalam air tersebut (Wardhana, 2004).
Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat
kebersihan air. Air yang bersih relative mengandung mikroorganisme lebih sedikit
dibandingkan yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang
bersifat antiseptik atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam sianida,
insektisida dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit.
Sehingga makin besar kadar BOD nya, makamerupakan indikasi bahwa perairan
tersebut telah tercemar. Kadar oksigen biokimia (BOD) dalam air yang tingkat

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

pencemarannya masih rendah dan dapat dikategorikan sebagai perairan yang baik
berkisar 0-10 ppm (Salmin, 2005).
C. COD (Chemical Oxygent Demand)
Chemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah
oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi
melalui reaksi kimia (Wardhana, 2004). Bahan buangan organik tersebut akan
dioksidasi olehkalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom.
Reaksinya sebagai berikut :
CaHbOc+ Cr2O72-+H +→CO2+ H2O + Cr 3+

Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi
biologis, misalnya tannin, fenol, polisakarida dansebagainya, maka lebih cocok
dilakukanpengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat
organik dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam
suasana asam, diperkirakan 95% -100% bahan organik dapat dioksidasi. Perairan
dengannilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian.
Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L,
sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200mg/L dan pada limbah
industri dapat mencapai 60.000 mg/L.

D. pH
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH
sekitar 6,5 -7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila
pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang
mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan
industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan
organisme di dalam air (Wardhana, 2004). Sebagian besar biota akuatik sensitif
terhadap perubahan pH dan menyukai pH antara 7 -8,5. Nilai pH sangat
mempengaruhi proses biokimiawi perairan misalnya proses nitrifikasi akan
berakhir pada pH yang rendah.
2.4.2 Parameter Fisika

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

Seperti halnya organisme hidup lain, fitoplankton dalam pertumbuhan dan


kehidupannya juga dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu keberadaan
fitoplankton di perairan akan bervariasi tergantung dari kondisi kualitas perairan
yang ada. Kualitas air yang mempengaruhi kehidupan fitoplankton ini dapat di
kelompokkan menjadi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik yang diukur dalam
penelitian ini terdiri dari suhu, kecerahan, dan Padatan Total Tersuspensi (TSS)
(Eka Apridayanti,2008).

2.5 Kelimpahan Plankton

Parameter biologi berupa kelimpahan fitoplankton. Perhitungan


kelimpahan plankton dilakukan dengan menggunakan metode sapuan Sedgwick
Rafter Counting Cell dengan tiga kali ulangan. Rumus perhitungan kelimpahan
plankton berdasarkan APHA (2005) yaitu sebagai berikut:

𝑎 𝑣 1
𝑁 =𝑛𝑥 𝑥 𝑥
𝐴 𝑣𝑐 𝑉
Dimana, N adalah kelimpahan plankton (sel/l), n jumlah plankton yang
tercacah (sel), a luas gelas penutup (mm2), v volume air terkonsentrasi (ml), A luas
satu lapangan pandang (mm2), vc volume air dibawah gelas penutup (ml) dan V
volume air yang disaring (l).

Plankton dapat digunakan sebagai indikator saprobitas karena plankton


berperan penting mempengaruhi produktifitas primer perairan, bersifat toleran dan
mempunyai respon yang berbeda terhadap perubahan kualitas perairan (Handayani
dan Patria 2005). Plankton mempunyai sifat bergerak mencari tempat yang sesuai
dengan hidupnya. Apabila terjadi pencemaran hanya jenis plankton tententu yang
ditemukan dalam suatu perairan, sehingga plankton merupakan bioindikator yang
tepat mengetahui kondisi suatu perairan (Basmi 2000). Hal ini diperkuat oleh
Laprise dan Julian (1994) yang menyatakan kelimpahan jumlah jenis plankton
merupakan biomonitoring kualitas perairan dan berhubungan erat dengan
pengukuran faktor lingkungan.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Deskripsi Stasiun Pengamatan

3.1.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Mikrobiologi Lingkungan dilakukan pada tanggal 13 Mei


2018 dan 22 Mei 2018 dilaksanakan di Bendungan Lahor, Malang dan di
Laboraturium Hidrobiologi Brawijaya.

3.1.2 Peta Lokasi

Gambar. 3.1 Lokasi Bendungan Lahor Pada Peta


Wilayah Kabupaten Malang

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

Gambar. 3.2 Titik Pengambilan Air Sampel di Bendungan Lahor

Bendungan Lahor mempunyai koordinat yaitu 8°8’29”S dan 112°28’41”E,


yang beralamatkan di Jalan Raya Blitar-Malang, Kecamatan Sumberpucung,
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Luas Bendungan Lahor mencapai 2,6
km2 yang mempunyai titik terdalam yaitu 30 m dan terletak 270 m di atas
permukaan air laut (mdpl). Pengambilan sampel dilakukan dibeberapa titik yaitu
titik 1 (Sungai Lahor) dan titik 2 (Sungai Leso).

Keadaan sekitar titik 1 dan 2 memiliki faktor biotik yaitu organisme plankton
yang merupakan produsen dan konsumen primer bentik, jumlah organisme baik
phytoplankton, zooplankton, periphyton maupun bentos, air, manusia. Faktor
abiotik terdiri dari Ph air, suhu air dan udara, oksigen terlarut (DO), CO2 bebas,
kecerahan air, turbiditas, kedalaman, tanah, perahu, batu, jembatan, getek, dan juga
keramba ikan. Keadaan sekitar pada titik 1 (Sungai Lahor) kondisi lingkungannya

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

ramai, cuaca cerah. Daerahnya merupakan daerah yang dekat dengan lahan
pertanian. Beberapa jenis vegetasi yang ada di daerah ini antara lain pohon bambu,
pohon kelapa, pohon pisang, pohon mahoni dan lain–lain. Kemudian di titik 2
(Sungai Leso) kondisi lingkungan ramai, cuaca cerah. Selain itu juga terdapat
aktifitas perikanan darat yaitu kegiatan budidaya karamba. Jenis ikan yang
dibudidayakan adalah ikan nila dan kegiatan pemancingan.

3.2 ALAT DAN BAHAN

3.2.1 Alat

a. Suhu
• Conductivity
• Gelas ukur

b. Turbidity
• Turbidimeter
• Tabung sampel

c. pH
pH meter

d. Co2
• Gelas ukur
• Buret
• Corong
• Klem & statif

e. DO
• Gelas ukur (50 ml & 100 ml)

• Erlenmeyer

• Pipet volumetrik (25 ml & 50 ml)

• Buret

• Pipet tetes

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

• Botol winkler (kratingdeng)

• Corong

• Klem & statif

• DO meter

f. BOD

• Gelas ukur (50 ml & 100 ml)

• Erlenmeyer

• Pipet volumetrik (25 ml & 50 ml)

• Buret

• Pipet tetes

• Botol winkler (kratingdeng)

• Corong

• Klem & statif

• DO meter

g. Analisis Plankton

• Plankton net

• Botol Film

• Ember

• Mikroskop

• Preparat

• Cover glass

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

3.2.2 Bahan

a. suhu
Air sampel (air bendungan lahor)

b. Turbidity
Air sampel (air bendungan lahor)

c. pH
Air sampel (air bendungan lahor)

e. CO2
• Air sampel (air bendungan lahor)

• NaOH (Natrium Hidroksida)

• Phenolphthalein (PP)

f. Do
• Air sampel (air bendungan lahor)

• AIA (Alkali Iodida Azida)

• H2SO4 (Asam Sulfat)

• Na2S2O3 (Natrium Thiosulfat)

• Aquadest

• Amilum (C6H10O5)

• Formalin (CH2O)

• NaOH (Natrium Hidroksida)

• Phenolphthalein (PP)

g. BOD

• Air sampel (air bendungan lahor)

• AIA (Alkali Iodida Azida)

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

• H2SO4 (Asam Sulfat)

• Na2S2O3 (Natrium Thiosulfat)

• Aquadest

• Amilum (C6H10O5)

• Formalin (CH2O)

• NAOH (Natrium Hidroksida)

• Phenolphthalein (PP)

h. Analisis Plankton
• Air sampel 25 ml
• Formalin

3.3 PROSEDUR ANALISIS

a. Suhu
• Botol sampel ditenggelamkan perlahan ke dalam air, setelah penuh
ditutup dalam posisi masih dalam air.

b. Turbidity
• Memasangkan/menyambungkan turbidimeter dengan sumber listrik.
• Larutan standar diletakan pada tempat sampel yang ada di turbidimeter.
• Lakukan pengukuran dengan menyesuaikan nilai pengukuran hingga
sesuai dengan nilai standar.
• Sampel dimasukan pada tempat pengukuran sampel yang ada pada
turbidimeter.
• Membaca skala pengukuran kekeruhan.
c. pH

• Botol sampel ditenggelamkan perlahan ke dalam air, setelah penuh


ditutup dalam posisi masih dalam air.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

• Sebelum digunakan pH meter dicuci dengan aquades dan di standarisasi


dengan larutan standar yang telah disediakan.

• pH air diukur dengan cara memasukkan ujung sensor pH meter ke


dalam air dan pH meter akan menunjukkan angka atau nilai pH terukur.

d. Analisis kadar CO2

• Botol sampel ditenggelamkan perlahan ke dalam air, setelah penuh


ditutup dalam posisi masih dalam air.

• Teteskan indikator phenolphtalein sebanyak 3 tetes apabila berwarna


merah berarti tidak ada CO2 bebas.

• Air dititrasi dengan larutan NaOH dalam buret volume 50 ml sampai


berwarna merah muda.

e. Analisi DO

Pengambilan sempel air dilakukan dengan menggunakan metode Mikro


Winkler

1. DO0

• Botol sampel ditenggelamkan perlahan ke dalam air, setelah penuh


ditutup dalam posisi masih dalam air.

• Ke dalam botol sampel ditambahkan 0,5 ml larutan MnSO4 diikuti


dengan 0,5 ml larutan AIA. Kemudian botol sampel ditutup kembali,
campuran dikocok dengan cara dibolak balikkan sebanyak 10 kali,
dibiarkan selama 10 menit hingga terbentuk endapan berwarna cokelat,
dengan menggunakan pipet ditambahkan 0,5 ml larutan H2SO4
(berwarna orange kecoklatan).
• Botol dikocok sampai endapan bercampur kemudian pindahkan ke
erlenmeyer.

• Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 (Natrium Thiosulfat) sampai


berwarna kuning muda.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

• Setelah berwarna kuning muda ditambahkan amilum 0,5 ml hingga


berwarna biru.

• Dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 (Natrium Thiosulfat) hingga


berwarna bening.

2. DO5

• Botol sampel ditenggelamkan perlahan ke dalam air, setelah penuh


ditutup dalam posisi masih dalam air.

• Air sampel ditambahkan 3 tetes formalin dan disimpan di tempat yang


terhindar dari cahaya selama 5 hari.

• Menggunakan pipet volumetrik ditambahkan 0,5 ml larutan H2SO4


(berwarna orange kecoklatan).

• Botol dikocok sampai endapan bercampur kemudian pindahkan ke


erlenmeyer.

• Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 (Natrium Thiosulfat) sampai


berwarna kuning muda.

• Setelah berwarna kuning muda ditambahkan amilum 0,5 ml hingga


berwarna biru.

• Dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 (Natrium Thiosulfat) hingga


berwarna bening.

f. Analisis BOD

• Botol sampel ditenggelamkan perlahan ke dalam air, setelah penuh


ditutup dalam posisi masih dalam air.

• Air sampel ditambahkan dengan 0,5 ml larutan MnSO4 hingga terdapat


endapan.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

• Tambahkan 0,5 ml larutah H2SO4 hingga berubah warna menjadi


orange kecoklatan, lalu dikocok sampai endapan bercampur dan
pindahkan ke erlenmeyer.

• Titrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai berwarna kuning muda,


kemudian tambahkan amilum 0,5 ml hingga berwarna biru.

• Titrasi dengan Na2S2O3 hingga air jernih kembali.

g. Analisis Plankton
1. Pengambilan sampel
 Diambil sampel air dengan ember sebanyak 25 L
 Disaring sampel dengan plankton net
 Plankton akan tertampung di botol film
 Ditetesi formalin
 Disimpan pada inkubator
2. Pembuatan preparat
 Dikalibrasi dengan menggunakan aquades dan dilap dengan tissu
secara searah
 Ditetesi objek glass dengan sampel plankton dan botol film sebanyak
1 tetes
 Ditutup dengan cover glass dengan kemiringan 45o sampai tidak ada
gelembung
3. Pengamatan Plankton
 Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x, 100x, 400x,
1000x
 Digambar dan dihitung jumlah plankton pada tiap bidang pandang 1-
5
 Dilakukan beberapa kali untuk menghindari bias data
 Dicatat data yang didapat

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan dan Perhitungan

4.1.1 Data Tabel Pengamatan Kualitas Air

Tabel 4.1 Pengamatan Kualitas Air

Parameter kualitas air


Kedalaman
Suhu Turbidity TDS Volume titrasi (ml)
(m) pH
(0C) (NTU) (ppm) Do0 Do5 BOD Co2
0 28,6o 8,3 2 37,2 11,56 8,31 - 0

5 28,6o 8,2 2,6 34,2 10,32 10,32 - 0,3

10 28,6o 8,1 2,8 33,9 8,1 3,1 - 2,5

(Sumber : Data Hasil Pengamatan Mikrobiologi, 2018).

4.1.2 Data Hasil Perhitungan


a. Konversi Turbidity (Titik 1)
1 mg/L = 2,35 NTU
 Kedalaman 0 m
2 𝑁𝑇𝑈
Konsentrasi Turbidity = 2,35 𝑁𝑇𝑈 𝑥 𝑚𝑔/𝐿

= 0,85 mg/L
 Kedalaman 5 m
2,6 𝑁𝑇𝑈
Konsentrasi Turbidity = 2,35 𝑁𝑇𝑈 𝑥 𝑚𝑔/𝐿

= 1,10 mg/L

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

 Kedalaman 10 m
2,8 𝑁𝑇𝑈
Konsentrasi Turbidity = 𝑥 𝑚𝑔/𝐿
2,35 𝑁𝑇𝑈

= 1,91 mg/L
Jadi, diperoleh nilai konsentrasi turbidity pada kedalaman 0 m = 0,85 mg/L,
kedalaman 5 m = 1,10 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 1,91 mg/L.

a. Analisis suhu (Titik 1)


 Kedalaman 0 m = 28,6oC
 Kedalaman 5 m = 28,6oC
 Kedalaman 10 m = 28,6oC

b. Analisi pH (Titik 1)
 Kedalaman 0 m = 8,3
 Kedalaman 5 m = 8,2
 Kedalaman 10 m = 8,1

c. Analisis Total Disolved Solid (Titik 1)


1 ppm = 1 mg/L
 Kedalaman 0 m
TDS = 37,2 ppm
= 37,2 mg/L
 Kedalaman 5 m
TDS = 34,2 ppm
= 34,2 mg/L
 Kedalaman 10 m
TDS = 33,9 ppm
= 33,9 mg/L
Jadi, nilai konsentrasi TDS pada kedalaman 0 m = 37,2 mg/L, pada
kedalaman 5 m = 34,2 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 33,9 mg/L.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

d. Analisis DO0 (Titik 1)


 DO0 kedalaman 0 m :
- Hasil titrasi awal dengan larutan Na2S2O3 pada volume 10 ml
menyebabkan perubahan warna kuning muda pada sampel.
- Hasil titrasi akhir dengan larutan Na2S2O3 pada volume 1,56 ml
menyebabkan perubahan warna jernih pada sampel.
Perhitungan:
Diketahui: Na2S2O3 awal = 10 ml
Na2S2O3 akhir = 1,56 ml
N = 0,01 N
V = 125 ml
Ditanya : DO0 ?
Penyelesaian :
- Dicari nilai A :
A = Na2S2O3 awal + Na2S2O3 akhir
= 10 ml + 1,56 ml
= 11,56 ml
𝐴 𝑥 𝑁 𝑥 8000
- Dicari nilai DO0 =
𝑉−4

11,56 𝑚𝑙 𝑥 0,01 𝑁 𝑥 8000


DO0 = x mg/L
125 𝑚𝑙 − 4
924,8
DO0 = x mg/L
121

DO0 = 7, 64 mg/L

Jadi, diperoleh nilai konsentrasi DO0 pada kedalaman 0 m adalah 7,64 mg/L.

 DO0 kedalaman 5 m
- Hasil titrasi awal dengan larutan Na2S2O3 pada volume 5,16 ml
menyebabkan warna kuning muda pada sampel.
- Hasil titrasi akhir dengan larutan Na2S2O3 pada volume 5,16 ml
menyebabkan perubahan warna jernih pada sampel.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

Perhitungan:
Diketahui: Na2S2O3 awal = 5,16 ml
Na2S2O3 akhir = 5,16 ml
N = 0,01 N
V = 125 ml
Ditanya : DO0 ?
Penyelesaian :
- Dicari nilai A :
A = Na2S2O3 awal + Na2S2O3 akhir
= 5,16 ml + 5,16 ml
= 10,32 ml
𝐴 𝑥 𝑁 𝑥 8000
- Dicari nilai DO0 =
𝑉−4

10,32 𝑚𝑙 𝑥 0,01 𝑁 𝑥 8000


DO0 = x mg/L
125 𝑚𝑙 − 4

825,6
DO0 = x mg/L
121

DO0 = 6,82 mg/L

Jadi, diperoleh nilai konsentrasi DO0 pada kedalaman 5 m adalah 6,82 mg/L.

 DO0 kedalaman 10 m
- Hasil titrasi awal dengan larutan Na2S2O3 pada volume 4,0 ml
menyebabkan perubahan warna kuning muda pada sampel.
- Hasil titrasi akhir dengan larutan Na2S2O3 pada volume 4,1 ml
menyebabkan perubahan warna jernih pada sampel.

Perhitungan:
Diketahui: Na2S2O3 awal = 4,0 ml
Na2S2O3 akhir = 4,1 ml
N = 0,01 N
V = 125 ml
Ditanya : DO0 ?

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

Penyelesaian :
- Dicari nilai A :

A = Na2S2O3 awal + Na2S2O3 akhir


= 4,0 ml + 4,1 ml
= 8,1 ml
𝐴 𝑥 𝑁 𝑥 8000
- Dicari nilai DO0 =
𝑉−4

8,1 𝑚𝑙 𝑥 0,01 𝑁 𝑥 8000


DO0 = x mg/L
125 𝑚𝑙 − 4

648
DO = 121 x mg/L

DO0 = 5,35 mg/L

Jadi, diperoleh nilai konsentrasi DO0 pada kedalaman 10 m adalah 5,35


mg/L.

e. Analisis DO5

- DO5 kedalaman 0 m

- Hasil titrasi dengan larutan Na2S2O3 pada volume 3,8 ml menyebabkan


perubahan warna kuning muda pada sampel.
- Hasil titrasi dengan larutan Na2S2O3 pada volume 4,51 ml menyebabkan
perubahan warna jernih pada sampel.

Perhitungan:
Diketahui: Na2S2O3 awal = 3,8 ml
Na2S2O3 akhir = 4,51 ml
N = 0,01 N
V = 125 ml
Ditanyakan : DO5 ?

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

Penyelesaian :
- Dicari nilai A :

A = Na2S2O3 awal + Na2S2O3 akhir


= 3,8 ml + 4,51 ml
= 8,31 ml
𝐴 𝑥 𝑁 𝑥 8000
- Dicari nilai DO5 =
𝑉−4

8,31 𝑚𝑙 𝑥 0,01𝑁 𝑥 8000


DO5 = x mg/L
125 𝑚𝑙−4

664,8
DO5 = x mg/L
121

DO5 = 5,49 mg/L

Jadi, diperoleh nilai konsentrasi DO5 pada kedalaman 0 m adalah 5,49 mg/L.

- DO5 kedalaman 5 m

- Hasil titrasi dengan larutan Na2S2O3 pada volume 1,5 ml menyebabkan


perubahan warna kuning muda pada sampel.
- Hasil titrasi dengan larutan Na2S2O3 pada volume 2,3 ml menyebabkan
perubahan warna jernih pada sampel.

Perhitungan:
Diketahui: Na2S2O3 awal = 1,5 ml
Na2S2O3 akhir = 2,3 ml
N = 0,01 N
V = 125 ml
Ditanya : DO5 ?
Penyelesaian :
- Dicari nilai A :

A = Na2S2O3 awal + Na2S2O3 akhir


= 1,5 ml + 2,3 ml
= 3,8 ml

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

𝐴 𝑥 𝑁 𝑥 8000
- Dicari nilai DO5 =
𝑉−4

3,8 𝑚𝑙 𝑥 0,01 𝑥 8000


DO5 = x mg/L
125−4

304
DO5 = 121 x mg/L

DO5 = 2,51 mg/L

Jadi, diperoleh nilai konsentrasi DO5 pada kedalaman 5 m adalah 2,51 mg/L.

- DO5 kedalaman 10 m

- Hasil titrasi dengan larutan Na2S2O3 pada volume 2,1 ml menyebabkan


perubahan warna kuning muda pada sampel.
- Hasil titrasi dengan larutan Na2S2O3 pada volume 1 ml menyebabkan
perubahan warna jernih pada sampel.
Perhitungan:
Diketahui: Na2S2O3 awal = 2,1 ml
Na2S2O3 akhir = 1 ml
N = 0,01 N
V = 125 ml
Ditanya : DO5 ?
Penyelesaian :
- Dicari nilai A :
A = Na2S2O3 awal + Na2S2O3 akhir
= 2,1 ml + 1 ml
= 3,1 ml

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

𝐴 𝑥 𝑁 𝑥 8000
- Dicari nilai DO5 =
𝑉−4
3,1 𝑚𝑙 𝑥 0,01 𝑥 8000
DO5 = x mg/L
125−4

248
DO5 = 121 x mg/L

DO5 = 2,04 mg/L

Jadi, diperoleh konsentrasi nilai DO5 pada kedalaman 10 m adalah 2,04 mg/L.

f. Analisis BOD (titik 1)

Perhitungan :
- Pada titik 1 kedalaman 0
Diketahui :
DO0 = 7,64 mg/L
DO5 = 5,49 mg/L
Ditanya: BOD ?
Penyelesaian :
BOD = DO0 – DO5
BOD = 7,64 mg/L – 5,49 mg/L = 2,15 mg/L
Jadi, diperoleh nilai konsentrasi BOD pada kedalaman 0 m adalah 2,15 mg/L.

- Pada titik 1 kedalaman 5 m


Diketahui :
DO0 = 6,82 mg/L
DO5 = 2,51 mg/L
Ditanya : BOD ?
Penyelesaian :
BOD = DO0 – DO5
BOD = 6,82 mg/L – 2,51 mg/L = 4,31 mg/L
Jadi, nilai konsentrasi BOD pada kedalaman 5 m adalah 4,31 mg/L.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

- Pada titik 1 kedalaman 10 m


Diketahui :
DO0 = 5,35 mg/L
DO5 = 2,04 mg/L
Ditanya : BOD ?
Penyelesaian :
BOD = DO0 – DO5
BOD= 5,35 mg/L – 2,04 mg/L = 3,31 mg/L
Jadi, nilai konsentrasi BOD pada kedalaman 10 m adalah 3,31 mg/L.

g. Analisis CO2

 Titik 1 kedalaman 0 m
- Hasil penambahan 3 tetes Phenolphthalein, menyebabkan perubahan warna
pada sampel menjadi merah muda sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel
di Bendungan Lahor pada titik 1 kedalaman 0 m mengandung CO2.
Diketahui :
V = 100 ml
p = 0 ml
Ditanya : CO2 ?
Penyelesaian :
1000
CO2 = 𝑥 𝑝 𝑥 0,5
𝑣
1000
CO2 = 100 𝑚𝑙 𝑥 0 𝑚𝑙 𝑥 0,5

CO2 = 10 x 0 x 0,5 x mg/L


CO2 = 0 mg/L
Jadi, diperoleh nilai konsentrasi CO2 pada kedalaman 0 m adalah 0 mg/L.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

 Titik 1 kedalaman 5 m
- Hasil penambahan 3 tetes phenolpthalein, namun sampel tidak mengalami
perubahan warna sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel di Bendungan
Lahor pada titik 1 kedalaman 5 m tidak mengandung CO2.
- Hasil titrasi dengan larutan NaOH menyebabkan terjadi perubahan warna
pada sampel hingga berwarna merah muda pada tetesan ke 2 dengan volume
0,3 ml.
Diketahui :
V = 100 ml
p = 0,3 ml
Ditanya : CO2 ?
Penyelesaian :
1000
CO2 = 𝑥 𝑝 𝑥 0,5
𝑣
1000
CO2 = 100 𝑚𝑙 𝑥 0,3 𝑚𝑙 𝑥 0,5 x mg/L

CO2 = 100 x 0,3 x 0,5 x mg/L


Co2 = 1,5 mg/L
Jadi, diperoleh nilai konsentrasi CO2 pada kedalaman 5 m adalah 1,5 mg/L.

 Titik 1 kedalaman 10 m
- Hasil penambahan 3 tetes Phenolphthalein, namun sampel tidak mengalami
perubahan warna sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel di Bendungan
Lahor pada titik 1 kedalaman 10 m tidak mengandung CO2
- Hasil titrasi dengan larutan NaOH menyebabkan terjadi perubahan warna
pada sampel hingga berwarna merah muda pada tetesan ke 2 dengan volume
0,5 ml.
Diketahui :
V = 100 ml
p = 0,5
Ditanya : CO2 ?

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

Penyelesaian :
1000
CO2 = 𝑥 𝑝 𝑥 0,5
𝑣
1000
CO2 = 100 𝑚𝑙 𝑥 0,5 𝑥 0,5 x mg/L

CO2 = 10 x 0,5 x 0,5 x mg/L


CO2 = 2,5 mg/L
Jadi, diperoleh nilai konsentrasi CO2 pada kedalaman 10 m adalah 2,5 mg/L

h. Kelimpahan Plankton
- Berdasarkan hasil pengamatan di Laboratorium Hidrobiologi Universitas
Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018 diperoleh jenis zooplankton, species
Keratella cochlearis pada titik 1 kedalaman 0 sehingga dapat ditentukan
kelimpahan plankton :
Diketahui :
D1 = 9,5 mm
D2 = 11 mm
T = 324 mm2
V = 10 ml
L = 1,76 mm
v = 1/22 mm
P =5
W = 25.000 ml
n = 1 individu
Ditanya : N ?
Penyelesaian :
D = D2 – D1
= 11 mm – 9,5 mm
= 1,5 mm
1
LBP = 4 . 𝜋 . 𝐷2
1
= 4 . 3,14 . (1,5 𝑚𝑚)2

= 1,76 mm2

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

𝑇𝑥𝑉
N = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
324 𝑚𝑚2 𝑥 10 𝑚𝑙
= 1 𝑥 1 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢
1,76 𝑚𝑚2 𝑥 𝑚𝑚 𝑥 5 𝑥 25.000 𝑚𝑙
22

3240 𝑚𝑙
= 9900 𝑚𝑙 𝑥 1 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢

= 1 individu/ml
Jadi, kelimpahan zooplankton spesies Keratella cochlearis pada kedalaman
0 m adalah 1 indvidu/ml.

- Berdasarkan hasil pengamatan di Laboratorium Hidrologi Universitas


Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018 diperoleh jenis zooplankton, species
Thysanoessa gregaria pada titik 2 kedalaman 0 sehingga dapat ditentukan
kelimpahan plankton :
Diketahui :
D1 = 8 mm
D2 = 12 mm
T = 324 mm2
V = 20 ml
L = 44 mm
v = 1/22 mm
P =5
W = 25.000 ml
n = 1 individu
Ditanya : N ?
Penyelesaian :
D = D2 – D1

= 12 mm – 8 mm

= 4 mm

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

1
LBP = 4 . 𝜋 . 𝐷2

1
= 4 . 3,14 . (4 𝑚𝑚)2

= 12,56 mm2
𝑇𝑥𝑉
N = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 x n
324 𝑚𝑚2 𝑥 10 𝑚𝑙
= 1 𝑥 1 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢
12,56 𝑚𝑚2 𝑥 𝑚𝑚 𝑥 5 𝑥 25.000 𝑚𝑙
22

3240 𝑚𝑙
= 71363,6

= 1 individu/ml
Jadi, kelimpahan zooplankton spesies Thysanoessa gregaria pada kedalaman
0 m adalah 1 indvidu/ml

- Berdasarkan hasil pengamatan di Laboratorium Hidrologi Universitas


Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018 diperoleh jenis fitoplankton, species
Microcystic aeruginosa pada titik 1 kedalaman 10 sehingga dapat
ditentukan kelimpahan plankton :
Diketahui :
D1 = 10 mm
D2 = 11 mm
T = 400 mm2
V = 10 ml
L = 0,785 mm
v = 1/22 mm
P =5
W = 25.000 ml
n = 500 sel
Ditanya : N ?
Penyelesaian :
D = D2 – D1
= 11 mm – 10 mm
= 1 mm

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

1
LBP = 4 . 𝜋 . 𝐷2
1
= 4 . 3,14 . (1 𝑚𝑚)2

= 0,785 mm2
𝑇𝑥𝑉
N = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑚𝑚2 𝑥 10 𝑚𝑙
= 1 𝑥 500 𝑠𝑒𝑙
0,785 𝑚𝑚2 𝑥 𝑚𝑚 𝑥 5 𝑥 25.000 𝑚𝑚
22

4000 𝑚𝑙
= 4460,2 𝑥 500 𝑠𝑒𝑙

= 448 sel/ml
Jadi, kelimpahan fitoplankton spesies Microcystic aeruginosa pada
kedalaman 10 m adalah 448,4 sel/ml.

4.1.3 Tabel Data Hasil Perhitungan


Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Parameter Kualitas air
Parameter Kualitas Air
Kedalaman
Suhu Konsentrasi (mg/L)
(m) pH
(0C) Turbidity TDS DO0 DO5 BOD CO2
0 28,6o 8,3 0,85 37,2 7,64 5,49 2,15 0

5 28,6o 8,2 1,10 34,2 6,82 2,51 4,31 1,5

10 28,6o 8,1 1,91 33,9 5,35 2,04 3,31 2,5

(Sumber : Data Hasil Perhitungan Parameter Kualitas Air, 2018).

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

4.1.4 Data jenis, gambar dan klasifikasi plankton


Tabel 4.3 jenis, gambar dan klasifikasi plankton
Bidang Gambar
Gambar Literatur Jenis Klasifikasi
pandang Hasil Pengamatan
Kingdom : Animalia
Phylum : Rotifera
Class : Monogonanta
5 Zooplankton Ordo : Ploimida
Family : Brachioniade
Genus : Keratella
Species : Keratella cochlearis
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Malacostraca
Order : Euphausiacea
5 Zooplankton
Family : Euphausidae
Genus : Thysanoessa
Species : Thysanoessa gregaria

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI & EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

Bidang Gambar hasil


Gambar literatur Jenis klasifikasi
pandang pengamatan
Fitoplankton
Kingdom : Bacteria
Phylum : Cyanobacteria
Class : Cyanophyceae
5 Order : Chroococcales
Family : Microcystacee
Genus : Microcystic
Species : Microcystic aeruginosa

(Sumber : Hasil Pengamatan Plankton, 2018).

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

4.1.5 Data Kelimpahan Plankton

Tabel 4.4 Kelimpahan Plankton


Phylum Genus N D (mm) N
Rotifera Keratella 1 individu 1,5 1 individu/ml

Arthropoda Thysanoessa 1 individu 4 1 individu/ml

Cyanobacteria Microcystic 500 sel 1 448 sel/ml

(Sumber : Hasil Perhitungan Kelimpahan Plankton, 2018).

4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan Kedalaman Terhadap Parameter Kualitas Air

Praktikum mikrobiologi yang dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 2018 pukul


13.00 WIB, di Bendungan Lahor terdapat beberapa parameter kualitas air yang
dianalisis yaitu suhu, pH, Turbidity, TDS, DO0, DO5, BOD dan CO2. Pengambilan
sampel dilakukan 3 kali yaitu pada kedalaman 0 m, 5 m dan 10 m. Pengaruh
masing-masing parameter terhadap kedalaman antara lain :

a. Suhu
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter fisika
yaitu suhu yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh hasil pada kedalaman 0 m = 28,6oC, pada kedalaman 5 m = 28,5oC dan
pada kedalaman 10 m = 28,4oC. Suhu pada setiap kedalaman berbeda, hal ini
dikarenakan perbedaan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam kolom
perairan jadi, semakin bertambahnya kedalaman maka semakin menurun juga
suhu air pada kedalaman tersebut.
(Sumber : Ega Cahyadi Rahman dan Masyamsir, dkk. 2016).

b. pH
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu pH yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018 diperoleh
nilai pH pada kedalaman 0 m = 8,3, pada kedalaman 5 m = 8,2 dan pada

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

kedalaman 10 m = 8,1. Nilai pH air akan semakin rendah pada kedalaman yang
mendekati dasar hanya saja perbedaanya sangat kecil. Secara teori, semakin
mendekati bagian dasar badan air, nilai pH akan semakin rendah karena pada
bagian badan air yang dalam, ketersediaan oksigen menipis dan keberadaan
karbon dioksida meningkat. Apabila karbon dioksida disuatu perairan tinggi maka
nilai pH-nya akan rendah, sehingga pada bagian badan air yang dalam tersebut
pH-nya akan lebih rendah dibandingkan dengan pH air dipermukaan.
(Sumber: Eva Rizka Octiana dan Mahmud, dkk. 2015).

c. Turbidity
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter fisika
yaitu turbidity yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh nilai turbidity pada kedalaman 0 m = 0,85 mg/L, pada kedalaman 5 m
= 1,10 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 1,91 mg/L. Berdasarkan hasil yang
diperoleh bahwa nilai kekeruhannya berbeda setiap kedalaman. Turbiditas
(Kekeruhan) merupakan kandungan bahan organik maupun anorganik yang
terdapat di perairan sehingga mempengaruhi proses kehidupan organisme yang
ada di perairan tersebut. Apabila di dalam air terjadi kekeruhan yang tinggi maka
kandungan oksigen akan menurun. Hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari
yang masuk kedalam perairan sangat terbatas sehingga organisme yang ada tidak
dapat melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan oksigen.
(Sumber: Hastiadi Hasan dan Eko prasetio, dkk. 2016).
Jika dihubungkan dengan teori yang didapat bahwa kedalaman suatu
perairan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan
mikroorganisme yang ada, semakin dalam perairan semakin sedikit
mikroorganisme yang ditemukan.
(Sumber : Dika Nugraini Pancawati dan Djoko Suprapto, dkk. 2014).
Dapat disimpulkan bahwa semakin dalam perairan maka semakin tinggi
nilai kekeruhannya hal ini dibuktikan dengan sedikitnya organisme yang ada
karena organisme tersebut tidak dapat berfotosintesis dengan baik disebabkan
terbatasnya cahaya matahari yang masuk ke kedalaman air tersebut.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

d. TDS
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu TDS yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh nilai TDS pada kedalaman 0 m = 37,2 mg/L, pada kedalaman 5 m =
34,2 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 33,9 mg/L.
Tingginya kadar TDS diakibatkan karena banyaknya kandungan senyawa-
senyawa organik dan anorganik yang larut dalam air, mineral dan garam. Dengan
demikian semakin tinggi kadar TDS diperairan maka semakin banyak senyawa
organik dan anorganik pada perairan tersebut. Hubungan TDS terhadap
kedalaman yaitu dengan semakin banyaknya senyawa organik dan anorganik
maka semakin banyak makhluk hidup yang terdapat pada kedalaman tersebut,
diketahui bahwa semakin tinggi kedalaman semakin sedikit makhluk hidup yang
ada.
(Sumber : Rinawati dan Diki Hidayat, dkk. 2016 ).

e. DO
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu DO yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh nilai DO0 pada kedalaman 0 m = 7,64 mg/L, pada kedalaman 5 m = 6,82
mg/L dan pada kedalaman 10 m = 5,35 mg/L. Nilai Do5 pada kedalaman 0 m =
5,49 mg/L, pada kedalaman 5 m = 2,51 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 2,04
mg/L. Berdasarkan hasil yang diperoleh konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi
oleh kedalaman, konsentrasi menurun dengan bertambahnya kedalaman. Hal ini
disebabkan karena pada dasar perairan cahaya matahari tidak sampai pada
kedalaman tersebut sehingga intensitas cahaya matahari tidak cukup optimal
untuk organisme yang ada didalamnya berfotosintesis.
(Sumber: Eva Rizka Octiana dan Mahmud, dkk. 2015).

f. BOD
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu BOD yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

diperoleh nilai BOD pada kedalaman 0 m = 2,15 mg/L , pada kedalaman 5 m =


4,31 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 3,31 mg/L. Kedalaman suatu perairan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan mikroorganisme
perairan, dimana semakin dalam suatu perairan semakin sedikit mikroorganisme
yang ditemukan.
(Sumber: Dika Nugraini Pancawati dan Djoko Suprapto, dkk. 2014).
BOD menggambarkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh organisme untuk
merombak bahan organik dalam keadaan aerobik
(Sumber: Hastiadi Hasan dan Eko prasetio, dkk. 2016).
Dari teori yang didapat bahwa nilai BOD juga berhubungan dengan
kekeruhan, dimana jika semakin tinggi nilai kekeruhan pada perairan semakin
menurun kandungan oksigen yang ada karena intensitas cahaya matahari yang
masuk kedalam perairan sangat terbatas sehingga organisme yang ada tidak dapat
melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan oksigen. Jadi, jika semakin
dalam perairan maka nilai BOD akan semakin menurun. Berdasarkan hasil
perhitungan nilai BOD bahwa terjadi suatu kesalahan pada nilai BOD. Hal ini
disebabkan karena pada saat pengambilan sampel, botol sampel tidak langsung
ditutup sehingga sampel terkontaminasi oleh udara bebas.

g. CO2
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu CO2 yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh hasil parameter CO2 pada kedalaman 0 m CO2 = 0 mg/L, pada
kedalaman 5 m CO2 = 1,5 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 2,5 mg/L. Dilihat
dari teori bahwa nilai CO2 berhubungan dengan nilai pH hingga semakin tinggi
nilai pH maka semakin rendah kadar CO2. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai
pH pada kedalaman 0 m = 8,3 dan CO2 = 0, pada kedalaman 5 m nilai pH = 8,2
dan nilai CO2 = 1,5 dan pada kedalaman 10 m nilai pH = 8,1 dan nilai CO2 = 2,5
hal ini membuktikan bahwa kadar CO2 berhubungan dengan nilai pH dan pH
berhubungan dengan kedalaman air.
(Sumber: Indra Budi Prasetyawan dan Lilik Maslukah, dkk. 2017).

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

4.2.2 Hubungan Parameter Kualitas Air Terhadap Kelimpahan Plankton

a. Suhu
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1
individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan berdasarkan
praktikum diperoleh suhu pada kedalaman 0 m = 28,6oC, pada kedalaman 5 m
= 28,5oC dan pada kedalaman 10 m = 28,4oC. Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air kelas III bahwa suhu 25oC - 30
o
C artinya biota masih dalam keadaan layak untuk hidup diperairan tersebut,
sehingga suhu air merupakan salah satu faktor fisika penting dalam
mempengaruhi kehidupan hewan dan tumbuhan air salah satunya adalah
plankton. Pada perairan yang dangkal lapisan suhu air bersifat homogen
berlanjut sampai ke dasar, sedangkan pada perairan yang lebih dalam terjadi
perbedaan suhu antar kedalaman perairan sehingga mempengaruhi kelimpahan
serta komposisi plankton diperairan.
(Sumber : Masdiana Sinambela dan Mariaty Sipayung, dkk. 2015).

b. pH
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1
individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan berdasarkan hasil
praktikum diperoleh nilai pH pada kedalaman 0 m = 8,3, pada kedalaman 5 m =
8,2 dan pada kedalaman 10 m = 8,1. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air kelas III bahwa nilai pH yang optimal terhadap
kehidupan plankton 7- 8,5 sehingga diperairan tersebut kondisi pH nya masih

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

sesuai dengan kehidupan plankton. Nilai pH dipengaruhi beberapa faktor antara


lain aktivitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme, suhu dan
keberadaan ion-ion dalam perairan tersebut. Kondisi fotosintesis akan terjadi
optimal ketika pH dalam keadaan normal. Sehingga kelimpahan plankton
dipengaruhi oleh pH karena jika semakin tinggi pH diperairan tersebut semakin
sedikit plankton yang ada.
(Sumber : Masdiana Sinambela dan Mariaty Sipayung, dkk. 2015).

c. Turbidity
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1
individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan dari hasil praktikum
diperoleh bahwa nilai turbidity pada kedalaman 0 m = 0,85 mg/L, pada
kedalaman 5 m = 1,10 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 1,91 mg/L, dari hasil
yang diperoleh bahwa nilai kekeruhan semakin tinggi sehingga semakin sedikit
kelimpahan plankton yang diperoleh.
Kekeruhan (turbidity) membatasi masuknya cahaya ke dalam air.
Kekeruhan ini terjadi karena adanya zat padat berupa pasir, lumpur dan tanah
liat atau partikel-partikel dalam air. Sehingga jumlah plankton yang ditemukan
sedikit, hal ini dikarenakan kekeruhan perairan berpengaruh terhadap penetrasi
cahaya ke dalam kolom air karena cahaya mempunyai peranan penting dalam
proses fotosintesis.
(Sumber : Modesta R. Maturbongs, 2015).

d. TDS
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan dari hasil praktikum
diperoleh nilai TDS pada kedalaman 0 m = 37,2, pada kedalaman 5 m = 34,2 dan
pada kedalaman 10 m = 33,9. Tingginya kadar TDS diakibatkan karena banyak
mengandung senyawa-senyawa organik dan anorganik yang larut dalam air,
mineral dan garam. Dengan demikian semakin tinggi kadar TDS diperairan maka
semakin banyak senyawa organik dan anorganik pada perairan tersebut.
Hubungan TDS terhadap kelimpahan plankton yaitu dengan semakin banyaknya
senyawa organik dan anorganik maka semakin banyak makhluk hidup (plankton)
disuatu perairan.
(Sumber : Rinawati dan Diki Hidayat, dkk. 2016).

e. DO
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1
individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan dari hasil praktikum
diperoleh nilai Do0 pada kedalaman 0 m = 7,64 mg/L, pada kedalaman 5 m =
6,82 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 5,35 mg/L. Nilai Do5 pada kedalaman 0
m = 5,49 mg/L, pada kedalaman 5 m = 2,51 mg/L dan pada kedalaman 10 m =
2,04 mg/L. Nilai oksigen terlarut (DO) yang berkisar antara 5,45-7,00 mg/L
cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Makin rendahnya nilai oksigen
terlarut maka makin tinggi tingkat pencemaran suatu ekosistem perairan
tersebut. Plankton dapat hidup dengan baik pada konsentrasi lebih dari 3 mg/L.
Dari hasil yang diperoleh bahwa konsentrasi DO pada perairan tersebut cukup
baik bagi kehidupan plankton.
(Sumber : Masdiana Sinambela dan Mariaty Sipayung, 2015).

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

f. BOD
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1
individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan dari hasil praktikum
diperoleh nilai BOD pada kedalaman 0 m = 2,15 mg/L, pada kedalaman 5 m =
4,31 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 3,31 mg/L. Dari teori dinyatakan bahwa
BOD adalah gambaran kebutuhan oksigen oleh mikroorganisme aerobik untuk
melakukan metabilosme bahan organik dalam air sehingga secara tidak langsung
menunjukan keberadaan organisme dalam air. Sehingga dapat dikatakan jugaa
BOD mempengaruhi kelimpahan plankton, karena apabila semakin rendah nilai
BOD semakin sedikit kelimpahan plankton yang ada diperairan tersebut .
(Sumber : Masdiana Sinambela dan Mariaty Sipayung, 2015).

g. CO2
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1
individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan dari hasil diperoleh
bahwa pada kedalaman 0 m CO2 adalah 0 mg/L, pada kedalaman 5 m CO2 adalah
1,5 mg/L dan pada kedalaman 10 m adalah 2,5 mg/L dan nilai pH pada
kedalaman 0 m = 8,3, pada kedalaman 5 m = 8,2 dan pada kedalaman 10 m =
8,1. Nilai CO2 berhubungan dengan nilai pH jika semakin tinggi nilai pH maka
akan semakin rendah kadar CO2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin
rendah kadar CO2 diperairan itu akan semakin sedikit kelimpahan plankton nya
karena pH nya semakin tinggi.
(Sumber: Indra Budi Prasetyawan dan Lilik Maslukah, dkk. 2017).

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan, dapat


disimpulkan :
a. Suhu pada kedalaman 0 m = 28,60C, pada kedalaman 5 m = 28,50C dan pada
kedalaman 10 m = 28,40C. Perbedaan suhu pada masing-masing kedalaman
dikarenakan perbedaan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam
kolom perairan. Jadi, semakin bertambahnya kedalaman perairan maka
semakin menurun suhu air pada perairan tersebut.
b. pH pada kedalaman 0 m = 8,3, pada kedalaman 5 m = 8,2 dan pada
kedalaman 10 m = 8,1. Nilai pH air akan semakin rendah pada kedalaman
yang mendekati dasar hanya saja perbedaanya sangat kecil. Apabila
karbondioksida disuatu perairan tinggi maka nilai pH-nya akan rendah,
sehingga pada bagian badan air yang dalam tersebut pH-nya akan lebih
rendah dibandingkan dengan pH air dipermukaan.
c. Turbidity pada kedalaman 0 m = 4,70 mg/L pada kedalaman 5 m = 6,11
mg/L pada kedalaman 10 m = 6,54 mg/L. Semakin dalam perairan maka
semakin tinggi nilai kekeruhannya. Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya
organisme yang ada karena organisme tersebut tidak dapat berfotosintesis
dengan baik disebabkan terbatasnya cahaya matahari yang masuk ke
kedalaman air tersebut.
d. TDS pada kedalaman 0 m = 37,2 mg/L, pada kedalaman 5 m = 34,2 mg/L
dan pada kedalaman 10 m = 33,9 mg/L. Tingginya kadar TDS diakibatkan
karena banyaknya kandungan senyawa-senyawa organik dan anorganik
yang larut dalam air, mineral dan garam. Dengan demikian semakin tinggi
kadar TDS diperairan maka semakin banyak senyawa organik dan
anorganik pada perairan tersebut. Hubungan TDS terhadap kedalaman yaitu
dengan semakin banyaknya senyawa organik dan anorganik maka semakin
banyak makhluk hidup yang terdapat pada kedalaman tersebut, semakin

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

tinggi kedalaman semakin sedikit makhluk hidup yang ada. Sehingga TDS
berpengaruh terhadap kedalaman.
e. Konsentrasi DO0 pada kedalaman 0 m = 7,64 mg/L, pada kedalaman 5 m =
6,82 mg/L pada kedalaman 10 m = 5,35 mg/L. Konsentrasi DO5 pada
kedalaman 0 m = 5,49 mg/L, pada kedalaman 5 m = 2,51 mg/L pada
kedalaman 10 m = 2,04 mg/L Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh
kedalaman, konsentrasi menurun dengan bertambahnya kedalaman.
Dikarenakan pada dasar perairan cahaya matahari tidak sampai pada
kedalaman tersebut sehingga intensitas cahaya matahari tidak cukup optimal
untuk organisme yang ada didalamnya berfotosintesis.
f. Nilai BOD pada kedalaman 0 m = 2,15 mg/L, pada kedalaman 5 m = 4,31
mg/L dan pada kedalaman 10 m = 3,31 mg/L. BOD menggambarkan jumlah
oksigen yang diperlukan oleh organisme untuk merombak bahan organik
dalam keadaan aerobik. Dari hasil yang didapatkan bahwa terjadi suatu
kesalahan pada nilai BOD, hal ini disebabkan oleh udara luar yang masuk
saat pengambilan sampel. Sampel yang diperiksa harus bebas dari udara luar
untuk mencegah kontaminasi oksigen yang berada diudara bebas.
g. Nilai CO2 pada kedalaman 0 m = 0 mg/L (tidak mengandung CO2) pada
kedalaman 5 m = 1,5 mg/L (mengandung CO2) dan pada kedalaman 10 m =
2,5 mg/L (mengandung CO2). Nilai CO2 berhubungan dengan nilai pH
sehingga semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah kadar CO2.
Diketahui bahwa kadar karbondioksida merupakan hasil dari proses
respirasi. Karbondioksida bebas dilepaskan dan bereaksi dengan air
membentuk asam karbonat yang kemudian direduksi menjadi bikarbonat
dan karbonat tersebut yang membuat pH menjadi rendah atau tinggi.
h. Jenis mikroorganisme yang didapatkan pada analisis yaitu zooplankton dan
fitoplantkton. Dari beberapa Species yaitu Keratella cochlearis,
Thysanoessa gregaria, dan Microcystis aeruginosa diperoleh kelimpahan
plankton : 1 individu/ml, 1 individu/ml dan 448 sel/ml.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

i. Dari hasil praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan pada tanggal 13


Mei 2018 di Bendungan Lahor dapat disimpulkan bahwa kondisi parameter
fisika dan kimia diperairan Bendungan Lahor masih dalam kondisi yang
baik karena sesuai dengan standar baku mutu menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air kelas III. Dan berdasarkan hasil analisis
kelimpahan plankton di Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya
kondisi perairan di Bendungan Lahor di peroleh jumlah plankton jenis
zooplankton = 2 individu/ml dan jumlah plankton jenis fitoplankton = 446
sel/ml. Jadi menurut indeks keragaman plankton kualitas air di Bendungan
Lahor dalam keadaan baik.

5.2 SARAN

Dari praktikum yang telah dilaksanakan terdapat kesalahan pada nilai BOD
tiap kedalaman. Hal tersebut terjadi karena kesalahan saat pengambilan sampel.
Untuk kedepannya diharapkan agar lebih teliti lagi saat pengambilan sampel
sehingga data yang dihasilkan lebih baik lagi.
Hendaknya sebelum melakukan praktikum para praktikan menguasai
bahan-bahan materi yang akan dipraktikumkan sehingga memudahkan untuk
pemahaman. Para praktikan harus lebih serius dan saling bekerjasama, agar
praktikum yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Bimbingan asiten juga sangat diperlukan untuk meminimalisir kesalahan
pada pengamatan dan dalam proses penyusunan laporan.
Sarana laboratorium di ITN Malang hendaknya semakin dilengkapi agar
kedepannya untuk pengamatan Plankton dan lainnya menggunggunakan
laboratorium sendiri tanpa harus menggunakan laboratorium kampus lain.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

DAFTAR PUSTAKA

Apridayanti Eka. 2008. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lahor


Kabupaten Malang Jawa Timur. Semarang. Universitas Diponegoro.

Fauziah, Munawaroh Shaddiqah dan Ainun Nikmati Laily. 2015. Identifikasi


Mikroalga dari Divisi Chlorophyta di Waduk Sumber Air Jaya Dusun Krebet
Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang. Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang. Vol. 8 No. 1 Februari 2015.

Hasan, Hastiadi dan Eko Prasetio, dkk. 2016. Analisisi Kualitas Perairan Sungai
Ambawang di Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya Untuk
Budidaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Muhammadiyah Pontianak.

H., Asus Maizar Suryanto dan Herwati Umi S. 2009. Pendugaan Status Trofik
Dengan Pendekatan Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton di Waduk
Sengguruh, Karangkates, Lahor, Wlingi Raya, dan Wonorejo Jawa Timur.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya. Vol. 1 No. 1
April 2009.

Maturbongs, Modesta. R. 2015. Pengaruh Tingkat Kekeruhan Perairan Terhadap


Komposisi Spesies Makro Algae Kaitannya dengan Proses Upwelling Pada
Perairan Rotung-Leahari. Fakultas Pertanian. Universitas Musamus
Merauke. Vol. 5 No. 1, Maret 2015 halaman 21-31.

Octiana, Eva Riska dan Mahmud, dkk. 2015. Analisis Derajat Keasaman dan
Oksigen Terlarut Pada Air Asam Tambang. Fakultas Teknik. Universitas
Lambung Mangkurat. Vol. 1 No. 1 halaman 74-82.

Pancawati, Dika Nugraini dan Djoko Suprapto, dkk. 2014. Karakteristik Fisika
Kimia Perairan Habitat Bivalvia di Sungai Wiso Jepara. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Vol. 3 No. 4 Tahun.2014
Halaman 141-146.

Prasetyawan, Indra Budi dan Lilik Maslukah, dkk. 2017. Pengukuran Sistem
Karbon Dioksida (CO2) Sebagai Data Dasar Penentuan Fluks Kabon di
Perairan Jepara. Fakultas Kelautan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Diponegoro. Vol. 6 No. 1 halaman 9-16.

Rahman, Ega Cahyadi dan Masyamsir, dkk. 2016. Kajian Variabel Kualitas Air dan
Hubungannya dengan Produktifitas Primer Fitoplankton di Perairan Waduk
Darma Jawa Barat. Universitas Padjajaran. Vol. 7 No. 1 halaman 93-102.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

Rinawati, dan Diki Hidayat, dkk. 2016. Penentuan Kandungan Zat Padat (Total
Dissolve Solid dan Total Suspended Solid) di Perairan Teluk Lampung.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung.
Vol. 1 No. 1 Oktober 2016.

Sinambela, Masdiana dan Mariaty Sipayung, dkk. 2015. Makrozoobentos dengan


Paframeter Fisika dan Kimia di Perairan Sungai Babura Kabupaten Deli
Serdang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Negeri Medan. Vol.1 No. 2 Agustus 2015.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

LAMPIRAN FOTO-FOTO HASIL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

di Bendungan Lahor

Minggu, 13 Mei 2018

Gambar 1. Pengambilan sampel untuk analisis parameter kualitas air


dan analisis kelimpahan plankton

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

LAMPIRAN JURNAL

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Anda mungkin juga menyukai