LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN
DISUSUN OLEH :
2018
NAMA :
- Wahyu Ksatria A.Hadjarati (1726020)
- Cok Agung Andra Mahendra (1726009)
- Aldy Putra Laiskodat (1726026)
- Wulanda Anggi Munuqy (1726011)
- UswatunKhairiyah Amin (1726003)
- Rahma Maghfira (1726002)
JURUSAN : Teknik Lingkungan S-1
Nilai : (......)
Disetujui oleh:
Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan praktikum
Mikrobiologi dan Ekologi Lingkungan ini dengan baik dan sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Anis Artiyani, ST., MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan,
2. Bapak Dr. Ir. Hery Setyo Budiarso, M. Si selaku kepala laboratorium
Mikrobiologi dan dosen pengajar mata kuliah Mikrobiologi Lingkungan
sekaligus sebagai dosen pembimbing,
3. Ayah dan Ibu yang selalu memberikan doa dan dukungan serta semangat,
4. Asisten - asisten Laboratorium Mikrobiologi yang telah membantu kami
menyelesaikan praktikum dan penyusunan laporan,
5. Kepada teman - teman Teknik Lingkungan ITN Malang khususnya angkatan
2017,
6. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan laporan ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Persetujuan ............................................................................................. ii
Kata Pengantar..................................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................ iv
BAB I
PENDAHULUAN
Bendungan merupakan salah satu contoh perairan tawar buatan yang dibuat
dengan cara membendung sungai tertentu dengan berbagai tujuan yaitu sebagai
pencegah banjir, pembangkit tenaga listrik, pensuplai air bagi kebutuhan irigasi
pertanian, untuk kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya
karamba, dan bahkan untuk kegiatan pariwisata. Dengan demikian keberadaan
bendungan telah memberikan manfaat sendiri bagi masyarakat di sekitarnya. Di
dalam perairan terdapat jasad-jasad hidup, dan salah satunya adalah plankton yang
merupakan organisme mikro yang melayang dalam air laut atau tawar.
Pergerakannya secara pasif tergantung pada angin dan arus. Plankton terutama
terdiri dari tumbuhan mikroskopis yang disebut fitoplankton dan hewan
mikroskopis yang disebut zooplankton.
1.3 TUJUAN
Dilihat dari rumusan masalah, maka ada beberapa tujuan diantaranya sebagai
berikut:
1. Mengetahui kualitas perairan dan keanekaragaman Plankton.
2. Mengetahui antara kearagaman Plankton dengan kualitas perairan.
3. Mengetahui keragaman dan dominasi Plankton yang ditemukan dalam
praktikum Mikrobiologi Lingkungan.
4. Mengetahui jenis-jenis Plankton yang ditemukan dalam praktikum
Mikrobiologi Lingkungan.
1.4 MANFAAT
Dilihat dari tujuan, maka ada beberapa manfaat diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kualitas dan keanekaragaman Plankton.
2. Untuk mengetahui antara keragaman Plankton dengan kualitas perairan.
3. Untuk mengetahui keragaman dan dominasi Plankton yang ditemukan
dalam praktikum Mikrobiologi Lingkungan.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis Plankton yang ditemukan dalam praktikum
Mikrobiologi Lingkungan.
BAB II
LANDASAN TEORI
sehingga menjadi tanah kering. Sebaliknya, sungai terjadi karena airnya sudah ada
sehingga air itulah yang membentuk dan menyebabkan tetap adanya saluran selama
masih terdapat air yang mengisinya.
Perairan menggenang dibedakan menjadi perairan alamiah dan perairan
buatan. Berdasarkan proses terbentuknya perairan alamiah dibedakan menjadi
perairan yang terbentuk karena aktivitas tektonik dan aktivitas vulkanik. Beberapa
contoh perairan lentik yang alamiah antara lain adalah danau, rawa, situ dan telaga,
sedangkan perairan buatan antara lain adalah bendungan.
Bendungan adalah perairan berhenti atau menggenang yang terjadi karena
dibuat oleh manusia dengan cara membendung sungai, kemudian airnya disimpan.
Pembuatan bendungan pada umumnya bertujuan untuk sumber air minum, PLTA,
pengendali banjir, pengembangan perikanan darat, irigasi dan pariwisata.
bendungan yang demikian disebut bendungan serba guna. Bendungan merupakan
genangan air yang cukup besar, yang di dalamnya terdapat berbagai ikan kecil,
tumbuhan air serta mikrorganisme yang disebut dengan plankton.
(Sumber: Eka Apidayanti, 2008).
2.2 Pencemaran Air
Dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
PP RI No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air yang dimaksud dengan Pencemaran Air adalah masuknya atau
dimasukkannya makluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Dari definisi
tersebut tersirat bahwa pencemaran air dapat terjadi secara sengaja maupun tidak
sengaja dari kegiatan manusia pada suatu perairan yang peruntukkannya sudah
jelas.
Air dikatakan tercemar apabila air tersebut tidak dapat digunakan sesuai
dengan peruntukannya. Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air yang keadaan
normal akibat terkontaminasi oleh material atau partikel, dan bukan dari proses
pemurnian. Air sungai dikatakan tercemar apabila badan air tersebut tidak sesuai
lagi dengan peruntukannya dan tidak dapat lagi mendukung kehidupan biota yang
(Sumber:
pencemarannya masih rendah dan dapat dikategorikan sebagai perairan yang baik
berkisar 0-10 ppm (Salmin, 2005).
C. COD (Chemical Oxygent Demand)
Chemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah
oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi
melalui reaksi kimia (Wardhana, 2004). Bahan buangan organik tersebut akan
dioksidasi olehkalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom.
Reaksinya sebagai berikut :
CaHbOc+ Cr2O72-+H +→CO2+ H2O + Cr 3+
Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi
biologis, misalnya tannin, fenol, polisakarida dansebagainya, maka lebih cocok
dilakukanpengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat
organik dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam
suasana asam, diperkirakan 95% -100% bahan organik dapat dioksidasi. Perairan
dengannilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian.
Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L,
sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200mg/L dan pada limbah
industri dapat mencapai 60.000 mg/L.
D. pH
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH
sekitar 6,5 -7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila
pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang
mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan
industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan
organisme di dalam air (Wardhana, 2004). Sebagian besar biota akuatik sensitif
terhadap perubahan pH dan menyukai pH antara 7 -8,5. Nilai pH sangat
mempengaruhi proses biokimiawi perairan misalnya proses nitrifikasi akan
berakhir pada pH yang rendah.
2.4.2 Parameter Fisika
𝑎 𝑣 1
𝑁 =𝑛𝑥 𝑥 𝑥
𝐴 𝑣𝑐 𝑉
Dimana, N adalah kelimpahan plankton (sel/l), n jumlah plankton yang
tercacah (sel), a luas gelas penutup (mm2), v volume air terkonsentrasi (ml), A luas
satu lapangan pandang (mm2), vc volume air dibawah gelas penutup (ml) dan V
volume air yang disaring (l).
BAB III
METODE PENELITIAN
Keadaan sekitar titik 1 dan 2 memiliki faktor biotik yaitu organisme plankton
yang merupakan produsen dan konsumen primer bentik, jumlah organisme baik
phytoplankton, zooplankton, periphyton maupun bentos, air, manusia. Faktor
abiotik terdiri dari Ph air, suhu air dan udara, oksigen terlarut (DO), CO2 bebas,
kecerahan air, turbiditas, kedalaman, tanah, perahu, batu, jembatan, getek, dan juga
keramba ikan. Keadaan sekitar pada titik 1 (Sungai Lahor) kondisi lingkungannya
ramai, cuaca cerah. Daerahnya merupakan daerah yang dekat dengan lahan
pertanian. Beberapa jenis vegetasi yang ada di daerah ini antara lain pohon bambu,
pohon kelapa, pohon pisang, pohon mahoni dan lain–lain. Kemudian di titik 2
(Sungai Leso) kondisi lingkungan ramai, cuaca cerah. Selain itu juga terdapat
aktifitas perikanan darat yaitu kegiatan budidaya karamba. Jenis ikan yang
dibudidayakan adalah ikan nila dan kegiatan pemancingan.
3.2.1 Alat
a. Suhu
• Conductivity
• Gelas ukur
b. Turbidity
• Turbidimeter
• Tabung sampel
c. pH
pH meter
d. Co2
• Gelas ukur
• Buret
• Corong
• Klem & statif
e. DO
• Gelas ukur (50 ml & 100 ml)
• Erlenmeyer
• Buret
• Pipet tetes
• Corong
• DO meter
f. BOD
• Erlenmeyer
• Buret
• Pipet tetes
• Corong
• DO meter
g. Analisis Plankton
• Plankton net
• Botol Film
• Ember
• Mikroskop
• Preparat
• Cover glass
3.2.2 Bahan
a. suhu
Air sampel (air bendungan lahor)
b. Turbidity
Air sampel (air bendungan lahor)
c. pH
Air sampel (air bendungan lahor)
e. CO2
• Air sampel (air bendungan lahor)
• Phenolphthalein (PP)
f. Do
• Air sampel (air bendungan lahor)
• Aquadest
• Amilum (C6H10O5)
• Formalin (CH2O)
• Phenolphthalein (PP)
g. BOD
• Aquadest
• Amilum (C6H10O5)
• Formalin (CH2O)
• Phenolphthalein (PP)
h. Analisis Plankton
• Air sampel 25 ml
• Formalin
a. Suhu
• Botol sampel ditenggelamkan perlahan ke dalam air, setelah penuh
ditutup dalam posisi masih dalam air.
b. Turbidity
• Memasangkan/menyambungkan turbidimeter dengan sumber listrik.
• Larutan standar diletakan pada tempat sampel yang ada di turbidimeter.
• Lakukan pengukuran dengan menyesuaikan nilai pengukuran hingga
sesuai dengan nilai standar.
• Sampel dimasukan pada tempat pengukuran sampel yang ada pada
turbidimeter.
• Membaca skala pengukuran kekeruhan.
c. pH
e. Analisi DO
1. DO0
2. DO5
f. Analisis BOD
g. Analisis Plankton
1. Pengambilan sampel
Diambil sampel air dengan ember sebanyak 25 L
Disaring sampel dengan plankton net
Plankton akan tertampung di botol film
Ditetesi formalin
Disimpan pada inkubator
2. Pembuatan preparat
Dikalibrasi dengan menggunakan aquades dan dilap dengan tissu
secara searah
Ditetesi objek glass dengan sampel plankton dan botol film sebanyak
1 tetes
Ditutup dengan cover glass dengan kemiringan 45o sampai tidak ada
gelembung
3. Pengamatan Plankton
Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x, 100x, 400x,
1000x
Digambar dan dihitung jumlah plankton pada tiap bidang pandang 1-
5
Dilakukan beberapa kali untuk menghindari bias data
Dicatat data yang didapat
BAB IV
= 0,85 mg/L
Kedalaman 5 m
2,6 𝑁𝑇𝑈
Konsentrasi Turbidity = 2,35 𝑁𝑇𝑈 𝑥 𝑚𝑔/𝐿
= 1,10 mg/L
Kedalaman 10 m
2,8 𝑁𝑇𝑈
Konsentrasi Turbidity = 𝑥 𝑚𝑔/𝐿
2,35 𝑁𝑇𝑈
= 1,91 mg/L
Jadi, diperoleh nilai konsentrasi turbidity pada kedalaman 0 m = 0,85 mg/L,
kedalaman 5 m = 1,10 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 1,91 mg/L.
b. Analisi pH (Titik 1)
Kedalaman 0 m = 8,3
Kedalaman 5 m = 8,2
Kedalaman 10 m = 8,1
DO0 = 7, 64 mg/L
Jadi, diperoleh nilai konsentrasi DO0 pada kedalaman 0 m adalah 7,64 mg/L.
DO0 kedalaman 5 m
- Hasil titrasi awal dengan larutan Na2S2O3 pada volume 5,16 ml
menyebabkan warna kuning muda pada sampel.
- Hasil titrasi akhir dengan larutan Na2S2O3 pada volume 5,16 ml
menyebabkan perubahan warna jernih pada sampel.
Perhitungan:
Diketahui: Na2S2O3 awal = 5,16 ml
Na2S2O3 akhir = 5,16 ml
N = 0,01 N
V = 125 ml
Ditanya : DO0 ?
Penyelesaian :
- Dicari nilai A :
A = Na2S2O3 awal + Na2S2O3 akhir
= 5,16 ml + 5,16 ml
= 10,32 ml
𝐴 𝑥 𝑁 𝑥 8000
- Dicari nilai DO0 =
𝑉−4
825,6
DO0 = x mg/L
121
Jadi, diperoleh nilai konsentrasi DO0 pada kedalaman 5 m adalah 6,82 mg/L.
DO0 kedalaman 10 m
- Hasil titrasi awal dengan larutan Na2S2O3 pada volume 4,0 ml
menyebabkan perubahan warna kuning muda pada sampel.
- Hasil titrasi akhir dengan larutan Na2S2O3 pada volume 4,1 ml
menyebabkan perubahan warna jernih pada sampel.
Perhitungan:
Diketahui: Na2S2O3 awal = 4,0 ml
Na2S2O3 akhir = 4,1 ml
N = 0,01 N
V = 125 ml
Ditanya : DO0 ?
Penyelesaian :
- Dicari nilai A :
648
DO = 121 x mg/L
e. Analisis DO5
- DO5 kedalaman 0 m
Perhitungan:
Diketahui: Na2S2O3 awal = 3,8 ml
Na2S2O3 akhir = 4,51 ml
N = 0,01 N
V = 125 ml
Ditanyakan : DO5 ?
Penyelesaian :
- Dicari nilai A :
664,8
DO5 = x mg/L
121
Jadi, diperoleh nilai konsentrasi DO5 pada kedalaman 0 m adalah 5,49 mg/L.
- DO5 kedalaman 5 m
Perhitungan:
Diketahui: Na2S2O3 awal = 1,5 ml
Na2S2O3 akhir = 2,3 ml
N = 0,01 N
V = 125 ml
Ditanya : DO5 ?
Penyelesaian :
- Dicari nilai A :
𝐴 𝑥 𝑁 𝑥 8000
- Dicari nilai DO5 =
𝑉−4
304
DO5 = 121 x mg/L
Jadi, diperoleh nilai konsentrasi DO5 pada kedalaman 5 m adalah 2,51 mg/L.
- DO5 kedalaman 10 m
𝐴 𝑥 𝑁 𝑥 8000
- Dicari nilai DO5 =
𝑉−4
3,1 𝑚𝑙 𝑥 0,01 𝑥 8000
DO5 = x mg/L
125−4
248
DO5 = 121 x mg/L
Jadi, diperoleh konsentrasi nilai DO5 pada kedalaman 10 m adalah 2,04 mg/L.
Perhitungan :
- Pada titik 1 kedalaman 0
Diketahui :
DO0 = 7,64 mg/L
DO5 = 5,49 mg/L
Ditanya: BOD ?
Penyelesaian :
BOD = DO0 – DO5
BOD = 7,64 mg/L – 5,49 mg/L = 2,15 mg/L
Jadi, diperoleh nilai konsentrasi BOD pada kedalaman 0 m adalah 2,15 mg/L.
g. Analisis CO2
Titik 1 kedalaman 0 m
- Hasil penambahan 3 tetes Phenolphthalein, menyebabkan perubahan warna
pada sampel menjadi merah muda sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel
di Bendungan Lahor pada titik 1 kedalaman 0 m mengandung CO2.
Diketahui :
V = 100 ml
p = 0 ml
Ditanya : CO2 ?
Penyelesaian :
1000
CO2 = 𝑥 𝑝 𝑥 0,5
𝑣
1000
CO2 = 100 𝑚𝑙 𝑥 0 𝑚𝑙 𝑥 0,5
Titik 1 kedalaman 5 m
- Hasil penambahan 3 tetes phenolpthalein, namun sampel tidak mengalami
perubahan warna sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel di Bendungan
Lahor pada titik 1 kedalaman 5 m tidak mengandung CO2.
- Hasil titrasi dengan larutan NaOH menyebabkan terjadi perubahan warna
pada sampel hingga berwarna merah muda pada tetesan ke 2 dengan volume
0,3 ml.
Diketahui :
V = 100 ml
p = 0,3 ml
Ditanya : CO2 ?
Penyelesaian :
1000
CO2 = 𝑥 𝑝 𝑥 0,5
𝑣
1000
CO2 = 100 𝑚𝑙 𝑥 0,3 𝑚𝑙 𝑥 0,5 x mg/L
Titik 1 kedalaman 10 m
- Hasil penambahan 3 tetes Phenolphthalein, namun sampel tidak mengalami
perubahan warna sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel di Bendungan
Lahor pada titik 1 kedalaman 10 m tidak mengandung CO2
- Hasil titrasi dengan larutan NaOH menyebabkan terjadi perubahan warna
pada sampel hingga berwarna merah muda pada tetesan ke 2 dengan volume
0,5 ml.
Diketahui :
V = 100 ml
p = 0,5
Ditanya : CO2 ?
Penyelesaian :
1000
CO2 = 𝑥 𝑝 𝑥 0,5
𝑣
1000
CO2 = 100 𝑚𝑙 𝑥 0,5 𝑥 0,5 x mg/L
h. Kelimpahan Plankton
- Berdasarkan hasil pengamatan di Laboratorium Hidrobiologi Universitas
Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018 diperoleh jenis zooplankton, species
Keratella cochlearis pada titik 1 kedalaman 0 sehingga dapat ditentukan
kelimpahan plankton :
Diketahui :
D1 = 9,5 mm
D2 = 11 mm
T = 324 mm2
V = 10 ml
L = 1,76 mm
v = 1/22 mm
P =5
W = 25.000 ml
n = 1 individu
Ditanya : N ?
Penyelesaian :
D = D2 – D1
= 11 mm – 9,5 mm
= 1,5 mm
1
LBP = 4 . 𝜋 . 𝐷2
1
= 4 . 3,14 . (1,5 𝑚𝑚)2
= 1,76 mm2
𝑇𝑥𝑉
N = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
324 𝑚𝑚2 𝑥 10 𝑚𝑙
= 1 𝑥 1 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢
1,76 𝑚𝑚2 𝑥 𝑚𝑚 𝑥 5 𝑥 25.000 𝑚𝑙
22
3240 𝑚𝑙
= 9900 𝑚𝑙 𝑥 1 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢
= 1 individu/ml
Jadi, kelimpahan zooplankton spesies Keratella cochlearis pada kedalaman
0 m adalah 1 indvidu/ml.
= 12 mm – 8 mm
= 4 mm
1
LBP = 4 . 𝜋 . 𝐷2
1
= 4 . 3,14 . (4 𝑚𝑚)2
= 12,56 mm2
𝑇𝑥𝑉
N = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 x n
324 𝑚𝑚2 𝑥 10 𝑚𝑙
= 1 𝑥 1 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢
12,56 𝑚𝑚2 𝑥 𝑚𝑚 𝑥 5 𝑥 25.000 𝑚𝑙
22
3240 𝑚𝑙
= 71363,6
= 1 individu/ml
Jadi, kelimpahan zooplankton spesies Thysanoessa gregaria pada kedalaman
0 m adalah 1 indvidu/ml
1
LBP = 4 . 𝜋 . 𝐷2
1
= 4 . 3,14 . (1 𝑚𝑚)2
= 0,785 mm2
𝑇𝑥𝑉
N = 𝐿𝑥𝑣𝑥𝑃𝑥𝑊 𝑥 𝑛
400 𝑚𝑚2 𝑥 10 𝑚𝑙
= 1 𝑥 500 𝑠𝑒𝑙
0,785 𝑚𝑚2 𝑥 𝑚𝑚 𝑥 5 𝑥 25.000 𝑚𝑚
22
4000 𝑚𝑙
= 4460,2 𝑥 500 𝑠𝑒𝑙
= 448 sel/ml
Jadi, kelimpahan fitoplankton spesies Microcystic aeruginosa pada
kedalaman 10 m adalah 448,4 sel/ml.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan Kedalaman Terhadap Parameter Kualitas Air
a. Suhu
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter fisika
yaitu suhu yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh hasil pada kedalaman 0 m = 28,6oC, pada kedalaman 5 m = 28,5oC dan
pada kedalaman 10 m = 28,4oC. Suhu pada setiap kedalaman berbeda, hal ini
dikarenakan perbedaan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam kolom
perairan jadi, semakin bertambahnya kedalaman maka semakin menurun juga
suhu air pada kedalaman tersebut.
(Sumber : Ega Cahyadi Rahman dan Masyamsir, dkk. 2016).
b. pH
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu pH yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018 diperoleh
nilai pH pada kedalaman 0 m = 8,3, pada kedalaman 5 m = 8,2 dan pada
kedalaman 10 m = 8,1. Nilai pH air akan semakin rendah pada kedalaman yang
mendekati dasar hanya saja perbedaanya sangat kecil. Secara teori, semakin
mendekati bagian dasar badan air, nilai pH akan semakin rendah karena pada
bagian badan air yang dalam, ketersediaan oksigen menipis dan keberadaan
karbon dioksida meningkat. Apabila karbon dioksida disuatu perairan tinggi maka
nilai pH-nya akan rendah, sehingga pada bagian badan air yang dalam tersebut
pH-nya akan lebih rendah dibandingkan dengan pH air dipermukaan.
(Sumber: Eva Rizka Octiana dan Mahmud, dkk. 2015).
c. Turbidity
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter fisika
yaitu turbidity yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh nilai turbidity pada kedalaman 0 m = 0,85 mg/L, pada kedalaman 5 m
= 1,10 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 1,91 mg/L. Berdasarkan hasil yang
diperoleh bahwa nilai kekeruhannya berbeda setiap kedalaman. Turbiditas
(Kekeruhan) merupakan kandungan bahan organik maupun anorganik yang
terdapat di perairan sehingga mempengaruhi proses kehidupan organisme yang
ada di perairan tersebut. Apabila di dalam air terjadi kekeruhan yang tinggi maka
kandungan oksigen akan menurun. Hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari
yang masuk kedalam perairan sangat terbatas sehingga organisme yang ada tidak
dapat melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan oksigen.
(Sumber: Hastiadi Hasan dan Eko prasetio, dkk. 2016).
Jika dihubungkan dengan teori yang didapat bahwa kedalaman suatu
perairan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan
mikroorganisme yang ada, semakin dalam perairan semakin sedikit
mikroorganisme yang ditemukan.
(Sumber : Dika Nugraini Pancawati dan Djoko Suprapto, dkk. 2014).
Dapat disimpulkan bahwa semakin dalam perairan maka semakin tinggi
nilai kekeruhannya hal ini dibuktikan dengan sedikitnya organisme yang ada
karena organisme tersebut tidak dapat berfotosintesis dengan baik disebabkan
terbatasnya cahaya matahari yang masuk ke kedalaman air tersebut.
d. TDS
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu TDS yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh nilai TDS pada kedalaman 0 m = 37,2 mg/L, pada kedalaman 5 m =
34,2 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 33,9 mg/L.
Tingginya kadar TDS diakibatkan karena banyaknya kandungan senyawa-
senyawa organik dan anorganik yang larut dalam air, mineral dan garam. Dengan
demikian semakin tinggi kadar TDS diperairan maka semakin banyak senyawa
organik dan anorganik pada perairan tersebut. Hubungan TDS terhadap
kedalaman yaitu dengan semakin banyaknya senyawa organik dan anorganik
maka semakin banyak makhluk hidup yang terdapat pada kedalaman tersebut,
diketahui bahwa semakin tinggi kedalaman semakin sedikit makhluk hidup yang
ada.
(Sumber : Rinawati dan Diki Hidayat, dkk. 2016 ).
e. DO
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu DO yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh nilai DO0 pada kedalaman 0 m = 7,64 mg/L, pada kedalaman 5 m = 6,82
mg/L dan pada kedalaman 10 m = 5,35 mg/L. Nilai Do5 pada kedalaman 0 m =
5,49 mg/L, pada kedalaman 5 m = 2,51 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 2,04
mg/L. Berdasarkan hasil yang diperoleh konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi
oleh kedalaman, konsentrasi menurun dengan bertambahnya kedalaman. Hal ini
disebabkan karena pada dasar perairan cahaya matahari tidak sampai pada
kedalaman tersebut sehingga intensitas cahaya matahari tidak cukup optimal
untuk organisme yang ada didalamnya berfotosintesis.
(Sumber: Eva Rizka Octiana dan Mahmud, dkk. 2015).
f. BOD
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu BOD yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
g. CO2
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu CO2 yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh hasil parameter CO2 pada kedalaman 0 m CO2 = 0 mg/L, pada
kedalaman 5 m CO2 = 1,5 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 2,5 mg/L. Dilihat
dari teori bahwa nilai CO2 berhubungan dengan nilai pH hingga semakin tinggi
nilai pH maka semakin rendah kadar CO2. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai
pH pada kedalaman 0 m = 8,3 dan CO2 = 0, pada kedalaman 5 m nilai pH = 8,2
dan nilai CO2 = 1,5 dan pada kedalaman 10 m nilai pH = 8,1 dan nilai CO2 = 2,5
hal ini membuktikan bahwa kadar CO2 berhubungan dengan nilai pH dan pH
berhubungan dengan kedalaman air.
(Sumber: Indra Budi Prasetyawan dan Lilik Maslukah, dkk. 2017).
a. Suhu
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1
individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan berdasarkan
praktikum diperoleh suhu pada kedalaman 0 m = 28,6oC, pada kedalaman 5 m
= 28,5oC dan pada kedalaman 10 m = 28,4oC. Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air kelas III bahwa suhu 25oC - 30
o
C artinya biota masih dalam keadaan layak untuk hidup diperairan tersebut,
sehingga suhu air merupakan salah satu faktor fisika penting dalam
mempengaruhi kehidupan hewan dan tumbuhan air salah satunya adalah
plankton. Pada perairan yang dangkal lapisan suhu air bersifat homogen
berlanjut sampai ke dasar, sedangkan pada perairan yang lebih dalam terjadi
perbedaan suhu antar kedalaman perairan sehingga mempengaruhi kelimpahan
serta komposisi plankton diperairan.
(Sumber : Masdiana Sinambela dan Mariaty Sipayung, dkk. 2015).
b. pH
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1
individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan berdasarkan hasil
praktikum diperoleh nilai pH pada kedalaman 0 m = 8,3, pada kedalaman 5 m =
8,2 dan pada kedalaman 10 m = 8,1. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air kelas III bahwa nilai pH yang optimal terhadap
kehidupan plankton 7- 8,5 sehingga diperairan tersebut kondisi pH nya masih
c. Turbidity
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1
individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan dari hasil praktikum
diperoleh bahwa nilai turbidity pada kedalaman 0 m = 0,85 mg/L, pada
kedalaman 5 m = 1,10 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 1,91 mg/L, dari hasil
yang diperoleh bahwa nilai kekeruhan semakin tinggi sehingga semakin sedikit
kelimpahan plankton yang diperoleh.
Kekeruhan (turbidity) membatasi masuknya cahaya ke dalam air.
Kekeruhan ini terjadi karena adanya zat padat berupa pasir, lumpur dan tanah
liat atau partikel-partikel dalam air. Sehingga jumlah plankton yang ditemukan
sedikit, hal ini dikarenakan kekeruhan perairan berpengaruh terhadap penetrasi
cahaya ke dalam kolom air karena cahaya mempunyai peranan penting dalam
proses fotosintesis.
(Sumber : Modesta R. Maturbongs, 2015).
d. TDS
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1
individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan dari hasil praktikum
diperoleh nilai TDS pada kedalaman 0 m = 37,2, pada kedalaman 5 m = 34,2 dan
pada kedalaman 10 m = 33,9. Tingginya kadar TDS diakibatkan karena banyak
mengandung senyawa-senyawa organik dan anorganik yang larut dalam air,
mineral dan garam. Dengan demikian semakin tinggi kadar TDS diperairan maka
semakin banyak senyawa organik dan anorganik pada perairan tersebut.
Hubungan TDS terhadap kelimpahan plankton yaitu dengan semakin banyaknya
senyawa organik dan anorganik maka semakin banyak makhluk hidup (plankton)
disuatu perairan.
(Sumber : Rinawati dan Diki Hidayat, dkk. 2016).
e. DO
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1
individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan dari hasil praktikum
diperoleh nilai Do0 pada kedalaman 0 m = 7,64 mg/L, pada kedalaman 5 m =
6,82 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 5,35 mg/L. Nilai Do5 pada kedalaman 0
m = 5,49 mg/L, pada kedalaman 5 m = 2,51 mg/L dan pada kedalaman 10 m =
2,04 mg/L. Nilai oksigen terlarut (DO) yang berkisar antara 5,45-7,00 mg/L
cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Makin rendahnya nilai oksigen
terlarut maka makin tinggi tingkat pencemaran suatu ekosistem perairan
tersebut. Plankton dapat hidup dengan baik pada konsentrasi lebih dari 3 mg/L.
Dari hasil yang diperoleh bahwa konsentrasi DO pada perairan tersebut cukup
baik bagi kehidupan plankton.
(Sumber : Masdiana Sinambela dan Mariaty Sipayung, 2015).
f. BOD
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1
individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan dari hasil praktikum
diperoleh nilai BOD pada kedalaman 0 m = 2,15 mg/L, pada kedalaman 5 m =
4,31 mg/L dan pada kedalaman 10 m = 3,31 mg/L. Dari teori dinyatakan bahwa
BOD adalah gambaran kebutuhan oksigen oleh mikroorganisme aerobik untuk
melakukan metabilosme bahan organik dalam air sehingga secara tidak langsung
menunjukan keberadaan organisme dalam air. Sehingga dapat dikatakan jugaa
BOD mempengaruhi kelimpahan plankton, karena apabila semakin rendah nilai
BOD semakin sedikit kelimpahan plankton yang ada diperairan tersebut .
(Sumber : Masdiana Sinambela dan Mariaty Sipayung, 2015).
g. CO2
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Keratella cochlearis = 1 individu/ml, Thysanoessa gregaria = 1
individu/ml dan Microcystic aeruginosa = 448 sel/ml dan dari hasil diperoleh
bahwa pada kedalaman 0 m CO2 adalah 0 mg/L, pada kedalaman 5 m CO2 adalah
1,5 mg/L dan pada kedalaman 10 m adalah 2,5 mg/L dan nilai pH pada
kedalaman 0 m = 8,3, pada kedalaman 5 m = 8,2 dan pada kedalaman 10 m =
8,1. Nilai CO2 berhubungan dengan nilai pH jika semakin tinggi nilai pH maka
akan semakin rendah kadar CO2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin
rendah kadar CO2 diperairan itu akan semakin sedikit kelimpahan plankton nya
karena pH nya semakin tinggi.
(Sumber: Indra Budi Prasetyawan dan Lilik Maslukah, dkk. 2017).
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
tinggi kedalaman semakin sedikit makhluk hidup yang ada. Sehingga TDS
berpengaruh terhadap kedalaman.
e. Konsentrasi DO0 pada kedalaman 0 m = 7,64 mg/L, pada kedalaman 5 m =
6,82 mg/L pada kedalaman 10 m = 5,35 mg/L. Konsentrasi DO5 pada
kedalaman 0 m = 5,49 mg/L, pada kedalaman 5 m = 2,51 mg/L pada
kedalaman 10 m = 2,04 mg/L Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh
kedalaman, konsentrasi menurun dengan bertambahnya kedalaman.
Dikarenakan pada dasar perairan cahaya matahari tidak sampai pada
kedalaman tersebut sehingga intensitas cahaya matahari tidak cukup optimal
untuk organisme yang ada didalamnya berfotosintesis.
f. Nilai BOD pada kedalaman 0 m = 2,15 mg/L, pada kedalaman 5 m = 4,31
mg/L dan pada kedalaman 10 m = 3,31 mg/L. BOD menggambarkan jumlah
oksigen yang diperlukan oleh organisme untuk merombak bahan organik
dalam keadaan aerobik. Dari hasil yang didapatkan bahwa terjadi suatu
kesalahan pada nilai BOD, hal ini disebabkan oleh udara luar yang masuk
saat pengambilan sampel. Sampel yang diperiksa harus bebas dari udara luar
untuk mencegah kontaminasi oksigen yang berada diudara bebas.
g. Nilai CO2 pada kedalaman 0 m = 0 mg/L (tidak mengandung CO2) pada
kedalaman 5 m = 1,5 mg/L (mengandung CO2) dan pada kedalaman 10 m =
2,5 mg/L (mengandung CO2). Nilai CO2 berhubungan dengan nilai pH
sehingga semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah kadar CO2.
Diketahui bahwa kadar karbondioksida merupakan hasil dari proses
respirasi. Karbondioksida bebas dilepaskan dan bereaksi dengan air
membentuk asam karbonat yang kemudian direduksi menjadi bikarbonat
dan karbonat tersebut yang membuat pH menjadi rendah atau tinggi.
h. Jenis mikroorganisme yang didapatkan pada analisis yaitu zooplankton dan
fitoplantkton. Dari beberapa Species yaitu Keratella cochlearis,
Thysanoessa gregaria, dan Microcystis aeruginosa diperoleh kelimpahan
plankton : 1 individu/ml, 1 individu/ml dan 448 sel/ml.
5.2 SARAN
Dari praktikum yang telah dilaksanakan terdapat kesalahan pada nilai BOD
tiap kedalaman. Hal tersebut terjadi karena kesalahan saat pengambilan sampel.
Untuk kedepannya diharapkan agar lebih teliti lagi saat pengambilan sampel
sehingga data yang dihasilkan lebih baik lagi.
Hendaknya sebelum melakukan praktikum para praktikan menguasai
bahan-bahan materi yang akan dipraktikumkan sehingga memudahkan untuk
pemahaman. Para praktikan harus lebih serius dan saling bekerjasama, agar
praktikum yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Bimbingan asiten juga sangat diperlukan untuk meminimalisir kesalahan
pada pengamatan dan dalam proses penyusunan laporan.
Sarana laboratorium di ITN Malang hendaknya semakin dilengkapi agar
kedepannya untuk pengamatan Plankton dan lainnya menggunggunakan
laboratorium sendiri tanpa harus menggunakan laboratorium kampus lain.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Hastiadi dan Eko Prasetio, dkk. 2016. Analisisi Kualitas Perairan Sungai
Ambawang di Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya Untuk
Budidaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Muhammadiyah Pontianak.
H., Asus Maizar Suryanto dan Herwati Umi S. 2009. Pendugaan Status Trofik
Dengan Pendekatan Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton di Waduk
Sengguruh, Karangkates, Lahor, Wlingi Raya, dan Wonorejo Jawa Timur.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya. Vol. 1 No. 1
April 2009.
Octiana, Eva Riska dan Mahmud, dkk. 2015. Analisis Derajat Keasaman dan
Oksigen Terlarut Pada Air Asam Tambang. Fakultas Teknik. Universitas
Lambung Mangkurat. Vol. 1 No. 1 halaman 74-82.
Pancawati, Dika Nugraini dan Djoko Suprapto, dkk. 2014. Karakteristik Fisika
Kimia Perairan Habitat Bivalvia di Sungai Wiso Jepara. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Vol. 3 No. 4 Tahun.2014
Halaman 141-146.
Prasetyawan, Indra Budi dan Lilik Maslukah, dkk. 2017. Pengukuran Sistem
Karbon Dioksida (CO2) Sebagai Data Dasar Penentuan Fluks Kabon di
Perairan Jepara. Fakultas Kelautan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Diponegoro. Vol. 6 No. 1 halaman 9-16.
Rahman, Ega Cahyadi dan Masyamsir, dkk. 2016. Kajian Variabel Kualitas Air dan
Hubungannya dengan Produktifitas Primer Fitoplankton di Perairan Waduk
Darma Jawa Barat. Universitas Padjajaran. Vol. 7 No. 1 halaman 93-102.
Rinawati, dan Diki Hidayat, dkk. 2016. Penentuan Kandungan Zat Padat (Total
Dissolve Solid dan Total Suspended Solid) di Perairan Teluk Lampung.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung.
Vol. 1 No. 1 Oktober 2016.
di Bendungan Lahor
LAMPIRAN JURNAL