AGROKLIMATOLOGI
Disusun oleh :
LABORATORIUM KLIMATOLOGI
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
i
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh :
Nama : Oktavian Dian Putra Mahendra
NIM : H0221087
Program Studi : Ilmu Tanah
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... ii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... vii
ACARA 1 PENGENALAN ALAT DAN PENGAMATAN UNSUR-
UNSUR CUACA SECARA MANUAL, OTOMATIS, DAN
PENGAMATAN AWAN
I. PENGENALAN ALAT DAN PENGAMATAN UNSUR CUACA
SECARA MANUAL
A. Pendahuluan.......................................................................................1
B. Hasil Pengamatan..............................................................................2
C. Pembahasan.......................................................................................7
D. Komprehensif....................................................................................15
E. Kesimpulan dan Saran.......................................................................16
II. PENGAMATAN UNSUR-UNSUR CUACA SECARA OTOMATIS
A. Pendahuluan......................................................................................18
B. Hasil Pengamatan..............................................................................19
C. Pembahasan.......................................................................................21
D. Kesimpulan dan Saran.......................................................................22
III. PENGAMATAN AWAN......................................................................
A. Pendahuluan......................................................................................24
B. Pembahasan.......................................................................................25
C. Kesimpulan dan Saran.......................................................................27
Daftar Pustaka
ACARA 2 PENGAMATAN IKLIM MIKRO BERUPA SUHU,
KELEMBABAN TANAH DAN INTENSITAS RADIASI SINAR
MATAHARI
A. Pendahuluan......................................................................................29
B. Alat dan Cara Kerja...........................................................................30
C. Hasil Pengamatan..............................................................................31
D. Pembahasan.......................................................................................31
E. Kesimpulan dan Saran.......................................................................33
Daftar Pustaka
ACARA 3 PENGAMATAN IKLIM MIKRO BERUPA SUHU,
KELEMBABAN TANAH DAN INTENSITAS RADIASI SINAR
MATAHARI
A. Pendahuluan......................................................................................34
B. Alat dan Cara Kerja...........................................................................35
C. Hasil Pengamatan..............................................................................36
D. Pembahasan.......................................................................................36
E. Kesimpulan dan Saran.......................................................................38
Daftar Pustaka
iv
ACARA 4 KLASIFIKASI IKLIM OLDEMAN
A. Pendahuluan......................................................................................40
B. Alat dan Cara Kerja...........................................................................41
C. Hasil Pengamatan..............................................................................42
D. Pembahasan.......................................................................................44
E. Kesimpulan dan Saran.......................................................................45
Daftar Pustaka
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
ACARA 1
PENGENALAN ALAT DAN PENGAMATAN UNSUR-UNSUR CUACA
SECARA MANUAL, OTOMATIS DAN PENGAMATAN AWAN
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Unsur-unsur cuaca merupakan faktor penting dalam
kehidupan, terutama di sektor pertanian. Pengelolaan dan hasil
pertanian sangat tergantung terhadap unsur-unsur cuaca, seperti
radiasi matahari, tekanan udara, suhu, kelembaban, curah hujan,
angin, evaporasi, dan awan. Tanaman tak dapat bertahan hidup dan
menghasilkan produk yang kurang baik dalam kondisi cuaca yang
tak tentu.
Cuaca diartikan sebagai keadaan udara pada suatu waktu di
suatu tempat tertentu, sehingga kondisi cuaca akan senantiasa
berubah dari waktu ke waktu. Cuaca dan iklim saling berhubungan,
karena iklim merupakan kondisi lanjutan dan merupakan kumpulan
dari kondisi cuaca yang kemudian disusun dan dihitung dalam
bentuk rata-rata kondisi cuaca dalam kurun waktu tertentu.
Di Indonesia pengetahuan tentang cuaca dan iklim adalah
sangat penting karena sering adanya penyimpangan permulaan
musim penghujan yang mempengaruhi kegiatan usaha tani di
Indonesia. Fluktuasi hasil pertanian juga dipengaruhi oleh cuaca
dan iklim. Walaupun suatu daerah pertanian sangat subur dan
dengan perawatan tanaman yang maksimal, namun apabila cuaca
dan iklimnya buruk maka hasil produksinyapun tidak akan
maksimal, bahkan dapat mengalami kegagalan.
Oleh sebab itu, pengetahuan tentang iklim dan cuaca perlu
diperhatikan karena mempunyai peranan yang pentingdi bidang
1
2
2. Suhu udara
1
4
2
5
1) Kebel konektor
2) Probe penguji/elektroda
b. Prinsip kerja
Arus akan dialirkan pada dua probe maka resistansi yang
terbaca berbanding lurus dengan jumlah kelembaban yang
terdeteksi. Makin banyak cairan maka lebih mudah mengalirkan
listrik dengan kata lain resistansinya kecil. Sebaliknya jika
resistansinya besar maka listrik yang mengalir akan kecil yang
kita asumsikan tanah tersebut makin kering.
6. Curah hujan
3
4
3
1 1
2 2
tinggi Semakin tinggi suhu, semakin banyak uap air yang terkandung di
udara, jadi Udara menjadi lebih lembab
Perubahan suhu juga akan memengaruhi keragaman kelembaban,
apabila suhu rendah maka kelembaban akan tinggi sebaliknya jika suhu
tinggi maka kelembaban akan rendah. Kelembaban udara apabila terlalu
lembab maka dapat menghambat transpirasi sehingga mengurangi laju
transpirasi larutan zat hara dari tanah ke organ tanaman. Kelembaban
berbanding lurus dengan suhu udara. Curah hujan, jenis tanah, dan laju
evapotranspirasi adalah faktor yang menentukan kelembaban tanah,
dimana kelembaban tanah akan menentukan ketersediaan air dalam tanah
bagi pertumbuhan tanaman.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum tentang penganalan alat dan
pengamatan unsur unsur cuaca secara manual dapat ditrik
kesimpulan, sebagai berikut:
a. Unsur-unsur cuaca dan iklim meliputi radiasi surya, suhu udara,
kelembaban udara, kelembaban tanah, suhu tanah, angin, curah
hujan, dan evaporasi
b. Alat-alat yang digunakan untuk mengukur unsur-unsur cuaca
secara manual, yaitu :
1) Sunshine Recorder merupakan alat untuk mengetahui
lamanya penyinaran matahari atau radiasi surya.
2) Termometer maksimum dan termometer minimum
merupakan alat untuk mengukur suhu udara.
3) Termometer tanah bengkok merupakan alat untuk mengukur
suhu tanah.
4) Termometer bola basah dan bola kering merupakan alat
untuk mengukur kelembaban udara.
5) Soil Moisture Meter merupakan alat untuk mengukur
kelembaban tanah.
17
Gambar 1.2.1 Stasiun AWS Gambar 1.2.2 Panel surya dan tower
penyangga AWS
yang tidak sama sehingga antara butir yang satu dengan butir awan
yang lain saling bertubrukan dan menggumpal.
2. Tujuan Praktikum
Mengetahui jenis-jenis awan melalui pengamatan
pergeseran awan serta memberi nama sesuai famili dan
ketinggiannya.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Acara pengamatan awan ini dilaksanakan pada bulan juni
2022 di di Laboratorium FP Jumantono.
B. Pembahasan
Angela, D., Nugroho T.A., Gultom B., Yonata Y. 2018. Perancangan sensor
kecepatan dan arah angin untuk Automatic Weather Station (AWS). Jurnal
Telematika.12(1) : 1-9.
Athoillah, I., Mariana Sibarani, R., & Eirene Doloksaribu, D. (2017). ANALISIS
SPASIAL EL NINO KUAT TAHUN 2015 DAN LA NINA LEMAH
TAHUN 2016 (Pengaruhnya Terhadap Kelembapan, Angin dan Curah
Hujan di Indonesia) Spatial Analysis of the 2015 Strong El Nino and the
2016 Weak La Nina (Their Influence on Humidity, Wind and Rainfa.
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 18(1), 33–41.
Cahyaningprastiwi, S. R., Karyati, K., & Sarminah, S. (2021). SUHU DAN
KELEMBAPAN TANAH PADA POSISI TOPOGRAFI DAN
KEDALAMAN TANAH BERBEDA DI TAMAN SEJATI KOTA
SAMARINDA. Agrifor: Jurnal Ilmu Pertanian dan Kehutanan, 20(2), 189-
198.
Fadholi, A. (2013). Pemanfaatan suhu udara dan kelembaban udara dalam
persamaan regresi untuk simulasi prediksi total hujan bulanan di
Pangkalpinang. CAUCHY, 3(1), 1-9.
Fauziah, N., Wahyuningsih, S., & Nasution, Y. N. (2016). Peramalan
Mengunakan Fuzzy Time Series Chen (Studi Kasus : Curah Hujan Kota
Samarinda). Statistika, 4(2), 52–61.
Fathun. 2020. Keterampilan dasar teknologi otomotif. Bandung, Bali : Nilacakra
Hasan, H. (2012). perancangan pembangkit listrik tenaga surya di pulau
Saugi. Jurnal riset dan teknologi kelautan, 10(2), 169-180.
Husdi, H. (2018). monitoring kelembaban tanah pertanian menggunakan soil
moisture sensor fc-28 dan arduino uno. ILKOM Jurnal Ilmiah, 10(2), 237-
243.
Ismiyati, & Sari, F. (2020). Identifikasi Kenaikan Titik Didih Pada Proses
Evaporasi, Terhadap Konsentrasi Larutan Sari Jahe. Jurnal Konversi, 9(2),
33–39.
Khairunnisa, F. (2017). Mikrokontroler ATMega328 dengan Sensor Serat Optik
Evanescent Menggunakan Film Gelatin. Jurnal Fisika Unand, 6(3), 217–
224.
Lutfiyana, L., Hudallah, N., & Suryanto, A. (2017). Rancang bangun alat ukur
suhu tanah, kelembaban tanah, dan resistansi. Jurnal Teknik Elektro, 9(2),
80-86.
Mubarak, S., Impron., June, T. (2018). Efisiensi penggunaan radiasi matahari dan
respon tanaman kedelai terhadap penggunaan mulsa reflektif. Jurnal
Agronomi Indonesia, 46(3), 247-253. Doi:
https://dx.doi.org/10.24831/jai.v46i3.18220.
Mubarak, S., & June, T. (2018). Efisiensi penggunaan radiasi matahari dan respon
tanaman kedelai (Glycine max L.) terhadap penggunaan mulsa
reflektif. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of
Agronomy), 46(3), 247-253.
Nugraha, D. D. (2019). UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta UPT Perpustakaan ISI
Yogyakarta. Computers in Human Behavior, 63(May), 9–57.
Qudratullah, M. I., Asrizal, A., Kamus, Z. (2017). Analisis unsur-unsur cuaca
berdasarkan hasil pengukuran automated weather system (AWS) tipe
vaisala maws 201. Jurnal Pillar Of Physics, 9(1), 17-24
Rachmadiyanto, A. N. (2018). PERAN PENGAMATAN CUACA DALAM
MENUNJANG DATA PENELITIAN DI KEBUN RAYA. Warta Kebun
Raya, 16(1), 63-69.
RUSMAYADI, G. (2021). AGROKLIMATOLOGI DI ERA PERUBAHAN IKLIM
GLOBAL. IRDH.
Sufy, A., Magdalena, R., Nugraha, R. (2017). Purwarupa sistem klasifikasi jenis
awan dari citra panoramik pantai menggunakan logika fuzzy.
eProceedings of Engineering, 4(1), 356-360.
Wati, T., Pawitan, H., Sopaheluwakan, A. (2015). Pengaruh parameter cuaca
terhadap proses evaporasi pada interval waktu yang berbeda. Jurnal
Meteorologi dan Geofisika, 16(3), 155-165.
Wijayanti, D., Rahmawati E., Sucahyo I. 2015. Rancang bangun alat ukur
kecepatan dan arah angin berbasis arduino uno atmega 328p. Jurnal
Inovasi Fisika Indonesia. 4(3). 150-156.
ACARA 2
PENGAMATAN IKLIM MIKRO BERUPA SUHU, KELEMBABAN
TANAH, DAN INTENSITAS RADIASI SINAR MATAHARI
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Faktor-faktor iklim yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan bagi tanaman adalah radiasi matahari, suhu
dan curah hujan. Iklim di sekitar tanaman selalu berubah-ubah dan
kadang tidak sesuai dengan kebutuhan setiap tanaman. Setiap tanaman
memiliki tingkat kebutuhan penerimaan radiasi matahari yang berbeda-
beda. Artinya setiap tanaman memiliki tingkat penyinaran optimum yang
mana pada setiap tanaman tidak selalu sama. Apabila kebutuhan
intensitas cahaya tersebut melebihi atau kurang menyebabkan
pertumbuhan tanaman yang tidak baik.
Tanggapan terhadap peningkatan intensitas cahaya berbeda antara
tumbuhan yang cocok untuk kondisi ternaungi dengan tumbuhan yang
bisa tumbuh pada kondisi tidak ternaungi. Penghalangan cahaya matahari
oleh naungan akan mengurangi laju fotosintesis. Radiasi sinar matahari
dapat memberikan efek tertentu pada tumbuhan bila cahaya tersebut
diabsorbsi. Secara fisiologis cahaya mempunyai pengaruh baik langsung
maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung melalui fotosintesis
dan secara tidak langsung melalui pertumbuhan dan perkembangan
tanaman akibat respon metabolik yang langsung. Secara tidak langsung
naungan sangat mempengaruhi kelembaban dan kandungan air tanah,
sehingga dapat mempengaruhi perluasan daun maupun distribusi stomata
pada permukaannya.
Naungan adalah bahan yang digunakan untuk mengurangi
intensitas matahari yang masuk ke dalam pertanaman. Kebutuhan
intensitas penyinaran berbeda-beda. Tanaman golongan C4 memerlukan
30
C. Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan dengan Perlakuan Naungan
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Temperatur atau suhu tanah merupakan salah satu sifat fisika tanah
yang sangat berpengaruh terhadap proses-proses dalam tanah, seperti
pelapukan dan penguraian bahan organik serta bahan induk tanah, dan
dapat berpengaruh juga terhadap reaksi-reaksi kimia yang ada di dalam
tanah. Suhu tanah juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui
perubahan kelembaban tanah, aerase, aktivitas mikroorganisme dan
ketersediaan unsur hara. Panas yang ada di dalam tanah salah satunya
disebabkan karena adanya radiasi sinar matahri, panas bumi, reaksi-
reaksi di dalam tanah maupun aktivitas biologi di dalam tanah.
Perubahan suhu tanah tergantung pada banyak sedikitnya panas yang
diterima dari matahari, hal ini dipengaruhi oleh cuaca, bentuk daerah, dan
keadaan tanah. Perubahan atau fluktuasi suhu dapat diketahui melalui
pengukuran suhu musiman bulanan dan pengukuran suhu harian.
Umunya pengukuran suhu dilakukan pada kedalaman 5,10, 20, 50, dan
100 cm, pada bidang pertanian pengukuran suhu tanah dilakukan
pengukuran suhu maksimum dan minimum. Kelembaban tanah adalah
jumlah air yang tersimpan di antara pori- pori tanah. Kelembaban tanah
sangat dinamis, hal ini disebabkan oleh penguapan melalui permukaan
tanah, transpirasi dan perkolasi.
Kelembaban tanah merupakan salah satu faktor utama dalam
menentukan tingkat kekeringan dari suatu lahan. Semakin tinggi tingkat
kelembaban tanah pada suatu lahan maka akan semakin kecil peluang
terjadinya kekeringan pada lahan tersebut. Tanah yang terlalu lembab
juga tidak baik untuk tanaman dan juga tanahnya sendiri, pada tanah
yang terlalu lembab kadar oksigen di dalam tanah akan berkurang hal
35
dan kelembaban tanah serta menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman,
sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Terdapat dua
jenis mulsa, yaitu mulsa organic dan anorganik. Mulsa organik berasal dari
bahan-bahan alami yang mudah terurai seperti sisa-sisa tanaman seperti
jerami dan alang-alang. Mulsa anorganik terbuat dari bahan-bahan sintetis
yang sukar atau tidak dapat terurai.
Pada tabel 3.1 menunjukkan suhu pada pukul 07.30-10.00 yang
menggunakan mulsa plastik yaitu 32ºC dan yang menggunakan mulsa Jerami
32,1⁰C. Lalu pada pukul 10.30-11.30 suhu yang tanpa mulsa menunjukkan
32,8⁰C, suhu menggunakan mulsa plastic yaitu 31,2ºC, dan suhu
menggunakan mulsa jerami yaitu 33,1⁰C. Suhu pada pukul 12.30-14.00 yang
tanpa mulsa menunjukkan suhu 37⁰C, suhu yang menggunakan mulsa plastic
menunjukkan 37,6⁰C, dan suhu yang menggunakan mulsa jerami
menunjukkan 36,3⁰C. Suhu tanah dan kelembaban tanah secara umum
merupakan unsur yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Tanaman dapat tumbuh dengan baik apabila suhu dan kelembaban tanahnya
optimum. Menurut Arif et al. (2014), kelembaban tanah optimum merupakan
kondisi dimana jumlah air didalam tanah (water content) sesuai dengan
kebutuhan tanaman baik untuk proses evapotranspirasi maupun metabolisme
yang lain.
Penggunaan mulsa harus memperhatikan faktor-faktor lain seperti
cuaca. Pada tabel 3.1 menunjukkan presentase kelembaban pada pukul 07.30-
10.00 yang menggunakan mulsa plastic menunjukkan presentase 75,1%,
kelembaban yang menggunakan mulsa jerami menunjukkan presentase
78,6%. Pada pukul 10.30-11.30 menunjukkan presentase kelemnbaban tanpa
mulsa 68.7%, yang menggunakan mulsa plastic presentase kelembabannya
yaitu 79,2%, dan yang menggunakan mulsa jerami menunjukkan presentase
kelembaban yaitu 70,2%. Pada pukul 12.30-14.00 kelembaban yang tanpa
mulsa menunjukkan presentase 55,6%, yang menggunakan mulsa plastic
menunjukkan presentase 56,6%, dan yang menggukan mulsa jerami
menunjukkan presentase kelembaban 62,3%. Menurut Utama et al., (2013),
38
kelembaban tanah adalah air yang mengisi sebagian atau seluruh pori – pori
tanah yang berada di atas water table. Definisi yang lain menyebutkan bahwa
kelembaban tanah menyatakan jumlah air yang tersimpan di antara pori – pori
tanah. Kelembaban tanah sangat dinamis karena dipengaruhi adanya
penguapan, transpirasi, dan perkolasi. Penggunaan mulsa mampu menjaga
kelembaban tanah karena mengurangi adanya penguapan sehingga dapat
meningkatkan perkembangan akar dan umbi tanaman.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik pada praktikum Agroklimatologi
tentang Pengamatan Iklim Mikro Berupa Suhu, Kelembaban Tanah, dan
Intensitas Radiasi Sinar Matahari, sebagai berikut:
a. Mulsa adalah semua bahan yang digunakan pada permukaan tanah
terutama untuk menghalangi hilangnya air karena penguapan atau
untuk mematikan tanaman pengganggu
b. Penggunaan mulsa merupakan upaya untuk menekan pertumbuhan
gulma, memodifikasi keseimbangan air, suhu, dan kelembaban
tanah serta menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman,
sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
c. Mulsa dibagi menjadi 2 yaitu ada mulsa organik dan mulsa
anorganik.
d. Dari hasil pengamatan suhu dan kelembaban antara tanpa mulsa,
mulsa plastik, dan mulsa jerami berbeda beda. Dan waktu
pengamatan juga berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban
setiap mulsa.
2. Saran
Saran terhadap praktikum Agroklimatologi mengenai Pengamatan
Iklim Mikro Berupa Suhu, Kelembaban Tanah, dan Intensitas Radiasi
Sinar Matahari, sebagai berikut:
a. Sebaiknya pelaksanaan praktikum Agroklimatologi kedepannya
dilakukan jauh jauh dari pelaksanakan UAS sehingga kita tidak
39
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca atmosfer pada suatu wilayah
tertentu yang berlangsung dalam kurun waktu yang panjang kurang lebih
25 atau 30 tahun. Iklim di permukaan bumi pasti mengalami perubahan
sehingga tidak stabil. Perubahan iklim yang terjadi dapat memengaruhi
kehidupan manusia di segala bidang. Salah satunya dalam bidang
pertanian juga merasakan dampak dari adanya perubahan iklim, misalnya
dalam penentuan masa tanaman sehingga diperlukan pengklasifikasian
iklim untuk membantu mengetahui masa tanaman yang baik.
Pengklasifikasian iklim di Indonesia sangatlah penting terutama
dalam bidang pertanian, apalagi di Indonesia sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Petani memerlukan
klasifikasi iklim sebagai tolak ukur untuk masa penanaman yang baik,
baik dari segi curah hujan yang diperhitungkan, intensitas cahaya, dan
kelembaban yang dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman. Klasifikasi
iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan
penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan, dan kelautan.
Klasifikasi iklim berdasarkan pertumbuhan vegetasi dibagi menjadi tiga,
yaitu sistem klasifikasi Koppen, sistem klasifikasi Scmidth-Ferguson,
dan sistem klasifikasi Oldeman. Praktikum kali ini kita membahas sistem
klasifikasi Oldeman. Sistem klasifikasi Oldeman digunakan untuk
keperluan praktis yang cukup berguna khususnya dalam klasifikasi lahan
pertanian tanaman pangan di Indonesia.
Iklim di suatu negara tidak selalu sama melainkan selalu berbeda
antara negara satu dengan lainnya, hal ini mampu menyebabkan
perbedaan dalam bidang proses alami, perkembangan dan kehidupan
biologis. Perbedaan iklim antara negara satu dengan negara lainnya
41
C. Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Klasifikasi Iklim Oldeman
Tabel 4.2 Data Curah Hujan Pos Hujan Sempu Kabupaten Magelang Tahun 2011-2020
FEBRUA MARE AGUST SEPTEMB OKTOB NOVEMB DESEMB
JANUARI RI T APRIL MEI JUNI JULI US ER ER ER ER
338,85714 251,42857 236,14285 149,71428 39,714 221,371428 402,22857
298 75,6 18,2 43 121,8
2011 29 14 71 57 3 6 14
2012 660 318 111 205 147 130 0 0 0 110 240 407
2013 506 263 310 249 326 193 153 0 1 204,8 246,4 209
2014 342 294 215 217 79 53 120 30 0 22 287,5 499
2015 519 282 644 381 94 26 0 0 0 0 194,2 510,5
2016 163 317 424 253 106 401 123 208,5 280 172 351 265
2017 311 465 264 490 32 66 17 0 91 194 232 405
2018 299 450 391 192 97 37 0 0 30 19 338 219
2019 448 292 260 493 50 14 0 0 0 0 119 282
2020 394 277 392 268 231 29 11 84 64 240 169 431
D. Pembahasan
Klasifikasi Iklim Oldeman tergolong klasifikasi yang baru di
Indonesia. Klasifikasi ini cukup berguna terutama dalam klasifikasi lahan
pertanian tanaman pangan di Indonesia. Iklim Oldeman merupakan klasifikasi
iklim yang didasarkan pada kriteria bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering
secara berturut-turut. Menurut Kusumo dan Septiadi (2016), klasifikasi iklim
Oldeman didasarkan atas jumlah bulan basah yang berlangsung secara
berturut-turut dengan kriteria perbedaan curah hujan bulanan yaitu bulan
basah dengan curah hujan >200 milimeter dan bulan kering dengan curah
hujan.
Iklim Oldeman adalah klasifikasi iklim yang didasarkan pada kriteria
bulan basah dan bulan kering secara berturut-turut. Menurut Anwar et al.
(2018), Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona
iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-
turut yang terjadi dalam setahun, sedangkan sub zona iklim merupakan
banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberin nama
Zona iklim berdasarkan huruf, yaitu Zona A, Zona B, Zona C, Zona D, Zona
E, sedangkan pemberian nama sub Zona berdasarkan angka yaitu sub1, sub 2,
sub 3, sub 4, sub 5. Zona A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang
tahun, Zona B hanya dapat ditanami padi dua periode dalam setahun, Zona C
dapat ditanami padi dua kali panen dalam setahun dimana penanaman padi
yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan
sistem gogo rancah, Zona D hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam.
Zona E penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik.
Pengamatan klasifikasi oldeman menggunakan data curah hujan dari
Kabupaten Magelang tahun 2011-2020. Pada data tersebut menunjukkan
bahwa Kabupaten Magelang termasuk ke dalam zona C2. Zona C2 memiliki
kriteria adalah Bulan Basah (BB) 5-6, dan Bulan Kering (BK) 2-3. Pada
daerah Kabupaten Magelang diperoleh Bulan Basah (BB) sebanyak 6, yaitu
pada bulan Januari, Februari, Maret, April, November, dan Desember. Jumlah
45
Bulan Lembab (BL), dan Bulan Kering (BK) yaitu 3, Bulan Lembab pada
bulan Mei, Juni, dan Oktober, sedangkan Bulan Kering terjadi pada bulan
Juli, Agustus, dan September.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka terdapat
beberapa kesimpulan yang dapat diambil yaitu:
a. Iklim Oldeman adalah klasifikasi iklim yang didasarkan pada
kriteria bulan basah dan bulan kering secara berturut-turut.
b. Klasifikasi Iklim Oldeman tergolong klasifikasi yang baru di
Indonesia. Klasifikasi ini cukup berguna terutama dalam klasifikasi
lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia
c. Iklim Oldeman merupakan klasifikasi iklim yang didasarkan pada
kriteria bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering secara berturut-
turut.
d. Pada data curah hujan Kabupaten Magelang pada Tahun 2011-2020
menunjukkan bahwa Kabupaten Magelang termasuk ke zona C2.
Zona C2 memiliki kriteria adalah Bulan Basah (BB) 5-6, dan Bulan
Kering (BK) 2-3.
2. Saran
Saran terhadap praktikum Agkroklimatologi tentang Klasifikasi Iklim
Oldeman, sebagai berikut:
a. Sebaiknya pelaksanaan praktikum Agroklimatologi kedepannya
dilakukan jauh jauh dari pelaksanakan UAS sehingga kita tidak
keteteran antara mngerjakan laprak dan belajar untuk UAS, lalu
sebaiknya pengerjaan laprak tidak langsung ke draf jadi karena jika
langsung draft jadi terasa berat dan banyak
b. Bagi Co-Assisten lebih meningkatkan komunikasi dengan praktikan
agar dalam menjelaskan dan memberikan pemamaparan materi serta
pengarahan dapat lebih jelas dipahami oleh praktikan
DAFTAR PUSTAKA
Kusumo, I., Septiadi, D., 2016. Tipe iklim oldeman 2011-2100 berdasarkan
skenario rcp 4,5 dan rcp 8,5 di wilayah sumatera selatan. Jurnal
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 3(3). 26-36.
Anwar, A., Sigit, S., Muhammad, F. B. (2018). Pergeseran klasifikasi Iklim
Oldeman dan Schmidth-Fergusson sebagai dasar pengelolaan sumberdaya
alam di Bengkulu. Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan, 7(1), 1-9.