Dosen pengampuh :
1. Dr. Widyastuti, S.Si.,M.si
2. Ir. Rahamawati, S.Si.,M.Sc
3. Exsa putra, S.Pd.,M.pd
Di Susun Oleh :
KELOMPOK VI
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
3.6 Pembahasan .................................................................................... 34
3.7 Kesimpulan..................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 35
PRAKTIKUM IV DEBIT ........................................................................... 36
4.1 Tujuan............................................................................................. 36
4.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 36
4.3 Dasar Teori ..................................................................................... 36
4.4 Cara Kerja ...................................................................................... 48
4.5 Hasil ............................................................................................... 39
4.6 Pembahasan .................................................................................... 40
4.7 Kesimpulan..................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 42
PRAKTIKUM V KUALITAS AIR ............................................................ 43
5.1 Tujuan............................................................................................. 43
5.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 43
5.3 Dasar Teori ..................................................................................... 43
5.4 Cara Kerja ...................................................................................... 46
5.5 Hasil ............................................................................................... 46
5.6 Pembahasan .................................................................................... 47
5.7 Kesimpulan..................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 48
LAMPIRAN.................................................................................................... 49
iii
RAKTIKUM I
DELINIASI DAS
1.1 Tujuan
Tujuan praktikum yaitu mahasiswa mampu menentukan batas Deliniasi
Daerah Aliran Sungai ( DAS ) dan mampu menggambarkan alur sungai yang
terdapat dalam DAS.
1
Asdak (1995: 4) Daerah Aliran Sungai (DAS) diartikan sebagai daerah yang
dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh di daerah
tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui
sungai-sungai kecil ke sungai utama. Secara umum DAS dapat didefinisikan
sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam, seperti punggungan bukit atau
gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana titik hujan yang
turun di daerah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik keluaran (outlet).
Ketertarikan antar hulu dan hilir menurut Asdak (1995:572) dapat dipakai
sebagai satuan monitoring dan evaluasi pengelolaan sumber daya air. Fungsi
pemantauan (mentoring) didefinisikan sebagai aktivitas-aktivitas pengamatan yang
dilakukan secara terus-menerus atau secara periodik terhadap pelaksanaan salah
satu atau dilakukan secara terus-menerus atau secara periodik terhadap pelaksanaan
salah satu atau beberapa program pengelolaan DAS untuk menjamin bahwa
rencana-rencana kegiatan diusulkan.
Daerah Aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara
topografik yang dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampungdan
menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkan ke laut melalui sungai utama.
2
Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan
atau program yang bersifat manipulasi sumber daya alam dan manusia yang
terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa
menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya air dan tanah. Ia mempunyai arti
sebagai pengelolaan dan alokasi sumberdaya alam didaerah aliran sungai termaksud
pencegahan banjir dan erosi, serta perlindungan nilai keindahan yang berkaitan
dengan sumberdaya alam, termaksud dalam pengelolaan DAS adalah identifikasi
keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air, dan ketertaitan antara daerah Hulu
dan Hilir suatu DAS (Ir. Suyono, 1984:3).
Daerah Aliran Sungai biasanya dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian
hulu, bagian tengah dan bagian hilir (Asdak, 1995: 11). Hartono (2008:4) dalam
Rahmawati, (2016 : 2) Secara biogeofisik menjelaskan sebagai berikut :
3
f. Lereng terjal
g. Pola penggerusan tubuh sungai berbentuk huruf “ V ”
Sistem ekologi DAS bagian Hulu pada umumnya dapat dipandang sebagai
suatu ekosistem pedesaan (Soemarwoto 1982 : 14). Ekosistem ini berdiri atas empat
komponen utama yaitu desa, sawah/lading. Sungai dan hutan.
4
2. Luas DAS
Terdapat aturan dalam pembulatan petak yang terpotong, yaitu :
a. Jika petak tersebut terpotong kurang dari setengah atau maksimal
setengah, maka akan tetap dihitung satu.
b. Jika petak terpotong lebih dari setengah, maka akan dihitung.
Daerah tangkapan hujan dan volume Run-off. Ukuran dan besar kecilnya
daerah tangkapan hujan yang memberi kontribusi terhadap aliran sungai
(contributing area) di dalam DAS berpengaruh langsung terhadap total volume
aliran yang keluar dari DAS. Umumnya, jika hujan jatuh merata di dalam dua DAS,
yaitu satu berukuran besar dan daerah tangkapan hujan relatif luas (DAS besar) dan
yang lain memiliki daerah tangkapan hujan yang lebih sempit atau (DAS kecil) dan
yang lain memiliki daerah tangkapan hujan yang lebih sempit atau (DAS kecil),
maka total volume aliran yang dihasilkan oleh DAS besar akan relatif banyak dari
DAS yang berukuran kecil dan volume air tersebut proporsional terhadap luas
daerah tangkapannya kebanyakan kejadian hujan hanya terjadi meliputi luasan
5
tertenu di dalam DAS. Suyono (1996:65) Oleh karena itu, untuk berbagai situasi,
volume aliran hanya akan ditentukan oleh luasan konstribusi. Luasan ini
menyatakan luasan bagian DAS yang terkena hujan, bukan luas total DAS.
Umunya, jika hujan jatuh merata didalam dua DAS, yang satu berukuran
besar dan daerah tangkapan hujannya relatif luas (DAS besar) dan yang lain
memiliki daerah tangkapan hujan yang lebih sempit atau (DAS kecil), maka total
volume aliran yang dihasilkan oleh DAS besar akan relatif lebih banyak dari DAS
yang berukuran kecil dan volume air tersebut proporsional terhadap luas daerah
tangkapannya. Kebanyakan kejadian hujan hnya meliputi luasan tertentu didalam
DAS. O;eh karena itu, untuk berbagai situasi, volume aliran hanya akan ditentukan
oleh luasan kontribusi (kontributing area). Luasan ini menyatakan luasbagian DAS
yang terkena hujan, bukan luas total DAS. Bentuk DAS berpengaruh terhadap besar
dan waktu terjadinya aliran puncak pada outlet DAS. Selanjutnya, pada kasus
bentuk DAS yang melebar, maka titik air dari berbagai lokasi di bagian hulu akan
sampai di outlet pada saat yang relatif sama dan menghasilkan debit puncak yang
lebih tinggi. Sebaliknya, pada bentuk DAS yang memanjang, maka titik-titik air
dari berbagai lokasi di wilayah hulu DAS sangat kecil kemungkinannya untuk
sampai di outlet pada saat yang sama di daerah bagian pegunungan bentuk DAS
terhadap aliran puncak. (Indarto, 2015:85)
6
a. Dendritik
Seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan
sudut yang beragam.Berkembang di batuan yang homogen dan tidak terkontrol
oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan horisontal, atau
pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.
b. Rectangular
Aliran rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan antara alirannya
membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku.Pola aliran ini berkembang
pada daerah rekahan dan patahan.
c. Paralel
Anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada
sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut.
Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal,
isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai.
d. Trellis
Percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-
sungai utama sejajar atau hampir sejajar.Berkembang di batuan sedimen
terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling antara yang lunak
danresisten.
e. Deranged
Pola aliran yang tidak teratur dengan sungai dengan sungai pendek yang
arahnya tidak menentu, payau dan pada daerah basah mencirikan daerah glacial
bagianbawah.
f. Radial Sentrifugal
Sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik.Berkembang pada
vulkanataudome.
g. Radial Centripetal
Sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah. Berkembang di
kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.
Orde sungai adalah nomor urut setiap segmen sungai terhadap sungai
induknya. Metode penentuan orde sungai yang banyak digunakan adalah Strahler.
7
Sungai orde 1 menurut Starhler adalah anak-anak sungai yang letaknya paling ujung
dan dianggap sebagai sumber mata air pertama dari anak sungai tersebut. Segmen
sungai sebagai hasil pertemuan dari orde yang setingkat adalah orde 2, dan segmen
sungai sebagai hasil pertemuan dari dua orde sungai yang tidak setingkat adalah
orde sungai yang lebih tinggi. Ilustrasi dari penggunaan metode Strahler tersebut
dapat dilihat pada gambar 2. Metode lain dalam penentuan orde sungai ini antara
lain adalah metode Horton, Shreve, dan Scheideger
8
1.5 Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini salinan berupa data yang diperoleh
berdasarkan peta RBI dan Deliniasi DAS
1.6 Pembahasan
DAS meruapakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan
biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan didalamnya terdapat
keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi.
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan wilayah yang paling tepat bagi
pembangunan, tempat bertemunya kepentingan nasional dangan kepentingan
setempat. Pembangunan ekonomi yang mengolah kekayaan alam Indonesia harus
senantiasa memperhatikan bahwa pengelolaan sumber daya alam juga bertujuan
untuk memberi manfaat pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, sumber daya
alam terutama hutan, tanah dan air harus tetap dijaga agar kemampuannya untuk
mempebaiki diri selalu terpelihara.
1.7 Kesimpulan
Pada prinsipnya kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS)
merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mengurangi dan menghadapi
permasalahan sumber daya air baik dari segi kualitas dan kuantitasnya. Oleh
karenanya, kebijakan ini merupakan bagian terintegrasi dari kebijakan lingkungan
yang didasarkan pada data akademis maupun teknis. Beragamnya kondisi
linkungan pada beberapa daerah serta pekembangan ekonomidan sosial, menjadi
tantangan bagi perkembangan daerah. Serta menuntut juga keberagaman spesifik
analisa serta solusinya. Keberagaman ini diperhitungkan dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan untuk memastikan bahwa perlindungan dan penggunaan
DAS secara berkelanjutan ada dalam suatu rangkaian kerangka kerja.
9
DAFTAR PUSTAKA
Suyono, 1996. Peranan Stasiun Pengamat Arus Sungai Dalam Pengelolaan DAS.
Bahan Kursus SPAS. Pelatihan SPAS BTP-DAS Solo.
10
PRAKTIKUM II
KECEPATAN ARUS
2.1 Tujuan
Pelaksanaan Praktikum lapangan ini dimaksudkan untuk mengetahui
kecepatan arus sungai dan untuk mengetahui pola-pola aliran sungai.
11
kemudian yang turun kembali setelah hujan selesai. Grafik yang menunjukan naik
turunnya debit sungai menurut waktu disebut hidrograf, bentuk hidrograf sungai
tergantung dari sifat hujan dan sifat daerah aliran sungai ( Arsyad,2006:28).
Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat
ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau ssdengan
pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk
volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu.
Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per
detik(m3/dt),(Kartodiharjo,2008:30).
Sungai dari satu atau beberapa aliran sumber air yang berada di ketinggian,
umpamanya disebuah puncak bukit atau gunung yg tinggi, dimana air hujan sangat
banyak jatuh di daerah itu, kemudian terkumpul dibagian yang cekung, lama
kelamaan dikarenakan sudah terlalu penuh, akhirnya mengalir keluar melalui
bagian bibir cekungan yang paling mudah tergerus air. Selanjutnya air itu akan
mengalir di atas permukaan tanah yang paling rendah, mungkin mula mula merata,
namun karena ada bagian- bagian dipermukaan tanah yg tidak begitu keras, maka
mudahlah terkikis, sehingga menjadi alur alur yang tercipta makin hari makin
panjang, seiring dengan makin deras dan makin seringnya air mengalir dialiran itu.
Semakin panjang dan semakin dalam, alur itu akan berbelok, atau bercabang,
apabila air yang mengalir disitu terhalang oleh batu sebesar alur itu, atau batu yang
banyak. (Asdak, 1995:347)
demikian juga dgn sungai di bawah permukaan tanah, terjadi dari air yang
mengalir dari atas, kemudian menemukan bagian-bagan yang dapat di tembus ke
bawah permukaan tanah dan mengalir ke arah dataran rendah
yg rendah.lama kelamaan sungai itu akan semakin lebar.
Sedangkan pengukuran Debit sungai yang paling sederhana dapat di
lakukan metode apung (floating method). Besarnya kecepatan rata-rata aliran
permukaan sungai ditentukan berdasarkan persamaan berikut :
𝒔
V=𝒕
12
Keterangan : V = kecepatan rata-rata aliran
2.5 Hasil
Untuk mendapatkan kecepatan arus digunakan rumus:
RUMUS : V = S/T
13
Vkiri = 6,65+11,87+10,70 = 29,22
3
= 9,74 s
Rata-rata = V1 + V2+V3
3
= 9,74+6,09+6,94
3
= 18,143 s
Titik 1
10
V= 18,143
14
Tabel 1.2 Waktu Tempuh arus sungai
Kiri Tengah Kanan
11,87 s 6,20 s 6,65 s
10,70 s 6,71 s 7,75 s
11,70 s 5,86 s 6,97 s
Rata-rata = V1 + V2+V3
3
= 11,42+6,25+7,12
3
= 8,26 s
Titik II
10
V= 8,26
15
c. Pada titik I ( Tengah )
Titik Koordinat
S = 00˚ 35’ 48.18’’
E = 119˚ 49’ 50.33’’
Rata-rata = V1 + V2+V3
3
= 9,13+5,98+9,29 = 24,4
3
= 8,13 s
16
Debit titik 1
10
V= 8,13
Rata-rata = V1 + V2+V3
3
= 5,86+5,06+8,59 = 19,51 s
17
3
= 6,503 s
Titik II
10
V= 6,503
Rata-rata = V1 + V2+V3
18
3
= 7,51+5,64+11,85 = 25
3
= 8,333 s
Titik 1
10
V=
8,333
2.6 Pembahasan
Das merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan
biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan didalamnya terdapat
keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi.
Titik hulu 1, titik hulu 2, titik tengah 1, titik tengah 2, dan titik hilir 1
pengambilan data diperoleh dengan cara menghitung titik koordinat menggunakan
GPS. Mengitung kecepatan arus pinggir kanan, kecepatan arus tengah, kecepatan
arus pinggir kiri menggunakan botol plastik dan stopwatch, dalam pengambilan
data menghitung kecepatan arus jarak rata-rata yang digunakan yaitu 10 meter.
Kemudian mengukur luas penampang kering kanan, lebar basah sungai, dan luas
penampang kering kiri menggunakan meteran rol, serta mengukur kedalaman
sungai penampang kanan, penampang tengah dan penampag kiri menggunakan
mistar kayu.
19
dan tingkat erosi sungai sedang. Pola aliran sungai dendrit, jenis material Bed load
or traction load, deposisi lebar gisik/endapan <5 M, ukuran material gisik/endapan
kerikil. Unit lahan entuk fluvial, dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan kelapa,
berpotensi banjir. Pelapukan lereng sungai mekanik dan tingkat pelapukan ringan.
Observasi sungai bagian tengah, titik koordinat S=000 35’17.70” E=
1190549’17.06”. Lebar basah rata-rata sungai=20 M sedangkan lebar kering rata-
rata sungai= 26 M. Kedalaman rata-rata sungai= 34 cm. Tipe lembah sungai
berbentuk V dan tipe dinding sungai berbentuk cekung. Jenis erosi pada sungai
yaitu jurang dan tingkat erosi sungai berat. Pola aliran sungai dendrit, jenis material
Bed load or traction load, deposisi lebar gisik/endapan 25-50 M, ukuran material
gisik/endapan pasir kasar. Unit lahan entuk fluvial, dimanfaatkan sebagai lahan
perkebunan pisang, sagu, kelapa dan bambu, berpotensi banjir. Pelapukan lereng
sungai mekanik dan tingkat pelapukan menengah.
Observasi sungai bagian hilir, titik koordinat S=000 35’59.32” E= 1190
548’00.23”. Lebar basah rata-rata sungai=13 M sedangkan lebar kering rata-rata
sungai= 50 M. Kedalaman rata-rata sungai= 77,3 cm. Tipe lembah sungai berbentuk
U dan tipe dinding sungai berbentuk tak beraturan. Jenis erosi pada sungai yaitu
jurang dan tingkat erosi sungai ringan. Pola aliran sungai dendrit, jenis material
Dissolved load or solute load, deposisi lebar gisik/endapan >100 M, ukuran
material gisik/endapan pasir halus. Unit lahan entuk fluvial, dimanfaatkan sebagai
lahan perkebunan pisang, dan mangga, berpotensi banjir. Pelapukan lereng sungai
mekanik dan tingkat pelapukan lanjut.
Karakteristik aliran di sungai toaya, secara alamiah alur sungai dari wilayah
hulu ke hilir membentuk profil berbelok-belok, sebagian besar sekitaran sungai
dimanfaatkan oleh warga sekitar sebagai lahan perkebunan, namun potensi banjir
dapat mengakibatkan kerusakan pemanfaatan lahan tersebut.
2.7 Kesimpulan
Dari praktikum ini praktikan dapat menyimpulkan bahwa kecepatan arus
sungai pada bagian hulu sungai, tengah sungai, dan hilir sungai itu memiliki
kecepatan yang berbeda- beda.
20
DAFTAR PUSTAKA
Indarto. 2014. Dasar Teori dan contoh aplikasi model hidrologi. Jakarta : Bumi
Aksara
Rahmawati. 2016. Modul ptraktikum hidrologi. Palu : Program Studi Pendidikan
Geografi, FKIP UNTAD PALU
21
PRAKTIKUM III
LUAS PENAMPANG
3.1 Tujuan
Tujuan dilakukan pengukuran sungai Toaya,Desa Sumari dan Desa Toaya,
untuk mengetahui luas penampang sungai,dari hulu,tengah dan hilir.
3.2 Alat dan Bahan
1. Meteran
2. Milimeter Block
3. Alat Tulis
4. GPS (global positioning system)
3.3 Dasar Teori
Penampang basah diperoleh dengan pengukuran lebar permukaan air dan
pengukuran kedalaman dengan tongkat pengukuran atau kabel pengukuran.
Penampang adalah bentuk yang diperoleh bila sebuah benda atau permukaan
dipotong(diiris) oleh sebuah bidang datar tertentu(Sri Harto,1993).
Luas penampang sungai juga dapat di ukur dengan cara menggunakan current
meter/pelampung (v) (Hermantoro).
Luas penampang diukur dengan menggunakan meteran dan piskal (tongkat
bambu atau kayu) dan kecepatan aliran diukur dengan menggunakan
‘currentmeter’. Sebelum mengadakan pengukuran, pemilihan lokasi merupakan hal
penting yang harus diperhatikan, karena kesesuaian lokasi akan berpengaruh
terhadap akurasi hasil pengukuran(Yuwono.1986).
Uktoselya (1991) menyatakan bahwa Arus merupakan suatu gerakan air yang
mengakibatkan perpindahan horizontal dan vertical masa air. Arus dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan fisik pada sungai dan muara sungai, seperti
pengikisan darat, pemindahan sedimen dan sebagainya. Disamping itu
besarnyavolume air yang mengalir dan kuatnya pasang surut, akan mempengaruhi
system arus pada muara sungai.
22
3.4 Cara Kerja
1. Mengukur lebar sungai secara keseluruuhan menggunakan meteran
2. Mengukur luas kering bagian kanan dan kiri sungai
3. Mengukur kedalaman bagian kiri, kanan dan tengah menggunakan
meteran balok
4. Mengukur kedalaman sungai 20 cm dari perbatasan antara lebar kering
dan lebar basah
3.5 Hasil
Berdasarkan praktek yang kami lakukan, maka didapatkan hasil sebagai
berikut :
a) Penampang Bagian Hulu Sungai titik I
Lebar sungai = 25,3 m
Lebar basah = 16 m
Lebar keringkiri = 6,3 m
Lebar kering kanan =3 m
Kedalaman
Kiri =20 cm
Tengah = 41 cm
Kanan =15 cm
Skala yang digunakan = 1 : 40
Luas penampang bagian sungai hulu titik 1
I =PxL
P= 19,5 cm
L=0,3 cm
= 5,85 cm2
II
½. a.t
a=0,3cm
t=0,5cm
=
½. 0,15
23
=0,07 cm2
III PxL
P= 19,5 cm
L=0,5cm
=9,75 cm
IV ½. a.t
a=0,6 cm
t= 19,5cm
=½. 11,7
=5,85 cm2
1
/2.a.t
V a=0,5 cm
t=19,5 cm
=1/2.9,75
=4,87 cm2
1
VI /2.a.t
a= 0,5 cm
t= 0,5 cm
=1/2.0,25
=0,125 cm2
Luas penampang :
+ + + + + +
24
b) Penampang bagian hulu sungai titik II
lebar Sungai = 41,5 m
Penampang basah =9,10 m
Kering Kanan = 1,9 m
Kering Kiri = 30,15 m
Kedalaman Kanan = 50,5 cm
Kedalaman Kiri = 24 cm
Kedalaman Tengah = 62 cm
Skala yang di gunakan = 1: 40
PxL
I P= 10,87 cm
L=1,2 cm
=13,04 cm2
1/2. a.t
II a =1,2 cm
T =0,5 cm
=½.0,6
= 0,3 cm2
PxL
III P=10,87 cm
L= 0,6 cm
=6,52 cm2
1
/2.a.t
IV a =0,3 cm
t =10,87 cm
25
=1/2 .3,261
=1,6305 cm2
½.a.t
V a =0,9 cm
t =10,87cm
=½.9,783
=4,89 cm2
1 2.
/ a.t
VI a =0,6 cm
t =0,5 cm
=1/2.0,3
= 0,15 cm2
Luas penampang Hulu sungai titik II
+ + + + +
26
Luas Penampang bagian tengah titik 1
I PxL
P= 25,6 cm
L= 0,5 cm
= 12,8 cm2
II ½.a.t
a=0,5 cm
t=0,5 cm
=½.0,25
=0,12 cm2
III PxL
P =25,6 cm
L = 0,9 cm
=23,04 cm2
IV ½.a.t
a=0,2 cm
t=25,6 cm
=½.5,12
= 2,56 cm2
V ½.a.t
a=0,1 cm
t=25,6 cm
=½.2,56
= 1,28 cm2
27
VI ½.a.t
a=0,9 cm
t=0,5 cm
=½.0,45
= 0,011 cm2
+ + + + + +
I PxL
P=14,2 cm
L=1,02cm
28
=14,484 cm2
II ½.a.t
a=0,5 cm
t=1,02cm
= ½.0,51
=0,25 cm2
III PxL
P=14,2 cm
L=1,17 cm
= 16,614 cm2
IV ½.a.t
a=14,2 cm
t=0,8cm
= ½.11,36
=5,68 cm2
1
V /2.a.t
a= 14,2 cm
t = 0,7 cm
=1/2.99,4
= 49,7 cm2
VI ½.a.t
a= 1,17 cm
t= 0,5cm
=1/2. 0,585
= 0,29 cm2
29
Luas Penampang :
+ + + + +
I PxL
P=16,6 cm
L=0,8cm
=13,28 cm2
II ½.a.t
a=0,8 cm
t= 0,5 cm
= ½.0,4
=0,2 cm2
30
III PxL
P=16,6 cm
L=0,5 cm
=8,3 cm2
IV ½.a.t
a= 0,1 cm
t= 16,6 cm
= ½.1,66
= 0,83cm2
1
V /2.a.t
a=0,3 cm
t=16,6 cm
= 1/2 .4,98
= 2,49 cm2
1
VI /2 . a.t
a= 0,5
t=0,5
=1/2 . 0,25
= 0,125 cm
Luas Penampang :
+ + + + +
31
f) Penampang Bagian Hilir Sungai Titik I ( kiri)
Lebar sungai =8m
Penampang basah =2,40 m
Kering kanan (gosong sungai) = 4,3 m
Kering kiri =2m
Kedalaman kiri =13 cm
Kedalaman kanan =9 cm
Kedalaman tengah =11 cm
Skala yang di gunakan = 1: 40
I PxL
P=4,75 cm
L=0,22 cm
=1,045 cm2
II ½.a.t
a=0,22 cm
t=0,5 cm
= ½.0,11
=0,05 cm2
III PxL
P=4,75 cm
L=0,3 cm
= 1,425 cm2
32
IV ½.a.t
a=0,05 cm
t=4,75 cm
= ½.0,23
=0,11 cm2
V ½.a.t
a=0,05 cm
t=4,75 cm
= ½.0,23
=0,11 cm2
VI ½.a.t
a=0,3 cm
t=0,5cm
= ½.0,15
=0,075 cm2
+ + + + +
33
3.7 Kesimpulan
Dari praktik yang kami lakukan di sungai Toaya dari Desa Sumari samapi
ke Desa Toaya dibagian hulu,tengah, dan hilir baik itu lebar kering kiri, lebar kering
kanan, lebar basah, kedalaman kiri, kedalaman tengah, dan kedalam kanan
didapatkan hasil pengukuran yang berbeda-beda dari, sehingga dapat di simpulkan
bahwa luas penampang di bagian hulu,tengah dan hilir itu berbeda-beda.
34
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay.1995, Hidrologi dan Pengelolaan DAS.Gajah Mada Universithy
Press.
Suyono, susrodarsono, 1976 Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnaya Paramitha
Jakarta.
Rahmawati. 2018/2017. Modul Praktikum Hidrologi. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Tadulako.
35
PRAKTIKUM IV
DEBIT
4.1 Tujuan
Untuk mengetahui luas penampang sungai di Desa Sumari dan Desa
Toaya,Kecamatan Sindue,Kabupaten Donggala. Untuk dapat Mengetahui
Kecepatan arus pada sungai, Untuk dapat mengetahui besar volume air tiap satuan
waktu pada sungai tersebut.
Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu
penampang melintang sungai persatuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya
debit dinyatakan dalam satuan m3/s. Dalam laporan-laporan teknis, debit aliran
biasanya ditunjukkan dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu
perilaku debit sebagai respons adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang
berlangsung dalam suatu DAS atau adanya perubahan iklim lokal (Asdak,2007).
Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan volume per waktu. Debit
adalah satuan besaran air yang keluar dari Daerah Aliran Sungai (DAS).
Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir
pada suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter
per/detik.untuk memenuhi keutuhan air pengairan, debit air harus lebih cukup untuk
36
disalurkan ke saluran air yang telah disisapkan (Dumairy,1992). Dalam kegiatan
pengukuran debit air disungai Toaya ini digunakan metode apung. Metode ini
merupakan metode tidak langsung dalam pengukuran debit air, karena hanya
kecepatan aliran yang diukur, yaitu dengan mengukur waktu yang dibutuhkan
benda apung untuk melewati jarak yang telah ditentukan pada suatau aliran sungai.
Metode ini juga tidak membutuhkan perlatan khusus, tetapi dapat memperoleh hasil
yang layak.
Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting bagi
pengelola sumber daya air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang
bangunan pengendali banjir. Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk
perencanaan alokasi air. Debit aliran rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran
potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai
(Asdak,2007).
𝑺
V=
𝒕
37
Dengan demikian besarnya debit selanjutnya dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut :
Q=AxV
38
masing-masing titik dan mengisi hasil perhitungannya pada V rata-rata.
Akhirnya besar debit sungai dapat dihitung menggunakan persamaan Q = k ×
jumlah A × V rata-rata.
4.5 Hasil
Pembahasan ini ada tiga bahan materi yang akan dibahas, seperti yang telah
dibahas di atas antara lain :
Keterangan : Q = Debit
A = Luas penampang melintang sungai
V = Kecepatan rata-rata aliran permukaan sungai
39
Bagian tengah sungai titik II
Q =A×V
= 87,018 cm2 × 1,537 m/s
= 133,7466 m3/s
4.6 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pada sungai Toaya pada bagian hulu sungai,
tengah sungai, dan hilir sungai. debit sungai yang di dapatkan berbeda-beda
dikarenakan kontur sungai yang berbeda-beda dan juga luas penampang yang
berbeda-beda.Hasil debit juga dapat disebabkan oleh curah hujan.Dimana dapat
dilihat kalau curah hujan yang tinggi dapat meneybabkan ketinggian pada debit air
sungai,dan sebaliknya jika curah hujan rendah maka debit air pun rendah.
40
4.7 Kesimpulan
41
DAFTAR PUSTAKA
Sumantry Teddy. 2012. Pengukuran Debit dan Kualitas Air Sungai Cisalak Pada
Tahun 2012. Pusat Tekhnologi Limbah Radioaktif- BATAN.
42
PRAKTIKUM V
KUALITAS AIR
5.1 Tujuan
Untuk mengetahui keberadaan unsur besi dan unsur lainya pada sampel air.
43
TDS adalah singkatan dari “ Total Disolved Solids” atau “jumlah padatan
terlarut”. Jadi TDS meter memiliki pengertian “alat ntuk mengukur jumlah padatan
partikel terlarut di dalam air”. Alat ini biasanya digunakan untuk mengukur jumlah
partikel terlarut pada air minum dan jumlah digunakan untuk mengukur kepekatan
larutan nutrisi hidroponik atau dengan kata lain kosentrasi larutan nutrisi.
Pengukuran nutrisi hidroponik adalah suatu hal yang mutlak dan sifatnya sangat
penting
2. EC meter
EC meter sigkatan dari “ Electrical Conductivity” alat ini di gunakan untuk
megukur suatu kepekatan ( dalam hal ini adalah larutan nutrisi hidroponik ). TDS
meter dan EC meter sebenarnya memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk mengukur
kepekatan suatu larutan nutrisi hidroponik. Hanya saja pengukurannya
menggunakan unit yang berbeda, TDS untuk mengukur kosentrasi atau jumlah
partikel terlarut sedangkan EC untuk mengukur nilai konduktifitasnya. EC meter
merupakan alternatif dari TDS meter untuk mengukur kepekatan suatu larutan
nutrisi hidroponik. EC meter dan TDS meter sama sama di gunakan untuk
mengukur kepekatan suatu larutan nutrisi hidroponik, jika tidak ada TDS meter
anda bisa menggunakan EC meter atau sebaliknya.
3. PH meter
PH meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur derajat keasaman
atau kebebasan (pH) suatu benda baik padat maupun cair. Dalam hal tanam
menanam pH meter berfungsi untuk mengukur pH larutan nutrisi hidroponik. PH
air diukur sebelum dan sesudah di lakukan penambahan nutrisi hidroponik.
Pengukuran pH di tentukan dengan angka 1 hingga 14, dimana angka 7 menunjukan
pH netral. Sedangkan angka di bawah 7 hingga 1 menunjukan kondisi asam dan
angka di atas 7 hingga 14 adalah basa.
Beberapa parameter tersebut sangatlah penting untuk di uji dalam
pembuatan air minum dalam kemasan salah satunya adalah pH. Air minum yang
baik memiliki pH berkisar dari 6 hingga 8,5. Hal ini di ungkapkan oleh “World
Health Organization” ( WHO ) bahwa jika air minum yang di konsumsi terlampau
basah (pH>8.5) maka dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit dan jaringan dan
44
bahkan mengalami gangguan gastrointernal. Sebaliknya bila pH terlampau asam (
pH<4) maka hal yang sama akan terjadi. Hal ini akan sangat berbahaya, sehingga
air kemasan yang di proses sedemikian rupa sehingga kontaminan yang ada di
dalamnya dapat di minimalisir dan aman untuk di konsumsi.
Beberapa cara untuk menaikkan pH adalah dengan cara menambahkan atau
magnesium calbonate ( CaCO3 atau MgCO3 ). Penambahan ini dapat dilakukan
pada mentoring pH pada saat sebelum memasuki tahap desinfektasi. Hal ini karena
pH memiliki peran penting dalam proses densinfektasi mikroorganisme.
Penggunaan calsium atau magnesium carbonate tidak hanya untuk menaikkan pH
namun juga dapat meperkaya mineral sehat yang ada dalam air.
Selain pH, parameter yang harus untuk dilakukan monitoring adalah Total
Dissolved solid ( TDS ) atau total zat terlarut. Jika untuk range pH air minum baik
berkisar pada 6,0 – 8,5 halnya dengan parameter TDS yang tidak boleh melebihi
500 ppm hal ini di karenakan paremeter TDS melambangkan mineral yang
terkandung di dalam air. Mineral ini dapat di golongkan menjadi 2, yaitu yang
berbahaya seperti arsenik, sulvat, bromida, mangan, dan lainnya serta yang baik
bagi tubuh sperti calsium dan magnesium. Nilai TDS haruslah di monotoring
karena parameter ini akan mempengaruhi pada rasa air yang di konsumsi. Berikut
adalah klasifikasi untuk nilai TDS Air.
45
5.4 Cara kerja
a. Menentukan lokasi yang akan di ambil sampel airnya minimal 5 lokasi yang
berbeda.
b. Setelah 5 lokasi di tentukan, ambil sampel air dari masing-masing lokasi
dengan botol sampel.
c. Ukur air tersebut menggunakan TDS Meter.
d. Amati angka yang keluar dari TDS, kemudian sesuaikan kualitas air yang
ada di table.
5.5 Hasil
46
5.6 Pembahasan
5.7 Kesimpulan
47
DAFTAR PUSTAKA
48
LAMPIRAN
49
Gambar 2.1 Kelompok VI
50
Gambar 2.3 Pengukuran Lebar Basah Sungai
51
Gambar 2.5 Menghitung Kecepatan Arus
52
Gambar 2.7 Pengukuran Kualitas Air
53
Gambar 2.9 DAS
54
2.11 Penamapang titk 1 hulu
55
2.14 Luas penampang titik 2 tengah
56