RISIKO BENCANA
KABUPATEN
SUKABUMI
Tim Penyusun:
Anindita Prasasya 24219005
Fuad Hasyim 25419026
Sitti Rahma Sy. Wahab 25420004
Ega Varian Okta 25420009
Nisa Zafirah 25420011
Fahrul Hidayat 25420029
Farijzal Arrafisena 25420039
Rilly Algi Octaviani Langoy 25420043
Saghita Desiyana Maurischa 25420045
Ni Luh Putu Hendiliana Dewi 25420046
Ibnu Thomiyah R 25420052
Imelda Shafira Sirony Putri 25420063
Dosen:
Ir. Harkunti Pertiwi Rahayu, Ph.D.
i
5.1.3 Search and Rescue (SAR) (Ibnu) ........................................................................ 64
5.1.4 Dinas Komunikasi dan Informatika, Media dan BMKG Kabupaten Sukabumi . 65
5.1.5 Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sukabumi ................................................... 67
5.1.6 Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi .............................................................. 68
5.1.7 Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi ............................................................. 70
5.1.8 Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi dan Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia
(ASPI) 71
5.1.9 Non-Governmental Organization (NGO) ............................................................ 72
5.1.10 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) .................................................................. 74
5.1.11 Swasta (Investor) ................................................................................................. 74
5.1.12 Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri) 76
5.2 Integrasi Stakeholder ................................................................................................... 77
5.3 Strategi Pengurangan Risiko Bencana ........................................................................ 78
BAB 6.......................................................................................................................................... 80
6.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 80
6.2 Rekomendasi Manajemen Bencana ............................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 81
ii
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan dasar-dasar penelitian yang terdiri dari latar belakang
penelitian, rumusan persoalan beserta tujuan dan sasaran penelitian yang ingin dicapai, ruang
lingkup penelitian yang terdiri dari ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup waktu, metodologi
penelitian dan sistematika pembahasan.
Kabupaten Sukabumi berada di Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian selatan
Pulau Jawa dengan langsung berbatasan dengan Samudera Hindia. Topografi wilayah Kabupaten
Sukabumi meliputi pengunungan di bagian utara serta bergelombang di area selatan serta area
pesisir di wilayah selatan. Kondisi ini yang menyebabkan Kabupaten Sukabumi menjadi daerah
rawan bencana. Kabupaten Sukabumi menduduki peringkat ketiga daerah rawan bencana
(RPJMD, 2016) di Provinsi Jawa Barat. Kerawanan bencana yang dialami cenderung rawan
gerakan tanah/longsor, gempa bumi, dan tsunami. Sebagian wilayah Kabupaten Sukabumi berada
di selatan Pulau Jawa yang berada di zona rawan gempa bumi akibat tumbukan antara lempeng
Samudera Indo-Australia dengan lempeng Benua Eurasia. Interaksi kedua lempeng tersebut
pernah terjadi di masa lalu dan tidak tertutup kemungkinan akan terjadi di masa datang.
Kawasan Teluk Palabuhanratu yang berada di pantai selatan Pulau Jawa merupakan
daerah pariwisata namun tidak terlepas dari ancaman bahaya gempa bumi dan tsunami.
1
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Berdasarkan katalog Tsunami Indonesia, Kawasan Palabuhanratu mengalami tsunami kecil pada
tahun 2009 dengan sumber tsunami di Tasikmalaya (BMKG, 2019). Menurut catatan
pengamatan, tsunami tersebut tidak mengalami kerusakan. Kemudian, pada tanggal 17 juli 2006
terjadi gempa di sebelah selatan pantai Pangandaran. Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi
dan Geofisika atau PGN BMG menyatakan gempa bumi yang terjadi di kawasan pantai
Pangandaran tersebut terjadi pada pukul 15.19 berkekuatan 6,8 Magnitudo, dengan pusat gempa
tektonik pada kedalaman kurang dari 30 km di titik 9,4 Lintang Selatan, dan 107,2 Bujur Timur.
Gempa bumi tersebut juga menyebabkan terjadinya gelombang tsunami yang menerjang pantai
selatan Jawa Barat seperti Cilauteureun, Kab. Garut, Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, Pangandaran,
Kab. Ciamis, pantai selatan Cianjur dan Sukabumi.
2
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
3
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
BAB I PENDAHULUAN
Bagian ini menjelaskan analisis kajian risiko bencana secara deskriptif terhadap bahaya
atau ancaman di Kabupaten Sukabumi, kemudian analisis kerentanan yang meliputi kerentanan
sosial, kerentanan fisik, kerentanan ekonomi, kerentanan lingkungan dan hasil dari seluruh
kerentanan yang ada. Dilakukan juga analisis kapasitas dan analisis risiko bencana di Kabupaten
Sukabumi.
Bagian ini memaparkan proses perencanaan evakuasi dan mitigasi setelah dilakukan
analisis terhadap kajian risiko bencana. Dipaparkan tentang perhitungan waktu evakuasi,
penentuan terhadap tempat evakuasi sementara, penentuan rambu evakuasi dan penentuan sirine
evakuasi.
4
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
5
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
BAB 2
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum wilayah penelitian yang ditinjau
berdasarkan kondisi sosial kependudukan, ekonomi, fisik dan lingkungan, sarana dan prasarana,
kelembagaan dan legalitas, serta potensi tsunami yang ditinjau berdasarkan sejarah bencana
tsunami di Kabupaten Sukabumi.
6
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Kecamatan
Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi Tahun 2019
7
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
8
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
71-75
61-65
51-55
41-45
31-35
21-25
11-15
0-5
150 000 100 000 50 000 0 50 000 100 000 150 000
Laki-laki Perempuan
9
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
kelompok usia muda. Jika ditinjau lebih jauh, jumlah penduduk usia produktif yaitu usia 15-64
berjumlah 1.716.417 jiwa atau lebih besar dibandingkan dengan jumlah usia non produktif yaitu
usia <15 tahun dan >64 tahun yang berjumlah 692.672 jiwa. Dari hal tersebut, dapat dilihat tingkat
ketergantungan penduduk atau dependency ratio Kabupaten Sukabumi pada tahun 2019 adalah
sebesar 48,92%. Dengan kata lain, setiap 100 orang yang berusia produktif memiliki tanggungan
sebanyak 49 penduduk yang non produktif.
1. Kondisi Kemiskinan
Tabel 2.5 Presentase dan Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Sukabumi 2012-2019
Garis Kemiskinan Presentasi Penduduk Jumlah Penduduk
Tahun
(Rupiah / Kapita/ Bulan) Miskin ( Ribu)
2012 227741
2013 240188
2014 247800
2015 260068 217.9
2016 270055 198.7
2017 284603 197.1
2018 302213 166.3
2019 309676 153.3
Sumber: Kabupaten Sukabumi Dalam Angka Tahun 2020
Pada di atas dijelaskan tentang Presentase dan Jumlah penduduk miskin di Kabupaten
Sukabumi pada Tahun 2012 hingga 2019. Jumlah Penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang
memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Jika dilihat dari
data garis kemiskinan penduduk miskin dari tahun 2012 mengalami peningkatan hingga tahun
2019. Presentasi penduduk miskin yang memiliki pengeluaran perkapita perbulan paling besar
yaitu pada tahun 2019 sebanyak Rp. 309,676.00 dan yang paling kecil ada di tahun 2012 sebanyak
Rp. 227,741.00. Sementara itu jika dilihat dari data jumlah penduduk miskin dari tahun 2015 –
2019 mengalami penurunan dimana pada tahun 2015 penduduk miskin Kabupaten Sukabumi
mencapai 217.9 Ribu Jiwa sedangkan pada tahun 2019 jumlah penduduk miskin Kabupaten
Sukabumi menurun hingga 153.3 Ribu Jiwa dimana Kabupaten Sukabumi menduduki peringkat
ke-8 se Jawa Barat. Untuk penjelasan yang lebih rinci bisa liat grafik presentase kemiskinan di
bawah ini.
Gambar 2.2 Presentase Kemiskinan di Kabupaten Sukabumi Tahun 2012 – 2019
12
10
8
6
4
2
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Sumber: Kabupaten Sukabumi Dalam Angka Tahun 2020
10
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Tabel 1.6 Proporsi Penduduk Miskin di Kecamatan Pelabuhan Ratu Tahun 2019
No Nama Desa Proyeksi Rasio Kemiskinan
1. Citarik 0.00032
2. Palabuhanratu 0.00080
3. Citepus 0.00029
4. Cibodas 0.00020
5. Buniwangi 0.00013
6. Cikadu 0.00021
7. Pasirsuren 0.00017
8. Tonjong 0.00015
9. Jayanti 0.00016
10. Cimaggu 0.00011
JUMLAH 0.00253
Sumber: Hasil Olahan Data Dalam Angka Tahun 2020
Ket: Desa / Kelurahan yang di bold dan berwarna adalah lingkup wilayah kajian
Pada tabel di atas dijelaskan tentang proporsi penduduk miskin yang ada di Kecamatan
Pelabuharatu Kabupaten Sukabumi Tahun 2019. Diketahui bahwa jumlah penduduk miskin
terbesar berada di Desa Pelabuhanratu sebanyak 0.00080 dan penduduk miskin terkecil
sebanyak 0.00011 berada di Desa Cimanggu.
Tabel 2.7 Proporsi Penduduk Miskin di Kecamatan Simpenan Tahun 2019
No Nama Desa Proyeksi Rasio Kemiskinan
1. Cihaur 0.00017
2. Kertajaya 0.00019
3. Loji 0.00027
4. Cidadap 0.00038
5. Cibuntu 0.00015
6. Mekarasih 0.00013
7. Sangrawayang 0.00007
JUMLAH 0.00136
Sumber: Hasil Olahan Data Dalam Angka Tahun 2020
Ket: Desa / Kelurahan yang di bold dan berwarna adalah lingkup wilayah kajian
Pada di atas dijelaskan tentang proporsi penduduk miskin yang ada di Kecamatan
Simpenan Kabupaten Sukabumi Tahun 2019. Diketahui bahwa jumlah penduduk miskin terbesar
berada di Desa Cidadap sebanyak 0.00038 dan penduduk miskin terkecil sebanyak 0.00007
berada di Desa Sangrawayang.
Tabel 2.8 Proporsi Penduduk Miskin di Kecamatan Cikakak Tahun 2019
Proyeksi Rasio
No Nama Desa
Kemiskinan
1. Cimaja 0.00016
2. Cikakak 0.00016
3. Sukamaju 0.00014
4. Cileungsing 0.00006
5. Ridogalih 0.00013
6. Margalaksana 0.00009
7. Sirnarasa 0.00016
11
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
8. Gandasoli 0.00007
9. Cirendang 0.00005
JUMLAH 0.00103
Sumber: Hasil Olahan Data Dalam Angka Tahun 2020
Ket: Desa / Kelurahan yang di bold dan berwarna adalah lingkup wilayah kajian
Pada tabel di atas dijelaskan tentang proporsi penduduk miskin yang ada di Kecamatan
Cikakak Kabupaten Sukabumi Tahun 2019. Diketahui bahwa jumlah penduduk miskin terbesar
berada di Desa Cimaja dan Desa Cikakak sebanyak 0.00016 dan penduduk miskin terkecil
sebanyak 0.00007 berada di Desa Gandasoli
2. Kondisi Ketenagakerjaan
Tabel 2.9 Ketenagakerjaan di Kabupaten Sukabumi Tahun 2019
Pada tabel di atas dijelaskan tentang ketenagakerjaan yang ada di Kabupaten Sukabumi
Tahun 2019. Diketahui bahwa jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 1,031,213 jiwa namun
ada juga penduduk yang pengangguran yaitu sebanyak 89,498 jiwa. Penduduk yang bersekolah
sebanyak 128,437 jiwa serta penduduk yang mengurus rumah tangga sebanyak 460,739 jiwa.
3. Kondisi Pendidikan
SMA/SMK
20%
SD
SMP
58%
22%
SD SMP SMA/SMK
12
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Kecamatan Palabuhanratu
No Desa TK SD/MI SMP/MTS SMK/SMA/MA
1 Citarik 48 1457 893 860
2 Palabuhanratu 356 3858 2528 1267
3 Citepus 82 1328 1185 4330
4 Cibodas 0 908 403 45
5 Buniwangi 37 639 434 261
6 Cikadu 211 858 262 83
7 Pasirsuren 0 607 461 180
8 Tonjong 25 1570 451 203
9 Jayanti 0 1139 112 0
10 Cimanggu 0 202 99 0
Jumlah 759 12566 6828 7229
Sumber: Kecamatan Palabuhanratu Dalam Angka, 2020
Ket: Desa / Kelurahan yang di bold dan berwarna adalah lingkup wilayah kajian
Kecamatan Simpenan
No Desa TK SD/MI SMP/MTS SMK/SMA/MA
1 Cihaur 0 552 0 0
2 Kertajaya 0 992 300 232
13
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Kecamatan Simpenan
No Desa TK SD/MI SMP/MTS SMK/SMA/MA
1 Cimaja 78 482 166 0
2 Cikakak 73 506 1239 697
3 Sukamaju 23 221 134 0
4 Cileungsing 47 301 0 98
5 Ridogalih 0 481 193 0
6 Margalaksana 0 392 0 0
7 Sirnarasa 0 377 115 0
8 Gandasoli 0 0 0 0
9 Cirendang 0 363 159 0
Jumlah 221 3123 2006 795
Sumber: Kecamatan Simpenan Dalam Angka, 2020
Ket: Desa / Kelurahan yang di bold dan berwarna adalah lingkup wilayah kajian
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Cikakak pada
tahun 2019 yang bersekolah adalah SD, atau mayoritas penduduk dengan usia 6-12 tahun.
Mayoritas penduduk bersekolah di tataran SD pada tahun 2019 berada paling banyak di Desa
Cidadap. Selanjutnya, diikuti dengan penduduk yang saat ini bersekolah pada tataran SMP dengan
mayoritas penduduk usia 16-18 tahun, dimana penduduk paling banyak yang mengenyam SMP
yakni berada di Desa Cidadap. Sehingga dapat dilihat bahwa Desa Cidadap memiliki jumlah
terbanyak yang memiliki penduduk bersekolah pada tahun 2019 di seluruh kategori, yaitu SD,
SMP dan SMA. Apabila dikomparasikan total penduduk yang bersekolah yakni sebanyak 8136
14
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
jiwa dan dibandingkan dengan total penduduk di Kecamatan Palabuhanratu tahun 2019 sebesar
58.658 jiwa, maka dapat dihasilkan rasio penduduk bersekolah dengan total penduduk kecamatan
yaitu sebesar 0,14.
4. Kondisi Kesehatan
Tabel 2.13 Banyaknya Penyandang Disabilitas Menurut Jenis Dan Desa Di Kecamatan
Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Tahun 2019
Tuna
Desa / Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna
No Runggu -
Kelurahan Netra Runggu Wicara Daksa Grahita Laras
Wicara
1. Citarik 2 5 2 2 26 3 1
2. Palabuhanratu 0 0 0 0 0 0 0
3. Citepus 0 0 0 0 0 0 0
4. Cibodas 1 0 0 0 0 0 0
5. Buniwangi 0 3 0 4 3 2 1
6. Cikadu 0 0 0 0 0 0 0
7. Pasirsuren 1 0 1 0 2 2 0
8. Tonjong 0 0 0 0 0 0 0
9. Jayanti 0 0 0 0 0 0 0
10. Cimaggu 1 5 1 0 3 0 0
JUMLAH 5 13 4 6 34 7 2
Sumber: Kecamatan Pelabuhanratu Dalam Angka Tahun 2020
Ket: Desa / Kelurahan yang di bold dan berwarna adalah lingkup wilayah kajian
Tuna
Desa / Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna
No Runggu -
Kelurahan Netra Runggu Wicara Daksa Grahita Laras
Wicara
1. Cihaur 5 7 12 1 2 3 1
2. Kertajaya 3 7 1 1 4 1 1
3. Loji 3 7 2 2 4 2 0
4. Cidadap 5 4 8 27 5 10 0
5. Cibuntu 9 23 7 13 0 0 1
6. Mekarasih 3 10 3 0 1 2 5
7. Sangrawayang 1 10 4 10 0 0 0
JUMLAH 29 68 37 54 16 18 8
Sumber: Kecamatan Simpenan Dalam Angka Tahun 2020
Ket: Desa / Kelurahan yang di bold dan berwarna adalah lingkup wilayah kajian
15
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
16
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
terus dipelihara dan diwariskan kepada generasi penerus. Selain itu, pembangunan kebudayaan di
Kabupaten Sukabumi yang berlandaskan nilai luhur budaya lokal diupayakan sebagai salah satu
strategi untuk mengimbangi perubahan masyarakat akibat kemajuan zaman. Pembangunan
kebudayaan juga diharapkan menjadi salah satu elemen yang berfungsi sebagai alat optimalisasi
lembaga sosial masyarakat di Kabupaten Sukabumi. Merujuk pada lembaga sosial, berdasarkan
RPJMD Kabupaten Sukabumi 2016-2021, terdapat 141 lembaga sosial masyarakat yang bergerak
dalam bidang kebencanaan, yaitu Taruna Siaga Bencana (TAGANA) di Kabupaten Sukabumi.
17
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
18
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
19
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
c. Pertanian
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia
untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk
mengelola lingkungan hidupnya. Adapun Luas Tanaman Hortikultura di Kabupaten Sukabui
tercatat dengan luas sebagai berikut:
Tabel 2.17 Luas Tanaman Hortikurtura di Kabupaten Sukabumi
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik dapat diperlihatkan bahwa Cabai, Bawang
Putih dan Petai masih memiliki luas lahan terbesar di kabupaten sukabumi jika dibandingkan
dengan luas tanamn lainnya. Kondisi perekonomian Kabupaten Sukabumi tidak jauh berbeda jika
dibandingkan dengan Kabupaten Lain dimana terjadi penurunan tingkat produksi yang
dipengaruhi oleh wabah virus Covid19 yang membuat seluruh aktifitas perekonomian menjadi
terganggu, hal ini akan semakin buruk jika sewaktu waktu terjadi gempa yang menyebabkan
tsunami, maka dengan kondisi perekonomian yang tidak stabil akan memperburuk keadaan
khususnya untuk wilayah Kabupaten Sukabumi
2.1.3 Kondisi Sarana dan Prasarana
Secara umum, wilayah studi merupakan wilayah yang telah terbangun dengan fasilitas
yang cukup baik serta terdapat beberapa prasarana yang berfungsi sebagai penunjang kegiatan
nasional. Adapun prasarana nasional yang terdapat di wilayah ini adalah PLTU Jawa Barat 2
Pelabuhan Ratu yang terdapat di Desa Jayanti. Selain itu, terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara
Pelabuhan Ratu yang berada di bawah kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan terletak
di Desa Palabuhanratu di samping pelabuhan nelayan yang melayani kegiatan dan lokal dan
regional.
Gambar 2.4 Prasarana Penunjang Kegiatan Nasional
a. PLTU Jawa Barat 2 Pelabuhan Ratu (b) Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Ratu
Sumber: indonesiapower.co.id, 2017; ppip.djpt.kkp.go.id, 2013
20
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Adapun fasilitas umum lainnya berupa bangunan gedung pemerintah berada di wilayah
Palabuhanratu dan Citepus yang merupakan fasilitas kompleks perkantoran pemerintahan.
Fasilitas bangunan olahraga berupa taman dan GOR yang berada di Palabuhanratu.
Aksesibilitas untuk mendukung potensi wilayah Kabupaten dan Kota Sukabumi telah
tersedia jaringan jalan nasional sepanjang 124,04 km, jalan provinsi sepanjang 315,26 km, dan
jalan kabupaten sepanjang 1.266,714 km dengan kualitas jalan beraspal, kerikil, tanah, dan
lainnya. Titik simpul transportasi berupa terminal dan pelabuhan. Terminal yang terdapat di
wilayah ini berupa Terminal Tipe B yang melayani angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan
kota, dan angkutan pedesaan, yaitu Terminal Palabuhanratu, sedangkan pelabuhan yang
terbangun berupa pengembangan pelabuhan regional yang baru selesai konstruksi tahap I dan
belum beroperasi.
21
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Fasilitas kritis berupa fasilitas listrik, energi, dan telekomunikasi. Jaringan listrik di
wilayah studi telah terbangun untuk melayani wilayah Palabuhanratu dan sekitarnya dengan
prasarana yang terdiri atas Gardu Induk Palabuhanratu yang melayani tegangan 150 Kv serta
Menara Saluran Udara Tegangan Tinggi yang menghantarkan distribusi listrik PLTU Jawa Barat
2 Pelabuhan Ratu sebanyak 63 unit berada di Desa Cikakak, Citepus, Palabuhanratu, Jayanti,
Cidadap, dan Sarangwayang. Adapun prasarana energi berupa SPBU yang berada di Desa Jayanti,
Citepus, dan Palabuhanratu. Fasilitas telekomunikasi yang telah terbangun berupa kantor pos
yang berada di Desa Palabuhanratu serta Menara BTS (Base Transceiver Station) yang berfungsi
memancarkan jaringan telekomunikasi nirkabel yang tersebar di Desa Cikakak, Citepus,
Palabuhanratu, Jayanti, Citarik, Cidadap, dan Tonjong sejumlah 22 unit tower. Selain itu, terdapat
beberapa ekspedisi logistik yang berada di Desa Palabuhanratu.
Dari kondisi elevasi sendiri, pada wilayah studi (Kecamatan Pelabuhanratu dan
Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi) mayoritas didominasi dengan dataran tinggi dengan
ketinggian antara 500-1.000 mdpl seluas 7.660 ha atau sekitar 29,2% dari luas wilayah, ketinggian
250-500 mdpl seluas 7.203 ha atau sekitar 27,5% dari luas wilayah, serta ketinggian 100-250
mdpl seluas 5.444,54 atau sekitar 20,7% dari luas wilayah.
22
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Sementara dapat dilihat dari peta di atas, dataran rendah dengan ketinggian 0-25 mdpl
yang rawan akan terdampak tsunami mayoritas berada pada wilayah pesisir di bagian barat dan
di sepanjang aliran sungai. Untuk dataran tinggi sendiri dengan ketinggian antara 100-1.000 mdpl
terletak pada bagian selatan dan utara dari wilayah studi.
Lalu untuk karakteristik kemiringan lereng pada wilayah studi sendiri didominasi oleh
kemiringan cukup terjal antara 15-40% seluas 12.608,45 ha atau mencakup sekitar 48% dari total
luas wilayah studi. Sementara wilayah dataran dengan kemiringan lereng antara 0-2% yang rawan
tergenang tsunami mencakup 845 ha atau sekitar 3,2% dari luas wilayah.
23
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Dapat dillihat melalui peta di atas, kawasan dengan kemiringan lereng yang cenderung
datar umumnya berada pada kawasan pesisir Desa Jayanti, Palabuhanratu, Loji, dan Citepus di
bagian barat serta di sepanjang aliran sungai Desa Cidadap dan Desa Tonjong. Sementara untuk
kelerengan terjal terletak hampir diseluruh wilayah.
Menurut Peka BNPB Nomor 2 tahun 2012, penentuan faktor yang mempengaruhi
kerentanan lingkungan terhadap tsunami melikupi luas tutupan lahan hutan yang terdiri dari hutan
lindung, hutan alam, serta hutan bakau. Pengertian hutan sendiri adalah suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41
tahun 1999 tentang Kehutanan). Dimana untuk ketentuan perhitugan parameter sebagai berikut:
24
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Dimana dapat dilihat bobot paling besar adalah luas hutan bakau/mangrove sebanyak
40%, sementara bobot untuk hutan lindung dan alam masing-masing sebesar 30%. Untuk
keberadaan hutan sendiri pada wilayah studi ditunjukkan oleh peta berikut ini berdasarkan data
Kementerian Kehutanan tahun 2015.
Berdasarkan peta di atas, kawasan hutan pada wilayah studi terdiri dari hutan lindung dan
hutan alam. Kawasan hutan lindung pada wilayah studi berada di Desa Sangrawayang dan
kawasan cagar alam di Desa Palabuhanratu. Sementara untuk hutan alam tersebar di Desa Citarik,
Cikadu, Buniwangi, Cimanggu, Citepus, Palabuhanratu di bagian utara. Lalu Desa Mekarasih,
Cibuntu, dan Loji bagian timur, serta sebagian di wilayah Desa Kertajaya di bagian selatan.
Sementara berdasarkan rencana pola ruang menurut RTRW Kabupaten Sukabumi Tahun
2012-2032, tidak ada perbedaan luas hutan yang cukup signifikan dibandingkan dengan data
25
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
kementerian kehutanan pada tahun 2015. Dimana secara umum terdapat pertambahan pada
kawasan hutan alam sekitar 47 ha dari 6.465 ha menjadi 6.512 ha.
Pemindahan ibukota kabupaten ini masih belum sepenuhnya efektif salah satunya dari lokasi
instansi pemerintahan yang masih mengelompok. Beberapa instansi tingkat kabupaten masih
berlokasi diluar Kota Palabuhanratu (Amirulloh, 2019). Terkait dengan kebencanaan instansi-
instansi penting seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Kesehatan, dan Dinas
Sosial belum berlokasi dekat dengan Kota Palabuhanratu sehingga dapat menjadi kendala saat
bencana terjadi di wilayah Kota Palabuhanratu.
26
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Sehubungan dengan fungsinya sebagai kawasan minapolitan, muncul isu bahwa status
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) di Palabuhanratu akan ditingkatkan menjadi Pelabuhan
Perikanan Samudera. Hal ini dikarenakan potensi periakanan yang sangat besar di Palabuhanratu
dan dengan dijadikannya Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS), hasil perikanan dapat langsung
diekspor tanpa melalui PPS di Jakarta (Prabowo dalam Syukra, 2020).
Potensi area pesisir di wilayah Selatan Sukabumi menjadi daya tarik pariwisata.
Berdasarkan RTRW Kabupaten Sukabumi, Palabuhanratu memiliki potensi pariwisata bahari di
Muara Cimandiri, ekowisata di Taman Wisata Alam (TWA) Sukawayana dan kawasan pantai,
serta wisata gua yaitu Gua Lalay. Selain itu, untuk mendukung pengembangan wilayah selatan
Sukabumi direncanakan pembangunan Alun-Alun baru Kabupaten Sukabumi di Pantai
Gadobangkong Palabuharatu (Nurbogarullah dan Nandi, 2020). Pembangunan alun-alun itu dapat
meningkatkan daya tarik pariwisata yang dapat berimplikasi pada peningkatan jumlah
pengunjung.
2.2.5 Implikasi
Melihat Palabuhanratu yang direncanakan memiliki peran sangat vital pada tingkat Kabupaten
Sukabumi menempatkan Palabuhanratu pada pusat kegiatan atau hierarki tertinggi. Implikasi dari
kebijakan ini adalah pertumbuhan ekonomi di wilayah ini dapat meningkatkan aglomerasi
penduduk di Palabuhanratu yang disisi lain juga merupakan kawasan rawan bencana.
Pengembangan pariwisata dan pengembangan ekonomi keduanya dapat meningkatkan jumlah
penduduk tetap maupun pengunjung (visitor) yang meningkatkan kerentanan terhadap bencana.
27
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
BAB 3
KAJIAN RISIKO BENCANA TSUNAMI
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai proses dan hasil kajian risiko yang dilakukan
dalam penelitian ini yaitu meliputi analisis bahaya, analisis kerentanan (sosial, fisik, ekonomi dan
lingkungan), analisis kapasitas dan analisis risiko bencana di Kabupaten Sukabumi.
Gempa bumi disebabkan karena adanya pergerakan lempeng yang dekat dengan kawasan
Pelabuhan Ratu, sedangkan tsunami adalah gelombang besar yang diantaranya diakibatkan oleh
28
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
bencana gempa bumi. Tsunami menjadi ancaman di Pelabuhan Ratu karena kawasan tersebut
berupa teluk yang memungkinkan terjadinya akumulasi tenaga gelombang sehingga gelombang
akan semakin tinggi ketika mengenai daratan. Selain kondisi wilayah yang berupa teluk, adanya
aliran sungai bisa menjadi ancaman tersendiri. Adanya sungai menjadikan gelombang tsunami
bisa lebih masuk ke daratan.
Selain bencana yang disebabkan karena kondisi wilayah, terdapat juga bencana ikutan
(collateral hazard) yang penting untuk diwaspadai. Bencana gempa bumi dapat merusak
bangunan dan membahayakan orang yang tinggal didalamnya. Selain itu apabila terjadi tsunami,
maka debris dari material bangunan maupun kapal-kapal nelayan juga dapat membahayakan jiwa.
Selain itu pada kawasan tersebut terdapat PLTU Pelabuhan Ratu, keberadaan PLTU tersebut
apabila terjadi bencana tsunami dapat menyebabkan bencana kegagalan teknologi, atau akan
memberikan dampak pada terganggunya suplai listrik wilayah yang dilayani.
29
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
30
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Hasil penyesuaian area inundasi dari model diketahui untuk area inundasi yang terjal,
ketinggian maksimal mencapai 35 m, dibanding ketinggian maksimal dari model yaitu 25 m.
Selain itu untuk area yang landai, terutama pada aliran sungai ditambah area inundasinya
mengikuti aliran sungai. Jarak terjauh dari inundasi adalah 7,5 km, sementara jarak terdekatnya
adalah 35 m. Area inundasi selanjutnya di-overlay-kan dengan data batas administrasi desa untuk
mengetahui jumlah dan luas desa terdampak.
Berdasarkan hasil pengolahan data inundasi, wilayah terdampak tsunami seluas 320,26
ha dari total luas desa 1.175,51 ha yang tersebar di 10 desa, 3 kecamatan. Desa dengan luas
inundasi terbesar adalah Desa Jayanti (78,37%) dan Kelurahan Palabuhan Ratu (56,77%) di
Kecamatan Pelabuhan Ratu, sedangkan luas inundasi terkecil yaitu Desa Simpenan (1,93%) dan
Cikakak (3,74%). Sebaran desa dan luasan inundasi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Luas Wilayah Inundasi Daerah Penelitian
Luas Luas
No Desa/Kelurahan Kecamatan % Inundasi
Inundasi (Ha) Desa/Kelurahan
1 Cibuntu Simpenan 27,84 1.438,90 1,93
2 Cidadap Simpenan 468,45 1.195,62 39,18
3 Cikakak Cikakak 18,71 500,81 3,74
4 Citarik Pelabuhanratu 181,61 1.105,31 16,43
5 Citepus Pelabuhanratu 241,55 1.175,51 20,55
6 Jayanti Pelabuhanratu 320,26 408,63 78,37
31
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
32
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
pembobotan dan rentang kelas dari kerentanan sosial yang dihasilkan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut.
Tabel 3.2 Parameter Kerentanan Sosial dengan Bobot dan Rentang Kelas
Setelah dilakukan perhitungan terhadap bobot dan rentang kelas dalam karentanan sosial,
maka dapat dihasilkan perhitungan dan indeks kerentanan sosial di wilayah studi sebagai berikut.
33
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa indeks kerentanan tinggi berada di dua
wilayah yakni Kecamatan Palabuhanratu dan juga Desa Sangrawayang. Sedangkan wilayah
dengan indeks kerentanan sosial terendah berada empat wilayah yakni Desa Cikakak, Desa
Citepus, Desa Jayanti, dan Desa Loji.
Selanjutnya setelah diketahui indeks kerentanan sosial dari masing-masing desa, maka
akan dilakukan pemetaan kerentanan sosial secara spasial. Adapun alur proses pembuatan peta
kerentanan sosial sebagai berikut dengan peta persebaran kerentanan sosial di wilayah studi.
34
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
a. Rumah
Indikator rumah yang dihitung meliputi rumah permanen, semi-permanen dan non-
permanen
b. Fasilitas Umum
Fasilitas umum adalah sarana atau prasarana yang disediakan oleh pemerintah dan dapat
digunakan untuk kepentingan bersama dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Dalam
penggunaannya, masyarakat tidak dikenai bayaran atau biaya. Berikut ini merupakan fasilitas
umum yang dihitung sebagai bagian dari kerentanan fisik dalam penelitian ini.
Sarana pendidikan
Simpul transportasi, meliputi terminal dan pelabuhan
Jaringan jalan
c. Fasilitas Kritis
35
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Fasilitas kritis adalah sarana atau prasarana dasar yang keberadaannya berpengaruh
sangat signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Ketidaksediaan fasilitas kritis
akan menyebabkan kemunduran kualitas hidup manusia bahkan menghambat perkembangan.
Fasilitas kritis juga merupakan sarana prasarana yang akan lebih diprioritaskan dalam pemulihan
pasca bencana untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Berikut ini merupakan fasilitas
kritis yang dihitung dalam penelitian ini.
Sarana kesehatan, meliputi TK, SD, SMP, MTs, SMA, SMK, dan MA
Listrik
Telekomunikasi
Air Bersih
Dalam menghitung kerentanan, digunakan luas lahan untuk ketiga indikator yang lalu
dikalikan dengan harga bangunan atau harga aset yang merepresentasikan nilai kerugian dari
hancurnya bangunan fisik. Data luas lahan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dimana
data luas rumah bersumber dari data yang disediakan BIG (Badan Geospasial Indonesia), data
luas sarana prasarana energi listrik didapatkan dari data pemerintah Kabupaten Sukabumi,
sedangkan data lainnya didapatkan melalui tracing manual pada google mymaps. Penentuan
harga bangunan atau aset didapatkan melalui Keputusan Bupati Sukabumi No. 503 tentang
Standar Harga Dasar Jenis Bangunan sebagai Dasar Perhitungan Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan. Perhitungan kerentanan fisik dalam penelitian ini diasumsikan sama untuk kondisi
peak season maupun kondisi normal dikarenakan pada kedua kondisi tidak tersebut tidak terdapat
perbedaan pada luas bangunan terbangun. Setelah didapatkan nilai bangunan fisik ketiga
indikator, lalu dilakukan skoring atau pembobotan untuk setiap indikator berdasarkan desa.
Berikut merupakan acuan pembobotan yang digunakan dalam penelitian ini.
Mengacu pada tabel parameter dan kelas tersebut, dilakukan perhitungan kerentanan fisik
di setiap desa. Berikut ini merupakan hasil perhitungan kerentanan fisik berdasarkan desa.
36
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Dari perhitungan tersebut didapatkan bahwa desa dengan kerentanan fisik tinggi adalah
Desa Citepus, dan Palabuhanratu. Desa dengan kerentanan fisik rendah yaitu Desa Cikakak, dan
desa lainnya memiliki kerentanan fisik sedang. Berdasarkan skor, Desa Loji dan Palabuhanratu
memiliki skor kerentanan fisik tertinggi dengan bobot masing-masing yaitu 2,8 dan 2,6.
Tingginya kerentanan fisik di kedua desa tersebut dikarenakan oleh tingginya kegiatan
perkonomian di wilayah tersebut yang ditunjukkan oleh pembangunan fasilitas yang lebih
berkembang, serta jumlah populasi di kedua desa yang tergolong tinggi dibandingkan dengan
desa lainnya mengindikasikan tingginya luas kawasan permukiman di kedua desa.
Untuk mengetahui nilai rupiah lahan produktif, dapat digunakan proporsi luas lahan
produktif pada tingkat kabupaten terhadap luas lahan produktif di tiap kawasan. Persamaan yang
digunakan kemudian dapat dituliskan menjadi:
𝑃𝐿𝑃𝑡𝑜𝑡−𝑖
RLP1 = x LLPdesa-i
𝐿𝐿𝑃𝑡𝑜𝑡−𝑖
Dengan:
RLPi : nilai rupiah lahan produktif kelas penggunaan lahan ke-i untukt tingkat kelurahan
PLPtot-i : nilai total rupiah lahan produktif berdasarkan nilai rupiah sektor ke-i tingkat kabupaten
LLPtot-i : luas total lahan produktif ke-i di tingkat kabupaten/kota
LLPdesa-i: luas lahan produktif ke-i di tingkat kelurahan
Sedangkan untuk mengetahui nilai rupiah PDRB untuk level desa, dapat digunakan
persamaan:
37
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
𝑅𝑃𝑃𝑘𝑘
RPPdesa-i = x LDi
𝐿𝐾𝐾
Dengan:
RPPdesa-i: nilai rupiah PDRB di desa i
RPPkk : nilai rupiah PDRB di kabupaten/kota
LKK : luas wilayah kabupaten/kota
LDi : luas kelurahan i
Sesuai dengan rumus nilai lahan produktif dan PDRB level desa, digunakan data luas
guna lahan untuk tiap desa. Sesuai dengan panduan reklasifikasi guna lahan untuk perhitungan
lahan produktif, guna lahan yang dipertimbangkan adalah hutan, pertanian lahan kering, sawah
irigasi, sawah tadah hujan, dan pertambangan. Seluruh sektor lainnya (Sektor B hingga Sektor U)
tidak dipertimbangkan sebagai lahan produktif (non-produktif).
Tabel 3.8 Tabel Reklasifikasi Lahan Produktif
Reklasifikasi
Penutupan / Penggunaan Lahan Lahan
Produktif
Hutan Kehutanan
Perkebunan Perkebunan
Pertanian Lahan Kering
Tanaman Pangan
Sawah
Pertambangan Pertambangan
Lainnya Non Produktif
Sumber: Perka BNPB no. 2 Tahun 2012
Valuasi lahan produktif dilakukan dengan terlebih dahulu mereklasifikasi guna lahan
pada tiap desa di kawasan studi. Guna lahan yang dihitung meliputi hutan, perkebunan sejenis,
perkebunan campuran, sawah irigasi, dan sawah tadah hujan. Guna lahan pertambangan tidak
dimasukkan dalam perhitungan, karena tidak dapat diidentifikasi di kawasan studi. Menggunakan
rumus proporsi nilai lahan produktif, didapatkan hasil perhitungan untuk valuasi lahan produktif
tahun 2018 yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.9 Nilai Lahan Produktif tiap Desa di Kawasan Studi
Valuasi 2018
Desa Skor Keterangan
(Ribu Rupiah)
Cibuntu 129,225.02 2 Sedang
Cidadap 143,100.84 2 Sedang
Cikakak 124,582.54 2 Sedang
Citarik 83,330.15 2 Sedang
Citepus 141,861.24 2 Sedang
Jayanti 111,982.98 2 Sedang
Palabuhanratu 106,684.19 2 Sedang
Loji 115,843.52 2 Sedang
38
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Desa Kertajaya dan Desa Tonjong memiliki valuasi guna lahan terbesar, sesuai dengan
guna lahan perkebunan yang mendominasi kawasan tersebut, selain luas kawasannya yang lebih
luas dibanding kawasan lainnya. Meskipun demikian, perbedaan valuasi guna lahan tahun 2018
di seluruh desa tidak terpaut jauh, dengan valuasi terkecil adalah Rp 152 Juta dan valuasi terbesar
adalah Rp 83 juta. Sesuai dengan klasifikasi skor nilai produktivitas lahan, karena tidak ada desa
yang memiliki valuasi di bawah Rp 50 juta dan di atas Rp 200 juta, maka klasifikasi skor hanya
berkisar di angka 2, yaitu kerentanan sedang. Selanjutnya, nilai proporsi PDRB tiap desa dapat
dihitung berdasarkan rumus proporsi luas desa terhadap luas kabupaten, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.10 Nilai Proporsi PDRB tiap Desa di Kawasan Studi
Kawasan Luas (m2) Proporsi PDRB 2018 Skor Keterangan
Cibuntu 14,388,963.05 0.003457 213,028.6 2 Sedang
Cidadap 11,956,238.36 0.002873 177,012.1 2 Sedang
Cikakak 5,008,123.76 0.001203 74,145.3 1 Rendah
Citarik 11,053,089.57 0.002656 163,641.0 2 Sedang
Citepus 11,755,148.48 0.002824 174,035.0 2 Sedang
Jayanti 4,086,348.46 0.000982 60,498.4 1 Rendah
Palabuhanratu 8,151,300.96 0.001959 120,680.0 2 Sedang
Loji 31,467,728.57 0.007561 465,879.8 3 Tinggi
Sangrawayang 14,198,850.59 0.003412 210,214.0 2 Sedang
Tonjong 8,647,843.17 0.002078 128,031.3 1 Rendah
Sumber: Peta Administrasi dan PDRB Kabupaten Sukabumi Tahun 2018.
Desa Loji memiliki proporsi PDRB terbesar, karena memiliki luas sawah terbesar dari
seluruh kawasan studi, di samping memang merupakan desa terluas di kawasan studi. Desa
Jayanti memiliki luasan terkecil, serta kawasannya yang didominasi oleh permukiman, sehingga
terbilang kurang berkontribusi bagi kegiatan ekonomi di kawasan studi. Melalui perhitungan skor
PDRB dan lahan produktif, maka dapat dilakukan perhitungan indeks kerentanan ekonomi
dengan pembobotan masing-masing skor, yaitu:
Tabel 3.11 Indeks Kerentanan Ekonomi Tahun 2018
Skor Indeks
Skor Indeks Kerentanan
Lahan Skor Indeks
No Desa PDRB Skor Ekonomi
Produktif Lahan Total
(40%) PDRB 2018
(60%) Produktif
1 Cibuntu 2 0.8 2 1.2 2 Sedang
2 Cidadap 2 0.8 2 1.2 2 Sedang
3 Cikakak 2 0.8 1 0.6 1.4 Sedang
4 Citarik 2 0.8 2 1.2 2 Sedang
5 Citepus 2 0.8 2 1.2 2 Sedang
6 Jayanti 2 0.8 1 0.6 1.4 Sedang
39
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Sesuai dengan hasil pembobotan, Desa Loji memiliki indeks kerentanan ekonomi
tertinggi, dengan skor 2,6, sedangkan Desa Cikadu, Citepus, dan Lonjong memiliki indeks
kerentanan ekonomi terendah yaitu sebesar 1,8. Persebaran tingkat kerentanan pada kawasan
studi dapat dipetakan seperti pada gambar berikut.
Gambar 3.8 Peta Kerentanan Ekonomi
Analisis kerentanan lingkungan pada penelitian ini merujuk pada Perka BNPB No. 2
Tahun 2012. Kerentanan lingkungan terdiri dari parameter hutan lindung, hutan alam, dan hutan
bakau/mangrove. Kerentanan lingkungan dihitung menggunakan formula sebagai berikut:
𝐾𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎𝑛 = (0,3 𝑥 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑙𝑖𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔) + (0,3 𝑥 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑎𝑙𝑎𝑚) + (0,4 𝑥 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑢)
Setiap parameter dapat diidentifikasi menggunakan data tutupan lahan. Masing-masing parameter
dianalisis dengan menggunakan metode skoring sesuai Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 untuk
memperoleh nilai skor kerentanan lingkungan. Alur analisis kerentanan lingkungan dapat dilihat
pada Gambar 3.X. Hutan yang ada di wilayah studi hanya hutan konservasi dan diasumsikan
40
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
memiliki bobot dan kelas kerentanan sama dengan hutan lindung. Hasil penghitungan luas hutan
dan persebarannya pada wilayah studi dapat dilihat pada Tabel 3.X dan Gambar 3.X. Seluruh
desa/kelurahan pada wilayah studi memiliki skor kerentanan lingkungan rendah karena luasnya
< 20 Ha. Berdasarkan dokumen RTRW Kabupaten Sukabumi 2012 – 2032, terdapat rencana
penambahan luas hutan alam seluas 47,5 Ha, namun berada di luar wilayah studi.
41
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
IKT = (40% x IK. Sosial) + (25% x IK. Fisik) + (25% x IK. Ekonomi) + (10% x IK. Lingkungan)
Dengan mengacu padar rumus tersebut, berikut merupakan hasil perhitungan kerentanan
gabungan atau Indeks Kerentanan Total berdasarkan desa.
42
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
43
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
tingginya jumlah penduduk, tingginya pembangunan kawasan permukiman dan fasilitas umum
serta tingginya pendapatan ekonomi yang dipicu oleh berkembangnya sektor minapolitan yang
berujung pada tingginya kerentanan.
1. Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana menjadi sebuah prioritas nasional dan
lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya.
a. Kerangka hukum dan kebijakan nasional/lokal untuk pengurangan risiko bencana
telah ada dengan tanggungjawab eksplisit ditetapkan untuk semua jenjang
pemerintahan
b. Tersedianya sumber daya yang dialokasikan khusus untuk kegiatan pengurangan
risiko bencana di semua tingkat pemerintahan
c. Terjalinnya partisipasi dan desentralisasi komunitas melalui pembagian
kewenangan dan sumber daya pada tingkat lokal
d. Berfungsinya forum/jaringan daerah khusus untuk pengurangan risiko bencana
2. Tersedianya Kajian Risiko Bencana Daerah berdasarkan data bahaya dan kerentanan untuk
meliputi risiko untuk sektor-sektor utama daerah.
a. Tersedianya Kajian Risiko Bencana Daerah berdasarkan data bahaya dan
kerentanan untuk meliputi risiko untuk sektor-sektor utama daerah
b. Tersedianya sistem-sistem yang siap untuk memantau, mengarsip dan
menyebarluaskan data potensi bencana dan kerentanan-kerentanan utama
c. Tersedianya sistem peringatan dini yang siap beroperasi untuk skala besar dengan
jangkauan yang luas ke seluruh lapisan masyarakat
d. Kajian Risiko Daerah Mempertimbangkan Risiko-Risiko Lintas Batas Guna
Menggalang Kerjasama Antar Daerah Untuk Pengurangan Risiko
e. Tersedianya lokasi evakuasi
44
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Diakibatkan oleh keterbatasan akses ke data primer, penilaian indikator kapasitas ini hanya
dinilai berdasarkan keberadaan dari masing-masing indikator. Skor 1 untuk jawaban TIDAK, skor
45
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
2 untuk DIRENCANAKAN dan skor 3 untuk ADA. Berdasarkan hasil dari penilaian kuisioner
berikut, masing-masing skor dilkalikan dengan bobot setiap prioritas yang dihitung menggunakan
metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan diperoleh hasil sebagai berikut.
Penilaian bobot tiap prioritas dan tiap desa didasarkan pada tingkat kepentingan indicator
prioritas dan karakteristik wilayah. Wilayah dengan kepadatan yang tinggi cenderung
memerlukan fasilitas peningkatan kapasitas yang lebih tinggi karena berdampak pada potensi
kerugian yang lebih tinggi pula.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari perhitungan bobot dan indeks kapasitas, nilai indeks
kapasitas di kategorikan ke dalam kelompok tinggi (>0.66), sedang (0.33-0.66) dan rendah
(<0.33). Hasil analisis skor kapasitas kemudian distandarisasi menjadi indeks kapasitas dengan
membagi dengan 1 dan dikalikan dengan 3.
46
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Berdasakan peta di atas, terlihat bahwa lokasi evakuasi banyak terpusat di Kelurahan
Palabuhanratu ke wilayah utara yaitu di Desa Citepus dan Desa Cikakak yang dilalui oleh jalur
lintas utama dan padat penduduk. Wilayah selatan dan timur masih belum terjangkau oleh tempat
evakuasi seperti di Desa Tonjong, Citarik, Cidadap dan Sangrawayang. Berdasarkan hasil overlay
dari lokasi tempat evakuasi dengan area inundasi, terlihat bahwa tempat evakuasi eksisting masih
berada di area inundasi. Namun lokasinya ini cenderung berada pada wilayah yang hampir
mendekati batas akhir area inundasi dengan elevasi yang cukup tinggi.
47
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Guna memperludah proses evakuasi, keberadaan penanda jalur evakuasi juga penting
keberadaannya. Pada kondisi eksistingnya, penanda jalur evakuasi berlokasi di pinggir jalan
utama dan di persimpangan jalan. Namun, tidak semua penanda jalur evekuasi terpasang dengan
posisi yang mudah dilihat. Salah satu permasalahan yang ditemukan adalah di jalur evakuasi
Karangpakpak yang tertutup oleh gapura.
Melihat kondisi topografi Kabupaten Sukabumi yang berbukit, hal ini juga dapat menjadi
salah satu potensi peningkatan kapasitas. Namun, jarak tempuhnya cukup jauh untuk dijangkau
saat proses evakuasi sementara sehingga diperlukan lokasi evakuasi yang masih terjangkau oleh
kecepatan berlari dan waktu evakuasi.
Selain tempat evakuasi, Kawasan Palabuhanratu juga dilengkapi oleh sistem peringatan
dini tsunami (Early Warning System). Dikutip dari sukabumiupdate.com tahun 2020, Sukabumi
sudah memikili EWS yang terpasang di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Tegalbuleud, Ciracap
dan Palabuhanratu dengan jumlah EWS masing-masing sebanyak empat.
Jika ditinjau dari sisi kebijakan, mitigasi bencana telah dijadikan bahan pertimbangan
dalam perencanaan wilayah di Sukabumi, misalya pada RTRW Kabupaten Sukabumi. Strategi
Penataan ruang pada pasal 4 ayat 5 f menyatakan “mengendalikan perkembangan kawasan
terbangun di kawasan perkotaan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan DAS dan mitigasi
bencana”. Pasal 60 juga secara spesifik tentang ruang evakuasi bencana berupa lapangan terbuka,
gedung pemerintahan, gedung olahraga dan pembangunan shelter tsunami. Mitigasi bencana juga
menjadi salah satu poin arahan tujuan pembangunan di Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Sukabumi 2016-2021. Poin ke-30 menyatakan “mewujudkan pengelolaan lingkungan
hidup berkelanjutan dan penanggulangan bencana yang handal”. Selain itu salah satu indikator
pada tujuan ke-13 juga berfokus pada penanggulangan bencana yaitu “meningkatnya
pengetahuan dan keterampilan anggota Sat.Linmas dalam penanganan berbagai tugas
khususnya tanggap darurat penanggulangan bencana”.
48
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Berdasarkan hasil analisis, terhadap 6 indikator analisis dari kajian literatur diperoleh
hasil perhitungan skor sebagai berikut. Berdasarkan hasil analisis skor dan kategori skor dari
Perka No 3 BNPB, seluruh desa tergolong ke dalam kategori kapasitas sedang. Skor tertinggi
merupakan Desa Cikakak dengan nilai skor 0.47 dan disusul oleh Desa Citepus dan Jayanti. Hal
ini dapat dipengaruhi oleh aksesibilitas yang baik ke tempat evakuasi dan program desa tangguh
bencana yang ada di desa-desa ini.
Hasil analisis skor kapasitas diatas kemudian diolah kembali hingga menghasilkan indeks
kapasitas sebagai berikut. Indeks kapasitas ini kemudian akan menjadi input dalam analisis risiko
bencana.
49
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
50
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Menggunakan rumus di atas, dilakukan perhitungan risiko tsunami dengan hasil berikut.
Berdasarkan perhitungan risiko, didapatkan Desa Palabuhanratu dan Loji sebagai desa
dengan risiko tsunami tertinggi. Sedangkan desa lainnya memiliki risiko sedang. Risiko di Desa
Palabuhanratu dan Loji ini dikarenakan tingginya kegiatan perekonomian yang berfokus pada
minopolitan dan pariwisata. Tingginya risiko di kedua desa juga dikarenakan kerentanan yang
tinggi tidak diimbangi dengan kapasitas wilayah.
51
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
BAB 4
PERENCANAAN EVAKUASI DAN MITIGASI
Pada bab ini akan dijelaskan rumusan perencanaan dalam tahap evakuasi dan mitigasi
bencana tsunami di Kabupaten Sukabumi dengan mempertimbangkan perhitungan waktu
evakuasi dan unsur evakuasi eksisting. Perencanaan evakuasi dan mitigasi yang akan dijelaskan
meliputi Tempat Evakuasi Sementara (TES), rambu evakuasi, dan sirine evakuasi.
Keterangan:
ETA : Estimated Time of Arrival
TEWS : Tsunami Early Warning System
Golden Time = 24 – 5
= 19 menit
Setelah diketahui golden time, lalu dilakukan perhitungan kapasitas evakuasi. Berikut
merupakan rumus perhitungan kapasitas evakuasi.
𝑊
𝐸𝑣 = 𝑥𝑉
𝑆
Keterangan:
W : Width (lebar jalan)
S : Space (ruang yang dibutuhkan orang untuk dapat berjalan cepat)
V : Velocity (kecepatan rata-rata orang berjalan)
Dalam perhitungan kapasitas evakuasi pada penelitian ini digunakan lebar jalan yaitu 7
meter, namun dengan adanya potensi hambatan maka lebar jalan yang digunakan adalah 7-2,4 =
4,6 meter. Dalam penelitian ini, nilai space yang digunakan mengacu pada standar rata-rata orang
berjalan cepata yaitu 1 m2/orang, sedangkan kecepatan rata-rata digunakan nilai 3,3 km/jam atau
55 m/menit mengikuti standar. Berikut ini merupakan perhitungan kapasitas evakuasi (Ev).
Ev = 4,6 𝑚
𝑥 55 𝑚/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
1 𝑚2 /𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
Ev = 253 orang/menit
52
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Setelah didapatkan nilai golden time dan kapasitas evakuasi, perhitungan estimasi waktu
evakuasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut.
𝑃
𝐸𝑇𝐸 =
𝐸𝑣
Keterangan:
ETE : Evacuation Time Estimate (waktu yang dibutuhkan orang untuk evakuasi)
P : People at risk (jumlah orang harus dievakuasi)
Ev : Kapasitas evakuasi
Dalam penelitian ini, jumlah orang yang harus dievakuasi adalah penduduk dan
wisatawan. Berikut ini merupakan hasil perhitungan ETE pada setiap desa.
Dengan perhitungan estimasi waktu evakuasi di atas maka dapat diiidentifikasi desa
yang memiliki ETE lebih dari waktu yang tersedia (golden time). Dengan golden time sebesar
19 menit, maka desa dengan estimasi waktu evakuasi yang melebihi waktu yang tersedia adalah
Desa Cidadap, Palabuhanratu dan Jayanti.
53
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
54
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Terlihat pada peta diatas, masih banyak lokasi yang belum terlayani oleh TES. Sehingga
masih perlu ditambah lokasi TES terutama di selatan sungai, meliputi desa: Cidadap, Citarik, dan
Loji. Selain itu area di Citepus, Palabuhanratu dan Citepus masih perlu ditambah karena
merupakan daerah yang padat penduduk. Berdasarkan perhitungan, masih diperlukan delapan
TES tambahan untuk menambah delapan TES yang sudah ada. Hasil analisis layanan dengan 16
TES adalah sebagai berikut. Terlihat bahwa hampir semua area sudah terlayani TES. Untuk
menentukan kebutuhan TES apakah vertikal atau tidak diperlukan analisis lebih lanjut. Untuk
TEVS diperlukan pada area dengan inundasi yang tinggi dan dekat dengan permukiman padat.
Gambar 4.2 Peta Area Keterjangkauan TES Eksisting Dan Rencana
55
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
kumpul atau tempat terbuka. Oleh karena itu, informasi sangat diperlukan di area padat dengan
kegiatan aktivitas dan permukiman serta di daerah pariwisata. Adapun informasi tersebut dapat
berupa rambu.
Rambu ditempatkan menyebar di area rawan bencana dan sepanjang rute evakuasi
menuju tempat evakuasi. Rambu disesuaikan dengan kebutuhan penyampaian informasi sehingga
bermacam-macam jenisnya. Berdasarkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Rambu dan Papan Informasi Bencana, rambu bencana terdiri atas (1) rambu petunjuk bencana
yang digunakan untuk menyatakan petunjuk arah atau informasi lain di kawasan rawan bencana,
antara lain rambu tempat kumpul sementara, rambu pengungsian, rambu lokasi posko, rambu
tempat membuat api, rambu arah jalur evakuasi, rambu arah tempat pengungsian, dan rambu
petunjuk dengan kata; (2) rambu peringatan bencana yang digunakan untuk menyatakan
peringatan ancaman bencana atau tempat berbahaya di kawasan rawan bencana (kuning, hitam);
(3) rambu larangan bencana yang berfungsi untuk menyatakan aktivitas yang dilarang dilakukan
di kawasan rawan bencana (putih, merah, hitam). Selain rambu, terdapat papan informasi bencana
yang terdiri dari papan informasi jenis bahaya yang berisi himbauan jenis ancaman; papan
informasi kejadian bencana yang berisi informasi mengenai kejadian bencana bagi masyarakat di
kawasan rawan bencana; papan informasi memasuko kawasan rawan bencana; papan informasi
jalur evakuasi bencana; dan papan informasi penanda tempat.
56
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Lokasi rambu eksisting masih terkumpul pada Desa Citepus karena berbagai pusat
kegiatan dan kepadatan penduduk yang cukup tinggi di wilayah tersebut dengan rambu sebanyak
21 unit. Selanjutnya wilayah Palabuhanratu juga telah dilengkapi rambu petunjuk menuju tempat
evakuasi sebanyak 15 unit rambu. Adapun wilayah lain masih terbilang kurang rambu petunjuk
karena wilayah yang tidak terlalu padat namun masih diperlukan agar penduduk dapat lebih
terbiasa dengan jalur evakuasi.
(a) Rambu terkelupas (b) Rambu terlahang pohon dan tiang listrik
(a) Papan Informasi terhalang spanduk (b) Rambu petunjuk tidak standar
57
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Secara umum kondisi rambu eksisting dalam keadaan baik namun beberapa rambu
memerlukan pemeliharaan karena tulisan rambu sebagian telah hilang terkelupas sehingga
informasi tidak tersampaikan dengan baik. Selain itu, beberapa rambu eksisting masih mengikuti
acuan SNI 7743:2011 tentang Rambu Evakuasi Tsunami yang berwarna jingga tetapi secara
fungsi masih dapat layak dan berfungsi dengan baik. Di samping itu, terdapat rambu yang tidak
standar yang merupakan sumbangan dari pihak ketiga dengan warna yang kurang mencolok
sehingga kurang terbaca dengan baik.
Berdasarkan telaahan tersebut, maka diperlukan tambahan rambu pada jalur evakuasi
untuk memberikan informasi kepada penduduk dan pendatang. Penambahan rambu sebanyak 48
unit rambu yang tersebar seperti pada gambar di bawah. Pemasangan rambu ditempatkan di
wilayah yang belum tercakup dalam rambu eksisting, seperti rambu petunjuk sebanyak 30 unit
yang terdiri dari rambu petunjuk arah evakuasi di Desa Loji, Cidadap, Jayanti, Palabuhanratu, dan
Sarangwayang sebanyak 24 unit, rambu petunjuk arah lokasi evakuasi sebanyak 5 unit dan
petunjuk titik kumpul sebanyak 1 unit. Selain itu, penambahan papan informasi berupa informasi
peta evakuasi, informasi kejadian bencana, serta papan informasi peringatan bencana juga
direncanakan, yang akan ditempatkan di pesisir pantai dan daerah wisata seperti area wisata
Geopark di Desa Sarangwayang, Citarik, dan pesisir pantai di Palabuhanratu dan Citepus. Papan
informasi juga ditempatkan di area pemukiman di dekat pantai seperti di Desa Sarangwayang dan
Loji.
58
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
pada wilayah yang kemungkinan dapat terdampak gelombang tsunami harus dapat mendengar
informasi atau tanda secara cepat dan akurat untuk peringatan serta upaya keselamatan diri. Untuk
itu jumlah dan jangkauan sirene harus dipertimbangkan agar mampu menjangkau seluruh wilayah
yang diperkirakan berisiko terdampak bencana tsunami.
Untuk sirine sendiri terdiri dari berbagai macam dan jenis tergantung jangkauannya,
dimana yang pasti semakin luas wilayah jangkauannya maka biaya baik pengadaan maupun
perawatannya akan semakin mahal. Untuk itu pada kasus Kabupaten Sukabumi ini, untuk
alternatif lokasi pemasangan sirene akan menggunakan dua skenario sebagaimana berikut ini
Skenario 1: Memasang sebanyak mungkin sirene dengan radius 2,5 km dengan asumsi
pengadaan sirene mendapat bantuan dari pihak investor.
Skenario 2: Memasang satu sirine dengan radius 2,5 km di pusat sekitar wisata pelabuhan
ratu dan memanfaatkan beberapa sirene dengan radius 1 km itu berbasis komunitas
dengan biaya yang lebih murah terutama pada wilayah yang jauh dari pusat kegiatan
Dalam pemilihan lokasi titik penempatan sirene sendiri nantinya akan dipertimbangkan
elevasi, dengan memprioritaskan lokasi dengan elevasi tertinggi agar bunyi peringatan tidak
terhalang misal oleh keberadaan bukit. Selain itu juga agar keberadaan sirene dapat diminimalkan
kerusakannya apabila terdampak gelombang tsunami sehingga meminimalkan biaya
maintenance. Serta lokasinya juga dekat dengan akses jalan agar mudah untuk kontrol secara
berkala.
Maka dengan pertimbangan skenario dan pertimbangan dalam memilih lokasi penempatan
sirene, didapatkan hasil sebagai berikut ini.
59
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Berdasarkan skenario pertama, maka akan dibutuhkan setidaknya lima sirene dengan radius
cakupan hingga 2,5 km untuk mampu menjangkau seluruh wilayah inundasi.
60
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
BAB 5
PERAN STAKEHOLDER DAN RUMUSAN KEBIJAKAN
Pada bab ini akan dijelaskan tugas dan kewenangan pemangku kepentingan dalam
menanggulangi bencana tsunami di Kabupaten Sukabumi berdasarkan 12 stakeholder utama,
integrasi antar pemangku kepentingan, serta strategi pengurangan risiko bencana.
3. Pra Bencana
a. Mitigasi
Struktural
Non Struktural
b. Kesiapsiagaan
4. Saat Terjadi Bencana
5. Pasca Bencana
a. Tanggap Darurat
b. Rehabilitasi
a. Pra Bencana
Mitigasi:
61
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Menyusun, mengimplementasikan dan memonitor rencana struktur dan pola ruang yang
mempertimbangkan aspek kebencanaan.
Menyusun rencana detail (zonasi) yang mempertimbangkan aspek kebencanaan.
Melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan rencana pembangunan secara berkala.
Mensinergikan dan mengintegrasikan peran masing-masing SKPD serta produk
kebijakannya agar selaras dengan visi, misi dan tujuan yang tertuang dalam rencana
pembangunan yang mempertimbangkan aspek kebencanaan.
Berkoordinasi dengan DLH untuk memastikan semua pembangunan baru telah memiliki
dokumen KLHS yang sesuai standar.
Berkoordinasi dengan Dinas PU dan Dinas Penanaman Modal terkait implementasi Ijin
Mendirikan Bangunan agar sesuai dengan rencana zonasi.
Berkoordinasi dan membangun kerjasama lintas batas dengan pemerintah terkait di
wilayah pesisir Jawa Barat.
Berkoordinasi dengan dinas PU dan BPBD terkait penyusunan rencana kontijensi.
Kesiapsiagaan:
b. Pasca Bencana
Tanggap darurat
Berkoordinasi dengan Dinas PU, BNPB dan tim SAR untuk memantau kapasitas lokasi
evakuasi
Berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk memantau kondisi fasilitas kesehatan
Berkoordinasi dengan Dinas PU untuk membangun hunian dan fasilitas pendidikan
sementara
62
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
1. Mitigasi
Mitigasi struktural
2. Kesiapsiagaan
Pada saat terjadi bencana, BPBD menjadi stakeholder utama dalam menjalankan rencana
tanggap darurat bersama SAR. BPBD bersama relawan membantu masyarakat terdampak
bencana dan bertanggung jawab untuk memanfaatkan golden time evakuasi sebaik mungkin.
BPBD juga bertanggung jawab untuk mempublikasikan informasi secara resmi agar dapat
diteruskan oleh media dan swasta. Adapun peran BPBD pada saat terjadi bencana meliputi:
63
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Setelah terjadi bencana, BPBD juga dituntut untuk berperan dalam proses tanggap
darurat, terutama untuk mengkoordinasikan dan menyalurkan bantuan dari berbagai sumber pada
korban tsunami. BPBD bersama SAR juga bertanggung jawab untuk menyiapkan shelter
sementara dan memenuhi kebutuhan dasar penduduk terkena tsunami, terutama air bersih.
Adapun peran BPBD pada saat pasca bencana meliputi:
1. Tanggap darurat
2. Rehabilitasi
Awareness Stage
64
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Planning Stage
Operation Stage
● Melaksanakan pencarian elektronik maupun visual sesuai dengan track spacing dan
search pattern yang telah ditentukan;
● Melaksanakan evakuasi
Tahap Pengakhiran
5.1.4 Dinas Komunikasi dan Informatika, Media dan BMKG Kabupaten Sukabumi
Dinas Komunikasi dan Informatikan merupakan instansi yang bertanggungjawab dan
berfokus pada pengolahan informasi, komunikasi dalam lingkungan pemerintahan. Sejalan
dengan hal tersebut, media juga memiliki fungsi yang erat dengan dinas ini. Secara umum, media
65
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
memiliki fungsi untuk melakukan pencarian informasi dan melakukan diseminasi melalui
berbagai kanal. Pada konteks kebencanaan, khususnya tsunami, maka BMKG sebagai instansi
yang bertanggungjawab atas pelayanan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi
dan geofisika. Oleh sebab itu, ketiga instansi ini dianggap memiliki fungsi dan peran yang sejalan
dan saling sinergis satu sama lain dalam melakukan penanggulangan bencana. Ketiga instansi ini
memiliki peran baik dalam tahap mitigasi hingga tahap pascabencana. Sehingga pada seluruh
proses penanggulangan risiko bencana, ketiga instansi ini hadir dengan perannya. Pada tahap
mitigasi, ketiga instansi ini memiliki peran pada saat mitigasi struktural dan non-struktural yang
meliputi:
a. Struktural
• Mengembangkan dan melakukan penyediaan early warning system melalui aplikasi
bencana yang dapat diakses dari segi informasi dan lokasi oleh seluruh lapisan
masyarakat
• Mengembangkan portal khusus bencana
• Pengadaan cadangan jaringan telekomunikasi (telepon satelit)
• Pengadaan HT dan telepon satelit
b. Non Struktural
• Memfasilitasi seluruh provider dalam mengoptimalisasikan penguatan jaringan
telekomunikasi di daerah rawan bencana, layanan wi-fi, dan pemberdayaan radio
komunitas serta radio komunikasi antar penduduk seperti RAPI dan
ORARI Mengembangkan portal khusus bencana
• Diperlukan upaya pemberitaan mitigasi bencana dari media massa agar dapat
mengurangi dampak kerugian yang ditimbulkan akibat bencana dan meningkatkan
budaya sadar bencana bagi masyarakat, salah satunya Program Siaran Kentongan
oleh RRIPengadaan HT dan telepon satelit
• Kebijakan untuk pembaharuan informasi secara berkala mengenai kebencanaan
• Membuat kebijakan terintegrasi dari early warning system bekerja sama dengan
negara lain dengan wilayah yang berdekatan contohnya Malaysia dan Thailand
(sesar berdekatan)
• Kebijakan publikasi data pendukung kajian kebencanaan, serta hasil kajian
kebencanaan (gempa bumi dan tsunami) secara berkala oleh BMKG yang di
diseminasikan dari Diskominfo dan media
Selanjutnya dalam tahap kesiapsiagaan, Diskominfo, Media dan BMKG memiliki peran
dan tugas yang meliputi:
66
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
• Menjalin kerjasama dengan komunitas dan media sebagai upaya diseminasi dan
koordinasi informasi (ORARI, TAGANA, DESTANA, KSB, KBBM, SIBAT)
• Peningkatan kapasitas masyarakat dalam memanfaatkan media komunikasi seperti
HT, aplikasi bencana, telepon genggam, telepon satelit sebagai salah satu alat
peringatan bencana
• Simulasi penyiaran pesan bencana untuk memberikan pemahaman yang sama dari
paean teserbtu ketika ada bencana
Pada tahap terjadi bencana, yakni pada tangga darurat, fungsi utama Diskominfo, BMKG,
maupun Media berfokus pada pemanfaatan berbagai alat komunikasi, dan sebisa mungkin
melakukan diseminasi secara massif, sebagai berikut:
Selanjutnya, ketiga instansi ini juga tetap berperan pada saat tahap pasca bencana baik
pada tahap tanggap darurat maupun tahap rehabilitasi. Berikut merupakan tugas dan kewenangan
ketiga instansi pada saat pasca bencana.
1. Rekonstruksi
• Menghimpun seluruh data korban baik penduduk, wisatawan dan seluruh kerusakan
bangunan yang terjadi
• Pemulihan jaringan vital telekomunikasi sebagai media komunikasi saat tanggap
darurat
• Melakukan diseminasi informasi terkait penanganan bencana dengan tujuan untuk
menenangkan masyarakat pasca bencana yang terjadi
• Bekerjasama dengan dinas kependudukan, BNPB, SAR, Dinpar dalam update
informasi jumlah korban
2. Rehabilitasi
• Perbaikan jaringan dan kerjasama dengan provider
• Publikasi upaya pemulihan pasca bencana melalui media secara berkala untuk
meningkatkan kepercayaan publik pasca bencana
• Pelakukan kajian kebencanaan untuk revisi dokumen penanggulangan bencana
(BMKG)
67
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
a. Pra Bencana
Mitigasi:
Tanggap darurat
• Berkoordinasi dengan BAPPEDA, ATR/ BPN dan BPBD terkait penyediaan lahan dan
pembangunan HUNTARA dan HUNTAP.
• Memperbaiki infrastruktur (sarana dan prasarana) yang rusak dengan spesifikasi yang
lebih baik (build back better)
• Pendampingan terhadap rekonstruksi bangunan fisik baik itu oleh pemerintahan, pelaku
usaha, maupun masyarakat agar mengikuti aturan zonasi dan building code yang sudah
dibuat dan ditetapkan.
68
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
1. Struktural
Menyusun rencana dan program kerja pelayanan Kesehatan & sumber daya
Kesehatan (farmasi, alat kesehatan, sarana dan prasarana kesehatan, data dan
teknologi) berkaitan penanggulangan bencana (di luar kegiatan rutin)
Menyusun SOP pelaksanaan pos layanan kesehatan dan trauma center
Menyusun protokol kesehatan dan evakuasi khusus COVID 19 atau penyakit lain
Melakukan pembinaan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Kesehatan
Menyusun program kegiatan sistem informasi Kesehatan daerah
2. Non-Struktural
Mengindentifikasi lokasi fasilitas Kesehatan/Rumah sakit di area terdampak bencana
maupun area terdekat terkait kapasitas, SDM, perlengkapan, suplai medis, dll
Berkoordinasi dengan BPBD dalam penyusunan rencana evakuasi dan protokol
Kesehatan
Berkoordinasi dengan BPBD terkait kebutuhan pengadaan peralatan Kesehatan
Kampanye dan Sosialisasi info kesehatan, vaksin, pengaturan dan pengendalian
penyakit
Berkoordinasi dengan Badan lain, seperti PMI atau lembaga non profit kesehatan
lainnya
Mengikuti forum penanggulangan bencana
Memindahkan fasilitas Kesehatan rujukan COVID ke luar area rawan bencana jika
memungkinkan
69
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Pada saat kejadian bencana, Dinas Kesehatan secara langsung melakukan koordinasi
dengan BPBD dan anggota Tim Reaksi Cepat Penaggulangan Bencana lainnya terkait evakuasi
dan pengaktifan layanan darurat (Rumah sakit lapangan, dll), melakukan mobilisasi tenaga medis
dan sumber daya kesehatan, membantu evakuasi pasien yang dirawat di fasilitas kesehatan,
membantu evakuasi dan perawatan kesehatan korban, serta berkoordinasi dengan PMI terkait
suplai darah yang diperlukan. Adapun pada tahap Pasca Bencana, peran Dinas Kesehatan sangat
penting dalam tahap tanggap darurat serta rehabilitasi, melipui:
1. Tanggap Darurat
Mobilisasi tenaga medis dan sumber daya kesehatan
Melaksanakan tugas pelayanan kesehatan umum dan pengendalian penyakit
menular
Mengaktifkan Pos Kesehatan dengan tenaga medis dan farmasi
Melaksanakan operasional rumah sakit lapangan beserta dukungan peralatan
Kesehatan
Melaksanakan pengendalian penyakit menular
Melakukan monitoring dan pemantauan upaya pencegahan penyakit menular
Memastikan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat evakuasi
2. Rehabilitasi
Melaksanakan pemulihan sosial psikologis: intervensi psikologis, bantuan
konseling dan konsultasi keluarga, pendampingan pemulihan trauma, pelatihan
pemulihan kondisi psikologis, kegiatan psikososial
Melaksanakan pelayanan kesehatan, meliputi: perawatan korban bencana yang
sakit dan mengalami luka, membantu perawatan korban bencana yang meninggal,
menyediakan suplai medis dan alat kesehatan, menyediakan tenaga medis dan
paramedic, serta membuat rujukan ke rumah sakit terdekat
Melakukan pemantauan kesehatan masyarakat dan upaya pencegahan penyakit
menular
Melakukan monitoring dan evaluasi layanan kesehatan
Meningkatkan fungsi layanan kesehatan
Melakukan pemantauan terhadap sanitasi, seperti sarana air bersih dan sanitasi/MCK
di tempat evakuasi
1. Struktural
• Memberi pengarahan mengenai pemilihan titik kumpul dan tanda peringatan bahaya
tsunami di lingkungan instansi pendidikan
• Memberi pengarahan dan pengawasan kelengkapan rambu/ tanda jalur evakuasi,
jalur evakuasi, titik kumpul, dan tanda peringatan bahaya tsunami di internal institusi
pendidikan/sekolah (SD, SMP, SMA, dll)
•
70
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
2. Non Struktural
Dalam tahap kesiapsiagaan, Dinas Pendidikan bertugas untuk mengadakan sosialisasi dan
pelatihan evakuasi bencana secara terintegrasi dengan memilih beberapa perwakilan tenaga
pendidik dan peserta didik dari setiap sekolah (SD, SMP, SMA, dll) untuk selanjutnya diteruskan
ke institusi pendidikan masing-masing. Di saat bencana tsunami terjadi, Dinas Pendidikan tidak
memiliki peran yang signifikan dalam mengarahkan institusi pendidikan di bawahnya melainkan
melakukan evakuasi secara mandiri. Dinas Pendidikan kembali berperan pada saat tahap pasca
bencana baik pada tahap tanggap darurat maupun tahap rehabilitasi. Berikut merupakan tugas dan
kewenangan Dinas Pendidikan pada saat pasca bencana.
1. Tanggap Darurat
2. Rehabilitasi
5.1.8 Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi dan Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia
(ASPI)
Dinas Pariwisata dan Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia banyak terlibat pada saat pra
bencana, terutama pada tahap mitigasi dan pasca bencana (tanggap darurat dan
rehabilitasi/rekonstruksi). Dinas Pariwisata dan Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia kurang
berperan pada tahap saat terjadi bencana. Berikut ini adalah peran Dinas Pariwisata dan Asosiasi
Pelaku Pariwisata Indonesia dalam siklus manajemen bencana:
1. Pra Bencana:
Mitigasi Struktural
a. Membuat dan memasang peringatan rambu atau tanda jalur evakuasi, jalur evakuasi, titik
kumpul, early warning system.
b. Menetapkan atau membangun TES yang dapat dijangkau oleh semua wisatawan
c. Membuta pemetaan kawasan rawan bencana, penegakan pemanfaatan ruang berdasarkan
peta KRB.
71
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Non Struktural
Kesiapsiagaan
a. Koordinasi dengan BPBD dan SAR dalam hal pemahaman evakuasi terhadap wisatawan
b. Sosialisasi dan edukasi pariwisata berbasis mitigasi bencana dan sadar bahaya
c. Menyediakan posko siaga wisata di lokasi-lokasi objek wisata pantai yang dianggap
rawan untuk mengamankan wisatawan
2. Pasca Bencana:
Tanggap Darurat
a. Membentuk crisis center atau pusat krisis terintegrasi sebagai jalur komunikasi dan
layanan pengaduan bagi masyarakat serta para pelaku industri kreatif dan pariwisata yang
terdampak
b. Memberhentikan atau menutup tempat wisata
Rehabilitasi
a. Bersama dengan tim evakuasi mendata jumlah korban terdampak pada umumnya dan
wisatawan yang menjadi korban pada khususnya
b. Melakukan koordinasi dengan wisatawan yang menjadi korban untuk membantu dan bisa
terhubung dengan pihak keluarga
c. Melakukan trauma healing kepada korban untuk dapat cepat bangkit
Penyiapan modul dan protokol kesehatan saat tanggap darurat dimasa pandemi Covid-19
seperti yang terjadi saat ini perlu menjadi pertimbangan. Dimana tentunya prosedur dan
72
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
pendekatan dalam melakukan proses evakuasi berbeda dengan kondisi normal dengan adanya
kepentingan untuk memisahkan antara penduduk terpapar dengan penduduk yang sehat.
Sedangkan dalam tahap kesiapsiagaan, NGO juga dapat berperan untuk meningkatkan
kapasitas dan kesiapsiagaan masyarakat dalam melakukan penanggulangan bencana. NGO
nantinya dapat berkolaborasi dengan SKPD terkait baik misal dengan BPBD dan SAR dalam
pembentukan tim siaga bencana dan relawan, ataupun dari sektor kesehatan maupun pendidikan
dalam melakukan program sosialisasi dan pelatihan. NGO juga dapat dilibatkan dalam
penyusunan rencana kontijensi bersama aktor lain, hal ini untuk memberikan gambaran jelas
mengenai prosedur dan alokasi kegiatan yang dapat dilakukan oleh NGO ketika bencana terjadi.
Sedangkan pada tahap saat terjadi bencana, NGO dapat berperan untuk penerjunan tim respon
cepat (TRC) dan pengaktifan posko darurat di tiap satuan koordinasi pelaksanaan wilayah di
bawah komando BPDB setempat.
2. Kesiapsiagaan
Pembentukan tim siaga bencana dan relawan
Penyusunan rencana kontijensi bencana
Melaksanakan sosialiasi dan drill tanggap darurat bencana
Melaksanakan program sekolah siaga bencana
Pengadaan media sosial dan aplikasi untuk penyebaran informasi dan tanggap
darurat
Pengadaan sarana dan prasarana kesehatan dan tanggap darurat
Program penilaian kapasitas masyarakat seperti melalui metode Vulnerability
Capacity Assessment (VCA) atau Participatory Rural Appraisal (PRA)
3. Saat Terjadi Bencana
Penerjunan tim di dalam satuan koordinasi pelaksana di wilayah kabupaten yang
bergerak di bawah komando BPBD dan koordinasi dengan dinas kesehatan
Pengaktifan posko-posko darurat
Terakhir pada tahap pasca bencana, NGO berperan untuk membantu elemen pemerintahan
dalam melakukan tanggap darurat dan rehabilitasi seperti melakukan kajian penilaian dampak
bencana, proses evakuasi dan pencarian, penyediaan kebutuhan masyarakat terdampak, dan
pendampingan psikologis masyarakat.
4. Tanggap Darurat
Melakukan assessment di wilayah yang terdampak
Membantu dalam proses evakuasi dan pencarian korban
Pelayanan kesehatan, pertolongan pertama, dan penyediaan ambulans
Penyediaan kebutuhan hunian, pangan, air dan sanitasi
Melakukan operasi relief
Memberikan psychological support kepada para korban bencana
Penyaluran logistik bantuan
5. Rehabilitasi
Penyiapan hunian sementara
Pembersihan lingkungan yang terdampak
Layanan kesehatan dan psychological support
73
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
1. Struktural
Membangun tiang listrik diluar lokasi potensi inundasi
Pembangunan tsunami Early Warning System.
2. Non Struktural
Merumuskan mekanisme respon PLN terhadap bencana tsunami
Melakukan penilaian kerentanan terhadap bencana secara terperinci pada sektor
kelistrikan
Dalam tahap kesiapsiagaan, BUMN bertugas untuk mengadakan sosialisasi dan pelatihan
evakuasi bencana secara terintegrasi dengan memilih beberapa perwakilan tenaga pendidik dan
peserta didik dari setiap sekolah (SD, SMP, SMA, dll) untuk selanjutnya diteruskan ke institusi
pendidikan masing-masing. Pihak BUMN bisa memberikan pelatihan tentang bagaimana
menanggulangi dan mengamankan situasi darurat, yang disebabkan oleh bencana seperti aliran
listrik. BUMN kembali berperan pada saat tahap pasca bencana baik pada tahap tanggap darurat
maupun tahap rehabilitasi. Berikut merupakan tugas dan kewenangan BUMN pada saat pasca
bencana seperti mengumpulkan data cepat dan tepat terhadap lokasi meliputi kerusakan dan
kerugian dalam DaLA. Selain itu pada pasca bencana pemerintah melakukan:
1. Tanggap Darurat
Mengkaji dampak Tsunami (kerusakan dan kerugian) pada sektor kelistrikan
Penyediaan jaringan listrik darurat khususnya di lokasi yang terdampak
2. Rehabilitas
Mempersiapkan rencana pemulihan jaringan listrik
1. Mitigasi
• Mitigasi struktural
74
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
− Memperkuat struktur bangunan (hotel, pabrik, jembatan dll) sebagai upaya untuk
mewujudkan infrastruktur tangguh terhadap bencana.
2. Kesiapsiagaan
Sedangkan pada saat bencana, peran swasta adalah menjadi bagian dari rantai komunikasi
peringatan dini dan memanfaatkan teknologi berbasis lokasi untuk memudahkan pencarian dan
pertolongan korban. Dengan memberikan kontribusi saat terjadi bencana, swasta akan
meringankan beban pemerintah dan mempercepat pemulihan kondisi agar kegiatan perekonomian
kembali berjalan. Pada akhirnya pihak swasta yang akan memperoleh manfaat karena kegiatan
usaha mereka kembali berjalan.
1. Tanggap darurat
2. Rehabilitasi
75
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
5.1.12 Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri)
Berikut merupakan tugas TNI dan Polri dalam penanganan bencana.
Struktural :
Non – Struktural :
Kesiapsiagaan :
Melaksanakan latihan kesiapsiagaan untuk melatih masyarakat agar tanggap pada saat
terjadinya bencana. Kegiatan berupa geladi lapang bencana bersama masyarakat setempat
bertujuan menguji protap penanggulangan bencana yang telah dibuat oleh TNI AD dan
BPBD/Pemda.
Melakukan pendataan terhadap jumlah penduduk di daerah kemungkinan terjadinya
bencana.
Melakukan inventarisasi terhadap tempat-tempat yang dapat digunakan sebagai posko
bencana, dapur umum, dan tempat-tempat pengungsian.
Bersama-sama dengan BPBD melaksanakan sosialisasi kepada instansi-instansi yang
masuk dalam organisasi BPBD sehingga instansi tersebut tahu akan tugas dan fungsinya.
Bersama-sama dengan BPBD membuat peta rawan bencana di daerah.
76
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Tanggap darurat :
Membantu pencarian korban bencana dengan tetap berkoordinasi dengan instansi dan
badan terkait.
Membantu mendirikan dapur umum dengan memanfaatkan sarana prasarana yang
dimiliki dengan tetap berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah
Membantu memperbaiki infrastruktur vital yang rusak dengan mengerahkan alat dan
perlengkapan yang dimiliki
Membantu menyalurkan bantuan terhadap korban yang membutuhkan agar bantuan
tersebut sampai kepada masyarakat yang membutuhkan dan tidak terjadi penyimpangan
Membantu Pemerintah Daerah dalam menyiapkan kantung-kantung pengungsian dengan
memanfaatkan sarana prasarana yang dimiliki oleh korem
Rehablitasi :
Pada integarasi stakeholder menjelaskan bagaimana upaya dan peran yang dilakukan
pemerintah dalam pra bencana, saat terjadi bencana, pasca bencana.
Pra Bencana:
Pengadaan rambu, sirine stakeholder yang terlibat adalah Bappeda, BPBD, Dinas
Pariwisata, Swasta.
Pengadaan jaringan dan alat komunikasi stakeholder yang terlibat BPBD, Diskominfo,
Dinas Pariwisata, Swasta.
Penguatan aspek kebencanaan dalam produk hukum daerah (rencana tata ruang, building
code, tsunami ready hotel, dll) stakeholder yang terlibat Bappeda, BPBD, Dinas PUPR,
Dinas Pariwisata
Penyebaran informasi profil bencana dan pelatihan mitigasi. Stakeholder yang berperan
BPBD, Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata, NGO, Swasta, TNI Polri.
Saat Terjadi Bencana:
Penyebaran informasi, evakuasi dan pemantauan stakeholder yang terlibat BPBD, SAR,
Diskominfo, NGO, Swasta, TNI Polri
Pasca Bencana:
Pengkajian secara cepat dan tepat untuk mengidentifikasi cakupan dampak bencana,
jumlah korban, kerusakan, terganggunya fungsi pelayanan umum stakeholder yang
banyak berperan adalah Bappeda, BPBD, Dinas PUPR, Dinas Pariwisata, NGO, Swasta,
TNI Polri
77
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Penyediaan fasilitas darurat dan kesehatan fisik dan mental untuk korban stake holder
yang mengambil peran adalah Dinas PUPR, Dinas Pariwisata, NGO, Swasta, TNI Polri
Pemulihan jaringan komunikasi dan jaringan jalan stakeholder yang terlibat Diskominfo,
Dinas PUPR
Build back better, safer, dan sustainable stakeholder yang terlibat adalah Bappeda,
BPBD, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Diskominfo, Dinas PUPR, Dinas Pariwisata,
BUMN, NGO, Swasta, TNI Polri
5.3 Strategi Pengurangan Risiko Bencana
Berikut merupakan strategi pengurangan risiko bencana dalam mengatasi bencana
tsunami khususnya di Kabupaten Sukabumi.
Mitigasi Struktural :
Penambahan tempat evakuasi sementara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan wisatawan
Pembentukan area konservasi lingkungan berupa tsunami forest dan memperkuat natural barrier
di sekeliling kawasan UJP Palabuhanratu untuk meminimalkan collateral hazard
Mitgasi non-struktural :
1. Melakukan integrasi instrumen kebijakan yang mendukung proses penanggulangan
bencana
2. Menyusun berbagai rancangan kajian penanggulangan bencana sesuai dengan sektor
masing-masing
3. Penyusunan peta kajian risiko dan ancaman bencana
4. Pembuatan kebijakan terintegrasi dari early warning system dengan berbagai
stakeholder
5. Rencana tata ruang dan building code Palabuharatu dengan memasukkan informasi
kerawanan bencana.
6. Melakukan kajian pemetaan terkait sarana kesehatan dan sarana penunjang
pendukung penanggulangan bencana
78
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
Preparedness :
Pemulihan
79
Kajian Risiko Bencana Kabupaten Sukabumi
BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dan rekomendasi penelitian.
Kesimpulan akan menjawab tujuan penelitian berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan,
serta rekomendasi akan menjelaskan masukan yang dapat diberikan untuk menanggulangi
bencana tsunami di Kabupaten Sukabumi.
6.1 Kesimpulan
Dalam kajian ini didapatkan bahwa terdapat 10 desa terdampak meliputi Cibuntu,
Cidadap, Cikakak, Citarik, Citepus, Jayanti, Palabuhanratu, Loji, Sangrawayang, dan Tonjong.
Risiko tsunami pada daerah terdampak tergolong pada indeks sedang dan tinggi artinya
kerentanan yang terdapat pada 10 desa tersebut belum secara efisien diimbangi dengan kapasitas
daerah. Analisis menunjukkan bahwa terdapat 3 desa dengan risiko tinggi yaitu Citarik,
Palabuhanratu, Loji, dan Sangrawayang. Keempat desa tersebut memiliki risiko yang tinggi
dikarenakan tingginya kegiatan perekonomian berupa minapolitan di daerah tersebut.
Berkembangnya sektor minapolitan di desa-desa pesisir tersebut mengundang masyarakat untuk
bertempat tinggal di dekat pantai yang menjadikan jumlah penduduk terpapar yang tinggi dan
luas kawasan permukiman yang besar di pada keempat desa tersebut.
Mitigasi Struktural:
o Melebarkan jalur evakuasi dan menambah rambu evakuasi
o Membangun tambahan TVES
o Pembentukan tsunami forest sebagai area konservasi lingkungan
Mitigasi Non-Struktural:
o Menyusun dan menyampaikan peta ancaman bencana yang secara berkala
dimutakhirkan, kajian risiko tsunami, dan jalur evakuasi & TES/TVES kepada
semua pihak termasuk masyarakat.
o Meningkatkan pengetahuan kebencanaan kepada semua lapisan masyarakat
(termasuk anak-anak)
Kesiapan (Preparedness)
o Memberikan pelatihan tanggap bencana dan simulasi evakuasi menggunakan
jalur evakuasi yang sudah dilengkapi rambu
o Membuat saluran penyiaran pesan darurat
Respon, Rekonstruksi, dan Rehabilitasi
o Pendataan fasilitas kritis di Pelabuhan Ratu
o Penyusunan Recovery Plan
80
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Dewi Reny. 2013. Rekomendasi Layout Peta Evakuasi Tsunami. Jakarta:
GIZ_International Services
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2012. Masterplan Pengurangan Risiko Bencana
Tsunami
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2014. Rencana Nasional Penanggulangan Bencana
2015-2019
Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Pusat Pembinaan Kompetensi dan
Pelatihan Konstruksi. 2005. Modul Perhitungan Biaya Konstruksi Jalan.
Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 7743:2011 Rambu Evakuasi Tsunami. Jakarta: BSN.
Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 7766:2012 Jalur Evakuasi Tsunami. Jakarta: BSN.
http://pipp.djpt.kkp.go.id/profil_pelabuhan/1174/informasi diakses pada tanggal 1 November
2020
https://indonesiapower.co.id/id/produk-dan-
layanan/produk/Pages/PLTU%20Jawa%20Barat%202%20Pelabuhan%20Ratu%20O
MU.aspx diakses pada tanggal 16 Oktober 2020
Keputusan Bupati Sukabumi Nomor 503/Kep.236-DPU/2017 tentang Standar Harga Dasar Jenis
Bangunan sebagai Dasar Perhitungan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Kultsum, Ummu; Fuad. M. A. Zainul; Isdianto; Andik. 2017, Desain Jalur Evakuasi Tsunami di
Daerah Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi Menggunakan Sistem Informasi
Geografis. Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke 4. 1 – 10.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung. 2009. Mengelola Risiko Bencana di Negara
Maritim Indonesia. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Mediapakuan.pikiran-rakyat.com. 2020. Wajib Diketahui! Inilah Daftar Lokasi Jalur Evakuasi
Tsunami di Palabuhanratu Sukabumi. diunduh dari: https://mediapakuan.pikiran-
rakyat.com/sukabumi-raya/pr-63779408/wajib-diketahui-inilah-daftar-lokasi-jalur-
evakuasi-tsunami-di-palabuhanratu-sukabumi?page=2dll pada 23 Desember 2020.
Panduan Langkah Evakuasi Darurat Peringatan Dini Tsunami dalam Situasi COVID19
Paramesti, Christantum Aji. (2011). Kesiapsiagaan Masyarakat Kawasan Teluk Pelabuhan Ratu
terhadap Bencana Gempa Bumi dan Tsunami. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22. 113-128.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2019. Kajian Risiko Bencana Provinsi Jawa Barat Tahun 2019.
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Peraturan Bupati Sukabumi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana
Peraturan Bupati Sukabumi Nomor 51 Tahun 2016 tentang Struktur dan Tata Kerja Dinas
Kesehatan.
Peraturan Bupati Sukabumi Nomor 56 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplun dan Pencegahan
Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona
Virus Desease 2019
Peraturan Darah Kabupaten Sukabumi Nomor 22 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wikayah Kabupaten Sukabumi Tahun 2012-2032
Peraturan Darah Kabupaten Sukabumi Nomor 4 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Menengah Daerah Kabupaten Sukabumi Tahun 2016-2021
81
Peraturan Darah Kabupaten Sukabumi Nomor 6 Tahun 2018 tentang Retribusi Pengendalian
Menara Telekomunikasi
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2015 tentang Rambu
dan Papan Informasi Bencana.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 78/PMK.02/2019 tentang Standar Biaya
Masukan Tahun Anggaran 2020
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM.78 Tahun 2014 tentang Standar
Biaya di Lingkungan Kementerian Perhubungan
Proyek Peningkatan Kapasitas Penanggulangan Bencana Bagi BNPB dan BPBD. 2015. Petunjuk
Teknis Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana Daerah Tingkat
Kabupaten/Kota
Pusat Gempabumi dan Tsunami Kedeputian Bidang Geofisika Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika. 2019. Katalog Tsunami Indonesia Tahun 416-2018. Jakarta: BMKG
RTRW Kabupaten Sukabumi Tahun 2012-2032
Trudgill, Stephen. (2007). Tansley, A.G. 1935: The use and abuse of vegetational concepts and
terms. Ecology 16, 284 307. Progress in Physical Geography - PROG PHYS GEOG.
31. 517-522. 10.1177/0309133307083297.
Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
82