Anda di halaman 1dari 77

STRATEGI MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN

( Studi pada Pertanian Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)


di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto)

OLEH:

I R S A L. M
105 92 597 04

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2011
ABSTRAK

IRSAL. M, 105 92 597 04. Strategi Menuju Pertanian Berkelanjutan


(Studi pada Pertanian Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) di
Desa Ta’bing jai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto), dibawah
bimbingan SYAFIUDDIN dan AMRUDDIN.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui strategi menuju pertanian


berkelanjutan di Desa Ta’bing jai Kecamatan Bontoramba Kabupaten
Jeneponto khususnya pada tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.)
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu Oktober sampai
dengan November 2010.
Populasi dalam penelitian yaitu petani kacang tanah yang berjumlah
250 orang, kemudian di ambil secara acak sederhana sebanyak 10 %
sehingga sampel dalam penelitian ini adalah 25 orang.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif
dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi
berbagai faktor secara sitematis untuk merumuskan strategi pembahasan.
Analisis ini dilaksanakan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(Strengths) dan peluang (Opportunities) namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).
Strategi menuju pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bingjai
Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto,strategi yang harus
ditempuh adalah strategi SO yaitu : (1) Pengembangan motivasi petani, (2)
Peningkatan/perluasan pertanian bebas pestisida, (3) Peningkatan kualitas
penyuluh dan penyuluhan, (4) Dukungan dana pembangunan untuk
pembinaan pemanfaatan limbah pertanian, (5) Pemanfaatan teknologi
tepat guna, (6) Pengembangan kesadaran masyarakat pada produk ramah
lingkungan, (7) Pemanfaatan bahan baku di sekitar.
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI....................................................... iii

RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………… iv

KATA PENGANTAR............................................................................... v

ABSTRAK.............................................................................................. vi

DAFTAR ISI............................................................................................... vii

DAFTAR TABEL........................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR............................................................................. x

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………. 1

1.1. Latar Belakang …………………………………………. 1

1.2. Rumusan Masalah…………………………………………… 5

1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………. 5

1.4. Kegunaan Penelitian……………………………………… 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 7

2.1. Pertanian dan Lingkungan Hidup ................................ 7

2.2. Pertanian Berkelanjutan........................................................ 8

2.3. Perencanaan Strategis……………………………………. 14

2.4 Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)............................... 17

2.5 Analisis Swot ............................................... 21

2.6 Kerangka Pikir………………………………………………. 25


BAB III. METODE PENELITIAN …………………………………….. 27
.
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………… 27

3.2. Populasi dan Sampel ………………………………….. 27

3.3. Metode Pengumpulan Data .......................................... 27

3.4. Metode Analisis Data ................................................... 29

3.5. Definisi Operasional ................................................. 31

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN …………………. 33

4.1 Luas dan Letak Geografis………………………………… 33

4.2 Keadaan Tofografi………………………………………….. 33

4.3 Keadaan Penduduk ……………………………………. 34

4.4 Pola Penggunaan Lahan…………………………………….. 35

4.5 Sarana dan Prasarana …………………………………. 36

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………….. 38

5.1 Identitas Responden ………………………………….. 38

5.2 Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal...................... 40

5.3 Pembahasan .......................... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………. 58

6.1 Kesimpulan ........................................................... 58

6.2 Saran ............................................................. 58

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Jumlah Penduduk pada setiap Dusun berdasarkan Jenis Kelamin


di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba
Kabupaten Jeneponto ................................................ 34

2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di


Desa Kecamatan Kabupaten Jeneponto 2010....................... 35

3. Pola Penggunaan Lahan di Desa Ta’bingjai Kecamatan


Bontoramba Kabupaten Jeneponto 2010 ................ 36

4. Sarana dan Prasarana di Desa Ta’bingjai Kecamatan


Bontoramba Kabupaten Jeneponto 2010 ................................ 37

5. Tingkat Umur Responden di Desa Ta’bingjai Kecamatan


Bontoramba Kabupaten Jeneponto ............................................. 38

6. Tingkat Pendidikan Responden di Desa Ta’bingjai Kecamatan


Bontoramba Kabupaten Jeneponto............................... 39

7. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden di


Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto 40

8. Internal Factor Analysis Summary (IFAS) ........................... 51

9. Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS) ......................... 52

10. IFAS dan EFAS .................................... 53

11. Matrik SWOT ................................. 54

12 Matrik Perencanaan Strategi Kuantitatif....................................... 55


DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1 Kerangka Pikir ......................................................................... 26

2 Lokasi pertanaman Kacang Tanah .............................................. 66

3. Panen Kacang Tanah..................................................................... 66

4. Proses Pemanenan Kacang Tanah ...................................... 67

5. Hamparan Pertanaman Kacang Tanah .......................... 67


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

1 Kuesioner .............................................. 62

2. Identitas Responden ..................................... 63

3. Identifikasi Nilai Bobot …………………………………… 64


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Allah, SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini telah

terselesaikan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Banyak masalah yang ditemukan selama penyelesaian tugas akhir

ini, namun berkat petunjuk dari Prof. Dr. Syafiuddin, M.Si dan Amruddin,

S.Pt, M.Pd, semuanya dapat teratasi. Atas jasa yang kami terima, kami

mengucapkan banyak terima kasih.

Pada kesempatan ini tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih

kepada :

1. Ir. H. Muh. Saleh Molla, selaku Dekan Fakultas Pertanian Unismuh

Makassar beserta seluruh staf

2. Ir. Muh Arifin Fattah, M.Si, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Pertanian

Unismuh Makassar.

3. Hj. Syamsia, SP, M.Si, selaku Ketua Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Unismuh Makassar

4. Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan

Kabupaten Jeneponto.

5. Kepala Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten

Jeneponto
6. Kepada Ayahanda dan Ibunda beserta seluruh saudara atas

dorongan dan asuhannya selama ini.

7. Kepada istri tercinta yang memberikan dorongan selama proses

perkuliahan dan penyelesaian studi

8. Segenap sahabat yang telah memberikan kontribusi selama

penyelesaian tugas akhir ini.

Makassar, Januari 2011

Penulis
RIWAYAT HIDUP

Irsal. M, lahir di Tamanroya Kabupaten Jeneponto pada Tanggal

26 Juli 1983, merupakan anak pertama dari 7 bersaudara. Saya mulai

menjalani pendidikan formal di SDN No.16 Tamanroya (pada Tahun 1989),

kemudian lanjut di SMP Negeri 1 Tamalatea (pada Tahun 1995), setelah

itu saya di terima di SMA Negeri 1 Jeneponto (pada Tahun 1998)

Kemudian saya melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi dan

diterima Universitas Muhammadiyah Makassar pada tahun 2004 Fakultas

Pertanian Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian.

Alhamdulillah pada Tahun 2007 saya terangkat sebagai PNS pada

Instansi Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Daerah

yang sekarang berganti nama Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana

Penyuluhan Kabupaten Jeneponto.


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Didorong akan kebutuhan peningkatan kesejahteraan serta

kesadaran akan potensi dan kemampuan yang dimilikinya maka

peningkatan produktivitas usaha tani merupakan jalan yang harus

ditempuh. Peningkatan usaha tani yang terus menerus merupakan

salah satu ciri usaha tani modern (Mosher, 1996).

Untuk memenuhi kebutuhan akan pangan, sandang dan

papan, manusia berusaha sekuat tenaga menguras sumber daya

alam yang ada dengan menggunakan teknologi paling modern dan

menghasilkan produk samping yang berupa limbah. Dengan

bertambahnya limbah dengan jumlah melebihi daya dukung

lingkungan akan mengakibatkan pencemaran lingkungan yang tidak

dapat dihindari (Anonim, 2001b).

Keberhasilan pembangunan pertanian selama ini telah

memberikan dukungan yang sangat tinggi terhadap pemenuhan

kebutuhan pangan rakyat Indonesia, namun demikian disadari bahwa

dibalik keberhasilan tersebut terdapat kelemahan-kelemahan yang

perlu diperbaiki. Produksi yang tinggi yang telah dicapai banyak

didukung oleh teknologi yang memerlukan input (masukan) bahan-

bahan anorganik yang tinggi terutama bahan kimia pertanian seperti

pupuk urea, TSP/SP-36, KCl, pestisida, herbisida, dan produk-produk

1
kimia lainnya yang berbahaya bagi kesehatan dengan dosis yang

tinggi secara terus-menerus, terbukti menimbulkan banyak

pencemaran yang dapat menyumbang degradasi fungsi lingkungan

dan perusakan sumberdaya alam, serta penurunan daya dukung

lingkungan.

Pengaruh manusia atas lingkungan semakin hari semakin

besar dan beraneka ragam. Semakin lama kualitas lingkungan hidup

cenderung semakin menurun. Di mana-mana terdengar keluhan

tentang terjadinya pencemaran lingkungan dan kerusakan

lingkungan.

Penghambat pengembangan kacang tanah di Indonesia

adalah belum ada program khusus seperti intensifikasi maupun

ekstensifikasi yang di rekomendasikan, kemudian kacang tanah

dianggap komoditi sekunder karena memerlukan biaya relatif tinggi

(Harsono, 1995). Upaya untuk meningkatkan Kacang tanah dengan

perluasan areal memanfaakan lahan kering yang belum dikelolah

secara optimal, memanfaatkan limbah. pertanian sebagai pupuk

untuk menekan biaya produksi serta pengelolaan tanaman secara

baik Kebiasaan usahatani yang dikelolah adalah dengan pemberian

pupuk kimia yang terus meningkat kebutuhannya, sehingga

menurunkan produktivitas tanah (Sukarman dkk, 2000). Kebijakan

yang dianjurkan adalah bibit unggul, mempertahankan kesehatn

tanah dan penyaluran produksi yang baik.

2
Jerami padi adalah limbah pertanian yang cukup tersedia

sehingga perlu untuk dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang

dapat meningkatkan kesuburan tanah, produksi dan pendapatan.

Pupuk kandang khususnya kotoran ayam dibandingkan dengan

kotoran ternak lainnya, mengandung beberapa unsur hara makro dan

mikro tertentu dalam jumlah banyak. Kejenuhan basanya tinggi tetapi

kapasitas tukar kationnya rendah (Darung, 2001).

Sementara itu revolusi di bidang pertanian, khususnya

pertanian tanaman kacang tanah mengupayakan untuk

memaksimalkan produktivitas usaha tani melalui penggunaan

varietas unggul serta penambahan bahan anorganik dalam jumlah

besar ke dalam sistem produksi, khususnya pupuk dan pestisida.

Meskipun praktek usaha tani telah dapat meningkatkan produksi

secara nyata, namun pada saat ini disadari telah terjadi

permasalahan serius yaitu adanya kemunduran kualitas lingkungan.

Kemunduran kualitas tersebut dapat berupa kekurangan unsur hara

tertentu, stabilitas produksi menurun, munculnya biotipe atau strain

baru dari hama dan penyakit, terbentuknya senyawa beracun bagi

tanaman serta terjadinya pencemaran baik di air, udara, tanah serta

produk hasil pertanian yang sangat berbahaya bagi kesehatan

manusia.

Berdasarkan kesadaran-kesadaran adanya permasalahan

tersebut di atas, sekarang muncul gerakan reformasi khususnya

3
konsumen hasil pertanian untuk mendapatkan produk hasil pertanian

yang sehat, bebas residu dan aman bagi kelangsungan hidup.

Konsep usaha tani yang lestari dan ramah lingkungan yang mampu

meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah dan mampu

berkelanjutan perlu diterapkan secara nyata dan secara luas.

Salah satu upaya untuk mengurangi resiko pencemaran zat

kimia baik terhadap lingkungan maupun produk hasil pertanian akibat

penggunaan pestisida secara berlebihan adalah digunakannya

tumbuh-tumbuhan yang selama ini telah tersedia di alam (pestisida

nabati) dan pupuk organik.

Pertanian berkelanjutan yang dilakukan di Desa Ta’bingjai

dapat memberikan pemanfaatan sumber daya yang

dapatdiperbaharui dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui untuk

proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif

terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang

dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas

produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang

berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati

yang ramah terhadap lingkungan.

Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten

Jeneponto memiliki luas areal pertananam kacang tanah sebesar

108 ha, dimana hasil produksi mencapai 167 ton per tahunnya.

Tanaman kacang di wilayah tersebut telah berkembang dan

4
diusahakan dengan baik oleh petani dalam meningkatkan taraf hidup

petani. Konsep pertanian berkelanjutan sebenarnya telah diterapkan

oleh petani yang pada awalnya adalah pertanian tanaman pangan

padi, kemudian ke tanaman kacang-kacangan yakni kacang tanah

akan tetapi karena beberapa hal maka perkembangannya sangat

lambat dan tumbuhnya kesadaran dalam pertanian berkelanjutan

baru muncul setelah mereka merasakan manfaatnya. Atas dasar

inilah maka perlunya dilakukan penelitian lebih jauh tentang

bagaimana strategi menuju pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bing

jai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan kajian dan informasi di lapang, maka

permasalahan dalam penelitian ini yaitu Bagaimana strategi menuju

pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba

Kabupaten Jeneponto khususnya pada tanaman kacang tanah

(Arachis hypogaea L )?

1.3. Tujuan Penelitian

Mendasari rumusan penelitian di atas, maka penelitian ini

mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui strategi menuju pertanian

berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten

Jeneponto, khususnya pada tanaman kacang tanah (Arachis

hypogaea L.)

5
1.4. Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian ini, diharapkan mempunyai kegunaan

sebagai berikut :

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi petani pada

umumnya dan petani padi bebas pestisida khususnya dalam

melaksanakan pertanian berkelanjutan.

b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah

Kabupaten Jeneponto untuk dipakai sebagai bahan

pertimbangan khususnya dalam mengembangkan pertanian

tanaman pangan padi bebas pestisida sekaligus menuju

pertanian berkelanjutan di Kabupaten Jeneponto

c. Bagi peminat masalah yang sama dapat digunakan sebagai

tambahan informasi untuk masyarakat umumnya, dan

khususnya petani di Kabupaten Jeneponto, serta berbagai

pihak yang mempunyai kepentingan dengan hasil penelitian

ini.

6
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertanian dan Lingkungan Hidup

Perkembangan pertanian sebagai bagian dari pembangunan

nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju,

efisien dan tangguh serta bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan

kuantitas produksi, meningkatkan taraf hidup petani. Pembangunan

pertanian diarahkan secara bijaksana dengan memperhatikan

kemampuan dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup

serta menggunakan teknologi yang tepat dengan tujuan untuk

meningkatkan dan memperluas penganekaragaman hasil tanaman

guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan,

industri dan memperluas eksport.

Dalam Propenas (2000) menyebutkan bahwa sistem pertanian

pangan yang melibatkan usaha ekonomi rakyat berskala mikro dan

kecil masih merupakan rantai terlemah dari sistem ekonomi nasional

karena lemahnya keberhasilan pengembangan industri dengan

pertanian.

Hal ini tercermin dari rendahnya produktivitas pertanian dan

masyarakat petani, tingginya jumlah masyarakat petani yang miskin

dan rendahnya nilai tambah pertanian yang dinikmati masyarakat

petani. Pengembangan pertama ke depan diorientasikan pada upaya

7
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pertanian.

Untuk itu program pengembangan pertanian diarahkan untuk

meningkatkan produktivitas pertanian dan masyarakat pertanian.

Dalam pembangunan pertanian, peningkatan produktivitas

menjadi pembahasan utama. Namun ada batas maksimal

produktivitas ekosistem, dan jika batas ini dilampaui ekosistem akan

mengalami degradasi dan kemungkinan akan hancur sehingga

hanya sedikit orang yang bisa bertahan hidup dengan sumber daya

yang tersisa. Konsekuensinya bahwa bila batas pada sisi suplai

tercapai maka diharapkan segera dilakukan sesuatu pada sisi

permintaan misalnya pengurangan tingkat konsumsi, imigrasi,

pengendalian jumlah penduduk dan penggantian sumber-sumber

pendapatan. Prinsip ekologi dasar mewajibkan untuk menyadari

bahwa produktivitas pertanian memiliki kemampuan terbatas

(Reijntjes et all, 1999).

2.2 Pertanian Berkelanjutan (Sustainable Agriculture)

Beragam kriteria tentang konsep berkelanjutan ini mungkin bisa

menimbulkan konflik dan dapat dilihat dari berbagai macam sudut

pandang yakni dari petani, masyarakat, negara dan dunia. Mungkin

terjadi konflik antara kebutuhan untuk masa kini dan masa

mendatang, antara pemenuhan kebutuhan yang mendesak dan

pelestarian basis sumber daya.

8
Petani bisa saja mencari pendapatan yang tinggi dengan

penetapan harga produk pertanian yang tinggi, pemerintah bisa

memberikan prioritas pemenuhan kebutuhan pangan dengan tingkat

harga yang bisa dicapai oleh masyarakat kota. Pilihan harus terus

menerus dilakukan untuk mencari keseimbangan antara berbagai

macam perbedaan kepentingan oleh karena itu diperlukan institusi

dan kebijakan untuk menjamin pembangunan berkelanjutan.

Produksi pertanian di beberapa negara yang padat

penduduknya mengalami penurunan sedangkan jumlah penduduk

terus meningkat Brown (1989) dalam Reijntjes et all (1999)

menyimpulkan bahwa pertumbuhan produksi yang meningkat

sebagian dicapai dengan cara membuka lahan yang mudah

mengalami erosi dan sebagian lagi dengan cara menurunkan tingkat

air tanah akibat penggunaan air irigasi yang berlebihan. Petani bisa

mengolah lahan dan menggunakan air secara berlebihan dengan

hasil yang memuaskan dalam jangka pendek tetapi jangka pendek ini

akan cepat berlalu.

Kata berkelanjutan atau sustainable telah dipergunakan secara

luas dalam berbagai konteks khususnya pembangunan.

Berkesinambungan merupakan suatu upaya atau kemampuan untuk

mempertahankan proses yang sedang terjadi agar selalu berada

dalam keadaan awal (seperti saat ini). Arti sebenarnya dari kata

9
berkesinambungan adalah kemampuan mempertahankan suatu

kejadian agar berlangsung terus menerus, tidak berhenti.

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah

pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable

resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable

resources), untuk proses produksi pertanian dengan menekan

dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin.

Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya,

kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses

produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada

penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan.

Ciri-ciri pertanian berkelanjutan ialah (1) menghasilkan produk

pertanian yang berkualitas dengan kuantitas memadai, (2)

membudidayakan tanaman secara alami, (3) mendorong dan

meningkatkan siklus hidup biologis dalam ekosistem pertanian, (4)

memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang, (5)

menghindarkan seluruh bentuk cemaran yang diakibatkan penerapan

teknik pertanian, (6) memelihara keragaman genetik sistem pertanian

dan sekitarnya, dan (7) mempertimbangkan dampak sosial dan

ekologis yang lebih luas dalam sistem usaha tani.

TAC/CGIAR (1988) dan FAO (1989) mendefinisikan pertanian

berkesinambungan adalah suatu pengelolaan yang berhasil terhadap

sumber daya untuk pertanian yang mampu memuaskan kebutuhan

10
manusia dan pada saat yang bersamaan dapat mempertahankan

bahkan meningkatkan kualitas lingkungan dan mengawetkan sumber

daya alam (Widianto, 2002).

Sementara lingkungan di negara-negara berkembang sebagian

besar disebabkan karena eksplorasi lahan yang berlebihan,

perluasan tanaman dan penggundulan hutan. Penggunaan pupuk

buatan dan pestisida yang semakin meningkat juga menjadi

penyebab munculnya masalah-masalah lingkungan khususnya

kesuburan tanah. Sementara itu Alexandratos (1988) dalam

Reijntjes et all (1999) mengatakan bahwa konsumsi pangan telah

meningkat, secara global hasil tanaman pangan utama telah

meningkat rata-rata 41 % untuk padi, 45 % untuk jagung dan 70 %

untuk gandum.

Penggunaan input luar secara besar-besaran sangat tergantung

pada input kimia buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi

dan irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi sumber-sumber yang

tak dapat diperbaharui seperti minyak bumi dan posfat dalam tingkat

yang membahayakan (Reijntjes et all 1999). Kebutuhan produk

pertanian yang semakin meningkat dan pengembangan varietas baru

menyebabkan pengenalan teknologi dalam penggunaan input luar

secara besar-besaran tampak menarik. Hal ini bisa ditemukan pada

daerah yang kaya sumber daya alam dan berpotensi besar di

negara-negara berkembang.

11
Namun demikian pemanfaatan input buatan yang berlebihan

dan tidak seimbang bisa menimbulkan dampak besar terhadap

situasi ekologi dan sosiopolitik.

Menurut Gips (1989) dalam Reijntjes et all (1999) pertanian

berkelanjutan apabila mencakup beberapa hal, yaitu :

a. Mantap secara ekologis yang berarti bahwa kualitas sumber

daya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem

secara keseluruhan dari manusia, tanaman, hewan sampai

organisme tanah ditingkatkan.

b. Bisa berlanjut secara ekonomis yang berarti petani bisa cukup

menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan/atau

pendapatan sendiri serta mendapatkan penghasilan yang

mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang

dikeluarkan.

c. Adil, yang berarti sumber daya dan kekuasaan didistribusikan

sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota

masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan

lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang

pemasaran terjamin. Semua orang memiliki kesempatan untuk

bantuan serta dalam pengambilan keputusan baik di lapangan

maupun di masyarakat.

d. Manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk kehidupan

(tanaman, hewan dan manusia) dihargai.

12
e. Luwes yang berarti bahwa masyarakat perdesaan mampu

menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usaha tani yang

berlangsung terus misalnya jumlah penduduk, kebijakan,

permintaan pasar dan lain-lain.

Konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture)

sebagai arah baru bagi pertanian konvensional (HEIA : High External

Input Agriculture), sangat cocok dilaksanakan pada sistim pertanian

negara-negara berkembang termasuk Indonesia mengingat negara

kita dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam yang

terkandung di tanah air kita sangat memungkinkan konsep LEISA ini

menjadi konsep pertanian masa depan yang diharapkan mampu

mengantarkan bangsa kita menjadi bangsa yang besar dengan

tingkat kemakmuran dan kemandirian yang lestari sehingga mampu

bersaing menghadapi persaingan bebas pada waktu yang akan

datang.

Konsep LEISA merupakan penggabungan dua prinsip yaitu

agro-ekologi serta pengetahuan dan praktek pertanian masyarakat

setempat/tradisional.

Agro-ekologi merupakan studi holistik tentang ekosistim

pertanian termasuk semua unsur lingkungan dan manusia. Dengan

pemahaman akan hubungan dan proses ekologi, agroekosistim

dapat dimanipulasi guna peningkatan produksi agar dapat

menghasilkan secara berkelanjutan, dengan mengurangi dampak

13
negatif yang ditimbulkan bagi lingkungan maupun sosial serta

meminimalkan input eksternal.

Secara singkat konsep LEISA dapat dijabarkan sebagai

berikut:

• Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal

• Memaksimalkan daur ulang (Zero waste)

• Meminimalkan kerusakan lingkungan (ramah lingkungan)

• Secara cermat mendiversifikasikan usaha

• Sasaran produksi stabil, memadai dalam jangka panjang

• Sasaran akhir adalah menciptakan kemandirian

2.3 Perencanaan Strategis

Menurut Rangkuti, F (2002), strategi adalah perencanaan induk

komprehensip yang menjelaskan bagaimana perusahaan akan

mencapai tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah

ditentukan sebelumnya.

Strategi dapat diklasifikasikan dalam strategi utama (grand

strategy) atau strategi akar dan strategi yang dirumuskan secara

lebih sempit (strategy program). Strategi juga dapat dikelompokkan

dalam tujuan atau fungsi. Misalnya strategi pertumbuhan, strategi

produksi, strategi pemasaran dan sebagainya. Bentuk dari strategi

dapat bervariasi namun ada sejumlah strategi umum atau strategi

generic yang dapat ditetapkan pada berbagai bentuk industri,

organisasi atau perusahaan.

14
Pada dasarnya strategi disusun untuk membentuk respon

terhadap perubahan-perubahan eksternal yang relevan dari suatu

organisasi, seperti perubahan dari perkembangan industri, teknologi,

ekonomi, politik dan kebijakan pemerintah, lingkungan bisnis.

Terlebih pada era globalisasi seperti saat ini, proses manajemen

strategi menjadi faktor penting bagi keberhasilan organisasi

lingkungan eksternal. Organisasi cenderung mengalami intensitas

perubahan yang sangat tinggi sehingga tidak menutup kemungkinan

organisasi tanpa perencanaan strategi akan mengalami

ketidakberdayaan sebagai akibat ketatnya persaingan dan tingginya

tuntutan konsumen atau masyarakat yang tidak mampu dipenuhi

oleh organisasi tersebut.

Dalam rangka menghadapi perubahan lingkungan eksternal

organisasi perlu mempertahankan kemampuan internalnya yakni

sampai seberapa jauh organisasi dapat memanfaatkan peluang dan

meminimalkan ancaman dari luar. Selain itu organisasi dituntut untuk

dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki semaksimal mungkin

sehingga menjadi suatu keunggulan bersaing. Hal ini dapat dicapai

melalui perumusan langkah-langkah secara terencana, sistematis

dan terintegrasi dalam organisasi yang semuanya itu merupakan

proses manajemen strategis.

Perubahan dunia luar yang ditandai dengan adanya tingkat

kekacauan yang luar biasa dan diperburuk oleh keterkaitan dunia

15
yang makin meningkat, membuat organisasi menghadapi situasi sulit

yang berkepanjangan.

Perubahan yang terjadi di tempat lain selalu berpengaruh

terhadap kejadian di tempat yang lainnya dan demikian seterusnya.

Hal ini menunjukkan bahwa tak satupun organisasi yang benar-benar

mandiri melainkan memiliki saling ketergantungan yang sangat tinggi

dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan. Untuk itu organisasi

perlu menerapkan perencanaan strategis guna pengambilan

keputusan dan tindakan-tindakan strategis di masa mendatang.

Olsen dan Eddie (1982) dalam Hughes (1994) mendefinisikan

perencanaan strategis sebagai upaya yang didisiplinkan untuk

membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan

memandu kegunaan organisasi menjalankan aktivitasnya dalam

batas-batas konstitusional. Sedangkan menurut Bryson (1988) dalam

Anonymous (2001) menyimpulkan bahwa proses perencanaan

strategis terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :

a. Mempertahankan dan memperbaiki suatu proses perencanaan

strategis

b. Mengidentifikasi mandat organisasi

c. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi

d. Menilai lingkungan eksternal : peluang dan ancaman

e. Menilai lingkungan internal : kekuatan dan kelemahan

f. Mengidentifikasi issue strategis yang dihadapi organisasi

16
g. Merumuskan strategi untuk mengelola isue-isue

h. Menciptakan visi organisasi yang efektif bagi masa depan.

2.4 Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)

Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman

polong-polongan atau legum dari famili Fabaceae, kedua terpenting

setelah kedelai di Indonesia. Kacang tanah merupakan sejenis

tanaman tropika. Ia tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm

(1 hingga 1½ kaki) dan mengeluarkan daun-daun kecil (Ashadi,

2006)

Tanaman ini adalah satu di antara dua jenis tanaman budidaya

selain kacang bogor, Voandziea subterranea yang buahnya

mengalami pemasakan di bawah permukaan tanah. Jika buah yang

masih muda terkena cahaya, proses pematangan biji terganggu.

Adapun persyaratan tumbuh dari kacang tanah yaitu :

A. Syarat Tumbuh

Tanah yang gembur memberikan keuntungan, diantaranya

mempercepat perkecambahan biji, mempermudah ginofora untuk

menembus tanah dan mempermudah proses pembentukan

polong.

Untuk menanam kacang tanah dapat dipilih lahan kering serta

sawah bekas tanaman padi. Penanaman kacang tanah di lokasi

tanah kering sebaiknya dilakukan pada Bulan Oktober atau

November, yakni pada saat musim hujan tiba.

17
B. Pembibitan

Dilakukan penyediaan benih untuk memperoleh bibit tanaman

kacang tanah yang memiliki pertumbuhan yang baik dan

berproduksi tinggi. Benih-benih yang dipilih harus benih yang

unggul serta tidak terkena hama penyakit, berasal dari varietas

unggul, daya tumbuh tinggi dan sehat, kulit benih mengkilap/tidak

keriput, tidak tercampur dengan varietas lain, polong kelihatan tua

benar.

C. Pengolahan Tanah

Hal yang terpenting tanah itu dapat menyerap air dengan baik

dan mengalirkannya kembali dengan lancar. Tanaman ini

menghendaki lahan yang gembur, agar perkembangan akarnya

berlangsung dengan baik dan nantinya pemanenannya mudah,

tidak banyak polong yang hilang atau tertinggal dalam tanah.

Untuk Pengolahan pada tanah kering bekas tanaman palawija

penanaman kacang tanah sangatlah sederhana, lahan cukup

dilubangi dengan cangkul selanjutnya benih langsung bisa

ditanam. Penanaman dimulai pada saat sebelum tanaman lama

dipanen. Hal ini dimaksudkan agar pada waktu kacang tanah itu

tumbuh tanaman lama sudah dipanen.

D. Penanaman

Penanaman benih kacang tanah dapat dilakukan setelah

pengolahan tanah selesai dan lahan betul-betul siap ditanami.

18
Sebelum benih ditanam perlu diperhatikan mengenai alat yang

diperlukan untuk menanam benih, kesehatan dan daya tumbuh

benih.

Disamping itu, sehari sebelum benih ditanam sebaiknya dijemur

terlebih dahulu selama 3 sampai 3 jam. Umumnya, benih yang

sudah tua memiliki daya tumbuh diatas 90%. Untuk melindungi

benih dari penyakit dan semut, pengobatan dengan fungisida

sebelum ditanam sangat dianjurkan. Pada tanah yang subur,

benih kacang tanah ditanam dengan jarak tanam 40x15 cm,

30x20 cm atau 20x20 cm, lubang tanamnya dibuat sedalam 3 cm.

Masukkan benih 1 atau 2 butir ke dalam lubang tanam dengan

tanah tipis lalu ditutup dengan tanah yang halus.

E. Pemupukan

Khusus untuk kacang tanah, kebanyakan petani tidak melakukan

pemupukan. Untuk memperoleh hasil yang baik, mereka Cukup

mengatur kebutuhan air, pemeliharaan lahan dan bibit unggul.

Kacang tanah dapat mengisap zat-zat makanan dari tanah

dengan tingkat kesuburan yang rendah, sehingga dapat

menguruskan tanah untuk tanaman berikutnya.

Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu

sumber protein nabati yang cukup penting di Indonesia, luas

pertanamannya menempati urutan 4 setelah padi, jagung dan

kedelai. Kebutuhan kacang tanah dalam negeri cukup besar, dari 634

19
ribu ton menjadi 807,3 ribu ton (meningkat 4,4 %) per tahun

(Adisarwanto, 1999). Produksi Kacang. Tanah di Indonesia untuk

tanah sawah 0,6 – 1,2 ton ha-1, sedang lahan kering 1,2 – 1,8 ton

ha-1. Hasil Penelitian dapat mencapai 1,8 ton ha-1. Dalam

meningkatkan produksi juga dituntut untuk tetap menjaga lingkungan

agar tidak rusak sehingga produksi bisa lestari (Subandiasa , 1997)

Nama lain dari kacang tanah adalah kacang una, suuk, kacang

jebrol, kacang bandung, kacang tuban, kacang kole, kacang

banggala. Bahasa Inggrisnya kacang tanah adalah peanut atau

groundnut

Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan tepatnya adalah

Brazillia, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang

beriklim tropis atau subtropis. Masuknya kacang tanah ke Indonesia

pada abad ke-17 diperkirakan karena dibawa oleh pedagang-

pedagang Spanyol, Cina, atau Portugis sewaktu melakukan

pelayarannya dari Meksiko ke Maluku setelah tahun 1597. Pada

tahun 1863 Holle memasukkan Kacang Tanah dari Inggris dan pada

tahun 1864 Scheffer memasukkan pula Kacang Tanah dari Mesir.

Republik Rakyat Cina dan India kini merupakan penghasil kacang

tanah terbesar dunia (Sumarno, 2004).

Tanaman Kacang tanah bisa dimanfaatkan untuk makanan

ternak, sedang bijinya dimanfaatkan sebagai sumber protein nabati ,

minyak dan lain-lain. Sebagai tanaman budidaya, kacang tanah

20
terutama dipanen bijinya yang kaya protein dan lemak. Biji ini dapat

dimakan mentah, direbus (di dalam polongnya), digoreng, atau

disangrai. Di Amerika Serikat, biji kacang tanah diproses menjadi

semacam selai dan merupakan industri pangan yang

menguntungkan. Produksi minyak kacang tanah mencapai sekitar

10% pasaran minyak masak dunia pada tahun 2003 menurut FAO.

Selain dipanen biji atau polongnya, kacang tanah juga dipanen

hijauannya (daun dan batang) untuk makanan ternak atau

merupakan pupuk hijau

2.5 Analisis Swot (Analisis Intern Dan Ekstern)

Rangkuti, F (2004), mengartikan analisa Swot adalah identifikasi

berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi

perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities),

namun secara bersamaan dapat diminimalkan kelemahan

(weaknesses) dan ancaman (threats). Analisa Swot merupakan

ramuan utama perencanaan strategi dan membantu klasifikasi pilihan

kebijaksanaan yang dihadapi perusahaan.

Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan

misi, tujuan dan kebijaksanaan perusahaan. Dengan demikian

perencanaan strategi harus menganalisa faktor-faktor strategis

perusahaan dalam kondisi saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis

21
Situasi. Model paling populer untuk menganalisa siatuasi adalah

analisis Swot.

Berdasarkan analisa swot, dapat dilakukan penentuan Grand

Startegy atau strategi utama dari perusahaan. Cara mengetahui

posisi kinerja perusahaan apakah pada kuadran I, II, III atau IV

adalah dengan mengkombinasikan pertemuan antar garis absis

(kekuatan – kelemahan) dengan ordinat (peluang – ancaman) pada

diagram analisis swot.

Peluang

Strategi Turnaround III I Strategi Agresif

Kelemahan Kekuatan

Strategi Defensif IV II Strategi Diversifikasi

Ancaman

Gambar 1. Diagram Analisis Swot


Keterangan :
Kuadran I : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan.

Perusahaan memiliki peluang dan kekuatan

sehingga strategi yang diterapkan adalah

mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif.

22
Kudran II : Meskipun menghadapi berbagai ancaman,

perusahaan masih memiliki kekuatan dari internal.

Strategi yang diterapkan adalah menggunakan

kekuatan untuk mengatasi ancaman dengan strategi

Diversifikasi.

Kudran III : Perusahaan menghadapi peluang besar, tetapi

dilain pihak memiliki kelemahan internal. Fokus

strategi adalah meminimalkan masalah sehingga

dapat merebut peluang pasar yang lebih baik

dengan strategi turnaround.

Kuadran IV : Perusahaan pada situasi yang tidak menguntungkan

karena menghadapi berbagai ancaman dari luar dan

kelemahan internal. Strategi yang tepat untuk

menghadapi keadaan ini adalah strategi defensif.

Matrik Eksternal Internal menurut Rangkuti (1999)

merupakan alat yang dipakai untuk menyusun faktor – faktor strategi

perusahaan. Matrik Swot ini dapat menggambarkan secara jelas

bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi

perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan

internal yang dimiliki. Matrik ini dapat menghasilkan empat

kemungkinan alternatif strategi antara lain :

a. Strategi SO Startegi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran

perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh

23
kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan

peluang sebesar-besarnya.

b. Strategi ST adalah strategi dalam menggunakan kekuatan

yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi

ancaman.

c. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan

peluang yang ada dengan cara meminimalkan

kelemahan yang ada.

d. Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat

defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan

yang ada serta menghindari ancaman.

Faktor Internal STENGTHS ( S ) WEAK NESSES ( W )


Tentukan faktor-faktor Tentukan faktor-faktor
kekuatan internal kekuatan internal

Faktor Eksternal

OPPORTUNITIES (O) Strategi SO Strategi WO


Tentukan faktor-faktor Ciptakan strategi yang Menciptakan strategi
kekuatan eksternal
menggunakan kekuatan yang meminimalkan
untuk memanfaatkan kelemahan untuk
peluang memanfaatkan peluang

THREARTS ( T ) Strategi ST Strategi WT


Tentukan faktor-faktor Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
kekuatan eksternal
menggunakan kekuatan meminimalkan
untuk mengatasi kelemahan untuk
ancaman menghindari ancaman

24
2.6 Kerangka Pikir

Kerangka pikir yang mendasari penelitian ini adalah timbulnya

kesadaran masyarakat akhir-akhir ini akan pentingnya kelestarian

lingkungan hidup, kebutuhan bahan pangan yang tidak

terkontaminasi oleh bahan pencemar misalnya pestisida dan pupuk

buatan serta semakin berkurangnya keanekaragaman hayati.

Dan lebih lanjut juga masih sedikitnya petani yang melaksanakan

usaha tani secara berkelanjutan.

Hal ini dapat dilihat di lokasi penelitian dimana petani yang

berupaya untuk melaksanakan usaha tani berkelanjutan

perkembangannya lambat dan jumlahnya tidak banyak. Kesadaran

mereka hanya terbatas karena harga pestisida dan pupuk yang

semakin mahal tapi belum merupakan kesadaran seutuhnya akan

betapa pentingnya melaksanakan usaha tani berkelanjutan bagi

kehidupan generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan adanya suatu

analisis strategis yang diharapkan akan menghasilkan rencana tindak

dan langkah strategis untuk menerapkan usaha tani berkelanjutan di

Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto

khususnya pada tanaman kacang tanah. Adapun diagram kerangka

pikir dapat digambarkan sebagai berikut :

25
A. Analisis IFAS
Lingkungan Internal
(Kekuatan – Kelemahan)

Pertanian Berkelanjutan
STRATEGI
pada tanaman Kacang
Menuju pertanian
Tanah Desa Ta’bingjai Berkelanjutan
Kecamatan Bontoramba Desa Ta’bingjai
Kabupaten Jeneponto Kecamatan Bontoramba
Kabupaten Jeneponto

B. Analisis EFAS
Lingkungan Eksternal
(Peluang – Ancaman)

Gambar 1 Kerangka Pikir

26
III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu September

sampai dengan November 2010 di Desa Ta’bingjai Kecamatan

Bontoramba Kabupaten Jeneponto khususnya pada tanaman kacang

tanah

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian yaitu petani kacang tanah yang

berjumlah 250 orang, kemudian di ambil secara acak sederhana

sebanyak 10 %, sehingga sampel dalam penelitian ini adalah 25

orang.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data yang dipergunakan adalah data primer

yang diambil dari petani, pedagang kacang tanah, sedangkan data

sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Kantor

Informasi Pertanian, Kantor Lingkungan Hidup, Kantor Kecamatan

Bontoramba Kabupaten Jeneponto.

Untuk memperoleh data yang valid dan mampu

menggambarkan populasi maka digunakan teknik pengumpulan

data sebagai berikut :

27
a. Angket (Questionnaire)

Tehnik ini merupakan penyelidikan mengenai suatu masalah

yang banyak menyangkut kepentingan umum (orang

banyak) dengan jalan mengedarkan formulir daftar

pertanyaan, diajukan secara tertulis kepada responden untuk

memperoleh jawaban/tanggapan tertulis seperlunya.

b. Pengamatan (Observation)

Pengamatan yaitu pengambilan data dengan menggunakan

mata atau tanpa penggunaan alat standart lain (Nasir, 1985).

Tehnik ini dilakukan secara acak dengan berbagai

pendekatan, teknis dan seni tertentu.

c. Dokumentasi

Tehnik ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder

yang bersumber dari Dinas/Instansi terkait dengan

penelitian. Melalui tehnik ini akan diperoleh data mengenai

pertanian tanaman kacang tanah yang berbasis organic

dalam menuju pertanian berkelanjutan

3.4 Metode Analisa Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat

kualitatif dengan menggunakan analisa alat bantu analisis yakni

SWOT. Menurut Rangkuti (2002) analisis SWOT adalah identifikasi

berbagai faktor secara sitematis untuk merumuskan strategi

28
pembahasan. Analisis ini dilaksanakan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities)

namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan

(Weakness) dan ancaman (Threats).

Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan

dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan

organisasi. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic plan)

harus menganalisis faktor-faktor strategis meliputi kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman dalam kondisi yang ada pada

saat ini. Keempat faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua

kelompok yakni eksternal dan internal. Dari faktor eksternal maka

disusun faktor strategi eksternal (EFAS / Eksternal Strategic Factor

Analysis Summary) dan dari internal disusun faktor internal (IFAS /

Internal Strategic Factor Analysis Summary).(Rangkuti, F, 2002).

Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh,

tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut

disusun model-model perumusan strategi. Salah satu model yang

digunakan adalah Matriks SWOT. Pada matriks ini akan

menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman

eksternal yang dihadapi organisasi, dan dapat disesuaikan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini akan

menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.

29
IFAS STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)

EFAS

OPPORTUNITIES STRATEGI SO STRATEGI WO

THREATS (T) STRATEGI ST STRATEGI WT

Diagram 3.1. Matriks SWOT

(a) Strategi SO. Strategi ini dibuat untuk memanfaatkan seluruh

kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang

sebesar-besarnya.

(b) Strategi ST. Strategi dengan menggunakan kekuatan yang

dimiliki untuk mengatasi ancaman.

(c) Strategi WO. Strategi diterapkan berdasarkan pemanfaatan

peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan

yang ada.

(d) Strategi WT. Strategi didasarkan pada kegiatan yang bersifat

defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada

serta menghindari ancaman.

30
Dengan pendekatan model analisis SWOT ini, penulis berusaha

untuk menganalisa fenomena-fenomena yang ada dan data yang

telah diperoleh sehingga akan didapatkan gambaran jelas apa dan

bagaimana yang dikehendaki oleh petani padi bebas pestisida yang

harus diperbuat dan apa yang harus diperbuat Pemerintah

Kabupaten Jeneponto sehingga akan bisa diambil kebijakan

strategi menuju usaha tani berkelanjutan supaya dapat

meningkatkan pendapatan petani sekaligus melestarikan fungsi

lingkungan hidup di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto.

3.5 Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan persepsi tentang variabel

yang akan diteliti maka digunakan batasan operasional sebagai

berikut :

1. Pertanian berkelanjutan adalah suatu pengelolaan yang

berhasil terhadap sumber daya untuk pertanian yang

mampu memuaskan kebutuhan manusia dan pada saat

yang bersamaan dapat mempertahankan bahkan

meningkatkan kualitas lingkungan dan mengawetkan

sumber daya alam

2. Perencanaan strategis adalah rencana yanag difokuskan

pada keputusan strategis dari alokasi sumber daya alam

kaitannya dengan pencapaian jangka panjang pengusaha

31
dan biasanya memiliki periode perencanaan lebih dari satu

tahun.

3. Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif yang

menjelaskan bagaimana pengusaha akan mencapai semua

tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah

ditetapkan sebelumnya.

4. Implementasi strategi adalah proses menjalankan strategi

dan kebijaksanaan menjadi tindakan yang nyata atau

kegiatan yang dapat dilaksanakan secara realistis.

5. Kebijaksanaan adalah pedoman atau petunjuk secara garis

besar untuk pengambilan keputusan

32
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

4.1 Letak Geografis dan Administratif

Desa Ta’bingjai Kecamatan adalah merupakan salah satu desa

yang ada di Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto. Jarak dari

bukota Kabupaten Jeneponto mencapai ± 10 Km.

Wilayah administrasi Desa Ta’bingjai sebagai berikut :

a. Sebelah Utara Desa Kelurahan Bontoramba

b. Sebelah Timur Desa Balumbungan

c. Sebelah Selatan Kelurahan Bontotangunga

d. Sebelah Barat Kelurahan Tonrokassi Timur

4.2 Keadaan Tanah dan Iklim

Jenis tanah yang dijumpai di Desa Ta’bingjai secara umum memiliki

jenis latosol coklat kemerah-merahan dengan PH - 4,5 – 7,5 . Keadaan

topografi merupakan daerah dataran yang berada pada ketinggian

mencapai ± 500 m dari permukaan laut. Iklim yang berlaku di Ta’bingia

adalah iklim tropis yang terbagi atas dua musim tertentu dan terjadi dalam

interval waktu tertentu pula yakni :

- Musim hujan, terjadi pada bulan Oktober sampai Maret

- Kemarau, terjadi pada bulan April sampai dengan September .

33
4.3. Keadaan Penduduk

4.3.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur

Jumlah penduduk Desa Ta’bingjai adalah 2.881 jiwa yang terdiri

dari pria sebanyak 1.392 jiwa dan wanita 1.489 jiwa. Untuk mengetahui

jumlah penduduk di Desa Ta’bingjai dapat di lihat pada Tabel 1 :

Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Klasifikasi Umur dan Jenis


Kelamin di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten
Jeneponto, 2010.

Klasifikasi Jenis Kelamin Jumlah Persentase


No Umur
Pria Wanita (Jiwa) (%)
(Tahun)
1 0–4 137 148 285 9,89

2 5 – 14 245 274 519 18,01

3 15 – 24 210 214 424 14,71

4 25 – 34 246 265 511 17,73

5 35 – 44 209 229 438 15,20

6 45 – 54 155 161 316 10,96

7 > 50 190 198 388 13,46

TOTAL 1392 1489 2881 100,00


Sumber Data : Sensus Periode 2010

Sebagian besar penduduk Desa Ta’bingjai memiliki usia produktif

yakni antara 15 – 44 tahun yang mencapai 1373 jiwa. Ketersediaan

sumberdaya tersebut sangat potensial apabila dimanfaatkan secara

optimal untuk membangun wilayahnya.

34
4.3.2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk beragam mulai dari petani, pedagang,

pegawai negeri maupun swasta. Distribusi penduduk desa

berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa


Kecamatan Kabupaten Jeneponto 2010

No Mata Pencaharian Jumlah ( Jiwa ) Persentase (% )

1. Petani 1327 88.29

2. Pegawai Negri 100 6.65

3. TNI / POLRI 20 1.33

4. Pedagang 30 2.00

5. Pertukangang 16 1.06

6. Swasta 10 0.67

TOTAL 1503 100.00

Sumber Data : Monografi Desa, 2010

Pada Tabel 2 terlihat sebagian besar adalah petani (88,29%)

penduduk di Desa Ta’bingjai bermata pencaharian sebagai petani dan

persentase terkecil adalah sebagai lain-lain (0,67%). Dengan demikian

adanya pengembangan pertanian di Desa tersebut akan sangat didukung

oleh penduduk setempat yang sebagian besar sebagai petani .

4.4 Pola Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan di Desa Ta’bingjai pada dasarnya terdiri

dari lahan sawah dan lahan kering yaitu lahan perkebunan sawah tadah

35
hujan. Untuk lebih jelasnya mengenai lahan dan luasnya dapat dilihat

pada Tabel 3 .

Tabel 3 Pola Penggunaan Lahan di Desa Ta’bingjai Kecamatan


Bontoramba Kabupaten Jeneponto 2010

No Penggunaan Lahan Luas Lahan ( ha ) Persentase (%)

1. Sawah tadah Hujan 280 68,29

2. Kebun 130 31,71

TOTAL 411 100,00

Sumber Data : Monografi Desa , 2010

Penggunaan lahan di Desa Ta’bingjai yang paling banyak adalah

sawah tadah hujan (68,29%) yakni seluas 280 ha . Hal ini sejalan dengan

sebagian besar penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai petani

Persentase yang paling kecil adalah kebun (31,71%) pada pola

penggunaan lahan tersebut adalah yang digunakan untuk kebun yakni

130 hektar.

4.5. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor penting dan

sangat dibutuhkan masyarakat, karena sangat berhubungan dengan

berbagai segi kehidupan jasmani maupun rohani. Ketersediaan sarana

dan prasarana tersebut tentu akan memperlancar kegiatan masyarakat.

36
Tabel 4. Sarana dan Prasarana di Desa Ta’bingjai Kecamatan
Bontoramba Kabupaten Jeneponto 2010

No Jenis Sarana dan Prasarana Satuan Keterangan

1. Jalan Aspal Km 7,5

2. Pengerasan dan Tanah Km 5,5

3. SD Unit 1

4. SMAN Unit 1

5. Mesjid Unit 5

6. Pustu Unit 1

7. Posyandu Unit 2

8. Kantor Desa Unit 1

9. TK Unit 1

10. Swasta Unit 1

Sumber Data : Monografi Desa, 2010

Pada Tabel 4 terlihat bahwa sarana dan prasarana di Desa

Ta’bingjai belum cukup memadai dan masih perlu di tambah demi

kemajuan dan kemakmuran suatu wilayah, salah satu perkembangan dan

kemajuan masyarakat juga sangat tergantung sarana dan prasarana yang

dimiliki masyarakat sebagai salah satu faktor perkembangan ekonomi

Peran aktif pemerintah dalam membantu masyarakat sangat diharapkan,

sebab tanpa bantuan dan uluran tangan pemerintah maka perkembangan

wilayah tersesebut sangat lamban.

37
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identitas Responden

5.1.1 Tingkat Umur

Umur responden sangat mempengaruhi kemampuan fisiknya dalam

bekerja dan berpikir. Petani yang berumur muda mempunyai kemampuan

yang lebih besar dari petani yang lebih tua. Yang muda cenderung

menerima hal-hal yang baru dianjurkan untuk menambah pengalaman,

sehingga cepat mendapat pengalaman-pengalaman baru yang berharga

dalam berusaha tani. Sedangkan yang berusia tua mempunyai kapasitas

mengelolah usaha tani lebih baik. dan sangat berhati-hati bertindak,

dikarenakan telah banyak pengalaman yang dirasakan sekeluarga,

Keadaan umur responden dapat disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Tingkat Umur Responden di Desa Ta’bingjai Kecamatan


Bontoramba Kabupaten Jeneponto

Umur (Thn) Jumlah (orang) Persentase (%)


25 – 34 8 32.00
35 – 44 8 32.00
45 – 54 9 36.00
Jumlah 25 100.00
Sumber ; Data Primer setelah diolah, 2010.

Tabel 5 terlihat bahwa usia responden terbanyak berdasarkan

tingkat umur adalah berumur 45 - 54 tahun yaitu sebesar 36,00 %

Sedangkan yang paling sedikit adalah tingkat umur 25 – 34 da 35 - 44

tahun yang masing-masing sebanyak 32,00 %, Melihat Tabel 5 mengenai

tingkat umur responden yang ada di Desa Ta’bingjai Kecamatan

38
Bontoramba Kabupaten Jeneponto, 2010 bahwa petani tersebut masih

tergolong produktif di dalam mengelolah usahnya.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan pada umumnya sangat berpengaruh terhadap

pola pikir petani. Petani yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi akan

lebih cepat menyerap inovasi dan perubahan teknologi. Hal ini dapat

dilihat dari perilaku usaha tani. Petani yang berpendidikan lebih tinggi,

sangat tanggap dalam menerapkan teknologi yang lebih maju, sehingga

perubahan cara bertani akan seiring dengan kemajuan teknologi

pertanian.

Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat pendidikan responden dapat

disajikan pada Tabel 6

Tabel 6 Tingkat Pendidikan Responden di Desa Ta’bingjai Kecamatan


Bontoramba Kabupaten Jeneponto

Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)


SD 9 36.00
SMP 12 48.00
SMA 4 16.00
Jumlah 25 100.00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2010.

Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden yang

paling sedikit adalah SMA sebanyak 4 orang (16,00%), dan SMP

sebanyak 12 orang (48,00)%. Pada Tabel 6 mengenai tingkat pendidikan

petani responden menunjukkan bahwa pendidikan petani responden

dianggap mampu untuk menerima dan menyerap inovasi dan teknologi

sehingga perubahan cara bertani akan lebih baik.

39
5.1.3 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah anggota keluarga petani bertujuan untuk melihat seberapa

besar tanggungan keluarga tersebut. Keluarga petani terdiri dari petani itu

sendiri sebagai kepala keluarga, istri, anak dan tanggungan lainnya yang

berstatus tinggal bersama dalam satu keluarga. Sebahagian besar petani

yang ada di Desa Ta’bingjai menggunakan tenaga kerja yang berasal dari

anggota keluarga sendiri yang secara tidak langsung merupakan

tanggung jawab kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Jumlah tanggungan keluarga petani responden dapat disajikan pada

Tabel 7 .

Tabel 7 Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden di Desa


Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto

Tanggungan Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%)

1–2 11 44.00
3–4 7 28.00
5-6 7 28.00
Jumlah 25 100.00
Sumber: Data primer setelah diolah, 2010

Tabel 7 menunjukan bahwa Jumlah tanggungan keluarga petani

responden antara 1 - 2 sebanyak 11 orang (44,00%) kemudiaan 3 - 4

sebanyak 7 orang (28,00 %) dan 5 - 6 orang sebanyak 7 orang (28,00%) .

5.2 Analisis Lingkungan Internal dan Ekternal

Keadaan sumber daya alam di Desa Ta’bingjai Kecamatan

Bontoramba Kabupaten Jeneponto sangat potensial untuk mendukung

pertumbuhan pertanian. Sektor pertanian saat ini dan masa akan datang

40
masih merupakan sektor andalan dalam pembangunan ekonomi. Untuk

menggali kebutuhan pengembangan produk pertanian, Desa Ta’bingjai

Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto telah memenuhi acuan

produksi beberapa komoditas unggulan dan tentunya perlu disadari pula

bahwa kendala utama dalam pengembangan agrobisnis adalah kualitas

produk, selain juga kontinyuitas dan pengolahan hasil.

Pengembangan pertanian diarahkan untuk menciptakan pertanian

yang maju dan tangguh, mampu meningkatkan hasil dan mutu produksi,

meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas

kesempatan berusaha dan menyediakan lapangan kerja serta mengisi

dan memperluas pasar baik dalam maupun luar negeri.

Guna mendukung pembangunan pertanian khususnya tanaman

pangan dan kacang-kacangan dilakukan melalui usaha intensifikasi,

ekstensifikasi dan rehabilitasi namun tidak meninggalkan konsep

pembangunan berwawasan lingkungan.

Pengembangan pertanian komersial khususnya tanaman pangan

mensyaratkan perubahan sistem produksi secara total menjadi monokultur

menjadi masukan energi, modal dan tenaga kerja dari luar yang relaif

besar. Percobaan dan penelitian tanaman komersial, selalu dilaksanakan

dalam kondisi standart yang jauh berbeda dari keadaan yang lazim

dihadapi oleh petani. (Reijntjes et all).

Dalam rangka meningkatkan produksi kacang tanah dianjurkan

untuk meningkatkan penggunaan pupuk buatan seperti urea, TSP, ZA dan

41
KCL secara berimbang. Namun demikian pemakaian pupuk alami seperti

pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos juga terus digalakkan.

Penggunaan pupuk pada hakekatnya bertujuan untuk

meningkatkan kesuburan tanah, namun demikian seringkali penggunaan

pupuk buatan oleh petani di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba

Kabupaten Jeneponto selama beberapa waktu yang lalu melampaui dosis

yang dianjurkan oleh penyuluh pertanian. Untuk menghindari pupuk yang

berlebihan ini pemerintah Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba

Kabupaten Jeneponto menerapkan konsep pemupukan berimbang.

Sementara itu dengan semakin mahalnya harga pupuk di

pasaran, maka banyak petani yang mempergunakan pupuk cair amina

dimana selain mudah diperoleh dan murah harganya juga dapat

menyuburkan tanaman. Namun pada kenyataannya pupuk ini berdampak

pada kerusakan struktur tanah sehingga pemakaian pupuk cair Amina

dilarang oleh pemerintah.

Di samping penggunaan bahan kimia yang berupa pupuk buatan

juga penggunaan pestisida yang berlebihan dan menimbulkan banyak

masalah. Permasalahan tersebut meliputi tingkat produksi, efisiensi, harga

produk dan pendapatan petani sendiri serta daya dukung lingkungan yang

menurun tajam. Penggunaan bahan kimia yang berlebihan ternyata

berdampak pada perubahan sifat fisik dan kimiawi lahan pertanian serta

pencemaran lingkungan.

42
Upaya untuk mengurangi pemakaian pestisida yang telah

dimasyarakatkan antara lain melalui sanitasi lingkungan, pergiliran

tanaman, pola tanam serentak dan pengamatan secara intensif.

Akibat adanya kondisi iklim yang tidak menentu akhir-akhir ini serta

semakin kompleksnya permasalahan organisme pengganggu tumbuhan di

lapangan maka diperlukan penanganan yang lebih seksama dengan

penerapan teknologi pengendalian yang lebih memadai.

Di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto

dari pertanian bebas pestisida yang belum menyebar merata ke seluruh

wilayah kecamatan dan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya

kelambatan perkembangan pertanian bebas pestisida menuju pertanian

berkelanjutan. Hal ini dikarenakan :

1. Aspek Teknis

Teknologi pertanian berkelanjutan sebenarnya tidak terlalu sulit namun

demikian pada umumnya petani enggan untuk melaksanakan karena

budaya petani yang menyerap teknologi yang praktis dan mudah,

misalnya untuk pemberantasan organisme pengganggu akan lebih

mudah kalau menggunakan pestisida dibandingkan apabila petani

harus membuat ramuan pestisida alami sendiri.

2. Aspek Sosial

Kurangnya sosialisasi teknologi pertanian berkelanjutan pada

masyarakat petani secara luas yang disertai dengan praktek langsung

di lapangan.

43
3. Aspek Politis

Pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kurang

mendukung untuk perkembangan menuju pertanian berkelanjutan.

5.3.1 Kekuatan dan Kelemahan

A. Kekuatan (Strengths)

Faktor-faktor kekuatan internal menuju pertanian berkelanjutan di

Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto antara lain

adalah :

1. Motivasi petani

Motivasi petani yang cukup tinggi untuk mengembangkan

pertanian sekaligus menuju pertanian berkelanjutan merupakan

potensi sumber daya dan kekuatan, apalagi petani mengetahui

bahwa pestisida dapat membahayakan kesehatan manusia dan

residu dapat mencemari lingkungan. Kemudian adanya bantuan

benih dan pupuk dari pemerintah dalam mengembangkan kacang

tanah yang organik dan harga kacang tanah dapat memberikan

keuntungan bagi petani.

2. Permintaan pasar

Permintaan pasar akan kacang tanah yang bebas pestisida dari

pertanian organik yang relatif tinggi terutama untuk golongan

menengah ke atas merupakan kekuatan tersendiri dalam

mengembangkan pertanian berkelanjutan. Permintaan kacang

tanah di pasaran cukup tinggi, karena banyaknya perusahaan di

44
Makassar maupun di Jawa membutuhkan kacang tanah dalam

jumlah besar yang diperuntukkan konsumen dalam dan luar

negeri.

3. Harga jual mahal

Oleh karena pengemasan kacang tanah dilakukan oleh pedagang

yang besar maka harga jual lebih mahal dan ini merupakan

kekuatan untuk pengembangan pertanian bebas pestisida untuk

menuju pertanian berkelanjutan. Kacang tanah yang di jual oleh

pedagang di pasaran mencapai Rp 15.000/kg tanpa kulit,

sedangkan dengan kulit Rp 6.500/kg.

4. Jumlah petugas penyuluh

Ketersediaan dan kemampuan penyuluh pertanian dalam rangka

mengembangkan pertanian tanaman kacang tanah yang bebas

pestisida untuk menuju pertanian berkelanjutan merupakan

kekuatan dan sangat mendukung dalam optimalisasi penerapan

pertanian berkelanjutan. Petugas penyuluh pertanian yang terlibat

di desa Ta’bingjai berjumlah 1 orang yang merupakan alumni

pertanian serta memiliki pengalaman dalam mengembangkan

tanaman pangan dan kacang-kacangan.

5. Dukungan pembinaan dari pemerintah

Dukungan pembinaan dari pemerintah untuk mengembangkan

pertanian yang bebas pestisida dan pertanian organik merupakan

potensi dan kekuatan menuju pertanian berkelanjutan.

45
Pemerintah setempat mendukung dengan mengadakan Sekolah

Lapang (SL-PTT Kacang tanah) yang menuju pertanian

berkelanjutan.

B. Kelemahan (Weaknesses)

Faktor-faktor kelemahan internal pertanian berkelanjutan di Desa

Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto antara lain

sebagai berikut :

1. Sumber daya manusia

Kualitas sumber daya manusia dalam hal ini petani dalam

mengadopsi teknologi pengembangan pertanian bebas pestisida

masih terbatas dan wawasan wirausaha hanya berorientasi pada

keuntungan semata, sehingga pengembangan pertanian belum

dipahami dengan oleh petani di di Desa Ta’bingjai. Hal ini

didukung data responden bahwa rata-rata petani berpendidikan

SMP dan SD di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba

Kabupaten Jeneponto.

2. Sistim pemasaran

Sistim pemasaran yang tidak langsung tetapi melalui kelompok

petani kemudian ke tengkulak merupakan sistim pemasaran yang

tidak efisien serta kurangnya promosi sehingga banyak

mesyarakat/konsumen tidak mengetahui. Pemasaran selama ini

dilakukan petani melalui pedagang tengkulak, sehingga petani

tidak meraup keuntungan dari usaha kacang tanah ini.

46
3. Tingkat pemilikan lahan

Kepemilikan lahan rata-rata petani sangat kecil dan keadaan ini

merupakan kelemahan dalam upaya mengembangkan pertanian

berkelanjutan. Rata-rata pemilikan lahan responden berkisar 15

sampai dengan 20 are.

4. Modal pengembangan usaha tani

Modal pengembangan usaha masih kecil sehingga kebanyakan

petani hanya untuk kebutuhan sendiri dahulu dan mengabaikan

permintaan pasar yang banyak. Modal yang digunakan selama

ini dalam mengusahakan kacang tanah berkisar Rp. 1.250.000

sampai dengan Rp. 1.500.000 per musim tanam.

5.3.2 Peluang dan Ancaman

A. Peluang (Opportunities)

Faktor-faktor peluang eksternal menuju pertanian berkelanjutan

di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto antara

lain adalah :

1. Pemanfaatan limbah pertanian

Limbah pertanian misalnya jerami, kotoran ternak dan lain-lain

dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman

kacang tanah.

47
2. Perkembangan teknologi

Perkembangan teknologi di masa depan untuk pertanian

berkelanjutan yang mudah dan siap diadopsi oleh petani dan

berorientasi untuk kembali ke pertanian alami.

3. Harga pestisida dan pupuk buatan

Harga pestisida dan pupuk buatan sampai dengan saat ini

dirasakan oleh petani semakin mahal. Di Desa Ta’bingjai harga

pupuk buatan melambung tinggi yaitu urea Rp. 85.000/zak, NPK

Rp. 145.000/zak, kemudian pestisida cairan baik untuk

penggunnaan rumput maupun untuk daun mencapai Rp

135.000/botol.

4. Kesadaran masyarakat pada produk ramah lingkungan

Dengan semakin berkembangnya isu pencemaran terhadap

produk pertanian dan lingkungan hidup yang bisa berakibat pada

kesehatan manusia maka masyarakat menyadari untuk membeli

produk pertanian yang bebas pestisida dan ramah lingkungan.

B. Ancaman (Threats)

Faktor-faktor ancaman eksternal dalam menuju pembangunan

berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten

Jeneponto antara lain:

1. Perubahan iklim

Perubahan iklim yang tidak menentu misalnya kemarau yang

panjang maupun musim penghujan yang panjang sangat

48
berpengaruh terhadap kelangsungan usaha tani bebas pestisida

baik dari produksi maupun kualitas kacang tanah yang dihasilkan

oleh petani.

2. Kebijakan pemerintah

Kebijakan pemerintah yang memberikan subsidi terhadap pupuk

dan pestisida dapat menghambat pengembangan pertanian

berkelanjutan.

3. Ledakan hama dan penyakit

Ledakan hama dan penyakit berpengaruh terhadap penggunaan

pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit karena

penggunaan bahan hayati untuk pengendalian hama dan penyakit

masih belum maksimal. Hama utama antara lain wereng

Empoasca, penggerek daun Stomopteryx subscevivella, ulat

jengkal Plusia chalcites, ulat grayak Spodoptera litura. Penyakit

utama kacang tanah antara lain layu bakteri Ralstonia

solanacearum, bercak daun awal, Cercospora arachidicola,

bercak daun akhir Cercosporidium personatum dan karat Puccinia

arachidis

4. Bencana alam

Bencana alam misalnya banjir akan mengurangi kualitas dan

kuantitas unsur hara tanah sehingga kesuburannya berkurang

dan selanjutnya kualitas dan kuantitas kacang tanah yang

dihasilkan juga tidak baik.

49
5.3.3 Pembahasan

Dalam pembahasan hasil penelitian ini digunakan metode analisis

SWOT yang meliputi Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan),

Opportunities (peluang) dan Threats (ancaman). Analisis ini untuk

mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor strategis internal dalam

kerangka kekuatan dan kelemahan, serta faktor-faktor strategis eksternal

dalam kerangka peluang dan ancaman, dan untuk menentukan alternatif

strategi dan penentuan pilihan strategi menuju pembangunan

berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten

Jeneponto

Adapun pembahasan analisis data hasil penelitian dengan analisis

SWOT adalah sebagai berikut :

a. Matrik IFAS dan EFAS

• Menentukan faktor strategis yang menjadi kekuatan dan

kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal

• Nilai bobot pada masing-masing faktor dengan skala nilai dari

0,20 (sangat kuat), 0,15 (di atas rata-rata), 0,10 (rata-rata) dan

0,05 (dibawah rata-rata) berdasarkan pendapat Fred R. David

(dalam Umar, 2005)

• Penentuan nilai rating untuk masing-masing faktor dengan skala

mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan

pengaruh faktor-faktor terhadap pertanian berkelanjutan. Variabel

yang bersifat positif adalah variabel kekuatan, nilai mulai dari 1

50
sampai dengan 4 (sangat baik), sedangkan variabel yang bersifat

negatif adalah variabel kelemahan, dimana rating 1 (sangat

lemah), 2 (lemah), 3 (kuat) dan 4 (sangat kuat)

• Hasil analisis Internal Factor Analysis Summary (IFAS) disajikan

pada Tabel 8 :

Tabel 8 Internal Factor Analysis Summary (IFAS)

Faktor-faktor Strategi Internal Bobot Rating Nilai Skor

Strenghts (kekuatan)
- Motivasi petani 0,20 4 0,80
- Permintaan pasar 0,15 4 0,60
- Harga jual mahal 0,10 4 0,40
- Jumlah petugas penyuluh 0,10 3 0,30
- Dukungan pembinaan pemerintah 0,05 3 0,15

Sub total 0,60 2,25


Weaknesses (kelemahan)
- Sumber Daya Manusia 0,15 2 0,30
- Sistim pemasaran 0,10 2 0,20
- Tingkat kepemilikan lahan 0,10 1 0,10
- Modal pengembangan usaha tani 0,05 1 0,05
Sub total 0,40 0,65
Total 1,00 - 2,90

Dari hasil analisis pada Tabel di atas faktor kekuatan (S)

mempunyai nilai kekuatan 2,25 sedangkan kelemahan mempunyai nilai

0,65 ini berarti dalam rangka menuju pertanian berkelanjutan masih

51
mempunyai kekuatan lebih baik dibandingkan kelemahan-kelemahan

yang ada.

Sebagaimana halnya pada IFAS maka pada faktor-faktor strategi

eksternal (EFAS) juga dilakukan identifikasi sebagaimana tersaji pada

Tabel 9 berikut ini :

Tabel 9. Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS)

Faktor-faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Nilai Skor

Opportunities (Peluang/O)
- Pemanfaatan limbah pertanian
0,20 4 0,80
- Perkembangan tehnologi
0,15 4 0,60
- Harga pestisida dan pupuk buatan
0,15 4 0,60
- Kesadaran masyarakat pada produk
ramah lingkungan
0,05 3 0,15
Sub total 0,55 2,15
Threaths (Ancaman/T)
- Perubahan iklim
0,20 2 0,40
- Kebijakan pemerintah
0,15 2 0,30
- Ledakan hama dan penyakit
0,05 1 0,05
- Bencana alam
0,05 1 0,05
Sub total 0,45 0,80

Total 1,00 - 3,95

Dari hasil analisis pada Tabel di atas (EFAS) menunjukkan bahwa

untuk faktor-faktor peluang (O) nilai skornya adalah 2,15 dan faktor-faktor

ancaman (T) nilai skornya 0,80. Hal ini berarti bahwa dalam rangka

52
menuju pembangunan berkelanjutan masih ada peluang mengingat mulai

ancaman lebih kecil yaitu 0,50.

Dengan tersusunnya matrik IFAS dan EFAS maka akan dihasilkan

nilai skor pada masing-masing faktor internal dan eksternal sebagai

berikut :

 Faktor kekuatan (Strengths) = 2,25

 Faktor kelemahan (Weaknesses) = 0,65

 Faktor peluang (Opportunities) = 2,15

 Faktor ancaman (Threats) = 0,80

Adapun untuk nilai skor dapat digambarkan dalam rumusan matrik

SWOT sebagai berikut :

Tabel .10 IFAS dan EFAS

IFAS Strengths (S) Weaknesses (W)

EFAS 2,25 0,65

Opportunities (O) Strategi SO = Strategi WO =

2,15 2,25 + 2,15 = 4.35 0,65 + 2,15 = 2.80

Threats (T) Strategi ST = Strategi WT =

0,80 2,25 + 0,80 = 3.05 0,65 + 0,80 = 1,35

53
b. Matrik SWOT

Tabel.11. Matrik SWOT

Strengths (S) Weaknesses (W)


IFAS • Motivasi petani • SDM petani
• Permintaan pasar • Sistim pemasaran
• Harga jual • Tingkat kepemilikan lahan
• Jumlah petugas penyuluh • Modal pengembangan usaha
memadai tani kecil
EFAS • Dukungan pembinaan
pemerintah
Opportunities (P) Strategi (SO) Strategi (WO)
• Pemanfaatan limbah • Pengembangan motivasi petani • Peningkatan kualitas SDM
pertanian • Peningkatan/perluasan petani
• Perkembangan pertanian bebas pestisida • Harga penjualan lebih murah
teknologi • Peningkatan kualitas penyuluh • Sistem pemasaran seefisien
• Harga pestisida dan dan penyuluhan mungkin
pupuk buatan • Dukungan dana pembangunan • Optimalisasi lahan
• Kesadaran untuk pembinaan pemanfaatan • Pengembangan modal usaha
masyarakat akan limbah pertanian tani
produk ramah • Pemanfaatan teknologi tepat • Pemanfaatan limbah pertanian
Lingkungan guna • Pemanfaatan teknologi tepat
• Bahan baku • Pengembangan kesadaran guna
pengganti pestiisida masyarakat pada produk ramah • Pengembangan kesadaran
mudah diperoleh lingkungan masyarakat pada produk
• Pemanfaatan bahan baku di ramah lingkungan
sekitar • Pemanfaatan bahan baku di
sekitar
Threats (T) Strategi (ST) Strategi (WT)
• Perubahan iklim • Pengembangan motivasi petani • Peningkatan kualitas SDM
• Kebijakan • Peningkatan/perluasan pertanian petani
pemerintah bebas pestisida • Harga penjualan lebih murah
• Ledakan hama dan • Peningkatan kualitas penyuluh • Sistem pemasaran seefisien
penyakit dan penyuluhan mungkin
• Bencana alam • Dukungan sarana pembangunan • Optimalisasi lahan
untuk pembinaan • Pengembangan modal petani
• Pengembangan pertanian bebas • Pengembangan pertanian
pestisida yang bisa kompetitif bebas pestisida yang bisa
• Optimalisasi sumber daya air kompetitif
dan pengairan • Optimalisasi sumber daya air
• Kebijakan pemerintah yang dan pengairan
mendukung pertanian • Kebijakan pemerintah yang
berkelanjutan mendukung pertanian
• Mengendalikan ledakan hama berkelanjutan
dan penyakit • Mengendalikan ledakan hama
• Pengendalian tata guna lahan dan penyakit
khususnya lahan untuk
pertanian

54
c. Pengambilan keputusan

Berdasarkan rumusan matrik SWOT selanjutnya dilakukan

analisis kuantitatif untuk merumuskan strategi. Dari jumlah nilai skor

masing-masing faktor yang ada pada masing-masing strategi baik pada

strategi SO, WO, ST maupun WT maka dapat digambarkan model

kuantitatif rumusan strategi sebagaimana tabel berikut ini :

Tabel 12. Matrik Perencanaan Strategi Kuantitatif

IFAS
EFAS Strengths (S) Weaknesses (W)

Opportunities Strategi SO; Strategi WO;


(O) menggunakan kekuatan meminimalkan
untuk memanfaatkan kelemahan untuk
peluang = 4,35 memanfaatkan
peluang = 2,80

Threats (T) Strategi ST; menggunakan Strategi WT;


kekuatan untuk mengatasi meminimalkan
ancaman = 3,05 kelemahan menghindari
ancaman = 1,05

Hasil analisis pada Tabel 12 menunjukkan bahwa untuk menuju

pertanian berkelanjutan di Kabupaten Tulungagung perlu memanfaatkan

strategi SO yang mempunyai skor tertinggi yaitu 4,95. Strategi ini diambill

atas dasar hasil analisis matrik SWOT yaitu strategi SO yaitu strategi yang

menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang-peluang

eksternal dan dapat dijabarkan sebagai berikut :

• Pengembangan motivasi petani

55
• Peningkatan/perluasan pertanian bebas pestisida

• Peningkatan kualitas penyuluh dan penyuluhan

• Dukungan dana pembangunan untuk pembinaan petani

• Pemanfaatan limbah pertanian

• Pemanfaatan tehnologi tepat guna

• Pengembangan kesadaran masyarakat terhadap produk ramah

lingkungan

• Pemanfaatan bahan baku di sekitar

Berdasarkan strategi SO yaitu strategi yang menggunakan

kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya yang

merupakan hasil analisis SWOT dan merupakan pilihan strategi menuju

pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bonto Ramba

Kabupaten Jeneponto maka strategi SO ini perlu diimplementasikan

dalam rencana kegiatan sebagai berikut :

a. Bidang Bina Program

 Pengumpulan dan analisa data untuk pengembangan pertanian

bebas pestisida

 Penyusunan program yang sesuai untuk menuju pertanian

berkelanjutan

 Pelaksanaan kajian dan pilot project dalam rangka pengembangan

pertanian bebas pestisida

 Pengendalian ledakan hama dan penyakit.

56
b. Bidang Sarana, Prasarana dan Usaha Pertanian

 Pengembangan, pembangunan dan rehabilitasi sumber daya air

dan pengairan

 Peningkatan dan penyediaan tempat usaha penjualan padi bebas

pestisida

 Pengembangan bahan baku untuk pengganti pestisida dan pupuk

buatan.

c. Bidang Sumberdaya Manusia dan Teknologi Pertanian

 Pelatihan/pendidikan untuk meningkatkan SDM melalui kemitraan

dan manajemen usaha tani yang berwawasan pasar

 Pelatihan/pendekatan petugas pertanian sesuai tugas pokok dan

fungsinya untuk meningkatkan kualitas SDM.

 Bidang Ketahanan Pangan

 Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi

e. Bidang Produksi Pertanian

 Pengembangan benih yang tahan hama dan penyakit.

57
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian ini, maka dapat diambil

kesimpulan yaitu dalam menuju pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bingjai

Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto, strategi yang harus

ditempuh adalah strategi SO yaitu : (1) Pengembangan motivasi petani,

(2) Peningkatan/perluasan pertanian bebas pestisida, (3) Peningkatan

kualitas penyuluh dan penyuluhan, (4) Dukungan dana pembangunan

untuk pembinaan pemanfaatan limbah pertanian, (5) Pemanfaatan

teknologi tepat guna, (6) Pengembangan kesadaran masyarakat pada

produk ramah lingkungan, (7) Pemanfaatan bahan baku di sekitar.

6.2 Saran-saran

1. Dalam menuju pertanian berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan

Bontoramba Kabupaten Jeneponto, Pemerintah Kabupaten hendaknya

perlu melaksanakan kajian dan pilot project dalam rangka

pengembangan pertanian bebas pestisida.

2. Strategi SO atau strategi yang menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang sebagai pilihan strategi menuju pertanian

berkelanjutan di Desa Ta’bingjai Kecamatan Bontoramba Kabupaten

Jeneponto, kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan kebijakan

Pemerintah Kabupaten begitu juga implementasinya.

58
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2001a, Manajemen Strategi Sektor Publik, Bahan Ajar Program


Magister Administrasi Publik, Program Pasca Sarjana, Universitas
Wijaya Putra, Surabaya

Anonim, 2001b, Pupuk dan Pestisida Organik Ramah Lingkungan, Proyek


Pembinaan Penghijauan Tahun Anggaran 2001, Bapedal Propinsi
Jawa Timur

Anonim, 2002, Laporan Tahunan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan


Kabupaten Jeneponto

Ashadi, 2006. Budidaya Kacang Tanah. BPPT Departemen Pertanian.


Jakarta.

Darung, 2001. Penggunaan Jerami terhadap Kacang Tanah. IPB Press.


Bogor.

Harsono, 1995. Pengembangan Kacang Tanah. Departemen Pertanian.


Jakarta.

Mosher, A.T., 1996, Menggerakkan dan Membangun Pertanian,


C.V. Rajawali, Jakarta

Nasution, A.H. dan Barizi, 2000, Metode Statistika, P.T. Gramedia,


Jakarta.

Nazir, Moh, 2003, Metode Penelitian, Grafika, Bandung.

Rangkuti, F, 2002, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis,


P.T. Gramedia, Jakarta.

Reijntjes, C, Bertus Haverkort dan Ann Waters Bayer, 1999, Pertanian


Masa Depan, Kanisius, Yogyakarta

Subandiasa , 1997. Budidaya Kacang Tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Sumarno, 2004. Pengembangan Teknologi Kacang Tanah. Risalah


Seminar Kacang-Kacangan Departemen Pertanian. Jakarta.

Sukarman, dkk, 2000. Teknik dan Budidaya Kacang Tanah. Liberty.


Yogyakarta.

Suparmono dan Sugianto, 1993, Statistika, Andi Offset, Yogyakarta

59
Umar, Husein, 2006. Strategic Management ini Action. Gramedia Pustaka.
Jakarta.

Utama, Wanihadi, 2002, Menuju Pertanian Berkesinambungan, Bahan


Bacaan Pelatihan Pengelolaan Konservasi Tanah, PPLH Unbraw
– Bapedal Jatim, Malang.

Widianto, 2002, Konsep Pengelolaan Lahan Berkesinambungan, Bahan


Bacaan Pelatihan Pengelolaan dan Konservasi

60
KUISIONER PENELITIAN

A. IDENTIFIKASI RESPONDEN

Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Tanggungan Keluarga :
Pengalaman Usahatani :

B. Data Hasil Wawancara dan Diskusi terhadap Identifikasi Faktor


Internal dan Eksternal

No Pernyataan Keterangan
1 Motivasi petani dalam menerapkan • Harga kacang kacang
pertanian berkelanjutan pada tanaman tanah dapat memberikan
kacang tanah keuntungan bagi petani
• Pemerintah memberikan
bantuan berupa benih dan
pupuk

2 Permintaan pasar kacang tanah dari • Permintaan kacang tanah


bahan organik di pasaran cukup tinggi, di
Makassar maupun di
Jawa
3 Jumlah petugas penyuluh yang ada • Petugas penyuluh 1 orang
dilapangan
4 Dukungan pembinaan dari pemerintah • mengadakan Sekolah
dalam pertanian berkelanjutan Lapang (SL-PTT Kacang
tanah) yang menuju
pertanian berkelanjutan
5 Kualitas sumber daya manusia petani • Hal ini didukung data
dalam mengadopsi teknologi responden bahwa rata-
pengembangan pertanian bebas pestisida rata petani berpendidikan
SMP dan SD
6 Harga penjualan kacang tanah untuk • Kacang tanah yang di jual
pengembangan pertanian bebas pestisida oleh pedagang di pasaran
untuk menuju pertanian berkelanjutan mencapai Rp 15.000/kg
tanpa kulit, sedangkan
dengan kulit Rp 6.500/kg.
7 Tingkat pemilikan lahan dalam upaya • Rata-rata pemilikan lahan
mengembangkan pertanian berkelanjutan responden berkisar 15
sampai dengan 20 are.
8 Sistim pemasaran kacang tanah • Pemasaran selama ini
dilakukan petani melalui
pedagang tengkulak,

61
9 Pemanfaatan limbah pertanian • Limbah pertanian
misalnya jerami, kotoran
ternak dan lain-lain dapat
dimanfaatkan sebagai
pupuk organik untuk
tanaman kacang tanah.
10 Bahan baku pengganti pestisida • Berupa bahan organik
11 Tenaga kerja yang terlibat dalam usaha • Jumlah tenaga kerja yang
tani terlibat cukup tinggi
12 Perkembangan teknologi di masa depan • Perkembangan semakin
untuk pertanian berkelanjutan baik apabila dikelola
dengan benar dan
sistematis
13 Modal pengembangan usaha tani • kacang tanah berkisar Rp.
1.250.000 sampai dengan
Rp. 1.500.000 per musim
tanam.
14 Harga pestisida dan pupuk buatan • Harga pestisida dan
pupuk buatan cukup tinggi
15 Kesadaran masyarakat pada produk • Sampai saat masyaraat
ramah lingkungan masih awan terhadap
produk ramah lingkungan
17 Perubahan iklim yang tidak menentu • Kemarau yang panjang
maupun musim
penghujan yang panjang
sangat berpengaruh
terhadap kelangsungan
usaha tani Kacang tanah
17 Kebijakan pemerintah yang memberikan • Kebijakan ini sangat
subsidi terhadap pupuk dan pestisida menguntungkan bagi
petani
18 Ledakan hama dan penyakit • Hama utama antara lain
wereng Empoasca,
penggerek daun
Stomopteryx
subscevivella, ulat jengkal
Plusia chalcites, ulat
grayak Spodoptera litura6
19 Bagaimana dengan bencana alam • banjir akan mengurangi
kualitas dan kuantitas
unsur hara tanah
sehingga kesuburannya
berkurang dan
selanjutnya kualitas dan
kuantitas kacang tanah
yang dihasilkan juga tidak
baik.

62
Lampiran 2 Identitas Responden

Umur Jumlah Tingkat


No Nama (tahun) Tanggungan Pendidikan
Keluarga (orang)
1 M. Yahya 41 5 SMP
2 Sultan Abidin 39 4 SD
3 Dg Naba 43 6 SMA
4 Hidayat 33 6 SMP
5 Raja Dg Kulle 38 5 SMP
6 Syamsuddin 37 4 SD
7 Abd. Rahman 50 6 SMP
8 Jumain 48 2 SD
9 Lasse 41 4 SMA
10 Gassing Rewa 50 2 SD
11 Dg Nyompa 25 3 SMP
12 Rajamuddin 33 2 SD
13 Zulkifli 29 2 SMP
14 Rijal Mappa 29 2 SD
15 Sabaruddin 26 2 SMA
16 Padjagai 51 3 SD
17 Basri Abbas 53 2 SMP
18 Muh Nasri 54 2 SMP
19 Agussalim 51 5 SD
20 Kr. Tinno 25 1 SMA
21 H. Beddu 35 2 SD
22 Rusdin Dg Newan 46 4 SMP
23 Kr. Sinrijali 54 2 SMP
24 Azikin Baso 31 3 SMP
25 H. Sanusi 38 6 SMP

63
Lampiran 3 Identifikasi Nilai Bobot

Pemberian Nilai bobot pada masing-masing faktor dengan skala

nilai dari 1,00 (paling penting) sampai dengan 0,00 (tidak penting),

berdasarkan pendapat Fred R. David (dalam Umar, 2005) yaitu :

1. 0,05 = dibawah rata-rata

2. 0,10 = rata-rata

3. 0,15 = di atas rata-rata

4. 0,20 = sangat kuat

Pertanyaan Kekuatan (Strenghts) Nilai

• Motivasi petani 0,20 0,15 0,10 0,05

• Permintaan pasar 0,20 0,15 0,10 0,05

• Harga jual 0,20 0,15 0,10 0,05

• Jumlah petugas penyuluh memadai 0,20 0,15 0,10 0,05


• Dukungan pembinaan pemerintah 0,20 0,15 0,10 0,05

Pertanyaan Kelemahan (Weakness) Nilai


Rendahnya kualitas SDM 0,20 0,15 0,10 0,05

Sistim pemasaran yang tidak efisien 0,20 0,15 0,10 0,05

Tingkat kepemilikan lahan kecil 0,20 0,15 0,10 0,05

Modal pengembangan usaha tani kecil 0,20 0,15 0,10 0,05

64
Pertanyaan Peluang (Oppurtunity Nilai Bobot

• Pemanfaatan limbah pertanian 0,20 0,15 0,10 0,05

• Perkembangan tehnologi 0,20 0,15 0,10 0,05

• Harga pestisida dan pupuk buatan 0,20 0,15 0,10 0,05

• Kesadaran masyarakat pada produk ramah 0,20 0,15 0,10 0,05


lingkungan

• Bahan baku pengganti pestisida 0,20 0,15 0,10 0,05

Pertanyaan Ancaman (threats) Jawaban / skor


• Perubahan iklim 0,20 0,15 0,10 0,05

• Kebijakan pemerintah 0,20 0,15 0,10 0,05


• Ledakan hama dan penyakit 0,20 0,15 0,10 0,05
• Bencana alam 0,20 0,15 0,10 0,05

65
Gambar 2 Lokasi pertanaman Kacang Tanah

Gambar 3 Panen Kacang Tanah

66
Gambar 4 Proses Pemanenan Kacang Tanah

Gambar 5 Hamparan Pertanaman Kacang Tanah

67

Anda mungkin juga menyukai