Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAHAN BASAH

“PENGELOLAAN SUNGAI BARITO ”


untuk memenuhi tugas mata kuliah pengelolaan lingkungan lahan basah

(ABKA541)

Dosen Pengampu :

Dr. Karunia Puji Hastuti, M.Pd

Muhammad Muhaimin,S.Pd.,M.Sc

Di susun oleh:

Risnah (18 10115120020)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai . Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam laporan ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini

Banjarmasin, 22 Februari 2020

Risnah

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................................................4
DAFTAR TABEL.......................................................................................................................................5
BAB I..........................................................................................................................................................6
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................6
1.1Latar Belakang....................................................................................................................................6
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................................7
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................................7
BAB II.........................................................................................................................................................8
KAJIAN PUSTAKA...................................................................................................................................8
2.1 Definisi DAS.....................................................................................................................................8
2.2 Definisi DAS Berdasarkan Fungsi...................................................................................................10
2.3 Konsepsi Pengelolaan DAS Terpadu...............................................................................................10
2.4Dimensi Utama Kajian Pengelolaan Sungai.....................................................................................11
2.5Dimensi Utama (lanjutan).................................................................................................................12
BAB III......................................................................................................................................................13
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................13
3.1 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai..................................................................................................13
3.2 Wilayah Sungai Barito.....................................................................................................................14
3.3 Kelembagaan Penanganan Sungai...................................................................................................17
BAB IV.....................................................................................................................................................19
PENUTUP.................................................................................................................................................19
4.1 Kesimpulan......................................................................................................................................19
4.2 Saran................................................................................................................................................19

3
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................20

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Siklus Hidrogi.........................................................................................................................9


Gambar 1. 2 Peta Daerah Aliran Sungai Provinsi Kalimantan Tengah......................................................16

4
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Daftar wilayah Sungai di Provinsi Kalimantan Tengah...........................................................14
Tabel 1. 2 Daftar 11 Sungai Besar Di Kalimantan Tengah.......................................................................15

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sungai merupakan suatu sistem yang komplek (complex) tetapi tidak tak beraturan
(complicated). Sistem yang komplek adalah sistem yang terdiri dari banyak komponen,
dimana komponen-komponen tersebut saling berhubungan dan berpengaruh dalam suatu
sistem yang sinergis, mampu menghasilkan sistem kerja dan produk yang efisien. Ada dua
fungsi utama yang diberikan alam kepada sungai yaitu : mengalirkan air dan mengakut
sedimen hasil erosi pada DAS dan alurnya yang keduanya berlangsung secara bersamaan dan
saling mempengaruhi.

Pemanfaatan potensi sungai beberapa dekade terakhir ini dilakukan dalam skala besar dan
sangat intensif terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Pada umumnya
metode pengelolaan sungai di negara berkembang dapat dikatakan meniru total cara
penanganan sungai yang telah dilakukan negara maju beberapa waktu sebelumnya walaupun
ditemui beberapa perbedaan. Pada negara maju proses pembangunan sungai seperti di
Amerika, Jepang, Jerman, Belanda dan beberapa negara Eropa lainnya telah melalui tiga
tahapan yaitu : tahap pembangunan (River development), tahap mengalami dan mempelajari
dampak pembangunan sungai yang dilakukan sebelumnya (Impact of River Development)
dan tahap restorasi atau merenaturalisasi sungai-sungai yang telah dibangun sebelumnya
(River Restoration)

Pada negara berkembang seperti di Indonesia metode pembangunan sungainya sebagian


besar masih menggunakan metode yang digunakan negara maju pada tahap pertama, yaitu
partial river development. Untuk pertimbangan ekologi dan dampak akibat river development
tersebut masih belum masuk perhitungan sebagai faktor yang penting, sehingga banyak
sekali terjadi permasalahan terhadap sungai yang bisa mengakibatkan bencana kepada
manusia. Demikian halnya di Provinsi Kalimantan Tengah sebagai provinsi yang memiliki
jumlah sungai yang banyak (besar dan kecil) yang merupakan aset alam dan berpotensi
sebagai penunjang pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kalimantan Tengah. Aset alam ini harus dijaga dan dikelola dengan kaidah-kaidah teori yang
yang dan disesuaikan dengan keadaan di lapangan.

6
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja yang di butuhkan Dalam Pengelolaan Sungai ?
2. Bagaimana cara dalam proses Pengelolaan sungai ?
3. Aspek dimensi apa yang harus di pertimbangkan dalam pengelolaan sungai ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari Makalah ini adalah untuk memberikan alternatif model kebijakan
pengelolaan DAS terpadu dalam bentuk kerangka kerja yang dapat diimplementasikan
dalam jangka waktu tertentu, baik yang bersifat umum untuk seluruh DAS maupun yang
bersifat khusus atas dasar kelompok kriteria kekritisannya. Adapun sasaran kajian ini
adalah untuk: (1) menganalisa DAS yang dalam kondisi kritis agar dapat dijadikan model
pengelolaannya secara terpadu; (2) melakukan kaji ulang terhadap kebijakan pengelolaan
DAS antara lain dalam pengendalian bencana banjir dan kekeringan; dan (3) menyusun
kerangka kerja (frame work) untuk perumusan model kebijakan.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi DAS


Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan
wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima,
mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak
sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Linsley (1980) menyebut DAS sebagai
“A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams
such that all stream flow originating in the area discharged through a single outlet”. Sementara
itu IFPRI (2002) menyebutkan bahwa “A watershed is a geographic area that drains to a
common point, which makes it an attractive unit for technical efforts to conserve soil and
maximize the utilization of surface and subsurface water for crop production, and a watershed is
also an area with administrative and property regimes, and farmers whose actions may affect
each other’s interests”.

Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur
organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di
dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu
pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang
menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum
untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan
berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi
aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun. Dalam pendefinisian DAS
pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat diperlukan terutama untuk melihat masukan
berupa curah hujan yang selanjutnya didistribusikan melalui beberapa cara seperti diperlihatkan
pada Gambar 1. Konsep daur hidrologi DAS menjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke

8
permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi, yang
kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran.

Gambar 1. 1 Siklus Hidrogi

Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan
hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah
pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi
tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah
hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam
sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi
perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air,
dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam
suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi

9
2.2 Definisi DAS Berdasarkan Fungsi
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan DAS,
terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama
DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan
kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari
kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah
hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat
diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka
air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau

Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk
dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui
kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait
untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. Keberadaan sektor
kehutanan di daerah hulu yang terkelola dengan baik dan terjaga keberlanjutannya dengan
didukung oleh prasarana dan sarana di bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan
manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan
air bersih bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya rentang panjang DAS yang begitu
luas, baik secara administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya
koordinasi berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik

2.3 Konsepsi Pengelolaan DAS Terpadu


Pengelolaan DAS terpadu mengandung pengertian bahwa unsur-unsur atau aspek-aspek yang
menyangkut kinerja DAS dapat dikelola dengan optimal sehingga terjadi sinergi positif yang
akan meningkatkan kinerja DAS dalam menghasilkan output, sementara itu karakteristik yang
saling bertentangan yang dapat melemahkan kinerja DAS dapat ditekan sehingga tidak
merugikan kinerja DAS secara keseluruhan. Seperti sudah dibahas dalam bab-bab terdahulu,
suatu DAS dapat dimanfaatkan bagi berbagai kepentingan pembangunan misalnya untuk areal
pertanian, perkebunan, perikanan, permukiman, pembangunan PLTA, pemanfaatan hasil hutan

10
kayu dan lain-lain. Semua kegiatan tersebut akhirnya adalah untuk memenuhi kepentingan
manusia khususnya peningkatan kesejahteraan.

Namun demikian hal yang harus diperhatikan adalah berbagai kegiatan tersebut dapat
mengakibatkan dampak lingkungan yang jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan
penurunan tingkat produksi, baik produksi pada masing-masing sektor maupun pada tingkat
DAS. Karena itu upaya untuk mengelola DAS secara baik dengan mensinergikan kegiatan-
kegiatan pembangunan yang ada di dalam DAS sangat diperlukan bukan hanya untuk
kepentingan menjaga kemapuan produksi atau ekonomi semata, tetapi juga untuk
menghindarkan dari bencana alam yang dapat merugikan seperti banjir, longsor, kekeringan dan
lain-lain.

2.4 Dimensi Utama Kajian Pengelolaan Sungai


1. Dimensi Sosial (People)
a. Menjamin akses yang sama pada sumber daya LB dan pelayanan lahan basah melalui
kebijakan dan kerangka hukum yang tegas pada semua tingkatan.
b. Membangun daya tahan masyarakat dalam menghadapi bencana terkait lahan rawa baik
melalui pendekatan keras dan halus.
2. Dimensi Lingkungan & Kesehatan (Planet)
a. Mengelola keberlanjutan LB sebagai bagian dari ekonomi hijau
b. Memulihkan pelayanan ekosistem dalam wilayah daerah aliran sungai untuk
meningkatkan fungsi budidaya dan lindung
c. Menekan dan mengatasi virulensi dan kualitas air yang rendah

3. Dimensi Ekonomi (Profit)


a. Meningkatnya produktivitas lahan basah dan konservasi dalam semua sektor
penggunaannya
b. Berbagi manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam mengelola ekosistem lahan
basah secara komprehensif

11
2.5 Dimensi Utama (lanjutan)
1. Dimensi Hukum & Regulasi (Law)
– Menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatan dan pengelolaan melalui
kebijakan (regulasi) dan kerangka hukum.
– Memperkuat kelembagaan dan partisipasi masyarakat dalam menghadapi bencana
di lahan basah seperti kebakaran lahan, banjir dan sebagainya.

2. Dimensi Budaya dan Kearifan Lokal (Local wisdom)


– Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan yang
mumpuni
– Memperkaya cara-cara pengelolaan penggunaan dan konservasi dengan sumber
daya LB dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat
– Meningkatkan partisipasi dalam pengelolaan dan konservasi LB melalui
pembinaan dan penguatan kelembagaan masyarakat (LSM).

12
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai


Pengelolaan DAS adalah upaya manusia untuk mengendalikan hubungan timbal balik antara
sumberdaya alam dengan manusia dan segala aktivitasnya, dengan tujuan membina kelestarian
dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi kesejahteraan
manusia. Prinsip dasar dalam pengelolaan DAS yaitu “satu DAS, satu perencanaan, satu
pengelolaan”. Dengan prinsip ini pengelolaan DAS dilakukan dengan pendekatan ekosistem
dengan asas keterpaduan, kemanfaatan, kelestarian, dan keadilan

Pengelolaan DAS menurut Dephut (2008) adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik
antar sumberdaya alam terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumberdaya manusia di DAS dan
segala aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi kepentingan
pembangunan dan 10 kelestarian ekosistem DAS. Mengacu pada penelitian Citanduy,
pengelolaan DAS dalam konteks yang lebih luas dipandang sebagai suatu sistem sumberdaya,
satuan pengembangan sosial ekonomi dan satuan pengaturan tata ruang wilayah yang dijalankan
berdasarkan prinsip konservasi sumberdaya (resources sustainability) yang mengandung makna
keterpaduan antara prinsip produktivitas dan konservasi sumberdaya (sustainability =
productivity + conservation of resources) dalam mencapai tujuan-tujuan pengelolaan DAS .

Tujuan-tujuan pengelolaan DAS tersebut menurut Dephut (2008) meliputi:

1. Lahan yang produktif dan berkelanjutan sesuai dengan daya dukungnya


2. DAS yang mempunyai tutupan vegetasi tetap yang memadai dan aliran (debit) air sungai
stabil dan jernih tanpa ada pencemaran air
3. Kesadaran, kemampuan dan partisipasi aktif para pihak termasuk masyarakat
di dalam pengelolaan DAS semakin lebih baik;

13
4. Kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Ruang lingkup kegiatan pengelolaan DAS
sebagaimana dinyatakan oleh (Dephut 2008) meliputi :
a. Penatagunaan lahan (landuse planning) untuk memenuhi berbagai kebutuhan barang
dan jasa serta kelestarian lingkungan
b. Penerapan konservasi sumberdaya air untuk menekan daya rusak air dan untuk
memproduksi air (water yield) melalui optimalisasi penggunaan lahan
c. Pengelolaan lahan dan vegetasi di dalam dan luar kawasan huta (pemanfaatan,
rehabilitasi, restorasi, reklamasi dan konservasi)
d. Pembangunan dan pengelolaan sumberdaya buatan terutama yang terkait dengan
konservasi tanah dan air;
5. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan pengelolaan
DAS.Pengelolaan DAS selama ini memperlihatkan bahwa lembaga-lembaga pengelolaan
DAS hanya bekerja pada batas wilayah administratif masing-masing. Pedoman yang
digunakan lembaga-lembaga terkait untuk mengelola DAS pun berbeda-beda. Umumnya
pengelolaan DAS yang dilakukan oleh lembagalembaga yang ada hanya berupa rehabilitasi
dan konservasi. Program-program tersebut hanya akan muncul jika telah terjadi deforestasi
dan degradasi pada DAS.

3.2 Wilayah Sungai Barito


Di dalam Peraturan Peraturan Pemerintah No 42 tentang Pengeleloan Sumber Daya Air,
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih
daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan
2.000 km2. Oleh Menteri Pekerjaan Umum di Provinsi Kalimantan Tengah dibagi dalam ke
dalam 6 Wilayah Sungai sebagaimana dalam tabel 1.1

Tabel 1. 1 Daftar wilayah Sungai di Provinsi Kalimantan Tengah

Nama Wilayah Nama Sungai Provinsi Yang Kategori Wilayah


Sungai Dilintasi Sungai
Jelai- Sungai Jelai Kalimantan Barat dan Pusat (lintas Provinsi)
Kendawangan Sungai Lamandau Kalimantan Tengah
Sungai Kumai
Sungai Arut
Mentaya Sungai Mentaya Kalimantan Tengah Kabupaten

14
Seruyan Seruyan Kalimantan Tengah Pusat (strategis
Nasional)
Katingan Sungai Katingan Kalimantan Tengah Kabupaten
Kahayan Sungai Kahayan Kalimantan Tengah Pusat (strategis
Sungai Sabangau Nasional)
Barito-Kapuas Sungai Barito Kalimantan Selatan Pusat (lintas Provinsi)
Sungai Kapuas Kalimantan Tengah

Provinsi Kalimantan Tengah memiliki 11 sungai besar (tabel 2 dan gambar 2) yang mempunyai
potensi besar untuk pengembangan multi fungsi. Pada umumnya sungai-sungai di provinsi
Kalimantan Tengah berfungsi sebagai sarana transportasi bagi masyarakat di daerah hulu, seiring
dengan pembangunan yang semakin intensif di bidang transportasi darat, transportasi sungai
semakin ditinggalkan. Di samping sebagai sarana transportasi, sungai di provinsi Kalimantan
Tengah juga digunakan sebagai sumber air baku untuk air minum, sumber air irigasi dan
berpotensi sebagai sumber pembangkit PLTA.

Tabel 1. 2 Daftar 11 Sungai Besar Di Kalimantan Tengah

No Nama Panjang Terlayari Kedalama Lebar Lokasi (Kabupaten)


. Sungai (km) (km) n Rata-rata Rata-rata
(m) (m)
1. Jelai 200 150 8 150 Sukamara
2. Arut 250 190 4 100 Kobar
3. Lamandau 300 250 6 150 Lamandau
4. Kumai 175 100 6 250 Kobar
5. Seruyan 350 300 5 250 Seruyan
6. Mentaya 400 270 6 350 Kotim
7. Katingan 620 520 6 250 Katingan
8. Kahayan 526 500 7 450 P.Raya, Gumas, P. Pisau
9. Kapuas 600 420 6 450 Kapuas
10. Barito 900 720 8 500 Barut, Barsel, Bartim,
Mura
11. Sebangau 180 150 5 100 P. Pisau

15
Sungai Barito yang panjangnya 900 km dan lebar rata-rata 500 m melintasi dua provinsi yaitu
Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan sehingga pengelolaannya
memerlukan koordinasi kedua provinsi tersebut. Sungai Barito memegang peranan penting
dalam meningkatkan perkembangan ekonomi masyarakat terutama masyarakat di sepanjang alur
sungai tersebut.

Permasalahan yang dihadapi sungai Barito sekarang ini antara lain :

 Sedimentasi yang besar;


 . Fluktuasi elevasi muka air yang besar pada saat musim hujan dan musim kemarau;
 Pada saat musim hajan cenderung terjadi banjir namun dalam waktu yang relatif singkat
air akan surut;
 Pada saat musim kemarau air sungai surut dan terjadi kekeringan;
 Menurunnya kualitas air akibat terkontaminasi bahan kimia untuk pertambangan di
badan maupun di bantaran sungai serta intrusi air laut;
 Rusaknya DAS akibat penebangan hutan dan kegiatan lain

Berdasarkan identifikasi Tim Koordinasi Kebijakan Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan


DAS tahun 1999 sungai Barito di kategorikan sungai kristis sehingga diperlukan penanganan
prioritas 1. Melalui Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Tengah dan Balai Wilayah

16
Sungai Kalimantan II telah dilakukan beberapa upaya proteksi terhadap sungai Barito maupun
proteksi akibat daya rusak air sungai Barito terhadap lingkungan sekitarnya. Mengingat luasnya
wilayah penanganan serta kurangnya koordinasi diantara pemilik kepenting di wilayah tersebut
sampai dengan saat ini masih belum terlihat hasil yang maksimal dari upaya penanganan tersebut
yang pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

3.3 Kelembagaan Penanganan Sungai


Dalam UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan peraturan turunannya seperti
PP No 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air dan Perpres No 12 tahun 2008
tentang Dewan Sumberdaya Air, DAS memang didefinisikan secara rinci dan kemudian DAS
menjadi bagian dari Wilyah Sungai (WS) yaitu kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air
dalam satu atau lebih DAS dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama
dengan 2.000 km2. Undang-undang sumber daya air tersebut dan peraturan turunannya lebih
banyak mengatur tentang konservasi, pembangunan, pendayagunaan/pemanfaatan, distribusi dan
pengendalian daya rusak air serta kelembagaan sumber daya air. Pusat perhatiannya lebih kepada
pengaturan air di sungai dan badan air ( instream& water bodies) termasuk tindakan konservasi
air di sekitar sumber-sumber air, tetapi kurang mengatur komponen DAS atau Wilayah Sungai
lainnya seperti perilaku dan aktivitas orang dan makhluk hidup lain yang saling berinteraksi di
dalam DAS atau Wilayah Sungai, atau dinamika penggunaan lahan. Demikian juga untuk aspek
kelembagaan, penekanan hanya pada organisasi pengelola sumberdaya air walaupun sifatnya
koordinatif dari nasional hingga kabupaten/kota dan antar sektor.

Melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2008 diamanatkan untuk di bentuk Dewan
Sumber Air Nasional yang bertugas untuk melaksanakan koordinasi pengelolaan sumber daya air
pada tingkat nasional (pasal 2), Dewan Sumber Daya Provinsi yang mempunyai tugas membantu
gubernur dalam koordinasi pengelolaan sumber daya air (Pasal 9 dan 10) dan Dewan Sumber
Daya Air Kabupaten yang mempunyai tugas membantu bupati/walikota dalam pengelolaan
sumber daya air (Pasal 13 dan 14). Selanjutnya melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor : 04/PRT/M/2008 dibentuk Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Sungai
atau TKPSDA yang merupakan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai

17
Di beberapa negara maju pembentukan badan yang mengelola suatu wilayah sungai secara
khusus diperlukan proses yang cukup panjang sehingga diperoleh suatu pola yang tepat. Negara
Jepang melalui Japan Water Agency (JWA) suatu badan khusus yang mengelola beberapa
system sungai sehingga dapat terkoodinir dengan baik. Badan ini membuat rencana dasar untuk
pengembangan sumber daya air dari tiap sistem sungai dimana rencana tersebut harus mendapat
persetujuan dari kabinet. Sungai Rhine merupakan sungai terpanjang di benua Eropa dimana
sungai ini melintasi beberapa negara antara lain Belanda, Jerman, Swiss, Luxemburg, Perancis
dan Belgia. Pengelolaan sungai ini juga melalui suatu komisi khusus yang anggotanya terdiri dari
beberapa negara yang merupakan perlintasan sungai Rhine, komisi tersebut dikenal dengan
International Commission for the Protection the Rhine (ICPR). Komisi ini pada awalnya (1950)
dibentuk untuk menangani tingat pencemaran yang tinggi di sungai tersebut. Pada saat ini sungai
Rhine merupakan tempat yang nyaman yang artinya ICPR berhasil mengatasi kekritisan sungai
Rhine walaupun ini juga memerlukan proses yang cukup panjang.

Sampai dengan saat ini pengelolaan sungai di Kalimantan Tengah belum optimal
mengingat terbatasnya berbagai sumber pendukung untuk kegiatan tersebut. Pemerintah Provinsi
Kalimantan Tengah melalui surat Gubernur kepada Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
nomor : 610/057/IV/BAPP tanggal 15 April 2003 mengusulkan agar ada penanganan khusus
sebagai proyek induk untuk sungai Barito. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun
2009 mengusulkan agar dibentuk Badan Khusus yang menangani sungai Barito. Dengan adanya
Badan khusus yang mengelola Wilayah Sungai Barito ini diharapkan konflik kepentingan yang
terjadi di dalamnya dapat dikoordinasikan dengan baik, sehingga Badan Khusus tersebut dapat
dijadikan proyek percontohan (pilot project) untuk kegiatan penanganan wilayah sungai lainnya.

BAB IV

PENUTUP

18
4.1 Kesimpulan
Konsep pembangunan sungai di Indonesia yang masih menggunakan metode river development
(hidraulik murni) yang belum mempertimbangkan ekologi dan dampak akibat river development
sebagai faktor penting agar bisa dirubah secara bertahap menjadi konsep integrated development
eko-hidraulic. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat pengalaman pengelolaan sungai di
beberapa negara maju dan yang harus diingat proses ini memerlukan waktu yang cukup panjang.

Berdasarkan uraian di atas kondisi DAS yang mengalami Prioritas I (kritis) di Indonesia setiap
tahun selalu bertambah, hal ini mengindikasikan pengelolaan DAS yang belum maksimal. Pada
saat ini sungai Barito merupakan sungai utama yang melintasi dua provinsi termasuk dalam
kondisi kritis. Berdasarkan hal tersebut untuk sungai Barito perlu penanganan secara intensif
dengan membentuk Badan Khusus Pengelola Wilayah Sungai Barito Dasar pengelolaan sumber
daya air dilakukan dengan menyusun Basic Plan/Pola/Rencana Kelola yang ditetapkan oleh
suatu “otoritas” yang mampu mengatur pihak-pihak yang terkait WS Barito agar dikelola oleh
suatu Badan/Wadah yang mampu mengimplementasi Basic Plan/ Pola/Rencana Kelola yang
telah ditetapkan. Goalnya : Fluktuasi debit sungai tidak besar, Air mengalir tanpa bersama
teman-teman (sampah dll), dapat dimanfaatkan (kuantitas, kualitas dan manfaat)

4.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus
dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih
banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.Untuk saran bisa berisi kritik atau saran
terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang
telah di jelaskan.

DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 1999. “DAS sebagai Satuan Monitoring dan Evaluasi Lingkungan: Air sebagai
Indikator Sentral”, Seminar Sehari PERSAKI DAS sebagai Satuan Perencanaan Terpadu dalam
Pengelolaan Sumber Daya Air,22 Februari 2020. Jakarta

19
Departemen Kehutanan. 1985. Prosiding Lokakarya Pengelaolaan Daerah Aliran Sungai
Terpadu. Jakarta

Wischmeier, W.H. and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses. US Dept.
Agriculture Handbook. No. 537.

Linsley, Ray K. et.all. 1980. Applied Hydrology. New Delhi: Tata McGraw Hill Publication. Co.

20

Anda mungkin juga menyukai