Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN AKHIR

IMPACT ASSESMENT RHL


TAHUN 2022

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN DAS DAN REHABILITASI HUTAN
BALAI PENGELOLAAN DAS SEI JANG DURIANGKANG
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDASHL SEI JANG DURIANGKANG

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tim penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
sehingga Laporan Hasil Impact Assesment Rehabilitasi Hutan dan Lahan dapat
diselesaikan tepat waktu. Kegiatan Impact Assesment Rehabilitasi Hutan dan
Lahan telah dilaksanakan oleh tim BPDAS Sei Jang Duriangkang Tahun Anggaran
2022 dengan mengacu pada Peraturan Direktur Jendral Pengendalian DAS dan
Hutan Lindung Nomor P.7/PDASHL/SET/KUM-1/8/2018 Tentang Petunjuk Teknis
Analisis Dampak (Impact Assesment) Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Ucapan terima kasih tim penyusun sampaikan kepada :
1. Kepala BPDAS Sei Jang Duriangkang atas motivasi dan arahannya selama
rangkaian kegiatan Impact Assesment Rehabilitasi Hutan dan Lahan;
2. Seluruh pihak yang memberikan masukan selama rangkaian kegiatan
Impact Assesment Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.

Tanjungpinang, Desember 2022

Tim Penyusun

i
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDASHL SEI JANG DURIANGKANG

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 2
1.3 Maksud dan Tujuan ..................................................................... 3
1.4 Ruang Lingkup dan Sasaran Kegiatan .......................................... 4
1.5 Definisi/Pengertian ...................................................................... 4
BAB II. METODOLOGI .............................................................................. 10
2.1 Dasar Pelaksanaan ..................................................................... 10
2.2 Lokasi dan Waktu ....................................................................... 10
2.3 Pendekatan Monitoring ................................................................ 10
2.4 Prosedur Monitoring..................................................................... 11
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 29
3.1 Karakteristik Biofisik Micro Catchment di Lokasi RHL ..................... 31
3.2 Keadaan Hidrologis Micro Catchment Sebelum Penanaman RHL .... 39
3.3 Dampak Penerapan RHL Terhadap Kondisi Hidrologi Micro
Catchment ................................................................................. 43
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 50
1. Kesimpulan ................................................................................. 50
2. Saran .......................................................................................... 51
BAB V. LAMPIRAN ...................................................................................... 52

ii
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

DAS (daerah aliran sungai) merupakan suatu hamparan lahan yang dibatasi
punggung gunung, bukit atau batas topografi pemisah aliran lainnya yang
menangkap curah hujan kemudian menyimpan dan mengalirkannya melalui
saluran-saluran pengaliran ke satu titik patusan (outlet) berupa muara sungai di
laut ataupun di danau. Pembangunan dengan unit kelola DAS, ditujukan sebagai
upaya perlindungan terhadap sumberdaya lahan dan air karena dampak hidrologis
sebagai akibat intervensi manusia terhadap sumber daya alam di suatu DAS dapat
diukur karena faktor masukan (curah hujan) dan faktor keluaran (limpasan dan
erosi) dapat dipantau secara berkelanjutan. Dengan demikian, pembangunan
dengan unit DAS diharapkan mampu memberikan arahan pembangunan yang
mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial dan ekologi serta bermanfaat terutama
dalam mengurangi resiko bencana banjir, kekeringan dan tanah longsor.
Sebanyak 108 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia dalam keadaaan
kritis/rusak dicirikan dengan meningkatnya potensi serta frekuensi berbagai
bencana hidrometeorologi seperti banjir dan kekeringan. Berdasarkan sudut
pandang sektor kehutanan, meningkatnya frekuensi bencana hidrometeorologi
disebabkan oleh meningkatnya lahan kritis khususnya deforestasi. Deforestasi
merupakan alih guna lahan hutan menjadi penggunaan lahan lainnya, baik di dalam
maupun di luar kawasan hutan. Deforestasi umumnya terjadi akibat menurunnya
produktivitas hutan yang disebabkan pemanfaatan hasil hutan kayu tanpa
mempertimbangkan kemampuan ekosistem hutan untuk memulihkan kondisinya.
Berdasarkan data Ditjen PKTL (Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan),
Kementerian LHK pada periode 2019-2020 laju deforestasi di Indonesia telah
mengalami penurunan hingga 75% di angka 115,46 ribu ha. Hal ini tidak terlepas
dari upaya Pemerintah dalam mengurangi deforestasi, salah satunya dengan
mendorong kegiatan reforestasi.
Reforestasi dikerangkakan melaui kegiatan RHL (Rehabilitasi Hutan dan
Lahan). RHL merupakan upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 1


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan
perannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Berkaitan
dengan Pengelolaan DAS, RHL merupakan salah satu bentuk pemulihan daya
dukung DAS yang mengalami kerusakan akibat intervensi manusia dalam bentuk
pemanfaatan SDA (sumberdaya alam) di dalamnya. Oleh sebab itu, kegiatan RHL
umumnya dilaksanakan di lahan dikategorikan dan ditetapkan sebagai lahan kritis.
Penetapan lahan kritis dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
dengan mekanisme pengkategorian / pengelompokan yang didasarkan pada
Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Nomor
P.3/PDASHL/SET/KUM1/7/2018 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Peta Lahan
Kritis.
BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) Sei Jang Duriangkang
merupakan UPT (unit pelaksana teknis) Kementerian LHK di bidang pengelolaan
DAS yang salah satu tugasnya yaitu melaksanakan RHL. Wilayah kerja BPDASHL Sei
Jang Duriangkang meliputi seluruh wilayah di Provinsi Kepulauan Riau. Pada Tahun
2022 BPDAS Sei Jang Duriangkang melaksanakan penanaman RHL (P0) seluas 330
ha yang terbagi di 2 lokasi yang tersebar di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau.
Mengingat alokasi sumberdaya kegiatan RHL cukup besar, maka perlu dilakukan
analisis dampak untuk mengukur efektivitas RHL terhadap upaya pemulihan DAS.

1.2 Rumusan Masalah


Analisis dampak (impact assessment) merupakan suatu proses identifikasi
dampak yang mungkin terjadi atau yang perlu diantisipasi di masa depan akibat
dari adanya suatu kebijakan pembangunan. Analisis dampak pembangunan
dimaksudkan untuk mengevaluasi pembangunan yang diselenggarakan dari
berbagai aspek dan kepentingan, baik dari segi dampak ekonomi, sosial dan
lingkungan serta dampak lainnya yang terkait. Dengan adanya analisis dampak
pembangunan, diharapkan adanya sebuah penilaian objektif yang dapat membantu
untuk menghindari terciptanya ketimpangan pada aspek tertentu serta mendorong
dampak positif dari pembangunan. Secara umum, kegiatan analisis dampak
pembangunan memiliki tujuan sebagai berikut:

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 2


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

1. Menyediakan informasi sebagai pertimbangan dalam pembuatan keputusan;


2. Meningkatkan transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pembuatan
keputusan;
3. Mengidentifikasi proses dan metode untuk mengantisipasi dampak merugikan
dari sebuah program pembangunan; serta
4. Sarana kontribusi dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.
Analisis dampak pembangunan dalam pelaksanaannya dapat dilakukan
sebelum pelaksanaan program (ex-ante), sesudah pelaksanaan program (ex-post),
maupun pada saat berjalannya pelaksanaan program. Penilaian ex-ante
memprediksi potensi dampak dari sebuah usulan program pembangunan, sebagai
dasar dalam perumusan mitigasi atau langkah penanganan dampak tersebut.
Sedangkan penilaian ex-post mengidentifikasi dampak aktual yang terjadi selama
dan setelah pelaksanaan program. Karena dilaksanakan setelah program berjalan,
penilaian ini digunakan sebagai bahan untuk merumuskan langkah perbaikan
program kedepannya.
Sumberdaya yang besar telah dialokasikan untuk pemulihan kerusakan hutan
dan lahan melalui kegiatan RHL. Dampak dari perlakuan tersebut bersifat variatif
menurut dimensi ruang (spasial), mengingat variasi kondisi spasial di Indonesia
sangat tinggi. Oleh sebab itu, kemanfaatan kegiatan RHL perlu dinilai menurut
kondisi fisik spesifik wilayah. Penilaian yang dilakukan pada awal pelaksanaan
kegiatan (preliminary assessment) diharapkan menjadi gambaran obyektif tingkat
efektivitas kegiatan RHL. Dalam skala DAS, aspek pengendalian aliran permukaan
dan proteksi tanah menjadi pertimbangan dalam formulasi analisis dampak serta
menjadi tolak ukur keberhasilan program RHL yang akan dilaksanakan. Berdasarkan
uraian tersebut, laju erosi, tingkat rasio penghantaran sedimen serta koefisien
aliran permukaan menjadi instrumen yang digunakan dalam penilaian ini.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari kegiatan pelaksanaan analisis dampak (impact assessment)


kegiatan RHL untuk memprediksi dampak kegiatan RHL yang sedang dilaksanakan
BPDAS Sei Jang Duriangkang terhadap daya dukung DAS.

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 3


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Tujuan kegiatan pelaksanaan analisis dampak (impact assessment) kegiatan


RHL untuk memberikan informasi dampak kegiatan RHL terhadap debit puncak, laju
erosi dan sedimentasi di suatu DAS, sehingga hasilnya dapat menjadi dasar
perencanaan dan penetapan kebijakan pengelolaan DAS selanjutnya.

1.4 Ruang Lingkup dan Sasaran Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan Analisis Dampak RHL terhadap daya dukung DAS yang
selanjutnya disebut kegiatan impact assesmet RHL dilakukan di 14 micro
catchcment yang di dalamnya terdapat kegiatan RHL tahun 2022 dan tahun 2019.
Adapun kegiatan RHL Tahun 2022 berlokasi di Hutan Lindung Sei Tembesi seluas
300 ha dan Hutan Lindung Hulu Sei Gong seluas 30 ha, sedangkan kegiatan RHL
tahun 2019 yang dianalisis hanya di RHL Taman Buru Sembulang seluas 125 ha
(sebagai lokasi show window RHL tahun 2019).

1.5 Definisi/Pengertian

1. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau
ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas
daratan;
2. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik
antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya,
agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya
kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan;
3. Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh
parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah,
geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi, dan manusia;
4. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia;

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 4


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

5. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan
tujuan yang disertai penyediaan alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat
yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah;
6. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau
beberapa satuan kerja sebagai bagian untuk pencapaian sasaran yang terukur
pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber
daya untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa;
7. Input adalah sumber daya yang diperlukan untuk melakukan kegiatan yang
diperlukan dalam rangka untuk menghasilkan keluaran (output);
8. Output atau Sasaran Kegiatan adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh
suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan
tujuan kebijakan/program;
9. Outcome atau Sasaran Program adalah segala sesuatu yang dihasilkan dari
suatu program yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-
kegiatan;
10. Impact (dampak) adalah perubahan jangka panjang pada masyarakat yang
ingin dituju sebagai akibat dari pelaksanaan pembangunan;
11. Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana
pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul
dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin;
12. Evaluasi adalah penilaian yang sistematis dan objektif atas desain, implementasi
dan hasil dari intervensi yang sedang berlangsung atau yang telah selesai;
13. Analisis dampak (impact assessment) merupakan suatu proses identifikasi
konsekuensi atau dampak yang mungkin terjadi atau yang perlu diantisipasi di
masa depan akibat dari adanya suatu usulan kebijakan pembangunan;
14. Banjir adalah debit aliran sungai yang secara relatif lebih besar dari biasanya
akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus
menerus, sehingga air limpasan tidak dapat ditampung oleh alur/palung sungai
yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya;

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 5


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

15. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan
air laut yang berada di darat;
16. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah;
17. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah;
18. Lahan kritis adalah lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang
telah menurun fungsinya sebagai unsur produksi dan media pengatur tata air
DAS;
19. Degradasi DAS adalah hilangnya nilai dengan waktu, termasuk menurunnya
potensi produksi lahan dan air yang diikuti tanda-tanda perubahan watak
hidrologi sistem sungai (kualitas, kuantitas, kontinuitas), yang akhirnya
membawa percepatan degradasi ekologi, penurunan peluang ekonomi, dan
peningkatan masalah sosial;
20. Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang selanjutnya disingkat RHL adalah upaya
untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan
sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga;
21. Konservasi tanah dan air adalah upaya perlindungan, pemulihan, peningkatan
dan pemeliharaan Fungsi Tanah pada Lahan sesuai dengan kemampuan dan
peruntukan Lahan untuk medukung pembangunan yang berkelanjutan dan
kehidupan yang lestari;
22. Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang tanah pada
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat- syarat yang diperlukan agar tidak
terjadi kerusakan tanah sehingga dapat mendukung kehidupan secara lestari;
23. Infrastruktur hijau (green infrastructure) adalah pembangunan sarana dan
prasarana yang direncanakan secara strategis dengan memperhitungkan
ketersediaan ruang terbuka hijau yang berkualitas serta elemen lingkungan
lainnya;

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 6


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

24. Penutupan lahan merupakan garis yang menggambarkan batas penampakan


area tutupan di atas permukaan bumi yang terdiri dari bentang alam dan/atau
bentang buatan atau penutupan lahan dapat pula berarti tutupan biofisik pada
permukaan bumi yang dapat diamati dan merupakan hasil pengaturan, aktivitas,
dan perlakuan manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk
melakukan kegiatan produksi, perubahan, ataupun perawatan pada areal
tersebut;
25. Aliran permukaan adalah aliran air yang mengalir di atas permukaan karena
penuhnya kapasitas infiltrasi tanah;
26. Aliran Bawah Permukaan (subsurface runoff) adalah bagian dari limpasan
permukaan yang disebabkan oleh bagian air hujan yang terinfiltrasi/meresap ke
dalam tanah dan bergerak secara lateral melalui horizon-horizon tanah bagian
atas menuju sungai;
27. Hasil Air (water yield) adalah total limpasan dari suatu daerah pengaliran air
(drainage basin) yang disalurkan melalui saluran air permukaan dan akuifer
(reservoir air tanah);
28. Hujan Lebih (rainfall excess) adalah kontribusi curah hujan terhadap laliran
permukaan langsung (direct runoff);
29. Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam permukaan tanah dengan gaya
gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran;
30. Laju infiltrasi aktual adalah laju air berpenetrasi ke permukaan tanah pada
setiap waktu dengan kombinasi gaya-gaya gravitasi, viskositas, dan kapilaritas;
31. Kapasitas infiltrasi adalah laju maksimum presipitasi yang dapat diserap oleh
tanah pada kondisi tertentu;
32. Erosi adalah pindahnya atau terangkutnya material tanah atau bagian-bagian
tanah dari satu tempat ke tempat lain oleh media alami, contohnya air;
33. Sedimentasi adalah proses perpindahan dan pengendapan erosi tanah,
khususnya hasil erosi permukaan dan erosi parit. Sedimentasi menggambarkan
material tersuspensi (suspended load) yang diangkut oleh gerakan air dan atau
diakumulasi sebagai material dasar (bed load). Dari proses sedimentasi, hanya
sebagian material aliran sedimen di sungai yang diangkut keluar dari DAS,

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 7


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

sedang yang lain mengendap di lokasi tertentu di sungai selama menempuh


perjalanannya;
34. Hasil Sedimen adalah besarnya sedimen yang keluar dari suatu DAS/SubDAS;
35. Banjir limpasan adalah sebaran wilayah yang merupakan penyumbang banjir ke
wilayah terdampak (affected area);
36. Debit Air (discharge, Q) adalah volume air (cairan) yang mengalir melalui suatu
penampang melintang sungai per satuan waktu, dalam satuan m3/detik;
37. Debit Puncak atau Debit Banjir (qp, Qmaks) adalah besarnya volume air (cairan)
maksimum (terbesar) yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu
sungai per satuan waktu, dalam satuan m3/detik;
38. Debit Minimum (Qmin) adalah besarnya volume air (cairan) minimum (terendah)
yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu sungai per satuan
waktu, dalam satuan m3/detik;
39. Koefisien Limpasan/aliran permukaan (C) adalah bilangan yang menunjukkan
perbandingan (nisbah) antara besarnya limpasan terhadap besar curah hujan
penyebabnya, nilainya lebih besar dari 0 (nol) dan lebih kecil atau sama dengan
1 (satu). Misalnya, nilai c = 20, artinya 20 persen dari curah hujan menjadi
limpasan;
40. Koefisien Regim Sungai (KRS) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan
antara nilai debit maksimum (Qmaks) dengan nilai debit minimum (Qmin) pada
suatu DAS/Sub DAS;
41. Sistem adalah sekumpulan urutan antar hubungan dari unsur-unsur yang
dialihragamkan (transform), dalam referensi waktu yang diberikan, dari unsur
masukan yang terukur menjadi unsur keluaran yang terukur;
42. Parameter adalah besaran yang menandai suatu sistem hidrologi yang memiliki
nilai tetap, tidak tergantung dari waktu;
43. Variabel adalah besaran yang menandai suatu sistem, yang dapat diukur dan
memiliki nilai berbeda pada waktu yang berbeda;
44. Model adalah penyederhanaan sistem yang digunakan untuk menggambarkan
sistem kehidupan nyata (real world) dengan suatu tujuan tertentu. Suatu model
merupakan pengungkapan bentuk konsep dari sistem yang sebenarnya;

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 8


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

45. Model Hidrologi adalah sebuah sajian sederhana dari sebuah sistem hidrologi
yang kompleks atau merupakan model yang menggambarkan secara abstrak
atau sederhana dari keadaan hidrologi yang mempunyai kesamaan dengan
keadaan hidrologi sebenarnya di lapang, dan model utama hidrologi meliputi
model fisik, analog dan digital (deterministik, stokastik, parametrik);
46. Model ”lumped” adalah suatu model hidrologi yang besaran dari variabel dan
parameter yang diwakilinya tidak mempunyai variabilitas ruang (spatial
variability), misalnya masukan berupa hujan rata-rata DAS;
47. Model ”distributed” adalah suatu model hidrologi yang besaran dari variabel dan
parameter yang diwakilinya mengandung variabilitas ruang dan waktu;
48. SIG (Sistem Informasi Geografi) adalah suatu sistem berbasis komputer yang
dapat digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan
memanipulasi informasi geografi.

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 9


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

BAB II. METODOLOGI

2.1 Dasar Pelaksanaan

1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah


diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai;
3. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.60/Menhut-II/2014 tentang Kriteria
Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai;
4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.61/Menhut- II/2014 tentang Monitoring
dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai;

5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 14 Tahun 2022


Tanggal 26 Juli 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan;
6. Peraturan Direktur Jendral Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Nomor
P.7/PDASHL/SET/KUM-1/8/2018 Tentang Petunjuk Teknis Analisis Dampak
(Impact Assesment) Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
7. Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan (DIPA) Tahun Anggaran 2022
Nomor : SP DIPA - 029.04.2.427603/2022 tanggal 17 November 2021.

2.2 Lokasi dan Waktu

Impact assesment RHL Tahun 2022 dilaksanakan selama periode Januari s.d
Desember 2022. Adapun lokasi kajian berada di lokasi penanaman RHL Hutan
Lindung Sei Tembesi (seluas 300 ha) dan RHL Hutan Lindung Sei Gong (seluas 30
ha) yang merupakan kegiatan penanaman RHL P0 tahun 2022 serta RHL Taman
Buru Sembulang (seluas 125 ha) yang merupakan kegiatan penanaman RHL P0
tahun 2019.

2.3 Pendekatan Analisis


Pendekatan dalam melaksanakan kegiatan impact assessment RHL tahun
2022 mengacu pada Perdirjen PDASHL Nomor P.7/PDASHL/SET/DAS.1/8/2018
Tentang Petunjuk Teknis Teknis Analisis Dampak (Impact Assesment) Kegiatan

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 10


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Secara umum dalam regulasi tersebut, metode
impact assesment RHL dilakukan melalui pendekatan prediksi dampak kegiatan RHL
terhadap nilai debit puncak, erosi, dan sedimentasi di suatu micro cathment yang di
dalamnya terdapat kegiatan RHL. Adapun prediksi di kegiatan impact assesment
RHL dilakukan menggunakan beberapa model prediksi debit puncak, erosi dan
sedimentasi.

2.4 Prosedur Analisis


Alat yang digunakan dalam kegiatan impact assesment RHL diantaranya:
1. Laptop yang dilengkapi software ArcGIS dan ArcSWAT
2. GPS / Handphone yang dilengkapi Software Avenza Maps
3. Meteran gulung dan pelampung
4. Blangko
5. Papan jalan (Clipboard)

Bahan yang digunakan dalam kegiatan impact assesment RHL diantaranya:

No Jenis Data Sumber

1. DEM (digital elevation models) DEMNAS

2. Rupa Bumi Indonesia Badan Informasi Geospasial

3. Batas DAS Ditjen PDASRH, Kementerian


LHK

4. Tutupan Lahan Ditjen PKTL, Kementerian LHK

5. Citra Resolusi Tinggi Drone Mapping BPDAS Sei


Jang Duriangkang,
Kementerian LHK

6. Data Iklim time series 2012-2022 Stasiun Meteorologi Hang


Nadim, BMKG

7. Realisasi Kegiatan RHL BPDAS Sei Jang Duriangkang,


Kementerian LHK

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 11


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

8. Data Tanah BBSDLP, Kementerian


Pertanian

9. Data Prediksi Erosi BPDAS Sei Jang Duriangkang,


Kementerian LHK

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan an impact assesment RHL


diantaranya sebagai berikut:

1. Membuat Rencana dan Jadwal Kerja

Tahapan ini dilakukan untuk membuat acuan dalam melaksanakan kegiatan


impact assesment RHL. Tahap ini perlu dilakukan di seluruh kegiatan supaya
tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

2. Menyiapkan Alat dan Bahan

Tahapan ini dilakukan untuk memastikan berbagai peralatan yang dibutuhkan


tersedia dan berfungsi dengan baik. Dalam impact assesment laptop dengan
spesifikasi baik sangat dibutuhkan dalam analisis data. Sedangkan bahan berupa
data sekunder juga perlu dipersiapkan untuk menunjang kegiatan pengambilan
data lapangan. Data-data yang dikumpulkan dalam tahapan ini meliputi data
spasial maupun data tabulasi yang bersumber dari instansi terkait. Beberapa
contoh data spasial diantaranya DEM, Peta RBI dan peta RHL. Sedangkan contoh
data tabulasi berupa data curah hujan, kelembaban, lama penyinaran, kecepetan
dan arah angin.

3. Melakukan Studi Pustaka

Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait kaidah keilmuan


dalam penerapan berbagai metode prediksi. Hal ini dilakukan karena dalam
impact assessment RHL cukup banyak metode-metode prediksi yang digunakan.
Oleh sebab itu, studi literatur perlu dilakukan untuk mendapatkan berbagai
macam informasi pendukung, terutama dalam menjustifikasi nilai parameter
penutupan lahan dan tanah dalam menjalankan model prediksi.

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 12


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

4. Analisis dan Ground Check Micro Catchment

Kegiatan impact assesmet RHL dilakukan di micro catchment yang terdapat


lokasi RHL di dalamnya. Oleh sebab itu, tahapan ini dilakukan untuk
mendapatkan karakteristik biofisik micro catchment yang menjadi sasaran
kegiatan. Batas micro catchment dideliniasi secara otomatis menggunakan
software ArGIS dan ArcSWAT dengan data dasar DEM hasil download di portal
BIG/DEMNAS. Hal ini bertujuan untuk menginventarisir secara spasial micro
catchment yang didalamnya terdapat kegiatan penanaman RHL. Sedangkan
ground check dilakukan untuk memverifikasi eksistensi micro catchment yang
telah ditetapkan. Adapun informasi yang didapatkan dalam tahapan ini:

a) Luas DAS/ catchment area (A)


Luas DAS merupakan karakteristik DAS yang paling penting dalam pemodelan
berbasis DAS. Luas DAS mencerminkan volume air yang dihasilkan dari curah
hujan yang jatuh di daerah tersebut karena curah hujan yang seragam di
seluruh DAS merupakan asumsi dalam pemodelan hidrologi. Akibatnya,
semakin luas suatu DAS, hasil air (water yield) yang diperoleh semakin besar,
karena hujan yang ditangkap juga semakin banyak. Dalam kegiatan impact
assessment luas DAS dihitung menggunakan Sistem Informasi Geografis.

Gambar 1. Ilustrasi perhitungan luas DAS

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 13


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

b) Panjang DAS/ Watershed Length (L)


Panjang DAS didefinisikan sebagai jarak yang diukur sepanjang sungai utama
dari outlet hingga batas DAS. Sungai biasanya tidak akan mencapai batas
DAS, sehingga perlu ditarik garis perpanjangan mulai dari ujung sungai
hingga batas DAS dengan memperhatikan arah aliran. Panjang DAS biasanya
digunakan dalam perhitungan waktu tempuh yang dibutuhkan oleh air untuk
mengalir di dalam DAS. Panjang sungai terpanjang dalam DAS diukur dari
outlet ke titik terjauh di DAS, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, dari
titik O sampai H, sedangkan OS adalah panjang sungai utama (induk).

Gambar 2. Penentuan panjang DAS dan sungai utama dalam DAS

c) Perbedaan Tinggi DAS


Elevasi dan variasi ketinggian pada suatu DAS merupakan faktor penting yang
berpengaruh terhadap temperatur dan pola hujan, khususnya pada daerah
dengan topografi bergunung. Ketinggian suatu tempat dapat diketahui dari
peta topografi, diukur dilapangan atau melalui foto udara, jika terdapat salah
satu titik kontrol sebagai titik ikat. Hubungan antara elevasi dengan luas DAS
dapat dinyatakan dalam bentuk hipsometrik (Hypsometric Curve).
Perhitungan ketinggian rata – rata DAS ditunjukkan pada gambar berikut:

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 14


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Gambar 3. Perhitungan tinggi rata – rata DAS

Gambar 4. Kurva Hipsometrik suatu DAS (Avery, 1975)

d) Kemiringan DAS/Watershed Slope (S)


Kemiringan DAS mencerminkan tingkat perubahan elevasi dalam jarak
tertentu sepanjang arah aliran utama. Kemiringan lereng diukur berdasarkan
perbedaan elevasi (Ah) antara kedua ujung sungai utama dibagi dengan
panjang DAS atau dapat dituliskan dalam persamaan:
S = Ah/L
Beda elevasi (Ah) tidak selalu mencerminkan beda elevasi maksimum dalam
DAS. Salah satu cara menghitung kemiringan DAS rata - rata adalah dengan

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 15


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

faktor lereng (slope factor) yang dikembangkan oleh Benson (1962) yaitu
dengan menghitung lereng saluran antara 10% dan 85% jarak dari outlet
seperti ditujukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Penaksiran 85 – 10 slope factor dan profile curvature- indeks.


Keterangan:
 Jarak O – Z = Lb adalah panjang sungai utama
 Jarak OB = (0,1) Lb dan OA – (0,85) Lb
 Gradien Sungai (Su) = (H85-H10)/(0,75)Lb

5. Ground Check dan Pemutakhiran Tutupan Lahan

Ground check dan pemutakhiran penggunaan lahan dilakukan untuk


mendapatkan informasi terkait penggunaan lahan eksisting di micro catchment
yang telah ditetapkan. Dalam ground check juga dilakukan justifikasi terhadap
nilai parameter penggunaan lahan dalam pemodelan hidrologi. Ground check
dilakukan dengan sampling secara sengaja (purposive sampling) yang
didasarkan pada data klasifikasi penutupan lahan Ditjen PKTL, Kementerian
LHK. Klasifikasi penutupan lahan didasarkan pada 23 kelas penutupan lahan
skala nasional sesuai standar pemenuhan kepentingan di lingkup Kementerian
LHK. Pengamatan dilakukan terhadap kondisi vegetasi, stratifikasi tajuk,
tumbuhan bawah dan serasah. Pemutakhiran data penuutupan lahan dilakukan
di lokasi seluruh micro catchment yang terdapat kegiatan penanaman RHL
Taman Buru Sembulang pada tahun 2019 lalu. Dengan adanya intervensi
berupa kegiatan RHLpada tahun 2019, dinamika penutupan lahan tentu terjadi

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 16


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

di lokasi tersebut. Pemutahiran data penutupan lahan dilakukan dengan drone


mapping dan groud check penutupan lahan di lokasi RHL Taman Buru
Sembulang.

6. Analisis Hidrologi

Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait keadaan hidrologi


seperti debit puncak, laju erosi dan sedimentasi di catchment area yang telah
ditetapkan dengan berbagai metode prediksi. Adapun yang menjadi masukan
dalam analisis ini merupakan data yang telah dihimpun sebelumnya seperti data
curah hujan serta karakteristik micro catchment yang telah ditetapkan. Adapun
uraian berbagai metode analisis yang dilaksanakan di tahapan ini sebagai
berikut:

a) Prediksi Debit Puncak (Qp)


Perhitungan debit puncak (banjir puncak, debit maksimum) dilakukan di
outlet sungai dari micro catchment yang telah ditetapkan. Prediksi debit
puncak diestimasi berdasarkan pada nilai koefisien aliran (C), intensitas
hujan (I) yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (tc) dan luas
DAS (A). Intensitas hujan dihitung sama dengan lamanya waktu
konsentrasi (tc) yang dihitung berdasarkan panjang DAS dan parameter
morfometri DAS lainnya. Perhitungan debit puncak (Qp) dapat dihitung
dengan menggunakan Rumus Rasional sebagai berikut :
Qp = f. C. I. A.
Keterangan:
Qp = Debit puncak (m3/detik),
C = Koefisien aliran (dilihat dari tabel),
f = Faktor konversi 0,278 (luas DAS km2) dan 0,00278 (luas ha)
I = Intensitas hujan (mm/jam),
A = Luas DAS (km2 atau ha).
Metode Rasional di atas dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan
yang terjadi dengan intensitas seragam dan merata di seluruh catchment
area dan lamanya sama dengan waktu konsentrasi (tc). Metode Rasional

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 17


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

tergolong sebagai lumped model hidrologi dan baik digunakan untuk


menghitung debit puncak dengan ketentuan untuk luas catchment area
<300 ha. Jika ukuran DAS> 300 ha, maka perlu dibagi menjadi beberapa
bagian sub catchment area kemudian Rumus Rasional diaplikasikan pada
masing-masing sub catchment area. Metode Rasional banyak digunakan
untuk memperkirakan debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan deras pada
catchment area kecil, dengan luas DAS <2,5 Km2. Penggunaan Metode
Rasional pada catchment area dengan beberapa tipe tutupan lahan dapat
dilakukan dengan pendekatan nilai C gabungan atau C rata-rata tertimbang
dan intensitas hujan dihitung berdasarkan waktu konsentrasi yang
terpanjang.
 Koefisien Aliran (C)
Koefisien aliran (C) didefinisikan sebagai bilangan nisbah laju debit
puncak dengan intensitas hujan dan merupakan bilangan tanpa satuan.
Faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan
debit banjir. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi
tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, penutupan
lahan dan intensitas hujan. Permukaan kedap air, seperti perkerasan
aspal dan bangunan menghasilkan aliran hampir 100% setelah
permukaan menjadi basah, seberapa pun kemiringannya. Koefisien
limpasan juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah. Laju infiltrasi
menurun pada hujan yang terus menerus dan juga dipengaruhi oleh
kondisi kejenuhan air sebelumnya. Faktor lain yang mempengaruhi nilai C
adalah air tanah, derajad kepadatan tanah, porositas tanah dan
simpanan depresi. Nilai C ntuk berbagai tipe penutupan lahan tersaji
dalam Tabel 2. Harga C berubah dari waktu ke waktu dengan perubahan
faktor- faktor yang berhubungan dengan aliran permukaan. Jika DAS
terdiri dari berbagai macam tata guna lahan dengan koefisien aliran yang
berbeda, maka C yang digunakan ditetapkan dengan mengambil rata-rata
tertimbang dengan rumus :

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 18


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Tabel 1. Nilai koefisien aliran (C) untuk Metode Rasional

 Intensitas Hujan
Intensitas curah hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan
waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung
intensitasnya cenderung makin tinggi, dan makin besar periode ulangnya
makin tinggi pula intensitasnya. Analisis intensitas curah hujan dapat
diproses dari data curah hujan yang terjadi. Intensitas hujan (mm/jam),
yaitu tinggi curah hujan yang terjadi sekian mm dalam kurun waktu 1 jam.
Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 19


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

hujan harian maksimum, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan


Rumus Mononobe.

Intensitas curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) dapat diproses


dari data curah hujan yang terjadi. Namun, dalam sebuah perencanaaan
dengan metode rasional, dapat juga digunakan curah hujan rencana.
Curah hujan rencana untuk periode ulang tertentu secara statistik dapat
diperkirakan berdasarkan seri data curah hujan harian maksimum tahunan
(maximum annual series) jangka panjang dengan analisis distribusi
frekuensi dan dengan cara grafis. Curah hujan rencana (design rainfall)
dapat dihitung untuk periode ulang 2, 5, 10, 20 atau 25 tahun. Untuk
mencari distribusi yang cocok dengan data yang tersedia dari pos-pos
penakar hujan yang ada di sekitar lokasi kajian perlu dilakukan analisis
frekuensi. Analisis frekuensi dapat dilakukan dengan seri data hujan.
Untuk mengetahui kesesuaian distribusi probabilitas dengan rangkaian
data hidrologi, data digambarkan pada kertas probabilitas. Ada tiga
macam kertas probabilitas, yaitu kertas probabilitas normal, log normal
(bisa digunakan untuk distribusi log person) dan gumbel. Posisi
pengeplotan data merupakan nilai probabilitas yang dimiliki oleh masing-
masing data yang diplot. Data hidrologi (hujan) yang telah ditabelkan
diurutkan dari besar ke kecil (berdasarkan peringkat m), dimulai dengan
m=1 untuk data dengan nilai tertinggi, dan m=n (n adalah jumlah data)
untuk data dengan nilai terkecil. Periode ulang Tr dapat dihitung dengan
persamaan Weibull.

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 20


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Gambar6. Contoh tabulasi Data Hujan


 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan
yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke outlet DAS,
diasumsikan bahwa durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi. Salah
satu metode untuk menghitung waktu konsentrasi adalah Metode Kirpich
(1940), dengan formula sebagai berikut:

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 21


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

b) Kapasitas Pengaliran
Perhitungan kapasitas pengaliran dilakukan dengan menghitung debit
maksimum (Qmaks) yang dapat ditampung suatu sungai / saluran drainase
di suatu DAS. Adapun persamaan yang digunakan menggunakan Rumus
Manning sebagai berikut :

Gambar 7. Penampang alur sungai dalam perhitungan Metode Manning

Qmaks = 1/n . R2/3. S1/2. A.

Keterangan:
Qmaks = Debit maksimum (banjir puncak)(m3/detik),
A = Luas penampang sungai (m2),
n = Koefisien kekasaran dasar sungai rata-rata,
S = Kemiringan hidrolis sungai pada saat banjir maksimum (%),
R = Jari-jari hidrolis penampang sungai (m), dengan keterangan
R = A/p dan p = perimeter basah penampang sungai.

Gambar 8. Gambaran penampang melintang sungai

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 22


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Pengukuran debit maksimum (Qmaks) dengan Metode Manning untuk


digunakan untuk dibandingkan dengan hasil pengukuran debit puncak
dengan menggunakan Rumus Rasional. Pengukuran debit maksimum
(Qmaks) dengan menggunakan Metode Manning dilakukan pada suatu
penampang sungai di outlet DAS. Nilai koefisien kekasaran Manning yang
sering dipakai dalam perencanaan praktis adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Nilai koefisien kekasaran Manning (n)
Harga n
No Tipe saluran dan jenis bahan
Maksimum Normal Minimum
1 Beton
0,010 0,011 0,013
- Gorong-gorong lurus dan bebas dari kotoran
- Gorong-gorong dengan lengkungan dan sedikit 0,013 0,014
0,011
kotoran/gangguan
- Beton dipoles 0,011 0,012 0,014
- Saluran pembuang dengan bak kontrol 0,013 0,015 0,017
2 Tanah lurus dan seragam
- Bersih baru 0,016 0,018 0,020
- Bersih telah melapuk 0,018 0,022 0,025
- Berkerikil 0,022 0,025 0,030
0,027 0,033
0,022
- Berumput pendek, sedikit tanaman pengganggu
3 Saluran Alam
- Bersih lurus 0,025 0,030 0,033
- Bersih, berkelok-kelok 0,033 0,040 0,045
- Banyak tanaman pengganggu 0,050 0,070 0,080
0,025 0,030 0,035
- Dataran banjir berumput pendek- tinggi
- Saluran di belukar 0,035 0,050 0,070

c) Hujan Wilayah
Informasi curah hujan pada masing-masing wilayah kerja dikumpulkan
semaksimal mungkin dari seluruh instansi yang mengoperasikan stasiun
cuaca atau pengamat dan pencatat curah hujan. Peta yang menunjukan
lokasi stasiun-stasiun pencatat hujan perlu disiapkan, untuk pengolahan data
spasial.. Informasi curah hujan meliputi jumlah curah hujan bulanan rata-
rata, banyaknya hari hujan rata-rata dalam satu bulan, dan curah hujan
harian maksimum untuk bulan tertentu. Untuk perhitungan diperlukan data
jangka panjang, minimal selama 10 tahun. Apabila data curah hujan antar
stasiun cuaca tersebut memberi indikasi tipe hujan orografis, maka dibuat

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 23


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

peta curah hujan dengan menggunakan sistem isohyet, sementara kalau


curah hujan tidak bertipe orografis atau penyebarannya acak, dibuat peta
jaring jaring Thiesen atau bias menggunakan rata-rata Aritmatik.
 Metode rata-rata aritmatik (aljabar)
Metode ini paling sederhana, pengukuran yang dilakukan di beberapa
stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi
jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam perhitungan adalah
yang berada dalam DAS, tetapi stasiun di luar DASyang masih berdekatan
juga bias diperhitungkan. Metode rata-rata aljabar memberikan hasil
yang baik apabila 1) Stasiun hujan tersebar secara merata di DAS dan 2)
Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS.

 Metode Thiessen
Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang
mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap
bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang
terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili
luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan
di daerah yang ditinjau tidak merata, pada metode ini stasiun hujan
minimal yang digunakan untuk perhitungan adalah tiga stasiun hujan.
Hitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan
daerah pengaruh dari tiap stasiun. Metode poligon Thiessen banyak
digunakan untuk menghitung hujan rata-rata kawasan. Poligon Thiessen
adalah tetap untuk suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila
terdapat perubahan jaringan stasiun hujan seperti pemindahan atau
penambahan stasiun, maka harus dibuat lagi poligon yang baru.

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 24


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Gambar 9. Penentuan Hujan wilayah dengan Polygon Thiessen


 Metode Isohyet
Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman
hujan yang sama. Pada metode Isohyet, dianggap bahwa hujan pada
suatu daerah di antara dua garis Isohyet adalah merata dan sama
dengan nilai rata-rata dari kedua garis Isohyet tersebut. Metode Isohyet
merupakan cara paling teliti untuk menghitung kedalaman hujan rata-
rata di suatu daerah, pada metode ini stasiun hujan harus banyak dan
tersebar merata.

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 25


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Gambar 10. Penentuan Hujan wilayah dengan Isohyet

d) Perhitungan Nilai Erosi dengan rumus USLE


Nilai erosi dihitung dengan menghitung perkiraan rata-rata tanah yang hilang
tahunan akibat erosi lembar dan alur yang dihitung dengan rumus Universal
Soil Loss Equation (USLE).

Gambar 11. Penentuan bahaya erosi dengan USLE

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 26


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Rumus USLE dinyatakan sebagai berikut:

 Perhitungan Sedimentasi
Muatan sedimen dapat diperoleh melalui pendekatan hasil prediksi erosi,
dengan menggunakan rumus :

Nilai total erosi ditentukan dengan menggunakan rumus USLE, sedangkan


nisbah hantar sedimen (Sediment Delivery Ratio / SDR) dapat ditentukan
dengan menggunakan tabel sebagaimana berikut:
Tabel 3.5. Hubungan Luas DAS dengan Sediment Delivery Ratio

7. Analisis Kegiatan RHL

Tahapan ini dilakukan untuk melakukan analisis dampak (impact assessment)


Kegiatan RHL dalam pengendalian debit puncak, erosi, dan sedimentasi di micro

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 27


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

catchment yang telah ditetapkan. Dalam analisis ini disimulasikan terjadi


perubahan tutupan lahan di lokasi penanaman RHL dengan asumsi pasca lebih
dari 10 tahun tanaman RHL sudah membentuk vegetasi permanen (hutan).
Penyajian hasil perhitungan dituangkan dalam grafik yang menunjukkan:
a. Trend Perubahan Debit Puncak
b. Trend Perubahan Erosi
c. Trend Perubahan Sedimentasi

8. Penyusunan Laporan

Tahapan ini dilakukan untuk menyampaikan informasi hasil impact assessment RHL
terhadap pemulihan DAS dalam bentuk laporan tertulis. Dengan ada tahapan
pelaporan ini diharapkan informasi mengenai manfaat RHL BPDAS Sei Jang
Duriangkang dapat diketahui dan dipahami khalayak umum.

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 28


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi kebijakan strategis merupakan penilaian secara menyeluruh,


sistematis dan obyektif terkait aspek relevansi, efisiensi, efektivitas, dampak, dan
keberlanjutan dari pelaksanaan program. Evaluasi program dilakukan untuk
memberikan informasi yang dapat dipercaya/kredibel, bermanfaat dan mampu
untuk memberikan pembelajaran ke dalam proses pengambilan keputusan terkait
perencanaan dan penganggaran. Uraian terhadap aspek evaluasi program sebagai
berikut :
 Relevansi, dimaksudkan untuk melihat sejauh mana tingkat kesesuaian antara
tujuan program dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Kegiatan RHL yang
telah dilaksanakan tersebut sudah sesuaikah antara tujuan program dengan
aspirasi dan kebutuhan masyarakat;
 Efisiensi, dimaksudkan untuk melihat hubungan antara kegiatan, output dan
hasil yang diinginkan. Dinilai dengan menggunakan pertanyaan apakah untuk
mencapai hasil yang diinginkan telah menggunakan input berupa sumber daya
dan dana (keuangan, SDM, waktu, dan lain-lain) serendah mungkin dan proses
yang paling efisien;
 Efektivitas, dimaksudkan untuk menggambarkan ketepatan hasil yang telah
dicapai sesuai dengan target dan manfaat yang diharapkan dan seberapa jauh
hasil pencapaian tersebut telah ditindaklanjuti;
 Dampak, dimaksudkan untuk merupakan kondisi perubahan pada masyarakat
sebagai hasil dari pencapaian pelaksanaan program dan akibat-akibat lain yang
terjadi baik positif maupun negatif sebagai konsekuensi dari keberadaan
program;
 Keberlanjutan, dimaksudkan untuk melihat sejauh mana manfaat yang
dihasilkan oleh program berlanjut setelah program berakhir dan apa yang terjadi
atau mungkin terjadi sebagai efek positif dari program.
Kegiatan impact assessment RHL merupakan bentuk evaluasi terhadap
program nasional berupa penanaman RHL khususnya dalam memprediksi
dampak/manfaat kegiatan penanaman RHL terhadap keadaan hidrologi DAS. DAS

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 29


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

merupakan sistem tempat terjadinya siklus hidrologi. Siklus hidrologi diawali dari
hujan yang jatuh ke bumi baik dalam bentuk hujan, embun maupun salju. Air hujan
langsung jatuh ke permukaan tanah apabila di daratan atau laut tersebut tidak ada
tumbuhan atau benda lainnya. Sedangkan pada tempat yang terdapat tumbuhan
atau benda lainnya, air hujan yang jatuh akan ditahan dan melekat di tajuk
tumbuhan atau benda tersebut. Bagian air yang ditahan dan melekat di permukaan
tumbuhan disebut air intersepsi (interception) dan peristiwa penahanan air di
permukaan tumbuhan disebut peristiwa intersepsi. Bagian air hujan yang ditahan
oleh tajuk tumbuhan maupun benda lainnya, sebagian akan tertahan dan menguap
ke udara, sebagian lagi akan terjatuh ke permukaan tanah. Bagian hujan yang
jatuh dari tajuk disebut lolosan tajuk (through fall), sedangkan bagian yang
mengalir di permukaan tumbuhan (ranting, batang) kemudian sampai ke
permukaan tanah, disebut aliran batang (stem flow). Pada kebanyakan studi
analisis neraca air, intersepsi dianggap penting untuk menentukan curah hujan
bersih (net precipitation) yang didefinisikan sebagai air tersedia untuk menjadi air
infiltrasi, aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan air tanah.
Bagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah sebagian akan masuk ke
dalam tanah dan sebagian lagi akan mengalir di permukaan tanah. Air hujan yang
masuk ke dalam tanah melaui permukaan tanah akibat gaya kapiler tanah dan gaya
gravitasi disebut infiltrasi. Sedangkan air hujan yang mengalir di permukaan tanah
disebut aliran permukaan (runoff). Air infiltrasi sebagian akan menguap (mengelami
evaporasi) dan sebagaian akan dimanfaatkan untuk proses transpirasi tumbuhan
sehingga kembali ke atmosfer (peristiwa evapotranspirasi). Air infiltrasi yang tidak
terevapotranspirasi sebagian akan terus mengalir ke tanah yang lebih dalam akibat
gaya gravitasi yang disebut perkolasi dan sebagian lagi akan mengalir horizontal
akibat gaya kapiler tanah yang disebut aliran lateral. Air perkolasi akan mengisi air
bawah tanah (ground water) yang kemudian akan masuk ke saluran air (sungai),
waduk maupun danau dalam bentuk aliran bawah tanah (ground water flow).
Sedangkan air yang aliran lateral akan keluar dari permukaan tanah dan mengisi
saluran air (sungai), waduk maupun danau dalam bentuk aliran bawah permukaan
(sub surface flow). Aliran permukaan terakumulasi di saluran air (sungai)

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 30


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

selanjutnya mengalir menuju danau atau waduk dan terus mengalir menuju laut
dalam bentuk over land flow. Ground water flow, sub surface flow dan over land
flow serta chanel precipitation (air hujan yang turun di badan air, yang umumnya
diabaikan) inilah yang merupakan unsur-unsur yang membentuk debit sungai.
Debit merupakan laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati
suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Data debit merupakan
informasi yang paling penting dalam pengelolaan DAS dan sumberdaya air. Debit
puncak diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir, sedangkan debit
minimum digunakan sebagai dasar alokasi pemanfaatan air pada musim kemarau.
Sepanjang tahun debit mengalami fluktuasi akibat adanya masukan air dari air
hujan. Debit puncak dan debit minimum dibentuk oleh Ground water flow, sub
surface flow dan over land flow, yang ketiganya dipengaruhi oleh karakteristik DAS.
DAS yang baik memiliki fluktuasi debit pada musim penghujan dan musim kemarau
yang kecil karena aliran permukaan (over land flow) rendah. Dalam perjalanan air
dari hujan turun hingga bermuara ke lautan, sebagian air mengalami
evapotransipirasi (penguapan). Uap air bergerak keatas dan terkondensasi sehingga
terbentuklah awan dan terjadilah presipitasi (hujan, salju dan embun). Hal ini terus
berulang sehingga membentuk suatu sistem tertutup.
Kegiatan impact assessment memprediksi dampak kegiatan RHL terhadap
keadaan hidrologi micro catchment / DAS. Adapun keadaan hidrologi yang
diprediksi yaitu debit puncak, laju erosi dan sedimentasi. Untuk dapat memprediksi
dampak RHL terhadap parameter keadaan hidrologi tersebut perlu dipahami terkait
karskteristik biofisik micro catchment / DAS, keadaan hidrologi micro catchment
sebelum dilaksanakan kegiatan RHL dan prediksi keadaan hidrologi micro
catchment / DAS setelah kegiatan RHL.

3.1 Karakteristik Biofisik Micro Catchment di Lokasi RHL

Provinsi Kepulauan Riau sebagaiman wilayah kepulauan lainnya, mempunyai


kakteristik micro catchment / DAS yang berbeda dengan wilayah daratan/terestrial.
Kondisi relief DAS di Provinsi Kepulauan Riau yang berbukit serta hampir semua
sungai besar di wilayah Kepulauan Riau dipengaruhi pasang-surut air laut, menjadi

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 31


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

kendala dalam analisis keadaan hidrologi di wilayah ini. Selain itu, lokasi RHL yang
berada di catchment area waduk serta ekosistem buatan lainnya juga menjadi
kendala dalam impact assessment. Oleh sebab itu, dalam kegiatan impact
assessment ini dilakukan beberapa justifikasi dalam pengukuran beberapa
parameter di lapangan, khususnya dalam pengambilan outlet micro catchment.
Karakteristik micro catchment / DAS dapat dikelompokkan menjadi dua
komponen utama yaitu 1) komponen yang relatif sulit dikendalikan dan 2)
komponen yang dapat dikendalikan. Kelompok pertama (relatif sulit dikendalikan)
terdiri dari komponen iklim, jenis dan struktur batuan (geologi), jenis dan sifat
tanah, topografi, kerapatan jaringan drainase/sungai dan luas DAS. Kondisi iklim
mencangkup suhu, kelembaban udara, angin, awan, radiasi dan hujan. Karakteristik
DAS lainnya yang meliputi sifat dan jenis tanah, struktur batuan dan topografi
mencerminkan kemampuan lahan alamiah dalam mendukung kehidupan.
Sedangkan komponen DAS yang dapat dikendalikan dan kerap mengalami dinamika
adalah penutupan lahan. Dalam konteks sumber daya DAS sebagai kesatuan
ekosistem, maka pemanfaatan lahan di DAS harus memperhatikan kemampuan dan
kepentingan / fungsi publik. Dengan demikian, hakekat pengelolaan DAS adalah
penatagunaan lahan untuk menciptakan keseimbangan distribusi air hujan di
daratan dalam kerangka ekosistem DAS.
Kegiatan penanaman RHL atau reforestasi merupakan suatu interfensi di
dalam DAS untuk menjadikan lahan tidak berhutan menjadi berhutan. Oleh sebab
itu, kegiatan impact assessment RHL terfokus pada simulasi dinamika perubahan
tutupan lahan dengan skenario reforestasi / RHL. Berkenaan dengan hal tersebut,
perlu dipahami beberapa tipe / kelas penutupan lahan di lokasi penanaman RHL
Hutan Lindung Sei Tambesi, RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong dan Taman Buru
Sembulang. Adapun karakteristik masing-masing tutupan lahan tersaji sebagaimana
Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik masing-masing kelas penutupan lahan

No Penutupan Lahan Karakteristik


1. Danau / Waduk Areal perairan dangkal hingga dalam dan permanen

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 32


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

No Penutupan Lahan Karakteristik


2. Hutan Lahan Kering Adanya vegetasi pohon berbagai ukuran (termasuk
Sekunder tiang dan pancang) yang membentuk stratifikasi
tajuk. Kondisi permukaan tanah tertutup serasah
dan tumbuhan bawah.

3. Belukar Rawa Adanya vegetasi pohon, ilalang dan beberapa jenis


pandan. Kondisi permukaan tahan tertutup serasah,
tumbuhan bawah, rerumputan dan adanya
genangan air terutama ketika musim penghujan.

4. Semak Belukar Adanya vegetasi pohon peredu, ilalang dan


rerumputan. Kondisi permukaan tanah tertutup
serasah secara sporadis dan tumbuhan bawah.

5. Pertanian Lahan Kering Adanya kegiatan budidaya pertanian oleh


masyarakat. Tanaman yang dibudidayakan cukup
bervariasi mulai dari jagung dan kacang-kacangan
hingga beberapa pohon buah sepeti manga, jeruk
peras dan jambu. Kombinasi tanaman tersusun
secara sporadis dan sebagian ada yang tertata.

6. Tanah Terbuka Vegetasi sangat minim, hanya ada beberapa rumput


dan pohon peredu yang tersebar sporadis serta
tanaman Kegiatan RHL yang tersusun. Kondisi
permukaan relatif terbuka dan beberapa terhihat
adanya erosi alur dan parit. Jalan, baik yang sudah
melalui pengerasan maupun belum juga dikelaskan
dalam jenis penutupan lahan ini.

7. Pemukiman Areal / lahan yang digunakan sebagai lingkungan


tempat tinggal / hunian serta kegiatan yang
mendukung kehidupan lainnya

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 33


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

3.1.1 RHL Hutan Lindung Sei Tembesi


Kegiatan RHL di Kawasan Hutan Lindung Sei Tembesi dilaksanakan mulai
Tahun 2022 dengan luas 300 ha. Secara administrasi wilayah, penanaman RHL ini
berada di Kelurahan Mangsang, Kecamatan Sei Beduk dan Kelurahan Tembesi,
Kecamatan Sagulung, Kota Batam. Secara ekosistem DAS, RHL di Kawasan Hutan
Lindung Sei Tembesi terdiri dari 7 (tujuh) micro catchment, 5 diantaranya masuk di
DAS Tembesi, sedangkan 2 lainnya masuk di DAS Duriangkang. Lima micro
catchment di DAS Tembesi bermuara ke Waduk / DAM Tembesi, sedangkan 2
outlet di DAS Duriangkang 1 micro catchment bermuara ke Waduk Duriangkang
dan 1 micro catchment ke laut. Oleh sebab itu, kegiatan RHL di Kawasan Hutan
Lindung Sei Tembesi diharapkan mampu mengurangi erosi dan sedimentasi yang
masuk ke dalam Waduk Tembesi dan Duriangkang. Adapun gambaran dan kondisi
morfometri serta penutupan lahan di 7 micro catchment RHL Hutan Lindung Sei
Tembesi tersaji sebagaimana Gambar 12, Tabel 4 dan Tabel 5.
104°1'30"E 104°2'15"E 104°3'0"E

0 125250
±500 750 1,000

.
! Meters
1°3'0"N

1°3'0"N
1°2'15"N

1°2'15"N

.
!
.
!

.
!
1°1'30"N

1°1'30"N

.
!

.
!
1°0'45"N

1°0'45"N

.
!

104°1'30"E 104°2'15"E 104°3'0"E

Gambar 12. Morfometri dan tutupan lahan di micro catchment RHL HL Sei Tembesi

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 34


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Tabel 4. Morfometri micro catchment di RHL Hutan Lindung Sei Tembesi


Morfometri DAS
No
Luas (ha) Panjang (m) Beda Tinggi (m) Kemiringan (%)
1 156.21 2664.13 130 4.88
2 209.30 1906.24 142 7.45
3 126.26 2210.11 139 6.29
4 63.39 2107.99 106 5.03
5 69.22 1661.18 57 3.43
6 122.64 2565.01 103 4.02
7 198.93 2790.45 128 4.59

Tabel 5. Tutupan lahan micro catchment di RHL Hutan Lindung Sei Tembesi
Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)
Micro catchment 1 156.21
Hutan Lahan Kering Sekunder 66.19 42.4
Pemukiman 24.11 15.4
Pertanian Lahan Kering Campur 29.73 19.0
Semak/Belukar 26.42 16.9
Tanah Terbuka 9.75 6.2
Micro catchment 2 209.30
Hutan Lahan Kering Sekunder 81.44 38.9
Pertanian Lahan Kering Campur 81.84 39.1
Semak/Belukar 16.95 8.1
Tanah Terbuka 29.07 13.9
Micro catchment 3 126.26
Hutan Lahan Kering Sekunder 3.56 2.8
Pemukiman 78.56 62.2
Pertanian Lahan Kering Campur 44.15 35.0
Micro catchment 4 63.39
Pertanian Lahan Kering Campur 63.39 100.0
Micro catchment 5 69.22
Pertanian Lahan Kering Campur 57.73 83.4
Waduk 11.48 16.6
Micro catchment 6 122.64
Pemukiman 0.30 0.2
Pertanian Lahan Kering Campur 122.34 99.8
Micro catchment 7 198.93
Pertanian Lahan Kering Campur 195.91 98.5
Tanah Terbuka 3.02 1.5
Secara umum, bentuk lahan di micro catchment RHL HL Sei Tembesi berbukit
dengan kemiringan sungai yang relatif datar. Micro catchment di dominasi tutupan
lahan pertanian lahan kering campur. Bahkan di micro catchment 3 didominasi

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 35


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

pemukiman/lahan terbangun. Hanya di micro catchment 1 dan 2 yang masih


terdapat tutupan hutan sekunder yang cukup banyak.

3.1.2 RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong

Kegiatan RHL di Kawasan Hutan Lindung Hulu Sei Gong dilaksanakan mulai
Tahun 2022 dengan luas 30 ha. Secara administrasi wilayah, penanaman RHL ini
berada di Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang Baru, Kota Batam. Secara
ekosistem DAS, RHL di Kawasan Hutan Lindung Hulu Sei Gong terdiri dari 1 (satu)
micro catchment, yang bermuara ke Waduk / DAM Sei gong. Oleh sebab itu,
kegiatan RHL di Kawasan Hutan Lindung Hulu Sei Gong diharapkan mampu
mengurangi erosi dan sedimentasi yang masuk ke dalam Waduk Sei Gong. Adapun
gambaran dan kondisi morfometri serta penutupan lahan di micro catchment RHL
Hutan Lindung Hulu Sei Gong tersaji sebagaimana Gambar 13, Tabel 6 dan Tabel 7.

Gambar 13. Morfometri dan tutupan lahan di micro catchment RHL HL Hulu Sei
Gong

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 36


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Tabel 6. Morfometri micro catchment di RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong

Morfometri DAS
No
Luas (ha) Panjang (m) Beda Tinggi (m) Kemiringan (%)
1 392.62 2382.31 74 3.11

Tabel 7. Tutupan lahan micro catchment di RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong

Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)


Pertanian Lahan Kering Campur 158.39 40.3
Semak/Belukar 10.54 2.7
Tanah Terbuka 223.69 57.0

Secara umum, bentuk lahan di micro catchment RHL HL Hulu Sei Gong berbukit
dengan kemiringan sungai yang relatif datar. Micro catchment di lokasi ini dominasi
tutupan lahan tanah terbuka dan pertanian lahan kering campur. Bahkan di micro
catchment lokasi ini tidak terdapat tutupan lahan bervegetasi hutan. Oleh sebab
itu, kegiatan revegetasi sangat tepat dilaksanakan di lokasi ini, untuk Waduk Sei
Gong.

3.1.3 RHL Taman Buru Sembulang

Kegiatan RHL di Kawasan Taman Buru Sembulang dilaksanakan mulai Tahun


2019 dengan luas 125 ha. Secara administrasi wilayah, penanaman RHL ini berada
di Kelurahan Sembulang, Kecamatan Rempang, Kota Batam. Secara ekosistem DAS,
RHL di Kawasan Taman Buru Sembulang terdiri dari 6 (enam) micro catchment,
dan masuk di DAS Tiung. Penetapan micro catchment di lokasi ini terdapat
tanatangan berupa adanya ekosistem buatan berupa badan jalan yang
membendung aliran air, sehingga perlu justifikasi dalam penetapannya. Kegiatan
impact assessment kembali dilaksanakan di RHL Taman Buru Sembulang karena
lokasi ini merupakan show window RHL Tahun 2019. Di lokasi ini dilakukan
pemutahiran data penutupan lahan eksisting dengan drone mapping. Namun
demikian, hasil interpretasi dari drone belum menunjukkan adanya perubahan
tutupan lahan yang signifikan. Hal ini karena tamanam RHL sudah mulai besar
namun belum membentuk suatu vegetasi hutan. Adapun gambaran dan kondisi

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 37


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

morfometri serta penutupan lahan di 6 micro catchment RHL Hutan Lindung Sei
Tembesi tersaji sebagaimana Gambar 14, Tabel 8 dan Tabel 9.

Gambar 9. Morfometri dan tutupan lahan di micro catchment RHL Taman


Buru Sembulang

Tabel 8. Morfometri micro catchment di RHL Taman Buru Sembulang


Morfometri DAS
No
Luas (ha) Panjang (m) Beda Tinggi (m) Kemiringan (%)
1 50.23 1375.18 65 4.73
2 57.83 1082.34 77 7.11
3 31.80 1320.28 107 8.10
4 21.92 755.56 100 13.24
5 12.97 768.66 83 10.80
6 259.89 3543.49 89 2.51

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 38


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Tabel 9. Tutupan lahan micro catchment di RHL Taman Buru Sembulang

Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)


Micro catchment 1 50.23
Pertanian Lahan Kering Campur 13.52 26.9
Hutan Lahan Kering Sekunder 0.08 0.2
Semak Belukar 36.63 72.9
Micro catchment 2 57.83
Pertanian Lahan Kering Campur 3.37 5.8
Semak Belukar 53.20 92.0
Tanah Terbuka 1.27 2.2
Micro catchment 3 31.80
Pertanian Lahan Kering Campur 2.60 8.2
Semak Belukar 29.21 91.8
Micro catchment 4 21.92
Semak Belukar 21.39 97.6
Tanah Terbuka 0.52 2.4
Micro catchment 5 12.97
Semak Belukar 11.43 88.1
Tanah Terbuka 1.54 11.9
Micro catchment 6 259.89
Hutan Lahan Kering Sekunder 91.00 35.0
Semak Belukar 166.33 64.0
Tanah Terbuka 2.57 1.0

Secara umum, bentuk lahan di micro catchment RHL Taman Buru Sembulang
berbukit dengan kemiringan sungai yang relatif datar hingga landai. Micro
catchment di dominasi tutupan lahan semak belukar. Hanya di micro catchment 1
dan 6 yang masih terdapat tutupan hutan sekunder yang cukup banyak.

3.2 Keadaan Hidrologis Micro Catchment Sebelum Penanaman RHL

Dalam kegiatan impact assessment RHL ini, dikaji kondisi hidrologis micro
catchment RHL. Dalam analisia aspek hidrologis, perlu dipahami siklus hidrologi,
dimana curah hujan merupakan satu-satunya input dalam sistem DAS / micro
catchment untuk di wilayah tropis. Dalam kajian data curah hujan didapatkan dari
2 (dua) stasiun hujan yaitu Stasiun Meteorologi Hang Nadim dan Stasiun
Pengematan Aliran Sungai (SPAS) DAS Tiung di Kota Batam yang dirata-ratakan
secara aritmatik. Curah hujan di nyatakan dalam satuan tiap 1 mm, yang berarti
dalam 1 m2 bidang lahan, curah hujan yang turun sebanyak 1 liter. Untuk intensitas

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 39


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

hujan rencana didasarkan pada kejadian hujan ekstrim yang pernah terjadi di Kota
Batam dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Selanjutnya air mengalami proses di
dalam sistem DAS yang dicerminkan dengan nilai koefisien aliran (C). Nilai koefisien
aliran ditentukan dengan kondisi eksisting tutupan lahan di micro catchment.
Selanjutnya air berikut partikel yang terlarut, mengalir menuju outlet, dengan
waktu tempuh (dari jarak terjauh di dalam micro catchment menuju ke outlet
)disebut dengan waktu konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi (Tc) sangat
dipengaruhi kondisi morfometri micro catchment sebagaimana telah dibahas
sebelumnya. Di outlet, luaran / output dari sistem DAS berupa debit dan muatan
sedimen. Dalam kajian ini, yang prediksi dilakukan terhadap debit puncak (Qp) dan
dampak berupa sedimentasi yang diprediksi dengan prediksi erosi USLE (telah
dilaksanakan pada kegiatan di BPDAS Sei Jang Duriangkang sebelumnya) dan SDR
(sediment delivery ratio).

3.2.1 RHL Hutan Lindung Sei Tembesi

Berdasarkan kondisi tutupan lahan di RHL Hutan Lindung Sei Tembesi


didapatkan koefisien aliran yang bervariatif. Begitu juga kondisi bentuk lahan,
ukuran serta morfometri micro catchment yang berbeda menyebabkan waktu
konsentrasi (Tc) air berbeda-beda. Waktu konsentrasi yang berbeda-beda ini
menyebabkan intensitas hujan (Metode Rasional) di setiap micro catchment
berbeda-beda juga. Hal ini karena dalam metode rasional, intensitas hujan yang
dimaksud adalah yang terjadi selama waktu konsentrasi. Dengan waktu tempuh
yang singkat, air akan cepat terakumulasi di outlet atau dengan kata lain debit
puncak akan lebih sering terjadi di micro catchment dengan nilai Tc kecil. Adapun
keadaan hidrologis di micro catchment RHL Hutan Lindung Sei Tembesi tersaji
sebagaimana Tabel 10.
Tabel 10. Keadaan hidrologis di micro catchment RHL HL Sei Tembesi
Intensitas Curah Debit
Micro Koefisien Tc Mak Erosi Sedimentasi
Hujan Hujan SDR
Catchment Aliran (jam) 3 Ton/ha/thn Ton/ha/thn
(mm/jam) (mm/thn) (m /s)
1 0.49 24.61 2.77 2660.5 5.24 23.50 0.339 7.96
2 0.53 34.29 1.68 2660.5 10.58 29.39 0.328 9.64

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 40


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Intensitas Curah Debit


Micro Koefisien Tc Mak Erosi Sedimentasi
Hujan Hujan SDR
Catchment Aliran (jam) 3 Ton/ha/thn Ton/ha/thn
(mm/jam) (mm/thn) (m /s)
3 0.62 29.75 2.08 2660.5 6.47 28.39 0.345 9.79
4 0.5 28.99 2.17 2660.5 2.55 17.42 0.357 6.22
5 0.62 30.81 1.98 2660.5 3.68 8.24 0.356 2.93
6 0.5 24.01 2.87 2660.5 4.09 14.41 0.345 4.98
7 0.5 23.49 2.97 2660.5 6.49 27.37 0.330 9.04

Berdasarkan Tabel 10 prediksi debit puncak / maksimum tertinggi terjadi di micro


catchment 2 yaitu sebesar 10,58 m3/s. Hal ini terjadi karena nilai waktu tempuh air
(Tc) cukup singkat sebab di micro catchment ini kemiringan sungai cukup besar
apabila dibandingkan dengan micro catchment lainnya. Hal ini menyebabkan air
cepat terakumulasi di outlet terlebih ketika terjadi suatu kejadian hujan ekstrim.
Begitu juga dengan erosi, di micro catchment 2 ini juga mempunyai nilai erosi
aktual yang tinggi yaitu sebesar 29,39 Ton/ha/thn. Hal ini karena lereng-lereng di
micro catchment ini curam sehingga banyak partikel tanah yang berpindah ketika
terjadi hujan. Namun demikian, sedimentasi di outlet micro catchment 2 ini lebih
rendah dibandikan micro catchment 3. Hal ini karena micro catchment 2 lebih
besar dibanding micro catchment 3, yang memungkinkan terjadi deposisi partikel
tanah di dalam micro catchment 2. Sedimentasi tertinggi terjadi di outlet micro
catchment 3 sebesar 9,79 ton/ha/thn. Hal ini disebabkan micro catchment 3
didominasi lahan terbangun dan lahan pertanian, tanpa adanya vegetasi hutan.

3.2.2 RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong

Berdasarkan kondisi tutupan lahan di RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong
didapatkan koefisien aliran. Sedangkan bentuk lahan, ukuran serta morfometri
micro catchment yang medambarkan dengan waktu konsentrasi (Tc) air. Secara
umum, waktu tempuh di micro catchment cukup singkat, sehingga air akan cepat
terakumulasi di outlet atau dengan kata lain debit puncak akan lebih sering terjadi.
Adapun keadaan hidrologis di micro catchment RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong
tersaji sebagaimana Tabel 11.

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 41


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Tabel 11. Keadaan hidrologis di micro catchment RHL HL Hulu Sei Gong
Intensitas Curah Debit
Micro Koefisien Tc Mak Erosi Sedimentasi
Hujan Hujan SDR
Catchment Aliran (jam) 3 (Ton/ha/thn) (Ton/ha/thn)
(mm/jam) (mm/thn) (m /s)
1 0.56 15.10 2.95 2660.5 9.23 36.77 0.291 10.72

Berdasarkan Tabel 11 prediksi debit puncak / maksimum tertinggi terjadi di micro


catchment RHL Hulu Sei Gong sebesar 9,23 m3/s. Hal ini terjadi karena nilai waktu
tempuh air (Tc) cukup singkat sebab di micro catchment didominasi lahan
terbangun dan lahan pertanian, tanpa adanya vegetasi hutan

3.2.3 RHL Taman Buru Sembulang

Berdasarkan kondisi tutupan lahan di RHL Taman Buru Sembulang didapatkan


koefisien aliran yang relatif seragam. Hal ini karena micro catchment di lokasi ini
didominasi tutupan lahan semak belukar. Kondisi bentuk lahan, ukuran serta
morfometri micro catchment yang berbeda menyebabkan waktu konsentrasi (Tc)
berbeda-beda. Waktu konsentrasi yang berbeda-beda ini menyebabkan intensitas
hujan (Metode Rasional) di setiap micro catchment berbeda-beda juga. Dengan,
waktu tempuh yang singkat, air akan cepat terakumulasi di outlet atau dengan
kata lain debit puncak akan lebih sering terjadi di micro catchment dengan nilai Tc
kecil. Adapun keadaan hidrologis di micro catchment RHL Hutan Lindung Sei
Tembesi tersaji sebagaimana Tabel 12.
Tabel 12. Keadaan hidrologis di micro catchment RHL Taman Buru Sembulang
Intensitas Curah Debit
Micro Koefisien Tc Mak Erosi Sedimentasi
Hujan Hujan SDR
Catchment Aliran (jam) 3 (Ton/ha/thn) (Ton/ha/thn)
(mm/jam) (mm/thn) (m /s)
1 0.46 37.93 1.45 2660.5 2.45 37.85 0.390 14.76

2 0.46 49.42 0.97 2660.5 3.63 37.30 0.387 14.43

3 0.45 44.76 1.13 2660.5 1.80 33.93 0.469 15.91

4 0.45 73.65 0.53 2660.5 2.04 36.68 0.497 18.22

5 0.47 69.11 0.59 2660.5 1.17 17.37 0.522 9.06

6 0.43 17.16 4.76 2660.5 5.38 36.05 0.318 11.46

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 42


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Berdasarkan Tabel 12 prediksi debit puncak / maksimum tertinggi terjadi di micro


catchment 5 yaitu sebesar 5,38 m3/s. Hal ini terjadi karena micro catchment ini
mempunyai luas yang sukup besar dibandikan micro catchment lainnya. Hal ini
menyebabkan jumlah air hujan yang di tangkap oleh micro catchment ini lebih
banyak terlebih ketika terjadi suatu kejadian hujan ekstrim dengan periode yang
cukup panjang. Sedangkan erosi aktual tertinggi terjadi di micro catchment 1 yaitu
sebesar 37,85 Ton/ha/thn. Hal ini karena lereng-lereng di micro catchment ini
curam sehingga banyak partikel tanah yang berpindah ketika terjadi hujan. Namun
demikian, sedimentasi di outlet micro catchment 1 ini lebih rendah dibandikan
micro catchment 4. Hal ini karena luas micro catchment 1 lebih besar dibanding
micro catchment 4, yang memungkinkan terjadi deposisi partikel tanah di dalam
micro catchment 1. Sedimentasi tertinggi terjadi di outlet micro catchment 4
sebesar 18,22 ton/ha/thn. Hal ini disebabkan micro catchment 4 didominasi lahan
dengan kemiringan curam serta tutupan lahan semak belukar dan tanah terbuka,
tanpa adanya vegetasi hutan.

3.3 Dampak Penerapan RHL Terhadap Kondisi Hidrologi Micro Catchment

Kegiatan RHL yang telah dilaksanakan merupakan salah satu upaya dalam
rangka pemulihan daya dukung DAS yang mengalami kerusakan terutama dalam
meningkatkan infiltrasi tanah, mengurangi aliran permukaan, erosi dan sedimentasi.
Penanaman RHL yang dilakukan melalui reforestasi di kawasan hutan diharapkan
memberikan penutupan lahan yang optimal sehingga tujuan penanaman RHL
tercapai. Dalam pembahasan ini, dikaji perbedaan respon micro catchment
terhadap masukan (input) berupa curah hujan pada kondisi eksisting dan skenario
RHL. Informasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi seluruh pemangku
kepentingan dan para pengambil kebijakan (policy maker) terkait manfaat yang
tidak terukur (intangible benefit) dari adanya tutupan lahan hutan.

3.2.2 RHL Hutan Lindung Sei Tembesi

Kegiatan RHL di Hutan Lindung Sei Tembesi seluas 300 ha tersebar di 7


(tujuh) micro cathment. Adapun sebaran RHL di masing-masing micro cathment

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 43


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

tersaji di Tabel 13 dan Gambar 10. Sedangkan informasi perubahan keadaan


hidrologi sebelum dan sesudah kegiatan Penanaman RHL (dengan asumsi lokasi
RHL bervegetasi hutan) tersaji di Tabel 14.
Tabel 13. Kegiatan Penanaman RHL HL Sei Tembesi di setiap micro cathment
Micro Catchment Luas (ha) Luas RHL (ha) Prosentase Luas (%)
1 156.21 21.29 13.6
2 209.30 38.19 18.2
3 126.26 5.31 4.2
4 63.39 15.69 24.8
5 69.22 44.25 63.9
6 122.64 107.78 87.9
7 198.93 45.20 22.7

Gambar 10. Sebaran kegiatan Penanaman RHL HL Sei Tembesi

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 44


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Tabel 14. Perubahan keadaan hidrologis sebelum dan sesudan Penanaman RHL
Sebelum RHL Setelah RHL Selisih Perubahan
Micro Debit Erosi Sedimentasi Debit Erosi Sedimentasi Debit Erosi Sedimentasi
Catchment Mak Ton/ha/ Ton/ha/ Mak Ton/ha/ Ton/ha/ Mak Ton/ha/ Ton/ha/
3 3 3
(m /s) thn thn (m /s) thn thn (m /s) thn thn
1 5.24 23.50 7.96 5.04 20.07 6.80 0.20 3.42 1.16
2 10.58 29.39 9.64 9.16 25.15 8.25 1.42 4.24 1.39
3 6.47 28.39 9.79 6.47 27.47 9.47 0.00 0.92 0.32
4 2.55 17.42 6.22 2.43 14.74 5.27 0.13 2.68 0.96
5 3.68 8.24 2.93 3.07 3.62 1.29 0.60 4.62 1.65
6 4.09 14.41 4.98 3.37 5.90 2.04 0.72 8.50 2.94
7 6.49 27.37 9.04 6.22 24.14 7.97 0.28 3.23 1.07

Berdasarkan hasil simulasi memalui skenario penerapan RHL Hutan Lindung Sei
Tembesi sebagaimana Tabel 14, terjadi penurunan debit puncak yang signifikan
hampir di seluruh micro catchment. Penurunan debit puncak tidak signifikan terjadi
di micro catchment 3, sebab proporsi luasan RHL di lokasi ini hanya 4,2% dari total
luas micro catchment. Namun demikian, terjadi penurunan erosi dan sedimentasi di
micro catchment 3, tentu dengan asumsi dengan adanya RHL (vegetasi hutan)
terdapat stratifikasi tajuk dan serasah yang mampu mengurangi daya rusak air
hujan terhadap tanah serta dapat memperbaiki struktur tanah. Asumsi ini juga
berlaku pada penurunan erosi dan sedimentasi di micro catchment 6. Dengan
persentase penanaman RHL sebesar 87,9% berdampak terhadap penurunan erosi
hingga 8,5 ton/ha/tahun serta sedimentasi sebesar 2,94 ton/ha/tahun. Penurunan
debit yang cukup signifikan terjadi di micro catchment 2 yang berarti bahwa
penerapan RHL berada di lokasi yang tepat, yaitu di lokasi yang mempunyai potensi
aliran permukaan tinggi.

3.2.2 RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong

Kegiatan RHL di Hutan Lindung Hulu Sei Gong seluas 30 ha berada di 1 (satu)
micro cathment. Adapun sebaran RHL di tersaji di Tabel 15 dan Gambar 11.
Sedangkan informasi perubahan keadaan hidrologi sebelum dan sesudah kegiatan
Penanaman RHL (dengan asumsi lokasi RHL bervegetasi hutan) tersaji di Tabel 16.

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 45


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Tabel 15. Kegiatan Penanaman RHL HL Hulu Sei Gong di setiap micro cathment
Micro Catchment Luas (ha) Luas RHL (ha) Prosentase Luas (%)
1 392.62 32.63 8.3

Gambar 11. Sebaran kegiatan Penanaman RHL HL Hulu Sei Gong

Tabel 16. Perubahan keadaan hidrologis sebelum dan sesudan Penanaman RHL
Sebelum RHL Setelah RHL Selisih
Micro Debit Erosi Sedimentasi Debit Erosi Debit Erosi Sedimentasi
Sedimentasi
Catchment Mak Ton/ha/ Ton/ha/ Mak Ton/ha/ Mak Ton/ha Ton/ha/
3 3 Ton/ha/ thn 3
(m /s) thn thn (m /s) thn (m /s) /thn thn
1 9.23 36.77 10.66 8.99 35.52 10.35 0.24 1.26 0.31

Berdasarkan hasil simulasi memalui skenario penerapan RHL Hutan Lindung Hulu
Sei Gong, terjadi penurunan debit puncak, erosi. Kegiatan RHL yang diterpakan
berkisar 8,3% dari total luas micro cathment ini mampu menurunkan debit puncak

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 46


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

sebesar 0.24 m3/s, erosi sebesar 1,26 ton/ha/tahun dan sedimentasi sebesar 0.31
ton/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan RHL di Hutan Lindung Hulu
Sei Gong berada di lokasi yang tepat, yaitu di lokasi yang mempunyai potensi aliran
permukaan dan erosi yang tinggi.

3.2.2 RHL Taman Buru Sembulang

Kegiatan RHL di Taman Buru Sembulang seluas 125 ha tersebar di 6 (enam)


micro cathment. Adapun sebaran RHL di masing-masing micro cathment tersaji di
Tabel 16 dan Gambar 12. Sedangkan informasi perubahan keadaan hidrologi
sebelum dan sesudah kegiatan Penanaman RHL (dengan asumsi lokasi RHL
bervegetasi hutan) tersaji di Tabel 18.
Tabel 17. Kegiatan Penanaman RHL TB Sembulang di setiap micro cathment
Micro catchment Luas (ha) Luas RHL (ha) Persentase Luas (%)
1 50.23 3.179703 6.3
2 57.83 22.18599 38.4
3 31.80 13.56335 42.6
4 21.92 7.861512 35.9
5 12.97 7.352955 56.7
6 259.89 68.90954 26.5
Tabel 18. Perubahan keadaan hidrologis sebelum dan sesudan Penanaman RHL

Sebelum RHL Setelah RHL Selisih


Micro Debit Erosi Sedimentasi Debit Erosi Sedimentasi Debit Erosi Sedimentasi
Catchment Mak Ton/ha/ Ton/ha/ Mak Ton/ha/ Ton/ha/ Mak Ton/ha/ Ton/ha/
3 3 3
(m /s) thn thn (m /s) thn thn (m /s) thn thn
1 2.45 37.85 14.76 2.44 36.27 14.15 0.01 1.58 0.61
2 3.63 37.3 14.43 3.47 27.37 10.59 0.16 9.93 3.84
3 1.8 33.93 15.91 1.71 24.34 11.42 0.09 9.59 4.49
4 2.04 36.68 18.22 1.96 27.10 13.47 0.08 9.58 4.75
5 1.17 17.37 9.06 1.10 9.75 5.09 0.07 7.62 3.97
6 5.38 36.05 11.46 5.24 29.42 9.36 0.14 6.63 2.10

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 47


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Gambar 12. Sebaran kegiatan Penanaman RHL Taman Buru Sembulang


Berdasarkan hasil simulasi memalui skenario penerapan RHL Taman Buru
Sembulang sebagaimana Tabel 18, terjadi penurunan terhadap debit puncak, erosi
serta sedimentasi. Penurunan erosi dan sedimentasi dengan skenario penerapan
RHL di Taman Buru Sembulang sangat signifikan hampir di seluruh micro
catchment. Bahkan di penurunan erosi di micro catchment 2, 3, dan 4 mecapai 10
ton/ha/tahun dengan penurunan sedimentasi mencapai 4 ton/ha/tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa penerapan RHL di Taman Buru Sembulang berada di lokasi
yang tepat, yaitu di lokasi yang mempunyai erosi yang tinggi. Hal ini tentu disertai
dengan asumsi bahwa dengan adanya RHL (vegetasi hutan) terdapat stratifikasi
tajuk dan serasah yang mampu mengurangi daya rusak air hujan terhadap tanah
serta dapat memperbaiki struktur tanah. Sedangkan debit puncak di RHL Taman

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 48


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Buru Sembulang tidak turun secara signifikan. Hal ini disebabkan beberapa faktor
diantaranya 1) bentuk lahan di wilayah ini berbukit dengan kemiringan lereng
curam hingga sangat curam sehingga berpotensi meningkatkan aliran permukaan
langsung; 2) kemiringan sungai di Taman Buru Sembulang cenderung landai (lebih
curam jika dibandingkan dengan HL Sei Tembesi dan HL Hulu Sei Gong), sehingga
Tc relatif cepat; 3)Taman Buru Sembulang didominasi jenis tanah kambisol dengan
solum yang dangkal sehingga cepat jenuh dan daya tampunya rendah; 4) batuan di
Taman Buru sembulang relatif impermeable, sehingga memungkinkan air yang
sudah terinfiltrasi mengalami aliran lateral dan menjadi aliran bawah permukaan
(sub surface runoff).

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 49


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

A. Karakteristik Biofisik Micro Catchment di Lokasi RHL


1. RHL Hutan Lindung Sei Tembesi terbagi ke dalam 7 (tujuh) micro
catchmen yang bermuara ke Waduk Tembesi dan Waduk Duriangkang.
Bentuk lahan di RHL HL Sei Tembesi berbukit dengan kemiringan sungai
yang datar. Tutupan lahan di lokasi ini cenderung di dominasi pertanian
lahan kering campur;
2. RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong berada dalam 1 (satu) micro catchmen
yang bermuara ke Waduk Sei Gong. Bentuk lahan di RHL HL Hulu Sei
Gong berbukit dengan kemiringan sungai yang datar. Tutupan lahan di
lokasi ini cenderung di dominasi pertanian lahan kering campur dan tanah
terbuka;
3. RHL Taman Buru Sembulang terbagi ke dalam 6 (enam) micro catchmen.
Bentuk lahan di RHL TB Sembulang berbukit dengan kemiringan sungai
yang landai. Tutupan lahan di lokasi ini cenderung di dominasi semak
belukar.

B. Keadaan Hidrologis Micro Catchment Sebelum Penanaman RHL


1. Micro catchment di RHL HL Sei Tembesi, RHL HL Hulu Sei Gong dan RHL
Taman Buru Sembulang mempunyai nilai waktu tempuh air (Tc) cukup
singkat sebab luasan micro catchmen yang relatif kecil dan bentuk lahan
di lokasi ini yang berbukit. Hal ini menyebabkan air cepat terakumulasi di
outlet terlebih ketika terjadi suatu kejadian hujan ekstrim.
2. Micro catchment di RHL HL Sei Tembesi, RHL HL Hulu Sei Gong dan RHL
Taman Buru Sembulang didominasi lahan pertanian campu, semak
belukar dan tanah terbuka sehingga nilai koefisien alirannya cukup tinggi;
3. Erosi dan sedimentasi di relatif tinggi karena lereng-lereng di micro
catchment ini curam serta tutupan lahan yang didominasi lahan pertanian
campu, semak belukar dan tanah terbuka sehingga banyak partikel tanah
yang berpindah ketika terjadi hujan.

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 50


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

C. Dampak Penerapan RHL Terhadap Kondisi Hidrologi Micro


Catchment
1. Penanaman RHL di RHL HL Sei Tembesi, RHL HL Hulu Sei Gong dan RHL
Taman Buru Sembulang dapat mengurangi terjadinya erosi dan
sedimentasi secara signifikan. Bahkan penurunan erosi di beberapa micro
catchment mecapai 10 ton/ha/tahun dengan penurunan sedimentasi
mencapai 4 ton/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan RHL
merupakan upaya yang tepat dalam pengendalian erosi dan sedimentasi;
2. Penanaman RHL di RHL HL Sei Tembesi, RHL HL Hulu Sei Gong dan RHL
Taman Buru Sembulang tidak signifikan dalam menurunkan debit puncak.
Bahkan di salah satu micro catchment tidak mengalami penurunan. Hal
ini disebabkan beberapa faktor diantaranya 1) bentuk lahan di wilayah ini
berbukit dengan kemiringan lereng curam; 2) nilai Tc relatif kecil /
singkat; 3) jenis tanah kambisol dengan solum yang dangkal; 4) batuan
yang relatif impermeable.

4.2 Saran

1. Debit puncak yang tinggi disebabkan karakteristik DAS yang bersifat given
(susah dikendalikan) seperti bentuk lahan berbukit, solum tanah yang dangkal,
batuan yang impermeable dan faktor iklim. Oleh sebab itu, sangat tepat apabila
di Provinsi Kepulauan Riau dilakukan pemanenan air hujan dengan waduk;
2. Untuk menjaga daya dukung, adaya tampung serta umur waduk, perlu
dilakukan pengendalian terhadap erosi dan sedimentasi di catchment area. Oleh
sebab itu, kegiatan penanaman RHL di catchment area waduk perlu digalakkan
untuk mengurangi potensi erosi dan sedimentasi.

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 51


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

LAMPIRAN

 Data Curah Hujan di SPAS DAS Mantang


 Data TMA di SPAS DAS Mantang
 Data Debit di SPAS DAS Mantang
 Data Volume / Hasil Air di SPAS DAS Mantang
 Data Run off di SPAS DAS Mantang serta Perhitungan KAT
 Dokumentasi kegiatan

LAPORAN IMPACT ASSESMENT RHL TAHUN 2022 52


DOKUMENTASI IMPACT ASSESMENT RHL

Pengambilan foto udara dengan drone

Gambaran aktivitas di lapangan dan penemuan pembalakan kayu dari pohon peredu
Kondisi tanaman RHL di Taman Buru Sembulang

Kondisi tanaman RHL di Taman Buru Sembulang


Kondisi tutupan di hutan sekunder (terdapat banyak pohon peredu)

Di lokasi RHL juga banyak terdapat pohon peredu


Groundcheck tutupan lahan semak belukar

Groundcheck tutupan lahan pertanian lahan kering campuran

Groundcheck tutupan lahan pertanian lahan kering


Pengambilan data debit aktual di Taman Buru Sembulang

Pengambilan data debit banjir di HL Pulau Galang

Pengambilan data debit aktual di HL Sei Tembesi

Anda mungkin juga menyukai