Anda di halaman 1dari 23

VALUASI EKONOMI DAMPAK PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO TERHADAP

KEBERLANJUTAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT


KABUPATEN PASURUAN JAWA TIMUR
Guna Memenuhi Tugas Pengganti Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Ekonomi Lingkungan
Dosen Pengampu Dr. Ir. Latif Sahubawa, M.Si

DISUSUN OLEH:
ARMAN NUR IKHSAN
NIM 20/467749/PMU/10355
BANU IQRA WARDANA
NIM 20/471710/PMU/10657
HANI MAYASARI
NIM 20/467763/PMU/10369

MAGISTER PENGELOLAAN LINGKUNGAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul Valuasi Ekonomi Dampak
Pembuangan Lumpur Lapindo Terhadap Keberlanjutan Usaha Perikanan Tangkap Di
Wilayah Pesisir Dan Laut Di Kabupaten Pasuruan Menggunakan Pendekatan Produktivitas
Teknik Analisis Bioekonomi selesai di waktu yang tepat dan tepat waktu

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pengganti ujian
akhir Mata Kuliah Ekonomi Lingkungan Dosen Pengampu Dr. Ir. Latif Sahubawa, M.Si. selain
itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang topik valuasi ekonomi
lingkungan bagi para pembaca dan juga bagi penulis sendiri.

Kami ucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Ir. Latif Sahubawa, M.Si. selaku dosen mata
kuliah Ekonomi Lingkungan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Terimakasih juga kami
ucapkan kepada semua pihak yang telah membagi pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, kami sadari, banyak kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami nantikan
demi perbaikan makalah ini.
Yogyakarta, 19 Juni 2021

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Manfaat .............................................................................................................. 2
1.3 Metode Penulisan .................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 3
2.1 Usaha Perikanan Tangkap ..................................................................................................... 3
2.2 Pencemaran Limbah Cair ...................................................................................................... 3
2.3 Valuasi Ekonomi Usaha Perikanan Tangkap Terhadap Pencemaran. .................................. 5
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................... 6
3.1 Potensi Perikanan Kabupaten Pasuruan ................................................................................ 6
3.2 Pendekatan Valuasi Ekonomi................................................................................................ 7
3.3 Hasil Produksi Perikanan Tangkap (Total Revenue) ............................................................ 8
3.3 Biaya Pengeluaran (Total Cost) ............................................................................................ 9
3.4 Analisis Valuasi Ekonomi ................................................................................................... 12
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI....................................................................... 16
4.1 KESIMPULAN ................................................................................................................... 16
4.2 REKOMENDASI ................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 17

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Produktivitas Perikanan Tangkap. ................................................................................ 8


Tabel 3.2. Total Biaya Pengeluaran. ............................................................................................ 10
Tabel 3.3. Hasil Perhitungan Keuntungan/Kerugian. .................................................................. 13
Tabel 3.4. Selisih Nilai Keuntungan Akibat Adanya Luapan Lumpur Lapindo. ......................... 14

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Peta Administrasi Kabupaten Pasuruan.................................................................... 7


Gambar 3.2. Grafik Nilai Produktivitas Perikanan Tangkap. ....................................................... 9
Gambar 3.3. Grafik Total Biaya Penangkapan............................................................................ 10
Gambar 3.4. Jumlah Trip Penangkapan Ikan. ............................................................................. 11
Gambar 3.5. Grafik Keuntungan/kerugian Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Pasuruan. 13

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber daya alam
yang sangat melimpah. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2016), Indonesia
memiliki total sebanyak 17.504 pulau dengan luas perairan laut seluas 5,8 juta km 2 (terdiri dari
luas laut teritorial 0,3 juta km2, luas perairan kepulauan 2,95 juta km2, dan luas Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,55 juta km2). Kondisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai
negara maritim terbesar di dunia dengan garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada dengan
panjang 104 ribu km (Triarso, 2012 dan Pursetyo, 2015). Berdasarkan gambaran kondisi
geografis yang dimiliki, maka sudah selayaknya pembangunan Indonesia berorientasi pada
sektor maritim yang salah satunya adalah perikanan.
Sektor perikanan memiliki peranan strategis dalam pembangunan nasional yang salah
satunya adalah perikanan tangkap. Kegiatan perikanan tangkap di wilayah pesisir umumnya
didominasi oleh perikanan skala kecil (Nababan, et al. 2008). Perikanan tangkap memiliki
potensi diperkirakan mencapai US$ 15,1 miliar per tahun dan mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 5,35 juta orang yang terdiri dari 2,23 juta nelayan laut, 0,47 juta nelayan perairan
umum, dan 2,65 juta pembudidaya ikan (Pursetyo, 2015). Meskipun demikian, terdapat
ancaman terhadap keberlanjutan perikanan tangkap di Indonesia yang salah satunya
disebabkan oleh pencemaran perairan dari limbah industri yang dibuang ke sungai kemudian
menuju laut.
Kasus lumpur lapindo yang terjadi di Sidoarjo merupakan salah satu contoh bentuk
pencemaran laut yang terjadi di Indonesia. Semburan lumpur panas di daerah Porong -
Sidoarjo terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 akibat dari bocornya saluran pipa pengeboran di
Brantas Inc. Semburan lumpur panas tersebut masih berlangsung hingga sekarang. Dampak
dari kejadian tersebut mengakibatkan pemukiman, sawah, jalan, dan bangunan lainnya
terendam, sehingga menyebabkan kerugian mencapai ratusan miliaran rupiah. Perkiraan
volume semburan lumpur Sidoarjo antara 50.000 - 120.000 m3/hari, sehingga air yang terpisah
dari endapan lumpur berkisar antara 35.000 - 84.000 m3/hari (KLH 2006).
Untuk menanggulangi agar luas genangan lumpur dan airnya yang terus bertambah,
maka diusulkan untuk membuang lumpur lapindo ke laut melalui Sungai Porong. Menurut

1
catatan BAPEL-BPLS 2011 lumpur Lapindo mulai dibuang melalui Sungai Porong sejak
November 2006 melalui outlet sekitar 20 km dari hulu sungai, dengan harapan debit air Sungai
Porong dapat mengalirkan buangan lumpur ke Laut di selat Madura. Upaya tersebut tentunya
akan mempengaruhi muara Sungai Porong, karena untuk menuju laut lumpur akan melalui
muara. Muara sungai merupakan bagian daerah pesisir yang berperan penting secara ekonomi,
ekologi dan juga merupakan kawasan ekosistem yang kompleks.

1.2 Tujuan dan Manfaat


Berdasarkan latar belakang diatas tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
melakukan valuasi ekonomi dampak buangan lumpur lapindo terhadap keberlanjutan usaha
perikanan tangkap di wilayah pesisir dan laut Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Ditinjau dari
aspek akademik makalah ini diharapkan dapat menjadi data ilmiah untuk mengembangkan
keilmuan dalam valuasi ekonomi terkait dampak lumpur lapindo terhadap keberlanjutan usaha
perikanan tangkap. Adapun secara praktis implementatif hasil temuan dalam makalah ini
diharapkan dapat memberi masukan dan pertimbangan bagi pemangku kebijakan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara umum, dan menjadi pedoman bagi
upaya pengendalian kerusakan lingkungan akibat cemaran lumpur lapindo terhadap usaha
perikanan tangkap.

1.3 Metode Penulisan


Data dan Informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan dengan melakukan
penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan pencarian melalui internet.
Data yang digunakan yaitu data dari dinas perikanan, penelitian yang telah dilakukan, dan
pustaka yang relevan. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu:

1. Studi pustaka sebagai bahan pertimbangan dan bahan wawasan sebelum melakukan
analisis data.
2. Pengolahan data dan informasi.
3. Analisis valuasi ekonomi dengan pendekatan produktivitas.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha Perikanan Tangkap
Perikanan tangkap merupakan bidang perikanan yang berkaitan dengan upaya
penangkapan ikan. Menurut UU Nomor 45 tahun 2009, penangkapan ikan adalah kegiatan
untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau
cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. Perikanan
tangkap merupakan rangkaian usaha penangkapan ikan baik menggunakan kapal atau pun
tidak, baik menggunakan alat penangkapan ikan maupun tidak pada suatu perairan terbuka.
Dimana dalam prosesnya terdapat upaya penanganan hasil tangkapan agar kualitas ikan tetap
layak sebelum kapal mendarat di pelabuhan.
Sektor perikanan tangkap menjadi salah satu sumber pendapatan negara serta
memberikan dampak ekonomi kepada sebagian masyarakat indonesia, terutama pihak - pihak
yang terlibat dalam usaha perikanan tangkap (Benny dkk, 2008). Dalam UU nomor 45 tahun
2009 Pasal 25 disebutkan bahwa usaha perikanan dilaksanakan dalam sistem bisnis perikanan,
meliputi pra produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran. Usaha perikanan tangkap
berkaitan hasil produksi perikanan, ekonomi dan kualitas lingkungan. Menurut Subani dan
Barus (1989) dalam Wahyuningrum dkk (2012), faktor keberhasilan usaha penangkapan ikan
adalah dipengaruhi oleh zona penangkapan ikan (fishing ground), Schooling Fish dan keadaan
potensinya.

2.2 Pencemaran Limbah Cair


Konsekuensi dari adanya industri, adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan
produksi. Salah satu bentuk limbah adalah cairan (limbah cair), terkadang limbah cair juga
dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Dikatakan berbahaya dan
beracun karena sifat, konsentrasi dan kuantitas tertentu dapat berdampak negatif terhadap
lingkungan dan kesehatan manusia (Larastika, 2011 dalam Malayadi, 2017). Kebanyakan
dari limbah cari tersebut dibuang atau dimasukkan kedalam air, seperti sungai, danau dan
lautan. Pembuangan limbah cairan ke perairan dapat menyebabkan pencemaran air, yaitu

3
terjadinya perubahan kualitas air pada batas tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berguna sebagaimana peruntukannya (Rukandar, 2017).
Salah satu penyumbang pencemaran air adalah pembuangan lumpur lapindo ke Sungai
Porong, Sidoarjo. Peristiwa semburan lumpur bermula pada tanggal 29 Mei 2006, kuantitas
lumpur yang terus bertambah menenggelamkan sebagian kawasan Porong Sidoarjo. Demi
mengurangi luapan, maka lumpur tersebut dialirkan pada Sungai Porong dan Sungai Brantas
(Farida, 2013). Pembuangan lumpur ke perairan Sungai Porong dan Sungai Brantas tersebut
mempengaruhi kualitas kedua sungai tersebut. Pencemaran tersebut akan terakumulasi pada
daerah pesisir, hingga perairan selat Madura. Pembuangan lumpur lapindo ke perairan
merupakan sebuah ancaman terhadap potensi perikanan yang sangat besar di Muara Sungai
Porong dan Selat Madura. Ancaman tersebut berupa degradasi dan pencemaran lingkungan
perairan (Herawati, 2007).
Degradasi dan pencemaran lingkungan perairan akan mempengaruhi produktivitas
perikanan. Produktivitas perikanan bergantung terhadap produktivitas perairan, yaitu
fitoplankton yang merupakan indikator kesuburan perairan. Kesuburan perairan tersebut
(fitoplankton) merupakan sumber makanan bagi ikan pelagis kecil. Menurut Abida (2010),
pada perairan muara Sungai porong terdapat 2 kelas fitoplankton yaitu Bacillariophyceae dan
Dinophyceae. Dari hasil tersebut menunjukkan indeks keanekaragaman rendah dan kestabilan
komunitas kecil, sehingga tidak ada spesies yang mendominasi. Faktor yang mempengaruhi
kelimpahan fitoplankton tersebut adalah tingkat kecerahan perairan yang rendah akibat
tingginya bahan tersuspensi dari pembuangan lumpur lapindo ke Sungai Porong. Menurut
Wardani dan Sukojo (2012), produktivitas nilai klorofil di Selat Madura dan sekitarnya
rendah, berkiras 0.01-1,8 mg/m3. Faktor yang mempengaruhi rendahnya sebaran klorofil
tersebut adalah kekeruhan perairan yang tinggi sehingga menghambat penetrasi cahaya ke
dalam air.
Limbah pencemar tersebut mengubah aspek biofisik dari perairan, karena kondisi
perairan yang tidak ideal. Kondisi tersebut memiliki multiplier effect, terhadap sektor
perikanan tangkap. Kondisi perairan yang tercemar membuat ikan melakukan migrasi untuk
mencari tempat hidup yang ideal, terutama sumber makanan dan kualitas perairan. Migrasi
ikan tersebut menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas perikanan atau penurunan
hasil tangkapan nelayan. Normalnya nelayan hanya menempuh jarak yang tidak jauh dari

4
pesisir atau pelabuhan perikanan untuk mencapai fishing ground, tetapi karena terjadi
pencemaran mereka harus menangkap ikan lebih jauh. Selain berdampak terhadap perubahan
biofisik perairan dan penurunan hasil tangkapan, nelayan harus mengeluarkan biaya operasi
penangkapan ikan lebih besar dari biasanya. Selain itu nelayan juga akan mengalami kerugian
karena hasil tangkapan tidak mampu menutupi biaya operasional. Multiplier effect ini
tentunya akan mempengaruhi keseimbangan dan kesinambungan usaha perikanan tangkap
(Fauzi, 2010).

2.3 Valuasi Ekonomi Usaha Perikanan Tangkap Terhadap Pencemaran.


Dampak dari pencemaran tersebut berpengaruh terhadap keseimbangan dan
kesinambungan usaha perikanan tangkap. Penurunan produktivitas perikanan atau hasil
tangkapan nelayan berimplikasi terhadap kualitas ekonomi nelayan, terjadi penurunan
pendapatan nelayan dari hasil tangkapan ikan. Daripada itu diperlukan suatu langkah penilaian
dan membuat model optimasi ekonomi dalam rangka pengendalian pencemaran. Langkah
tersebut digunakan sebagai dasar dalam penentuan kebijakan yang tepat dalam mengatasi
kerugian nelayan akibat masalah pencemaran tersebut (Haryati dkk, 2013). Metode valuasi
ekonomi yang dapat digunakan dalam kasus ini adalah pendekatan produktivitas, yaitu
pendekatan yang menggunakan cara memberi harga sumberdaya alam sesuai dengan harga
pasar sesungguhnya (Arobi dan Razif, 2013).

5
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Potensi Perikanan Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang berbatasan
dengan selat Madura di wilayah pesisir utara (Gambar 3.1). Secara astronomis terletak pada
112o33’55” - 113o05’37” Bujur Timur dan 7o32’34” - 7o57’20” Lintang Selatan. Sebelah utara
Kabupaten Pasuruan berbatasan dengan Kota Pasuruan dan Selat Madura, sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Malang
dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Kota Batu (BPS Kabupaten
Pasuruan, 2021). Berhadapan langsung dengan pesisir selat Madura merupakan sebuah
keuntungan dan keunggulan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian daerah
terutama dari sektor perikanan tangkap.
Pesisir Kabupaten Pasuruan yang menghadap Selat Madura mempunyai potensi sektor
perikanan tangkap yang sangat besar. Potensi tersebut terbentang sepanjang garis pantai +48 km
dengan wilayah eksploitasi 112,5 mil laut persegi yang meliputi Kecamatan Kraton, Kecamatan
Lekok dan Kecamatan Nguling. Dari aspek potensi keruangan tersebut menghasilkan potensi
perikanan lestari 49.510 ribu ton ikan per tahun, dari potensi tersebut baru tereksploitasi sebesar
10.403,4 ton (DKP Kabupaten Pasuruan, 2012 dalam Ningtyas, 2020). Dikutip dari data BPS
Kabupaten Pasuruan (2013), nilai produksi dari sektor perikanan tangkap di Kabupaten Pasuruan
mencapai Rp 101.191.413.790.000 pada tahun 2013. Tercatat pada tahun 2017 produksi perikanan
laut Kabupaten Pasuruan adalah sebesar 19.704 ton (BPS Jawa Timur, 2017).

6
Gambar 3.1. Peta Administrasi Kabupaten Pasuruan.

3.2 Pendekatan Valuasi Ekonomi


Perubahan pada sumber daya alam dan lingkungan akan memberikan dampak yang
signifikan pada kegiatan perekonomian, yang akan bermuara pada pendapatan biaya secara
finansial. Aspek pendapatan yang berubah sering digunakan sebagai indikator valuasi sumber daya
alam dan lingkungan, baik pada produktivitas yang dihasilkan ataupun perubahan yang terindikasi
sebagai dampak kerusakan lingkungan. Teknik yang digunakan pada pendekatan produktivitas
yaitu dengan melihat pendapatan yang dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan, ataupun
peningkatan dan penurunan pendapatan yang diperoleh, yang berdampak secara langsung pada
kegiatan perekonomian. Pada pendekatan produktivitas, valuasi yang dilakukan untuk memberi
harga barang dan jasa yang diperoleh dari sumberdaya alam dan lingkungan sedapat mungkin
menggunakan harga pasar sesungguhnya (actual market price). Pendekatan produktivitas ini
utamanya diterapkan pada komoditi/produk yang diperjual belikan di pasar. Biasanya dalam
pendekatan ini ditemui kesulitan berupa tidak ditemukan data dan informasi yang siap dan tersedia

7
secara kuantitas. Akan tetapi hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan survei sederhana untuk
mendapatkan informasi mengenai kuantitas tersebut.

3.3 Hasil Produksi Perikanan Tangkap (Total Revenue)


Produksi perikanan tangkap Kabupaten Pasuruan yang digunakan berasal dari Data
Statistik Perikanan Jawa Timur dari tahun 2000 – 2013. Data hasil tangkapan pertahun merupakan
akumulasi dari beberapa jenis ikan (spesies) yang secara akumulatif mengalami penurunan hasil
produksi. Jenis – jenis ikan tersebut meliputi: 1) Ikan Lidah (Cynoglossus lingua), 2) Peperek
(Leiognatus equllus), 3) Manyung (Arius thalassinus), 4) Beloso (Glossogobius giuris), 5) Merah
(Lutjanus altifrontalis), 6) Kakap Putih (Lutjanus spp.), 7) Ekor Kuning (Caesio erythrogaster),
8) Gulamah (Pseudociena amoyensis), 9) Cucut (Stegostama sp.), 10) Pari (Dasyatis sp.), 11) Selar
(Selaroides leptolepis), 12) Belanak (Valamugil seheli), 13) Tembang (Sardinella gibbosai), 14)
Kembung (Resterelinger sp.), 15) Layur (Trichiurus lepterus), 16) Udang Windu (Panaeus
monodon), dan 17) Udang Putih (Panaeus merguiensis). Begitu juga dengan data nilai produksi
merupakan refleksi dari hasil tangkapan yang didapat dari sumber data.
Tabel 3.1. Produktivitas Perikanan Tangkap.

Tahun Hasil Tangkapan (Ton) Nilai Produksi


2000 6,102.81 37,095,595,000
2001 6,252.53 38,906,600,000
2002 6,294.20 47,060,771,000
2003 6,250.70 42,094,175,000
2004 5,923.30 23,843,950,000
2005 5,938.30 37,979,055,000
2006 5,456.20 37,759,000,000
2007 4,962.20 62,600,780,000
2008 4,947.73 64,830,260,000
2009 4,790.90 42,114,524,000
2010 3,596.60 26,925,316,000
2011 5,868.25 28,723,664,000
2012 1,795.93 26,227,657,000.2
2013 1,825.30 28,902,364,000.4
Sumber: Data Statistik Perikanan Jawa Timur.

Pembuangan lumpur lapindo ke Sungai Porong pada tahun 2006 yang bermuara pada selat
madura membuat secara akumulatif menyebabkan terjadinya penurunan hasil tangkapan nelayan.
Berdasarkan grafik Nilai produktivitas perikanan tangkap (Gambar 3.2), grafik hasil tangkapan

8
akumulatif dari tahun 2000 – 2010 terus mengalami penurunan yaitu sebesar 3.585,6 ton. Pada
tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 5.868,25 ton, lalu pada tahun berikutnya terus
mengalami penurunan. Nilai produksi perikanan (miliar) mendapatkan nilai yang fluktuatif.
Sempat turun pada tahun 2004, perlahan mengalami peningkatan hingga tahun 2008. Pada tahun
2009 dan 2010 mengalami penurunan. Menurut Rahim dkk (2016), fluktuasi tersebut disebabkan
oleh permintaan dan penjualan yang tidak seimbang. Penyebab lain fluktuasi tersebut adalah
lemahnya posisi tawar nelayan saat menjual ikan dan saat membeli bahan bakar solar/ bensin.
Simatupang (1999) dalam Irawan (2007), fluktuasi harga bersifat asimetris, yang berarti jika ada
peningkatan harga pada tingkat konsumen, maka peningkatan harga tidak dapat diteruskan kepada
produsen dengan cepat dan sebaliknya.

Hasil Perikanan Tangkap

70.000
65.000
60.000
55.000
50.000
45.000
40.000
35.000
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Hasil Tangkapan (Ton) Nilai Produksi (10^6)


Linear (Hasil Tangkapan (Ton)) Linear (Nilai Produksi (10^6))

Gambar 3.2. Grafik Nilai Produktivitas Perikanan Tangkap.

3.3 Biaya Pengeluaran (Total Cost)


Dalam usaha penangkapan ikan diperlukan biaya untuk mendapatkan ikan. Variabel biaya
yang digunakan meliputi variabel tidak tetap dan variabel tetap, variabel tidak tetap meliputi: 1)
BBM, 2) bekal makan, 3) es batu, 4) tenaga kerja dan 5) rokok. Sedangkan variabel tetap meliputi:
1) perawatan kapal, 2) perawatan mesin dan 3) perawatan alat tangkap. Data-data tersebut

9
didapatkan dengan mencari informasi terkait harga barang pada tahun dasar atau tahun 2000.
Harga tahun 2001 didapatkan dengan menambahkan selisih harga akibat inflasi dari tahun
sebelumnya, begitu pula tahun berikutnya. Adapun secara keseluruhan total biaya pengeluaran
dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Total Biaya Pengeluaran.

Tahun Total Biaya


2000 999,563,412.00
2001 4,342,588,217.10
2002 5,841,170,685.74
2003 10,783,955,577.63
2004 7,018,972,771.33
2005 11,788,542,673.16
2006 7,617,158,527.84
2007 12,354,980,341.93
2008 13,478,509,456.25
2009 12,600,366,942.70
2010 11,457,690,032.86
2011 19,293,748,169.02
2012 13,571,523,204.65
2013 25,641,616,479.68
Sumber: Hasil analisis

Total Biaya Penangkapan


30.000.000.000

25.000.000.000

20.000.000.000

15.000.000.000

10.000.000.000

5.000.000.000

0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

Total Biaya Linear (Total Biaya)

Gambar 3.3. Grafik Total Biaya Penangkapan.

10
Berdasarkan Gambar 3.3, total biaya penangkapan ikan setiap tahunnya mengalami
kenaikan dan penurunan. Tren total biaya penangkapan ikan dari tahun 2000 – 2013 mengalami
kenaikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas total biaya penangkapan tersebut seperti
pengaruh modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim (Prasetyawan, 2011).
Data lain yang digunakan untuk mengetahui total biaya pengeluaran usaha penangkapan
ikan adalah trip. Trip merupakan suatu rangkaian kegiatan menangkap ikan sejak meninggalkan
pelabuhan menuju daerah tangkapan ikan hingga kembali lagi. (Juardin dkk, 2019). Data trip
didapatkan dari statistik perikanan Jawa Timur merupakan akumulasi trip dari beberapa
penggunaan alat tangkap yang paling banyak digunakan di Kabupaten Pasuruan yang meliputi: 1)
Payang, 2) Jaring insang hanyut, 3) jaring klitik, 4) jaring insang tetap, 5) jaring tiga lapis, dan 6)
bagan tancap.

Jumlah Trip
60000

50000 49.952
45.112
40000
35.208 35.728
32.162 30.880
30000 29.461 29.66429.416
24.509 24.380
21.625 21.701
20000

10000
8.202

0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

Gambar 3.4. Jumlah Trip Penangkapan Ikan.

Gambar 3.4. menunjukkan jumlah trip yang fluktuatif setiap tahunnya, trip paling rendah
terjadi pada tahun 2000, dan tertinggi pada tahun 2003 yaitu sebanyak 49.952 trip. Faktor faktor
yang mempengaruhi jumlah trip ini seperti musim penangkapan ikan, cuaca, penambahan armada
kapal dan nelayan andon (Azizi dkk, 2017).

11
3.4 Analisis Valuasi Ekonomi
Pendekatan produktivitas hasil tangkapan ikan digunakan untuk mengetahui nilai rupiah
yang hilang akibat adanya buangan lumpur lapindo di Sungai Porong yang kemudian
mempengaruhi kondisi ekologi di Selat Madura. Perubahan kondisi ekologi pada pesisir dan lautan
pada akhirnya akan berpengaruh pada pendapatan dan biaya secara finansial. Variabel pendapatan
kemudian digunakan sebagai indikator untuk valuasi sumber daya alam dan lingkungan, baik
terhadap produktivitas yang dihasilkan maupun perubahan yang berindikasi dampak kerusakan
terhadap lingkungan (Sahubawa, 2013). Perhitungan perubahan pendapatan
(keuntungan/kerugian) pada nelayan di Kabupaten Pasuruan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶
= 𝑝. ℎ − 𝑐. 𝐸

Keterangan:
π = keuntungan/kerugian sumberdaya perikanan
TR = total revenue/penerimaan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan
TC = total cost/biaya upaya penangkapan
p = harga rata-rata ikan (Rp/ton)
h = hasil tangkapan (ton)
c = total biaya per satuan effort (Rp/hari)
E = jumlah effort (trip/tahun)

Merujuk pada rumus diatas, perhitungan keuntungan atau kerugian usaha perikanan tangkap
di Kabupaten Pasuruan dilakukan dengan menggunakan data pada Tabel 3.1 sebagai penerimaan
dari pemanfaatan sumberdaya perikanan (TR) dan Tabel 3.2 sebagai biaya upaya penangkapan
(TC). Hasil dari perhitungan keuntungan dan kerugian disajikan pada Tabel 3.3 dan Gambar 3.5.

12
Tabel 3.3. Hasil Perhitungan Keuntungan/Kerugian.

Tahun Total Cost (TC) Total Revenue (TR) Keuntungan/Kerugian


2000 999,563,412.00 37,095,595,000.00 36,096,031,588.00
2001 4,342,588,217.10 38,906,600,000.00 34,564,011,782.90
2002 5,841,170,685.74 47,060,771,000.00 41,219,600,314.26
2003 10,783,955,577.63 42,094,175,000.00 31,310,219,422.37
2004 7,018,972,771.33 23,843,950,000.00 16,824,977,228.67
2005 11,788,542,673.16 37,979,055,000.00 26,190,512,326.84
2006 7,617,158,527.84 37,759,000,000.00 30,141,841,472.16
2007 12,354,980,341.93 62,600,780,000.00 50,245,799,658.07
2008 13,478,509,456.25 64,830,260,000.00 51,351,750,543.75
2009 12,600,366,942.70 42,114,524,000.00 29,514,157,057.30
2010 11,457,690,032.86 26,925,316,000.00 15,467,625,967.14
2011 19,293,748,169.02 28,723,664,000.00 9,429,915,830.98
2012 13,571,523,204.65 26,227,657,000.20 12,656,133,795.55
2013 25,641,616,479.68 28,902,364,000.40 3,260,747,520.72
Sumber: Hasil analisis.

Keuntungan/Kerugian (π)
60.000.000.000,00
50.000.000.000,00
40.000.000.000,00
30.000.000.000,00 y = -2E+09x + 4E+10
R² = 0,32
20.000.000.000,00
10.000.000.000,00
0,00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Gambar 3.5. Grafik Keuntungan/kerugian Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Pasuruan.

Hasil perhitungan keuntungan/kerugian usaha perikanan tangkap di Kabupaten Pasuruan


menunjukan bahwa terjadi tren penurunan keuntungan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2013.
Penurunan terbesar secara berturut-turut terjadi pada tahun 2013 sebesar 74%, 2010 sebesar 48%,
2004 sebesar 46%, dan tahun 2009 sebesar 43%. Selain terjadi penurunan keuntungan, juga sempat
terjadi peningkatan keuntungan yang signifikan sebesar 67% pada tahun 2007. Perubahan
keuntungan/kerugian pada usaha perikanan tangkap dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah modal, tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut (Indara, 2017).

13
Berikutnya apabila diamati perubahan nilai keuntungan/kerugian berdasarkan kaitanya
dengan buangan lumpur Lapindo yang terjadi pada tahun 2006 dapat dilihat trend penurunan mulai
tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Penurunan tersebut terutama dipengaruhi oleh jumlah hasil
tangkapan (Tabel 3.1) yang juga memiliki trend menurun pada tahun yang sama, sehingga grafik
nilai hasil tangkapan (Gambar 3.2) memiliki bentuk grafik yang hampir sama dengan grafik hasil
perhitungan keuntungan/kerugian. Guna melihat perbedaan nilai keuntungan sebelum dan sesudah
adanya luapan lumpur lapindo yang dibuang ke Sungai Porong dan mengalir hingga ke Selat
Madura di gunakan persamaan sebagai berikut:

𝑆𝑁 = 𝜋1 − 𝜋1

Keterangan:
SN = selisih nilai keuntungan akibat adanya luapan lumpur lapindo
π1 = rata-rata keuntungan/kerugian sumberdaya perikanan sebelum adanya lumpur
lapindo
π2 = rata-rata keuntungan/kerugian sumberdaya perikanan setelah adanya lumpur
lapindo

Hasil perhitungan selisih nilai keuntungan akibat adanya luapan lumpur lapindo dapat
disajikan pada Tabel 3.4 berikut ini.
Tabel 3.4. Selisih Nilai Keuntungan Akibat Adanya Luapan Lumpur Lapindo.

No π1 (Tahun 2000-2006) π2 (Tahun 2007-2013) SN


1 36,096,031,588.00 50,245,799,658.07
2 34,564,011,782.90 51,351,750,543.75
3 41,219,600,314.26 29,514,157,057.30
4 31,310,219,422.37 15,467,625,967.14
5 16,824,977,228.67 9,429,915,830.98
6 26,190,512,326.84 12,656,133,795.55
7 30,141,841,472.16 3,260,747,520.72
Rata-rata 30,906,742,019.31 24,560,875,767.64 6,345,866,251.67
Sumber: Hasil analisis.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui rata-rata selisih nilai keuntungan akibat adanya
luapan lumpur lapindo adalah sebesar Rp 6,34 miliar atau sebesar 20,53% dari rata-rata
keuntungan/kerugian sebelum adanya luapan lumpur lapindo. Kedua hasil perhitungan

14
keuntungan/kerugian dan selisih nilai keuntungan menunjukan adanya penurunan nilai, kondisi
tersebut dapat diasumsikan bahwa lumpur lapindo yang dibuang ke Sungai Porong dan mengalir
menuju Selat Madura turut memberikan dampak pada penurunan keuntungan usaha perikanan
tangkap di Kabupaten Pasuruan. Menurut Rukmana dan Shofwan (2018), pencemaran air sebagai
secondary hazard merupakan dampak lingkungan paling tinggi dan paling cepat akibat luapan
lumpur lapindo.

15
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 KESIMPULAN
1. Pembuangan lumpur lapindo ke Sungai Porong pada tahun 2006 yang bermuara pada selat
madura membuat secara akumulatif menyebabkan terjadinya penurunan hasil tangkapan
nelayan sebesar 3.585,6 ton dari tahun 2000-2010.
2. Hasil perhitungan keuntungan/kerugian usaha perikanan tangkap di Kabupaten Pasuruan
menunjukan bahwa terjadi tren penurunan keuntungan dari tahun 2000 sampai dengan
tahun 2013. Penurunan terbesar secara berturut-turut terjadi pada tahun 2013 sebesar 74%,
2010 sebesar 48%, 2004 sebesar 46%, dan tahun 2009 sebesar 43%. Selain terjadi
penurunan keuntungan pada tahun 2007 sempat terjadi peningkatan keuntungan yang
signifikan sebesar 67%.
3. Rata-rata selisih nilai keuntungan akibat adanya luapan lumpur lapindo adalah sebesar Rp
6,34 miliar atau sebesar 20,53% dari rata-rata keuntungan/kerugian sebelum adanya luapan
lumpur lapindo yang dibuang ke Sungai Porong.
4. Kedua hasil perhitungan keuntungan/kerugian dan selisih nilai keuntungan menunjukan
adanya penurunan nilai, kondisi tersebut dapat diasumsikan bahwa lumpur lapindo yang
dibuang ke Sungai Porong dan mengalir menuju Selat Madura turut memberikan dampak
pada penurunan keuntungan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Pasuruan.

4.2 REKOMENDASI
1. Perlu dibuatnya strategi pengelolaan lingkungan yang melibatkan affected people dan
masyarakat lokal untuk pengendalian dampak kerusakan lingkungan akibat buangan
lumpur lapindo ke Sungai Porong yang diindikasikan berdampak pada kawasan pesisir dan
laut di Selat Madura.
2. Perlu adanya instrumen hukum yang tegas untuk membatasi dan mengontrol cemaran yang
dapat diterima akibat buangan lumpur lapindo.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai dampak lingkungan dari pembuangan
lumpur lapindo ke Sungai Porong yang kemudian berpengaruh pada kualitas kawasan
pesisir dan laut di sekitar Selat Madura.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abida, I. W. (2010). Struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton di Perairan Muara Sungai
Porong Sidoarjo. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and Technology,
3(1), 36–40. https://doi.org/10.21107/jk.v3i1.840.

Arobi, A. I., & Razif, M. (2013). Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan Hidup dan Biaya Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Biaya Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Studi
AMDAL Rumah Sakit di Surabaya. Jurnal Teknik Pomits, 2(1), 1–6.

Azizi, A., Kumala Putri, E. I., & Fahrudin, A. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perubahan Pendapatan Nelayan Akibat Variabilitas Iklim. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan
Dan Perikanan, 12(2), 225. https://doi.org/10.15578/jsekp.v12i2.5320

Benny Osta Nababan, Sari, Y. D., & Hermawan, M. (2008). Tinjauan aspek ekonomi keberlanjutan
perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Buletin Ekonomi Perikanan,
8(2), 50–68.
BPS Jawa Timur. 2017. Produksi Ikan Menurut Kabupaten/Kota dan Sub Sektor Perikanan.
https://jatim.bps.go.id/statictable/2019/10/14/1883/produksi-ikan-menurut-kabupaten-kota-
dan-sub-sektor-perikanan-ton-2017.html Diakses pada 21 Juni 2021 Pukul 15.00 WIB.
BPS Kabupaten Pasuruan. 2013. Nilai Produksi Ikan Menurut Sub Sektor Perikanan Per
Kecamatan. https://pasuruankab.bps.go.id/statictable/2015/01/01/88/nilai-produksi-ikan-
menurut-sub-sektor-perikanan-per-kecamatan-ribuan-rp-2013.html. Diakses pada 21 Juni
2021 Pukul 14.57 WIB.
BPS Kabupaten Pasuruan. 2021. Kabupaten Pasuruan Dalam Angka 2021.
Farida, A. 2013. Jalan Panjang Penyelesaian Konflik Kasus Lumpur Lapindo. Jurnal Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik. Volume 17 Nomor 2 (144-162).
Fauzi, Akhmad. 2010. Ekonomi Perikanan Teori, Kebijakan, dan Pengelolaan. Gramedia: Jakarta.

Haryati, S., Sanim, B., Riani, E., Ardianto, L., & Sutrisno, D. (2013). Valuasi Ekonomi Dampak
Pencemaran dan Analisis Kebijakan Pengendalian Pencemaran di Teluk Jakarta. Globe
Volume, 15(2), 185–190.

Herawati, N. (2007). Analisis risiko Lingkungan Aliran Air Lumpur Lapindo Ke Badan Air (Studi
Kasus Sungai Porong dan Sungai Aloo - Kabupaten Sidoarjo). Universitas Diponegoro.

Irawan, B. 2007. Fluktuasi Harga dan Tranmisi Harga serta Margin Pemasaran Sayuran Buah.
Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 Nomor 4.

Juardin, A., Tadjudah, M., & Lawelle, S. A. (2019). The Influence Of Fishing Trip On Purse Seine
Fishing Gear Income In Petoaha And Bungkutoko Village of Kendari City. 01(1).

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan
Perikanan 2016. Jakarta.

17
Malayadi, A. F. 2012. Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun Laboratorium Universitas Hasanuddin Kota Makassar. [Skripsi]. Makassar.
Universitas Hasanuddin.

Nababan, B. O. dkk. 2008. Tinjauan Aspek Ekonomi Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala
Kecil di Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Jurnal Buletin Ekonomi Perikanan. Vol. 8, Nomor
2. Hal 50-68.

Ningtyas, D. A. W. 2020. Potensi Pengembangan dan Pemberdayaan Sosial Ekonomi Daerah


Pesisir Pantai di Wilayah Kabupaten Pasuruan. Jurnal Geografi, Volume 6 Nomor 1.

Prasetyawan, A. W. (2011). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Nelayan di Desa Tasik


Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. [Skripsi]

Pursetyo, K. T. dkk. 2015. Perbandingan Morfologi Kerang Darah di Perairan Kenjeran dan
Perairan Sedati. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol. 7, No. 1. Hal 31-33.

Rukandar, D. (2017). Pencemaran Air: Pengertian, Penyebab, dan Dampaknya. Mimbar Hukum,
21(1), 23–34. https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article-pdf/Pencemaran Air,
Pengertian, Penyebab dan Dampaknya.pdf

Rukmana, S. N., & Shofwan, M. (2018). Dampak Risiko Secondary Hazard di Sekitar Bencana
Lumpur Lapindo Terhadap Perubahan Lingkungan. Jurnal Pembangunan Wilayah. Volume
14, Nomor 4. Halaman 295-306.

Sahubawa, L. 2013. Bahan Ajar Neraca Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Yogyakarta. Magister
Pengelolaan Lingkungan. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Triarso, I. 2012. Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Pantura Jawa
Tengah. Jurnal Saintek Perikanan. Vol. 8, No. 1. Hal 65-73.

Undang Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 31 tahun
2004 tentang Perikanan.

Wahyuningrum, P. I., Nurani, W. T., dan Rahmi. T. A. 2012. Usaha Perikanan Tangkap Multi
Purpose di Sadeng Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Maspari Journal.
4(1), 10-22.

Wardani, R. T., & Sukojo, B. M. (2012). Analisa Perbandingan Konsentrasi Klorofil Antara Citra
Satelit Terra Dan Aqua/Modis Ditinjau Dari Suhu Permukaan Laut Dan Muatan Padatan
Tersuspensi (Studi Kasus : Perairan Selat Madura Dan Sekitarnya). Geoid.

18

Anda mungkin juga menyukai