Anda di halaman 1dari 32

USULAN PENELITIAN SKRIPSI

EFEKTIVITAS PEMBERIAN PAKAN BEKU (Frozen food) DENGAN


BAHAN BAKU DARI CACING TANAH (Lumbricus rubellus) UNTUK
PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE (Clarias sp)

Oleh :

MUHAMMAD IHMAN
1610712310007

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2020
USULAN PENELITIAN SKRIPSI
EFEKTIVITAS PEMBERIAN PAKAN BEKU (Frozen food) DENGAN
BAHAN BAKU DARI CACING TANAH (Lumbricus rubellus) UNTUK
PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE (Clarias sp)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Pada


Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Lambung Mangkurat

Oleh :

MUHAMMAD IHMAN
1610712310007

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
BANJARBARU
2020
JUDUL : EFEKTIVITAS PEMBERIAN PAKAN BEKU
(Frozen food) DENGAN BAHAN BAKU DARI
CACING TANAH (Lumbricus rubellus) UNTUK
PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE (Clarias)
NAMA : MUHAMMAD IHMAN
NIM : 1610712310007
JURUSAN : BUDIDAYA PERAIRAN
PROGRAM STUDI : BUDIDAYA PERAIRAN

Disetujui Oleh :

TIM PEMBIMBING

Ir.Hj.RIRIEN KARTIKA RINI, MP


(Ketua)

Dr. NOOR ARIDA FAUZANA, S.Pi, M.Si


(Anggota)

Mengetahui :

Program Studi Budidaya Perairan Panitia Seminar dan Ujian Sarjana


Fakultas Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan
ULM ULM

Ir. H. ABDURRAHIM NUR, MNIP. Ir. H. ROZANIE RAMLI, M.SNIP.


19630101 198903 1 006 19550526 198103 1 004
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan


rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun proposal penelitian
skripsi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulis Mengucapkan
terimakasih kepada Dosen Pembimbing penelitian ibu Ir.Hj.Ririen Kartika Rini,
MP selaku ketua dan Ibu Dr. Noor Arida Fauzana, S.Pi, M.Si. selaku anggota atas
bimbingan, arahan serta saran yang diberikan selama pembuatan proposal
penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kawan-kawan serta
seluruh pihak yang turut membantu dalam pembuatan proposal penelitian ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk proposal
ini sehingga dapat semakin baik. Demikian yang dapat penulis sampaikan, akhir
kata semoga proposal penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Banjarbaru, Maret 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
DAFTAR TABEL...................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iv
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah......................................................................... 3
1.3 Tujuan dan Kegunaan...................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 5
2.1 Ikan lele (Clarias).......................................................................... 5
2.2 Cacing tanah (Lumbricus)................................................................ 6
2.3 Pakan................................................................................................ 8
2.4 Kualitas Air...................................................................................... 10
2.4.1 Suhu Perairan.......................................................................... 10
2.4.2 Oksigen Terlarut (DO)............................................................ 11
2.4.3 Derajat Keasaman (pH)........................................................... 11
2.4.4 Amoniak (NH3)...................................................................... 11
BAB 3. METODE PENELITIAN.......................................................... 13
3.1. Waktu dan Tempat......................................................................... 13
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................. 13
3.3 Prosedur Penelitian........................................................................ 14
3.3.1 Wadah Pemeliharaan.............................................................. 15
3.3.2 Ikan Uji.................................................................................. 15
3.3.3 Pemeliharaan dan Pakan........................................................ 15
3.3.4 Sampling................................................................................ 16
3.3. Rancangan Penelitian...................................................................... 16
3.4. Parameter Penelitian ...................................................................... 17
3.5.1 Pertumbuhan Berat Relatif.................................................... 17
3.5.2 Pertumbuhan Panjang Relatif ............................................... 17
3.5.3 Rasio Konversi Pakan (FCR)................................................ 18
3.5.4 Efisiensi Pakan...................................................................... 18
3.5.5 Sintasan................................................................................. 18
3.5. Parameter Kualitas Air.................................................................... 19
3.6. Hipotesis.......................................................................................... 19

iv
3.7. Analisis Data................................................................................... 19
DAFTAR PUSTA....................................................................................... 20
LAMPIRAN................................................................................................ 22

iv
DAFTAR TABEL

Nomor
Halaman
2.1 Kriteria Kualitas Air Untuk Budidaya Ikan Lele............................... 12
3.1 Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian........................................... 13
3.2 Alat Yang Digunakan Dalam Penelitian............................................ 13
3.3 Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian ........................................ 14
3.4 Komposisi Bahan Pakan Olahan Cacing tanah.................................. 16

iv
DAFTAR GAMBAR

Nomor
Halaman
2.1 Ikan Lele........................................................................................... 5
2.2 Cacing tanah....................................................................................... 7
3.1 Tata Letak Wadah Perlakuan............................................................. 17

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sektor perikanan termasuk salah satu potensi yang dimiliki oleh


Indonesia sebagai negara yang 70% wilayahnya berupa perairan dimana pada
sector tersebut masih sangat prospektif untuk dikembangkan. Sektor perikanan
memegang peranan penting dalam menghadapi krisis ekonomi yang dihadapi
Indonesia beberapa tahun terakhir ini dan bisa menyerap tenaga kerja yang
banyak. Salah satu usaha di sektor perikanan yang banyak digeluti masyarakat
tersebut adalah budidaya ikan.
Budidaya ikan air tawar merupakan sektor usaha yang sangat potensial,
sehingga memberikan peranan yang nyata dalam pemenuhan kebutuhan ikan
konsumsi dalam negri. Satu dari beberapa jenis ikan yang bernilai ekonomis dan
mudah untuk dibudidayakan adalah ikan lele. Kelebihan ikan lele diantaranya
adalah pertumbuhannya cepat, pemeliharaannya relatif mudah, dapat dipelihara
dalam lahan sempit dengan padat tebar tinggi dan tahan terhadap lingkungan yang
kurang baik, selain itu ikan lele memiliki rasa yang enak serta kandungan gizi
yang tinggi sehingga sangat banyak diminati di kalangan masyarakat
(Banjarnahor, Syammaun dan Leidonald, 2015).
Kendala utama dalam kegiatan budidaya ikan adalah ketersediaan benih
ikan dan penggunaaan pakan untuk pemeliharaan ikan. Pemeliharaan larva
merupakan fase kritis karena pada tahap ini ikan mengalami peralihan dari fase
endogenous feeding ke fase exogenous feeding. Pakan yang tersedia pada masa
peralihan tersebut harus sesuai dengan kebutuhan nutrisi, sehingga dapat
mempercepat pertumbuhan ikan. Pakan yang tidak sesuai dapat menyebabkan
pertumbuhan yang lambat dan kematian ikan. Umumnya pembudidaya ikan
memberikan pakan alami pada fase benih, karena pakan alami memiliki ukuran
yang kecil dan sesuai dengan bukaan mulut benih ikan (Tampubolon 2016).
Pakan alami yang sering digunakan dalam budidaya ikan adalah Artemia sp.,
Daphnia sp., Spirulina sp., Tubifex sp., cacing sutra dan caing tanah.

iv
Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat menunjang kegiatan
usaha budidaya perikanan, sehingga pakan yang tersedia harus memadai dan
memenuhi kebutuhan ikan. Pada budidaya ikan 60%-70% biaya produksi
digunakan untuk biaya pakan (Hadadi et al., 2009). Peningkatan efisiensi pakan
melalui pemenuhan kebutuhan nutrisi sangat dibutuhkan dalam rangka menekan
biaya produksi. Di era globalisasi saat ini, bahan pakan ikan yang semakin mahal
mempengaruhi harga pakan pada umumnya. Banyak bahan pakan yang harus
didapat dari impor, oleh karena itu segi biaya pakan merupakan faktor yang paling
tinggi pengeluarannya. Selain biaya pakan, kebutuhan nutrisi dari ikan harus
diperhatikan terutama asupan proteinnya.
Protein merupakan salah satu faktor terpenting kebutuhan nutrisi dalam
keberhasilan pembuatan pakan ikan. Bahan baku yang biasa digunakan dalam
pembuatan pakan ikan yaitu dengan memanfaatkan bahan dari tumbuhan maupun
hewan. Salah satu kendala dalam pembuatan pakan buatan sumber protein hewani
dengan bahan baku tepung ikan adalah tepung ikan masih merupakan komoditas
impor sampai saat ini. Tepung ikan yang umumnya digunakan untuk bahan pakan
sumber protein hewani ketersediannya sering berfluktuasi dengan harga yang
tinggi. Maka dari itu, perlu adanya pakan alternatif sumber protein hewani sebagai
pengganti tepung ikan (Rumondor dkk, 2016).
Pakan alternatif diharapkan dapat menjawab permasalahan pakan saat ini
yaitu harga pakan ikan yang terus naik, masalah pencemaran lingkungan perairan
karena penumpukan sisa pakan dan munculnya berbagai macam penyakit yang
menyebabkan kematian pada ikan (Fahmi, 2009). menyatakan bahwa sumber
protein yang akan dijadikan alternatif pengganti tepung ikan merupakan bahan
yang tersedia dalam jumlah melimpah dan tidak bersaing dengan manusia dalam
pemanfaatannya. Syarat bahan yang dapat dijadikan bahan baku pakan yaitu: tidak
berbahaya bagi ikan, tersedia sepanjang waktu, mengandung nutrisi sesuai dengan
kebutuhan ikan, dan bahan tersebut tidak berkompetisi dengan kebutuhan manusia
(Fahmi, 2015).
Cacing tanah merupakan salah sumber protein alternatif yang
dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan sehingga bisa menekan biaya operasional
pada kegiatan pembesaran ikan. Cacing tanah merupakan hewan tanah yang

iv
mudah dibudidayakan, serta memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Menurut
(Palungkun 1999), tepung cacing tanah mengandung protein yang lebih besar
dibandingkan dengan tepung ikan, yaitu mencapai 64-74%, sedangkan tepung
ikan hanya 58%. Tepung cacing tanah juga mengandung asam amino paling
lengkap, berlemak rendah, mudah dicerna dan tidak mengandung racun.
Kandungan gizi pada cacing tanah cukup tinggi, yaitu berkisar 71,8% protein,
16,6% lemak, 9,99% karbohidrat dan 446,3 kal (Comarudin, 2008) dan juga
cacing tanah dapat menjadi pakan udang windu dan udang galah (Adisoemarto &
Atmowidjojo 1983). (Hermawan 2016) menyatakan bahwa cacing tanah (L.
rubellus) mengandung kadar protein sangat tinggi sekitar 76%. Kadar ini lebih
tinggi dibandingkan daging mamalia (65%) atau ikan (50%) sedangkan menurut
(Maulida,2015) kandungan gizi pada cacing tanah sangatlah tinggi dibandingkan
dengan tepung ikan. Kadar protein cacing tanah berkisar antara 64-76%,
sedangkan tepung ikan hanya memiliki kandungan protein sekitar 58%, selain itu
memiliki kadar lemak yang cukup rendah sekitar 7-10% serta kandungan lain
yang terdapat pada cacing tanah diantaranya 0,55% kalsium, 1% fosfor, dan
1,08% serat kasar.
Beberapa penelitian tentang penggunaan cacing tanah sebagai pakan lele
belum banyak dilakukan, sementara cacing tanah mempunyai potensi yang cukup
besar sebagai sumber protein hewani. Hermawan (2016) menyatakan bahwa
cacing tanah (L. rubellus) mengandung kadar protein sangat tinggi sekitar 76%.
Kadar ini lebih tinggi dibandingkan daging mamalia (65%) atau ikan (50%)
sedangkan menurut (Maulida,2015) kandungan gizi pada cacing tanah sangatlah
tinggi dibandingkan dengan tepung ikan. Kadar protein cacing tanah berkisar
antara 64-76%, sedangkan tepung ikan hanya memiliki kandungan protein sekitar
58%, selain itu memiliki kadar lemak yang cukup rendah sekitar 7-10% serta
kandungan lain yang terdapat pada cacing tanah diantaranya 0,55% kalsium, 1%
fosfor, dan 1,08% serat kasar. Cacing tanah merupakan potensi bahan pangan
yang belum banyak dimanfaatkan, sehingga cacing tanah dapat digunakan
sebagai pengganti/subtitusi pakan lele untuk menekan harga pakan komersial dan
ikan rucah yang relatif mahal.

iv
Diversivikasi pakan dari cacing tanah sebagai alternatif bahan pakan ikan
budidaya hingga saat ini umumnya hanya berupa pellet dan penambahan beberapa
bahan di dalam formulasinya. Pellet tidak dapat digunakan terus menerus dan
perlu diimbangi oleh pakan alami dan juga pakan tambahan, sehingga diperlukan
alternatif terhadap pembuatan pakan cacing tanah yang dapat digunakan setiap
waktu, bernutrisi tinggi dan memiliki daya simpan yang panjang. Diversifikasi
bentuk pakan yang diberikan berupa pakan olahan frozen food dari cacing tanah.

I.2 Rumusan Masalah


Permintaan ikan lele yang semakin meningkat menyebabkan eksploitasi
penangkapan ikan lele juga semakin tidak terkendali. Usaha budidaya ikan lele
sudah banyak dilakukan namun tidakadanya pada penyediaan pakan yang
memerlukan budidaya yang tinggi. Alternatif pemcahan masalah tersebut adalah
dengan memberikan pakan tambahan berupa pakan hidup seperti ikan rucah,
maggot dan cacing tanah , sedangkan penggunaan cacing tanah masih belum
banyak dilakuhkan. Cacing tanah mempunyai potensi untuk digunakan sebagai
pakan lele yang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan sangat cocok untuk
pakan lele yang bersifat karnivora. Cacing tanah dapat diberikan sebagai pakan
hidup atau diberikan daklam bentuk frozen food sebagai diversifikasi produk.
Perumusan masalah yang dapat dihimpun adalah:
1. Bagaimana kandungan nutrisi/gizi pada pakan olahan frozen food dari cacing
tanah ?
2. Bagaimana pertumbuhan benih ikan lele yang dipelihara dengan pemberian
pakan olahan frozen food dari cacing tanah dengan presentase yang berbeda ?
3. Pada presentase berapakah pakan olahan frozen food dari cacing tanah yang
optimal untuk meningkatkan pertumbuhan benih ikan lele ?
I.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kandungan gizi pakan olahan dari cacing tanah yang meliputi
kadar protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, abu, dan air
2. Menganalisis pertumbuhan benih ikan lele yang dipelihara dengan pemberian
pakan olahan frozen food dari cacing tanah dengan presentase yang berbeda.

iv
3. Menentukan presentase yang optimal dari pakan olahan frozen food dari
cacing tanah untuk meningkatkan pertumbuhan benih ikan lele
Kegunaan penelitian in adalah :

1. Memberikan informasi tentang hasil pakan olahan cacing tanah berupa frozen
food.
2. Memberikan pengetahuan inovasi pakan olahan berupa frozen food dari cacing
tanah untuk benih ikan lele.
3. Untuk memberikan solusi yang baik dalam bidang pakan olahan untuk
pembudidaya ikan lele khususnya pada fase benih.

iv
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lele (Clarias)


Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam
ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Lele dicirikan
dengan tubuhnya yang licin dan pipih memanjang, serta adanya sungut yang
menyembul dari daerah sekitar mulutnya. Nama ilmiah Lele adalah Clarias spp.
yang berasal dari bahasa Yunani "chlaros", berarti "kuat dan lincah". Dalam
bahasa Inggris lele disebut dengan beberapa nama, seperti catfish, mudfish dan
walking catfish. Klasifikasi ikan lele berdasarkan Saanin (1984) dalam Hilwa
(2004) yaitu sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostarophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias

Gambar 2.1. Ikan Lele (Clarias sp)


Ikan lele merupakan hewan nokturnal dimana ikan ini aktif pada malam
hari dalam mencari mangsa. Ikan-ikan yang termasuk ke dalam genus lele
dicirikan dengan tubuhnya yang tidak memiliki sisik, berbentuk memanjang serta
licin. Ikan Lele mempunyai sirip punggung (dorsal fin) serta sirip anus (anal fin)
berukuran panjang, yang hampir menyatu dengan ekor atau sirip ekor. Ikan lele
memiliki kepala dengan bagian seperti tulang mengeras di bagian atasnya. Mata

iv
ikan lele berukuran kecil dengan mulut di ujung moncong berukuran cukup lebar.
Dari daerah sekitar mulut menyembul empat pasang barbel (sungut peraba) yang
berfungsi sebagai sensor untuk mengenali lingkungan dan mangsa. Lele memiliki
alat pernapasan tambahan yang dinamakan Arborescent. Arborescent ini
merupakan organ pernapasan yang berasal dari busur insang yang telah
termodifikasi. Pada kedua sirip dada lele terdapat sepasang duri (patil), berupa
tulang berbentuk duri yang tajam. Pada beberapa spesies ikan lele, duri-duri patil
ini mengandung racun ringan. Hampir semua species lele hidup di perairan tawar.
Berikut kisaran parameter kualitas air untuk hidup dan pertumbuhan optimum
ikan lele menurut beberapa penelitian dalam Witjaksono (2009).
Parameter Nilai Satuan Sumber
Suhu 22-32 o
BBPBAT (2005)
C
> 0,3 Rahman et al (1992)
Oksigen Terlarut > 0,1 BBPBAT (2005)
mg/L
6,5 – 8,5 Boyd (1990)
Ph 6–9 Wedemeyer (2001)
mg/L
0, 05 – 0,2 Wedemeyer (2001)
3
Amonia (NH ) < 0,1 mg/L Rahman et al (2001)
50 – 500 mg/L CaCO3 Wedemeyer (2001)
Alkalinitas 5-100 mg/L CaCO3 Boyd (1990)
(Sumber : Witjaksono 2009)

2.2. Cacing Tanah (Lumbricus rubelllus)


Cacing tanah merupakan organisme hidup di dalam tanah yang bersifat
heterotrof, yaitu mendapatkan energi dengan cara memakan bahan organik.
Cacing tanah termasuk hewan yang tergolong ke dalam hewan avertebrata (tidak
bertulang belakang). Dalam kajian taksonomi cacing tanah termasuk dalam filum
Annelida yang berarti tubuhnya terdiri dari beberapa segmen. Filum Annelida
terbagi dalam tiga kelas yaitu Polychaeta, Oligochaeta dan Huridinia. Annelida
mempunyai koloni di laut, air tawar, dan darat. Lebih dari 1.800 spesiesnya
disebut cacing tanah (Oligochaeta) yang hidup di dalam tanah (Ciptanto &
Paramita, 2011).
Cacing tanah merupaka anggota Oligochaeta yang memiliki posisi
strategis pada proses penguraian bahan organik (Husamah et al., 2017). Cacing
tanah tidak memiliki kepala yang berkembang dengan baik dan pada umumnya

iv
ditemukan hidup di dalam tanah dimana terdapat kelembaban yang cukup
sehingga dapat menjaga tubuhnya tetap lembab untuk pertukaran gas. Cacing
tanah adalah pemakan bangkai, memakan daun dan bahan organik hidup atau
mati, yang dengan mudah dapat dimasukkan ke dalam mulut bersama dengan
kotoran (Sylvia & Michael, 2015). Berdasarkan klasifikasinya, cacing tanah
termasuk ke dalam kelas Oligochaeta yang terbagi menjadi 12 famili (suku). 10
Beberapa famili yang terkenal diantaranya Lumbriciadae, Megascolecidae,
Acanthrodrilidae, dan Octochaetidae (Maulida, 2015).
Tubuh cacing tanah terbagi menjadi lima bagian, yakni bagian depan
(anterior), bagian tengah, bagian belakang (posterior), bagian punggung (dorsal),
dan bagian bawah atau perut (ventral) (Maulida, 2015). Tubuh cacing tanah
tersusun atas segmen-segmen, dimana pada setiap segmen (sumite) terdapat
rambut pendek dan keras yang disebut “seta”. Bentuk tubuh cacing tanah
umumnya silindris memanjang. Mulut terdapat pada segmen yang pertama,
sedangkan anus pada segmen yang terakhir (Rukmana, 1999). Secara sistematik
cacing tanah bertubuh tanpa kerangka yang tersusun oleh segmen-segmen fraksi
luar dan fraksi dalam yang saling berhubungan secara integral, diselaputi oleh
epidermis (kulit) berupa kutikula (kulit kaku) berpigmen tipis dan setae (lapisan
daging semu dibawah kulit) kecuali pada dua segmen pertama yaitu pada bagian
mulut (Hanafiah, 2005).
Cacing tanah Lumbricus rubellus ini bukan berasal dari Indonesia
melainkan dari Eropa, sehingga sering disebut cacing Eropa atau cacing
introduksi. Di Indonesia cacing ini disebut juga dengan nama cacing Jayagiri
(Rukmana, 1999). Kedudukan cacing tanah Lumbricus rubellus dalam taksonomi
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Kelas : Oligochaeta
Ordo : Haplotaxida
Famili : Lumbricidae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus rubellus (Hoffmeister, 1843)

iv
Cacing Lumbricus rubellus memiliki kategori ekologi yaitu epigeic,
habitat hidupnya di kotoran sampah serta memakan bahan-bahan organic
(Blanchart et al., 1999). Cacing ini memiliki warna tubuh gelap dan memiliki
kemampuan penyamaran yang efektif, tidak membuat lubang di dalam tanah serta
kotorannya tidak terlihat jelas. Cacing ini umumnya memakan serasah (sampah
organik yang membusuk), tetapi tidak mencernah tanah (Maulida, 2015).

Gambar 2.2. Cacing Tanah (Lumbricus)


Bentuk tubuh cacing Lumbricus rubellus bagian atas (dorsal) membulat
dan bagian bawah (ventral) pipih (Ciptanto & Paramita, 2011). Panjang tubuh
cacing ini antara 8–14 cm dengan jumlah segmen antara 95–100 segmen
(Rukmana, 1999). Pada setiap segmen cacing ini terdapat rambut keras dan
berukuran pendek yang juga disebut seta (Palungkun, 1999). Warna tubuh cacing
tanah bagian punggung (dorsal) cokelat cerah sampai ungu kemerah-merahan,
warna tubuh bagian ventral krem, dan bagian ekor kekuningkuningan. Bentuk
tubuh dorsal membulat dan ventral memipih. Pada cacing tanah pembentukan
klitelium terjadi setelah berumur 2,5-3 bulan. Klitelium terletak pada segmen ke
27–32. Jumlah segmen pada klitelium antara 6–7 segmen. Lubang kelamin jantan
terletak pada segmen ke-14 dan lubang kelamin betina pada segmen ke-13.
Gerakan cacing ini lamban dan kadar air tubuh cacing berkisar antara 70% -80%
(Rukmana, 1999).
Cacing tanah mempunyai tingkat perkembangbiakan paling tinggi dan
produktif dalam menghasilkan kokon, dimana rata-rata setiap tahun bisa
memproduksi antara 79-106 butir (cacing tanah jenis lain rata-rata hanya
menghasilkan 20-40 kokon per tahun) atau lebih dari dua kokon dalam 7-10 hari.
Cacing ini menghasilkan kokon berukuran panjang 3,10 mm dan tebalnya 2,76

iv
mm (Sugiantoro, 2012). Selain produksi kokon yang banyak, Cacing ini memiliki
keunggulan lebih yaitu penambahan berat badan cepat dan produksi kascing cepat,
tidak banyak bergerak, serta tidak terlalu sensitif terhadap suhu kelembaban dan
cahaya (Ciptanto & Paramita, 2011). Ditambah lagi, cacing jenis ini bisa
memakan bahan organik antara 1-2 kali bobot tubuhnya selama 24 jam sehingga
merupakan pengurai yang sangat baik, dan bisa hidup dalam populasi yang padat
(Sugiantoro, 2012).
2.3. Pakan
Secara umum dapat dikatakan bahwa pertumbuhan akan megalami
peningkatan dengan meningkatnya jumlah pemberian pakan. Pakan merupakan
komponen yang memegang peranan besar dalam usah budidaya ikan. Selain
pakan alami diperlukan juga pakan buatan. Pemberian pakan ikan harus
memperhatikan kualitas fisik dan jumlah pakan. Kualitas pakan meliputi sifat fisik
dan kimia. Sifat fisik meliputi bentuk dan ukuran pakan harus tepat dan sifat
kimia merupakan kandungan zat – zat di dalam bahan pakan yang mempengaruhi
nilai nutrisi pakan. Nutrisi yang terkandung dalam pakan antara lain : kadar air,
lemak, protein, abu, serat kasar (Rebegenatar dan Tahapari, 2005).
Jobling (2001) menerangkan bahwa mineral juga dibutuhkan oleh ikan
dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Zat-zat mineral yang dibutuhkan oleh
ikan antara kalsium dan fosfor diperlukan untuk pembentukan
tulang/pertumbuhan dan untuk menjaga agar fungsi jaringan tubuh dapat bekerja
secara normal, natrium klorida (NaCl) berpengaruh dalam pertumbuhan, besi (Fe)
dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, tembaga (Cu) membantu dalam
penggunaan besi oleh tubuh, yodium (I) diperlukan untuk pembuatan tiroksin
(hormon tiroid) dan mangan (Mn) berpengaruh dalam proses ovulasi/reproduksi.
Kadar air yang baik untuk pellet/pakan buatan adalah kurang dari 12%. Hal ini
sangat penting karena pakan buatan tidak langsung dikonsumsi oleh ikan setelah
diproduksi tetapi disimpan beberapa saat. Prinsip pengujian kadar air
dilaboratorium adalah bahan makanan (pellet) dipanaskan pada suhu 105 – 110
o
C, dengan pemanasan tersebut maka air akan menguap. Peralatan yang digunakan
untuk melakukan uji kadar air adalah oven dan peralatan gelas (Kordi, 2007).

iv
Lemak dalam formulasi pakan ikan berfungsi sebagai kontrol energi.
Kandungan lemak pakan ikan rata-rata berkisar antara 4 – 18%, dengan daya guna
energinya dapat mencapai 85-95% (Jobling, 2001). Lemak yang berlebihan dapat
berakibat buruk bagi ikan yang bersangkutan. Pakan buata dengan kadar lemak
yang berlebihan juga dapat berpengaruh buruk terhadap mutu pakan, sebab lemak
mudah sekali teroksidasi dan menghasilkan bau tengik. Kadar lemak dalam pakan
buatan menurut Mujiman (2000) sebaiknya kurang dari 8%. Hal ini dikarenakan
jika kadar lemak dalam pakan tinggi akan mempercepat proses ketengikan pakan
buatan. Prinsip pengujian kadar lemak adalah bahan makanan akan larut di dalam
petrelium eter disebut lemak kasar. Uji ini menggunakan alat yang disebut Sokhlet
(Gusrina, 2008).
Ikan membutuhkan pakan untuk mempertahankan hidup dan
pertumbuhannya. Fungsi pakan secara umum adalah sebagai sumber energi bagi
aktifitas sel-sel tubuh. Karbohidrat, lemak dan protein merupakan zat gizi dalam
makanan yang berfungsi sebagai sumber energi tubuh. Protein merupakan
sumber energi utama kehidupan ikan di air kemudian lemak dan karbohidrat.
Kebutuhan energi setiap individu berbeda-beda tergantung pada jenis, umur dan
ukuran beratnya sehingga kemampuan dalam memanfaatkan energi juga berbeda-
beda. Dengan demikian pertumbuhan ikan sangat ditentukan oleh besarnya
sumber nutrisi dalam pakan. Ikan kecil membutuhkan sumber nutrisi relatif lebih
besar dibandingkan dengan ikan berukuran besar. Menurut (Bureau et al, 2002)
ikan tidak mampu mensintesis protein, asam amino dari senyawa nitrogen
anorganik. Ikan tidak dapat membuat asam-asam amino, maka ikan perlu
memperoleh zat-zat tersebut langsung dari makanan yang diperolehnya
Umumnya ikan membutuhkan makanan yang kadar proteinnya berkisar antara 20
– 60 %, sedangkan kadar yang optimum berkisar antara 30 – 36% (Jobling,
2001), apabila protein dalam pakan kurang dari 6% (berat basah), maka ikannya
tidak dapat tumbuh.
Kadar abu melahirkan kesimpulan bahwa tidak selurunya unsur utama
pembentuk senyawa organik dapat terbakar dan berubah menjadi gas, oksigen ada
yang masih tinggal dalam abu sebagai senyawa oksida (misal CaO) dan karbon
sebagai karbonat. Sebagian mineral tertentu menguap menjadi gas( misal sulfur

iv
sebagai H2S) (Gusrina, 2008). Terdapat sebagian kecil senyawa organik yang
tergolong serat kasar dapat larut dalam asam dan basa encer, sehingga mengurangi
nilai kandungan komponen serat misalnya selulosa, hemiselulosa, lignin (Kordi,
2007).
Vitamin diperlukan dalam jumlah yang relatif sedikit, terutama untuk
menjaga kesehatan dan pertumbuhan tubuh ikan (Murtidjo, 2001). Menurut
(Jobling, 2001) vitamin berperanan penting dalam reaksi spesifik metabolisme
tubuh, proses pertumbuhan dan kehidupan normal.
2.4 Kualitas Air
Kualitas suatu perairan menurut Effendi (1979), adalah setiap parameter
yang mempengaruhi pengelolaan dan kelangsungan hidup, perkembangbiakan,
pertumbuhan atau produksi ikan. Parameter kualitas air yang dianggap penting
dan diukur pada berlangsungnya penelitian adalah sebagai berikut:
2.4.1 Suhu Perairan
Suhu air mempengaruhi metabolisme organisme yang hidup di dalam air
tersebut termasuk ikan. Ikan merupakan hewan berdarah dingin (poikilothermal)
sehingga metabolisme dalam tubuh tergantung pada suhu lingkungannya termasuk
kekebalan tubuhnya (Effendi, 2003). Suhu luar atau eksternal yang berfluktuasi
besar akan berpengaruh pada sistem metabolisme. Konsumsi oksigen dan fisiologi
tubuh ikan akan rnengalami kerusakan sehingga ikan akan sakit. Suhu yang terlalu
rendah akan rnengurangi imunitas (kekebalan tubuh) ikan, sedangkan suhu yang
terlalu tinggi akan mempercepat ikan terkena infeksi bakteri. Suhu yang optimal
untuk usaha budidaya ikan adalah 28 oC – 32 oC (Ernawati, 2009).
2.4.2 Oksigen Terlarut (DO)
Menurut Arya (2009), oksigen terlarut merupakan variabel kualitas air
yang paling mempengaruhi dalam budi daya ikan. Meskipun beberapa jenis ikan
dapat bertahan pada perairan yang kandungan oksigen terlarut 3 ppm, namun
konsentrasi minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian ikan untuk hidup
dengan baik adalah 5 ppm. Menurut Kordi, (2013) menjelaskan bahwa kadar
oksigen terlarut yang sesuai untuk kehidupan ikan adalah 3-7 mg/L.
2.4.3 Derajat Keasaman (pH)

iv
Derajat keasaman adalah suatu ukuran konsentrasi ion hydrogen dan
meunjukkan apakah air bereaksi asam atau basa. pH berpengaruh besar terhadap
organisme perairan, sehingga sering dipergunakan untuk baik tidaknya suatu
perairan sebagai lingkungan hidup (Asmawi, 1984). Populasi ikan di perairan
alamiah dapat mentolerer pH yang ekstrim antara 5-9, tapi pH yang dibutuhkan
untuk melindungi kesehatan ikan-ikan di perairan tawar pada budi daya intensif
berkisar antara 6,50 - 9,00 (Effendi, 2003). Menurut Hanafie et al,. (2007),
umumnya pH yang baik untuk semua jenis ikan yang lingkungan aslinya di rawa
mempunyai kelangsungan hidup pada pH 5-8.
2.4.4 Amoniak (NH3)
Amoniak dalam air dapat berasal dari proses metabolisme ikan dan proses
pembusukan bahan organik oleh bakteri. Amoniak ada dua bentuk, yaitu amoniak
bukan ion (NH3) dan amoniak berupa ion yang disebut ammonium (NH4). NH3
merupakan racun bagi ikan, sedangkan konsentrasi oksigen sangat rendah NH3
akan lebih beracun. Amoniak di perairan merupakan hasil perombakan dari
bahan-bahan organik dan zat-zat buangan oleh bakteri aerob dan anaerob
(Asmawi, 1984). Pertumbuhan ikan baik bila kandungan amoniak lebih kecil dari
2 mg/L.
Tabel 2.1 Kriteria Kualitas Air Untuk Budidaya Ikan Lele
Parameter Nilai Batas Nilai optimal
Suhu (°C) 20-35 25-32
Ph 5-9 6-8,5
DO (mg/l) 0-7 3-7
Amoniak (mg/l) <0,016 <0,016

BAB 3. METODE PENELITIAN

III.1 Tempat dan Waktu Penelitian

iv
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 (Lima) bulan yang terdiri dari
persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian dan penyusunan hasil penelitian.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Basah Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Jadwal Pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan
4,5,6 & 7
1 Pembuatan X X x x
proposal
penelitian
-konsultasi X X x
-seminar x
2 Pelaksanaan x X X X X x x x x
penelitian
- persiapan x
- pelaksanaan X X x X X x x x
3 Pelaporan: x x x X x x
-pengolahan x x
data
-penyusunan
laporan dan x x x x x
konsultasi
-seminar x
-distribusi x

III.2 Alat dan Bahan


Table 3.2 Alat Yang Digunakan Dalam Penelitian
No. Alat Jumlah Kegunaan
1. Hapa 9 Tempat pemeliharaan benih ikan
2. Baskom 2 Penampung air/ikan sementara
3. Tali - Mengikat hapa
4. Timbangan digital 1 Menimbang pakan dan ikan uji
5. Kayu - Mengencangkan hapa
6. Serok 1 Mengambil sampel ikan

iv
7. Stiker nama 1 Memberi keterangan
8. Alat analisis kualitas air 1 Mengukur DO, pH, NH3 dan Suhu
9. Mesin air 1 Menyuplai air ke dalam kolam
10. Botol sampel 2 Penampungan sampel air
11. Alat tulis 1 Mencatat data yang diperlukan
12. Kolam - Tempat penelitian
13. Penggaris 1 Mengukur panjang ikan
14. Blender 1 Untuk menghancurkan daging
cacing tanah untuk pakan ikan
15. Panci pengukus 1 Untuk mengukus pakan
16. Kulkas 1 Untuk penyimpanan pakan
17. Plastik Es - Packing frozen food

Table 3.3 Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian


No
Bahan Ukuran/Merk Jumlah Kegunaan
.
Ikan uji dalam
1. Benih ikan Lele 8 - 11 cm 10 ekor/hapa
percobaan
Pakan yang
2. Cacing tanah - - digunakan dalam
percobaan
Campuran pada
3. Tepung kanji - 10%
pakan olahan
Untuk proses
perebusan dan
4. Air - -
pencampuran
pakan olahan

3.3. Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian mengenai pengaruh pemberian pakan olahan frozen
food dengan persentase berbeda terhadap pertumbuhan, efisiensi pakan, dan
prosedur pembuatan pakan untuk benih ikan Lele adalah sebagai berikut:
3.3.1 Wadah Pemeliharaan
Wadah pemeliharaan benih ikan lele enggunakan hapa sebanyak 9 buah
dengan ukuran 1 x 1 x 1 m.
3.3.2 Ikan Uji

iv
Ikan uji yang di gunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan Lele
dengan ukuran 8 - 11 cm, yang diperoleh dari penampungan atau pembudidaya di
kawasan Mentaos Banjarbaru, Pengukuran panjang dan berat ikan dilakukan
untuk mengetahui berat dan panjang awal ikan. Penebaran benih ikan Lele
terlebih dahulu dilakukan proses aklimatisasi, setelah itu ikan di tebar di hapa
dengan pa dattebar 10 ekor/hapa. Ikan yang di gunakan dalam percobaan ini
adalah ikan yang sehat dan tidak terserang penyakit.
3.3.3 Pemeliharaan dan Pakan
Pakan uji yang digunakan adalah pakan olahan frozen food yang dibuat
dari cacing tanah dan tepung kanji. Campuran bahan yang digunakan sebanyak
10% dalam satu kilogram daging cacing tanah. Persentase pemberian pakan sesuai
pada perlakuan yaitu 5 %, 10 % dan 15 % berat biomassa ikan dengan frekuensi
pemberian pakan 2 kali sehari, pada pagi hari pukul 07.30 – 08.30 WITA dan sore
hari pukul 16.30 – 17.30 WITA.
Proses pengolahan pakan olahan untuk ikan Lele adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan semua alat dan bahan untuk membuat pakan olahan.
2. Cacing tanah direbus dalam panci yang berisi air mendidih selama ± 10 menit
yang berfungsi untuk menghilangkan lendir dan tanah yang terdapat pada
cacing.
3. Cacing tanah yang sudah bersih kemudian dilakukan tahapan pencucian untuk
memastikan bersih dari sisa kotoran dan lendir.
4. Cacing tanah di potong-potong ,diblender hingga halus.
5. Campurkan dengan tepung kanji sebanyak 10% dari berat biomassa daging
cacing tanah, dan beri air secukupnya agar memudahkan tahapan pengadonan,
pencampuran menggunakan tepung kanji ini berfungsi sebagai perekat
daging, agar mempermudah proses pembentukan pakan olahan.
6. Adonan yang sudah tercampur rata dikemas dalam plastik tahan panas,
kemudian dikukus dalam panci pengukus selama ± 10 menit.
7. Pakan olahan sudah siap di berikan langsung atau dapat juga disimpan dalam
freezer atau kulkas untuk kemudian diberikan kepada benih ikan Lele.
Komposisi pakan olahan dari cacing tanah dapat dilihat pada Tabel 3.4
berikut:

iv
Tabel 3.4 Komposisi Bahan Pakan Olahan Cacing Tanah
No Bahan pakan Jumlah (g)
1 Cacing tanah 90 g
2 Tepung Kanji 100 g
Jumlah 190 g

3.3.4 Sampling
Sampling bertujuan untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan ikan uji.
Pengukuran ikan uji di lakukan 2 kali yaitu pada awal dan akhir percobaan.
Pengukuran dilakukan terhadap seluruh jumlah ikan. Sampling juga dilakukan
pada pengukuran kualitas air yaitu pada awal dan akhir penelitian.
3.3 Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan penelitian yang digunakan pada penelitian ini
adalah Rancangan Acak Lengakap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan
sehingga diperlukan 9 unit percobaan. Perlakuan yang digunakan pada penelitian
ini:
Perlakuan A = Pemberian frozen food dengan persentase 5 % berat biomassa
Perlakuan B = Pemberian frozen food dengan persentase 10 % berat biomassa
Perlakuan C = Pemberian frozen food dengan persentase 15 % berat biomassa
Menurut Gomez and Gomez (1995) model matematis RAL sebagai
berikut:
Xij = π + αi + Eij
Keterangan :
I = Perlakuan 1,2,3....t (jumlah perlakuan t)
j = Ulangan 1,2,3.....n (jumlah ulangan n)
Xij = Nilai Pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Π = Nilai tengah perlakuan
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
Eij = Error acak (penyimpangan yang timbul secara acak) yang dialami oleh
pengamatan ke-j dari perlakuan ke-i.
Penempatan perlakuan menggunakan bilangan acak Nasir (1988) dapat
dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut:
B1 C1 A2
B2 A3 A1
C3 C3 B3
Gambar 3.1 Tata Letak Wadah Perlakuan

iv
Keterangan :
A, B dan C = Perlakuan
1, 2 dan 3 = Ulangan

3.4 Parameter Penelitian


Parameter yang dianalisis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.5.1 Pertumbuhan Berat Relatif (PBR)
Menurut Effendie (2002) pertumbuhan berat relatif (PBR) individu ikan
uji dinyatakan sebagai pertambahan berat rata-rata selama pemeliharaan dan
dinyatakan dalam persen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

Wt−Wo
PBR= × 100 %
Wo

Keterangan :
PBR = Pertumbuhan Berat Relatif (%)
Wt = Berat Akhir (g)
Wo = Berat Awal (g)

3.5.2 Pertumbuhan Panjang Relatif (PPR)


Menurut Effendie (2002), Pertumbuhan panjang relatif (PPR) di
definisikan sebagai persentase pertumbuhan pada tiap interval waktu dirumuskan
sebagai berikut:
¿−Lo
PPR= ×100 %
Lo
Keterangan :
PPR = Pertumbuhan Panjang Relatif (%)
Lt = Panjang Total Akhir Ikan Uji (cm)
Lo = Panjang Total Awal Ikan Uji (cm)
3.5.3 Rasio Konversi Pakan (FCR)
Rasio Konversi Pakan (FCR) atau rasio konversi pakan merupakan satuan
untuk menghitung efisiensi pakan pada budidaya pembesaran ikan yaitu sebagai
berikut (Stikney, 2000):
F
FCR=
(Wt + D ) −Wo
Keterangan :
FCR = Rasio Konversi Pakan (Konversi Pakan)

iv
F = Jumlah total pakan yang diberikan (g)
D = Jumlah ikan yang mati selama percobaan (g)
Wo = Berat awal pemeliharaan (g)
Wt = Berat akhir pemeliharaan (g)
3.5.4 Efisiensi Pakan (EP)
Rumus efisiensi pakan (EP) berdasarkan Zonneveld et al,. (1991) sebagai
berikut:
( Wt+ D )−Wo
EP= × 100 %
F
Keterangan :
EP = Efisiensi pakan (%)
Wt = Bobot ikan uji pada akhir percobaan (g)
Wo = Bobot ikan uji pada awal percobaan (g)
D = Bobot total ikan yang mati selama percobaan (g)
F = Jumlah total pakan yang di berikan (g)
3.5.5 Sintasan
Kelangsungan hidup (sintasan) menyatakan persentase dari jumlah ikan yang
hidup selama masa pemeliharaan. Menurut Effendi (2002) sintasan dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
Nt
S= × 100 %
No

Keterangan :
S = Sintasan (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup sampai akhir percobaan (ekor)
No = Jumlah ikan awal percobaan (ekor)

3.5 Parameter Kualitas Air


Pengukuran kualitas air dilakuan pada awal dan akhir penelitian, yang
diukur pada percobaan ini adalah suhu, pH, amoniak, dan DO.
3.6 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
H0 = Pemberian pakan olahan cacing tanah (frozen food) dengan persentase
berbeda berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan efisiensi
pakan benih ikan lele.

iv
H1 = Pemberian pakan olahan cacing tanah (frozen food) dengan persentase
berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan benih
ikan lele.

3.7 Analisis Data


Data hasil penelitian yang diperoleh, data diuji kenormalannya dengan uji
Kenormalan Lilliefors (Nasution et al, 2008) dengan kaidah sebagai berikut:

≤ α (n), terima H0 data normal


Jika L hitung
> α (n), tolak H0 data tidak normal

Homogenitas data diuji menggunakan uji homogenitas Bartlett (Sudjana,


1992) dengan kaidah sebagai berikut:

≤ X2 (1 - α) (K - 1), terima H0 data homogen

Jika X2 hitung
> X2 (1 - α) (K - 1), tolak H0 data tidak homogen
Data yang tidak normal atau tidak homogen, maka sebelum dianalisis
keragamannya terlebih dahulu dilakukan transformasi data, jika data tersebut
normal dan homogen maka dapat dianalisis keragamannnya dengan analisis sidik
ragam untuk mengetahui ada atau tidak ada pengaruh dari tiap perlakuan dengan
kaidah sebagai berikut:

≤ F hitung (5 %, 1 %), terima H0 tolak H1


Jika F hitung

> F hitung (5 %, 1 %), terima H1 tolak H0

Jika terjadi perbedaan yang nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan
dengan uji beda nilai tengah, Menurut Hanafiah (1993), uji beda nilai tengah
yang digunakan tergantung pada koefisien keragaman (KK) yang diperoleh
dengan rumus sebagai berikut:
√ KTG
KK = ×100 %
Y
Keterangan :
KK = Koefisien keragaman

iv
KTG = Kuadrat tengah galat
Y = Rerata grand total

Menurut Hanafiah (1993), uji beda nilai tengah harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1. KK besar (> 10 % pada kondisi homogen atau > 20 % pada kondisi heterogen
menggunakan, uji wilayah berganda Duncan).
2. KK sedang (5 - 10 % bila homogen atau 10 - 20 % bila heterogen
menggunakan Beda Nyata Tengah (BNT)).
3. KK kecil (< 5 % bila homogen atau < 10 % bila heterogen) menggunakan uji
lanjutan Beda Nyata Jujur (BNJ).

iv
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1989. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia, Siput


Murbai Indah yang Menimbulkan Malapetaka bagi Padi Sawah. Vol XI
No. 5.
Arya, P. 2009. Oksigen Terlarut.
http//maswira.wordpess.com/2009/05/06/oksigen-o2-terlarut. (Akses 29
April 2018)
Asmawi, S. 1984. Kualitas Air Perairan Rawa. Gramedia Jakarta.
Emma S. Wirakusumah. 2006. Pemasaran Ikan. Depok: Penebar Swadaya,
anggota Ikapi. h.45, 122.
Ediwarman, Hernawati, R., Adianto, W. & Moreau, Y. (2008) Penggunaan
“maggot” sebagai substitusi ikan rucah dalam budidaya ikan lele
(Channa micropeltes CV.). In Panitia Simposium Nasional Bioteknologi
Akuakultur II Tahun 2008 - Symposium Aquaculture Biotechnology 2
Botanic Square, Bogor, Indonesia.
Ernawati, Y., M. Muklis, K., dan Noncy Ayu, Y. P., 2009. Biologi Refroduksi
Ikan Dirawa Banjiran Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Jurnal
Ikhtiologi Indonesia 9 (2) : 113-127.
Effendie, M. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Dewi Sri.
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air. Kanisius. Yogyakarta.
Effendi, 2002. Metode penelitian. Kanisius. Yogyakarta.
Eva Setiawati1, Eko Dewantoro, & Rachimi. (2014) Pengaruh Cacing Sutra
(Tubifex Sp) Dengan Frekuensi Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan
Ikan Lele (Channa Micropltes CV.). Jurnal ruaya vol. 2. Th 2014 fpik
unmuh-pnk issn 2338–1833. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Muhammadiyah Pontianak.
Gusrina, 2008. Budidaya Ikan untuk SMK. Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Hanafie. A, Slamat. 2007. Keragaman Genetik Ikan Rawa Sebagai Dasar
Manipulasi Reproduksi Untuk Mempersiapkan Brood Stock. Tesis.
(unpublished)Bioteknologi, Institute Pertanian Bogor

Hanafiah., K. A., 1993. Rancangan Percobaan Teori Dan Aplikasi. Fakultas


Pertanian Universitas Sriwijaya. Palembang. 238 Halaman.
Jobling, M, 2001. Feed Composition and Analysis.p.1-24. In Dominic Houlihan,
Thierry Boujard and Malcolm Jobling (ed) Food Intake in Fish. Blackwell
Science Ltd. USA.

Kordi, G., 2007. Meramu Pakan Untuk Ikan Karnivora. Aneka Ilmu. Semarang.
Kordi, K. M.G.H. 2013. Budi Daya Ikan Konsumsi di Air Tawar. Lily Publisher.
Yogyakarta.
Kottelat,M., S.N. Kartikasari, J. W.Anthony and W. Soetikno. 1993. Freshwater
Fishes Of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited
Press.293 hlm.

iv
Mudjiman, A., 2000. Makanan Ikan.  Penebar Swadaya, Jakarta.
Mudjiman A. 2009. Makanan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Mokoginta I., Jusadi D., Suprayudi M.A., dan Ekasari, J. 2006. Bioteknologi
Pakan dalam Akuakultur. Simposium Nasional Bioteknologi Pakan dalam
Akuakultur 2006.
Murua, H, and Rey, FS, 2003, ‘Female Reproductive Strategies of Marine Fish
Species of the North Atlantic’, Northw Atlantic Fish vol. 33, hal. 23 – 31.
Nasution. S, Nuraini dan Nuraini Hasibuan. 2008. Potensi Aquakuktur Ikan
Kelabau (Osteochelus Kelabau) dari Perairan Kabupaten Pelalawan
Provinsi Riau, Siklus Refroduksi. Prosiding Seminar Nasional Ikan Iv.
Jatiluhur, 29-30 Agustus 2006. 301-308 Pp.
Tseng, W. Y., dan S. K. Ho, 1988, The Biology and Culture of Red Grouper,
Koaksing: Chien Cheng Publisher.
Rebegenatar, I. N.S & Tahapari, E. 2005. Formulasi Pakan Untuk Pembesaran
Ikan Lele (Clarias bataracus). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. (8):
2 hal 31-38.
Snyder, N. F.R. and Snyder, H. A. 1971. Defenses of The Florida Apple Snail
Pomacea paludosa. Behavior 40, 175-215, 4 + 24 pp.
Stickney.R.R, 2000. Encyclopesia of acuaculture. A Wiley Interscience
Publication. Texas. 638 p.
Zonneveld N, Huisman EA, dan Boon JH. 1991. Prinsip-prinsi Budidaya Ikan.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

iv
LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengacakan bilangan penempatan perlakuan menggunakan RAL


(Rancangan Acak Lengkap).

No Bilangan Acak Peringkat Perlakuan


1 629 6 A1
2 943 9 A2
3 249 4 A3
4 217 3 B1
5 252 5 B2
6 742 7 B3
7 27 1 C1
8 872 8 C2
9 185 2 C3

iv

Anda mungkin juga menyukai