Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN AKHIR

MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAS


TAHUN 2022

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN DAS DAN REHABILITASI HUTAN
BALAI PENGELOLAAN DAS SEI JANG DURIANGKANG
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDASHL SEI JANG DURIANGKANG

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
sehingga Laporan Hasil Monitoring Pengelolaan DAS di Provinsi Kepulauan Riau
dapat diselesaikan tepat waktu. Monitoring Pengelolaan DAS di Provinsi
Kepulauan Riau telah dilaksanakan oleh tim BPDAS Sei Jang Duriangkang Tahun
Anggaran 2022 dengan mengacu pada Peraturan Direktur Jendral Pengendalian
DAS dan Hutan Lindung Nomor No. P.5/PDASHL/SET/DAS.0/11/2016 tentang
Petunjuk Teknis Penyusunan Laporan Banjir dan Tanah Longsor serta Peraturan
Direktur Jendral Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Nomor No.
P.14/PDASHL/SET/KUM-1/12/2018 tentang Petunjuk Teknis Monitoring Tata Air
Daerah Aliran Sungai atau Sub Daerah Aliran Sungai.
Ucapan terima kasih tim penyusun sampaikan kepada :
1. Kepala BPDAS Sei Jang Duriangkang atas motivasi dan arahannya selama
rangkaian kegiatan Monitoring Pengelolaan DAS di Provinsi Kepulauan
Riau.
2. Seluruh pihak yang bersedia memberikan data dan masukan selama
rangkaian kegiatan Monitoring Pengelolaan DAS di Provinsi Kepulauan
Riau.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.

Tanjungpinang, Desember 2022

Tim Penyusun

i
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDASHL SEI JANG DURIANGKANG

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ..................................................................... 3
1.3 Ruang Lingkup dan Sasaran Kegiatan .......................................... 3
BAB II. METODOLOGI .............................................................................. 4
2.1 Dasar Pelaksanaan ..................................................................... 4
2.2 Lokasi dan Waktu ....................................................................... 4
2.3 Pendekatan Identifikasi ................................................................ 4
2.4 Prosedur Identifikasi .................................................................... 6
BAB III. HASIL ........................................................................................... 7
3.1 Kota Tanjungpinang .................................................................... 7
3.2 Kota Batam ................................................................................ 11
3.3 Kabupaten Bintan ....................................................................... 17
BAB IV. PEMBAHASAN .............................................................................. 22
4.1 Kota Tanjungpinang .................................................................... 22
4.2 Kota Batam ................................................................................ 24
4.3 Kabupaten Bintan ....................................................................... 26
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 29
5.1. Kesimpulan ............................................................................... 29
5.2. Saran ....................................................................................... 29
BAB VI. LAMPIRAN .................................................................................... 30

ii
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan upaya manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan


dan meningkatkan kesejahteraan melalui pemanfaatan SDA (sumberdaya alam) dan
lingkungan disekitarnya. Dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, setiap
pemerintahan memiliki prioritas dalam kebijakan pembangunannya mengingat setiap
wilayah memiliki berbagai perbedaan kondisi sosial-politik masyarakat dan kondisi
geografisnya. Namun perlu diingat, pembangunan juga merupakan sebuah sistem multi
dimensi yang sangat komplek dimana apabila dilakukan pada salah satu komponennya
akan berdampak pada komponen lain. Sebagai contoh yaitu pembangunan di bidang
ekonomi dan sosial sering dihadapkan pada permasalahan tentang kerusakan
lingkungan. Berkaitan dengan pengelolaan DAS (daerah aliran sungai) beberapa
persoalan lingkungan yang terjadi akibat dampak negatif pembangunan yang umum
terjadi yaitu banjir.
Banjir merupakan simtom / gejala kerusakan fungsi hidrologis DAS di suatu
wilayah. Air hujan yang seyogyanya dapat diresapkan dan disimpan ke dalam tanah
melalui proses infiltrasi, justru menjadi limpasan yang menyebabkan debit sungai
meluap sehingga terjadi banjir. Tingginya limpasan tidak terlepas dari kondisi biofisik
DAS yaitu faktor iklim dan faktor karakteristik DAS. Pada dasarnya, kedua faktor
tersebut (kondisi iklim dan biofisik) merupakan suatu ketetapan (given) dari sistem
alam, kecuali faktor penggunaan lahan. Dinamika penggunaan lahan merupakan
implikasi dari penyelenggaraan pembangunan sebagai bentuk peningkatan nilai
ekonomi lahan serta pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat. Namun demikian,
diperlukan upaya pengendalian perubahan penggunaan lahan supaya tidak sampai
berdampak negatif.
Penggunaan lahan diatur melalui regulasi berupa peraturan perundang-undangan
terkait fungsi suatu kawasan. Beberapa peraturan yang dapat menjadi dasar dalam
penentuan fungsi kawasan yaitu UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan beserta turunannya. UU Penataan
Ruang merupakan penjabaran dari Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “ Bumi dan
LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 1
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnyadikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Begitu juga UU Kehutanan
yang juga merupakan penjabaran dari Pasal 33 UUD 1945 yang secara umum
menyatakan bahwa cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak serta bumi,air dan SDA didalamnya dikuasai oleh negara untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Berkaitan dengan penetapan fungsi kawasan, baik
UU Penataan Ruang maupun UU Kehutanan mengatur fungsi suatu kawasan untuk
menjamin pemanfaatan SDA secara berkelanjutan.
Berdasarkan sudut pandang sektor kehutanan, meningkatnya frekuensi potensi
banjir disebabkan oleh meningkatnya lahan kritis khususnya deforestasi. Deforestasi
merupakan alih guna lahan hutan menjadi penggunaan lahan lainnya, baik di dalam
maupun di luar kawasan hutan. Berdasarkan data Ditjen PKTL (Planologi Kehutanan
dan Tata Lingkungan), Kementerian LHK pada periode 2019-2020 laju deforestasi di
Indonesia telah mengalami penurunan hingga 75% di angka 115,46 ribu ha. Hal ini
tidak terlepas dari upaya Pemerintah dalam mengurangi deforestasi, salah satunya
dengan mendorong kegiatan reforestasi. reforestasi dikerangkakan melaui kegiatan RHL
(Rehabilitasi Hutan dan Lahan). RHL merupakan upaya untuk memulihkan,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung,
produktivitas dan perannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap
terjaga. Berkaitan dengan Pengelolaan DAS, RHL merupakan salah satu bentuk
pemulihan daya dukung DAS yang mengalami kerusakan akibat pemanfaatan SDA
secara berlebihan.
Pemerintah Republik Indonesia berkomitmen untuk menekan terjadinya kerusakan
DAS sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37/2012 tentang
Pengelolaan DAS. Peraturan ini mengatur regulasi pengelulaan DAS mulai Perencanaan,
Pengorganisasian, Pelaksanaan hingga Monitoring dan Evaluasi DAS. Dalam pelaporan
ini, akan membahas kegiatan monitoring dan evaluasi tata air DAS. Monitoring dan
evaluasi pengelolaan DAS merupakan kegiatan untuk mengukur dampak kegiatan
pemanfaatan SDA di dalam DAS terutama terhadap sumberdaya air.

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 2


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

1.2. Rumusan Masalah

Terjadinya banjir di Kota Tanjungpinang, Kota Batam dan Kabupaten Bintan,


Provinsi Kepulauan Riau diduga merupakan gejala dari rusaknya DAS. Kegiatan
monitoring pengelolaan DAS dikerangkakan dalam upaya penanggulangan kerusakan
DAS sehingga dapat dirumuskan berbagai upaya pengendaliannya. Kegiatan monitoring
pengelolaan DAS merupakan upaya untuk mendapatkan informasi daya dukung DAS
serta faktor penyebab terjadinya kerusakan DAS dalam hal ini kejadian banjir. Dengan
adanya kegiatan monitoring pengelolaan DAS, upaya pemulihan DAS termasuk kegiatan
RHL dapat terukur dan berjalan dengan lebih efektif dan efisien.
BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) Sei Jang Duriangkang
merupakan UPT (unit pelaksana teknis) Kementerian LHK di bidang pengelolaan DAS
yang salah satu tugasnya yaitu melaksanakan RHL sebagai upaya pemulihan daya
dukung DAS. Pada Tahun 2022 BPDAS Sei Jang Duriangkang melaksanakan
penanaman RHL (P0) seluas 330 ha yang terbagi di 2 lokasi yang tersebar di Kota
Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Berkaitan dengan kegiatan monitoring pengelolaan
DAS, dampak kegiatan RHL, khususnya terhadap sedimentasi akan dilakukan
pengukuran di lapangan secara berkala. Dengan demikian, kegiatan monitoring
pengelolaan DAS tidak hanya mengidentifikasi permsalahan kerusakan das tetapi juga
mengukur upaya pemulihan daya dukung DAS.

1.3. Maksud Dan Tujuan

Maksud kegiatan Monitoring Pengelolaan DAS yaitu memberikan informasi dalam


rangka penanganan banjir serta informasi rona awal muatan sedimen kegiatan RHL di
Provinsi Kepulauan Riau.

Sedangkan tujuan kegiatan Monitoring Pengelolaan DAS yaitu mendapatkan


informasi potensi dan penyebab banjir di Provinsi Kepulauan Riau serta informasi
besaran muatan sedimen di lokasi penanaman RHL.

1.4. Ruang Lingkup Dan Sasaran

Ruang lingkup dalam kegiatan Monitoring Pengelolaan DAS terbagi menjadi 2


(dua) sub kegiatan yaitu monitoring banjir dan monitoring sedimen di lokasi RHL. Sub
kegiatan monitoring banjir yang selanjutnya disebut monitoring banjir dilakukan dengan

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 3


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

mengindentifikasi debit puncak (maksimum) ketika banjir terjadi serta mengukur


kapasitas saluran drainase yang ada di lokasi banjir. Adapun lokasi yang dilakukan
identifikasi dibatasi pada lokasi-lokasi prioritas untuk ditangani di wilayah administrasi
Kota Tanjungpinang, Kota Batam dan Kabupaten Bintan. Sedangkan sub kegiatan
monitoring sedimen di lokasi RHL yang selanjutnya disebut monitoring sedimen
dilakukan dengan mengambil sampel muatan sedimen dengan memasang perangkap
sedimen. Adapun lokasi sasaran berada di lokasi penanaman RHL P0 2022 dan lokasi
show window RHL 2019.

1.5. Definisi / Pengertian

1. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan;
2. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik
antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya,
agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya
kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan;
3. Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh
parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah, geologi,
vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi, dan manusia;
4. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia;
5. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan
yang disertai penyediaan alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang
dikoordinasikan oleh instansi pemerintah;
6. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa
satuan kerja sebagai bagian untuk pencapaian sasaran yang terukur pada suatu
program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya untuk
menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa;

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 4


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

7. Input adalah sumber daya yang diperlukan untuk melakukan kegiatan yang
diperlukan dalam rangka untuk menghasilkan keluaran (output);
8. Output atau Sasaran Kegiatan adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu
kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan
kebijakan/program;
9. Outcome atau Sasaran Program adalah segala sesuatu yang dihasilkan dari suatu
program yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-kegiatan;
10. Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana
pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul
dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin;
11. Evaluasi adalah penilaian yang sistematis dan objektif atas desain, implementasi
12. Banjir adalah debit aliran sungai yang secara relatif lebih besar dari biasanya akibat
hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus menerus,
sehingga air limpasan tidak dapat ditampung oleh alur/palung sungai yang ada,
maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya;
13. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air
laut yang berada di darat;
14. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah;
15. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah;
16. Lahan kritis adalah lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang
telah menurun fungsinya sebagai unsur produksi dan media pengatur tata air DAS;
17. Degradasi DAS adalah hilangnya nilai dengan waktu, termasuk menurunnya potensi
produksi lahan dan air yang diikuti tanda-tanda perubahan watak hidrologi sistem
sungai (kualitas, kuantitas, kontinuitas), yang akhirnya membawa percepatan
degradasi ekologi, penurunan peluang ekonomi, dan peningkatan masalah sosial;
18. Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang selanjutnya disingkat RHL adalah upaya untuk
memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga
daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga
kehidupan tetap terjaga;

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 5


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

19. Konservasi tanah dan air adalah upaya perlindungan, pemulihan, peningkatan dan
pemeliharaan Fungsi Tanah pada Lahan sesuai dengan kemampuan dan peruntukan
Lahan untuk medukung pembangunan yang berkelanjutan dan kehidupan yang
lestari;
20. Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang tanah pada penggunaan
yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai
dengan syarat- syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga
dapat mendukung kehidupan secara lestari;
21. Infrastruktur hijau (green infrastructure) adalah pembangunan sarana dan
prasarana yang direncanakan secara strategis dengan memperhitungkan
ketersediaan ruang terbuka hijau yang berkualitas serta elemen lingkungan lainnya;
22. Penutupan lahan merupakan garis yang menggambarkan batas penampakan area
tutupan di atas permukaan bumi yang terdiri dari bentang alam dan/atau bentang
buatan atau penutupan lahan dapat pula berarti tutupan biofisik pada permukaan
bumi yang dapat diamati dan merupakan hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakuan
manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan
kegiatan produksi, perubahan, ataupun perawatan pada areal tersebut;
23. Aliran permukaan adalah aliran air yang mengalir di atas permukaan karena
penuhnya kapasitas infiltrasi tanah;
24. Aliran Bawah Permukaan (subsurface runoff) adalah bagian dari limpasan
permukaan yang disebabkan oleh bagian air hujan yang terinfiltrasi/meresap ke
dalam tanah dan bergerak secara lateral melalui horizon-horizon tanah bagian atas
menuju sungai;
25. Hasil Air (water yield) adalah total limpasan dari suatu daerah pengaliran air
(drainage basin) yang disalurkan melalui saluran air permukaan dan akuifer
(reservoir air tanah);
26. Hujan Lebih (rainfall excess) adalah kontribusi curah hujan terhadap laliran
permukaan langsung (direct runoff);
27. Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam permukaan tanah dengan gaya gerak
gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran;
28. Laju infiltrasi aktual adalah laju air berpenetrasi ke permukaan tanah pada setiap
waktu dengan kombinasi gaya-gaya gravitasi, viskositas, dan kapilaritas;
LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 6
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

29. Kapasitas infiltrasi adalah laju maksimum presipitasi yang dapat diserap oleh tanah
pada kondisi tertentu;
30. Hasil Sedimen adalah besarnya sedimen yang keluar dari suatu DAS/SubDAS;
31. Banjir limpasan adalah sebaran wilayah yang merupakan penyumbang banjir ke
wilayah terdampak (affected area);
32. Debit Air (discharge, Q) adalah volume air (cairan) yang mengalir melalui suatu
penampang melintang sungai per satuan waktu, dalam satuan m3/detik;
33. Debit Puncak atau Debit Banjir (qp, Qmaks) adalah besarnya volume air (cairan)
maksimum (terbesar) yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu
sungai per satuan waktu, dalam satuan m3/detik;
34. Debit Minimum (Qmin) adalah besarnya volume air (cairan) minimum (terendah)
yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu sungai per satuan waktu,
dalam satuan m3/detik;
35. Koefisien Limpasan/aliran permukaan (C) adalah bilangan yang menunjukkan
perbandingan (nisbah) antara besarnya limpasan terhadap besar curah hujan
penyebabnya, nilainya lebih besar dari 0 (nol) dan lebih kecil atau sama dengan 1
(satu). Misalnya, nilai c = 20, artinya 20 persen dari curah hujan menjadi limpasan;
36. Koefisien Regim Sungai (KRS) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan
antara nilai debit maksimum (Qmaks) dengan nilai debit minimum (Qmin) pada
suatu DAS/Sub DAS;
37. Sistem adalah sekumpulan urutan antar hubungan dari unsur-unsur yang
dialihragamkan (transform), dalam referensi waktu yang diberikan, dari unsur
masukan yang terukur menjadi unsur keluaran yang terukur;
38. Parameter adalah besaran yang menandai suatu sistem hidrologi yang memiliki nilai
tetap, tidak tergantung dari waktu;
39. Variabel adalah besaran yang menandai suatu sistem, yang dapat diukur dan
memiliki nilai berbeda pada waktu yang berbeda;
40. Model adalah penyederhanaan sistem yang digunakan untuk menggambarkan
sistem kehidupan nyata (real world) dengan suatu tujuan tertentu. Suatu model
merupakan pengungkapan bentuk konsep dari sistem yang sebenarnya;
41. Model Hidrologi adalah sebuah sajian sederhana dari sebuah sistem hidrologi yang
kompleks atau merupakan model yang menggambarkan secara abstrak atau
LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 7
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

sederhana dari keadaan hidrologi yang mempunyai kesamaan dengan keadaan


hidrologi sebenarnya di lapang, dan model utama hidrologi meliputi model fisik,
analog dan digital (deterministik, stokastik, parametrik);
42. Model ”lumped” adalah suatu model hidrologi yang besaran dari variabel dan
parameter yang diwakilinya tidak mempunyai variabilitas ruang (spatial variability),
misalnya masukan berupa hujan rata-rata DAS;
43. Model ”distributed” adalah suatu model hidrologi yang besaran dari variabel dan
parameter yang diwakilinya mengandung variabilitas ruang dan waktu;
44. SIG (Sistem Informasi Geografi) adalah suatu sistem berbasis komputer yang dapat
digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan memanipulasi
informasi geografigeografi.

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 8


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

BAB II
METODOLOGI

2.1 Dasar Pelaksanaan

1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah


diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai;
3. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.60/Menhut-II/2014 tentang Kriteria
Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai;
4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.61/Menhut- II/2014 tentang Monitoring dan
Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai;
5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 14 Tahun 2022
Tanggal 26 Juli 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan;
6. Peraturan Direktur Jendral Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Nomor No.
P.5/PDASHL/SET/DAS.0/11/2016 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Laporan
Banjir dan Tanah Longsor;
7. Peraturan Direktur Jendral Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Nomor
P.14/PDASHL/SET/KUM-1/12/2018 Tentang Petunjuk Teknis Monitoring Tata Air
Daerah Aliran Sungai atau Sub Daerah Aliran Sungai.
8. Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan (DIPA) Tahun Anggaran 2022 Nomor :
SP DIPA - 029.04.2.427603/2022 tanggal 17 November 2021.

2.2 Lokasi dan Waktu Identifikasi

Identifikasi potensi dan penyebab banjir Tahun 2022 dilaksanakan pada bulan
Desember 2022. Adapun lokasi pelaksanaan / peninjauan lapangan berada di Kota
Tanjungpinang, Kota Batam dan Kabupaten Bintan.

2.3 Pendekatan Identifikasi

Identifikasi potensi dan penyebab banjir Tahun 2022 di Provinsi Kepulauan Riau
menggunakan pendekatan analisis debit puncak (maksimum) serta analisis kapasitas

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 9


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

saluran drainase di lokasi banjir. Debit puncak (maksimum) diprediksi dengan “Metode
Rasional” yaitu dengan persamaan sebagai berikut:
Qp = 0,278 C.I.A
Keteranagn:
Qp = Debit Puncak (m3/s)
C = Koefisien Limpasan
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
A = Luas catchment area (km2)
Adapun nilai C mengacu pada Metode Hassing (1995) karena terdapat faktor topografi
dalam penetapannya sebagamana Tabel 1.
Tabel 1. Koefisien Limpasan Metode Hassing

Sedangkan kapasitas saluran drainase di lokasi banjir dianalisis dengan “Metode


Manning” adapun persamaannya sebagai berikut :
Q=v.A
Keterangan:
Qp = Debit / Kapasitas Saluran (m3/s)
A = Luas penampang saluran (m2)
v = Kecepatan aliran (m/s) ; dimana v = (R2/3 . S1/2) / n
R = Radius hidrolik ; dimana R = A/P
P = Keliling saluran (m)
S = Kemiringan saluran (%)

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 10


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

n = Kekasaran Manning, adapun nilainya sebagaimana Tabel 2.


Tabel 2. Nilai Kekasaran Manning

2.4 Prosedur Identifikasi

Data dalam identifikasi bersumber dari sumber primer dan sumber sekunder.
Sumber primer didapat melalui peninjauan lapangan / groundcheck, sedangkan sumber
sekunder didapat melalui studi literatur berbagai data dan dokumen terkait.
Groundcheck dilakukan untuk mengukur saluran dam mengamati kondisi di sekitar
lokasi banjir. Adapun ulasan alat yang akan digunakan beserta kegunaannya tersaji
pada Tabel 3. Sedangkan data beserta sumbernya tersaji sebagaimana Tabel 4.
Tabel 3. Bahan dan peralatan yang digunakan terdiri dari :
Nama alat Kegunaan
1. Meteran : Mengukur saluran drainase
2. Kamera/HP : Dokumentasi kegiatan
3. GPS/HP : Mengetahui koordinat lokasi
4. Blanko lapangan : Mencatat hasil pengukuran
5. Laptop : Pengolahan data dan analisis

Tabel 4. Jenis, sumber dan teknik analisis data.


Jenis Data Kegunaan
1. Tutupan Lahan : Citra Google Earth
2. Curah Hujan : BMKG
3. Topografi / Kemiringan : Citra Google Earth
4. Tanah : Pengamatan Lapangan

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 11


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan Monitoring Pengelolaan DAS


sebagai berikut:

1. Membuat Rencana dan Jadwal Kerja

Tahapan ini dilakukan untuk membuat acuan dalam melaksanakan kegiatan


Monitoring Pengelolaan DAS. Tahap ini perlu dilakukan di seluruh kegiatan supaya
tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

2. Menyiapkan Alat dan Bahan

Tahapan ini dilakukan untuk memastikan berbagai peralatan yang dibutuhkan


tersedia dan berfungsi dengan baik. Dalam kegiatan Monitoring Pengelolaan DAS
cukup banyak alat yang harus dipersiapkan, mulai AWS Telemetri, paket data hingga
laptop untuk mendownload dan menganalisis data. Oleh sebab itu, setiap kali
kegiatan pengukuran perlu dipastikan bahwa alat berfungsi dengan baik.

3. Melakukan Studi Pustaka

Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait kaidah keilmuan dalam
penerapan berbagai metode prediksi. Hal ini dilakukan karena dalam kegiatan
Monitoring Pengelolaan DAS cukup banyak metode-metode prediksi yang digunakan.
Oleh sebab itu, studi literatur perlu dilakukan untuk mendapatkan berbagai macam
informasi pendukung, terutama dalam menjustifikasi nilai parameter penutupan
lahan dan tanah dalam menjalankan model prediksi.

4. Melakukan Koordinasi dan Pengumpulan Data serta Informasi Terkait

Tahapan ini dilakukan untuk memperoleh berbagai informasi yang dapat menunjang
dan pembanding dari data yang telah diukur maupun direkam oleh AWS Telemetri.
Mengingat beberapa instansi juga melakukan pengamatan terhadap kondisi iklim
seperti BMKG dan BWS, Kementerian PUPR. Data yang lain yang juga menunjang
kegiatan Monitoring Pengelolaan DAS diantaranya data spasial seperti peta topografi,
peta tutupan lahan dan peta jenis tanah.

5. Analisis Kapasitas Sungai / Saluran Drainase

Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan daya tampung suatu sungai / saluran
drainase di suatu DAS Perhitungan kapasitas pengaliran dilakukan dengan

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 12


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

menghitung debit maksimum (Qmaks) yang dapat. Adapun persamaan yang


digunakan menggunakan Rumus Manning sebagai berikut:

Qmaks = 1/n . R2/3. S1/2. A.


Keterangan:
Qmaks = Debit maksimum (banjir puncak)(m 3/detik),
A = Luas penampang sungai (m2),
n = Koefisien kekasaran dasar sungai rata-rata,
S = Kemiringan hidrolis sungai pada saat banjir maksimum (%),
R = Jari-jari hidrolis penampang sungai (m), dengan keterangan
R = A/p dan p = perimeter basah penampang sungai.

Gambar 1. Penampang alur sungai dalam perhitungan Metode Manning

Gambar 2. Gambaran penampang melintang sungai

Pengukuran debit maksimum (Qmaks) dengan Metode Manning untuk digunakan


untuk dibandingkan dengan hasil pengukuran debit puncak dengan menggunakan
Rumus Rasional. Pengukuran debit maksimum (Qmaks) dengan menggunakan

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 13


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Metode Manning dilakukan pada suatu penampang sungai di outlet DAS. Nilai
koefisien kekasaran Manning yang sering dipakai dalam perencanaan praktis adalah
sebagai berikut:
Tabel 5. Nilai koefisien kekasaran Manning (n)

6. Mengumpulkan Analisis Terhadap Catchment Area

Dalam kegiatan Monitoring Pengelolaan DASDAS untuk mendapatkan amabang batas


/ threshold dari sungai / saluran drainase dilakukan analisis terhadap kondisi DAS
atau catchment area dari sungai / drainase tersebut. Oleh sebab itu, tahapan ini
dilakukan untuk mendapatkan karakteristik biofisik DAS yang menjadi sasaran
kegiatan. Batas DAS dideliniasi secara otomatis menggunakan software ArGIS dan
ArcSWAT dengan data dasar DEM hasil download di portal BIG/DEMNAS. Hal ini
bertujuan untuk menginventarisir secara spasial DAS dari sungai / saluran drainase
yang menjadi sasaran kegiatan. Adapun informasi yang didapatkan dalam tahapan
ini:
a) Luas DAS/ catchment area (A)
Luas DAS merupakan karakteristik DAS yang paling penting dalam pemodelan
berbasis DAS. Luas DAS mencerminkan volume air yang dihasilkan dari curah
hujan yang jatuh di daerah tersebut karena curah hujan yang seragam di seluruh
DAS merupakan asumsi dalam pemodelan hidrologi. Akibatnya, semakin luas

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 14


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

suatu DAS, hasil air (water yield) yang diperoleh semakin besar, karena hujan
yang ditangkap juga semakin banyak. Dalam kegiatan Monitoring Pengelolaan
DAS luas DAS dihitung menggunakan Sistem Informasi Geografis.

Gambar 3. Ilustrasi perhitungan luas DAS

b) Panjang DAS/ Watershed Length (L)


Panjang DAS didefinisikan sebagai jarak yang diukur sepanjang sungai utama dari
outlet hingga batas DAS. Sungai biasanya tidak akan mencapai batas DAS,
sehingga perlu ditarik garis perpanjangan mulai dari ujung sungai hingga batas
DAS dengan memperhatikan arah aliran. Panjang DAS biasanya digunakan dalam
perhitungan waktu tempuh yang dibutuhkan oleh air untuk mengalir di dalam
DAS. Panjang sungai terpanjang dalam DAS diukur dari outlet ke titik terjauh di
DAS, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4, dari titik O sampai H, sedangkan
OS adalah panjang sungai utama (induk).

Gambar 4. Penentuan panjang DAS dan sungai utama dalam DAS


LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 15
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

c) Perbedaan Tinggi DAS


Elevasi dan variasi ketinggian pada suatu DAS merupakan faktor penting yang
berpengaruh terhadap temperatur dan pola hujan, khususnya pada daerah
dengan topografi bergunung. Ketinggian suatu tempat dapat diketahui dari peta
topografi, diukur dilapangan atau melalui foto udara, jika terdapat salah satu titik
kontrol sebagai titik ikat. Hubungan antara elevasi dengan luas DAS dapat
dinyatakan dalam bentuk hipsometrik (Hypsometric Curve). Perhitungan
ketinggian rata – rata DAS ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 5. Perhitungan tinggi rata – rata DAS

Gambar 6. Kurva Hipsometrik suatu DAS (Avery, 1975)

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 16


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

d) Kemiringan DAS/Watershed Slope (S)


Kemiringan DAS mencerminkan tingkat perubahan elevasi dalam jarak tertentu
sepanjang arah aliran utama. Kemiringan lereng diukur berdasarkan perbedaan
elevasi (Ah) antara kedua ujung sungai utama dibagi dengan panjang DAS atau
dapat dituliskan dalam persamaan:
S = Ah/L
Beda elevasi (Ah) tidak selalu mencerminkan beda elevasi maksimum dalam DAS.
Salah satu cara menghitung kemiringan DAS rata - rata adalah dengan faktor
lereng (slope factor) yang dikembangkan oleh Benson (1962) yaitu dengan
menghitung lereng saluran antara 10% dan 85% jarak dari outlet seperti
ditujukkan pada Gambar 5.

Gambar 7. Penaksiran 85 – 10 slope factor dan profile curvature- indeks.


Keterangan:
 Jarak O – Z = Lb adalah panjang sungai utama
 Jarak OB = (0,1) Lb dan OA – (0,85) Lb
 Gradien Sungai (Su) = (H85-H10)/(0,75)Lb

7. Melakukan Analisis Debit Maksimum

Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai potensi debit


maksimum apabila terjadi suatu kejadian hujan. Penghitungan debit maksimum
dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode rasional. Penghitungan debit
maksimum ini memberikan informasi potensi banjir akibat luapan air dari saluran
drainase. Adapun yang menjadi masukan dalam analisis ini merupakan data yang
telah dihimpun sebelumnya seperti daya tampung sungai / saluran drainase serta
karakteristik DAS yang telah ditetapkan. Adapun uraian analisis metode rasional
yang dilaksanakan di tahapan ini sebagai berikut:

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 17


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

a) Prediksi Debit Puncak (Qp)


Perhitungan debit puncak (banjir puncak, debit maksimum) dilakukan di
outlet sungai dari micro catchment yang telah ditetapkan. Prediksi debit
puncak diestimasi berdasarkan pada nilai koefisien aliran (C), intensitas
hujan (I) yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (tc) dan luas DAS
(A). Intensitas hujan dihitung sama dengan lamanya waktu konsentrasi (tc)
yang dihitung berdasarkan panjang DAS dan parameter morfometri DAS
lainnya. Perhitungan debit puncak (Qp) dapat dihitung dengan menggunakan
Rumus Rasional sebagai berikut :
Qp = f. C. I. A.
Keterangan:
Qp = Debit puncak (m3/detik),
C = Koefisien aliran (dilihat dari tabel),
f = Faktor konversi 0,278 (luas DAS km2) dan 0,00278 (luas ha)
I = Intensitas hujan (mm/jam),
A = Luas DAS (km2 atau ha).
Metode Rasional di atas dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan yang
terjadi dengan intensitas seragam dan merata di seluruh catchment area dan
lamanya sama dengan waktu konsentrasi (tc). Metode Rasional tergolong
sebagai lumped model hidrologi dan baik digunakan untuk menghitung debit
puncak dengan ketentuan untuk luas catchment area <300 ha. Jika ukuran
DAS> 300 ha, maka perlu dibagi menjadi beberapa bagian sub catchment area
kemudian Rumus Rasional diaplikasikan pada masing-masing sub catchment
area. Metode Rasional banyak digunakan untuk memperkirakan debit puncak
yang ditimbulkan oleh hujan deras pada catchment area kecil, dengan luas DAS
<2,5 Km2. Penggunaan Metode Rasional pada catchment area dengan beberapa
tipe tutupan lahan dapat dilakukan dengan pendekatan nilai C gabungan atau C
rata-rata tertimbang dan intensitas hujan dihitung berdasarkan waktu
konsentrasi yang terpanjang.
 Koefisien Aliran (C)
Koefisien aliran (C) didefinisikan sebagai bilangan nisbah laju debit puncak
dengan intensitas hujan dan merupakan bilangan tanpa satuan. Faktor ini

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 18


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir.


Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah atau
persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, penutupan lahan dan
intensitas hujan. Permukaan kedap air, seperti perkerasan aspal dan
bangunan menghasilkan aliran hampir 100% setelah permukaan menjadi
basah, seberapa pun kemiringannya. Koefisien limpasan juga tergantung
pada sifat dan kondisi tanah. Laju infiltrasi menurun pada hujan yang terus
menerus dan juga dipengaruhi oleh kondisi kejenuhan air sebelumnya. Faktor
lain yang mempengaruhi nilai C adalah air tanah, derajad kepadatan tanah,
porositas tanah dan simpanan depresi. Nilai C ntuk berbagai tipe penutupan
lahan tersaji dalam Tabel 6. Harga C berubah dari waktu ke waktu dengan
perubahan faktor- faktor yang berhubungan dengan aliran permukaan. Jika
DAS terdiri dari berbagai macam tata guna lahan dengan koefisien aliran
yang berbeda, maka C yang digunakan ditetapkan dengan mengambil rata-
rata tertimbang dengan rumus :

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 19


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Tabel 6. Nilai koefisien aliran (C) untuk Metode Rasional

 Intensitas Hujan
Intensitas curah hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan
waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung
intensitasnya cenderung makin tinggi, dan makin besar periode ulangnya
makin tinggi pula intensitasnya. Analisis intensitas curah hujan dapat diproses
dari data curah hujan yang terjadi. Intensitas hujan (mm/jam), yaitu tinggi
curah hujan yang terjadi sekian mm dalam kurun waktu 1 jam. Apabila data
hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian
maksimum, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan Rumus Mononobe.

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 20


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Intensitas curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) dapat diproses dari
data curah hujan yang terjadi. Namun, dalam sebuah perencanaaan dengan
metode rasional, dapat juga digunakan curah hujan rencana. Curah hujan
rencana untuk periode ulang tertentu secara statistik dapat diperkirakan
berdasarkan seri data curah hujan harian maksimum tahunan ( maximum
annual series) jangka panjang dengan analisis distribusi frekuensi dan dengan
cara grafis. Curah hujan rencana (design rainfall) dapat dihitung untuk periode
ulang 2, 5, 10, 20 atau 25 tahun. Untuk mencari distribusi yang cocok dengan
data yang tersedia dari pos-pos penakar hujan yang ada di sekitar lokasi
kajian perlu dilakukan analisis frekuensi. Analisis frekuensi dapat dilakukan
dengan seri data hujan. Untuk mengetahui kesesuaian distribusi probabilitas
dengan rangkaian data hidrologi, data digambarkan pada kertas probabilitas.
Ada tiga macam kertas probabilitas, yaitu kertas probabilitas normal, log
normal (bisa digunakan untuk distribusi log person) dan gumbel. Posisi
pengeplotan data merupakan nilai probabilitas yang dimiliki oleh masing-
masing data yang diplot. Data hidrologi (hujan) yang telah ditabelkan
diurutkan dari besar ke kecil (berdasarkan peringkat m), dimulai dengan m=1
untuk data dengan nilai tertinggi, dan m=n (n adalah jumlah data) untuk data
dengan nilai terkecil. Periode ulang Tr dapat dihitung dengan persamaan
Weibull.

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 21


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Gambar 8. Contoh tabulasi Data Hujan


 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan
yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke outlet DAS, diasumsikan
bahwa durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi. Salah satu metode untuk
menghitung waktu konsentrasi adalah Metode Kirpich (1940), dengan formula
sebagai berikut:

8. Melakukan Monitoring Sedimen di Lokasi RHL

Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan data muatan sedimen di lokasi RHL.
Metode pengambilan dan pengukuran sedimen disini dibatasi pada pengukuran
sedimen di sungai, khususnya yang ada pada SPAS. Sampel muatan sedimen
terangkut aliran adalah sample suspensi yang terangkut oleh aliran permukaan yang
berasal dari

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 22


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

daerah tangkapan airnya (DAS). Monitoring sedimen dilakukan dengan metode


konvensional dengan kriteria pengambilan sampel muatan sedimen sesuai PerDirjen
PDASHL Nomor P.14/PDASHL/SET/DAS.1/12/2018, yaitu sebagai berikut:
a. Peralatan yang digunakan berupa botol sampler dengan ukuran  500 ml yang
dipasang pada suspended sampler tipe US DH 48, US DH 49, USD-74, atau
USP-61 yang masing-masing dilengkapi dengan nosel dan tutup botol
b. Cara pengambilan dapat dilakukan dengan metode: integrasi titik (point
integrated), integrasi kedalaman (depth integrated), atau cara langsung
(menempatkan botol sample pada kedalam aliran air tertentu dan jarak
tertentu yang representatif)
c. Jumlah dan frekuensi pengambilan sample suspensi tergantung dari
keperluan, namun harus representatif, yaitu dengan mempelajari sifat-sifat
banjirnya, sifat hidrograf (waktu naik/ climb dan waktu turun/resesi),
musimnya (kemarau dan penghujan), dan sifat-sifat material terangkut
alirannya
d. Satuan dari parameter-parameter untuk menilai laju angkutan sedimen yang
umum, yaitu:
 Konsentrasi sedimen terangkut aliran: mg/l, g/m3, kg/m3, ton/m3, %,
ppm.
 Ukuran butir : mm atau %
 Hasil sedimen : m3, ton, mm
 Laju sedimentasi: m3/th, ton/th, mm/th
Perkiraan besar muatan sedimen dasar terhadap muatan suspense berkisar antara 2
– 150 %, namun yang lebih umum berada antara 5 – 35 %. Tabel 7 menunjukkan
persentase bedload terhadap suspended load.
Tabel 7. Persentase bedload terhadap suspended load

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 23


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Pengukuran sedimen terangkut secara langsung pada suatu vertical aliran air
dilakukan dengan menggunakan beberapa botol sampel yang dilengkapi dengan
nosel (Gambar 9). Penempatan botol sampel dirangcang dengan menempatkannya
pada setiap kenaikan ketinggian 5 cm atau 10 cm dari dasar saluran, dan
ketinggian/jumlah botol yang dipasang tergantung dari kondisi alairan/kedalam
salurannya. Metode ini bermanfaat untuk mengetahui dan menggambarkan kondisi
konsentrasi sedimen pada sebaran vertikalnya, khususnya untuk kejadian-kejadian
banjir yang terjadi pada malam hari. Pengambilan sampel sedimen terangkut hanya
dilakukan pada dua botol teratas untuk setiap kejadian banjir dan atau hariannya.
Dengan metode ini selain data sedimen terangkut aliran yang diperoleh juga data
tinggi banjir maksimum per kejadian banjirnya.

Gambar 9. Alat pengambil sampel sedimen terangkut aliran cara langsung

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 24


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

9. Melakukan Analisis Data Sedimen

Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran rona awal muatan sedimen di
lokasi RHL. Tahapan ini dilakukan dengan pendekatan analisis konsentrasi sedimen
dan debit muatan sedimen, yaitu diuraikan sebagai berikut:
a. Analisis konsentrasi sedimen (Cs)
Metode penentuan konsentrasi dari sampel air dilakukan melalui cara
penguapan. Penguapan dilakukan untuk mendapatkan berat sedimen dalam
suatu volume tertentu (V,ml), caranya dengan menguapkan sample suspensi
tersebut dengan volume tertentu yang dituangkan kedalam cawan porselin (b,
gr) selanjutnya dimasukkan kedalam oven pada pemanasan 105 o C selama 2
jam. Konsentrasi sedimen diduga berdasarkan persamaan berikut:

Konsentrasi sedimen (Cs) = (1000/V) × (b-a) × 1000 …. mg/l

Dimana:
Berat sedimen = berat sedimen dengan cawan (b, gr) – berat cawan (a, gr)

b. Debit muatan sedimen


Debit angkutan suspensi (Qs) adalah jumlah muatan suspense yang diangkut
oleh aliran air per satuan waktu (kg/det, ton/hari). Perhitungan Qs bertujuan
untuk mendapatkan debit suspensi harian sehingga hasil sedimen bulanan dan
tahunannya dapat dihitung. Tahapan perhitungan lengkung debit suspensi
diuraikan sebagai berikut:
 Perhitungan debit suspensi sesaat/harian yang diestimasi dengan
persamaan berikut:
Qsi = k × Csi × Qi ….. ton/hari
Dimana:
Qsi = debit sedimen sesaat (ton/hari)
k = factor konversi yang besarnya = 0,0864
Csi = konsentrasi sedimen sesaat (mg/l)
Qi = debit limpasan sesaat (m3/det)

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 25


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

10. Menyusun Laporan

Tahapan ini dilakukan untuk menyampaikan informasi pengembangan sistem informasi


pengelolaan DAS dalam bentuk karya tulis. Dengan tahapan pelaporan ini diharapkan
informasi mengenai dapat diketahui, dipahami dan berguna khalayak umum.

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 26


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Monitoring Banjir


Secara prinsip kegiatan identifikasi potensi dan penyebab banjir Tahun 2022 di
Kota Tanjungpinang, Kota Batam dan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau
mengintegrasikan potensi debit pada kondisi cuaca ekstrim dengan kapasitas saluran
yang tersedia. Hujan dengan intensitas sangat lebat hingga ekstrim telah menyebabkan
banjir di beberapa wilayah di Kota Tanjungpinang, Kota Batam dan Kabupaten Bintan.
Curah hujan ekstrim yang disimulasikan bersumber dari : 1) perekaman di Pos Hujan
BWS Sumatera IV Batam dengan curah hujan mencapai 191,2 mm; 2) perekaman di
Stasiun Meteorologi Raja Haji Fisabilillah dengan curah hujan mencapai 120.9 mm; 3)
perekaman di SPAS DAS Mantang BPDAS Sei Jang Duriangkang dengan curah hujan
mencapai 173 mm.

3.1.1 Kota Tanjungpinang


Kota Tanjungpinang merupakan Ibu Kota Provinsi Kepulauana Riau dengan total
wilayah mencapai 239.5 km2 terdiri atas wilayah daratan seluas 131.54 km2 (54.92%)
dan wilayah laut seluas 107.96 km2 (45.08%). Pada umumnya wilayah Kota
Tanjungpinang beriklim tropis dengan sebaran curah hujan sepanjang tahun, bahkan
pada bulan terkering. Berdasarkan hasil pemantauan cuaca di Stasiun Meteorologi Raja
Haji Fisabillillah, curah hujan selama periode tahun 2022 di Kota Tanjungpinang
mencapai 3506,4 mm/tahun dengan sebaran sebagaimana Gambar 10.
Pengembangan wilayah di Kota Tanjungpinang ditujukan sebagai pusat
pemerintahan, kawasan perdagangan dan jasa, dan sentra usaha mikro kecil dan
menengah, yang didukung sistem transportasi darat, laut dan udara yang terintegrasi.
Maka dari itu, pengelolaan sumberdaya air untuk memenuhi berbagai kebutuhan serta
menguriangi potensi terjadinya banjir di Kota Tanjungpinang perlu menjadi perhatian.
Indentifikasi potensi dan penyebab banjir di Kota Tanjungpinang dilakukan di 3 titik yaitu
1 titik di DAS Pulai yang secara administrasi masuk di Kecamatan Tanjungpinang Timur
serta 2 titik di DAS Sei Jang yang secara administrasi masuk di Kecamatan Bukit Bestari.
Dalam analisis banjir, terutama yang berkaitan dengan sebagaimana Gambar 11.

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 27


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Curah Hujan (mm)

450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des

Curah Hujan (mm)

Gambar 10. Sebaran curah hujan bulanan di Kota Tanjungpinang

Gambar 11. Sebaran titik banjir prioritas yang dilakukan identifikasi

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 28


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

DAS Pulai

Gambar 12. Gambaran kondisi biofisik di DAS Pulai


Topografi : Bergelombang
Kemiringan rata-rata : 5,4%
Tutupan lahan : Pemukiman, Lahan Terbuka, Pertanian Lahan Kering dan Hutan
Luas catchment area : 1379 ha = 13,79 km2
Kondisi saluran : Beton, terdapat rerumputan
Luas penampang : 14 m2
Gambar profil :

7m

2m

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 29


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

DAS Sei Jang 1

Gambar 13. Gambaran kondisi biofisik di DAS Sei Jang


Topografi : Bergelombang
Kemiringan rata-rata : 9,1%
Tutupan lahan : Pemukiman
Luas catchment area : 62,42 ha = 0,62 km2
Kondisi saluran : Beton, terdapat sedikit sampah plastik
Luas penampang : 3 m2
Gambar profil :

2,5 m

1,2 m

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 30


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

DAS Sei Jang 2

Gambar 14. Gambaran kondisi biofisik di DAS Sei Jang


Topografi : Bergelombang
Kemiringan rata-rata :2%
Tutupan lahan : Pemukiman
Luas catchment area : 66,21 ha = 0,66 km2
Kondisi saluran : Beton, terdapat sedikit rerumputan
Luas penampang : 1.92 m2
Gambar profil :

1,15 m 1,15 m

0,8 m

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 31


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Prediksi debit puncak (Qp) menggunakan Rumus Rasional beberapa DAS di Kota
Tanjungpinang yang mengalami banjir tersaji sebagaimana Tabel 4.

Tabel 9. Prediksi debit puncak dengan Rumus Rasional pada kejadian banjir di Kota
Tanjunpinang

Nama DAS C I (mm/jam) A (km2) Qp (m3/s)


Pulai 0.53 14.03 13.79 34.42
Sei Jang 1 0.52 41.07 0.62 5.34
Sei Jang 2 0.56 24.97 0.66 3.45

Nilai koefisien limpasan (C) pada Tabel 9 merupakan hasil perhitungan nilai tertimbang
dengan mengacu pada tutupan lahan dan topografi. Rumus Rasional tergolong sebagai
lumped model atau banyak juga disebut model kotak hitam yang tidak menggambarkan
distribusi respon hidrologi secara spasial. Untuk nilai intensitas hujan (I) merupakan hasil
perhitungan nilai intensitas hujan yang menyebabkan debit puncak dari perhitungan
data hujan yang bersumber dari Stasiun Meteorologi Raja Haji Fisabilillah. Walaupun
besar curah hujan yang disimulasikan sama, namun hasil perhitungan intensitas curah
hujan berbeda-beda karena setiap DAS mempunyai bentuk, luas dan topografi yang
berbeda–beda yang berpengaruh terhadap waktu tempuh yang diperlukan air hujan
darititik terjauh dari DAS hingga menuju outlet DAS atau yang disebut time
concentration (Tc). Debit puncak di DAS Pulai merupakan yang paling tinggi, sebab DAS
yang paling luas, walaupun nilai koefisien limpasan (C) dan intensitas hujannya (I) lebih
rendah dibandingkan DAS Sei Jang. Hal ini menunjukkan bahwa luas DAS merupakan
faktor biofisik DAS yang cukup dominan yang menyebabkan banjir di DAS Pulai, terlebih
ketika hujan terjadi dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang cukup lama.
Sebagai pembanding dari nilai debit puncak, dilakukan juga prediksi terhadap
kapasitas saluran drainase di lokasi yang terdampak banjir. Prediksi kapasitas saluran
menggunakan Rumus Manning atau yang sering disebut rumus radius hidrolika. Sama
halnya rumus rasional, rumus manning ini juga dikategorikan sebagai lumped model
dengan dasar prediksi debit pada luas penampang melintang dan kemiringan saluran
drainase. Adapun perhitungan dengan rumus manning tersaji sebagaimana Tabel 10.

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 32


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Tabel 10. Prediksi kapasitas saluran dengan Rumus Manning

Nama DAS A (m2) R S (%) n Q (m3/s)


Pulai 14 0.60 0.15 0.025 18.34
Sei Jang 1 3 0.43 0.12 0.018 3.28
Sei Jang 2 1.92 0.30 0.17 0.016 2.22

Rumus manning ini berbasis terhadap kondisi saluran yang meliputi luas penampang
saluran, jari-jari hidrolik, kemiringan saluran dan kekasaran saluran atau yang dalam
rumus disebut kekasaran maning. Nilai luas penampang saluran, jari-jari hidrolik dan
kemiringan saluran didapatkan dari hasil pengukuran di lapangan. Sedangkan nilai
kekasaran manning merupakan hasil pengamatan di lapangan yang dapat bersifat
subjektif, tergantung perspektif anggota yang mengamati. Saluran drainase di DAS Pulai
mempunyai kapasitas tampungan yang paling tinggi sebab mempunyai penampang
melintang yang cukup lebar dan kemiringan saluran yang lebih besar dibandingkan
saluran di DAS Sei Jang. Luas dan bentuk penampang serta kemiringan saluran drainase
merupakan faktor yang cukup dominan dalam prediksi kapasitas saluran di Kota
Tanjungpinang. Karena saluran di Kota Tanjungpinang pada umumnya merupakan
saluran-saluran buatan sehingga mempunyai tingkat kekasaran manning (tingkat
hambatan aliran) yang rendah.
Berdasarkan integrasi debit puncak sebagaimana Tabel 9 dan kapasitas saluran
sebagaimana Tabel 10, terdapat selisih debit antara keduanya. Adapun besaran selisih
untuk masing-masing DAS-nya tersaji pada Tabel 6.

Tabel 11. Selisih potensi debit maksimum dengan kapasitas saluran drainase

Nama DAS Selisih Debit (m3/s)


Pulai - 16.08
Sei Jang 1 - 2.06
Sei Jang 2 - 1.23

Nilai minus (-) pada kolom selisih debit tersebut menekankan bahwa terdapat air yang
meluap dari saluran drainase ketika debit puncak terjadi. Adapun besarannya bervariasi
karena karakteristik DAS dan kondisi saluran pada masing-masing DAS berbeda. Pada
DAS Pulai selisih antara debit puncak dan kapasitas saluran paling tinggi dibandingan di
DAS lainnya. Hal ini berarti perlu dilakukan berbagai upaya modifikasi untuk

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 33


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

meningkatkan kapasitas saluran drainase di DAS Pulai. Adapun modifikasi yang dapat
dilakukan diantaranya pelebaran saluran drainase, pengerukan sedimen serta
pembuatan perangkap. Selain itu, regulasi dalam perizinan pendirian bangunan di
wilayah ini juga perlu dilakukan peninjauan kembali untuk menciptakan penataan ruang
wilayah yang nyaman dan mampu memberikan daya dukung yang optimal terhadap
berbagai aktivitas di dalamnya. Banyaknya pemukiman di wilayah pesisir DAS Pulai dan
DAS Sei Jang juga perlu mendapatkan perhatian, karena di lokasi ini terdapat potensi
genangan yang lebih parah, terutama bilamana kejadian hujan ekstrim di kemudian
harinya bersamaan dengan pasang air laut yang tinggi. Oleh sebab itu, pada wilayah ini
juga dapat diterapkan sistem polder dimana air ditampung pada tampungan air ataupun
waduk dan dipompa ke laut karena daratan di pesisir lebih rendah dari pasang tertinggi.
Selain itu sistem polder ini juga dapat diaplikasikan di wilayah dengan karakteristik
cekungan di Kota Tanjungpinang.

3.1.2 Kota Batam


Berdasarkan hasil pemantauan oleh BMKG melalui Stasiun Meteorologi Hang
Nadim, total curah hujan pada tahun 2022 di Kota Batam mencapai 2590,6 mm/tahun
dengan sebaran curah hujan bulanan sebagaimana Gambar 15. Adapun pada periode
tahun 2022, puncak curah hujan terjadi pada periode April, Juni dan Oktober 2022. Suhu
minimum di Kota Batam berkisar antara 21,8 oC – 24,2 oC dan suhu maksimum berkisar
antara 31,3 oC – 34,4 oC, sedangkan suhu rata-rata sepanjang berkisar 26.1 oC – 28.1
o
C. Tekanan udara rata-rata berkisar antara 1.010,1 mb – 1.012,4 mb. Sementara
kelembaban udara di Kota Batam rata-rata berkisar antara 75 –85 %.

Pengembangan wilayah di Kota Batam bertujuan untuk menjadikan sebagai pusat


pelayanan perkotaan bagi kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau, mencakup
pelayanan industri, perdagangan, jasa dan pariwisata. Hal ini tentu berdampak pada
terjadinya pertumbuhan penduduk yang berpotensi menimbulkan permasalahan sosial
dan kerusakan lingkungan di Kota Batam. Kota Batam cukup rentan terhadap kerusakan
linkungan yang ditandai adanya kejadian banjir dan kekeringan sehingga perlu upaya
untuk menguriangi potensi terjadinya banjir di Kota Batam. Indentifikasi potensi dan
penyebab banjir di Kota Batam dilakukan di 7 titik yaitu di DAS Sei Harapan, DAS Tiban

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 34


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

DAS Baloi di Kecamatan Sekupang, serta DAS Tanjunguncang dan DAS Tembesi di Batu
Aji, DAS Jodoh di Lubuk Baja serta DAS Belian di Kecamatan Nongsa (Gambar 16).

Curah Hujan (mm)

400
350
300
250
200
150
100
50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des

Curah Hujan (mm)

Gambar 15. Sebaran curah hujan bulanan di Kota Batam

Gambar 16. Sebaran titik banjir prioritas yang dilakukan identifikasi

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 35


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

DAS Sei Harapan

Gambar 17. Gambaran kondisi biofisik di DAS Sei Harapan

Topografi : Perbukitan
Kemiringan rata-rata : 15,1%
Tutupan lahan : Pemukiman, Lahan Terbuka, Badan Air dan Hutan
Luas catchment area : 1160 ha = 11,60 km2
Kondisi saluran : Beton, terdapat sedikit rerumputan
Luas penampang : 25 m2
Gambar profil :

10 m

2.5 m

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 36


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

DAS Baloi

Gambar 18. Gambaran kondisi biofisik di DAS Baloi

Topografi : Perbukitan
Kemiringan rata-rata : 22,4 %
Tutupan lahan : Pemukiman, Lahan Terbuka, Pertanian Lahan Kering dan Hutan
Luas catchment area : 326 ha = 3,26 km2
Kondisi saluran : Beton, baru mengalami perbaikan saluran
Luas penampang : 25 m2
Gambar profil :

5m 5m

2.5 m

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 37


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

DAS Tiban

Gambar 19. Gambaran kondisi biofisik di DAS Tiban

Topografi : Berbukit
Kemiringan rata-rata : 12,2 %
Tutupan lahan : Pemukiman dan Lahan Terbuka
Luas catchment area : 386 ha = 3,86 km2
Kondisi saluran : Beton, terdapat sedikit sampah plastik
Luas penampang : 6 m2
Gambar profil :

4m

1.5 m

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 38


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

DAS Tanjung Uncang

Gambar 20. Gambaran kondisi biofisik di DAS Tanjung Uncang

Topografi : Perbukitan
Kemiringan rata-rata : 8,5%
Tutupan lahan : Pemukiman, Lahan Terbuka dan Hutan
Luas catchment area : 512 ha = 5,12 km2
Kondisi saluran : Saluran Tanah, terdapat sedikit rumput, berupa gorong-gorong
Luas penampang : 12,56 m2
Gambar profil :

1m

Gorong-gorong, d = 1m, 8 biji

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 39


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

DAS Tembesi

Gambar 21. Gambaran kondisi biofisik di DAS Tembesi

Topografi : Bergelobang
Kemiringan rata-rata : 6,3%
Tutupan lahan : Pemukiman dan Hutan
Luas catchment area : 266 ha = 2,66 km2
Kondisi saluran : Saluran tanah, terdapat semak dan sampah plastik
Luas penampang : 4,5 m2
Gambar profil :

3m

1.5 m

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 40


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

DAS Jodoh

Gambar 22. Gambaran kondisi biofisik di DAS Jodoh

Topografi : Bergelombang
Kemiringan rata-rata : 8,1 %
Tutupan lahan : Pemukiman dan Hutan
Luas catchment area : 154 ha = 1,54 km2
Kondisi saluran : Saluran tanah, terdapat semak dan sampah plastik
Luas penampang : 10 m2
Gambar profil :
5m

2m

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 41


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

DAS Belian

Gambar 23. Gambaran kondisi biofisik di DAS Belian

Topografi : Bergelombang
Kemiringan rata-rata : 8,1 %
Tutupan lahan : Pemukiman, Lahan Terbuka dan Semak belukar
Luas catchment area : 156 ha = 1,56 km2
Kondisi saluran : Saluran tanah, terdapat semak dan sampah plastik
Luas penampang : 3,14 m2
Gambar profil :

1m

Gorong-gorong, d = 1m, 2 biji

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 42


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Prediksi debit puncak (Qp) menggunakan Rumus Rasional beberapa DAS di Kota
Batam yang mengalami banjir tersaji sebagaimana Tabel 12.

Tabel 12. Prediksi debit puncak dengan Rumus Rasional pada kejadian banjir di Kota
Batam

Nama DAS C I (mm/jam) A (km2) Qp (m3/s)


Sei Harapan 0.50 17.05 11.596 43.69
Baloi 0.52 29.31 3.253 21.66
Tiban 0.60 23.68 3.457 21.65
Tanjunguncang 0.64 19.11 5.126 27.78
Tembesi 0.68 28.91 2.667 23.00
Jodoh 0.75 30.14 1.540 15.32
Belian 0.70 33.54 1.568 16.14

Berdasarkan hasil prediksi sebagaimana Tabel 12, debit puncak di DAS Sei Harapan
merupakan yang paling tinggi, sebab mempunyai luasan ini paling besar jika dibandikan
dengan DAS lainnya. Semakin besar luas DAS berarti semakin banyak jumlah air hujan
yang ditampung dalam sistem DAS. Hal ini menunjukkan bahwa luas DAS merupakan
faktor biofisik DAS yang cukup dominan yang menyebabkan banjir di DAS Pulai, terlebih
ketika hujan terjadi dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang cukup lama.
Prediksi kapasitas saluran menggunakan Rumus Manning beberapa DAS di Kota
Batam tersaji sebagaimana Tabel 13.
Tabel 13. Prediksi kapasitas saluran dengan Rumus Manning

Nama DAS A (m2) R S n Q (m3/s)


Sei Harapan 25.00 1.042 0.10 0.017 31.25
Baloi 25.00 1.042 0.14 0.014 48.75
Tiban 6.00 0.545 0.15 0.015 8.16
Tanjunguncang 12.56 0.500 0.1 0.019 9.62
Tembesi 4.5 0.500 0.13 0.016 6.50
Jodoh 10 0.714 0.12 0.016 11.49
Belian 3.14 0.500 0.15 0.015 4.65

Saluran drainase di DAS Baloi mempunyai kapasitas tampungan yang paling tinggi sebab
mempunyai kemiringan saluran yang lebih besar dibandingkan saluran di DAS lainnya.
Luas dan bentuk penampang serta kemiringan saluran drainase merupakan faktor yang
cukup dominan dalam prediksi kapasitas saluran di Kota Batam. Karena saluran di Kota

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 43


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Batam pada umumnya merupakan saluran-saluran buatan sehingga mempunyai tingkat


kekasaran manning yang relatif rendah.
Berdasarkan integrasi debit puncak sebagaimana Tabel 12 dan kapasitas saluran
sebagaimana Tabel 13, terdapat selisih debit antara keduanya. Adapun besaran selisih
untuk masing-masing DAS-nya tersaji pada Tabel 14.

Tabel 14. Selisih potensi debit maksimum dengan kapasitas saluran drainase

Nama DAS Selisih Debit (m3/s)


Sei Harap -12.45
Baloi 27.09
Tiban -13.48
Tanjunguncang -18.15
Tembesi -16.50
Jodoh -3.84
Belian -11.49

Sebagaimana Tabel 14, menunjukkan bahwa di semua DAS terjadi luapan kecuali di DAS
Baloi. Adanya upaya dari Pemerintah Kota dan BP Batam dalam meningkatkan kapasitas
drainase berdampak pada berkurangnya potensi banjir di DAS Valau ketika terjadi hujan
ekstrim. Secara umum, tutupan lahan pemukiman dan tanah terbuka di dalam DAS di
Kota Batam berpotensi meningkatkan nilai limpasan serta erosi dan sedimentasi yang
juga dapat mengurangi kapasitas saluran. Oleh sebab itu, penanganan dalam bentuk
pengerukan sedimen dan pelebaran saluran drainase memang perlu dilakukan. Selain
itu, pemberian pemahaman terhadap penataan ruang wilayah yang berkelanjutan serta
peninjauan kembali perizinan pendirian bangunan di wilayah ini juga perlu dilakukan. Hal
ini tidak terlepas dari upaya Pemerintah untuk menciptakan penataan ruang wilayah
yang nyaman dan mampu memberikan daya dukung yang optimal terhadap berbagai
aktivitas di dalamnya. Selain itu, pada DAS Sei Harapan dan Tanjunguncang yang
berposisi di pesisir juga berpotensi terjadi genangan yang lebih parah bilamana
terjadinya curah hujan ekstrim di kemudian harinya bersamaan denga pasang air laut
yang tinggi dan berpotensi terjadi rob. Oleh sebab itu, pada wilayah ini dapat diterapkan
sistem polder dimana air ditampung pada situ ataupun waduk dan dipompa ke laut
karena daratan lebih rendah dari pasang tertinggi. Selain itu sistem polder ini juga dapat
diaplikasikan di wilayah dengan karakteristik cekungan di Kota Batam.

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 44


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

3.1.3 Kabupaten Bintan


Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Bintan adalah 87411.92 km2 terdiri
atas wilayah daratan seluas 1319.51 km2 (1.50%) dan wilayah laut seluas 86092.41 km2
(98.50%). Pada umumnya wilayah Kabupaten Bintan beriklim tropis dengan total curah
hujan pada tahun 2022 mencapai 3.632 mm (pemantauan di SPAS DAS Kijang,
Kabupaten Bintan, Gambar 24). Selama periode 2022 rata-rata suhu terendah mencapai
o o
24.4 C dan tertinggi rata-rata 31.8 C dengan kelembaban udara sekitar 84%.
Kecepatan angin tertinggi adalah 9 knot yang terjadi pada bulan Desember - Januari,
sedangkan kecepatan angin terendah pada bulan Maret - Mei.

Curah Hujan (mm)

500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nop Des

CH (mm)

Gambar 24. Sebaran curah hujan bulanan di Kabupaten Bintan

Pengembangan wilayah Kabupaten Bintan ditujukan untuk meningkatkan nilai


tambah dan daya saing komoditas unggulan. Adapun komoditas unggulan tersebut
meliputi komoditas budidaya laut, pertanian hortikultura, produk olahan seperti
makanan, kerajinan, industri pengolahan berbasis pertanian dan perikanan lainnya serta
pengembangan pusat perdagangan dan jasa. Selain itu, Kabupaten Bintan juga
dikembangkan sebagai daerah pariwisata sehingga ketersediaan sumberdaya air dan
penanganan masalah banjir di Kabupaten Bintan perlu menjadi isu strategis

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 45


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

pembangunan daerah. Indentifikasi potensi dan penyebab banjir di Kabupaten Bintan


dilakukan di 2 titik yaitu di DAS Wacopek dan DAS Walang di Kecamatan Bintan Timur.

Gambar 25. Sebaran titik banjir prioritas yang dilakukan identifikasi

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 46


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

3.1.3.1 DAS Wacopek

Gambar 26. Gambaran kondisi biofisik di DAS Wacopek

Topografi : Berbukit
Kemiringan rata-rata : 14,3 %
Tutupan lahan : Semak belukar, lahan pertanian dan Hutan
Luas catchment area : 246 ha = 2,46 km2
Kondisi saluran : Alami, terdapat jembatan
Luas penampang : 6 m2
Gambar profil :

3m

2m

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 47


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

DAS Walang

Gambar 27. Gambaran kondisi biofisik di DAS Walang


Topografi : Berbukit
Kemiringan rata-rata : 11,8%
Tutupan lahan : Pemukiman, Lahan Terbuka dan Hutan
Luas catchment area : 171 ha = 1,71 km2
Kondisi saluran : Beton, terdapat sedikit sampah plastik
Luas penampang : 4,5 m2
Gambar profil :

3m

1.5 m

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 48


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Prediksi debit puncak (Qp) menggunakan Rumus Rasional di beberapa DAS yang
mengalami banjir di Kabupaten Bintan tersaji sebagaimana Tabel 15.
Tabel 15. Prediksi debit puncak dengan Rumus Rasional pada kejadian banjir di
Kabupaten Bintan

Nama DAS C I (mm/jam) A (km2) Qp (m3/s)


Wacopek 0.43 38.37 2.47 11.37
Walang 0.70 43.74 1.71 14.54

Berdasarkan hasil prediksi sebagaimana Tabel 15, debit puncak di DAS Walang lebih
tinggi dibandingkan DAS Wacopek. Hal ini karena nilai (C) tertimbang DAS Walang lebih
tinggi walaupun luasannya lebih kecil dibandingkan DAS Wacopek. Nilai koefisien
limpasan (C) yang tinggi di DAS ini disebabkan oleh tingginya tutupan lahan pemukiman
dan tanah terbuka yang nyaris mencapai 100%. Sedangkan di DAS Wacopek masih
terdapat tutupan lahan hutan dan semak belukar yang mampu meningkatkan resapan
air ke dalam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien limpasan (C) merupakan faktor
biofisik DAS yang cukup dominan penyebab banjir di DAS Walang, terlebih ketika hujan
terjadi dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang cukup lama..
Prediksi kapasitas saluran menggunakan Rumus Manning beberapa DAS di
Kabupaten Bintan tersaji sebagaimana Tabel 16.

Tabel 16. Prediksi kapasitas saluran dengan Rumus Manning

Nama DAS A (m2) R S n Q (m3/s)


Wacopek 6.00 10 0.23 0.027 7.58
Walang 4.50 9 0.21 0.023 5.65

Saluran drainase di DAS Wacopek mempunyai kapasitas lebih tinggi dibandingkan


drainase di DAS Walang. Hal ini karena saluran di DAS Wacopek mempunyai luas
penampang dan kemiringan saluran yang lebih besar dibandingkan saluran di DAS
Walang. Luas dan bentuk penampang serta kemiringan saluran drainase merupakan
faktor yang cukup dominan dalam prediksi kapasitas saluran di Kabupaten Bintan.
Berdasarkan integrasi debit puncak sebagaimana Tabel 15 dan kapasitas saluran
sebagaimana Tabel 16, terdapat selisih debit antara keduanya. Adapun besaran selisih
untuk masing-masing DAS-nya tersaji pada Tabel 17. Pada DAS Walang selisih antara
debit puncak dan kapasitas saluran lebih tinggi dibandingan di DAS Wacopek. Hal ini
tidak terlepas dari tingginya tutupan lahan pemukiman dan tanah terbuka di dalam DAS
LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 49
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Walang sehingga berpotensi meningkatkan limpasan serta erosi. Oleh sebab itu,
penanganan dalam bentuk modifikasi saluran drainase perlu dilakukan.

Tabel 17. Selisih potensi debit maksimum dengan kapasitas saluran drainase

Nama DAS Selisih Debit (m3/s)


Wacopek -3.79
Walang -8.89

Selain itu, pemberian pemahaman terhadap penataan ruang wilayah yang berkelanjutan
serta peninjauan kembali perizinan pendirian bangunan di wilayah ini juga perlu
dilakukan. Hal ini tidak terlepas dari upaya Pemerintah untuk menciptakan penataan
ruang wilayah yang nyaman dan mampu memberikan daya dukung yang optimal
terhadap berbagai aktivitas di dalamnya. Selain itu, pada DAS Walang yang berposisi di
pesisir juga berpotensi terjadi genangan yang lebih parah bilamana terjadinya curah
hujan ekstrim di kemudian harinya bersamaan denga pasang air laut yang tinggi dan
berpotensi terjadi rob. Pada wilayah ini dapat diterapkan sistem polder dimana air
ditampung pada situ ataupun waduk dan dipompa ke laut karena daratan lebih rendah
dari pasang tertinggi. Selain itu sistem polder ini juga dapat diaplikasikan di wilayah
dengan karakteristik cekungan di Kabupaten Bintan.

3.2 Monitoring Sedimen

Secara prinsip kegiatan monitoring sedimen yang dilaksanakan di lokasi RHL


Hutan Lindung Sei Tembesi, Hutan Lindung Sei Gong dan Taman Buru Sembulang
bersifat sesaat (even base). Hal ini karena monitoring muatan sedimen tidak dilakukan
secara kontinu. Untuk mendapatkan muatan sedimen, juga tidak dilakukan ketika debit
air tinggi, yang membawa banyak muatan sedimen. Tetapi dilakukan dengan jebakan
sedimen yang dipasang di beberapa alur sungai di lokasi RHL. Namun demikian, dengan
kondi DAS yang relatif kecil memungkinkan hasil dari monitoring sedimen ini dapat
menggambarkan kondisi DAS yang didalamnya terdapat kegiatan RHL.

3.2.1 RHL Hutan Lindung Sei Tembesi

Kegiatan RHL di Kawasan Hutan Lindung Sei Tembesi dilaksanakan mulai Tahun
2022 dengan luas 300 ha. Secara administrasi wilayah, penanaman RHL ini berada di
Kelurahan Mangsang, Kecamatan Sei Beduk dan Kelurahan Tembesi, Kecamatan

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 50


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Sagulung, Kota Batam. Secara ekosistem DAS, RHL di Kawasan Hutan Lindung Sei
Tembesi terdiri dari 7 (tujuh) Sub DAS, dimana 5 diantaranya masuk di DAS Tembesi,
sedangkan 2 lainnya masuk di DAS Duriangkang. Lima Sub DAS di DAS Tembesi
bermuara ke Waduk / DAM Tembesi, sedangkan 2 outlet di DAS Duriangkang 1 Sub DAS
bermuara ke Waduk Duriangkang dan 1 Sub DAS bermuara ke laut. Oleh sebab itu,
kegiatan RHL di Kawasan Hutan Lindung Sei Tembesi diharapkan mampu mengurangi
erosi dan sedimentasi yang masuk ke dalam Waduk Tembesi dan Duriangkang. Adapun
gambaran lokasi pemasangan perangkap sedimen dan kondisi tutupan lahan serta
besaran nilai muatan sedimen di 7 Sub DAS di lokasi RHL Hutan Lindung Sei Tembesi
tersaji sebagaimana Gambar 28, Tabel 18 dan Tabel 19.

Gambar 28. Lokasi pemasangan perangkap sedimen di RHL HL Sei Tembesi

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 51


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Tabel 18. Tutupan lahan Sub DAS di RHL Hutan Lindung Sei Tembesi

Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)


Sub DAS 1 156.21
Hutan Lahan Kering Sekunder 66.19 42.4
Pemukiman 24.11 15.4
Pertanian Lahan Kering Campur 29.73 19.0
Semak/Belukar 26.42 16.9
Tanah Terbuka 9.75 6.2
Sub DAS 2 209.30
Hutan Lahan Kering Sekunder 81.44 38.9
Pertanian Lahan Kering Campur 81.84 39.1
Semak/Belukar 16.95 8.1
Tanah Terbuka 29.07 13.9
Sub DAS 3 126.26
Hutan Lahan Kering Sekunder 3.56 2.8
Pemukiman 78.56 62.2
Pertanian Lahan Kering Campur 44.15 35.0
Sub DAS 4 63.39
Pertanian Lahan Kering Campur 63.39 100.0
Sub DAS 5 69.22
Pertanian Lahan Kering Campur 57.73 83.4
Waduk 11.48 16.6
Sub DAS 6 122.64
Pemukiman 0.30 0.2
Pertanian Lahan Kering Campur 122.34 99.8
Sub DAS 7 198.93
Pertanian Lahan Kering Campur 195.91 98.5
Tanah Terbuka 3.02 1.5

Tabel 19. Besaran konsentrasi sedimen Sub DAS di Lokasi RHLHL Sei Tembesi
Nomor Volume Berat Awal Berat Akhir Berat Sedimen
Nama Sampel
Sampel Sampel (ml) Wadah (gram) Wadah (gram) (gram)
1 300 ha out 1 100 1.4255 2.025 0.5995
2 300 ha out 2 100 1.4202 1.5608 0.1406
3 300 ha out 3 100 1.4268 1.6415 0.2147
4 300 ha out 4 100 1.4389 2.9387 1.4998
5 300 ha out 5 100 1.453 4.0142 2.5612
6 300 ha out 6 100 1.4618 7.6393 6.1775
7 300 ha out 7 100 1.4604 1.6557 0.1953

Konsetrasi sedimen merupakan banyaknya sedimen yang terlarut di dalam sampel air.
Sampel air yang dimaksud merupakan sedimen yang terlarut bersama aliran air atau
yang umumnya disebut muatan sedimen (transport sedimen). Berdasarkan Tabel 19,

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 52


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

muatan sedimen tertinggi berada di Sub DAS 6 dengan konsentrasi sedimen 6.1775
gram/100ml. Hal ini terjadi karena di Sub DAS ini didominasi tutupan lahan pertanian
sebesar 122,34 ha atau sekitar 99,8 % dari total luas Sub DAS. Pemanfaatan lahan
untuk kegiatan pertanian menyebabkan potensi terjadinya erosi meningkat, terlebih
apabila pengolahan tanahnya intensif dan mengabaikan kaidah konservasi. Muatan
sedimen terendah berada di Sub DAS 2 dengan konsentrasi sedimen sebesar 0,1406
gram/100ml. Tutupan lahan hutan sebesar 81,84 ha di Sub DAS 2 mampu mereduksi
potensi erosi.

3.2.2 RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong

Kegiatan RHL di Kawasan Hutan Lindung Hulu Sei Gong dilaksanakan mulai Tahun
2022 dengan luas 30 ha. Secara administrasi wilayah, penanaman RHL ini berada di
Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang Baru, Kota Batam. Secara ekosistem DAS, RHL
di Kawasan Hutan Lindung Hulu Sei Gong terdiri dari 1 (satu) Sub DAS, yang bermuara
ke Waduk / DAM Sei gong. Oleh sebab itu, kegiatan RHL di Kawasan Hutan Lindung
Hulu Sei Gong diharapkan mampu mengurangi erosi dan sedimentasi yang masuk ke
dalam Waduk Sei Gong. Adapun gambaran lokasi pemasangan perangkap sedimen dan
kondisi tutupan lahan serta besaran nilai muatan sedimen Sub DAS di lokasi RHL Hutan
Lindung Hulu Sei Gong tersaji sebagaimana Gambar 29, Tabel 20 dan Tabel 21.

Tabel 20. Tutupan lahan Sub DAS di RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong

Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)


Pertanian Lahan Kering Campur 158.39 40.3
Semak/Belukar 10.54 2.7
Tanah Terbuka 223.69 57.0

Tabel 21. Besaran konsentrasi sedimen Sub DAS di Lokasi RHL HL Hulu Sei Gong
Volume Berat
Nomor Nama Berat Awal Berat Akhir
Sampel Sedimen
Sampel Sampel Wadah (gram) Wadah (gram)
(ml) (gram)
1 30 ha out 1 100 1.4249 1.6746 0.2497
2 30 ha out 1a 100 1.4202 1.7105 0.2903

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 53


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Gambar 29. Lokasi pemasangan perangkap sedimen di RHL HL Hulu Sei Gong

Pada dasarnya lokasi pemasangan perangkap sedimen 1 dan 1a berada dalam satu
aliran air. Namun titik 1 berada di wilayah hulu Subdas, sedangkan titik 1a berada
dibawahnya. Berdasarkan Tabel 21, muatan sedimen berada di titik 1a lebih besar
(dengan konsentrasi sedimen 0,2903) dibandingkan titik 1 (dengan konsentrasi sedimen
0,2497). Hal ini dapat terjadi karena pada Sub DAS ini semakin ke hilir lebih banyak
tutupan lahan tanah terbuka, sehingga konsentrasi sedimennya bertambah akibat
terjadinya erosi.

3.2.3 RHL Taman Buru Sembulang

Kegiatan RHL di Kawasan Taman Buru Sembulang dilaksanakan mulai Tahun


2019 dengan luas 125 ha. Secara administrasi wilayah, penanaman RHL ini berada di

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 54


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Kelurahan Sembulang, Kecamatan Rempang, Kota Batam. Secara ekosistem DAS, RHL di
Kawasan Taman Buru Sembulang terdiri dari 6 (enam) sub DAS dan masuk di DAS
Tiung. Namun demikian Kegiatan monitoring sedimen dilaksanakan di RHL Taman Buru
Sembulang karena lokasi ini merupakan show window RHL Tahun 2019. Adapun
gambaran lokasi pemasangan perangkap sedimen dan kondisi tutupan lahan serta
besaran nilai muatan sedimen Sub DAS di lokasi RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong
tersaji sebagaimana Gambar 30, Tabel 22 dan Tabel 23.

Gambar 30. Lokasi pemasangan jebakan sedimen di RHL Taman Buru Sembulang

Tabel 22. Tutupan lahan Sub DAS di RHL Taman Buru Sembulang

Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)


Sub DAS 1 50.23
Pertanian Lahan Kering Campur 13.52 26.9
Hutan Lahan Kering Sekunder 0.08 0.2

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 55


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)


Semak Belukar 36.63 72.9
Sub DAS 2 31.80
Pertanian Lahan Kering Campur 2.60 8.2
Semak Belukar 29.21 91.8
Sub DAS 3 21.92
Semak Belukar 21.39 97.6
Tanah Terbuka 0.52 2.4
Sub DAS 4 12.97
Semak Belukar 11.43 88.1
Tanah Terbuka 1.54 11.9
Sub DAS 5 259.89
Hutan Lahan Kering Sekunder 91.00 35.0
Semak Belukar 166.33 64.0
Tanah Terbuka 2.57 1.0

Tabel 23. Besaran consentrasi sedimen Sub DAS di Lokasi RHL Taman Buru Sembulang

Nomor Volume Berat Awal Berat Akhir Berat Sedimen


Nama Sampel
Sampel Sampel (ml) Wadah (gram) Wadah (gram) (gram)
1 125 ha out 1 100 1.4292 1.4934 0.0642
2 125 ha out 2 100 1.4367 1.9668 0.5301
3 125 ha out 3 100 1.4375 1.521 0.0835
4 125 ha out 4 100 1.438 1.5267 0.0887
5 125 ha out 5 100 1.4576 2.4439 0.9863

Berdasarkan Tabel 23 muatan sedimen berada di Sub DAS 5 dengan konsentrasi


sedimen 0.9863 gram/100ml. Sub DAS 5 mempunyai luasan yang terbasar dibandingkan
sub DAS lainnya. Dengan kondisi debit air di sungainya pun juga besar dan
memungkinkan berpotensi mengakibatkan terjadinya erosi tebing sungai. Namun
demikian, apabila dibandingkan dengan lokasi RHL Hutan Lindung Sei Tembesi dan RHL
Hutan Lindung Hulu Sei Gong muatan sedimen di RHL Taman Buru Sembulang relatif
lebih kecil. Hal ini karena di lokasi RHL Taman Buru Sembulang sangat jarang aktivitas
yang berkaitan dengan pengolahan tanah, seperti kegiatan pertanian & perkebunan.
Selain itu, dengan sudah berjalannya kegiatan RHL sejak 2019, memungkinkan kondisi
DAS mulai membaik.

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 56


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

A. Monitoring Banjir

1. Kejadian banjir di Provinsi Kepulauan Riau secara umum disebabkan karena


terjadinya curah hujan ekstrim (>150 mm/hari);
2. Curah hujan ekstrim di Provinsi Kepulauan Riau menyebabkan limpasan tinggi
sehingga debit melebihi kapasitas saluran drainase sehingga air meluap;
3. Selain curah hujan yang tinggi, beberapa hal yang menyebabkan tingginya
limpasan yaitu karakteristik DAS di Provinsi Kepulauan Riau seperti luas DAS,
relief dan kemiringan lahan serta tutupan lahan hutan yang semakin
berkurang;
4. Desain saluran drainase di Provinsi Kepulauan Riau belum terintegrasi dan
belum didesain untuk menampung limpasan (debit puncak) yang terjadi ketika
curah hujan ekstrim.

B. Monitoring Sedimen

1. Muatan muatan sedimen tertinggi di lokasi penanaman RHL Hutan Lindung


Hulu berada di Sub DAS 6 dengan konsentrasi sedimen 6.1775 gram/100ml.
Hal ini terjadi karena di Sub DAS ini didominasi tutupan lahan pertanian
sehingga berpotensi terjadinya erosi;
2. Di lokasi penanaman RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong, muatan sedimen di
titik 1a lebih besar dibandingkan titik 1. Hal ini dapat terjadi karena pada Sub
DAS ini semakin ke hilir lebih banyak tutupan lahan tanah terbuka, sehingga
konsentrasi sedimennya bertambah akibat terjadinya erosi;
3. Tingginya muatan sedimen di Sub DAS 5 RHL Taman Buru Sembulang
disebabkan terjadinya erosi tebing sungai akibat derasnya arus sungai..
Namun demikian, apabila dibandingkan dengan lokasi RHL Hutan Lindung Sei
Tembesi dan RHL Hutan Lindung Hulu Sei Gong muatan sedimen di RHL
Taman Buru Sembulang relatif lebih kecil.

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 57


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

4.2 Saran

a. Modifikasi saluran drainase terutama dalam bentuk pelebaran saluran perlu dilakukan
untuk meningkatkan kapasitas tamping saluran drainase dengan mempertimbangkan
potensi debit maksimum ketika terjadi hujan ekstrim;
b. Sistem polder perlu diaplikasikan dalam penanganan banjir di wilayah pesisir dan
cekungan yang mempunyai elevasi lebih rendah dari pasang air laut;
c. Untuk menjaga daya dukung, adaya tampung serta umur waduk, perlu dilakukan
pengendalian terhadap erosi dan sedimentasi di catchment area – nya, salah satunya
melalui kegiatan penanaman RHL.

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 58


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

LAMPIRAN

LAPORAN MONITORING PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 59


DOKUMENTASI MONITORING PENGELOLAAN DAS

Monitoring pengelolaan DAS Kota Batam


Monitoring pengelolaan DAS Kota Batam
Pengukuran penampang melintang sungai lokasi banjir di Kota Batam
Pengukuran penampang melintang sungai lokasi banjir di Kota Batam
Monitoring pengelolaan DAS Kota Tanjungpinang
Monitoring pengelolaan DAS Kota Tanjungpinang
Pengukuran penampang melintang sungai lokasi banjir di Kabupaten Bintan
Pengukuran penampang melintang sungai lokasi banjir di Kota Tanjungpinang
Pengambilan sampel muatan sedimen
Pengambilan sampel muatan sedimen

Anda mungkin juga menyukai