Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN AKHIR

SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS


TAHUN 2022

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN DAS DAN REHABILITASI HUTAN
BALAI PENGELOLAAN DAS SEI JANG DURIANGKANG
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDASHL SEI JANG DURIANGKANG

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tim penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
sehingga Laporan Akhir Kegiatan Sistem Informasi Pengelolaan DAS dapat
diselesaikan tepat waktu. Kegiatan Sistem Informasi Pengelolaan DAS telah
dilaksanakan oleh tim BPDAS Sei Jang Duriangkang Tahun Anggaran 2022
dengan mengacu pada Peraturan Direktur Jendral Pengendalian DAS dan Hutan
Lindung Nomor P.14/PDASHL/SET/KUM-1/12/2018 Tentang Petunjuk Teknis
Monitoring Tata Air Daerah Aliran Sungai atau Sub Daerah Aliran Sungai.
Ucapan terima kasih tim penyusun sampaikan kepada :
1. Kepala BPDAS Sei Jang Duriangkang atas motivasi dan arahannya selama
rangkaian kegiatan Kegiatan Sistem Informasi Pengelolaan DAS;
2. Seluruh pihak yang memberikan masukan selama rangkaian kegiatan
Kegiatan Sistem Informasi Pengelolaan DAS.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.

Tanjungpinang, Desember 2022

Tim Penyusun

i
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDASHL SEI JANG DURIANGKANG

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ..................................................................... 2
1.3 Ruang Lingkup dan Sasaran Kegiatan .......................................... 3
1.4 Definisi/Pengertian ...................................................................... 3
BAB II. METODOLOGI .............................................................................. 8
2.1 Dasar Pelaksanaan ..................................................................... 8
2.2 Lokasi dan Waktu ....................................................................... 8
2.3 Pendekatan Analisis ..................................................................... 8
2.4 Prosedur Analisis ......................................................................... 9
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 22
3.1 Ambang Batas Banjir Kota Tanjungpinang .................................... 26
3.2 Ambang Batas Banjir Kota Batam ................................................. 31
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 36
1. Kesimpulan ................................................................................. 36
2. Saran .......................................................................................... 37
BAB V. LAMPIRAN ...................................................................................... 38

ii
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan prasyarat berlangsungnya suatu kehidupan, sehingga air


mempunyai peranan yang vital bagi kehidupan. Di banyak daerah, air sering
menjadi persoalan karena mengalami kerusakan atau degradasi. Perlunya
pengelolaan sumberdaya air dengan baik inilah yang pada akhirnya mendorong
terciptanya konsep DAS (daerah aliran sungai) sebagai unit pengelolaan SDA
(sumberdaya alam). DAS merupakan bentang lahan yang dibatasi punggung
gunung, bukit atau batas topografi pemisah aliran lainnya yang menangkap curah
hujan kemudian menyimpan dan mengalirkannya melalui saluran-saluran pengaliran
ke satu titik patusan (outlet) berupa muara sungai di laut ataupun di danau.
Pengelolaan SDA dengan unit DAS, mampu memberikan gambaran dampak
hidrologis berbagai pemanfaatan SDA oleh manusia terhadap sumberdaya air,
karena faktor masukan (curah hujan) dan faktor keluaran (aliran permukaan dan
erosi) lebih mudah diukur dan dipantau secara berkelanjutan.
DAS dipandang sebagai sistem alami yang menjadi tempat berlangsungnya
proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial-ekonomi masyarakat yang
kompleks. Proses-proses biofisik hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai
bagian dari suatu daur hidrologi atau yang dikenal sebagai siklus air. Sedang
kegiatan sosial-ekonomi masyarakat merupakan berbagai bentuk pemanfaatan SDA
didalam DAS oleh manusia, seperti pengembangan perkotaan, pembuatan
bangunan air, pertanian dan sebagainya. Faktanya, pemanfaatan SDA di dalam DAS
seringkali berakibat pada perubahan daya dukung DAS. Beberapa kondisi akibat
menurunnya dayadukung DAS yang kerap terjadi saat ini diantaranya menurunnya
produktivitas lahan, meningkatnya aliran permukaan, erosi dan sedimentasi serta
berbagai kejadian banjir, tanah longsor dan kekeringan. Secara sosial-ekonomi
menurunnya dayadukung DAS menyebabkan berbagai kerugian masyarakat seperti
hilangnya mata pencaharian hingga kerugian akibat bencana alam.
Pemerintah Republik Indonesia berkomitmen untuk menekan terjadinya
kerusakan DAS sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37/2012

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 1


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

tentang Pengelolaan DAS. Peraturan ini mengatur regulasi pengelulaan DAS mulai
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta pembinaan dan
pengawasan dalam pengelolaan DAS. Dalam regulasi ini juga diatur kegiatan
pendukung pengelolaan DAS, salah satunya sistem informasi pengelolaan DAS.
Sistem informasi pengelolaan DAS dibangun dan dikelola oleh Kementerian LHK
dengan melibatkan serta dapat diakses instansi terkait. Adapun konten yang ada di
dalam sistem informasi pengelolaan DAS berupa data pokok DAS baik spasial
maupun non spasial serta berbagai informasi yang dapat dimanfaatkan sebagai
pendukung pengambilan keputusan dalam pengelolaan DAS.
Terkait informasi dalam pengambilan keputusan, sistem informasi
pengelolaan DAS menyampaikan berbagai hasil pengukuran dampak kegiatan
pemanfaatan SDA di dalam DAS terutama terhadap sumberdaya air. Dalam hal ini
parameter yang umum diinformasikan yaitu curah hujan sebagai input serta debit
sungai dan sedimen sebagai output dalam sistem DAS. Oleh karena itu, perlu
adanya petunjuk teknis sistem informasi pengelolaan DAS yang mengatur
pengolahan data hasil pengukuran, metode analisis data menjadi informasi dan
penggunaan informasi untuk dimanfaatkan masyarakat luas. Untuk itu,
Kementerian LHK mengembangkan Sistem Informasi Pengelolaan DAS (SIPDAS)
secara realtime sebagai bentuk early warning system (peringatan dini) guna
memitigasi resiko bencana hidrometeorologi terutama banjir khususnya di Provinsi
Kepulauan Riau.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud pelaksanaan kegiatan sistem informasi pengelolaan DAS (SIPDAS)


yaitu untuk memberikan informasi terkait kondisi DAS secara realtime, khususnya di
lokasi-lokasi rawan banjir. Tujuan kegiatan sistem informasi pengelolaan DAS yaitu
untuk mengukur ambang batas sungai / saluran drainase di sekitar automatic
weather station (AWS) Telemetri sebagai dasar penetapan peringatan dini banjir.
Ambang batas ini berupa nilai curah hujan yang berpotensi menyebabkan kejadian
banjir di sungai / saluran drainase di sekitar AWS Telemetri.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 2


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

1.3 Ruang Lingkup dan Sasaran Kegiatan

Kegiatan sistem informasi pengelolaan DAS (SIPDAS) secara umum dikelola


oleh Direktorat Perencanaan dan Pengawasan Pengelolaan DAS, Ditjen Pengelolaan
DAS dan Rehabilitasi Hutan, Kemeterian LHK. SIPDAS dikembangkan untuk
memberikan early warning system (EWS) potensi terjadinya banjir melalui laman
http://sipdas.menlhk.go.id/. Adapun BPDAS Sei Jang Duriangkang sebagai unit
pelaksana teknis (UPT) memberikan masukan informasi berkenaan dengan data
curah hujan realtime melalui AWS Telemetri dan ambang batas / threshold sungai
atau saluran drainase di sekitar AWS Telemetri. Ambang batas ini berupa nilai curah
hujan yang berpotensi menyebabkan kejadian banjir di sungai / saluran drainase di
sekitar AWS Telemetri. Ambang batas ini nantinya menjadi masukan pada laman
http://sipdas.menlhk.go.id/, sehingga ketika hujan yang terukur di AWS Telemetri
melebihi ambang batas muncul peringatan dini banjir di laman tersebut.

1.4 Definisi/Pengertian

1. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau
ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas
daratan;
2. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik
antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya,
agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya
kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan;
3. Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh
parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah,
geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi, dan manusia;

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 3


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

4. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia;
5. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan
tujuan yang disertai penyediaan alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat
yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah;
6. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau
beberapa satuan kerja sebagai bagian untuk pencapaian sasaran yang terukur
pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber
daya untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa;
7. Input adalah sumber daya yang diperlukan untuk melakukan kegiatan yang
diperlukan dalam rangka untuk menghasilkan keluaran (output);
8. Output atau Sasaran Kegiatan adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh
suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan
tujuan kebijakan/program;
9. Outcome atau Sasaran Program adalah segala sesuatu yang dihasilkan dari
suatu program yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-
kegiatan;
10. Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana
pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul
dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin;
11. Evaluasi adalah penilaian yang sistematis dan objektif atas desain, implementasi
12. Banjir adalah debit aliran sungai yang secara relatif lebih besar dari biasanya
akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus
menerus, sehingga air limpasan tidak dapat ditampung oleh alur/palung sungai
yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya;
13. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan
air laut yang berada di darat;
14. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah;

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 4


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

15. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah;
16. Lahan kritis adalah lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang
telah menurun fungsinya sebagai unsur produksi dan media pengatur tata air
DAS;
17. Degradasi DAS adalah hilangnya nilai dengan waktu, termasuk menurunnya
potensi produksi lahan dan air yang diikuti tanda-tanda perubahan watak
hidrologi sistem sungai (kualitas, kuantitas, kontinuitas), yang akhirnya
membawa percepatan degradasi ekologi, penurunan peluang ekonomi, dan
peningkatan masalah sosial;
18. Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang selanjutnya disingkat RHL adalah upaya
untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan
sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga;
19. Konservasi tanah dan air adalah upaya perlindungan, pemulihan, peningkatan
dan pemeliharaan Fungsi Tanah pada Lahan sesuai dengan kemampuan dan
peruntukan Lahan untuk medukung pembangunan yang berkelanjutan dan
kehidupan yang lestari;
20. Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang tanah pada
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat- syarat yang diperlukan agar tidak
terjadi kerusakan tanah sehingga dapat mendukung kehidupan secara lestari;
21. Infrastruktur hijau (green infrastructure) adalah pembangunan sarana dan
prasarana yang direncanakan secara strategis dengan memperhitungkan
ketersediaan ruang terbuka hijau yang berkualitas serta elemen lingkungan
lainnya;
22. Penutupan lahan merupakan garis yang menggambarkan batas penampakan
area tutupan di atas permukaan bumi yang terdiri dari bentang alam dan/atau
bentang buatan atau penutupan lahan dapat pula berarti tutupan biofisik pada
permukaan bumi yang dapat diamati dan merupakan hasil pengaturan, aktivitas,
dan perlakuan manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 5


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

melakukan kegiatan produksi, perubahan, ataupun perawatan pada areal


tersebut;
23. Aliran permukaan adalah aliran air yang mengalir di atas permukaan karena
penuhnya kapasitas infiltrasi tanah;
24. Aliran Bawah Permukaan (subsurface runoff) adalah bagian dari limpasan
permukaan yang disebabkan oleh bagian air hujan yang terinfiltrasi/meresap ke
dalam tanah dan bergerak secara lateral melalui horizon-horizon tanah bagian
atas menuju sungai;
25. Hasil Air (water yield) adalah total limpasan dari suatu daerah pengaliran air
(drainage basin) yang disalurkan melalui saluran air permukaan dan akuifer
(reservoir air tanah);
26. Hujan Lebih (rainfall excess) adalah kontribusi curah hujan terhadap laliran
permukaan langsung (direct runoff);
27. Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam permukaan tanah dengan gaya
gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran;
28. Laju infiltrasi aktual adalah laju air berpenetrasi ke permukaan tanah pada
setiap waktu dengan kombinasi gaya-gaya gravitasi, viskositas, dan kapilaritas;
29. Kapasitas infiltrasi adalah laju maksimum presipitasi yang dapat diserap oleh
tanah pada kondisi tertentu;
30. Hasil Sedimen adalah besarnya sedimen yang keluar dari suatu DAS/SubDAS;
31. Banjir limpasan adalah sebaran wilayah yang merupakan penyumbang banjir ke
wilayah terdampak (affected area);
32. Debit Air (discharge, Q) adalah volume air (cairan) yang mengalir melalui suatu
penampang melintang sungai per satuan waktu, dalam satuan m3/detik;
33. Debit Puncak atau Debit Banjir (qp, Qmaks) adalah besarnya volume air (cairan)
maksimum (terbesar) yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu
sungai per satuan waktu, dalam satuan m3/detik;
34. Debit Minimum (Qmin) adalah besarnya volume air (cairan) minimum (terendah)
yang mengalir melalui suatu penampang melintang suatu sungai per satuan
waktu, dalam satuan m3/detik;

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 6


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

35. Koefisien Limpasan/aliran permukaan (C) adalah bilangan yang menunjukkan


perbandingan (nisbah) antara besarnya limpasan terhadap besar curah hujan
penyebabnya, nilainya lebih besar dari 0 (nol) dan lebih kecil atau sama dengan
1 (satu). Misalnya, nilai c = 20, artinya 20 persen dari curah hujan menjadi
limpasan;
36. Koefisien Regim Sungai (KRS) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan
antara nilai debit maksimum (Qmaks) dengan nilai debit minimum (Qmin) pada
suatu DAS/Sub DAS;
37. Sistem adalah sekumpulan urutan antar hubungan dari unsur-unsur yang
dialihragamkan (transform), dalam referensi waktu yang diberikan, dari unsur
masukan yang terukur menjadi unsur keluaran yang terukur;
38. Parameter adalah besaran yang menandai suatu sistem hidrologi yang memiliki
nilai tetap, tidak tergantung dari waktu;
39. Variabel adalah besaran yang menandai suatu sistem, yang dapat diukur dan
memiliki nilai berbeda pada waktu yang berbeda;
40. Model adalah penyederhanaan sistem yang digunakan untuk menggambarkan
sistem kehidupan nyata (real world) dengan suatu tujuan tertentu. Suatu model
merupakan pengungkapan bentuk konsep dari sistem yang sebenarnya;
41. Model Hidrologi adalah sebuah sajian sederhana dari sebuah sistem hidrologi
yang kompleks atau merupakan model yang menggambarkan secara abstrak
atau sederhana dari keadaan hidrologi yang mempunyai kesamaan dengan
keadaan hidrologi sebenarnya di lapang, dan model utama hidrologi meliputi
model fisik, analog dan digital (deterministik, stokastik, parametrik);
42. Model ”lumped” adalah suatu model hidrologi yang besaran dari variabel dan
parameter yang diwakilinya tidak mempunyai variabilitas ruang (spatial
variability), misalnya masukan berupa hujan rata-rata DAS;
43. Model ”distributed” adalah suatu model hidrologi yang besaran dari variabel dan
parameter yang diwakilinya mengandung variabilitas ruang dan waktu;
44. SIG (Sistem Informasi Geografi) adalah suatu sistem berbasis komputer yang
dapat digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan
memanipulasi informasi geografigeografi.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 7


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

BAB II. METODOLOGI

2.1 Dasar Pelaksanaan

1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah


diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai;
3. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.60/Menhut-II/2014 tentang Kriteria
Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai;
4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.61/Menhut- II/2014 tentang Monitoring
dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai;

5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 14 Tahun 2022


Tanggal 26 Juli 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan;
6. Peraturan Direktur Jendral Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Nomor
P.14/PDASHL/SET/KUM-1/12/2018 Tentang Petunjuk Teknis Monitoring Tata
Air Daerah Aliran Sungai atau Sub Daerah Aliran Sungai.
7. Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan (DIPA) Tahun Anggaran 2022
Nomor : SP DIPA - 029.04.2.427603/2022 tanggal 17 November 2021.

2.2 Lokasi dan Waktu

Kegiatan Sistem Informasi Pengelolaan DAS (SIPDAS) Tahun 2022


dilaksanakan selama periode Januari s.d Desember 2022. Adapun lokasi kajian dan
penempatan AWS Telemetri berada di wilayah administrasi Kecamatan
Tanjungpinang Barat dan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang serta Kecamatan
Rempang, Kota Batam.

2.3 Pendekatan Analisis


Pendekatan dalam pengumpulan dan analisis data kegiatan sistem informasi
pengelolaan DAS (SIPDAS) dilakukan dengan mengacu pada Perdirjen PDASHL Nomor
P.14/PDASHL/SET/DAS.1/12/2018 Tentang Petunjuk Teknis Monitoring Tata Air
DAS atau Sub DAS. Secara umum dalam regulasi tersebut, mengatur monitoring

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 8


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

tata air DAS atau Sub DAS. Namun demikian, berbagai metode dalam prediksi debit
puncak dan kapasitas aliran cukup relevan menjadi acuan dalam analisis data di
kegiatan SIPDAS. Mengingat dalam kegiatan SIPDAS, untuk mendapatkan informasi
tentang ambang batas saluran perlu dilakukan analisis debit puncak dan kapasitas
aliran sungai / saluran drainase.

2.4 Prosedur Analisis


Bahan dan alat yang digunakan dalam kegiatan sistem informasi pengelolaan
DAS (SIPDAS) diantaranya:
1. ATK
2. Laptop yang dilengkapi software ArcGIS dan YDOC-Term
3. AWS (Automatic Water Station) Telemetri
4. Pulsa / paket data internet
5. Handphone yang dilengkapi software ArcGIS dan YDOC-Term
6. Blangko
7. Data sekunder baik berupa data spasial maupun non spasial.

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan SIPDAS sebagai berikut:

1. Membuat Rencana dan Jadwal Kerja

Tahapan ini dilakukan untuk membuat acuan dalam melaksanakan kegiatan


SIPDAS. Tahap ini perlu dilakukan di seluruh kegiatan supaya tujuan yang
diinginkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

2. Menyiapkan Alat dan Bahan

Tahapan ini dilakukan untuk memastikan berbagai peralatan yang dibutuhkan


tersedia dan berfungsi dengan baik. Dalam kegiatan SIPDAS cukup banyak alat
yang harus dipersiapkan, mulai AWS Telemetri, paket data hingga laptop untuk
mendownload dan menganalisis data. Oleh sebab itu, setiap kali kegiatan
pengukuran perlu dipastikan bahwa alat berfungsi dengan baik.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 9


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

3. Melakukan Studi Pustaka

Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait kaidah keilmuan


dalam penerapan berbagai metode prediksi. Hal ini dilakukan karena dalam
kegiatan SIPDAS cukup banyak metode-metode prediksi yang digunakan. Oleh
sebab itu, studi literatur perlu dilakukan untuk mendapatkan berbagai macam
informasi pendukung, terutama dalam menjustifikasi nilai parameter penutupan
lahan dan tanah dalam menjalankan model prediksi.

4. Melakukan Koordinasi dan Pengumpulan Data serta Informasi Terkait

Tahapan ini dilakukan untuk memperoleh berbagai informasi yang dapat


menunjang dan pembanding dari data yang telah diukur maupun direkam oleh
AWS Telemetri. Mengingat beberapa instansi juga melakukan pengamatan
terhadap kondisi iklim seperti BMKG dan BWS, Kementerian PUPR. Data yang lain
yang juga menunjang kegiatan SIPDAS diantaranya data spasial seperti peta
topografi, peta tutupan lahan dan peta jenis tanah.

5. Analisis Kapasitas Sungai / Saluran Drainase

Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan daya tampung suatu sungai / saluran
drainase di suatu DAS Perhitungan kapasitas pengaliran dilakukan dengan
menghitung debit maksimum (Qmaks) yang dapat. Adapun persamaan yang
digunakan menggunakan Rumus Manning sebagai berikut :

Gambar 1. Penampang alur sungai dalam perhitungan Metode Manning

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 10


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Qmaks = 1/n . R2/3. S1/2. A.


Keterangan:
Qmaks = Debit maksimum (banjir puncak)(m3/detik),
A = Luas penampang sungai (m2),
n = Koefisien kekasaran dasar sungai rata-rata,
S = Kemiringan hidrolis sungai pada saat banjir maksimum (%),
R = Jari-jari hidrolis penampang sungai (m), dengan keterangan
R = A/p dan p = perimeter basah penampang sungai.

Gambar 2. Gambaran penampang melintang sungai

Pengukuran debit maksimum (Qmaks) dengan Metode Manning untuk digunakan


untuk dibandingkan dengan hasil pengukuran debit puncak dengan
menggunakan Rumus Rasional. Pengukuran debit maksimum (Qmaks) dengan
menggunakan Metode Manning dilakukan pada suatu penampang sungai di
outlet DAS. Nilai koefisien kekasaran Manning yang sering dipakai dalam
perencanaan praktis adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Nilai koefisien kekasaran Manning (n)


Harga n
No Tipe saluran dan jenis bahan
Maksimum Normal Minimum
1 Beton
0,010 0,011 0,013
- Gorong-gorong lurus dan bebas dari kotoran
- Gorong-gorong dengan lengkungan dan sedikit 0,013 0,014
0,011
kotoran/gangguan
- Beton dipoles 0,011 0,012 0,014
- Saluran pembuang dengan bak kontrol 0,013 0,015 0,017
2 Tanah lurus dan seragam
- Bersih baru 0,016 0,018 0,020
- Bersih telah melapuk 0,018 0,022 0,025
- Berkerikil 0,022 0,025 0,030
0,027 0,033
0,022
- Berumput pendek, sedikit tanaman pengganggu
3 Saluran Alam
- Bersih lurus 0,025 0,030 0,033
LAPORAN- SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 0,033
Bersih, berkelok-kelok 0,040 0,045 11
- Banyak tanaman pengganggu 0,050 0,070 0,080
0,025 0,030 0,035
- Dataran banjir berumput pendek- tinggi
- Saluran di belukar 0,035 0,050 0,070
kotoran/gangguan
- Beton dipoles 0,011 0,012 0,014
- Saluran pembuang dengan bak kontrol 0,013 0,015 0,017
2 Tanah lurus dan seragam
- Bersih baru KEMENTERIAN LINGKUNGAN
0,016 HIDUP
0,018DAN KEHUTANAN
0,020
- Bersih telah melapuk BPDAS SEI0,022
0,018 JANG DURIANGKANG
0,025
- Berkerikil 0,022 0,025 0,030
0,027n
Harga 0,033
No Tipe saluran dan jenis bahan 0,022
- Berumput pendek, sedikit tanaman pengganggu Maksimum Normal Minimum
31 BetonSaluran Alam
- Bersih lurus 0,025 0,030 0,033
0,010 0,011 0,013
- Gorong-gorong lurus dan bebas dari kotoran
Bersih, berkelok-kelok 0,033 0,040 0,045
- Gorong-gorong
Banyak tanamandengan lengkungan dan sedikit
pengganggu 0,050 0,013
0,070 0,014
0,080
0,011
kotoran/gangguan 0,025 0,030 0,035
- Beton dipoles
Dataran banjir berumput pendek- tinggi 0,011 0,012 0,014
- Saluran pembuang
di belukar dengan bak kontrol 0,013
0,035 0,015
0,050 0,017
0,070
2 Tanah lurus dan seragam
6. - Bersih baru Analisis Terhadap Catchment Area0,016
Mengumpulkan 0,018 0,020
- Bersih telah melapuk 0,018 0,022 0,025
- Berkerikil 0,022 0,025 0,030
Dalam kegiatan SIPDAS untuk mendapatkan amabang batas 0,027 / threshold
0,033 dari
0,022
- Berumput pendek, sedikit tanaman pengganggu
sungai / saluran drainase dilakukan analisis terhadap kondisi DAS atau
3 Saluran Alam
catchment area dari sungai / drainase tersebut.0,025
- Bersih lurus Oleh sebab
0,030 itu, tahapan
0,033 ini
- Bersih, berkelok-kelok 0,033 0,040 0,045
dilakukan untuk
- Banyak tanaman mendapatkan
pengganggu karakteristik biofisik
0,050DAS yang
0,070menjadi0,080
sasaran
0,025 0,030 0,035
kegiatan. Batas
- Dataran banjirDAS dideliniasi
berumput secara otomatis menggunakan software ArGIS
pendek- tinggi
- Saluran di belukar 0,035 0,050 0,070
dan ArcSWAT dengan data dasar DEM hasil download di portal BIG/DEMNAS. Hal
ini bertujuan untuk menginventarisir secara spasial DAS dari sungai / saluran
drainase yang menjadi sasaran kegiatan. Adapun informasi yang didapatkan
dalam tahapan ini:
a) Luas DAS/ catchment area (A)
Luas DAS merupakan karakteristik DAS yang paling penting dalam pemodelan
berbasis DAS. Luas DAS mencerminkan volume air yang dihasilkan dari curah
hujan yang jatuh di daerah tersebut karena curah hujan yang seragam di
seluruh DAS merupakan asumsi dalam pemodelan hidrologi. Akibatnya,
semakin luas suatu DAS, hasil air (water yield) yang diperoleh semakin besar,
karena hujan yang ditangkap juga semakin banyak. Dalam kegiatan SIPDAS
luas DAS dihitung menggunakan Sistem Informasi Geografis.

Gambar 3. Ilustrasi perhitungan luas DAS

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 12


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

b) Panjang DAS/ Watershed Length (L)


Panjang DAS didefinisikan sebagai jarak yang diukur sepanjang sungai utama
dari outlet hingga batas DAS. Sungai biasanya tidak akan mencapai batas
DAS, sehingga perlu ditarik garis perpanjangan mulai dari ujung sungai
hingga batas DAS dengan memperhatikan arah aliran. Panjang DAS biasanya
digunakan dalam perhitungan waktu tempuh yang dibutuhkan oleh air untuk
mengalir di dalam DAS. Panjang sungai terpanjang dalam DAS diukur dari
outlet ke titik terjauh di DAS, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2, dari
titik O sampai H, sedangkan OS adalah panjang sungai utama (induk).

Gambar 4. Penentuan panjang DAS dan sungai utama dalam DAS

c) Perbedaan Tinggi DAS


Elevasi dan variasi ketinggian pada suatu DAS merupakan faktor penting yang
berpengaruh terhadap temperatur dan pola hujan, khususnya pada daerah
dengan topografi bergunung. Ketinggian suatu tempat dapat diketahui dari
peta topografi, diukur dilapangan atau melalui foto udara, jika terdapat salah
satu titik kontrol sebagai titik ikat. Hubungan antara elevasi dengan luas DAS
dapat dinyatakan dalam bentuk hipsometrik (Hypsometric Curve).
Perhitungan ketinggian rata – rata DAS ditunjukkan pada gambar berikut:

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 13


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Gambar 5. Perhitungan tinggi rata – rata DAS

Gambar 6. Kurva Hipsometrik suatu DAS (Avery, 1975)

d) Kemiringan DAS/Watershed Slope (S)


Kemiringan DAS mencerminkan tingkat perubahan elevasi dalam jarak
tertentu sepanjang arah aliran utama. Kemiringan lereng diukur berdasarkan
perbedaan elevasi (Ah) antara kedua ujung sungai utama dibagi dengan
panjang DAS atau dapat dituliskan dalam persamaan:
S = Ah/L
Beda elevasi (Ah) tidak selalu mencerminkan beda elevasi maksimum dalam
DAS. Salah satu cara menghitung kemiringan DAS rata - rata adalah dengan

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 14


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

faktor lereng (slope factor) yang dikembangkan oleh Benson (1962) yaitu
dengan menghitung lereng saluran antara 10% dan 85% jarak dari outlet
seperti ditujukkan pada Gambar 5.

Gambar 7. Penaksiran 85 – 10 slope factor dan profile curvature- indeks.


Keterangan:
 Jarak O – Z = Lb adalah panjang sungai utama
 Jarak OB = (0,1) Lb dan OA – (0,85) Lb
 Gradien Sungai (Su) = (H85-H10)/(0,75)Lb

7. Melakukan Analisis Ambang Batas Sungai / Saluran Drainase

Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai ambang batas


dari sungai ataupun saluran drainase di sekitar AWS. Penghitungan ambang
batas dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode rasional, dengan
nilai debit puncak yaitu kapasitas tamping sungai / saluran drainase. Dengan
demikian dapat dicari ambang batas berupa curah hujan yang kemudian
menjadi masukan dalam SIPDAS yang dikembangkan Dit. Perencanaan dan
Pengawasan Pengelolaan DAS di laman http://sipdas.menlhk.go.id/. Adapun
yang menjadi masukan dalam analisis ini merupakan data yang telah dihimpun
sebelumnya seperti daya tamping sungai / saluran drainase serta karakteristik
DAS yang telah ditetapkan. Adapun uraian analisis metode rasional yang
dilaksanakan di tahapan ini sebagai berikut:

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 15


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

a) Prediksi Debit Puncak (Qp)


Perhitungan debit puncak (banjir puncak, debit maksimum) dilakukan di
outlet sungai dari micro catchment yang telah ditetapkan. Prediksi debit
puncak diestimasi berdasarkan pada nilai koefisien aliran (C), intensitas
hujan (I) yang lamanya sama dengan waktu konsentrasi (tc) dan luas
DAS (A). Intensitas hujan dihitung sama dengan lamanya waktu
konsentrasi (tc) yang dihitung berdasarkan panjang DAS dan parameter
morfometri DAS lainnya. Perhitungan debit puncak (Qp) dapat dihitung
dengan menggunakan Rumus Rasional sebagai berikut :
Qp = f. C. I. A.
Keterangan:
Qp = Debit puncak (m3/detik),
C = Koefisien aliran (dilihat dari tabel),
f = Faktor konversi 0,278 (luas DAS km2) dan 0,00278 (luas ha)
I = Intensitas hujan (mm/jam),
A = Luas DAS (km2 atau ha).
Metode Rasional di atas dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan
yang terjadi dengan intensitas seragam dan merata di seluruh catchment
area dan lamanya sama dengan waktu konsentrasi (tc). Metode Rasional
tergolong sebagai lumped model hidrologi dan baik digunakan untuk
menghitung debit puncak dengan ketentuan untuk luas catchment area
<300 ha. Jika ukuran DAS> 300 ha, maka perlu dibagi menjadi beberapa
bagian sub catchment area kemudian Rumus Rasional diaplikasikan pada
masing-masing sub catchment area. Metode Rasional banyak digunakan
untuk memperkirakan debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan deras pada
catchment area kecil, dengan luas DAS <2,5 Km2. Penggunaan Metode
Rasional pada catchment area dengan beberapa tipe tutupan lahan dapat
dilakukan dengan pendekatan nilai C gabungan atau C rata-rata tertimbang
dan intensitas hujan dihitung berdasarkan waktu konsentrasi yang
terpanjang.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 16


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

 Koefisien Aliran (C)


Koefisien aliran (C) didefinisikan sebagai bilangan nisbah laju debit
puncak dengan intensitas hujan dan merupakan bilangan tanpa satuan.
Faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan
debit banjir. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi
tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, penutupan
lahan dan intensitas hujan. Permukaan kedap air, seperti perkerasan
aspal dan bangunan menghasilkan aliran hampir 100% setelah
permukaan menjadi basah, seberapa pun kemiringannya. Koefisien
limpasan juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah. Laju infiltrasi
menurun pada hujan yang terus menerus dan juga dipengaruhi oleh
kondisi kejenuhan air sebelumnya. Faktor lain yang mempengaruhi nilai C
adalah air tanah, derajad kepadatan tanah, porositas tanah dan
simpanan depresi. Nilai C ntuk berbagai tipe penutupan lahan tersaji
dalam Tabel 2. Harga C berubah dari waktu ke waktu dengan perubahan
faktor- faktor yang berhubungan dengan aliran permukaan. Jika DAS
terdiri dari berbagai macam tata guna lahan dengan koefisien aliran yang
berbeda, maka C yang digunakan ditetapkan dengan mengambil rata-rata
tertimbang dengan rumus :

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 17


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Tabel 2. Nilai koefisien aliran (C) untuk Metode Rasional

 Intensitas Hujan
Intensitas curah hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan
waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung
intensitasnya cenderung makin tinggi, dan makin besar periode ulangnya
makin tinggi pula intensitasnya. Analisis intensitas curah hujan dapat
diproses dari data curah hujan yang terjadi. Intensitas hujan (mm/jam),
yaitu tinggi curah hujan yang terjadi sekian mm dalam kurun waktu 1 jam.
Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data
hujan harian maksimum, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan
Rumus Mononobe.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 18


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Intensitas curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) dapat diproses


dari data curah hujan yang terjadi. Namun, dalam sebuah perencanaaan
dengan metode rasional, dapat juga digunakan curah hujan rencana.
Curah hujan rencana untuk periode ulang tertentu secara statistik dapat
diperkirakan berdasarkan seri data curah hujan harian maksimum tahunan
(maximum annual series) jangka panjang dengan analisis distribusi
frekuensi dan dengan cara grafis. Curah hujan rencana (design rainfall)
dapat dihitung untuk periode ulang 2, 5, 10, 20 atau 25 tahun. Untuk
mencari distribusi yang cocok dengan data yang tersedia dari pos-pos
penakar hujan yang ada di sekitar lokasi kajian perlu dilakukan analisis
frekuensi. Analisis frekuensi dapat dilakukan dengan seri data hujan.
Untuk mengetahui kesesuaian distribusi probabilitas dengan rangkaian
data hidrologi, data digambarkan pada kertas probabilitas. Ada tiga
macam kertas probabilitas, yaitu kertas probabilitas normal, log normal
(bisa digunakan untuk distribusi log person) dan gumbel. Posisi
pengeplotan data merupakan nilai probabilitas yang dimiliki oleh masing-
masing data yang diplot. Data hidrologi (hujan) yang telah ditabelkan
diurutkan dari besar ke kecil (berdasarkan peringkat m), dimulai dengan
m=1 untuk data dengan nilai tertinggi, dan m=n (n adalah jumlah data)
untuk data dengan nilai terkecil. Periode ulang Tr dapat dihitung dengan
persamaan Weibull.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 19


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Gambar 6. Contoh tabulasi data hujan


 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan
yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke outlet DAS,
diasumsikan bahwa durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi. Salah
satu metode untuk menghitung waktu konsentrasi adalah Metode Kirpich
(1940), dengan formula sebagai berikut:

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 20


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

8. Menyusun Laporan

Tahapan ini dilakukan untuk menyampaikan informasi pengembangan sistem


informasi pengelolaan DAS dalam bentuk karya tulis. Dengan tahapan pelaporan ini
diharapkan informasi mengenai dapat diketahui, dipahami dan berguna khalayak
umum.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 21


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem informasi adalah suatu istilah yang berkaitan erat dengan suatu
kegiatan pengelolaan. Sistem informasi adalah sebuah sistem formal dan
terorganisir yang dirancang untuk mengumpulkan data, mengolah data menjadi
informasi, menyimpan dan mendistribusikan informasi. Sistem informasi dapat
didefinisikan sebagai suatu integrasi komponen untuk pengumpulan,
penyimpanan dan pengolahan data. Data tersebut kemudian digunakan untuk
menyediakan informasi dan berkontribusi pada pengetahuan untuk menunjang
pengambilan keputusan.
Terdapat empat langkah dalam membangun suatu sistem informasi, yaitu
menentukan serta mengetahui masalah, menyediakan solusi alternatif, memilih
solusi dan mengimplementasikan solusi yang dipilih. Sistem informasi selalu
melibatkan data-data penting dimana data yang diolah menjadi bentuk yang
berguna bagi para pemakainya. Data yang diolah saja tidak cukup dapat
dikatakan sebagai suatu informasi. Untuk dapat berguna, maka informasi harus
didukung oleh tiga pilar sebagai berikut: tepat kepada orangnya atau relevan
(relevance ), tepat waktu ( timeliness ), dan tepat nilainya atau akurat ( accurate ).
Sistem informasi pengelolaan DAS (SIPDAS) merupakan sistem formal dan
terorganisir yang dirancang untuk mengumpulkan data, mengolah data menjadi
informasi dan mendistribusikan informasi terkait pengelolaan DAS. Adapun yang
menjadi isu utama dalam kegiatan SIPDAS ini adalah informasi tentang
peringatan dini terjadinya banjir. Data yang menjadi dasar penetapan
peringatan dini terjadinya banjir yaitu data curah hujan realtime yang dipantau
dengan AWS Telemetri. Sedangkan data penunjang dalam penetapan
peringatan dini terjadinya banjir yaitu data kondisi biofisik DAS dan kapasitas
tamping sungai / saluran drainase. Dalam kegiatan SIPDAS, data curah hujan
dipilih sebagai data dasar dalam penetapan peringatan dini banjir karena hujan
merupakan input / masukan dalam sistem DAS.
DAS merupakan tempat terjadinya sistem dalam siklus hidrologi. Siklus
hidrologi diawali dari hujan yang jatuh ke bumi baik dalam bentuk hujan, embun

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 22


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

maupun salju. Air hujan langsung jatuh ke permukaan tanah apabila di daratan
atau laut tersebut tidak ada tumbuhan atau benda lainnya. Sedangkan pada tempat
yang terdapat tumbuhan atau benda lainnya, air hujan yang jatuh akan ditahan dan
melekat di tajuk tumbuhan atau benda tersebut. Bagian air yang ditahan dan
melekat di permukaan tumbuhan disebut air intersepsi (interception) dan peristiwa
penahanan air di permukaan tumbuhan disebut peristiwa intersepsi. Bagian air
hujan yang ditahan oleh tajuk tumbuhan maupun benda lainnya, sebagian akan
tertahan dan menguap ke udara, sebagian lagi akan terjatuh ke permukaan tanah.
Bagian hujan yang jatuh dari tajuk disebut lolosan tajuk (through fall), sedangkan
bagian yang mengalir di permukaan tumbuhan (ranting, batang) kemudian sampai
ke permukaan tanah, disebut aliran batang (stem flow). Pada kebanyakan studi
analisis neraca air, intersepsi dianggap penting untuk menentukan curah hujan
bersih (net precipitation) yang didefinisikan sebagai air tersedia untuk menjadi air
infiltrasi, aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan air tanah.
Bagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah sebagian akan masuk ke
dalam tanah dan sebagian lagi akan mengalir di permukaan tanah. Air hujan yang
masuk ke dalam tanah melaui permukaan tanah akibat gaya kapiler tanah dan gaya
gravitasi disebut infiltrasi. Sedangkan air hujan yang mengalir di permukaan tanah
disebut aliran permukaan (run off). Air infiltrasi sebagian akan menguap
(mengelami evaporasi) dan sebagaian akan dimanfaatkan untuk proses transpirasi
tumbuhan sehingga kembali ke atmosfer (peristiwa evapotranspirasi). Air infiltrasi
yang tidak terevapotranspirasi sebagian akan terus mengalir ke tanah yang lebih
dalam akibat gaya gravitasi yang disebut perkolasi dan sebagian lagi akan mengalir
horizontal akibat gaya kapiler tanah yang disebut aliran lateral. Air perkolasi akan
mengisi air bawah tanah (ground water) yang kemudian akan masuk ke saluran air
(sungai), waduk maupun danau dalam bentuk aliran bawah tanah (ground water
flow). Sedangkan air yang aliran lateral akan keluar dari permukaan tanah dan
mengisi saluran air (sungai), waduk maupun danau dalam bentuk aliran bawah
permukaan (sub surface flow). Aliran permukaan terakumulasi di saluran air
(sungai) selanjutnya mengalir menuju danau atau waduk dan terus mengalir
menuju laut dalam bentuk over land flow. Ground water flow, sub surface flow dan

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 23


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

over land flow serta chanel precipitation (air hujan yang turun di badan air, yang
umumnya diabaikan) inilah yang merupakan unsur-unsur yang membentuk debit
sungai.
Debit merupakan laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati
suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Data debit merupakan
informasi yang paling penting dalam pengelolaan DAS dan sumberdaya air. Debit
puncak diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir, sedangkan debit
minimum digunakan sebagai dasar alokasi pemanfaatan air pada musim kemarau.
Sepanjang tahun debit mengalami fluktuasi akibat adanya masukan air dari air
hujan. Debit puncak dan debit minimum dibentuk oleh Ground water flow, sub
surface flow dan over land flow, yang ketiganya dipengaruhi oleh karakteristik DAS.
DAS yang baik memiliki fluktuasi debit pada musim penghujan dan musim kemarau
yang kecil karena aliran permukaan (over land flow) rendah. Dalam perjalanan air
dari hujan turun hingga bermuara ke lautan, sebagian air mengalami
evapotransipirasi (penguapan). Uap air bergerak keatas dan terkondensasi sehingga
terbentuklah awan dan terjadilah presipitasi (hujan, salju dan embun). Hal ini terus
berulang sehingga membentuk suatu sistem tertutup.
Berdasarkan uraian diatas, curah hujan menjadi faktor dominan dalam suatu
kejadian banjir, karena mustahil terjadi banjir tanpa adanya kejadian hujan (kejuali
banjir rob). Dari uraian diatas juga, karakter biofisik DAS yang memproses curah
hujan menjadi debit (output sistem DAS) juga menjadi faktor yang menentukan
ambang batas terjadinya banjir. Sedangkan kapasitas sungai / saluran drainase
merupakan objek yang menjadi pembatas . Banjir terjadi karena air meluap dari
sungai / saluran drainase akibat debit air melebihi kapasitas tamping sungai /
saluran drainase. Karena sasaran merupakan wilayah perkotaan yaitu Kota
Tanjungpinang dan Kota Batam yang identik dengan saluran drainase, maka
penyebutan sungai / saluran drainase selanjutnya menggunakaan kata “drainase”.
Karakteristik DAS dapat dikelompokkan menjadi dua komponen utama yaitu
1) komponen yang relatif sulit dikendalikan dan 2) komponen yang dapat
dikendalikan. Kelompok pertama terdiri dari komponen iklim, jenis dan struktur
batuan (geologi), jenis dan sifat tanah, topografi, kerapatan drainase dan luas DAS.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 24


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Kondisi iklim mencangkup suhu, kelembaban udara, angin, awan, radiasi dan hujan.
Karakteristik DAS lainnya yang meliputi sifat dan jenis tanah, struktur batuan dan
topografi mencerminkan kemampuan lahan alamiah dalam mendukung kehidupan.
Sedangkan komponen DAS yang dapat dikendalikan dan kerap mengalami dinamika
adalah penutupan lahan. Berkenaan dengan hal tersebut, beberapa tipe / kelas
penutupan lahan DAS di Kota Tanjungpinang dan Kota Batam tersaji sebagaimana
Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik masing-masing kelas penutupan lahan Kota Tanjungpinang


dan Kota Batam

No Penutupan Lahan Karakteristik


1. Hutan Lahan Kering Adanya vegetasi pohon berbagai ukuran (termasuk
Sekunder tiang dan pancang) yang membentuk stratifikasi
tajuk. Kondisi permukaan tanah tertutup serasah
dan tumbuhan bawah.

2. Semak Belukar Adanya vegetasi pohon peredu, ilalang dan


rerumputan. Kondisi permukaan tanah tertutup
serasah secara sporadis dan tumbuhan bawah.

3. Pertanian Lahan Kering Adanya kegiatan budidaya pertanian oleh


masyarakat. Tanaman yang dibudidayakan cukup
bervariasi mulai dari jagung dan kacang-kacangan
hingga beberapa pohon buah sepeti manga, jeruk
peras dan jambu. Kombinasi tanaman tersusun
secara sporadis dan sebagian ada yang tertata.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 25


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

No Penutupan Lahan Karakteristik


4. Tanah Terbuka Vegetasi sangat minim, hanya ada beberapa rumput
dan pohon peredu yang tersebar sporadis serta
tanaman Kegiatan RHL yang tersusun. Kondisi
permukaan relatif terbuka dan beberapa terhihat
adanya erosi alur dan parit. Jalan, baik yang sudah
melalui pengerasan maupun belum juga dikelaskan
dalam jenis penutupan lahan ini.

5. Pemukiman Areal / lahan yang digunakan sebagai lingkungan


tempat tinggal / hunian serta kegiatan yang
mendukung kehidupan lainnya

Dalam konteks sumber daya DAS sebagai kesatuan ekosistem, maka penutupan
lahan di DAS harus memperhatikan kemampuan dan kepentingan / fungsi publik.
Dengan demikian, hakekat pengelolaan DAS adalah penatagunaan lahan untuk
menciptakan keseimbangan distribusi air hujan di daratan dalam kerangka
ekosistem DAS.
Banjir di Kota Tanjungpinang dan Kota Batam umumnya terjadi akibat hujan
dengan intensitas sangat lebat hingga ekstrim yang menyebabkan air meluap dari
drainase. Bencana banjir kerap menimbulkan kerugian, khususnya kerugian meteri.
Berkenaan dengan upaya meminimalisir resiko bencana banjir, Kementerian LHK
mengembangkan sistem informasi pengelolaan DAS yang memuat informasi
peringatan dini bencana banjir.

3.1 Ambang Batas Banjir di Kota Tanjungpinang

Kota Tanjungpinang merupakan Ibu Kota Provinsi Kepulauana Riau dengan


total wilayah mencapai 239.5 km2 terdiri atas wilayah daratan seluas 131.54 km2
(54.92%) dan wilayah laut seluas 107.96 km2 (45.08%). Penduduk Kota
Tanjungpinang berjumlah 204.194 jiwa dengan kepadatan dan laju pertumbuhan
penduduk masing-masing sebesar 844 jiwa/km2 dan 1.43%. Pengembangan
wilayah di Kota Tanjungpinang ditujukan sebagai pusat pemerintahan, kawasan
perdagangan dan jasa, dan sentra usaha mikro kecil dan menengah, yang didukung

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 26


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

sistem transportasi darat, laut dan udara yang terintegrasi. Namun demikian,
pengelolaan sumberdaya air, khususnya penanganan banjir di Kota Tanjungpinang
menjadi salah satu masalah dalam pembangunan wilayah.

3.1.1 Kapasitas Drainase di Kota Tanjungpinang

Banjir terjadi akibat luapan air dari saluran drainase sehingga menggenangi
wilayah disekitarnya. Oleh sebab itu, dalam pengembangan sistem peringatan dini
kejadian banjir perlu diketahui kapasitas drainase di sekitar lokasi kajian. Adapun
kapasitas drainase di beberapa titik yang rentan terhadap banjir di Kota
Tanjungpinang tersaji sebagaimana Tabel 4.
Tabel 4. Kapasitas drainase di Kota Tanjungpinang
Luas Perimeter Kapasitas
Drainase Kemiringan Koefisien Jari-Jari
Penampang Penampang Drainase
(%) Manning Hidrolis (m)
(m2) Basah (m) (m3/s)
1 0.12 0.017 3.00 7.4 0.405 3.35
2 0.12 0.018 3.00 7 0.429 3.28
3 0.15 0.017 3.00 7 0.429 3.89
4 0.14 0.018 3.00 7.4 0.405 3.42
5 0.17 0.016 1.92 6.4 0.300 2.22
6 0.17 0.017 1.50 5 0.300 1.63
7 0.10 0.017 6.00 10 0.600 7.94
8 0.10 0.032 14.00 18 0.778 11.70

Berdasarkan Tabel 4, terdapat 8 (delapan) titik drainase di Kota Tanjungpinang


yang di analisis kapasitasnya. Drainase tersebut dipilih secara sengaja (purposive
sampling) terhadap tingkat kerentanan terjadinya luapan air ketika terjadi hujan
lebat hingga ekstrim. Nilai kapasitas drainase berbeda-beda karena dipengaruhi
oleh kondisi drainase yang meliputi kemiringan, luas penampang, perimeter
penampang, jari-jari hidrolis dan berbagai faktor penghambat aliran yang ada di
drainase tersebut. Sebagaimana Tabel 4. Drainase 8 mempunyai kapasitas yang
paling besar yaitu mampu menampung debit air sebesar 11,70 m3/s karena
mempunyai luas penampang melintang yang besar juga, yaitu 14 m2. Sedangkan
yang terendah di drainase 6 dengan kapasitas 1,63 m3/s. Kondisi drainase
umumnya sengaja dirancang sedemikian rupa, dengan menyesuaikan kondisi /
karakteristik DASnya.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 27


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

3.1.2 Karakteristik Biofisik DAS di Kota Tanjungpinang

Wilayah Kota Tanjungpinang diketegorikan sebagai wilayah dengan pola


hujan equatorial, yang dicirikan oleh distribusi hujan bulanan bimodial (dua puncak
musim hujan) dan musim hujan hampir sepanjang tahun. Selama periode 2022
rata-rata suhu terendah mencapai 24.4 oC dan tertinggi rata-rata 31.8 oC dengan
kelembaban udara sekitar 84%. Kecepatan angin tertinggi adalah 9 knot yang
terjadi pada bulan Desember - Januari, sedangkan kecepatan angin terendah pada
bulan Maret - Mei. Dalam mendukung sistem informasi pengelolaan DAS,
khususnya peringatan dini banjir, dilakukan pemasangan AWS telemetri yang dapat
memeberikan data iklim khususnya curah hujan secara realtime. Adapun
pemantauan curah hujan tersebut menggunakan alat AWS telemetri ML 2012
buatan YDOC yang dipasang sebagaimana Gambar 7. Curah hujan yang turun akan
direnspon oleh DAS dengan faktor penutupan lahan sebagai faktor yang dapat
dikendalikan / diintervensi manusia. Adapun penutupan lahan di 8 DAS di Kota
Tanjungpunang tersaji sebagaimana Gambar 7 dan Tabel 5.

Tabel 5. Tutupan lahan DAS di Kota Tanjungpinang


Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)
DAS 1 53.29
Pemukiman 53.29 100
DAS 2 62.42
Belukar Rawa 0.02 0.03
Pemukiman 62.4 99.97
DAS 3 91.25
Hutan Lahan Kering Sekunder 6.12 6.71
Pemukiman 64.57 70.76
Semak/Belukar 20.56 22.53
DAS 4 37.94
Hutan Lahan Kering Sekunder 0.08 0.21
Pemukiman 37.86 99.79
DAS 5 66.21
Pemukiman 66.21 100
DAS 6 15.29
Pemukiman 15.29 100
DAS 7 61.01

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 28


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Pemukiman 56.67 92.89


Semak/Belukar 4.34 7.11
DAS 8 243.8
Pemukiman 222 91.06
Semak/Belukar 21.8 8.94

Gambar 7. Kondisi tutupan lahan DAS di Kota Tanjungpinang

Secara umum, bentuk lahan DAS di Kota Tanjungpinang bergelombang dengan


kemiringan yang agak curam. DAS di Kota Tanjungpinang mempunyai luasan yang
relatif kecil, yang berkisar di angka ratusan hektar. Dari 8 DAS di Kota
Tanjungpinang yang menjadi sasaran kegiatan, semuanya didominasi tutupan lahan
pemukiman. Bahkan di DAS 1, 2, 4, 5 dan 6, tutupan lahan pemukimannya
mencapai 100%. Hal ini tentu menunjukkan bahwa kaidah pengelolaan DAS belum
diimplementasikan dalam penyelenggaraan pembangunan di Kota Tanjungpinang.
Oleh sebab itu, pengembangan sistem informasi pengelolaan DAS ini, kedepan juga
dapat memberikan peran dalam memberikan informasi dasar pengambilan
kebijakan terkait pembangunan di Kota Tanjungpinang.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 29


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

3.2.3 Ambang Curah Hujan DTA di Kota Tanjungpinang

AWS Telemetri mengirimkan data curah hujan realtime setiap 10 menit ke


laman http://sipdas.menlhk.go.id/. Laman tersebut akan memberikan alarm
peringatan dini banjir kepada pengakses laman tersebut ketika curah hujan telah
mencapai ambang batas terjadinya banjir. Ambang batas curah hujan ini ditentukan
oleh kapasitas drainase dan kondisi DAS sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
Dalam prediksi debit maksimum / puncak, kondisi DAS yang dicerminkan oleh
penutupan lahan DAS, mempunyai nilai koefisien aliran untuk setiap jenis
penutupan lahan. Adapun nilai koefisien aliran untuk setiap DAS di Kota
Tanjungpinang tersaji sebagaimana Tabel 6. Di Tabel 6 juga disajikan ambang
batas curah hujan yang menyebabkan banjir di Kota Tanjungpinang.
Tabel 6. Ambang batas curah hujan terjadinya banjir di Kota Tanjungpinang
Luas DAS Koefisien Kapasitas Intensitas Hujan Tc Curah Hujan
No
(ha) Aliran Drainase (m3/s) = Tc (mm/jam) (jam) (mm)
1 53.29 0.75 3.35 30.14 1.20 98.4
2 62.42 0.75 3.28 25.22 1.52 96.2
3 91.25 0.66 3.89 23.24 1.73 96.8
4 37.94 0.75 3.42 43.22 0.84 111.4
5 66.21 0.75 2.22 16.06 2.15 77.2
6 15.29 0.75 1.63 51.14 0.45 87.0
7 61.01 0.73 7.94 64.24 1.28 218.1
8 243.8 0.72 11.70 23.87 2.25 118.1

Berdasarkan Tabel 6, didapatkan ambang batas curah hujan yang berbeda-beda


untuk setiap DASnya. Kondisi ini tentu menunjukkan perencanaan pembuatan
drainase di Kota Tanjungpinang kurang baik. Seyogyanya pembangunan saluran
drainase dilakukan melalui suatu meknisme perencanaan yang baik. Perencanaan
saluran drainase yang baik, selain memuat jaringan drainase induk hingga drainase
perumahan, tentu juga harus menghitung ambang batas drainase. Ambang batas
drainase dicerminkan melalui seberapa besar curah hujan yang dapat ditampung
drainase dengan karakteristik biofisik DAS yang ada. Dengan demikian, desain
saluran drainase yang dibuat mampu menampung curah hujan yang ekstrim
sekalipun. Kondisi drainase di Kota Tanjungpinang yang cukup baik berada di
Drainase 7 dengan ambang batas hujan 218.1 mm.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 30


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Berdasarkan Tabel 6, juga dapat ditetapkan bahwa ambang batas curah


hujan di Kota Tanjungpinang sebesar 77 mm. Artinya, ketika curah hujan mencapai
86 mm, berpotensi besar menyebabkan banjir di Kota Tanjungpinang, khususnya di
lokasi sasaran. Hal ini mengacu pada kondisi drainase 5, dimana drainase ini
mempunyai ambang batas terkecil yaitu 77,2 mm. Ditetapkannya ambang batas di
drainase ini karena dalam konteks kesiap-siagaan terhadap resiko bencana banjir,
sehingga berbagai kerugian dapat diminimalisir.

3.2. Ambang Batas Banjir di Kota Batam

Kota Batam merupakan wilayah administrasi di Provinsi Kepulauan Riau


dengan luas wilayah mencapai 1.035,3 km2 yang terdiri atas wilayah daratan
seluas 960,25 km2 (92.75%) dan wilayah perairan seluas 75,05 km2 (7.25%).
Kota Batam mengalami perkembangan yang cukup pesat karena posisinya yang
strategis. Hal ini mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk yang signifikan
dengan adanya migrasi masuk. Pengembangan wilayah di Kota Batam bertujuan
untuk menjadikan Kota Batam sebagai pusat pelayanan perkotaan bagi
kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau, mencakup pelayanan industri,
perdagangan, jasa dan pariwisata. Maka dari itu, pengelolaan sumberdaya air di
Kota Batam menjadi salah satu isu pembangunan wilayah yang perlu menjadi
perhatian.

3.2.1 Kapasitas Tampung Saluran di Kota Batam

Banjir terjadi akibat luapan air dari saluran drainase sehingga menggenangi
wilayah disekitarnya. Oleh sebab itu, dalam pengembangan sistem peringatan dini
kejadian banjir perlu diketahui kapasitas drainase di sekitar lokasi kajian. Adapun
kapasitas drainase di beberapa titik yang rentan terhadap banjir di Kota Batam
tersaji sebagaimana Tabel 7.
Tabel 7. Kapasitas drainase di Kota Batam
Luas Perimeter Kapasitas
Kemiringan Koefisien Jari-Jari
Drainase Penampang Penampang Drainase
Drainase (%) Manning Hidrolis (m)
(m2) Basah (m) (m3/s)
1 0.2 0.028 3.58 15.1 0.237 2.19
2 0.5 0.028 1.80 5.16 0.349 2.25

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 31


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Luas Perimeter Kapasitas


Kemiringan Koefisien Jari-Jari
Drainase Penampang Penampang Drainase
Drainase (%) Manning Hidrolis (m)
(m2) Basah (m) (m3/s)
3 0.6 0.026 1.13 5.3 0.214 1.21
4 0.7 0.026 1.37 7.3 0.187 1.44
5 0.7 0.022 0.60 3.4 0.177 0.72
6 1.1 0.022 2.18 7 0.312 4.79

Berdasarkan Tabel 7, terdapat 6 (enam) titik drainase di Kota Batam yang di


analisis kapasitasnya. Drainase tersebut dipilih secara sengaja (purposive sampling)
dengan pertimbangan drainase dengan DAS lokasi penanaman RHL (Rehabilitasi
Hutan dan Lahan). Lokasi ini dipilih untuk mengukur manfaat (intangible benefit)
dari adanya intervensi berupa kegiatan RHL terhadap tata air DAS. Nilai kapasitas
drainase di lokasi ini berbeda-beda karena dipengaruhi oleh kondisi drainase yang
meliputi kemiringan, luas penampang, perimeter penampang, jari-jari hidrolis dan
berbagai faktor penghambat aliran yang ada di drainase tersebut. Sebagaimana
Tabel 7. Drainase 6 mempunyai kapasitas yang paling besar yaitu mampu
menampung debit air sebesar 4,79 m3/s karena mempunyai kemiringan drainase
yang paling tinggi yaitu 1,1% serta minimnya penghambat aliran (koefisien
manning). Sedangkan yang terendah di drainase 5 dengan kapasitas 0,72 m3/s.
Kondisi ini dapat meningkatkan kecepatan aliran air, sehingga dapat menampung
debit dalam jumlah yang lebih besar.

3.2.2 Kondisi Biofisik DTA di Kota Batam

Kota Batam diketegorikan sebagai wilayah dengan pola hujan equatorial,


yang dicirikan oleh distribusi hujan bulanan bimodial (dua puncak musim hujan)
dan musim hujan hampir sepanjang tahun. Adapun pada periode tahun 2022,
puncak curah hujan terjadi pada periode April, Juni dan Oktober 2022. Suhu
minimum di Kota Batam berkisar antara 21,8 oC – 24,2 oC dan suhu maksimum
berkisar antara 31,3 oC – 34,4 oC, sedangkan suhu rata-rata sepanjang berkisar
26.1 oC – 28.1 oC. Tekanan udara rata-rata berkisar antara 1.010,1 mb – 1.012,4
mb. Sementara kelembaban udara di Kota Batam rata-rata berkisar antara 75 –85
%. Dalam mendukung sistem informasi pengelolaan DAS, khususnya peringatan
dini banjir, dilakukan pemasangan AWS telemetri yang dapat memeberikan data

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 32


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

iklim khususnya curah hujan secara realtime. Adapun pemantauan curah hujan
tersebut menggunakan alat AWS telemetri ML 2012 buatan YDOC yang dipasang
sebagaimana Gambar 8. Curah hujan yang turun akan direnspon oleh DAS dengan
faktor penutupan lahan sebagai faktor yang dapat dikendalikan / diintervensi
manusia. Adapun penutupan lahan di 6 DAS di Kota Batam tersaji sebagaimana
Gambar 8 dan Tabel 8.

Gambar 8. Kondisi tutupan lahan DAS di Kota Batam

Tabel 8. Tutupan lahan DAS di Kota Batam

Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)


DAS 1 50.23
Pertanian Lahan Kering Campur 13.52 26.9
Hutan Lahan Kering Sekunder 0.08 0.2
Semak Belukar 36.63 72.9

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 33


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)


DAS 2 57.83
Pertanian Lahan Kering Campur 3.37 5.8
Semak Belukar 53.20 92.0
Tanah Terbuka 1.27 2.2
DAS 3 31.80
Pertanian Lahan Kering Campur 2.60 8.2
Semak Belukar 29.21 91.8
DAS 4 21.92
Semak Belukar 21.39 97.6
Tanah Terbuka 0.52 2.4
DAS 5 12.97
Semak Belukar 11.43 88.1
Tanah Terbuka 1.54 11.9
DAS 6 259.89
Hutan Lahan Kering Sekunder 91.00 35.0
Semak Belukar 166.33 64.0
Tanah Terbuka 2.57 1.0

Secara umum, bentuk lahan DAS di Kota Batam yang menjadi sasaran kegiatan
berbukit dengan kemiringan yang curam. DAS di Kota Batam mempunyai luasan
yang relatif kecil, yang berkisar di angka ratusan hektar. Dari 6 DAS di Kota Batam
yang menjadi sasaran kegiatan, semuanya didominasi tutupan lahan semak
belukar. Oleh sebab itu, sangat tepat apabila kegiatan RHL dilakukan di lokasi ini,
sebagai upaya reforestasi, mengurangi lahan kritis serta meningkatkan
produktivitas lahan.

3.2.3 Ambang Curah Hujan DTA di Kota Batam

AWS Telemetri mengirimkan data curah hujan realtime setiap 10 menit ke


laman http://sipdas.menlhk.go.id/. Laman tersebut akan memberikan alarm
peringatan dini banjir kepada pengakses laman tersebut ketika curah hujan telah
mencapai ambang batas terjadinya banjir. Ambang batas curah hujan ini ditentukan
oleh kapasitas drainase dan kondisi DAS sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
Dalam prediksi debit maksimum / puncak, kondisi DAS yang dicerminkan oleh
penutupan lahan DAS, mempunyai nilai koefisien aliran untuk setiap jenis
penutupan lahan. Adapun nilai koefisien aliran untuk setiap DAS di Kota Batam

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 34


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

tersaji sebagaimana Tabel 9. Di Tabel 9 juga disajikan ambang batas curah hujan
yang menyebabkan banjir di Kota Batam.
Tabel 9. Ambang batas curah hujan terjadinya banjir di Kota Batam
Luas DAS Koefisien Kapasitas Intensitas Hujan Tc Curah Hujan
No
(ha) Aliran Drainase (m3/s) = Tc (mm/jam) (jam) (mm)
1 50.23 0.46 2.19 34.06 1.45 125.7
2 57.83 0.46 2.25 30.46 0.97 86.3
3 31.80 0.45 1.21 30.38 1.13 95.0
4 21.92 0.45 1.44 52.38 0.53 99.5
5 12.97 0.47 0.72 42.66 0.59 86.4
6 259.89 0.43 4.79 15.42 4.76 125.8

Berdasarkan Tabel 9, didapatkan ambang batas curah hujan yang berbeda-beda


untuk setiap DASnya. Kondisi ini tentu menunjukkan perencanaan pembuatan
drainase di Kota Batam (khususnya lokasi sasaran) kurang baik. Namun demikian,
dilihat dari bentuk saluran yang belum permanen (drainase belum dibeton)
menunjukkan bahwa drainase di lokasi sasaran memang belum melalui kegiatan
perencanaan yang matang. Oleh sebab itu, dalam pembengunan saluran drainase
di lokasi ini kedepannya perlu direncanakan dengan baik, dengan
mempertimbangkan ambang batas drainase.
Berdasarkan Tabel 9, juga dapat ditetapkan bahwa ambang batas curah
hujan di Kota Batam sebesar 86 mm. Artinya, ketika curah hujan mencapai 86 mm,
berpotensi besar menyebabkan banjir di Kota Batan, khususnya di lokasi sasaran.
Hal ini mengacu pada kondisi drainase 2 dan 5, dimana drainase ini mempunyai
ambang batas terkecil yaitu 86,3 mm. Ditetapkannya ambang batas di drainase ini
karena dalam konteks kesiap-siagaan terhadap resiko bencana banjir, sehingga
berbagai kerugian dapat diminimalisir.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 35


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

A. Ambang Batas Banjir Kota Tanjungpinang


1. Di Kota Tanjungpinang, drainase 8 mempunyai kapasitas yang paling
besar yaitu sebesar 11,70 m3/s. Sedangkan yang terendah di drainase 6
dengan kapasitas 1,63 m3/s;
2. Bentuk lahan DAS di Kota Tanjungpinang bergelombang dengan
kemiringan yang agak curam, luasan yang relatif kecil serta didominasi
tutupan lahan pemukiman;
3. Ambang batas curah hujan di Kota Tanjungpinang sebesar 77 mm yang
berarti ketika curah hujan mencapai 77 mm, berpotensi besar
menyebabkan banjir di Kota Tanjungpinang. Hal ini mengacu pada
kondisi drainase 5 dengan ambang batas terkecil yaitu 77,2 mm
mengingat konteks kesiap-siagaan terhadap resiko bencana banjir;

B. Ambang Batas Banjir Kota Batam


1. Di Kota Batam terdapat 6 saluran drainase yang menjadi sasaran dengan
drainase 6 mempunyai kapasitas yang paling besar yaitu sebesar 4,79
m3/s. Sedangkan yang terendah di drainase 6 dengan kapasitas 0,72
m3/s;
2. Bentuk lahan DAS di Kota Batam berbukit dengan kemiringan yang
curam, luasan yang relatif kecil serta didominasi tutupan lahan semak
belukar;
3. Ambang batas curah hujan di Kota Batam sebesar 86 mm yang berarti
ketika curah hujan mencapai 86 mm, berpotensi besar menyebabkan
banjir di Kota Batam. Hal ini mengacu pada kondisi drainase 2 dan 5
dengan ambang batas terkecil yaitu 86,3 mm mengingat konteks kesiap-
siagaan terhadap resiko bencana banjir.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 36


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

4.2 Saran

1. Supaya pembuatannya efektif, saluran drainase perlu direncanakan dengan


baik dengan mendesain ambang batas curah hujan sehingga tidak meluap
ketika terjadi hujan ekstrim sekalipun;
2. Komunikasi dan koordinasi dengan instansi terkait perlu dilakukan untuk
mengembangkan peringatan dini banjir yang dikerangkakan dalam kegiatan
SIPDAS. Hal ini mengingat beberapa instansi seperti BWS, Kemeterian PUPR
dan BMKG juga mempunyai AWS Telemetri.

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 37


KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG

LAMPIRAN

 Data Curah Hujan di SPAS DAS Mantang


 Data TMA di SPAS DAS Mantang
 Data Debit di SPAS DAS Mantang
 Data Volume / Hasil Air di SPAS DAS Mantang
 Data Run off di SPAS DAS Mantang serta Perhitungan KAT
 Dokumentasi kegiatan

LAPORAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS TAHUN 2022 38


DOKUMENTASI KEGIATAN SIPDAS

Pengambilan data kapasitas drainase Kota Batam


Pengambilan data kapasitas drainase Kota Batam
Pengambilan data kapasitas drainase Kota Batam
Pengambilan data kapasitas drainase Kota Batam
Kondisi drainase di Kota Tanjungpinang
Pengambilan data kapasitas drainase Kota Tanjungpinang
Pengambilan data kapasitas drainase Kota Tanjungpinang
Pengambilan data kapasitas drainase Kota Tanjungpinang
Pengambilan data kapasitas drainase Kota Tanjungpinang
Pengambilan data kapasitas drainase Kota Tanjungpinang
Pengambilan data kapasitas drainase Kota Tanjungpinang

Anda mungkin juga menyukai