KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tim penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
sehingga Laporan Akhir Kegiatan Sistem Informasi Pengelolaan DAS dapat
diselesaikan tepat waktu. Kegiatan Sistem Informasi Pengelolaan DAS telah
dilaksanakan oleh tim BPDAS Sei Jang Duriangkang Tahun Anggaran 2022
dengan mengacu pada Peraturan Direktur Jendral Pengendalian DAS dan Hutan
Lindung Nomor P.14/PDASHL/SET/KUM-1/12/2018 Tentang Petunjuk Teknis
Monitoring Tata Air Daerah Aliran Sungai atau Sub Daerah Aliran Sungai.
Ucapan terima kasih tim penyusun sampaikan kepada :
1. Kepala BPDAS Sei Jang Duriangkang atas motivasi dan arahannya selama
rangkaian kegiatan Kegiatan Sistem Informasi Pengelolaan DAS;
2. Seluruh pihak yang memberikan masukan selama rangkaian kegiatan
Kegiatan Sistem Informasi Pengelolaan DAS.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.
Tim Penyusun
i
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDASHL SEI JANG DURIANGKANG
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ..................................................................... 2
1.3 Ruang Lingkup dan Sasaran Kegiatan .......................................... 3
1.4 Definisi/Pengertian ...................................................................... 3
BAB II. METODOLOGI .............................................................................. 8
2.1 Dasar Pelaksanaan ..................................................................... 8
2.2 Lokasi dan Waktu ....................................................................... 8
2.3 Pendekatan Analisis ..................................................................... 8
2.4 Prosedur Analisis ......................................................................... 9
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 22
3.1 Ambang Batas Banjir Kota Tanjungpinang .................................... 26
3.2 Ambang Batas Banjir Kota Batam ................................................. 31
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 36
1. Kesimpulan ................................................................................. 36
2. Saran .......................................................................................... 37
BAB V. LAMPIRAN ...................................................................................... 38
ii
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BPDAS SEI JANG DURIANGKANG
I. PENDAHULUAN
tentang Pengelolaan DAS. Peraturan ini mengatur regulasi pengelulaan DAS mulai
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta pembinaan dan
pengawasan dalam pengelolaan DAS. Dalam regulasi ini juga diatur kegiatan
pendukung pengelolaan DAS, salah satunya sistem informasi pengelolaan DAS.
Sistem informasi pengelolaan DAS dibangun dan dikelola oleh Kementerian LHK
dengan melibatkan serta dapat diakses instansi terkait. Adapun konten yang ada di
dalam sistem informasi pengelolaan DAS berupa data pokok DAS baik spasial
maupun non spasial serta berbagai informasi yang dapat dimanfaatkan sebagai
pendukung pengambilan keputusan dalam pengelolaan DAS.
Terkait informasi dalam pengambilan keputusan, sistem informasi
pengelolaan DAS menyampaikan berbagai hasil pengukuran dampak kegiatan
pemanfaatan SDA di dalam DAS terutama terhadap sumberdaya air. Dalam hal ini
parameter yang umum diinformasikan yaitu curah hujan sebagai input serta debit
sungai dan sedimen sebagai output dalam sistem DAS. Oleh karena itu, perlu
adanya petunjuk teknis sistem informasi pengelolaan DAS yang mengatur
pengolahan data hasil pengukuran, metode analisis data menjadi informasi dan
penggunaan informasi untuk dimanfaatkan masyarakat luas. Untuk itu,
Kementerian LHK mengembangkan Sistem Informasi Pengelolaan DAS (SIPDAS)
secara realtime sebagai bentuk early warning system (peringatan dini) guna
memitigasi resiko bencana hidrometeorologi terutama banjir khususnya di Provinsi
Kepulauan Riau.
1.4 Definisi/Pengertian
1. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau
ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas
daratan;
2. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik
antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya,
agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya
kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan;
3. Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh
parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah,
geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi, dan manusia;
4. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia;
5. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan
tujuan yang disertai penyediaan alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat
yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah;
6. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau
beberapa satuan kerja sebagai bagian untuk pencapaian sasaran yang terukur
pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber
daya untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa;
7. Input adalah sumber daya yang diperlukan untuk melakukan kegiatan yang
diperlukan dalam rangka untuk menghasilkan keluaran (output);
8. Output atau Sasaran Kegiatan adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh
suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan
tujuan kebijakan/program;
9. Outcome atau Sasaran Program adalah segala sesuatu yang dihasilkan dari
suatu program yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-
kegiatan;
10. Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana
pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul
dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin;
11. Evaluasi adalah penilaian yang sistematis dan objektif atas desain, implementasi
12. Banjir adalah debit aliran sungai yang secara relatif lebih besar dari biasanya
akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus
menerus, sehingga air limpasan tidak dapat ditampung oleh alur/palung sungai
yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya;
13. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan
air laut yang berada di darat;
14. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah;
15. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah;
16. Lahan kritis adalah lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang
telah menurun fungsinya sebagai unsur produksi dan media pengatur tata air
DAS;
17. Degradasi DAS adalah hilangnya nilai dengan waktu, termasuk menurunnya
potensi produksi lahan dan air yang diikuti tanda-tanda perubahan watak
hidrologi sistem sungai (kualitas, kuantitas, kontinuitas), yang akhirnya
membawa percepatan degradasi ekologi, penurunan peluang ekonomi, dan
peningkatan masalah sosial;
18. Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang selanjutnya disingkat RHL adalah upaya
untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan
sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga;
19. Konservasi tanah dan air adalah upaya perlindungan, pemulihan, peningkatan
dan pemeliharaan Fungsi Tanah pada Lahan sesuai dengan kemampuan dan
peruntukan Lahan untuk medukung pembangunan yang berkelanjutan dan
kehidupan yang lestari;
20. Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang tanah pada
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat- syarat yang diperlukan agar tidak
terjadi kerusakan tanah sehingga dapat mendukung kehidupan secara lestari;
21. Infrastruktur hijau (green infrastructure) adalah pembangunan sarana dan
prasarana yang direncanakan secara strategis dengan memperhitungkan
ketersediaan ruang terbuka hijau yang berkualitas serta elemen lingkungan
lainnya;
22. Penutupan lahan merupakan garis yang menggambarkan batas penampakan
area tutupan di atas permukaan bumi yang terdiri dari bentang alam dan/atau
bentang buatan atau penutupan lahan dapat pula berarti tutupan biofisik pada
permukaan bumi yang dapat diamati dan merupakan hasil pengaturan, aktivitas,
dan perlakuan manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk
tata air DAS atau Sub DAS. Namun demikian, berbagai metode dalam prediksi debit
puncak dan kapasitas aliran cukup relevan menjadi acuan dalam analisis data di
kegiatan SIPDAS. Mengingat dalam kegiatan SIPDAS, untuk mendapatkan informasi
tentang ambang batas saluran perlu dilakukan analisis debit puncak dan kapasitas
aliran sungai / saluran drainase.
Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan daya tampung suatu sungai / saluran
drainase di suatu DAS Perhitungan kapasitas pengaliran dilakukan dengan
menghitung debit maksimum (Qmaks) yang dapat. Adapun persamaan yang
digunakan menggunakan Rumus Manning sebagai berikut :
faktor lereng (slope factor) yang dikembangkan oleh Benson (1962) yaitu
dengan menghitung lereng saluran antara 10% dan 85% jarak dari outlet
seperti ditujukkan pada Gambar 5.
Intensitas Hujan
Intensitas curah hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan
waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung
intensitasnya cenderung makin tinggi, dan makin besar periode ulangnya
makin tinggi pula intensitasnya. Analisis intensitas curah hujan dapat
diproses dari data curah hujan yang terjadi. Intensitas hujan (mm/jam),
yaitu tinggi curah hujan yang terjadi sekian mm dalam kurun waktu 1 jam.
Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data
hujan harian maksimum, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan
Rumus Mononobe.
8. Menyusun Laporan
Sistem informasi adalah suatu istilah yang berkaitan erat dengan suatu
kegiatan pengelolaan. Sistem informasi adalah sebuah sistem formal dan
terorganisir yang dirancang untuk mengumpulkan data, mengolah data menjadi
informasi, menyimpan dan mendistribusikan informasi. Sistem informasi dapat
didefinisikan sebagai suatu integrasi komponen untuk pengumpulan,
penyimpanan dan pengolahan data. Data tersebut kemudian digunakan untuk
menyediakan informasi dan berkontribusi pada pengetahuan untuk menunjang
pengambilan keputusan.
Terdapat empat langkah dalam membangun suatu sistem informasi, yaitu
menentukan serta mengetahui masalah, menyediakan solusi alternatif, memilih
solusi dan mengimplementasikan solusi yang dipilih. Sistem informasi selalu
melibatkan data-data penting dimana data yang diolah menjadi bentuk yang
berguna bagi para pemakainya. Data yang diolah saja tidak cukup dapat
dikatakan sebagai suatu informasi. Untuk dapat berguna, maka informasi harus
didukung oleh tiga pilar sebagai berikut: tepat kepada orangnya atau relevan
(relevance ), tepat waktu ( timeliness ), dan tepat nilainya atau akurat ( accurate ).
Sistem informasi pengelolaan DAS (SIPDAS) merupakan sistem formal dan
terorganisir yang dirancang untuk mengumpulkan data, mengolah data menjadi
informasi dan mendistribusikan informasi terkait pengelolaan DAS. Adapun yang
menjadi isu utama dalam kegiatan SIPDAS ini adalah informasi tentang
peringatan dini terjadinya banjir. Data yang menjadi dasar penetapan
peringatan dini terjadinya banjir yaitu data curah hujan realtime yang dipantau
dengan AWS Telemetri. Sedangkan data penunjang dalam penetapan
peringatan dini terjadinya banjir yaitu data kondisi biofisik DAS dan kapasitas
tamping sungai / saluran drainase. Dalam kegiatan SIPDAS, data curah hujan
dipilih sebagai data dasar dalam penetapan peringatan dini banjir karena hujan
merupakan input / masukan dalam sistem DAS.
DAS merupakan tempat terjadinya sistem dalam siklus hidrologi. Siklus
hidrologi diawali dari hujan yang jatuh ke bumi baik dalam bentuk hujan, embun
maupun salju. Air hujan langsung jatuh ke permukaan tanah apabila di daratan
atau laut tersebut tidak ada tumbuhan atau benda lainnya. Sedangkan pada tempat
yang terdapat tumbuhan atau benda lainnya, air hujan yang jatuh akan ditahan dan
melekat di tajuk tumbuhan atau benda tersebut. Bagian air yang ditahan dan
melekat di permukaan tumbuhan disebut air intersepsi (interception) dan peristiwa
penahanan air di permukaan tumbuhan disebut peristiwa intersepsi. Bagian air
hujan yang ditahan oleh tajuk tumbuhan maupun benda lainnya, sebagian akan
tertahan dan menguap ke udara, sebagian lagi akan terjatuh ke permukaan tanah.
Bagian hujan yang jatuh dari tajuk disebut lolosan tajuk (through fall), sedangkan
bagian yang mengalir di permukaan tumbuhan (ranting, batang) kemudian sampai
ke permukaan tanah, disebut aliran batang (stem flow). Pada kebanyakan studi
analisis neraca air, intersepsi dianggap penting untuk menentukan curah hujan
bersih (net precipitation) yang didefinisikan sebagai air tersedia untuk menjadi air
infiltrasi, aliran permukaan, aliran bawah permukaan dan air tanah.
Bagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah sebagian akan masuk ke
dalam tanah dan sebagian lagi akan mengalir di permukaan tanah. Air hujan yang
masuk ke dalam tanah melaui permukaan tanah akibat gaya kapiler tanah dan gaya
gravitasi disebut infiltrasi. Sedangkan air hujan yang mengalir di permukaan tanah
disebut aliran permukaan (run off). Air infiltrasi sebagian akan menguap
(mengelami evaporasi) dan sebagaian akan dimanfaatkan untuk proses transpirasi
tumbuhan sehingga kembali ke atmosfer (peristiwa evapotranspirasi). Air infiltrasi
yang tidak terevapotranspirasi sebagian akan terus mengalir ke tanah yang lebih
dalam akibat gaya gravitasi yang disebut perkolasi dan sebagian lagi akan mengalir
horizontal akibat gaya kapiler tanah yang disebut aliran lateral. Air perkolasi akan
mengisi air bawah tanah (ground water) yang kemudian akan masuk ke saluran air
(sungai), waduk maupun danau dalam bentuk aliran bawah tanah (ground water
flow). Sedangkan air yang aliran lateral akan keluar dari permukaan tanah dan
mengisi saluran air (sungai), waduk maupun danau dalam bentuk aliran bawah
permukaan (sub surface flow). Aliran permukaan terakumulasi di saluran air
(sungai) selanjutnya mengalir menuju danau atau waduk dan terus mengalir
menuju laut dalam bentuk over land flow. Ground water flow, sub surface flow dan
over land flow serta chanel precipitation (air hujan yang turun di badan air, yang
umumnya diabaikan) inilah yang merupakan unsur-unsur yang membentuk debit
sungai.
Debit merupakan laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati
suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Data debit merupakan
informasi yang paling penting dalam pengelolaan DAS dan sumberdaya air. Debit
puncak diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir, sedangkan debit
minimum digunakan sebagai dasar alokasi pemanfaatan air pada musim kemarau.
Sepanjang tahun debit mengalami fluktuasi akibat adanya masukan air dari air
hujan. Debit puncak dan debit minimum dibentuk oleh Ground water flow, sub
surface flow dan over land flow, yang ketiganya dipengaruhi oleh karakteristik DAS.
DAS yang baik memiliki fluktuasi debit pada musim penghujan dan musim kemarau
yang kecil karena aliran permukaan (over land flow) rendah. Dalam perjalanan air
dari hujan turun hingga bermuara ke lautan, sebagian air mengalami
evapotransipirasi (penguapan). Uap air bergerak keatas dan terkondensasi sehingga
terbentuklah awan dan terjadilah presipitasi (hujan, salju dan embun). Hal ini terus
berulang sehingga membentuk suatu sistem tertutup.
Berdasarkan uraian diatas, curah hujan menjadi faktor dominan dalam suatu
kejadian banjir, karena mustahil terjadi banjir tanpa adanya kejadian hujan (kejuali
banjir rob). Dari uraian diatas juga, karakter biofisik DAS yang memproses curah
hujan menjadi debit (output sistem DAS) juga menjadi faktor yang menentukan
ambang batas terjadinya banjir. Sedangkan kapasitas sungai / saluran drainase
merupakan objek yang menjadi pembatas . Banjir terjadi karena air meluap dari
sungai / saluran drainase akibat debit air melebihi kapasitas tamping sungai /
saluran drainase. Karena sasaran merupakan wilayah perkotaan yaitu Kota
Tanjungpinang dan Kota Batam yang identik dengan saluran drainase, maka
penyebutan sungai / saluran drainase selanjutnya menggunakaan kata “drainase”.
Karakteristik DAS dapat dikelompokkan menjadi dua komponen utama yaitu
1) komponen yang relatif sulit dikendalikan dan 2) komponen yang dapat
dikendalikan. Kelompok pertama terdiri dari komponen iklim, jenis dan struktur
batuan (geologi), jenis dan sifat tanah, topografi, kerapatan drainase dan luas DAS.
Kondisi iklim mencangkup suhu, kelembaban udara, angin, awan, radiasi dan hujan.
Karakteristik DAS lainnya yang meliputi sifat dan jenis tanah, struktur batuan dan
topografi mencerminkan kemampuan lahan alamiah dalam mendukung kehidupan.
Sedangkan komponen DAS yang dapat dikendalikan dan kerap mengalami dinamika
adalah penutupan lahan. Berkenaan dengan hal tersebut, beberapa tipe / kelas
penutupan lahan DAS di Kota Tanjungpinang dan Kota Batam tersaji sebagaimana
Tabel 3.
Dalam konteks sumber daya DAS sebagai kesatuan ekosistem, maka penutupan
lahan di DAS harus memperhatikan kemampuan dan kepentingan / fungsi publik.
Dengan demikian, hakekat pengelolaan DAS adalah penatagunaan lahan untuk
menciptakan keseimbangan distribusi air hujan di daratan dalam kerangka
ekosistem DAS.
Banjir di Kota Tanjungpinang dan Kota Batam umumnya terjadi akibat hujan
dengan intensitas sangat lebat hingga ekstrim yang menyebabkan air meluap dari
drainase. Bencana banjir kerap menimbulkan kerugian, khususnya kerugian meteri.
Berkenaan dengan upaya meminimalisir resiko bencana banjir, Kementerian LHK
mengembangkan sistem informasi pengelolaan DAS yang memuat informasi
peringatan dini bencana banjir.
sistem transportasi darat, laut dan udara yang terintegrasi. Namun demikian,
pengelolaan sumberdaya air, khususnya penanganan banjir di Kota Tanjungpinang
menjadi salah satu masalah dalam pembangunan wilayah.
Banjir terjadi akibat luapan air dari saluran drainase sehingga menggenangi
wilayah disekitarnya. Oleh sebab itu, dalam pengembangan sistem peringatan dini
kejadian banjir perlu diketahui kapasitas drainase di sekitar lokasi kajian. Adapun
kapasitas drainase di beberapa titik yang rentan terhadap banjir di Kota
Tanjungpinang tersaji sebagaimana Tabel 4.
Tabel 4. Kapasitas drainase di Kota Tanjungpinang
Luas Perimeter Kapasitas
Drainase Kemiringan Koefisien Jari-Jari
Penampang Penampang Drainase
(%) Manning Hidrolis (m)
(m2) Basah (m) (m3/s)
1 0.12 0.017 3.00 7.4 0.405 3.35
2 0.12 0.018 3.00 7 0.429 3.28
3 0.15 0.017 3.00 7 0.429 3.89
4 0.14 0.018 3.00 7.4 0.405 3.42
5 0.17 0.016 1.92 6.4 0.300 2.22
6 0.17 0.017 1.50 5 0.300 1.63
7 0.10 0.017 6.00 10 0.600 7.94
8 0.10 0.032 14.00 18 0.778 11.70
Banjir terjadi akibat luapan air dari saluran drainase sehingga menggenangi
wilayah disekitarnya. Oleh sebab itu, dalam pengembangan sistem peringatan dini
kejadian banjir perlu diketahui kapasitas drainase di sekitar lokasi kajian. Adapun
kapasitas drainase di beberapa titik yang rentan terhadap banjir di Kota Batam
tersaji sebagaimana Tabel 7.
Tabel 7. Kapasitas drainase di Kota Batam
Luas Perimeter Kapasitas
Kemiringan Koefisien Jari-Jari
Drainase Penampang Penampang Drainase
Drainase (%) Manning Hidrolis (m)
(m2) Basah (m) (m3/s)
1 0.2 0.028 3.58 15.1 0.237 2.19
2 0.5 0.028 1.80 5.16 0.349 2.25
iklim khususnya curah hujan secara realtime. Adapun pemantauan curah hujan
tersebut menggunakan alat AWS telemetri ML 2012 buatan YDOC yang dipasang
sebagaimana Gambar 8. Curah hujan yang turun akan direnspon oleh DAS dengan
faktor penutupan lahan sebagai faktor yang dapat dikendalikan / diintervensi
manusia. Adapun penutupan lahan di 6 DAS di Kota Batam tersaji sebagaimana
Gambar 8 dan Tabel 8.
Secara umum, bentuk lahan DAS di Kota Batam yang menjadi sasaran kegiatan
berbukit dengan kemiringan yang curam. DAS di Kota Batam mempunyai luasan
yang relatif kecil, yang berkisar di angka ratusan hektar. Dari 6 DAS di Kota Batam
yang menjadi sasaran kegiatan, semuanya didominasi tutupan lahan semak
belukar. Oleh sebab itu, sangat tepat apabila kegiatan RHL dilakukan di lokasi ini,
sebagai upaya reforestasi, mengurangi lahan kritis serta meningkatkan
produktivitas lahan.
tersaji sebagaimana Tabel 9. Di Tabel 9 juga disajikan ambang batas curah hujan
yang menyebabkan banjir di Kota Batam.
Tabel 9. Ambang batas curah hujan terjadinya banjir di Kota Batam
Luas DAS Koefisien Kapasitas Intensitas Hujan Tc Curah Hujan
No
(ha) Aliran Drainase (m3/s) = Tc (mm/jam) (jam) (mm)
1 50.23 0.46 2.19 34.06 1.45 125.7
2 57.83 0.46 2.25 30.46 0.97 86.3
3 31.80 0.45 1.21 30.38 1.13 95.0
4 21.92 0.45 1.44 52.38 0.53 99.5
5 12.97 0.47 0.72 42.66 0.59 86.4
6 259.89 0.43 4.79 15.42 4.76 125.8
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
LAMPIRAN