Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perdesaan yang dikenal sebagai kawasan pertanian sebenarnya memiliki
keunikan yang tidak dimiliki oleh wilayah perkotaan. Hal tersebut tentunya akan
menjadi potensi yang besar jika dikembangkan dan dikelola secara tepat.
Keunikan tersebut berupa kondisi alam dan kondisi budaya yang dapat menjadi
daya tarik dalam kegiatan pariwisata.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dikenal dengan keanekaragaman dan
kekayaan potensi alam dan potensi budaya. Potensi tersebut menjadi daya pikat
baik wisatawan nusantara maupun mancanegara yang berkunjung ke DIY.
Menurut Laporan Statistik Kepariwisataan Tahun 2012, perkembangan Pariwisata
DIY dari tahun 2008 2012 terus mengalami kenaikan. Pertumbuhan kunjungan
wisatawan pada tahun 2011 mencapai 10,34% dengan jumlah wisatawan
sebanyak 1.607.694 orang. Meningkat cukup besar pada tahun 2012 yaitu 46,80
% dengan jumlah wisatawan sebanyak 2.360.173 orang.
Kegiatan pariwisata memunculkan dampak pengganda (multiplier effect)
yang luas bagi sektor lain. Banyak daerah di Indonesia mengembangkan kegiatan
pariwisata sebagai salah satu pemasukan daerah. Dapat juga untuk meningkatan
kesejahteraan masyarakat pada tingkatan ekonomi lokal. Dari sub sektor
pariwisata pemerintah DIY mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
mencapai lebih dari 153 milyar rupiah. Kondisi tersebut mejadi peluang besar
untuk terus mengembangan sektor pariwisata. DIY memiliki berbagai usaha
pengelolaan daya tarik wisata, antara lain sub-jenis usaha yaitu pengelolaan gua,
pengelolaan peninggalan sejarah dan purbakala (misalnya: candi, keraton,
prasasti, pertilasan dan bangunan kuno), pengelolaan museum.
Usaha pengelolaan daya tarik wisata yang melibatkan masyarakat setempat
sebagai pelaku kegiatan wisata dikenal dengan Desa Wisata. Kegiatan desa wisata
termasuk dalam pengembangan ekowisata (ecotourism) yang semakin diminati
baik di dalam pariwisata nasional maupun pariwisata internasional. Desa wisata

sudah menyebar di seluruh kabupaten/kota yang memiliki keunikan alam dan


budaya termasuk di Kabupaten Gunungkidul. Pada tahun 2012 Kabupaten
Gunungkidul menduduki posisi teratas sebagai daerah dengan jumlah pengunjung
daya tarik wisata terbanyak sub desa wisata. Daya tarik wisata khas yang dimiliki
adalah pantai dan gua.
Desa wisata terbaik di Kabupaten Gunungkidul adalah Desa Wisata
Bejiharjo. Obyek daya tarik wisata unggulannya adalah Gua Pindul. Dikatakan
sebagai desa wisata terbaik karena Desa Wisata Bejiharjo telah meraih
penghargaan tingkat regional dan nasional. Pada lomba desa wisata DIY tahun
2012 Desa Wisata Bejiharjo meraih juara 1. Kemudian pada tahun yang sama
kembali mendapat penghargaan utama sebagai desa wisata terbaik oleh
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
Kedatangan wisatawan ke desa wisata dapat menjadi sumber pemasukan
untuk peningkatan ekonomi masyarakat setempat. Hal tersebut kaitannya dengan
perputaran uang yang berasal dari kunjungan wisatawan. Desa wisata menjadi
lahan usaha yang relatif baru berkembang di masyarakat perdesaan.
Masyarakat perdesaan yang umumnya bergerak dibidang pertanian karena
adanya desa wisata berkembang pula kegiatan dibidang pariwisata. Perkembangan
kegiatan usaha akan memunculkan diversifikasi ekonomi. Aspek ekonomi adalah
aspek yang paling menonjol serta sering digunakan untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan masyarakat.
Melalui penelitian ini akan diketahui sejauhmana peran desa wisata dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat pekerja pariwisata di Desa Wisata
Bejiharjo. Kesejahteraan yang akan diukur yaitu terkait dengan aspek ekonomi,
budaya dan sosial dengan analisis perubahan yang terjadi selama menjadi desa
wisata.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latarbelakang yang telah dikemukakan bahwa terdapat
perkembangan usaha pariwisata di Desa Wisata Bejiharjo. Salah satu obyek
wisatanya menjadi unggulan di Kabupaten Gunungkidul yaitu Gua Pindul.

Banyak kajian yang menyatakan bahwa perkembangan pariwisata ikut


berpengaruh pada perkembangan kesejahteraan masyarakat. Benarkah pernyataan
tersebut?. Melalui penelitian ini akan dideskripsikan kaitan perkembangan desa
wisata dengan kesejahteraan pekerja pariwisata yang merupakan masyarakat
setempat. Kemudian, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apa saja perkembangan Desa Bejiharjo selama menjadi desa wisata?
2. Apakah pekerja pariwisata mengalami peningkatan kesejahteraan karena
adanya?

1.3. Tujuan Penelitian


Mengacu pada masalah yang perlu dipecahkan, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Mendeskripsikan perkembangan Desa Bejiharjo selama menjadi desa wisata
2. Menganalisis peningkatan kesejahteraan pekerja pariwisata karena adanya
desa wisata

1.4. Kegunaan Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna, yaitu :
1. Menyusun penelitian skripsi Sarjana 1 (S-1) dalam Program Studi
Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.
2. Sebagai sumber informasi yang bermanfaat bagi penelitian sejenis di masa
yang akan datang, khususnya untuk mendorong kemajuan potensi desa
wisata pada daerah lain di Indonesia.
3. Mengimplementasikan ilmu Pembangunan Wilayah khususnya dalam
analisis aspek sosial ekonomi suatu wilayah pada bidang pariwisata.

1.5. Keaslian Penelitian


Terdapat penelitian dengan tema yang sama dari peneliti sebelumnya diringkas dalam tabel 1.1. berikut:
Tabel 1.1. Keaslian Penelitian
No
1

Judul
Kontribusi Wisata
Perdesaan Terhadap
Kesejahteraan
Masyarakat Perdesaan :
Studi Kasus Desa Wisata
Plempoh Kab. Sleman.
2011
Elida Nurrohmah.
Skripsi.
Peran Sektor Pariwisata
dalam Perekonomian
Wilayah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Andry Kurniawan
Saputra. 2012
Skripsi

Tujuan
Mengetahui kontribusi wisata
perdesaan terhadap
kesejahteraan masyarakat Desa
Plempoh.
Mengetahui bentuk dan tingkat
artisipasi masyarakat dalam desa
wisata.
Mengetahui peran sektor
pariwisata dalam perekonomian
wilayah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
Mengetahui sebsektor dari
sektor pariwisata yang memiliki
nilai pengganda terhadap
pendapatan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta yang
tertinggi.

Metode
Metode kualitatif dan
kuantitatif.
Pengumpulan data
utama: kuesioner,
observasi, wawancara
mendalam, data
sekunder dari pemda.
Analisis data deskriptif
dan Tabel Silang
Teknik pengolahan
statistik dengan metode
kuantitatif yang
dinyatakan dalam tabel
frekuensi

1.
2.

3.
4.

1.

2.

3.
4.

Hasil
Masayarakat Dusun Duwung berpartisipasi pada perencanaan,
pengambilan keputusan dan usaha pariwisata.
Mayarakat Desa Wisata Plempoh tidak berkontribusi terhadap
peningkatan masyarakat, baik dilihat dari sisi kemanfaatan
desa wisata dan kesejahteraan masyarakat,
Partisipasi yang selama ini dibangun ternyata partisipasi semu.
Besar kecilnnya kontribusi desa wisata terhadap kesejahteraan
masyarakat dipengaruihi oleh tingkat partisipasinya dalam
kegiatan desa wisata tersebut.
Total permintaan. Peran jasa pariwisata dan sektor
pendukungnya dalam perekonomian Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta menduduki posisi paling penting dibanding
dengan sembilan sektor perekonomian lainnya.
Kontribusi besar terhadap pembentukan struktur permintaan
akhir dan permintaan antara yaitu menduduki peringkat
pertama.
Untuk konsumsi rumah tangga menduduki peringkat kedua
setelah sektor industri pengelolahan.
Untuk nilai ekspor menempati urutan pertama dan untuk
investasi mendududki peringkat ketiga setelah sektor
4

Mengetahui subsektor dari


sektor pariwisata yang memberi
kontribusi paling besar dalam
perekonomian wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta. .
3

Kajian perkembangan
Desa Wisata Tembi di
Kabupaten Bantul.
Sekar. 2011
Skripsi.

Mengetahui perkembangan desa


wisata Tembi sejak
ditetapkannnya sebagai desa
wisata
Mengetahui peranan masyarakat
dan stakeholder terkait terhadap
perkembangan desa wisata
tembi
Mengetahui dampak bagi
penghasilan masyarakat sekitar,
antara masyarakat yang terlibat
pariwisata dan yang tidak,
terkait dengan dinamika
kepariwisataan yang terjadi di
desa wisata Tembi

Analisis kuantitatif dan


analisis kualitatif yaitu
dengan menggunakan
teknik analisis kualitatif,
statistik deskriptif,
analisis SWOT dan
Independent Sample TTest. Metode
proportional random
sampling.

1.
2.

3.
4.

5.

6.

bangunan dan industri pengolahan serta memberikan


kontribusi paling besar terhadap nilai tambah bruto. Dampak
penyebaran jasa pariwista dan sektor pendukungnya
mempunyai kemampuan yang kuat untuk menarik dan
mendorong terhadap pertumbuhan output industri hulu
maupun hilirnya karena memiliki nilai koefisien penyeberan
dan kepekaan penyebaran yang lebih besar dari satu.
Terjadi dinamika perkembangan peningkatan dan penuruanan
dari tahun ke tahun.
Faktor pendukung yang mengalami eningkatan adalah
perkembangan sarana dan prasarana infrastruktu,
perkembangan jumlah wisatawan, perkembangan jumlah
industri kecil dan homestay dibandingkan pertanian dan.
Perubahan struktur mata pencaharian penduduk sekitar yang
ditandai dengan menurunnya jumlah RT pertanian.
Peran stakeholder sangat dominan dalam memberikan
penyuluhan kepada masyarakat setempat, terutama yang
belum dapat menerima kenyataan bahwa desanya dijadikan
desa wisata.
Masyarkat yang membuka industri kecil dan homestay,
sangatlah berpengaruh akan perdesaan tingkat penghasilan
antara masyarakat
Masyarakat yang terlibat pariwisata memiliki rata-rata
penghasilan yang cenderung lebih tinggi dibandingkan yang
tidak terlibat dengan pariwisata.
5

1.6. Tinjauan Pustaka


1.6.1. Pariwisata
Undang-undang Republik Indonesia/ UU RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, memaparkan tentang kepariwisataan untuk dijadikan acuan
dalam kegiatan pariwisata di Indonesia, antara lain:
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
pemerintah dan pemerintah daerah.
Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata
dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebgai wujud
kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesame wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah
dan pengusaha.
Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekeayaan alam, budaya
dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisata.
Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata
adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum,
fasilitas pariwisata, aksesabilitas serta masyarakat yang saling terkait dan
melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi
pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
Pengusaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa
bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait
dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pamenuhan
kebutuhan wisatwan dalam penyelenggaraan pariwisata.

Menurut The World Tourism Organization/WTO (Demartoto, 2009) pariwisata


memiliki definisi yang bervariasi. Namun variasi tersebut tetap memiliki
kesamaan esensi yang diberikan dalam definisi pariwisata, yaitu :
1. Traveler, yaitu orang yang melakukan perjalanan lebih dari dua lokasi
tujuan wisata.
2. Visitor, yaitu orang yang melakukan perjalanan kurang dari 12 bulan ke
daerah yang bukan tempat tinggalnya dan bukan untuk tujuan penghidupan,
mencari nafkah atau pendapatan.
3. Tourist, yaitu orang yang melakukan perjalanan kurang dari 24 jam di
daerah tujuan (WTO, 995)
Terdapat tiga poin kesamaan tentang pariwisata, yaitu:
1. Unsur travel/perjalanan yaitu pergerakan manusia dari satu tempat ke
tempat lainnya
2. Unsur tinggal sementara di tempat yang bukan tempat tinggal biasanya
3. Tujuan pergerakan bukan untuk motif ekonomi atau mencari penghidupan

1.6.2. Geografi Pariwisata


Sebelum mendefiniskan geografi pariwisata diperlukan pengetahuan tentang
geografi itu sendiri. Menurut Hagget (1981, 1990, dalam Suhardjo, 2008)
mengatakan bahwa
Geography is the study of the earths surface as the space within which the
human population lives. Geographers are concerned with three kinds of
analysis :
spatial (location) : numbers, characteristics, activities and distributions
Ecological : the relationship. Between humans and anviroment
Regional : the combination of the first two themes in areal differentiation.
Batasan tersebut memiliki arti bahwa geografi sebagai ilmu yang mempelajari
permukaan bumi sebagai ruang di mana populasi manusia hidup. Tiga jenis
analisis yang digunakan geografer yaitu spasial (lokasi) berkaitan dengan angka,
karakteristik, kegiatan dan distribusi; ekologi berkaitan dengan hubungan antara
manusia dengan lingkungan dan regional berkaitan dengan kombinasi kedua
analisis tersebut dalam perbedaan area.
7

Batasan hampir sama disampaikan oleh Bintarto (1984, dalam Sujali, 1989)
geografi sebagai ilmu yang mempelajari muka bumi dengan karakteristik sebagai
berikut:
Mempelajari fenomen-fenomena baik fisik maupun mahkluk hidup yang
berada di dalamnya.
Menganalisis permasalahan melalui pendekatan keruangan, ekologi, dan
regional
Menyelesaikan permasalahan dengan program dan proses yang berorientasi
pada keberhasilan pembangunan.
Geografi pariwisata muncul sebagai bagian dari ilmu geografi yang semakin
berkembang pada obyek kajiannya. Geografi pariwisata adalah bidang atau
lingkup ilmu yang mempelajari tentang obyek wisata dengan penekanan
pembahasan pada masalah bentuk, jenis, persebaran dan juga termasuk wisatanya
sendiri sebagai konsumsi dari obyek wisata (Sujali, 1989).
Menurut Kusumayadi dan Sugiarto (2000) menjelaskan tentang ruang
lingkup pariwisata secara umum, seabgai berikut:
a. Wisatawan
Menyangkut karakter demografi, prilaku dan psikografik. Pengetahuan
akan mempengaruhi pengembangan industri pariwsata yang sesuai
permintaan pasar
b. Industri pariwisata
Menyangkut berbagai kegiatan ekonomi seperti restoran, penginapan,
pelayanan perjalanan, transporasi, pengembangan Daerah Tujuan Wisata
(DTW), fasilitas rekreasi dan atraksi wisata termasuk tenaga kerja atau
masyarakat yang terlibat di dalamnya.
c. Lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan
Sebagai pengembang bidang kepariwisataan dan penghasil tenaga kerja
d. Pemerintah
Melakukan koordinasi yang menyangkut perizinan, tinga penyerapan tenaga
kerja, distribusi pendapatan, strategi promosi dan lain sebagainya.

1.6.3. Ekowisata
Pada tahun 1990, The International Ecotourism Society mendefinisikan
Ekowisata sebagai berikut :
Ecotourism is defined as responsible travel to natural areas that
conserves the environment and improves the well being of local people
Memiliki makna tentang perjalanan yang bertanggungjawab ke alam dengan
memperhatikan lingkungan dan mendukung kesejahteraan masyarakat setempat.
Ekowisata memiliki prinsip-prinsip dalam implementasi sebagai kegiatan wisata,
meliputi:
Meminimalkan dampak
Membangun kesadaran dan rasa hormat terhadap lingkungan dan budaya
Memberikan

pengalaman

positif

untuk

kedua

pengunjung

dan

penyelenggara/host
Memberikan manfaat keuangan untuk konservasi
Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat
Membangun rasa peka bagi penyelenggara yang menjadi negara-negara
politik, lingkungan dan iklim sosial.
Menurut Wood (2002) ekowisata memiliki komponen, antara lain :
Berkontribusi untuk konservasi keanekaragaman hayati
Menopang kesejahteraan masyarakat setempat
Termasuk pengalaman interpretasi / belajar
Melibatkan tindakan yang bertanggung jawab pada bagian dari wisatawan
dan industri pariwisata
Apakah diberikan terutama kepada kelompok-kelompok kecil dengan
usaha kecil
Membutuhkan konsumsi serendah mungkin sumber daya yang tidak
terbarukan
Menekankan partisipasi lokal, kepemilikan dan peluang bisnis, terutama
bagi masyarakat pedesaan.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009
menjelaskan bahwa, ekowisata adalah kegiatan wisata alam di daerah yang
9

bertanggunjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman dan


dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam serta peningkatan
pendapatan masyarakat lokal. Adapun jenis-jenis ekowisata di daerah antara lain :
ekowisata bahari, ekowisata hutan, ekowisata pegunungan dan ekowisata karst.
Fandeli (2002) menjelaskan ekowisata adalah suatu perjalanan wisata ke
daerah

yang

masih

alami

umumnya

bersifat

petualangan.

Ekowisata

memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar. Keutuhan alam dapat terjaga


dengan adanya peran masyarakat lokal mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengembangan dan pengawasan. Selaras dengan prinsip ekowisata yang
mempertahankan kualitas, keutuhan dan kelestarian alam serta budaya.

1.6.4. Desa Wisata


Berdasarkan Peraturan Mentri (Permen) Kebudayaan dan Pariwisata
Nomor:

KM.18/HM.001/MKP/2011

tentang

pedoman

Program

Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata melalui Desa Wisata


menjelaskan pariwisata sebagai potensi dan kekuatan dalam kegiatan masyarakat
yang mempunyai karakteristik, yaitu:
a. In-situ, berkaitan dengan kedatangan/kunjungan wisatawan. Wisawatan
yang melakukan pembelanjaa di lokasi wisata memberikan dampak positif
dengan mengalir langsung pada masyarakat.
b. Rantai nilai ke depan dan ke belakang yang sangat panjang, berkaitan
dengan transaksi kepariwisataan yang akan menimbulkan aliran kegiatan
ekonomi yang besar
c. Industri yang berbasis sumber daya lokal (local resource based industry),
berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja dan membuka peluang usaha
yang sifatnya padat karya serta ramah budaya.
Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan
fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat
yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Permen Kebudayaan dan
Pariwisata Nomor: KM.18/HM.001/MKP/2011 menjelaskan pula pemberdayaan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan desa wisata
10

dengan model pendekatan dalam gugusan (cluster) pariwisata. Gugusan (cluster)


pariwisata adalah desa dan masyarakat yang memiliki keterkaitan atau dampak
langsung, tak langsung maupun ikutan dengan aktivitas kepariwisataan di suatu
daerah/destinasi. Model pendekatan gugusan (cluster) terdiri atas 3 model yang
dimaksudkan

untuk

meningkatkan

pemberdayaan

masyarakat

dan

penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan desa wisata, yaitu:


a. Model gugusan (cluster) DTW Desa Terkait
Model

gugusan

(cluster) DTW

Desa Terkait merupakan

model

pengembangan DTW sebagai pusat pengembangan yang memberikan dampak


positif bagi desa-desa atau masyarakat sekitranya melalui usaha kepariwisataan
yang dilakukan oleh masyarakat di desa sekitar DTW, seperti usaha jasa
transportasi, jasa makanan dan minuman, jasa penyediaan akomodasi, jasa
pramuwisata dan jasa informasi wisata. Pada gambar 1.1. Daya Tarik Wisata
(DTW) berperan sebagai katalis bagi pengembangan wilayah atau desa-desa di
sekitarnya. Dicontohkan terdapat 4 desa yaitu Desa 1, Desa 2, Desa 3 dan Desa
4. Desa 1 dengan usaha DTW dan usaha souvenir; Desa 2 dengan usaha
pramuwisata dan usaha akomodasi, Desa 3 dengan usaha kesenian lokal dan
usaha akomodasi dan Desa 4 dengan usaha kerajinan, kesenian dan usaha
transportasi wisata. Keempat desa saling mendukung satu sama lain dengan
masing-masing kegiatan usaha yang dilakukan dengan adanya DTW.

11

WILAYAH PENGARUH

DAYA TARIK WISATA (DTW)


sebagai katalis pengembangan
wilayah/desa-desa sekitar

DESA 1
(usaha DTW, usaha souvenir)

DESA 4
(usaha kerajinan, kesenian,
usaha transportasi wisata)

DESA 2
(usaha pramuwisata, usaha
akomodasi)

DESA 3
(usaha kesenian lokal, usaha
akomodasi)

Gambar 1.1. Model Gugusan (Cluster) Daya Tarik Wisata Desa Terkait
Sumber : Permen Kebudayaan dan Pariwisata Nomor:
KM.18/HM.001/MKP/2011 tentang pedoman PNPM Mandiri Pariwisata
melalui Desa Wisata
b. Model Gugusan (cluster) Desa Wisata Desa Terkait
Model gugusan (cluster) Desa Wisata Desa Terkait merupakan model
pengembangan desa wisata sebagai pusat pengembangan, sedangkan desadesa lain menjadi pendukungnya. Pada gambar 1.2. Desa wisata berperan
sebagai katalis bagi pengembangan wilayah atau desa-desa di sekitarnya.
Dicontohkan terdapat 4 desa yaitu Desa 1, Desa 2, Desa 3 dan Desa 4. Desa
1 sebagai pemasok bahan baku; Desa 2 sebagai pemasok bahan pertanian,
Desa 3 sebagai basis kesenian lokal dan Desa 4 sebagai pemasok produk
pendukung. Keempat desa muncul karena desa wisata memiliki permintaan
akan pasokan bahan-bahan pendukung wisata.

12

WILAYAH
PENGARUH
DESA WISATA
sebagai katalis pengembangan
wilayah/desa-desa sekitar

DESA 1
(pemasok bahan baku
kerajinan)

DESA 4
(pemasok produk
pendukung )

DESA 2
(basis pertanian)

DESA 3
(basis kesenian lokal)

Gambar 1.2. Model Gugusan (cluster) Desa Wisata Desa Terkait


Sumber : Permen Kebudayaan dan Pariwisata Nomor:
KM.18/HM.001/MKP/2011 tentang pedoman PNPM Mandiri Pariwisata melalui
Desa Wisata
c. Model Gugusan (cluster) Usaha Pariwisata Desa Terkait
Model gugusan Usaha Pariwisata Desa Terkait merupakan model
pengembangan

usaha

pariwisata

sebagai

pusat

dan

penggerak

pengembangan yang mampu mendistribusikan manfaat ekonomi bagi desadesa sekitarnya, misalnya hotel, resort dan kuliner yang memiliki
keterkaitan geografis dan keterkaitan secara langsung maupun tak langsung.
Pada gambar 1.3. usaha pariwisata yang terdiri atas atraksi kelompok
kesenian, kelompok kuliner dan pemasok (supplier) lokal menjadi bagian
dalam pengembangan usaha di desa wisata. Masing-masing usaha
pariwisata memiliki rantai pemasok ke 1 hingga ke n.

13

Atraksi Kelompok Kesenian


Petani 1

Supplier 2
(Local)

Petani 1

Supplier 2
(Local)

Usaha
Pariwisata

Petani. n

Petani n
Kelompok Kuliner

Gambar 1.3. Model Gugusan (cluster) Usaha Pariwisata Desa Terkait


Sumber : Permen Kebudayaan dan Pariwisata Nomor:
KM.18/HM.001/MKP/2011 tentang pedoman PNPM Mandiri Pariwisata
melalui Desa Wisata
Menurut Pariwisata Inti Rakyat/PIR (1999),

Desa Wisata adalah suatu

kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan


keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat
istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa
yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai
potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya :
atraksi,

akomodasi,

makanan-minuman,

dan

kebutuhan

wisata

lainnya.

Berdasarkan hal tersebut, pembangunan desa wisata ini merupakan realisasi dari
pelaksanaan UU RI Nomor 32 Tahun 2004 tantang Otonomi Daerah. Oleh karena
itu setiap kabupaten yang berpotensi perlu memprogramkan pembangunan desa
wisata di daerahnya.
Desa wisata memiliki ketentuan untuk pengembangan desa wisata itu
sendiri maupun untuk percontohan desa lainnya. Disusunlah ketetapan persyaratan
yang harus dipenuhi oleh desa wisata agar berkelanjutan, yaitu (Priasukmana &
Mulyadin, 2001) :
1. Aksesbilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan
menggunakan berbagai jenis alat transportasi.

14

2. Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya, legenda,


makanan lokal, dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai obyek wisata.
3. Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan dukungan yang
tinggi terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya.
4. Keamanan di desa tersebut terjamin.
5. Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai.
6. Beriklim sejuk atau dingin.
7. Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal oleh masyarakat
luas.

1.6.5. Dampak Pariwisata


Kemunculan pariwisata berkembang seriring datangnya permintaan
(demand) dari wisatawan. Untuk memberikan pelayanan optimal pelaku usaha
pariwisata

perlu

melakukan

penyesuaian

penawaran

(supply)

untuk

mengakomodir kebutuhan wisatawan. Tindakan tersebut dapat memberikan


dampak positif maupun negatif. Dampak positif dapat dilihat dari tingkat
kesejahteraan masyarakat yang meningkat seiring perkembangan pariwisata.
Sedangkan dampak negatif pariwisata menurut Yoeti (2008) dapat memunculkan,
diantaranya:
1. Dampak terhadap seni dan budaya
Kesenian sebagai salah satu atraksi wisata yang awalnya merupakan cara
pelestarian budaya berubah menjadi motivasi komersial. Modifikasi baik
dari sistem maupun esensi dari seni tersebut dapat berubah sesuai dengan
peluang dan permintaan pasar.
2. Dampak terhadap kehidupan sosial
Interaksi yang terjadi antara wisatawan dan masyarakat setempat terutama
pada anak-anak muda memberikan pengaruh terhadap sikap dan perilaku
sehari-hari yang biasanya ditandai dengan meniru kebiasaan wisatawan
yang dikenal dengan demonstration effect. Sayangnya kebiasaan yang ditiru
lebih banyak yang bertentangan dengan kondisi sosial setempat, misalnya
mengecat rambut pirang.
15

3. Dampak terhadap perekonomian


Peningkatan fasilitas yang disebabkan oleh dorongan ekonomi seperti
pengkavlingan sepadan pantai akibat kepemilikan lahan terkadang
menyulitkan gerak nelayan yang sehari-hari mencari ikan di laut.
Kesejahteraan hanya dinikmati oleh pihak tertentu.
4. Dampak terhadap lingkungan
Berbagai macam dampak lingkungan akan muncul jika tidak diimbangi
dengan pengelolaan yang memperhatikan lingkungan. Limbah adalah salah
satunya. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan wisata memunculkan
permasalahan tersendiri bagi lingkungan seperti pencemaran air, tanah dan
udara dari limbah tersebut.

1.6.6. Kesejahteraan Pekerja Pariwisata


Pengembangan pariwisata pedesaan tidak dapat dilepaskan dari peranan
masyarakat setempat yaitu sebagai pekerja pariwisata. Masyarakat sebagai pelaku
utama dalam pengembangan tidak terlepas dari dampak ekonomi, sosial dan
budaya, dari pembangunan pariwisata. Menurut Utami dan Demartoto (2009)
pada studi kerajinan wayang kulit sebagai potensi wisata di Desa Kepungsari
terdapat 7 unsur yang berkaitan dengan dampak pariwisata, yaitu :
1. Relasi sosial
Dari segi sosial mengakibatkan peningkatan hubungan antara para pelaku
usaha pariwisata serta masyarakat luas melalui kegiatan promosi.
2. Gaya hidup
Dari segi sosial terjadi perubahan kearah individualistis. Dari segi ekonomi
terjadi peningkatan jumlah kepemilikan motor, ponsel dan pembangunan
rumah.
3. Persaingan kerja
Dari segi sosial munculnya jiwa kompetisi antara para pelaku usaha
pariwisata
4. Pola pikir

16

Dari segi sosial peningkatan jiwa wirausaha yang tinggi di para pelaku
usaha pariwisata. Dari segi budaya terjadi pergeseran nilai seperti kesadaran
penggunaan bahasa inggris, terbuka terhadap pembaharuan dan orientasi
komerisal.
5. Partisipasi warga
Dari segi sosial keikutsertaan masyarakat

pada aktifitas pariwisata dan

pembentukan kelompok sosial. Dari segi budaya memununculkan kembali


tradisi-tradisi yang mulai ditingglkan serta menjadikan kesenian tradisional
sebagai atraksi wisata desa.
6. Mobilitas
Dari segi budaya menciptakan tingkat mobilitas permanen dan sirkuler yang
tinggi. Dari segi ekonomi pemasaran kegiatan pariwisata semakin luas
7. Pembangunan fisik
Dari segi ekonomi terjadi pembangunan dan penyediaan prasaran jalan,
home stay dan MCK.
Pariwisata dijadikan sebagai pendorong kegiatan ekonomi. Pengembangan
pariwisata berbasis masyarakat memiliki tujuan utama untuk berupaya
mengurangi kemiskinan dan penghapusan kemiskinan. Konsep pengembangan
pariwisata tersebut dikenal dengan Pro Poor Tourism (PPT).
Menurut PPT Partnership (2004), Pro-Poor Tourism is tourism that result
in increased net benefits for poor people. PPT is not a specific niche
product or niche sector but approach to tourism development and
management.
Diartikan sebagai kegiatan pariwisata yang dapat memberikan hasil peningkatan
keuntungan untuk masyarakat miskin. Pro Poor Tourism tidak secara rinci
memproduksi wisata atau sektor wisata namun merupakan pendekatan untuk
pembangunan dan managerial pariwisata. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan
pariwisata mendukung pemberdayaan masyarakat di lokasi wisata. Pemberdayaan
masyarakat adalah menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat baik secara
individu maupun berkelompok dalam memecahkan berbagai persoalan terkait
upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya (Permen
Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM.18/HM.001/MKP/2011).
17

Selain manfaat ekonomi terdapat manfaat budaya yang dapat dirasakan oleh
masyarakat. Alisjahbana (1983) menjelaskan bahwa, kebudayaan adalah ciptaan
budi manusia untuk mengatasi dorongan hidup. Beliau menggambarkan pola
kebudyaan dengan membedakan antara kebudayaan desa dengan kebudayaan
moderen. Pada gambar 1.4. terlihat kebudayaan desa di Indonesia bersifat statis
dikuasai oleh solidaritas agama dan seni. Ilmu pengetahuan serperti teori-teori
ilmuan, kekuasaan serta ekonomi memiliki peranan kecil dalam mempengaruhi
kondisi kebudayaan desa, sedangkan kebudayaan moderen bersifat dinamis
dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk tujuan
ekonomi setinggi mungkin. Perkembangan di kebudayaan moderen seiring
dengan mutu pendidikan yang terus ditingkatkan.
Kebudayaan Desa

Kebudayaan Moderen
Ekonomi

Teori

Kuasa

Teori

Ekonomi

Kuasa
Solidaritas
Solidaritas

Seni

Agama

Seni

Agama

Gambar 1.4. Perbedaan antara Kebudayaan Desa dan Kebudayaan


Moderen Menurut Alisjahbana (1983)

Fandeli (2002) menjelaskan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan


usaha kepariwisataan terkait DTW dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Pengelola atraksi.
Ditempatkan pada pengelolaan berbagai macam atraksi. Menurut Shackley
(1996, dalam Fandeli, 2002) terdapat dua atraksi dalam suatu destinasi,
yaitu (1) atraksi dari kekayaan alam dan (2) sebagian atraksi buatan. Atraksi
buatan sengaja dibuat untuk menarik wisatawan misalnya bangunan
18

peninggalan budaya/heritage dan kehidupan masyarakat/living culture.


Pengelolaan

atraksi

alam

dengan

mengkonservasi

alam

harus

memperhitungkan daya dukung yang terdiri atas (1) daya dukung ekologis
(ecological carrying capacity), (2) psikologis (psychological carrying
capacity), dan (3) sosial (sociological carrying capacity). Jika pengelola
hanya berorientasi pada market driven, maka tidak dibenarkan dalam
pengelolaan atraksi alam karena dapat berdampak negatif.
2. Pengelola Fasilitas
Terdapat 3 macam fasilitas yang dibutuhkan wisatawan menurut Mill dan
Morisson (1985, dalam Fandeli, 2002) antara lain:
a. Tempat menginap (loadging). Mempertimbangkan kualitas pelayanan
dengan

meningkatkan

kualitas

sumberdaya

tenaga

kerja

yang

profesional.
b. Makan dan minum. Makanan dan minuman yang disajikan memiliki
standarisasi seperti kebersihan dan cara penyajian.
c. Industri pendukung (support industries). Menyediakan kebutuhan
wisatawan berkaitan dengan cinderamata atau souvenir.
3. Pengelolan Infrastruktur dan transportasi
Pada ekowisata dan wisata minat khusus tidak terlalu membutuhkan banyak
insfrastruktur, tapi perkembangannya tidak akan secepat mass tourism yang
menghasilkan

jumlah

wisatawan

banyak.

Kualitas

pelayanan

dan

infrastruktur perlu diperhatikan baik di dalam maupun di sekitar destinasi


wisata.
Kegiatan ekonomi kepariwisataan terkait dengan usaha pariwisata. Menurut
UU RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 14, usaha pariwisata
meliputi, antara lain:
a. Daya tarik wisata adalah usaha yang kegiatannya mengelola daya tarik
wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata buatan/binaan
manusia.

19

b. Kawasan pariwisata adalah usaha yang kegiatannya membangun dan/atau


mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memnuhi kebutuhan
pariwisata.
c. Jasa transportasi wisata adalah usaha khusus yang menyediakan angkutan
untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata, bukan angkutan transportasi
regular/umum.
d. Jasa perjalanan wisata adalah usah biro perjalanan wisata dan usaha agen
perjalanan wisata. Usaha agen perjalanan wisata meliputi usaha jasa
pemesanan sarana, seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta
pengurusan dokumen perjalanan
e. Jasa makanan dan minuman adalah usaha jasa penyedian makanan dan
minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses
pembuatan dapat berupa restoran, kafe, jasa boga, dan bar/kedai minum.
f. Penyediaan akomodasi adalah usaha yang menyediakan pelayanan
penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya,
berupa hotel, vila, pondok wisata, bumi perkemahan, persinggahan, caravan,
dan akomodasi lainnya yang digunakan untuk tujuan pariwisata.
g. Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi merupakan usaha yang
ruang lingkup kegiatannya berupa usaha seni pertunjukan, arena permainan,
karaoke, bioskop, serta kegiatan hiburan dan rekreasi lainnya yang bertujuan
untuk pariwisata.
h. Penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran
adalah usaha yang memberikan jasa bago suatu pertemuan sekelompok
orang, menyelenggarakan perjalanan bagi karyawan dan mitra usaha sebagai
imbalan atas prestasinya serta menyelenggarakan pameran dalam rangka
menyebarluaskan informasi dan promosi suatu barang dan jasa yang
berskala nasional, regional dan international.
i. Jasa informasi pariwisata adalah usaha yang menyediakan data, berita,
feature, foto, video, dan hasil penelitian mengenai kepariwisataan yang
disebarkan dalam bentuk bahan cetak dan/atau elektronik.

20

j. Jasa konsultan pariwisata adalah usaha yang menyediakan saran dan


rekomendasi mengenai studi kelayakan, perencanaan, pengelolaan usaha,
penelitian dan pemasaran di bidang kepariwisataan.
k. Jasa

pramuwisata

adalah

usaha

yang

menyediakan

dan/

atau

mengoordinasikan tenaga pemanndu wisata untuk memenuhi kebutuhan


wisatawan dan/atau kebutuhan biro perjalanan.
l. Wisata tirta merupakan usaha yang menyelenggarakan wisata dan olaharaga
air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang
dikelola secara komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau dan waduk.
m. Spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode
kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan
makanan/minuman

sehat,

dan

olah

aktivitas

fisik

dengan

tujuan

menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap memperhatikan tradisi dan


budaya bangsa Indonesia.
Koordinasi strategis lintas sektor dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan
kepariwisataan meliputi:
a. Bidang pelayanan kepabeanan, keimigrasian dan karantina
b. Bidang keamanan dan ketertiban
c. Bidang prasarana umum yang mencakupi jalan, air bersih, listrik,
telekomunikasi dan kesehatan lingkungan (sistem pembuangan air kotor,
sampah, dan sanitasi)
d. Bidang

transportasi

darat,

laut

dan

udara

(meliputi

ketersedian

rambu/petunjuk perjalanan menuju daya tarik wisata dan destinasi


pariwisata)
e. Bidang promosi pariwisata dan kerja sama luar negeri
Industri pariwisata muncul akibat dari perkembangan kegiatan wisata.
Industri pariwisata adalah industri kompleks yang meliputi industri-industri lain
menjadi kompleks wisata sehingga menicptakan industri kepariwisataan. Industri
kepariwisataan yaitu industri yang ada hubungannya dengan pariwisata misalnya
industri perhotelan, industri kerajinan/cendera mata dan sebagainya, semuanya
saling terkait dalam systemic linkage.
21

Salah satu model pariwisata sebagai industri dikemukakan oleh Soekadijo


(1996, dalam Demartoto, 2009) pada gambar 1.5. Kemunculan pariwisata sebagai
industri muncul dari adanya konsumen dan produsen. Dalam hal ini konsumen
yaitu wisatawan mendapatkan informasi dari pemasaran yang dilakukan oleh
konsumen terhadap jasa wisata yang ditawarkan. Kedatangan wisatawan
didasarkan pada motif perjalanan yaitu untuk menikmati atraksi wisata yang
tersedia di tempat wisata. Jarak lokasi wisata membuat wisatawan membutuhkan
angkutan wisata, beberapa penyedia jasa transportasi wisata juga dapat menjadi
pilihan. Kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan selama menuju lokasi wisata
hingga sampai di lokasi wisata menjadi peluang bagi produsen untuk
menyediakan jasa wisata untuk pemenuhan kebutuhan perjalanan wisata.

Konsumen
Wisatawan
Angkutan

Motif Perjalanan

Kebutuhan dalam
Perjalanan

Pemasaran
Atraksi Wisata

Jasa Wisata

Angkutan Wisata

Supply

Produsen

Gambar 1.5. Model Pariwisata Sebagai Industri Menurut Soekadijo


(1996, dalam Demartoto, 2009)
Selanjutnya, kegiatan-kegiatan usaha pariwisata yang berbasis masyarakat
harus mempertahankan dan memperhatikan kondisi serta karakteristik masyarakat
setempat untuk mempertahankan identitas atau nilai-nilai keaslian yang dapat
memberi kesan bagi wisatawan. Pada gambar 1.6. menjelaskan tentang
pengembangan pariwisata menitikberatkan masyarakat sebagai pelaku utama dari
22

awal tahap perencanaan, pendanaan, pelaksanaan, pengelolaan, pemantauan


hingga tahap akhir evaluasi pelaksanaan dengan bantuan serta kerja sama pihak
swasta dan pemerintah. Masyarakat didorong untuk melihat peluang untuk
mengembangkan usaha pariwisata.Usaha tersebut dilakukan sepenuhnya dari, oleh
dan untuk masyarakat.
Sebagai Perencana

Sebagai Investor

Masyarakat

Sebagai Pelaksana

Pemerintah dan
Pihak Swasta

Dari, Oleh dan


Untuk Masyarakat

Sebagai Pengelola

Sebagai Pemantau
dan evaluator

Gambar 1.6. Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat Menurut


Soekadijo (1996, dalam Demartoto, 2009)
Usaha pembangunan pariwisata yang secara langsung dapat dilakukan
masyarakat setempat, yaitu:
1. Menyediakan layanan akomodasi ( home stay, pondok wisata, dan lain-lain)
2. Menyediakan jasa boga (makanan dan minuman tradisional)
3. Menyediakan jasa pemandu dan interpretasi
4. Menyediakan paket kegiatan wisata
5. Menyediakan layanan transportasi lokal
6. Menyewakan jasa perbaikan kendaraan
7. Menyediakan layanan komunikasi
8. Menyediakan hiburan
9. Membuat cinderamata khas daerah
10. Menjual cinderamata khas daerah
11. Menyediakan persewaan peralatan yang mendukung kegiatan wisata

23

Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pariwisata menjadi bagian dalam


pembangunan desa. Pembangunan desa diarahkan untuk kesejahteraan dan
peningkatan taraf hidup masyarakat. Karakteristik pembangunan desa dapat
dilihat sebagai berikut: (Kuswata, 1985)
1. Dilaksanakan dari, oleh dan untuk rakyat
2. Mensyaratkan kewajiban bersama yang seimbang dan serasi antara
pemerintah dan masyarakat
3. Pedekatan masyarakat dan keikutsertaan masyarakat baik pria maupun
wanita dengan optimalisasi swakarya sendiri
4. Bersifat multisektoral
5. Berorientasi

pada

pemerataan

dan

penyebarluasan

pembangunan

keseluruhan desa-desa baik wilayah perdesaan maupun perkotaan

24

1.7. Batasan Operasional


1. Peran (serta) adalah ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan; keikutsertaan
secara aktif; partisipasi (Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI)
2. Desa Wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan
fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan
masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku .
(Permen Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM.18/HM.001/MKP/2011)
3. Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. (UU
RI No. 11 Tahun 2009)
4. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain. (UU RI No.13 Tahun 2013)
5. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
pemerintah dan pemerintah daerah. (UU RI No. 10 Tahun 2009)
6. Peran desa wisata terhadap kesejahteraan pekerja pariwisata di Desa
Wisata Bejiharjo berarti desa wisata ikut ambil bagian dalam memenuhi
kebutuhan material (ekonomi), spiritual, sosial agar memperoleh hidup
layak bagi setiap orang yang bekerja di berbagai macam kegiatan wisata
yang berlokasi di Desa Wisata Bejiharjo Kecamatan Karangmojo Kabupaten
Gunungkidul.

25

1.8. Kerangka Pemikiran


Keunikan alam yang dimiliki oleh desa menjadi potensi desa. Potensi desa
dirancang oleh masyarakat setempat menjadi usaha pariwisata. Potensi usaha
tersebut adalah wisata alam di desa wisata. Desa wisata menjadi tujuan kunjungan
wisata yang menarik karena memilki daya tarik wisata. Pada gambar 1.7.
menjelaskan potensi desa dikelola dan dituangkan dalam perencanaan
pengembangan pariwisata dalam konsep desa wisata. Keberadaan desa wisata
memunculkan beragam kegiatan wisata. Kegiatan wisata berkembang menjadi
usaha pariwisata dan meningkatkan kunjungan wisatawan. Usaha pariwisata
berdampak pada munculnya pembangunan secretariat wisata, pengelolaan daya
tarik wisata dan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat ikut berperan sebagai
pekerja pariwisata. Pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan anggota
keluarga berpengaruh pada kesejahteraan keluarga di biang ekonomi, sosial dan
budaya. Keduanya berjalan sinergis sehingga menciptakan kesejahteraan
masyarakat.

26

Potensi Desa

Perencanaan
Pengembangan
Pariwisata

Desa Wisata
Kunjungan
Wisatawan

Usaha
Pariwisata

Pembangunan
Sekretariat Wisata

Pengelolaan
DTW

Pemberdayaan
Masyarakat

Peningkatan Kondisi Ekonomi, Sosial


dan Budaya

Kesejahteraan Pekerja

Kesejahteraan Masyarakat

Gambar 1.7. Kerangka Pemikiran Penelitian

27

Anda mungkin juga menyukai