SPIRIT :
”KEBERSAMAAN DALAM
KE BHINEKAAN”
VISI :
”PEMERINTAH ADALAH
PELAYAN MASYARAKAT”
RINCIAN SAP
Minggu Tujuan Topik - Metod Sub-Topik Pengampu
•SUMBER DAYA
TINGKAT
•KETATA LAKSANAAN KAPASITAS
KE
•STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAH
LEMBAGA
•SISTEM PENGAMBILAN DAERAH
AN
KEPUTUSAN
•PERATURAN
TINGKAT •PERUNDANGAN
SISTEM •KEBIJAKAN PENDUKUNG
1. Negara
a. Menjalankan industri
b. Menciptakan lapangan kerja c. Menyediakan insentif bagi
karyawan
d. Meningkatkan standar hidup masyarakat
e. Memelihara lingkungan hidup
f. Menaati peraturan
g. Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat
h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM
3. Masyarakat Madani
IT
BANDINGKAN POSISI
PERINGKAT
INTERNET
DENGAN IPM
DESA
Desa, atau udik, menurut definisi universal, adalah sebuah
aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia,
istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di
bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa, sedangkan di
Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut Kepala Kampung atau
Petinggi.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut
dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan
istilah nagari, dan di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur
disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan
institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan
karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah
satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul
dan adat istiadat setempat.
Desa di Indonesia
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Desa, disebut
bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian
dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian
dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak
mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah
desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan.
Kewenangan desa adalah:
Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak
asal usul desa
Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan
pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan
masyarakat.
Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota
Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa.
Pemerintahan Desa dan Kepala Desa
Pemerintahan Desa
Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi
Kepala Desadan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Kepala Desa
Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan
dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan
Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa setempat.
Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 sbb:
1. Bertakwa kepada Tuhan YME
2. Setia kepada Pacasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta Pemerintah
3. Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat
4. Berusia paling rendah 25 tahun
5. Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa
6. Penduduk desa setempat
7. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat
5 tahun
8. Tidak dicabut hak pilihnya
9. Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan
10. Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota
Perangkat Desa dan
Badan Permusyawaratan Desa
Perangkat Desa
Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya. Salah satu perangkat desa adalah Sekretaris
Desa, yang diisi dari Pegawai Negeri Sipil. Sekretaris Desa diangkat oleh
Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.
Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa,
yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD
adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan
wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat,
golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat
lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat
diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan
dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala
Desa dan Perangkat Desa. BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa
bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Keuangan Desa
Keuangan desa
Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa
didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), bantuan
pemerintah dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah
daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBD.
Penyelenggaraan urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa
Sumber pendapatan desa terdiri atas:
Pendapatan Asli Desa, antara lain terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa
(seperti tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa), hasil swadaya dan partisipasi,
hasil gotong royong
Bagi hasil Pajak Daerah Kabupaten/Kota
bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
APB Desa terdiri atas bagian Pendapatan Desa, Belanja Desa dan Pembiayaan.
Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa.
Kepala Desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan
Desa.
Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga kemasyarakatan
Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan,
yakni lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah
desa dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga
kemasyarakatan ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Salah satu fungsi lembaga kemasyarakatan adalah
sebagai penampungan dan penyaluran aspirasi
masyarakat dalam pembangunan. Hubungan kerja
antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan
Desa bersifat kemitraan, konsultatif dan koordinatif.
Pembentukan Desa
Pembentukan desa
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan
asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa,
atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu
desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar
desa yang telah ada.
Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan
berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan
memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat. Desa
yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari
pegawai negeri sipil.
Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya
menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang
bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.
Pemberdayaan Masyarakat Adat
A. Latar Belakang
UU No.22 tahun 1999 memberikan inspirasi baru bagi komunitas adat untuk melakukan
revitalisasi lembaga adat bahkan ada trend yang menonjol dari gerakan adat yang
mengarah pada upaya mewujudkan pemerintahan adat yang otonom. Angan angan
untuk mewujudkan kembali pemerintahan adat itu dilandasi oleh beberapa alasan
Pertama, sebelum Orde Baru bercokol khususnya sebelum berlakunya UU No.5 tahun
1979, pemerintahan adat pernah hidup dan menjadi arena bagi komunitas lokal untuk
mewujudkan kehidupan bersama, bahkan pemerintah kolonial Belanda mengakui
eksistensi adanya masyarakat adat di Indonesia dan diakui pula memiliki organisasi
yang mengelola sendiri komunitasnya (self governing community). Organisasi ini pada
jaman kolonial Belanda ditransformasikan sebagai pemerintahan yang memiliki otonomi
asli, Kedua, pemerintahan adat dipandang lebih sesuai dengan kontruksi simbolik
danempirik tentang pengerlolaan kekuasaan di tingkat komunitas lokal. Jika tata
pemerintahan desamempresentasikan tentang sistem sosial-budaya dalam masyarakat
desa di Jawa, maka sebaliknya tata organisasi adat mencerminkan tentang sistem
sosial-budayamasyarakat suku di luar Jawa, Ketiga, pemerintahan adat itu dapat
memberikan akses dan kontrol bagi warga masyarakat asli, Pilihan ketiga ini muncul
sebagai respon terhadap fakta bahwa penduduk asli yang menjadi komunitas adat
terancam akses ekonomi dan politiknya karena masuknya pendatang di sektor
pemerintah dan swasta yang berkembang di wilayah komunitas adat. Tetapi jika
dicermati dengan seksama diantara penyebab proses termarjinalisasinya adat ada
beberapa hal penting yang dapat digunakan sebagai indikator, diantaranya adalah,
Lemahnya Basis Ekonomi Adat
Meskipun memiliki modal sosial yang cukup handal dalam arti
terbangunnya solidaritas yang handal antara aktifis adat dan
masyarakatnya. Organisasi adat selalu
menghadapi kekurangan guna melakukan konsolidasi berbagai
aktifitasnya. Di tengah situasi warga masyarakat adat yang hidup
dalam kemiskinan dan tidak adanya sumber dana yang tersedia,
maka jalan yang ditempuh adalah menggantungkan pada kebaikan
elite politik itu menjadi pilihan yang mudah dilakukan, ironisnya elit
politik justru mengeksploitasi ketergantungan warga adat untuk
menjinakkan gerakan adat dan mendukung aktifitas politiknya, ,
dengan demikian sumber daya alam yang mestinya tersedia untuk
kepentingan warga adat justru digunakan untuk kepentingan jangka
pendek oleh elit politik, birokrasi, dan investor tetapi bukan untuk
kepentingan warga adat. Warga adat menjadi penonton proses
eksploitasi sumber ekonomi lokal oleh para investor, elit politik dan
birokrasi lokal secara besar besaran tanpa. ada pembelaan yang
berarti dari institusi hukum dan stakeholders.
Dominasi Negara atas Peran Perempuan
Dominasi negara atas perempuan juga bagian proses marginalisasi
warga adat yang serius, hal ini tercermin dalam kebijakan negara
yang sebenarnya tidak netral, karena didalam kebijakan hukum
terbias nilai nilai patriarkat dan ideologi gender, Kebijakan negara
ini, yang diwarisi secara turun temurun sejak masa kolonial,
didasarkan atau bertolak dari dua asas, Pertama, lemahnya
perlindungan hukum atas perempuan pada wilayah peran politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan persoalan struktural yang
memberikan landasan pembenaran terhadap dominasi laki laki atas
perempuan, Kedua, kesenjangan atau ketidak setaraan rasial ,
prinsip ini yang menjadi landasan utama dan hidupkan terus
menerus oleh rezim (terutama oleh rezim Orde Baru), karena
dominasi ini diwujudkan dalam lembaga lembaga yang ikut
memperkokoh dominasi ideoligi negara atas perempuan.
Lunturnya Partisipasi Politik Masyarakat Lokal
Ketika pemerintah Orde Baru berkuasa, ia berusaha menarik semua
kendali perpolitikan pada negara, pemerintah melakukan
depolitisasi warga adat di pedesaan, startegi yang digunakan oleh
pemerintah adalah foating mass (massa mengambang), dengan
melarang masuknya berbagai aktifitas dan organisasi politik warga.
Secara institusional warga lokal di pedesaan disterilkan dari
kekuatan politik, terutama dari kepolitikan massa. Dengan kontruksi
seperti itu pemerintah secara rasional bisa membangun perpolitikan
mayoritas tunggal melalui dukungan yang diberikan pada golongan
tertentu. Perlakukan represif pemerintah Orde Baru terhadap
masyarakat adat mengakibatkan trauma yang panjang dan matinya
inisiatif lembaga serta warga adat untuk berinisiasi dalam kebijakan
publik yang dilaksanakan oleh elit pemerintah untuk membangun
tata pemerintahan yang baik transparan dan bertanggung jawab.
Lokalisme Versus Sentralisme
Etnisitas dan lokalitas adalah dilema, sejak terjadi otonomi lokal, gelembung
kesadaran etnisitas sebagai pilar institusi adat menguat, dan jika
dikonfrontasikan dengan ideologi sentralisme peran lokalitas tentu
bermakna positif yaitu bentuk perlawanan terhadap hegemoni pemerintahan
yang sentralistik, Ruang baru bagi lokalitas untuk hidup itu berarti menjadi
parameter pelaksanaan demokrasi , dalam relasi kekuasaan pusat dan
daerah, atau negara dan masyarakat. Melalui desentralisasi untuk
penguatan warga lokal maka partisipasi dan kontrol warga akan
menemukan ruang aktualitasnya. Segala bentuk pemangkasan potensi
lokal oleh pusat dapat dicegah karena distribusi kekuasaan relatif adil dan
merata. Namun kenyataan paradoksalpun bermunculan, Restrukturisasi
adat lahir sebagi entitas: nilai, ritualisme dan sistem kekuasaan lebih
cenderung berkutat pada romantisme kultural masa lalu. Dan bukan
mustahil memiliki pretensi politik dibalik pengembalian romantisme itu.
Pengalaman selama ini menunjukan, bersamaan menguatnya eksistensi
adat ternyata disertai pula menebalnya ideologi etnik yang dalam bahasa
populer disebut etnonasionalisme . Fenomena ini dianggap sebagai hal
yang biasa pada era “pancaroba” tetapi jika dalam prosesnya kemudian
muncul eksklisivisme maka jelas menjadi persoalan dikemudian hari.
Problem Hukum Adat
Sejak diberlakukannya UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, hampir
dipastikan pemerintahan adat satu demi satu mengalami pergeseran pola dan
sistemnya, meskipun secara normatif hukum adat ada tetapi hampir tidak ada
lembaga masyarakat adat yang legitimatif untuk melaksanakannya. Termasuk di
Musi Rawas model Pemerintahan Marga juga menyesuaikan diri dengan pola
pemerintahan Jawa, UU No.5 tahun 1979 telah menjadikan Pemerintahan Marga di
Musi Rawas terbagi menjadi beberapa desa sehingga elit adat berkompetisi untuk
menjadi elit politik lokal/desa, mengingat dengan peranan ini mereka mempunyai
akses ekonomi, Sementara itu komunitas masyarakat adat hanya menjadi rakyat
biasa tanpa ada peruabahan yang berarti. Sementara itu setelah UU No.22/ 1999
diimplementasikan, Kebijakan otonomi daerah menempatkan otonomi masyarakat
adat tetap belum berdaya karena implikasi UU No. 5 /1979 selama tiga dasa warsa
telah menghancurkan basis struktural dan kultural masyarakat adat. Pengikat sistem
dan kelembagaan masyarakat adat adalah nilai lokal dalam bentuk hukum adat.
Dalam konteks pemberlakuan hukum adat, Hukum adat memiliki nilai moral tinggi di
kalangan komunitas masyarakat adat. Namun di sisi lain, ia mengandung konfliktual
dengan hukum positif nasional, mengingat kelembagaan dan sanksi yang berlaku
berbeda, Misalnya hukum adat masyarakat Musi rawas tentang pengelolaan hutan
dan sumber galian, oleh kalangan investor dan pemegang HPH tidak mau
memperhatikan aturan adat secara serius mengingat ia sudah memegang ijin
pengelolaan dari pemerintah. Akhirnya adanya dua sistem hukum, yaitu hukum adat
dan hukum positif ini memunculkan paradoks dalam pelaksanaan UU No.22
1999.Beberapa alasan di atas memberikan inspirasi Institute for Research and
Empowerment (IRE) Yogyakarta dengan mitra daerah Sumatera Selatan dari
Lembaga Pemberdayaan Umat (LPU) Musi Rawas melakukan agenda aksi Program
Pemberdayaan Masyarakat di Indonesia dengan Workshop Seri 1 untuk penguatan
adat di Kabupaten Musi Rawas.
REPRESENTASI PERGUMULAN
“KEKUASAAN DENGAN KOMODIFIKASI”
PENDANAAN PENDIDIKAN NASIONAL
Oleh
Putu Rumawan Salain
Dewan Pendidikan Kota Denpasar
e-mail:paracon@indosat.net.id
AN
sekolah “schooling”
.
TU
G
dan pendidikan PENDIDIKAN
MU
GA
“education”. NASIONAL
RA
Keduanya begitu
N
timpang, karena KURIKULUM
focus pemerintah KEKUASAAN KOMODIFIKASI
lebih mengarah “POLITIK” “EKONOMI”
pada schooling
( Daoed Joesoef, LIBERAL
Kompas.com dalam
Nusa Bali,2009:8). Sumber : salain doc 080909
REALISASI ANGGARAN PENDIDIKAN
APBN 2009 mengalokasikan anggaran pendidikan 20% atau sebesar Rp
207,413 triliun dari total belanja dalam APBN 2009 sebesar Rp 1.037.067
triliun yang dialokasikan kepada semua kementerian/lembaga yang
mengelola fungsi pendidikan serta dialokasikan ke daerah melalui dana
alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) pendidikan.
sumber : http://disdikpora.baliprov.go.id,
diakses tanggal 2 September 2009, pukul 14.30
Wita
Sedangkan untuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dalam rencana APBN
2010, Presiden SBY merencanakan :
1. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam tahun 2010
mendatang memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp.51,8 triliun,
2. Departemen Pertahanan (Dephan) Rp.40,7 triliun,
3. Departemen Pekerjaan Umum (Dep PU) Rp.34,3 triliun,
4. Departemen Agama (Depag) Rp.26 triliun,
5. Kepolisian Negara RI Rp.25,8 triliun,
6. Departemen Kesehatan (Depkes) Rp.20,8 triliun dan
7. Departemen Perhubungan (Dephub) Rp.16 triliun.
30 - Kuliah 29 -
Putu Rumawan Salain, lahir di Denpasar, 25–12–52, menyelesaikan studi bidang Arsitektur
pada FT UNUD Insinyur tahun 1980, Magister Sains (Msi) Kajian Budaya pada F S UNUD tahun
1998. Mengajar di bidang Perkembangan Arsitektur, Menggambar Arsitektur, Ilmu Budaya Dasar,
TeknikKomunikasi Arsitektur, dan Perancangan Arsitektur. Selaku KTA Pengabdian Masyarakat ,
Ketua KKN dan selanjutnya dipercaya sebagai PR III UNUD hingga September 2006.
Aktif di beberapa organisasi profesi maupun hobi di Bali yaitu :
1. Persatuan Insinyur Indonesia (anggota),
2. Ikatan Arsitek Landsekap Indonesia (Bidang Organisasi),
3. Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Dewan Pertimbangan Profesi)
4. Ikatan Arsitek Indonesia,
5. Ketua Kelompok Ahli Pembangunan Kota Denpasar.
6. Ketua Yayasan Karmany SMANSA Denpasar,
7. Ketua I Bali Heritage Trust sejak 2003, dan juga dipercaya sebagai
8. Ketua Dewan Pendidikan Kota Denpasar sejak 2002.
9. Tim Ahli DPRD Prov, Bali
10. Pengurus Yayasan Widya Kerti-UNHI,
Dari berbagai kegiatan proses belajar mengajar, selaku organisatoris organisasi profesi, maupun
Sebagai praktisi, juga mengikuti berbagai seminar, forum, symposium, dan sebagainya, di tingkat
lokal, regional,nasional maupun internasional. Beberapa tulisan berhubungan dengan arsitektur,
konservasi, budaya, maupunpendidikan telah di publikasikan dalam beberapa media lokal
maupun nasional, dan sebagian kecil diantaranyadi luar negeri sebagai proceeding. Waktu
senggang diisi dengan menyalurkan hobi antara lain, otomotif,fotografi, musik, dan menulis.