Latar Belakang
Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif nomor 9 tahun 2021 tentang
Pedoman Destinasi Pariwisata menjelaskan bahwa Pariwisata adalah berbagai macam
kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Sedangkan kepariwisataan
adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi
antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan pengusaha. (Kemenparekraf, 2021) Menurut mathieson & Wall dalam Pitana
dan Gayatri (2005), bahwa pariwisata adalah kegiatan perpindahan orang untuk sementara
waktu ke destinasi diluar tempat tinggal dan tempat bekerjanya dan melaksanakan kegiatan
selama di destinasi dan juga penyiapan-penyiapan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan
mereka
Sektor pariwisata di Indonesia saat ini dinilai efektif peranannya dalam menambah
devisa negara. Hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan kebutuhan pariwisata, tidak
hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia. Pertumbuhan kebutuhan manusia akan
pariwisata menyebabkan sektor ini dinilai mempunyai prospek yang besar di masa yang
akan datang. Terdapat obyek wisata yang terbagi menjadi 6 kelompok jenis wisata yakni
obyek wisata buatan, obyek wisata alam, obyek wisata tirta, obyek wisata budaya, kawasan
pariwisata dan taman hiburan dan rekreasi. jumlah usaha atau perusahaan Objek Daya
Tarik Wisata didominasi oleh jenis objek daya tarik wisata buatan, yaitu sebanyak 1.003
perusahaan, diikuti oleh jenis objek wisata alam sebanyak 651 perusahaan, wisata tirta
sebanyak 530 perusahaan, wisata budaya sebanyak 236 perusahaan, kawasan pariwisata
sebanyak 92 perusahaan, serta taman hiburan dan rekreasi sebanyak 40 perusahaan
Dogra dan Gupta (2012) menyebutkan bahwa masyarakat memiliki posisi strategis
dalam suatu destinasi pariwisata. Oleh karena itu, keberlanjutan destinasi pariwisata sangat
tergantung dari tingkat keterlibatan masyarakatnya dalam pembangunan destinasi
pariwisata. Masyarakat di dalam destinasi pariwisata yang kemudian disebut dengan
masyarakat lokal mempunyai potensi berupa beragam aktivitas yang dapat dikreasikan
menjadi produk pariwisata. Budaya lokal, tinggalan masyarakat, serta festival menyediakan
keunikan dan sesuatu yang baru dari perspektif wisatawan. Masyarakat dengan
pengetahuan dan kebijakan lokal akan lebih memahami produk pariwisata yang
dikembangkan serta dampak yang ditimbulkan, dibandingkan dengan masyarakat dari luar
destinasi pariwisata. Masyarakat lokal juga mempunyai kontribusi dalam upaya
mempromosikan produk destinasi pariwisata, karena masyarakat lokal adalah komponen
1
utama pembentuk citra atau image destinasi pariwisata (Pike, 2004). Menurut Norval dalam
Spillane (1987), seorang ahli ekonomi berkebangsaan Inggris memaparkan bahwa
pariwisata selain bermanfaat bagi pendidikan kebudayaan dan sosial juga mempunyai arti
yang lebih penting dari segi ekonomi. Banyak negara di dunia menganggap pariwisata
sebagai Invisible export atas barang dan jasa pelayanan kepariwisataan yang dapat
memperkuat neraca pemasukan.
Sadar akan pentingnya sektor wisata sebagai salah satu sektor yang dapat
memberikan kontribusi besar baik secara ekonomi, sosial, budaya kewilayahan dan
lingkungan. Selain itu, merujuk pada SDG’S khususnya indikator untuk pertumbuhan
ekonomi, sektor pariwisata bisa menjadi salah satu langkah untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi. Hal ini dikarenakan bahwa dalam SDG’S pada tahun 2030, negara akan fokus dan
menargetkan agar proses penyusunan dan pelaksanaan kebijakan optimal demi
mempromosikan pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja dan
mempromosikan budaya dan produk lokal. (Bappenas, 2017)
2
Di desa ini, para wisatawan tidak hanya dapat berbelanja dan berburu oleh-oleh, berwisata
sambil belajar membuat kerajinan berbahan tanah liat di Wisata Edukasi Gerabah, Desa
Rendeng, Bojonegoro dapat menjadi pilihan yang menarik. Secara administratif, Kabupaten
Bojonegoro memiliki 28 kecamatan dan 419 desa. Salah satu di antaranya, Desa Rendeng,
Kecamatan Malo. Total keseluruhan luas wilayah Desa Rendeng 52,8 Ha. Untuk menuju
Desa Rendeng dapat dicapai dari pusat kota (Alun-alun Bojonegoro) memakan waktu
selama 35 menit jika menggunakan roda empat. Jaraknya sekitar 21,6 kilometer. Potensi
Sumber Daya Alam (SDA) melimpah, sebagian wilayahnya yang dikelilingi Sungai
Bengawan Solo, menjadikan kondisi tanah yang berada bantaran dan dasar sungai dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat lokal Desa Rendeng untuk membuat kerajinan gerabah.
Belum ada sejarah yang dapat menuliskan kapan pertama kali masyarakat Desa Rendeng
mulai berprofesi sebagai pengrajin gerabah.
Dari pengamatan sementara, penulis menemukan beberapa kendala yang di hadapi
oleh warga yaitu sulitnya pemasaran produk, difertifikasi produk, bencana alam yang
mempengaruhi produksi, serta birokrasi dimana banyak warga yang tidak mengerti tentang
birokrasi pelayanan public untuk sector edu-wisata desa mereka. Kendala-kendala ini dapat
menjadi halangan bagi perkembangan wisata edukasi gerabah desa Rendeng, padahal
kuatnya potensi kerajinan gerabah karya masyarakat Desa Rendeng sehingga dapat
berpotensi menunjang perekonomian daerah, menjadikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
membentuk Desa Wisata Edukasi Gerabah pada tahun 2015.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
berjudul “Pengembangan Edu-Wisata Berbasis Masyarakat ( Study Pada Wisata Edukasi
Gerabah Desa Rendeng Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di latar belakang, maka rumusan
masalah dari penelitian ini adalah : “Bagaimanakah Pengembangan Edu-Wisata Berbasis
Masyarakat Pada Wisata Edukasi Gerabah Desa Rendeng Kecamatan Malo Kabupaten
Bojonegoro ?”