MAHASISWA:
I Gusti Ngurah Eddy Suryadinata (1981811031)
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I Pendahuluan terdiri dari sub bab Latar Belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan, dan Manfaat Penelitian. Pada latar belakang terdapat uraian mengenai hal-hal
yang menjadi isu atau topik yang mendasari pembuatan judul penelitian. Rumusan
masalah berisikan masalah dari latar belakang yang nantinya akan dibahas pada bab
selanjutnya. Tujuan merupakan uraian mengenai sesuatu yang ingin dicapai dengan
adanya pembuatan penelitian. Manfaat penelitian berisi uraian tentang temuan baru
yang dihasilkan, yaitu berupa manfaat akademik dan manfaat praktis bagi pemecahan
masalah di masyarakat
1.1 Latar Belakang
Bali merupakan salah satu destinasi wisata terpopuler di Indonesia bagi wisatawan
asing maupun wisatawan domestik. Pariwisata Bali sudah menjadi tujuan wisata
dunia yang terkenal di seluruh manca negara. Hal tersebut terbukti dengan kunjungan
wisatawan asing dan wisatawan domestik ke Bali dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Pada perkembangannya pariwisata di Bali tidak hanya terdapat di Bali
Selatan dengan objek wisata bahari, melainkan telah merata berkembang dengan
adanya wisata pertanian (agrowisata) dan wisata budaya. Dengan dioptimalkannya
ketiga aspek tersebut diharapkan akan membuat pariwisata Bali terus berkembang.
Budaya dan keunikan adat istiadat Bali serta alamnya yang asri dengan berbagai
keindahan pada masing-masing potensi yang dikelola dengan berbagai kemasan yang
akan dapat menarik minat kunjungan wisatawan. Wisata budaya yang merupakan
unggulan dari pariwisata Bali telah mendapat perhatian dari pemerintah sebagai
dukungan untuk tetap melestarikan dan memajukan keunikan dari wisata budaya
tersebut. Pemerintah Kabupaten Badung telah mengupayakan agar ketiga jenis
pariwisata Bali dapat berjalan berkesinambungan, karena sektor pariwisata
merupakan sumber pendapatan asli daerah (PAD) terbesar untuk Badung, beberapa
wilayah desa wisata ataupun kawasan pesisir di Badung mulai berbenah diri untuk
menonjolkan potensi-potensi pariwisata yang dimiliki. Khususnya pada Desa
Tibubeneng yang merupakan salah satu kawasan pariwisata di Badung dengan potensi
yang dimiliki yakni wisata bahari pada kawasan pesisir berupa pantai berawa, dan
wisata budaya yang mulai dikembangkan oleh pemerintah desa dan masyarakat Desa
Tibubeneng melalui event-event pementasan seni budaya yang rutin digelar bertempat
di lapangan terbuka Desa Tibubeneng.
Perkembangan pariwisata di Bali sejatinya tidak hanya tentang peningkatan
jumlah wisatawan, penambahan devisa dan peningkatan lapangan pekerjaan saja,
namun juga terdapat dampak negatif dari berkembangnya pariwisata di Bali yang
berupa eksploitasi alam secara berlebihan melalui alih fungsi lahan untuk kepentingan
pariwisata. Hal tersebut juga terjadi sebagai salah satu dampak dari pesatnya
perkembangan pariwisata di Desa Tibubeneng, banyak lahan persawahan yang kini
berubah fungsi menjadi bangunan-bangunan komersil penunjang pariwisata.
Selanjutnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan
apa saja yang terjadi sebagai dampak dari perkembangan pariwisata di Desa
Tibubeneng dan upaya yang harus dan telah dilakukan oleh pemerintah maupun
masyarakat setempat unuk menanggulangi permasalahan tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan membahas mengenai kajian pustaka yang berkaitan dengan
penelitian pariwisata dan pembangunan keruangan pada suatu wilayah. Tinjauan
pustaka ini menguraikan pengertian mengenai pariwisata, teori-teori dalam
pembangunan keruangan, dan permasalahan pariwisata terhadap keruangan.
2.1 Teori Dampak
2.1.1 Definisi Dampak
Soerjono Soekanto (2006), secara etimologis dampak memiliki pengertian
pelanggaran, tubrukan, atau benturan, sedangkan pendekatan secara sosiologis dapat
diartikan sebagai penggunaan konsep dasar untuk menelaah sebuah gejala sosial
dalam artian dampak sosial merupakan sebuah efek dari fenomena sosial yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat. Soerjono Soekanto juga menambahkan dampak sosial
mempunyai dua sifat yaitu bersifat positif dan bersifat negatif, analisisnya yang sering
kita ketahui adalah manifestasi dan latency. Manifestasi mempuyai sebuah
kecenderungan harapan yang diinginkan dari suatu proses sosial yang terjadi
sedangkan latency sebagai bentuk yang tidak diharapkan, tapi secara alamiah selalu
menyertai atau muncul.
Dalam kegiatan pariwisata yang melibatkan banyak komponen didalamnya
seringkali juga menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan dimana
kegiatan pariwisata tersebut dilakukan. Menurut Faizun (2009), dampak pariwisata
adalah perubahan- perubahan yang terjadi terhadap masyarakat sebagai komponen
dalam lingkungan hidup sebelum ada kegiatan pariwisata dan setelah ada kegiatan
pariwisata. Pitana dan Gayatri (2005) dampak pariwisata terhadap masyarakat dan
daerah tujuan wisata mencakup: dampak terhadap sosial-ekonomi, dampak terhadap
sosial-budaya, dan dampak terhadap lingkungan
Sedangkan menurut Ritchie (1987), pariwisata juga menimbulkan beberapa dampak
sosial ekonomi masyarakat, diantaranya adalah:
Ketidak tergantungan ekonomi individu.
Perpindahan tenaga kerja.
Perubahan dalam pekerjaan.
Perubahan nilai lahan.
Wisata ini memanfaatkan usaha agro sebagai objek wisata dengan tujuan untuk
memperluas pengetahuan, pengalaman, dan rekreasi. Dimana usaha agro yang biasa
dimanfaatkan bisa berupa usaha di bidang pertanian, peternakan, perkebunan,
perhutanan, maupun perikanan.
5. Wisata Gua
Wisata gua merupakan kegiatan melakukan eksplorasi ke dalam gua dan
menikmati pemandangan yang ada di dalam gua.
6. Wisata Belanja
Wisata ini menjadikan belanja sebagai daya tarik utamanya.
7. Wisata Ekologi
Jenis wisata ini merupakan bentuk wisata yang menarik wisatawan untuk peduli
kepada ekologi alam dan sosial.
2.2.4 Dampak Perkembangan Pariwisata
Perkembangan pariwisata yang sangat pesat dan terkonsentrasi menimbulkan
berbagai dampak bagi daerah yang menjadi tujuan pariwisata. Berikut
merupakan dampak positif dari perkembangan pariwisata:
1. Memperluas lapangan pekerjaan.
2. Memberikan pendapat tambahan bagi masyarakat yang turut serta
memberikan pelayanan kepada para wisatawan.
3. Meningkatkan pendapatan daerah melalui pajak penghasilan dan pajak
perusahaan atau uang asing yang dibelajakan oleh wisatawan.
4. Mendorong pembangunan di daerah berupa perbaikan sarana dan prasarana
di daerah pariwisata.
5. Dikenalnya kebudayaan setempat oleh wisatawan asing.
6. Menambah wawasan masyarakat mengenai kebudayaan asing untuk
meningkatkan nilai sumber daya manusia lokal.
Selain dampak positif, perkembangan pariwisata juga menimbulkan dampak
negatif bagi daerah pariwisata, sebagai berikut:
1. Dampak negatif terhadap lingkungan alam yang mencangkup gejala alam
yang ada disekitarnya (meningkatnya polusi akibat bertambahnya
kendaraan dan kepadatan peduduk, menurunnya daya dukung tanah, dan
lainnya),
2. Dampak terhadap lingkungan binaan yang mencangkup perkotaan, sarana
dan prasarana, ruang terbuka, dan unsur bentang kota (Pemanfaatan lahan
BAB III
DATA OBSERVASI
Bab ketiga akan membahas mengenai data-data yang telah didapat melalui
observasi langsung ke objek studi kasus yaitu Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta
Utara, Badung. Pembahasan pada bab ketiga ini meliputi data fisik, dan potensi wisata
yang terdapat di Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Badung.
3.1 Data Fisik
3.1.1 Lokasi Desa Tibubeneng
Desa Tibubeneng meliputi wilayah administrasi desa yang terdiri atas 13 banjar
dinas, Dengan jumlah penduduk Desa Tibubeneng per tahun 2017 berdasar monografi
desa sebanyak 10.525 jiwa, yang terdiri dari 5.299 jiwa penduduk laki-laki dan 5.226
jiwa penduduk perempuan.
Desa Tibubeneng terletak di Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Desa
Tibubeneng dengan batas-batas wilayah administrasi yaitu sebagai berikut (Desa
Tibubeneng, 2018) :
1. Bagian Utara berbatasan dengan Desa Dalung
2. Bagian Timur berbatasan dengan Kelurahan Kerobokan
3. Bagian Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
4. Bagian Barat berbatasan dengan Desa Canggu
Desa Tibubeneng memiliki luas wilayah sebesar 650 ha, terbagi menjadi 3
wilayah desa adat yaitu Desa Adat Padonan, Desa Adat Tandeg, dan Desa Adat
Berawa dan memiliki 13 wilayah banjar dinas yang melipuiti Banjar Dinas Dama,
Banjar Dinas Dawas, Banjar Dinas Tibubeneng, Banjar Dinas Kulibul Kawan, Banjar
Dinas Kulibul Kangin, Banjar Dinas Aseman Kangin, Banjar Dinas Aseman Kawan,
Banjar Dinas Tandeg, Banjar Dinas Krisnantara, Banjar Dinas Canggu Permai, Banjar
Dinas Pelambingan, Banjar Dinas Tegal Gundul, dan Banjar Dinas Berawa. Dalam
tatanan kemasyarakatan secara adat memiliki 10 banjar adat meliputi Banjar Dinas
Dama, Banjar Dinas Dawas, Banjar Dinas Tibubeneng, Banjar Dinas Kulibul Kawan,
Banjar Dinas Kulibul Kangin, Banjar Dinas Aseman Kangin, Banjar Dinas Aseman
Kawan, Banjar Dinas Tandeg, Banjar Dinas Pelambingan, dan Banjar Dinas Berawa,
dan 6 subak yaitu Subak Dawas, Subak Daksina, Subak Bantan, Subak Semat, Subak
Perancak, dan Subak Banjarsari.
Desa Tibubeneng memiliki potensi dan daya tarik wisata yaitu pantai Berawa
yang mengakibatkan perkembangan tata ruang desa yang cukup pesat, dimana
perkembangan tata ruang desa yang paling pesat terjadi di kawasan selatan desa.
Kepala Desa Tibubeneng menyebutkan jumlah kunjungan wisatawan setiap harinya
rata-rata mencapai 1.500 wisatawan. Namun pihaknya akan terus mengupayakan agar
dapat meningkatkan jumlah kunjungan tersebut sebagai upaya mewujudkan
pariwisata berkelanjutan. Adapun potensi yang dimiliki oleh Desa Tibubeneng
merupakan potensi fisik dan non fisik untuk mendukung kegiatan pariwisata.
3.2.1 Fisik
Potensi fisik merupakan potensi yang dapat dilihat secara langsung yang
terdapat di suatu destinasi.
a. Ombak Pantai
Ombak di Pantai Perancak cukup besar sehingga sering digunakan untuk
surfing bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
b. Pesisir Pantai
Pantai Perancak sering dikunjungi oleh masyarakat sekitar karena memiliki
pesisir yang lebih luas daripada pantai-pantai disekitarnya dengan butiran pasir
yang berwarna putih kecoklatan
c. Sunset
Wisatawan yang datang pada sore hari akan melihat atraksi wisata seperti
sunset yang indah dari Pantai Perancak. Bagi wisatawan yang menyukai
photography, tidak akan melewatkan saat sunset ini. Pantai ini sering digunakan
untuk hunting foto prewedding
d. Loloan atau estuaria
Estuari atau estuaria merupakan suatu zona transisi antara lingkungan sungai
dengan lingkungan laut, dan dipengaruhi baik oleh karakter sungai yang
membentuknya (misalnya banyaknya air tawar dan sedimentasi yang dibawanya),
maupun oleh karakter lautan di sisi yang lain (misalnya pasang surut, pola
gelombang, kadar garam serta arus laut. Loloan ini juga digunakan untuk prosesi
adat seperti ngaben.
e. Pura Perancak
Keberadaan pura yang memiliki nama yang sama dengan pantainya selalu
didatangi oleh umat hindu pada saat upacara-upacara adat di Desa Tibubeneng. Tak
jarang Pura Perancak juga dijadikan wisata religius bagi masyarakat Desa
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas mengenai pembahasan mengenai permasalahan
yang terjadi akibat dari perkembangan pariwisata dan upaya untuk menanggulangi
permasalahan pariwisata yang terjadi di Desa Tibubeneng.
4.1 Permasalahan Pariwisata di Desa Tibubeneng
Kegiatan pariwisata pada suatu wilayah tentu tidak akan lepas dari permasalahan
yang terjadi pada wilayah tersebut. Permasalahan tersebut berupa sarana prasarana
penunjang pariwisata itu sendiri dan permasalahan yang disebabkan oleh eksploitasi
secara berlebihan yang digunakan untuk menunjang kegiatan pariwisata.
4.1.1 Alih Fungsi Lahan
Pertumbuhan sarana akomodasi berupa penginapan seperti vila, hotel, dan
guest house memang semakin pesat seiring dengan perkembangan pariwisata yang
ada di Desa Tibubeneng. Pesatnya pertumbuhan sarana akomodasi memunculkan
fakta bahwa sebagian besar akomodasi pariwisata tersebut dibangun diatas lahan yang
dahulunya adalah lahan pertanian. Beralihnya fungsi lahan pertanian ini seperti
mengindikasikan jika pariwisata memberikan pengaruh yang besar bagi masyasarakat
dan berdampak terhadap keruangan wilayah Desa Tibubeneng yang dapat dilihat
secara tangible. Secara tangible dampak dari kegiatan pariwisata yang terjadi di Desa
Tibubeneng memberikan bukti bahwa kegiatan pariwisata saat ini hanya berorientasi
kepada kuantitas dan pembangunan setinggi-tingginya. Tercermin dari apa yang
terjadi saat ini, kegiatan pariwisata mulai meberikan dampak terhadap konvensi lahan
pertanian menjadi sarana akomodasi yang semakin pesat setiap tahunnya.
4.1.2 Pedestrian
Ketersediaan ruas pejalan kaki atau pedestrian pada wilayah Desa Tibubeneng
belum optimal dan hanya terdapat di suatu titik tertentu, keberadaannyapun banyak
dimanfaatkan oleh retail setempat, baik sebagai tempat duduk untuk mempromosikan
barang dagangan, sebagai tempat parkir kendaraan pengelola retail yang tidak
memiliki lahan parkir dan juga sebagai tempat meletakkan signage (penanda
toko/retail). Hal tersebut membuat beberapa wisatawan harus berjalan di jalan raya,
dimana seharusnya pedestrian mendapat perhatian lebih bagi pemerintah setempat
karena pedestrian merupakan salah satu sarana penunjang pariwisata terpenting
karena kebiasaan wisatawan yang lebih sering jalan kaki menuju objek wisata
tertentu.
Gambar 3.5 Tampilan Wajah Bangunan (Fasade) (kiri) dan Titik Pandang (Skyline) (kanan)
Di Kawasan Desa Tibubeneng.
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 7 Desember 2019
Gambar 3.4 Kemacetan di Simpang Jalan Raya Canggu Dengan Jalan Pantai Berawa
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 7 Desember 2019
Gambar 3.6 Pembuangan Sampah (kiri) dan Limbah (kanan) di Kawasan Pesisir Pantai
Berawa
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 7 Desember 2019
kemacetan yang sering terjadi pada kawasan Desa Tibubeneng hingga pesisir pantai
Berawa.
Gambar 3.7 Tebatasnya Ketersediaan Lahan Parkir (kiri) dan Sempadan Bangunan Komersil (kanan)
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 7 Desember 2019
4.2 Upaya untuk Mengatasi Permasalahan Pariwisata di Desa Tibubeneng
Permasalahan keruangan akibat dari perkembangan pariwisata sejatinya dapat
diatasi oleh pemerintah terkait dengan peran serta dari seluruh masyarakat, seperti
pada Desa Tibubeneng, permasalahan yang diatasi dengan optimalisasi upaya
memajukan pariwisata desa dengan pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis
masyarakat. Salah satu caranya adalah bekerja sama dengan Sekolah Tinggi
Pariwisata (STP) Nusa Dua Bali membentuk badan pengelola berupa Kelompok
Sadar Wisata (pokdarwis) sebagai wadah para pelaku kepariwisataan yang memiliki
kepedulian dan tanggung jawab serta berperan sebagai penggerak untuk menciptakan
iklim yang kondusif bagi perkembangan kepariwisataan desa.
4.2.1 Alih Fungsi Lahan
Secara administratif Desa Tibubeneng berada di wilayah Badung Tengah yang
memiliki kebijakan mempertahankan lahan pertanian. Dengan perkembangan
pariwisata di kawasan Desa Tibubeneng secara perlahan menunjukan alih fungsi
lahan di biang pertanian ke non-pertanian. Hal tersebut seharusnya mendapatkan
perhatian bagi pemerintah Desa dengan Pemerintah Dinas Cipta Karya dan Dinas
Pariwisata agar lebih meningkatkan pengawasan dan menegakkan peraturan terkait
tata guna lahan.
4.2.2 Pedestrian
Pedestrian merupakan salah satu elemen penting agar tercipta pariwisata
berkelanjutan yang berbasis masyarakat. Pedestrian yang dimaksud adalah pada
sektor infrastuktur yaitu trotoarisasi, kenyamanan dan keamanan masyarakat maupun
wisatawan akan meningkat dengan meratanya trotoar di kawasan Desa Tibubeneng
sebagai kawasan pariwisata. Untuk itu pemerintah desa telah mengupayakan agar
segera terealisasi dari pemerintah daerah Kabupaten Badung.
BAB V
PENUTUP
Bab kelima memaparkan kesimpulan dari hasil pembahasan pada Bab IV serta
saran-saran yang diusulkan oleh penulis mengenai Permasalahan Pariwisata terhadap
Keruangan Desa Tibubeneng.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa dari pembahasan yang telah dilakukan pada Bab IV dapat
ditarik beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengontrol perkembangan pariwisata agar tidak menimbulkan
permasalahan terhadap keruangan, diatasi oleh Pemerintah Desa Tibubeneng
dengan pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat. Salah
satu caranya adalah dengan membentuk badan pengelola berupa Kelompok
Sadar Wisata (pokdarwis).
2. Permasalahan alih fungsi lahan pertanian menjadi akomodasi pariwisata yang
banyak terjadi di Desa Tibubeneng seharusnya dapat diatasi oleh Pemerintah
Desa yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah pada Dinas Cipta Karya
dan Dinas Pariwisata berupa pengawasan dan penegakkan aturan terkait untuk
menjaga keseimbangan lingkungan.
3. Permasalahan pada ketersediaan pedestrian di Desa Tibubeneng sebagai
penunjang sarana pariwisata telah mendapatkan perhatian dari pemerintah
Desa, namun masih menunggu eksekusi dari Pemerintah Daerah
5.2 Saran
Saran kepada pemerintah daerah, sebaiknya lebih sering melakukan monitoring
terhadap pembaharuan data yang ada di masyarakat agar dapat memunculkan
kebijakan yang cepat dan tepat sebelum munculnya permasalahan-permasalahan yang
cukup fatal. Dan saran kepada masyarakat Desa Tibubeneng adalah memberikan
dukungan kepada program pemerintah desa maupun pemerintah daerah yang
bertujuan untuk mengurangi permasalahan dari berbagai aspek di Kawasan Desa
Tibubeneng untuk kemajuan pariwisata setempat.
Daftar Pustaka
Baliberkarya. (2018. 17 November 2018). Bersama STP, Desa Tibubeneng
Kembangkan Pariwisata Berkelanjutan Demi Kesejahteraan Masyarakat.
Retrived from :
https://baliberkarya.com/index.php/read/2018/11/17/201811170007/Bersa
ma-STP-Desa-Tibubeneng-Kembangkan-39Pariwisata-Berkelanjutan39-
Demi-Kesejahteraan-Masyarakat.html. Diakses tanggal 17 Desember
2019.
Dipayana, A., & Sunarta, I. N. (2015). Dampak Pariwisata Terhadap Alih Fungsi
Lahan Di Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung
(Studi Sosial-Budaya). Jurnal Destinasi Pariwisata, 3(2), 58-66.
Murvianti, S. D., & Arida, I. N. S. (2015). Potensi Pantai Perancak Sebagai Daya
Tarik Wisata Desa Tibubeneng Kuta Utara Badung. Jurnal Destinasi
Pariwisata, 3(2), 51-57.
Profil Desa Tibubeneng. 2019. Retrived From:
http://www.desatibubeneng.badungkab.go.id/. Diakses tanggal 17 Desember
2019.
Soemanto, R. B. (2010). Sosiologi Pariwisata.
Suwena, I Ketut dan Widyatmaja, I Gusti Ngurah. (2017). Pengetahuan Dasar Ilmu
Pariwisata. Denpasar: Pustaka Larasan Bekerja sama dengan Fakultas
Pariwisata Universitas Udayana.