Anda di halaman 1dari 24

PARIWISATA DAN PEMBANGUNAN KERUANGAN

PERMASALAHAN PARIWISATA PADA KERUANGAN DI DESA


TIBUBENENG

MAHASISWA:
I Gusti Ngurah Eddy Suryadinata (1981811031)

PROGRAM STUDI PMPDK


PROGRAM MAGISTER ARSITEKTUR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

BAB I
PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan terdiri dari sub bab Latar Belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan, dan Manfaat Penelitian. Pada latar belakang terdapat uraian mengenai hal-hal
yang menjadi isu atau topik yang mendasari pembuatan judul penelitian. Rumusan
masalah berisikan masalah dari latar belakang yang nantinya akan dibahas pada bab
selanjutnya. Tujuan merupakan uraian mengenai sesuatu yang ingin dicapai dengan
adanya pembuatan penelitian. Manfaat penelitian berisi uraian tentang temuan baru
yang dihasilkan, yaitu berupa manfaat akademik dan manfaat praktis bagi pemecahan
masalah di masyarakat
1.1 Latar Belakang
Bali merupakan salah satu destinasi wisata terpopuler di Indonesia bagi wisatawan
asing maupun wisatawan domestik. Pariwisata Bali sudah menjadi tujuan wisata
dunia yang terkenal di seluruh manca negara. Hal tersebut terbukti dengan kunjungan
wisatawan asing dan wisatawan domestik ke Bali dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Pada perkembangannya pariwisata di Bali tidak hanya terdapat di Bali
Selatan dengan objek wisata bahari, melainkan telah merata berkembang dengan
adanya wisata pertanian (agrowisata) dan wisata budaya. Dengan dioptimalkannya
ketiga aspek tersebut diharapkan akan membuat pariwisata Bali terus berkembang.
Budaya dan keunikan adat istiadat Bali serta alamnya yang asri dengan berbagai
keindahan pada masing-masing potensi yang dikelola dengan berbagai kemasan yang
akan dapat menarik minat kunjungan wisatawan. Wisata budaya yang merupakan
unggulan dari pariwisata Bali telah mendapat perhatian dari pemerintah sebagai
dukungan untuk tetap melestarikan dan memajukan keunikan dari wisata budaya
tersebut. Pemerintah Kabupaten Badung telah mengupayakan agar ketiga jenis
pariwisata Bali dapat berjalan berkesinambungan, karena sektor pariwisata
merupakan sumber pendapatan asli daerah (PAD) terbesar untuk Badung, beberapa
wilayah desa wisata ataupun kawasan pesisir di Badung mulai berbenah diri untuk
menonjolkan potensi-potensi pariwisata yang dimiliki. Khususnya pada Desa
Tibubeneng yang merupakan salah satu kawasan pariwisata di Badung dengan potensi
yang dimiliki yakni wisata bahari pada kawasan pesisir berupa pantai berawa, dan
wisata budaya yang mulai dikembangkan oleh pemerintah desa dan masyarakat Desa

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

Tibubeneng melalui event-event pementasan seni budaya yang rutin digelar bertempat
di lapangan terbuka Desa Tibubeneng.
Perkembangan pariwisata di Bali sejatinya tidak hanya tentang peningkatan
jumlah wisatawan, penambahan devisa dan peningkatan lapangan pekerjaan saja,
namun juga terdapat dampak negatif dari berkembangnya pariwisata di Bali yang
berupa eksploitasi alam secara berlebihan melalui alih fungsi lahan untuk kepentingan
pariwisata. Hal tersebut juga terjadi sebagai salah satu dampak dari pesatnya
perkembangan pariwisata di Desa Tibubeneng, banyak lahan persawahan yang kini
berubah fungsi menjadi bangunan-bangunan komersil penunjang pariwisata.
Selanjutnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan
apa saja yang terjadi sebagai dampak dari perkembangan pariwisata di Desa
Tibubeneng dan upaya yang harus dan telah dilakukan oleh pemerintah maupun
masyarakat setempat unuk menanggulangi permasalahan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang, dapat dirumuskan beberapa masalah terkait dengan
dasar penelitian ini, sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan pariwisata menjadi permasalahan terhadap keruangan
Desa Tibubeneng?
2. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat setempat
terhadap perkembangan pariwisata yang menjadi permasalahan keruangan di Desa
Tibubeneng?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi akibat dari perkembangan
pariwisata terhadap keruangan di Desa Tibubeneng.
2. Mengetahui upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat setempat
terhadap perkembangan pariwisata yang menjadi permasalahan keruangan di Desa
Tibubeneng.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat akademik
Secara akademis hasil temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dan memperkaya pengetahuan mengenai permasalahan yang diakibatkan

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

oleh perkembangan pariwisata terhadap keruangan di Desa Tibubeneng pada


khususnya, serta diharapkan bermanfaat bagi calon peneliti lain, yang tertarik
melakukan penelitian sejenis dengan topik dan permasalahan yang berbeda
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat
memberikan kontribusi sebagai bahan masukan, sumbang saran kepada pemerintah,
penentu kebijakan baik di tingkat lokal maupun nasional, sebagai sumber rujukan
utama maupun sebagai sumber alternatif dalam membuat suatu kebijakan dengan
memperhitungkan secara matang situasi dan kondisi masyarakat setempat

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan membahas mengenai kajian pustaka yang berkaitan dengan
penelitian pariwisata dan pembangunan keruangan pada suatu wilayah. Tinjauan
pustaka ini menguraikan pengertian mengenai pariwisata, teori-teori dalam
pembangunan keruangan, dan permasalahan pariwisata terhadap keruangan.
2.1 Teori Dampak
2.1.1 Definisi Dampak
Soerjono Soekanto (2006), secara etimologis dampak memiliki pengertian
pelanggaran, tubrukan, atau benturan, sedangkan pendekatan secara sosiologis dapat
diartikan sebagai penggunaan konsep dasar untuk menelaah sebuah gejala sosial
dalam artian dampak sosial merupakan sebuah efek dari fenomena sosial yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat. Soerjono Soekanto juga menambahkan dampak sosial
mempunyai dua sifat yaitu bersifat positif dan bersifat negatif, analisisnya yang sering
kita ketahui adalah manifestasi dan latency. Manifestasi mempuyai sebuah
kecenderungan harapan yang diinginkan dari suatu proses sosial yang terjadi
sedangkan latency sebagai bentuk yang tidak diharapkan, tapi secara alamiah selalu
menyertai atau muncul.
Dalam kegiatan pariwisata yang melibatkan banyak komponen didalamnya
seringkali juga menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan dimana
kegiatan pariwisata tersebut dilakukan. Menurut Faizun (2009), dampak pariwisata
adalah perubahan- perubahan yang terjadi terhadap masyarakat sebagai komponen
dalam lingkungan hidup sebelum ada kegiatan pariwisata dan setelah ada kegiatan
pariwisata. Pitana dan Gayatri (2005) dampak pariwisata terhadap masyarakat dan
daerah tujuan wisata mencakup: dampak terhadap sosial-ekonomi, dampak terhadap
sosial-budaya, dan dampak terhadap lingkungan
Sedangkan menurut Ritchie (1987), pariwisata juga menimbulkan beberapa dampak
sosial ekonomi masyarakat, diantaranya adalah:
 Ketidak tergantungan ekonomi individu.
 Perpindahan tenaga kerja.
 Perubahan dalam pekerjaan.
 Perubahan nilai lahan.

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

2.1.2 Tangible dan Intangible


Istilah tangible dan intangible dalam dunia pariwisata sudah tidak asing lagi.
tangible dan intangible biasanya dipakai dalam istilah produk pariwisata. Gooddall
(1996) mengatakan, produk pariwisata dimulai dari ketersediaan sumber yang
berwujud (tangible) hingga tak berwujud (intangible) dan secara totalitas lebih
condong kepada kategori jasa yang tak berwujud (intangible). H. Djaslim Saladin
(2003) dalam pengertian secara luas, produk adalah sekelompok sifat- sifat yang
berwujud (tangible) dan tidak berwujud (intangible) yang didalamnya sudah tercakup
warna, harga, kemasan, prestise pabrik, prestise pengecer, dan pelayanan yang
diberikan konsumen dan pengecer yang dapat diterima konsumen sebagai kepuasan
yang ditawarkan terhadap keinginan atau kebutuhan konsumen. Jadi dalam kaitannya
dengan penelitian ini yang dimaksud tangible adalah suatu bentukan yang nyata dari
dampak pariwisata dan intangible adalah suatu bentukan tidak nyata dari dampak
pariwisata.

2.2 Teori Pariwisata


2.2.1 Definisi Pariwisata
Dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar domisili untuk
melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu
aktifitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat
maju dan sebagian kecil masyarakat Negara berkembang.
Definisi pariwisata menurut Damanik dan Weber (2006:1) sebagai berikut:
Pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa, yang sangat
kompleks. Ia terkait erat dengan organisasi, hubunganhubungan kelembagaan dan
individu, kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan layanan dan sebagainya.
Sementara Marpaung (2002:13) mendefinisikan pariwisata sebagai: Pariwisata adalah
perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari
pekerjaanpekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktifitas dilakukan selama
mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan
mereka.
Jadi, pariwisata merupakan perjalanan yang dilakukan manusia ke daerah yang
bukan merupakan tempat tinggalnya dalam waktu paling tidak satu malam dengan
tujuan perjalanannya bukan untuk mencari nafkah, pendapatan atau penghidupan di
tempat tujuan. Segmentasi permintaan wisata, memiliki beragam motif, minat,

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

ekspektasi, karakteristik, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya. Setiap usaha


Pariwisata yang ada, membutuhkan berbagai sarana yang memadai untuk menunjang
kebutuhan para wisatawan, yaitu salah satunya adalah sarana akomodasi.
2.2.2 Bentuk-Bentuk Pariwisata
Menurut Muljadi (2009), Bentuk-bentuk pariwisata yang dikenal masyarakat
umum, antara lain:
1. Menurut Jumlah Orang yang Berpergian
a. Pariwisata individu/perorangan (individual tourism), yaitu bila seseorang atau
sekelompok orang dalam mengadakan perjalanan wisatanya melakukan
sendiri dan memilih daerah tujuan wisata beserta programnya serta
pelaksanaannya dilakukan sendiri.
b. Pariwisata kolektif (collective tourism), yaitu suatu usaha perjalanan wisata
yang menjual paketnya kepada siapa saja yang berminat, dengan keharusan
membayar sejumlah uang yang telah ditentukannya.
2. Menurut Motivasi Perjalanan
a. Pariwasata rekreasi (recreational tourism) adalah bentuk pariwisata untuk
beristirahat guna memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohani dan
menghilangkan kelelahan.
b. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (pleasure tourism) adalah bentuk
pariwisata yang dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat
tinggalnya untuk berlibur, untuk mencari udara segar, untuk memenuhi
kehendak ingin tahunya, untuk menikmati hiburan dan lain-lain.
c. Pariwisata budaya (cultural tourism) adalah bentuk pariwisata yang ditandai
dengan rangkaian motivasi seperti keinginan untuk belajar adat istiadat dan
cara hidup rakyat negara lain, studi-studi/riset pada penemuan-penemuan,
mengunjungi tempat-tempat peninggalan kuno/bersejarah dan lain-lain.
d. Pariwisata olahraga (sports tourism). Bentuk pariwisata ini dapat dibedakan
menjadi 2 kategori:
Pertama : Big Sports Events, yaitu peristiwa-peristiwa olahraga besar yang
menarik perhatian, baik olahragawannya sendiri maupun
penggemarnya (supporter).
Kedua : Sporting Tourism of the Practitioners, yaitu bentuk olahraga bagi
mereka yang ingin berlatih atau mempraktikkan sendiri, seperti:

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

mendaki gunung, olahraga naik kuda, berburu, memancing dan lain-


lain.
e. Pariwisata untuk urusan usaha (business tourism) adalah bentuk pariwisata
yang dilakukan oleh kaum pengusaha atau industrialis, tetapi dalam
perjalanannya hanya untuk melihat eksibisi atau pameran dan sering
mengambil dan memanfaatkan waktu untuk menikmati atraksi di negara yang
dikunjungi.
f. Pariwisata untuk tujuan konvensi (convention tourism) adalah bentuk
pariwisata yang dilakukan oleh orang-orang yang akan menghadiri pertemuan-
pertemuan ilmiah seprofesi dan politik. Tempat konferensi dituntut tersedia
fasilitas yang lengkap, modern dan canggih baik tempat penyelenggaraan,
beserta peralatannya, penginapan dan lain-lainnya yang terkait dengan
penyelenggaraan tour (kunjungan wisata).
3. Menurut Waktu Berkunjung
a. Seasional tourism adalah jenis pariwisata yang kegiatannya berlangsung pada
musim-musim tertentu. Termasuk dalam kelompok ini musim panas (summer
tourism) dan musim dingin (winter tourism).
b. Occasional tourism adalah kegiatan pariwisata yang diselenggarakan dengan
mengkaitkan kejadian atau event tertentu, seperti Galungan di Bali dan
Sekaten di Jogja.
4. Menurut Objeknya
a. Cultural tourism adalah jenis pariwisata yang disebabkan adanya daya tarik
seni dan budaya di suatu daerah/tempat, seperti peninggalan nenek moyang,
benda-benda kuno dan sebagainya.
b. Recuperational tourism yaitu orang-orang yang melakukan perjalanan wisata
bertujuan untuk menyembuhkan suatu penyakit.
c. Commercial tourism adalah perjalanan yang dikaitkan dengan perdagangan
seperti penyelenggaraan expo, fair, exhibition dan sebagainya.
d. Political tourism adalah suatu perjalanan yang dilakukan dengan tujuan meihat
dan menyaksikan peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan kegiatan
suatu negara.
5. Menurut Alat Angkutan

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

a. Land tourism adalah jenis pariwisata yang di dalam melaksanakan


kegiatannya menggunakan kendaraan darat seperti bus, kereta api, mobil
pribadi atau taksi dan kendaraan darat lainnya.
b. Sea or river tourism adalah kegiatan pariwisata yang menggunakan sarana
transportasi air seperti kapal laut, ferry dan sebagainya.
c. Air tourism adalah kegiatan pariwisata yang menggunakan sarana transportasi
udara seperti pesawat terbang, helikopter dan sebagainya.
6. Menurut Umur
a. Youth tourism atau wisata remaja adalah jenis pariwisata yang dikembangkan
bagi remaja dan pada umumnya dengan harga relatif murah dan menggunakan
sarana akomodasi youth hostel.
b. Adult tourism adalah kegiatan pariwisata yang diikuti oleh orang-orang
berusia lanjut. Pada umumnya orang-orang yang melakukan perjalanan ini
adalah mereka yang menjalani masa pensiun.
2.2.3 Jenis-jenis wisata
Menurut Ismayanti (2010) jenis wisata dibagi menjadi beberapa jenis, antara
lain:
1. Wisata Olahraga
Wisata ini memadukan kegiatan olahraga dengan kegiatan wisata. Kegiatan
dalam wisata ini dapat berupa kegiatan olahraga aktif yang mengharuskan
wisatawan melakukan gerak olah tubuh secara langsung. Kegiatan lainnya dapat
berupa kegiatan olahraga pasif. Dimana wisatawan tidak melakukan gerak olah
tubuh, melainkan hanya menjadi penikmat dan pecinta olahraga saja.
2. Wisata Kuliner
Motivasi dalam jenis wisata ini tidak semata-mata hanya untuk mengenyangkan
dan memanjakan perut dengan aneka ragam masakan khas dari daerah tujuan wisata,
melainkan pengalaman yang menarik juga menjadi motivasinya. Pengalaman makan
dan memasak dari aneka ragam makanan khas tiap daerah membuat pengalaman
yang didapat menjadi lebih istimewa.
3. Wisata Religius
Wisata ini dilakukan untuk kegiatan yang bersifat religi, keagamaan, dan
ketuhanan.
4. Wisata Agro

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

Wisata ini memanfaatkan usaha agro sebagai objek wisata dengan tujuan untuk
memperluas pengetahuan, pengalaman, dan rekreasi. Dimana usaha agro yang biasa
dimanfaatkan bisa berupa usaha di bidang pertanian, peternakan, perkebunan,
perhutanan, maupun perikanan.
5. Wisata Gua
Wisata gua merupakan kegiatan melakukan eksplorasi ke dalam gua dan
menikmati pemandangan yang ada di dalam gua.
6. Wisata Belanja
Wisata ini menjadikan belanja sebagai daya tarik utamanya.
7. Wisata Ekologi
Jenis wisata ini merupakan bentuk wisata yang menarik wisatawan untuk peduli
kepada ekologi alam dan sosial.
2.2.4 Dampak Perkembangan Pariwisata
Perkembangan pariwisata yang sangat pesat dan terkonsentrasi menimbulkan
berbagai dampak bagi daerah yang menjadi tujuan pariwisata. Berikut
merupakan dampak positif dari perkembangan pariwisata:
1. Memperluas lapangan pekerjaan.
2. Memberikan pendapat tambahan bagi masyarakat yang turut serta
memberikan pelayanan kepada para wisatawan.
3. Meningkatkan pendapatan daerah melalui pajak penghasilan dan pajak
perusahaan atau uang asing yang dibelajakan oleh wisatawan.
4. Mendorong pembangunan di daerah berupa perbaikan sarana dan prasarana
di daerah pariwisata.
5. Dikenalnya kebudayaan setempat oleh wisatawan asing.
6. Menambah wawasan masyarakat mengenai kebudayaan asing untuk
meningkatkan nilai sumber daya manusia lokal.
Selain dampak positif, perkembangan pariwisata juga menimbulkan dampak
negatif bagi daerah pariwisata, sebagai berikut:
1. Dampak negatif terhadap lingkungan alam yang mencangkup gejala alam
yang ada disekitarnya (meningkatnya polusi akibat bertambahnya
kendaraan dan kepadatan peduduk, menurunnya daya dukung tanah, dan
lainnya),
2. Dampak terhadap lingkungan binaan yang mencangkup perkotaan, sarana
dan prasarana, ruang terbuka, dan unsur bentang kota (Pemanfaatan lahan

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

yang tidak benar, perubahan fungsi bangunan, perubahan gaya arsitektur,


pembangunan perkotaan yang tidak terkendali, dan lainnya),
3. Dampak terhadap lingkungan budaya yang mencangkup nilai-nilai,
kepercayaan, perilaku, kebiasaan, moral, seni, hokum, dan sejarah
masyarakat.

BAB III
DATA OBSERVASI
Bab ketiga akan membahas mengenai data-data yang telah didapat melalui
observasi langsung ke objek studi kasus yaitu Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta
Utara, Badung. Pembahasan pada bab ketiga ini meliputi data fisik, dan potensi wisata
yang terdapat di Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Badung.
3.1 Data Fisik
3.1.1 Lokasi Desa Tibubeneng
Desa Tibubeneng meliputi wilayah administrasi desa yang terdiri atas 13 banjar
dinas, Dengan jumlah penduduk Desa Tibubeneng per tahun 2017 berdasar monografi
desa sebanyak 10.525 jiwa, yang terdiri dari 5.299 jiwa penduduk laki-laki dan 5.226
jiwa penduduk perempuan.
Desa Tibubeneng terletak di Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Desa
Tibubeneng dengan batas-batas wilayah administrasi yaitu sebagai berikut (Desa
Tibubeneng, 2018) :
1. Bagian Utara berbatasan dengan Desa Dalung
2. Bagian Timur berbatasan dengan Kelurahan Kerobokan
3. Bagian Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
4. Bagian Barat berbatasan dengan Desa Canggu
Desa Tibubeneng memiliki luas wilayah sebesar 650 ha, terbagi menjadi 3
wilayah desa adat yaitu Desa Adat Padonan, Desa Adat Tandeg, dan Desa Adat
Berawa dan memiliki 13 wilayah banjar dinas yang melipuiti Banjar Dinas Dama,
Banjar Dinas Dawas, Banjar Dinas Tibubeneng, Banjar Dinas Kulibul Kawan, Banjar
Dinas Kulibul Kangin, Banjar Dinas Aseman Kangin, Banjar Dinas Aseman Kawan,
Banjar Dinas Tandeg, Banjar Dinas Krisnantara, Banjar Dinas Canggu Permai, Banjar
Dinas Pelambingan, Banjar Dinas Tegal Gundul, dan Banjar Dinas Berawa. Dalam

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

tatanan kemasyarakatan secara adat memiliki 10 banjar adat meliputi Banjar Dinas
Dama, Banjar Dinas Dawas, Banjar Dinas Tibubeneng, Banjar Dinas Kulibul Kawan,
Banjar Dinas Kulibul Kangin, Banjar Dinas Aseman Kangin, Banjar Dinas Aseman
Kawan, Banjar Dinas Tandeg, Banjar Dinas Pelambingan, dan Banjar Dinas Berawa,
dan 6 subak yaitu Subak Dawas, Subak Daksina, Subak Bantan, Subak Semat, Subak
Perancak, dan Subak Banjarsari.

Peta Pulau Bali

Peta Kabupaten Badung Peta Desa Tibubeneng

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian

Sumber: Desa Tibubeneng, 2019

3.2 Potensi Pariwisata Desa Tibubeneng

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

Desa Tibubeneng memiliki potensi dan daya tarik wisata yaitu pantai Berawa
yang mengakibatkan perkembangan tata ruang desa yang cukup pesat, dimana
perkembangan tata ruang desa yang paling pesat terjadi di kawasan selatan desa.
Kepala Desa Tibubeneng menyebutkan jumlah kunjungan wisatawan setiap harinya
rata-rata mencapai 1.500 wisatawan. Namun pihaknya akan terus mengupayakan agar
dapat meningkatkan jumlah kunjungan tersebut sebagai upaya mewujudkan
pariwisata berkelanjutan. Adapun potensi yang dimiliki oleh Desa Tibubeneng
merupakan potensi fisik dan non fisik untuk mendukung kegiatan pariwisata.
3.2.1 Fisik
Potensi fisik merupakan potensi yang dapat dilihat secara langsung yang
terdapat di suatu destinasi.
a. Ombak Pantai
Ombak di Pantai Perancak cukup besar sehingga sering digunakan untuk
surfing bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
b. Pesisir Pantai
Pantai Perancak sering dikunjungi oleh masyarakat sekitar karena memiliki
pesisir yang lebih luas daripada pantai-pantai disekitarnya dengan butiran pasir
yang berwarna putih kecoklatan
c. Sunset
Wisatawan yang datang pada sore hari akan melihat atraksi wisata seperti
sunset yang indah dari Pantai Perancak. Bagi wisatawan yang menyukai
photography, tidak akan melewatkan saat sunset ini. Pantai ini sering digunakan
untuk hunting foto prewedding
d. Loloan atau estuaria
Estuari atau estuaria merupakan suatu zona transisi antara lingkungan sungai
dengan lingkungan laut, dan dipengaruhi baik oleh karakter sungai yang
membentuknya (misalnya banyaknya air tawar dan sedimentasi yang dibawanya),
maupun oleh karakter lautan di sisi yang lain (misalnya pasang surut, pola
gelombang, kadar garam serta arus laut. Loloan ini juga digunakan untuk prosesi
adat seperti ngaben.
e. Pura Perancak
Keberadaan pura yang memiliki nama yang sama dengan pantainya selalu
didatangi oleh umat hindu pada saat upacara-upacara adat di Desa Tibubeneng. Tak
jarang Pura Perancak juga dijadikan wisata religius bagi masyarakat Desa

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

Tibubeneng maupun sekitarnya


3.2.2 Non Fisik
Potensi non fisik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah potensi di luar
destinasi wisata itu sendiri yang berada disekitar Pantai Perancak yang meliputi
kehidupan sosial budaya masyarakat seperti:
a. Demografi
Jumlah penduduk Desa Tibubeneng pada tahun 2018 berjumlah 10.919 jiwa yang
terdiri atas 5.470 jiwa berjenis kelamin laki – laki dan 5.449 jiwa berjenis kelamin
perempuan (Desa Tibubeneng, 2019). Berdasarkan jumlah penduduk Desa
Tibubeneng 45,25% dari jumlah penduduk menyelesaikan pendidikan hingga SMA
yaitu sebesar 4.622 jiwa, TK dan SD sebanyak 1.960 jiwa, SMP sebesar 1.429 jiwa,
Perguruan Tinggi sebanyak 1.452 jiwa dan Diploma II sebanyak 1.233 jiwa.
Sedangkan sisanya belum tamat SD dan atau tidak belum bersekolah sebesar 0,94%.
b. Kesenian
Kesenian yang dimiliki masyarakat merupakan aset penting yang memiliki nilai
tambah untuk minat wisatawan untuk datang ke suatu destinasi. Kesenian di Desa
Tibubeneng biasanya dipentaskan secara umum pada gelaran tahunan pada Pekan
Olahraga dan Seni Desa ataupun pada Berawa Beach Arts Festival (BBAF).
 Sekaa Baleganjur
Sekaa baleganjur merupakan kesenian tradisional yang terdapat di desa
Tibubeneng. Sekaa bleganjur biasanya digunakan pada saat upacara-upacara
adat.
 Sekaa Gong
Selain Sekaa Baleganjur, terdapat Sekaa Gong yang menjadi salah satu
kesenian di desa Tibubeneng. Sekaa Gong dimainkan saat event-event seperti
festival atau upacara adat.
 Sekaa Angklung
Sekaa angklung merupakan kesenian yang sudah lama ada di Bali, khususnya
di desaTibubeneng.
 Gender Wayang
Kesenian ini seperti sebuah pewayangan yang memiliki sebuah cerita di
dalamnya. Gender wayang dilaksanakan atas permintaan masyarakat
setempat.

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

 Kerajinan Tangan (perak)


Kerajinan tangan yang terdapat di Desa Tibubeneng adalah kerajinan tangan
seperti perak. Berbagai macam kerajinan yang dibuat seperti: cincin, kalung
atau gelang.

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas mengenai pembahasan mengenai permasalahan
yang terjadi akibat dari perkembangan pariwisata dan upaya untuk menanggulangi
permasalahan pariwisata yang terjadi di Desa Tibubeneng.
4.1 Permasalahan Pariwisata di Desa Tibubeneng
Kegiatan pariwisata pada suatu wilayah tentu tidak akan lepas dari permasalahan
yang terjadi pada wilayah tersebut. Permasalahan tersebut berupa sarana prasarana
penunjang pariwisata itu sendiri dan permasalahan yang disebabkan oleh eksploitasi
secara berlebihan yang digunakan untuk menunjang kegiatan pariwisata.
4.1.1 Alih Fungsi Lahan
Pertumbuhan sarana akomodasi berupa penginapan seperti vila, hotel, dan
guest house memang semakin pesat seiring dengan perkembangan pariwisata yang
ada di Desa Tibubeneng. Pesatnya pertumbuhan sarana akomodasi memunculkan
fakta bahwa sebagian besar akomodasi pariwisata tersebut dibangun diatas lahan yang
dahulunya adalah lahan pertanian. Beralihnya fungsi lahan pertanian ini seperti
mengindikasikan jika pariwisata memberikan pengaruh yang besar bagi masyasarakat
dan berdampak terhadap keruangan wilayah Desa Tibubeneng yang dapat dilihat
secara tangible. Secara tangible dampak dari kegiatan pariwisata yang terjadi di Desa
Tibubeneng memberikan bukti bahwa kegiatan pariwisata saat ini hanya berorientasi
kepada kuantitas dan pembangunan setinggi-tingginya. Tercermin dari apa yang
terjadi saat ini, kegiatan pariwisata mulai meberikan dampak terhadap konvensi lahan
pertanian menjadi sarana akomodasi yang semakin pesat setiap tahunnya.

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


Gambar 3.2 Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Villa (kiri), Alih Fungsi Lahan Pertanian
21
Menjadi Pertokoan (kanan)
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 7 Desember 2019
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

4.1.2 Pedestrian
Ketersediaan ruas pejalan kaki atau pedestrian pada wilayah Desa Tibubeneng
belum optimal dan hanya terdapat di suatu titik tertentu, keberadaannyapun banyak
dimanfaatkan oleh retail setempat, baik sebagai tempat duduk untuk mempromosikan
barang dagangan, sebagai tempat parkir kendaraan pengelola retail yang tidak
memiliki lahan parkir dan juga sebagai tempat meletakkan signage (penanda
toko/retail). Hal tersebut membuat beberapa wisatawan harus berjalan di jalan raya,
dimana seharusnya pedestrian mendapat perhatian lebih bagi pemerintah setempat
karena pedestrian merupakan salah satu sarana penunjang pariwisata terpenting
karena kebiasaan wisatawan yang lebih sering jalan kaki menuju objek wisata
tertentu.

Gambar 3.3 Belum Meratanya Ketersediaan Pedestrian (trotoar) Membuat


Wisatawan Berjalan di Bahu Jalan
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 7 Desember 2019

4.1.3 Lalu Lintas

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

Tidak dapat dihelakan jika perkembangan pariwisata akan berdampak pada


arus lalu lintas pada suatu kawasan tertentu karena bertambahnya populasi manusia,
mulai dari masyarakat setempat yang beralih profesi sebagai pemandu wisata,
kedatangan wisatawan domestik maupun manca negara, hingga banyaknya lapangan
pekerjaan yang tersedia mengakibatkan kemacetan terjadi, seperti yang terjadi di
simpang jalan raya canggu dengan jalan pantai berawa. Kemacetan tersebut sering
terjadi pada jam-jam tertentu misalkan pada sore hari saat jam pulang perkantoran dan
saat wisatawan hendak menikmati sunset di pantai.

Gambar 3.5 Tampilan Wajah Bangunan (Fasade) (kiri) dan Titik Pandang (Skyline) (kanan)
Di Kawasan Desa Tibubeneng.
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 7 Desember 2019

Gambar 3.4 Kemacetan di Simpang Jalan Raya Canggu Dengan Jalan Pantai Berawa
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 7 Desember 2019

4.1.4 Fasade & Skyline


Tampilan wajah bangunan pada kawasan Desa Tibubeneng banyak mendapat
pengaruh perubahan dari wisatawan yang datang membawa konsep arsitektur modern
sehingga membuat tampilan fasade bangunan sangat beragam, keberagaman bentuk
yang diakibatkan dari perencanaan yang kurang baik dari segi fungsi dan bentuk itu
kemudian membuat tata instalasi kabel listrik dan telepon menjadi semrawut yang
berpengaruh pada tampilan dari titik pandang (skyline) menjadi kurang indah karena
tidak menampilkan keseragaman pada ciri khas arsitektur tradisional bali.

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

Gambar 3.6 Pembuangan Sampah (kiri) dan Limbah (kanan) di Kawasan Pesisir Pantai
Berawa
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 7 Desember 2019

4.1.5 Sampah dan Limbah


Perkembangan industri pariwisata tidak akan lepas dari pembahasan mengenai
sampah dan limbah yang dihasilkan mulai dari hotel, villa, restaurant & bar dan
objek-objek wisata lainnya. Seperti contoh di kawasan pesisir pantai berawa
pembuangan limbah yang langsung lepas ke pantai mengakibatkan terjadinya abrasi
pantai sedikit demi sedikit dan tercium bau yang tidak sedap. Dikawatirkan jika
dibiarkan berlarut-larut justru akan merusak citra pariwisata Desa Tibubeneng yang
sedang berkembang khususnya pada kawasan pesisir.

4.1.6 Parkir dan Sempadan


Ketersediaan lahan parkir yang minim pada objek berupa toko retail ataupun
restaurant & bar yang tidak memiliki sempadan pada kawasan Desa Tibubeneng
merupakan salah satu permasalahan yang ditemui, berdasarkan data observasi yang
diperoleh, permasalahan parkir yang ditemui, sehingga banyak kendaraan parkir pada
area pedestrian (trotoar jalan) yang menyebabkan terganggunya pejalan kaki serta

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

kemacetan yang sering terjadi pada kawasan Desa Tibubeneng hingga pesisir pantai
Berawa.

Gambar 3.7 Tebatasnya Ketersediaan Lahan Parkir (kiri) dan Sempadan Bangunan Komersil (kanan)
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 7 Desember 2019
4.2 Upaya untuk Mengatasi Permasalahan Pariwisata di Desa Tibubeneng
Permasalahan keruangan akibat dari perkembangan pariwisata sejatinya dapat
diatasi oleh pemerintah terkait dengan peran serta dari seluruh masyarakat, seperti
pada Desa Tibubeneng, permasalahan yang diatasi dengan optimalisasi upaya
memajukan pariwisata desa dengan pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis
masyarakat. Salah satu caranya adalah bekerja sama dengan Sekolah Tinggi
Pariwisata (STP) Nusa Dua Bali membentuk badan pengelola berupa Kelompok
Sadar Wisata (pokdarwis) sebagai wadah para pelaku kepariwisataan yang memiliki
kepedulian dan tanggung jawab serta berperan sebagai penggerak untuk menciptakan
iklim yang kondusif bagi perkembangan kepariwisataan desa.
4.2.1 Alih Fungsi Lahan
Secara administratif Desa Tibubeneng berada di wilayah Badung Tengah yang
memiliki kebijakan mempertahankan lahan pertanian. Dengan perkembangan
pariwisata di kawasan Desa Tibubeneng secara perlahan menunjukan alih fungsi
lahan di biang pertanian ke non-pertanian. Hal tersebut seharusnya mendapatkan

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

perhatian bagi pemerintah Desa dengan Pemerintah Dinas Cipta Karya dan Dinas
Pariwisata agar lebih meningkatkan pengawasan dan menegakkan peraturan terkait
tata guna lahan.
4.2.2 Pedestrian
Pedestrian merupakan salah satu elemen penting agar tercipta pariwisata
berkelanjutan yang berbasis masyarakat. Pedestrian yang dimaksud adalah pada
sektor infrastuktur yaitu trotoarisasi, kenyamanan dan keamanan masyarakat maupun
wisatawan akan meningkat dengan meratanya trotoar di kawasan Desa Tibubeneng
sebagai kawasan pariwisata. Untuk itu pemerintah desa telah mengupayakan agar
segera terealisasi dari pemerintah daerah Kabupaten Badung.

4.2.3 Lalu Lintas


Pengendalian kemacetan lalu lintas yang terjadi di simpang jalan raya canggu
dengan jalan pantai berawa sebenarnya telah mendapat perhatian dari pemerintah desa
maupun Pemerintah Kabupaten Badung melalui Dishubkominfo, Area Traffic
Control System (ATCS) telah di pasang pada dua simpang utama yakni simpang
banjar anyar kerobokan dan di kawasan Canggu, pengendalian otomatis yang
terkontrol diharapkan kemudian dapat mengurai kemacetan. Selain itu dengan
mengerahkan personil dinas perhubungan yang berkoordinasi dengan kepolisisan
dirasakan akan dapat secara langsung mengurai kemacetan di lapangan.
4.2.4 Fasade dan Skyline
Permasalahan pada keberagaman bentuk fasade dan penataan jalur kabel
listrik & telepon yang membentang semrawut seharusnya mendapat perhatian dari
pemerintah desa dan pemerintah daerah. Pemerintah terkait seharusnya mampu
membatasi dan mengawasi bentuk dengan aturan-aturan yang diterapkan karena
kemudian akan dapat mempengaruhi tampilan wajah Desa Tibubeneng agar tidak
lepas dari arsitektur tradisional yang menjadi ciri khas di Bali.
4.2.5 Sampah dan Limbah
Permasalahan sampah yang dihadapi oleh Desa Tibubeneng diatasi melalui
bekerja sama dengan pihak Echo Bali selaku pengelola sampah yang bertempat di
Desa Tibubeneng. Pada pertemuan antara pemerintah Desa dengan Echo Bali
tersebut menghasilkan program bank sampah yang akan diterapkan di setiap banjar
Desa Tibubeneng. Agar pelaksanaan bank sampah dapat optimal, pemerintah desa

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

kemudian berpesan untuk memberikan pendampingan kepada setiap bank sampah


tersebut.
4.2.6 Parkir dan Sempadan
Untuk mengatasi masalah pada parkir maupun sempadan, pada Desa
Tibubeneng khusunya kawasan pesisir telah disediakannya lapangan parkir yang
terdapat di Pura Prancak dan beberapa kantong parkir lainnya yang tersebar, namun
objek tujuan wisata yang jauh dari tempat parkir tersebut dan kegiatan bermotor yang
telah membudaya di kalangan masyarakat. Berkaitan dengan kemacetan akibat parkir
dan sempadan dari toko/retail yang tidak terkontrol dan wajah Desa Tibubeneng
sebagai destinasi pariwisata, pemerintah desa harus segera mengupayakan untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut.

BAB V
PENUTUP
Bab kelima memaparkan kesimpulan dari hasil pembahasan pada Bab IV serta
saran-saran yang diusulkan oleh penulis mengenai Permasalahan Pariwisata terhadap
Keruangan Desa Tibubeneng.

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa dari pembahasan yang telah dilakukan pada Bab IV dapat
ditarik beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengontrol perkembangan pariwisata agar tidak menimbulkan
permasalahan terhadap keruangan, diatasi oleh Pemerintah Desa Tibubeneng
dengan pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat. Salah
satu caranya adalah dengan membentuk badan pengelola berupa Kelompok
Sadar Wisata (pokdarwis).
2. Permasalahan alih fungsi lahan pertanian menjadi akomodasi pariwisata yang
banyak terjadi di Desa Tibubeneng seharusnya dapat diatasi oleh Pemerintah
Desa yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah pada Dinas Cipta Karya
dan Dinas Pariwisata berupa pengawasan dan penegakkan aturan terkait untuk
menjaga keseimbangan lingkungan.
3. Permasalahan pada ketersediaan pedestrian di Desa Tibubeneng sebagai
penunjang sarana pariwisata telah mendapatkan perhatian dari pemerintah
Desa, namun masih menunggu eksekusi dari Pemerintah Daerah

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

4. Permasalahan pada kemacetan lalu lintas telah mendapat respon oleh


pemerintah desa dan Pemerintah Daerah dengan pemasangan Area Traffic
Control System (ATCS) dari Dishubkominfo dan pengerahan personil akan
dapat mengatasi kemacetan lalu lintas di lapangan.
5. Permasalahan pada keberagaman bentuk fasade & kesemrawutan pada skyline
dapat diatasi dengan membuatkan aturan mengenai bentuk yang mewakili
arsitektur tradisional bali sebagai ciri khas dan dengan penataan kembali jalur
kabel listrik dan telepon.
6. Permasalahan sampah dan limbah telah mendapatkan solusi dari pihak Echo
Bali selaku pengelola sampah di Desa Tibubeneng dengan menerapkan bank
sampah di masing-masing banjar di kawasan Desa Tibubeneng.
7. Permasalahan parkir dan sempadan sejatinya telah membuat pemerintah
terkait untuk menyediakan kantong-kantong parkir, namun karena volume
kendaraan yang begitu banyak, kantong parkir tersebut belum dapat
menampung kendaraan secara keseluruhan, kedepannya solusi yang
diharapkan hadir yaitu penambahan kantong parkir atau perubahan pola
mobilisasi masyarakat dengan berjalan kaki.

5.2 Saran
Saran kepada pemerintah daerah, sebaiknya lebih sering melakukan monitoring
terhadap pembaharuan data yang ada di masyarakat agar dapat memunculkan
kebijakan yang cepat dan tepat sebelum munculnya permasalahan-permasalahan yang
cukup fatal. Dan saran kepada masyarakat Desa Tibubeneng adalah memberikan
dukungan kepada program pemerintah desa maupun pemerintah daerah yang
bertujuan untuk mengurangi permasalahan dari berbagai aspek di Kawasan Desa
Tibubeneng untuk kemajuan pariwisata setempat.

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

Daftar Pustaka
Baliberkarya. (2018. 17 November 2018). Bersama STP, Desa Tibubeneng
Kembangkan Pariwisata Berkelanjutan Demi Kesejahteraan Masyarakat.
Retrived from :
https://baliberkarya.com/index.php/read/2018/11/17/201811170007/Bersa
ma-STP-Desa-Tibubeneng-Kembangkan-39Pariwisata-Berkelanjutan39-
Demi-Kesejahteraan-Masyarakat.html. Diakses tanggal 17 Desember
2019.
Dipayana, A., & Sunarta, I. N. (2015). Dampak Pariwisata Terhadap Alih Fungsi
Lahan Di Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung
(Studi Sosial-Budaya). Jurnal Destinasi Pariwisata, 3(2), 58-66.
Murvianti, S. D., & Arida, I. N. S. (2015). Potensi Pantai Perancak Sebagai Daya
Tarik Wisata Desa Tibubeneng Kuta Utara Badung. Jurnal Destinasi
Pariwisata, 3(2), 51-57.
Profil Desa Tibubeneng. 2019. Retrived From:
http://www.desatibubeneng.badungkab.go.id/. Diakses tanggal 17 Desember
2019.
Soemanto, R. B. (2010). Sosiologi Pariwisata.
Suwena, I Ketut dan Widyatmaja, I Gusti Ngurah. (2017). Pengetahuan Dasar Ilmu
Pariwisata. Denpasar: Pustaka Larasan Bekerja sama dengan Fakultas
Pariwisata Universitas Udayana.

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21
Permasalahan Pariwisata pada Keruangan di Desa Tibubeneng

Pariwisata dan Pembangunan Keruangan


21

Anda mungkin juga menyukai