Anda di halaman 1dari 9

39

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN


(Studi Kasus Perumusan Kebijakan Desa Wisata di Desa Ketenger,
Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas)
TOURISM DEVELOPMENT POLICY
(A Case Study of Tourism Village Policy in the Village of Ketenger, Subdistrict of
Baturraden, Banyumas Regency)

Oleh :
Muchtar Wisnu Wardoyo dan Bahtarudin
Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UNSOED
(Diterima : 28 Januari 2003, disetujui : 14 Pebruari 2003)

ABSTRAK
Penelitian ini berawal dari ketertarikan mengkaji proses perumusan
kebijakan di Desa Wisata Ketenger yang merupakan salah satu bentuk
pengembangan pariwisata di Kabupaten Banyumas. Melalui penelitian ini
dikaji bagaimana proses perumusan kebijakan Desa Wisata itu terjadi ?
Seberapa jauh keterlibatan masyarakat setempat dalam proses tersebut,
bagaimana perkembangan kebijakan tersebut selanjutnya. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan bentuk studi kasus. Pengumpulan
data dilakukan menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi dan
dokumentasi. Lokasi penelitian, di Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden,
Kabupaten Banyumas. Analisis data dilakukan menggunakan model analisis
interaktif. Untuk menetapkan keabsahan data, digunakan teknik pemeriksaan
yang didasarkan atas kriteria derajat kepercayaan, keteralihan,
ketergantungan, dan kepastian. Hasil penelitian menunjukkan proses
perumusan kebijakan Desa Wisata berlangsung secara bottoms up, artinya
gagasan maupun ide dan perencanaannya berasal dari masyarakat desa itu
sendiri, sedangkan pemerintah kabupaten sampai desa hanya memberikan
bimbingan dan pembinaan. Keterlibatan masyarakat sangat tinggi dan
penyusunan agenda berjalan secara demokratis. Sikap para pejabat
pemerintah kabupaten sampai desa sangat mendukung. Prospeknya cukup
menjanjikan, namun untuk penyerapan tenaga kerja sementara belum dapat
dilaksanakan. Desa Wisata Ketenger hendaknya mulai memikirkan untuk
mengupayakan dana yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan yang
sudah direncanakan dan membuat publikasi sebagai sarana penyebaran
informasi kepada publik, agar mereka tertarik mengunjungi dan mengetahui
keberadaan Desa Wisata Ketenger.

Kata Kunci: Proses Formulasi Kebijakan, Desa Wisata Ketenger.

ABSTRACT
This research on which this article was based triggered by the
curiosity to study the process of policy formulation in the Tourism Village of
Ketenger, one of the forms of tourism development in Banyumas Regency.
The research was aimed at finding out the process in which the policy to
create the tourism village was formulated. It was also aimed at finding out
the level of involvement of the society during the formulation process, and
further development of the policy. This research was a case study in which

Kebijakan Pengembangan Kepariwisataan ... (Muchtar W.W. & Bahtarudin)


40

analyze the data. A verification technique based on the criteria of reliability,


transferability (replicability), dependability, and exactness, was employed to
test the validity of data. The research showed that the formulation of the
Tourism Village policy took place in a bottom- up pattern; the ideas and
planning of the policy originated from the villagers, the local and village
government only provide guidance and development. The society greatly
involved in the process and the agenda scheduling took place democratically.
The local and village government officials were very supportive. The
prospect of the tourism village is high, but labor absorption capacity of the
program was low for the time being. The Ketenger Tourism Village should
take into account every effort to raise the funds needed to carry out the plan
of development activities and issue any publication to spread the information
to attract them to visit and aware of the existence of the Ketenger Tourism
Village.

PENDAHULUAN persahabatan antar bangsa melalui


Kebijakan pembangunan pembangunan sarana dan prasarana
kepariwisataan yang dijalankan kepariwisataan, pengembangan
pemerintah diarahkan pada obyek dan daya tarik wisata,
pengembangan pariwisata sebagai peningkatan pemasaran dan promosi
sektor andalan dan unggulan dalam serta keterjangkauan, pemantapan
arti luas untuk mampu menjadi pendidikan dan latihan sumberdaya
salah satu penghasil devisa, manusia, peningkatan peran serta
mendorong pertumbuhan ekonomi, masyarakat dan usaha nasional
meningkatkan pendapatan daerah, khususnya pengusaha kecil
memberdayakan perekonomian menengah, dan koperasi yang
rakyat, memperluas lapangan kerja, dilaksanakan secara terpadu, dan
dan kesempatan berusaha serta handal dengan memanfaatkan ilmu
meningkatkan kesejahteraan rakyat pengetahuan, serta suasana yang
dengan memelihara kepribadian aman dan nyaman (GBHN 1998 -
bangsa, nilai-nilai agama serta 2003).
kelestarian fungsi dan mutu Keinginan pemerintah untuk
lingkungan hidup. meningkatkan kegiatan pariwisata di
P e n g e m b a n g a n Indonesia, menurut Spilanne (1994)
kepariwisataan ditujukan untuk pada dasarnya disebabkan oleh
m e n g e m b a n g k a n d a n beberapa faktor, yaitu :
mendayagunakan berbagai potensi 1. Makin berkurangnya peranan
kepariwisataan nasional, minyak sebagai penghasil devisa.
memberikan nilai tambah ekonomi 2. Merosotnya nilai ekspor pada
atas kepemilikan aset masyarakat sektor non migas.
setempat secara adil, memperkaya 3. P r o s p e k p a r i w i s a t a y a n g
kebudayaan nasional, memupuk memperlihat-kan kecenderungan
rasa cinta tanah air dan mempererat meningkat.

Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol. III No. 1 April 2003ISSN


: 39-47
: 1411-9250
41

Sektor pariwisata sebagai telekomunikasi dan teknologi


salah satu sektor strategis informasi. World Tourism
pembangunan dalam 10 tahun Organization (1998 dalam Kompas,
terakhir ini telah mampu Juni 2000) juga memperkirakan
menunjuk-kan kinerjanya sebagai bahwa mobilitas wisatawan dunia
sektor yang makin prospektif dan akan mencapai angka 900 juta
handal dalam menopang wisatawan pada tahun 2004, dan
pembangunan perekonomian kawasan Asia Pasifik (termasuk
nasional. Karena pertumbuhan yang Indonesia) akan menjadi kawasan
sangat pesat dan didukung oleh tujuan wisata utama yang
ketersediaan sumber daya yang mengalami pertumbuhan paling
besar, sektor pariwisata mampu tinggi di antara kawasan lain di
menempati posisi sebagai dunia. Hal tersebut akan makin
penyumbang devisa terbesar ketiga memperkuat analisis bahwa
setelah migas dan tekstil dengan pariwisata akan terus berkembang
nilai sebesar 5,4 milyar dollar AS di seluruh dunia sejalan dengan
atau setara dengan Rp 18,9 trilyun peningkatan taraf hidup dan
pada kurs satu dollar AS = Rp kesejahteraan masyarakat di
3.500,- Penerimaan tersebut berbagai wilayah dunia.
memberikan sumbangan sebesar Perkembangan sektor
9,61 persen terhadap PDB nasional pariwisata akan memberikan
serta menyerap angkatan kerja pengaruh yang sangat besar
nasional 8 persen atau sebesar 6,6 terhadap perubahan pola sosial-
juta tenaga kerja (Kompas, Juni ekonomi. Sebagai contoh,
2000). Atas dasar kinerja yang baik perubahan pola sosial sebagai
ini, pemerin-tah menetapkan akibat perubahan menuju ekonomi
pariwisata sebagai sektor andalan yang berbasis ilmu pengetahuan
yang diharapkan mampu menyum- (knowledge-based economy) akan
bang devisa terbesar menggantikan menyebabkan tumbuhnya usaha
sektor migas akhir tahun 2004. untuk meningkatkan pendapatan
Tekad tersebut realistis dan masyarakat dan pendapatan daerah,
tidak berlebihan, apabila kita termasuk di dalamnya upaya
melihat perkembangan industri menciptakan lapangan kerja.
pariwisata dalam konteks global Jadi peranan pariwisata dalam
yang ada; kemajuan pesat dan pem-bangunan pada garis besarnya
prospek yang sangat menjanjikan. mencakup tiga segi komponen; segi
Berbagai analisis menyebutkan ekonomi, segi sosial (penciptaan
pariwisata akan menjadi industri lapangan kerja), dan segi
terbesar dengan pertumbuhan kebudayaan (memperkenalkan
paling pesat dalam perekonomian kebudayaan Indonesia). Ketiganya
jasa, dan akan menjadi penggerak berlaku bagi wisatawan
utama perekonomian dunia abad 21 asing/mancanegara maupun
bersama-sama dengan industri domestik/wisatawan nusantara

Kebijakan Pengembangan Kepariwisataan ... (Muchtar W.W. & Bahtarudin)


42

desa tersebut menjadi Desa sesungguhnya pejabat pemerintah


Wisata berdasarkan Keputusan tingkat kabupaten hingga desa
Bupati Banyumas Nomor dalam proses perumusan kebijakan
556/1887/2000. Keputusan itu, di tersebut, (4) Prospek
samping bertujuan untuk menarik perkembangan sektor pariwisata
wisatawan, juga menetapkan dan perannya dalam penyerapan
perlunya melestarikan keindahan tenaga kerja di Desa Ketenger.
alam dan suasana tradisional
termasuk bangunan fisik yang diatur METODE PENELITIAN
dalam peraturan desa. Potensi lain Penelitian ini menggunakan
yang dimiliki Desa Ketenger di pendekatan kualitatif, dan
samping keindahan alam pedesaan merupakan sebuah studi kasus
yang masih asli adalah; industri (Marzali, 1980). Sasaran penelitian
tumah tangga, adanya beberapa atau sumber informasi adalah warga
kelompok kerja (pokja) antara lain; masyarakat yang tinggal atau
pokja pengelola desa wisata, pokja berada di pusat lokasi Desa Wisata
nilam (minyak atsiri), pokja bambu, Ketenger yaitu di RW 3.
pokja pisang, pokja tanaman Pengumpulan data melalui
pangan, forum komunikasi PHBM observasi, dokumentasi dan
(Pengelolaan Sumber Daya Hutan wawancara mendalam (in-depth
Bersama Masyarakat). Maka perlu interview). Pemilihan sampel
suatu usaha yang serius untuk terhadap responden dilakukan
mengelolanya dan menelitinya agar secara purposive dan snow ball
potensi yang terkandung di kawasan sampling. Analisis data
tersebut dapat dimanfaatkan, baik menggunakan model yang
oleh masyarakat sekitarnya maupun dikembangkan oleh Miles dan
oleh pemerintah daerah. Huberman (1994) yang dikenal
Suhubungan dengan hal dengan model analisis interaktif
tersebut di atas, menarik untuk Penelitian ini melibatkan 78
dikaji/diteliti bagaimana proses responden terdiri dari 60 orang
perumusan kebijakan Desa Wisata yang berstatus bukan pejabat
tersebut berlangsung dan prospek pemerintah yang terdiri atas : tokoh
perkembangan kebijakan tersebut masyarakat, 15 orang (25%);
untuk selanjutnya. Tujuan dari petani, 25 orang (41,67%); dan
penelitian ini adalah ketiga Pokja (Kelompok Kerja)
mendeskripsikan : (1) Keterlibatan Pengelola Desa Wisata Ketenger,
masyarakat setempat dalam proses 20 orang (33,33%); dan 18
perumusan kebijakan Desa Wisata, responden yang berstatus pejabat
(2) Sumbangan masyarakat dapat pemerintah, yang terdiri atas
menjadi agenda dalam proses pejabat di Disparbud 6 responden
perumusan kebijakan, (3) Sikap (satu Kep. Dinas beserta 5

Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol. III No. 1 April 2003ISSN


: 39-47
: 1411-9250
43

HASIL DAN PEMBAHASAN kebijakan yang mempunyai nilai


Walaupun penelitian ini positif, karena bermanfaat untuk
mengguna-kan pendekatan masyarakat desa mereka. Mereka
kualitatif dan analisis datanya mempunyai keterlibatan yang tinggi
memakai model analisis interaktif, dalam perumusan kebijakan, 12
tetapi untuk menjelaskan dan responden (20%) rangkuman
mengkategorikan sajian datanya jawaban mereka mengatakan bahwa
digunakan analisis deskriptif yang mereka tidak dapat berpartisipasi
berupa distribusi frekuensi berikut : aktif, hanya kadang-kadang saja
mereka meluangkan waktu ikut
1. Keterlibatan Masyarakat
berpartisipasi dalam proses
Tingkat keterlibatan perumusan kebijakan. Hal tersebut
masyarakat setempat dapat dilihat adalah karena keterbatasan waktu
dalam tabel berikut : mereka karena jauhnya tempat
Tabel 1. Tingkat Keterlibatan Masyarakat
dalam Proses Perumusan kerja mereka. Delapan responden
Kebijakan (13,33%) mengatakan bahwa
mereka kurang begitu yakin atas
Persen- keberhasilan dari kebijakan itu
No.Tingkat Keterlibatan
Jumlah tase
sehingga mereka tidak pernah ikut
1. Tinggi 40 66,67 dalam proses pembuatan kebijakan
2. Sedang 12 20,00 tersebut.
3. Rendah 8 13,33 Jadi, berdasarkan hal
Total 60 100,00 tersebut, keterlibatan masyarakat
atau partisipasi publik jelas
Sumber : Data Primer Diolah. melandasi proses pembuatan suatu
Dari tabel tersebut dapat keputusan, atau dapat dikatakan
diketahui bahwa tingkat keterlibatan bahwa proses perumusan kebijakan
66,67% dari seluruh responden tersebut berjalan secara demokratis
tinggi karena rangkuman jawaban sehingga terdapat keterlibatan
dari responden sejumlah 40 yang publik yang tinggi dalam
mengatakan bahwa Desa Ketenger penyusunan agenda (Jones, 1996).
adalah salah satu desa terdekat 2. Sumbangan Masyarakat terhadap
dengan obyek wisata Baturraden Proses Perumusan Kebijakan
dan merupakan desa penyangga, Seberapa jauh ide dan
dan mereka mempunyai keinginan masukan masyarakat setempat
untuk ambil bagian dalam dapat dibahas dalam proses
membangun kepariwisataan agar perumusan kebijakan dapat
masyarakat dapat ikut memperoleh digambarkan dalam Tabel 2. Dari
penghasilan dari berkembangnya tabel tersebut diketahui bahwa yang
pariwisata. Maka, masyarakat dikategorikan tinggi adalah 38 atau
sangat mendukung ditetapkannya 63,33% yang mengatakan bahwa
desa Ketenger menjadi Desa beberapa masukan maupun usulan
Wisata. Di samping itu, kebijakan dapat dijadikan agenda, walaupun
tersebut mereka nilai sebagai

Kebijakan Pengembangan Kepariwisataan ... (Muchtar W.W. & Bahtarudin)


44

dipilih yang realistis saja dan yang (dalam Jones, 1996) yang
penanganannya tidak terlalu sulit. mengatakan bahwa dalam pemilihan
Sementara yang sedang adalah 12 pokok bahasan ada tiga ciri yang
(20%) responden yang mengatakan perlu diperhatikan, yaitu pertama,
kurang menyatakan kepuasannya masalah tersebut menyangkut hajat
terhadap proses penarikan menjadi hidup orang banyak; kedua, harus
agenda pembahsan, karena hanya disertai bukti yang meyakinkan
beberapa dari usulan mereka yang bahwa masalah tersebut nyata dan
dapat diakomodasi menjadi bahan serius; ketiga, penyelesaiannya
bahasan. Sepuluh responden mudah difahami. Dengan
(16,67%) responden termasuk berpedoman ketiga hal ini, dalam
kategori rendah dengan menyatakan penyusunan pokok bahasan tidak
bahwa mereka sangat tidak puas terjadi pemihakan pada kelompok
terhadap proses pemilihan agenda, yang kuat yang dapat menimbulkan
karena tak satupun dari usulan pemilihan yang bias. Seandainya
mereka diakomodasi. Menurut ada konflik di antara kelompok,
responden yang termasuk maka penyelesaiannya dapat
berkatagori sumbangan tinggi, dilakukan melalui diskusi yang
usulan mereka tidak realisitis. rasional dan tidak terjadi usaha
Tabel 2. Tingkat Sumbangan Masyarakatmembuat keputusan yang
dalam Proses Perumusan Kebi-
dipaksakan. Masing-masing
jakan yang Dapat Menjadi kelompok sadar untuk
Agenda
meningkatkan keterlibatannya guna
bekerjasama dalam satu tim yang
Tingkat Kontribusi Persen- kompak (Gitosudarmo dan Sudita,
No. Menjadi Agenda Jumlah tase
1997).
1. Tinggi 38 63,33 3. Prospek Perkembangan
2. Sedang 12 20,00
Berdasarkan hasil penelitian
3. Rendah 10 16,67
yang dapat dikategorikan dalam
Total 60 100,00
Tabel 3, prospek perkembangan
Sumber : Data Primer Diolah. pariwisata dapat dikatakan sangat
Hal ini senada dengan apa menjanjikan, memberi harapan.
yang dikemukakan Jones (1996) Tabel 3. Prospek Perkembangan Pariwi-
bahwa dalam proses penyusunan sata terhadap Proses Perumusan
Kebijakan
pokok bahasan yang demokratis
merupakan pekerjaan yang rumit, Prospek Persen-
yaitu mengusahakan agar tidak No. Perkembangan Jumlah tase
memihak pada kelompok yang kuat
1. Sangat Menjanjikan36 60,00
dan tidak menimbulkan pemilihan
2. Cukup Menjanjikan 14 23,33
yang bias. Jadi tampaknya pokok
3. Kurang Menjanjikan10 16,67
bahasan adalah yang paling realistis
Total 60 100,00
dan mudah penanganannya. Atau
kalau kita merujuk pendapat Walker Sumber : Data Primer Diolah.

Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol. III No. 1 April 2003ISSN : 1411-9250


: 39-47
45

Berdasarkan Tabel 3 di atas akan mendapatkan balas jasa; (b)


dapat disimpulkan bahwa 60% atau dengan adanya prestasi dan orang
36 responden memberikan jawaban yang bersangkutan ada
yang dapat dikategorikan sangat kemungkinan tujuannya akan
menjanjikan kemudian, 23,33% atau tercapai dan ia akan menerima jasa.
14 menjawab cukup menjanjikan, di Demikian pula yang dikatakan
antara mereka ada yang Porter dan Lawler (dalam Anuraga
mengkhawatirkan tentang dan Sri Suyati, 1995) yang
pembiaya-annya yang masih belum mengatakan teori pengharapan
lancar dan sisanya menjawab (ekspektasi) menekankan pada
kurang menjanjikan. Hasil orientasi masa menda-tang serta
rangkuman jawaban dari 36 antisipasi individu terhadap hasil
responden memang mengatakan yang akan diterima serta adanya
bahwa mereka mempunyai kemungkinan besarnya energi yang
keyakinan besar terhadap harus dicurahkan untuk
perkembangan lebih lanjut dari melaksanakan pekerjaan akan
adanya Desa Wisata tersebut, menimbulkan suatu usaha. Usaha itu
bahkan ada beberapa kelompok dipadukan dengan kemampuan yang
yang nantinya akan bergerak dalam dimiliki serta persepsi atas tugas
beberapa kegiatan, misalnya yang di-jalankan akan
kelompok bunga-bungaan, sayur- menghasilkan prestasi yang
sayuran, makanan tradisional, merupakan syarat untuk menerima
kerajinan tangan/cinderamata, ganjar-an, yang berupa tambahan
pengelolaan penginapan (homes penghasilan.
stay) sederhana yang mempunyai Perkembangan pariwisata
ciri khas. Mengenai soal (Desa Wisata) memang tidak hanya
penyerapan tenaga kerja mereka dapat dilihat dari jawaban
memberikan jawaban bahwa responden seperti tersebut di atas,
memang untuk sementara belum tetapi ada beberapa faktor yang
bisa dilakukan karena aktivitas yang patut diperhatikan antara lain;
mereka lakukan baru saja dimulai, industri kerajinan tangan dan
namun nantinya setelah cinderamata, transportasi yang
berkembang mereka berkeyakinan lancar, dan penginapan yang
bahwa masalah penyerapan tenaga nyaman (Spillane, 1987; dan Pendit,
Tabel 4. Sikap Pejabat Pemerintah terha-
kerja akan dapat diselesaikan. 1987). dap Proses Formulasi Kebijakan
Hal ini sesuai dengan teori 4. Sikap Pejabat Pemerintah
pengharapan yang dikemukakan Sikap Pejabat
Sikap Persen-
pejabat pemerintah
oleh Victor Vroom (dalam Anoraga No. Pemerintah Jumlah tase
tingkat kabupaten sampai ke desa
dan Sri Suyati, 1995) yang dapat kita lihat kategorinya dalam
1. Sangat Mendukung 12 66,67
mengatakan bahwa orang dapat Tabel 4 berikut.
2. Mendukung 4 22,22
dimotivasi untuk berperilaku kerja
3. Kurang Mendukung 2 11,11
tertentu apabila (a) ada harapan
Total 18 100,00
bahwa apabila usaha ditingkatkan
Sumber : Data Primer Diolah.

Kebijakan Pengembangan Kepariwisataan ... (Muchtar W.W. & Bahtarudin)


46

Dua belas pejabat pemerintah diwakili oleh pejabat Disparbud,


kabupaten sampai desa (66,67%) pejabat tingkat kecamatan, dan
mengatakan bahwa pada umumnya pejabat tingkat desa yang
mereka sangat setuju dan jumlahnya 18 orang.
mendukung adanya kabijakan Desa
Wisata. Bahkan Dinas KESIMPULAN DAN SARAN
Pariwisata/Disparbud bersama
A. Kesimpulan
Dinas Perindustrian, dan Dinas
Pertanian di samping telah Secara umum, kesimpulan
memberikan bimbingan, juga pemah yang dapat diambil adalah sebagai
memberikan beberapa kali pelatihan berikut :
keterampilan antara lain tentang 1. Keterlibatan masyarakat dalam
pengelolaan bunga potong. Sikap proses perumusan kebijakan
sangat mendukung pejabat Desa Wisata dapat dikatakan
pemerintah dalam hal ini berarti tinggi dan berjalan secara
mereka membantu masyarakat demokratis, karena sejak awalnya
dalam menentukan dan memecahkan proses formulasi tersebut
persoalan mereka, kemudian berlangsung secara bottoms up.
membimbing dari awal dalam proses Artinya, gagasan atau ide
penentuan priorotas yang akan pemikiran sejak awal memang
dijadikan pokok bahasan (kegiatan). berasal dari masysrakat desa itu
Jadi pejabat pemerintah tidak sendiri, sedangkan aparat
mendominasi proses penentuan pemerintah kabupaten sampai
prioritas, tetapi hanya memberikan desa hanya memberikan bantuan
bimbingan dan pendapat mengenai bimbingan dan pembinaan.
risiko pokok bahasan yang mereka 2. Tingkat sumbangan pemikiran
pilih. Pada akhirnya, masyarakat itu masyarakat yang dapat dijadikan
sendiri nantinya yang akan agenda juga cukup tinggi. Dari
menentukan agenda mana yang beberapa masukan banyak yang
mereka pilih, yang oleh Jones dijadikan agenda yang pada
(1996) disebut encourage it akhirnya dipilih hanya yang
happen artinya mendorong hal itu realistis saja yaitu yang
terjadi. Jadi, pejabat pemerintah penanganannya mudah. Proses
lebih bersifat mendorong, bukan penyusunan agenda berjalan
membiarkan (let it happen) ataupun secara demoktratis; artinya
membuat itu terjadi (make it masyarakat itu sendiri yang
happen). menentukan pilihannya,
Seperti yang telah dijelaskan pemerintah hanya memberikan
di muka, pejabat pemerintah yang dorongan dan dukungan.
dijadikan responden terdiri atas 3. Prospek perkembangan Desa
pejabat tingkat kabupaten yang Wisata selanjutnya cukup
menjanjikan. Masyarakat desa

Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol. III No. 1 April 2003ISSN


: 39-47
: 1411-9250
47

4. Pejabat pemerintah tingkat Pustaka Jaya, Jakarta.


kabupaten sampai desa Gitosudarmo, I. dan I.N. Sudita.
mempunyai sikap yang sama, 1997. Perilaku Keorganisasian.
yaitu sangat menyetujui dan BPFE, Yogyakarta.
mendukung adanya kebijakan Hartono, H. 1974. Perkembangan
tersebut. Karena itu demi Pariwisata Kesempatan Kerja
dan Permasalahannya. Prisma,
kemajuan dan kesejahteraan
No. 2 Th. III.
semua masyarakat desa tersebut.
Jones, C.O. 1996. Pengantar
Kebijakan Publik. Editor :
B. Saran Nashir Budiman, CV Rajawali
Saran yang dapat diberikan Press, Jakarta.
adalah : Kompas, edisi Juni 2000.
1. Aparat dan masyarakat Desa Marzali, A. 1980. Metode Penelitian
Ketenger hendaknya mulai Kasus. Berita Antropologi,
memikirkan untuk mengupayakan Tahun XI, No. 37.
cara memperoleh dana yang Miles, B.M. dan A.M. Huberman.
mereka butuhkan dalam rangka 1994. Analisis Data Kualitatif.
UI Press, Jakarta.
mempercepat pembangunan Desa
Wisata, misalnya secara swadaya Pendit, N.S. 1987. Pengantar Ilmu
Pariwisata, Sebuah Pengantar
atau berusaha mencari investor. Perdana. Bina Aksara, Jakarta.
2. Perlu adanya publikasi, walaupun
Spilanne, J.J. 1987. Ekonomi
bentuknya sederhana, yang Pariwisata Sejarah dan
maksudnya memberikan Prospeknya. Kanisius,
informasi kepada publik tentang Yogyakarta.
adanya Desa Wisata. Sehingga __________. 1994. Pariwisata
publik tertarik untuk melihatnya, Indonesia Siasat Ekonomi dan
atau wisatawan yang berada di Rekayasa Kebudayaan.
Kanisius, Lembaga Studi
kawasan Baturraden tertarik Realino, Yogyakarta.
untuk singgah sebentar.
TAP MPR RI No. II/1998, Tentang
GBHN Tahun 1998 - 2003.
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, P. dan S. Suyati. 1995.
Perilaku Keorganisasian.

Kebijakan Pengembangan Kepariwisataan ... (Muchtar W.W. & Bahtarudin)

Anda mungkin juga menyukai