Anda di halaman 1dari 20

MODEL PEMBANGUNAN DESA WISATA DALAM PERSPEKTIF

GOOD GOVERNANCE
(study pada desa wisata di desa Pongkar)

Deska Zulkarnain
Dosen Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial Dan Humaniora
Universitas Karimun
Email: deskaalhaqi@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif atau naturalistic


karena dilakukan pada kondisi yang alamiah dan nyata. Sugiyono (2014)
mengemukakan bahwa metode pendekatan penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada obyek yang alamiah,
dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan secara tringgulasi (gabungan ),analisa data bersifat induktif dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada hasil penelitian
yang didapat. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan dari studi Penerapan
Good Govenance dalam Pengelolaan Desa wisata di Desa Pongkar,
pemerintah belum mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance
dalam pengelolaan kepariwisataan yang ada di Desa Pongkar. Sehingga
menyebabkan belum optimalnya pengelolaan kepariwisataan yang ada di
Desa Pongkar yang disebut dengan Desa wisata Desa Pongkar. Dan
menyebabkan terjadi kesenjangan antara kebutuhan masyarakat akan
kepariwisataan dengan minimnya peran pemerintah dalam memenuhinya.
Terdapat dua faktor yang menyebabkan belum optimalnya penerapan good
govenance dalam pengelolaan Desa wisata Desa Pongkar. Penyebab pertama
ialah belum optomalnya hubungan antara ketiga komponen penting dalam
good governance yakni masyarakat, pemerintah dan swasta. Ketiga
komponen tersebut belum mampu bersinergi bersama dalam pengelolaan
kepariwisataan yang ada di Desa Pongkar. Penyebab yang kedua ialah berasal
dari dalam pemerintahan itu sendiri, karena belum menerapkan budaya
pemerintahan yang mendukung penerapan prinsip-prinsip good govenance.

Kata Kunci: Good Governsnce, Desa Wisata.

I. Pendahuluan

Masyarakat, pihak swasta dan pemerintah merupakan aktor yang


memiliki legitimasi minat terhadap pariwisata sehingga merekapun akan
memainkan peran yang saling bersinergi dalam memajukan pariwisata di

20
daerah. Peran masyarakat sangat penting dalam menjalankan pariwisata
dalam hal ini ialah pengelolaan manajemen cagar budaya sesuai dengan yang
tercantum dalam pasal 30 ayat 1 UUD 1945 tentang hak masyarakat dalam
memelihara dan melindungi nilai-nilai budayanya. Maka pelestarian budaya
leluhur akan membentuk jati diri dan martabat bangsa serta meningkatkan
rasa persatuan. Keterlibatan pemerintah daerah, dalam pengelolaan
Pariwisata termuat dalam Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 2
tahun 2012 Tentang Rencana induk pembangunan Kepariwisataan Daerah
Tahun 2012 – 2022, bahwa pada Bab II Pembangunan Kepariwisataan Daerah
Bagian Kesatu, Umum, Pasal 2, Ruang Lingkup pembangunan kepariwisataan
daerah meliputi :

a. Pembangunan destinasi pariwisata


b. Pembangunan pemasaran pariwisata
c. Pembangunan industri pariwisata
d. Pembangunan kelembagaan kepariwisataan.
Pengelolaan Warisan Budaya dan Kawasan Budaya dilakukan oleh
badan pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan/atau masyarakat hukum adat, badan dan dapat terdiri atas unsur
Pemerintah dan atau pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat.

Selain itu dari pasal tersebut, UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar
Budaya juga mewajibkan pemerintah daerah melaksankan kebijakan untuk
memajukan kebudayaan daerah. Diamanatkan juga pemerintah daerah
memberi ruang partisipasi masyarakat dalam mengelola kebudayaan daerah
dengan manajeman perlindungan, pengembangan dan pelestariancagar
budaya sebagai warisan budaya leluhur bangsa.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun nomor 01 Tahun


2008 tentang susunan organisasi tatalaksana, bahwa Dinas Pariwisata Seni
dan Budaya dipimpin oleh seorang Kepala Dinas, secara operasional dan
administrasi bertanggung jawab langsung kepada Bupati. Dalam rangka
pengintegrasian perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Karimun,
keberadaan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, disampaing sebagai salah satu
untuk mempertahankan dan melestarikan khasanah seni dan budaya daerah,
tetapi disisi lain menggali potensi budayawan daerah, bakat dan membangun

21
sarana prasarana wisata yang mampu menarik wisatawan asing untuk masuk
ke Kabupaten Karimun.

Dengan adanya program Desa wisata yang telah di canangkan


pemerintah diharapkan dapat memajukan sector kepariwisataan berbasis
wisata sejarah dan budaya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan menambah pendapatan asli daerah melalui desa wisata. Demi
terwujudnya program tersebut sangat dibutuhkan dukung oleh masyarakat,
namun masih belum berjalan secara maksimal dikarenakan belum adanya
keterlibatan keseluruhan komponen masyarkaat, pemerintah dan swasta
dalam pengelolaan kepariwisataan di Desa Pongkar Kecamatan Tebing
Kabupaten Karimun. Namun yang terjadi pada praktiknya pemerintah belum
bekerja secara maksimal. Belum maksimalnya infrastruktur yang ada di
kawasan Desa wisata Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun. Belum
adanya keterlibatan dengan pihak swasta sebagai mitra pemerintah dalam
pelaksanaan program – program pemerintah dan juga investor terutama
dalam pengelolaan kepariwisatan secara langsung yang juga menjadi bukti
belum maksimalnya usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam
pengelolaan kepariwisataan.

Dalam hal ini ialah pengelolaan desa wisata di desa Pongkar


Kecamatan tebing Kabupaten Karimun peran dari pemerintah sendiri sebagai
lembaga yang diberi wewenang dalam pengelolaan kepariwisataan di
Kabupaten Karimun yakni Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Seperti belum
tersedianya anggaran untuk Pengelolaan Desa wisata di desa Pongkar
Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun. Selain itu salah satu strategi investasi
prioritas yang direncanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Karimun seharusnya dapat menarik minat inversor baik pemerintah maupun
swasta untuk ambil bagian dalam pembangunan dan pengembangan objek
wisata yang ada di Kabupaten Karimun namun pada kenyataannya masih
sangat minim. Lemahnya respon pemerintah terhadap kepariwisataan yang
ada di Kabupaten Karimun dalam hal ini desa wisata di desa Pongkar
Kecamatan Tebing menyebabkan banyak tempat – tempat wisata serta
Benda-benda bersejarah yang belum terdaftar sebagai Benda Cagar Budaya
agar lebih mendapat perlindungan dan perawatan.

22
Masih minimnya pengelolaan kepariwisataan yang ada di desa Pongkar
Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun tersebut dapat dilihat dari usaha yang
telah dilakukan oleh Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kabupaten Karimun
yakni dengan ada pembinaan dan Aksi Sapta Pensona dan Sadar Wisata
kepada masyarakat tentang potensi dan keberadaan desa Pongkar sebagai
kawasan pariwisata yang memiliki nilai kesejarahan yang tinggi untuk
diketahui. Selain itu belum adanya peraturan Tentang Pelestarian Cagar
Budaya mengenai pemanfaatan Cagar Budaya yang sifatnya sebagai
monument mati (dead momment) yang mendukung kawasan pariwisata di
desa Pongkar dan sekitarnya sebagai daerah tujuan destinasi pariwisata
sehingga menyebabkan belum optimalnya kawasan cagar budaya di desa
tersebut.

UKM-UKM kuliner khas melayu masih banyak belum berdaya, baik


karena keterbatasan modal, rendahnya teknologi dan keterampilan, maupun
terbatasnya akses pasar serta belum adanya inisiatif pengembangan kuliner
secara terpadu dan terarah dari pemerintah. Terbukti dengan masih
sedikitnya di jumapai gerai-gerai yang menjual makanan dan olahan khas
melayu di Desa wisata Pongkar tersebut. Penanganan warisan pusaka sejarah
yang belum optimal dikarenakan minimnya peraturan mengenai perlindungan,
pengembangan dan pemanfaatan benda warisan pusaka. Serta belum
terlaksananya rencana tata ruang (master plan) dan belum optmalnya.
Lembaga adat serta belum berkembangnya UKM sebagai penggerak ekonomi
kreatif di desa Pongkar itu lah yang menyebabkan belum optimalnya Program
Desa wisata di desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun. Berbagai
permasalahan yang telah diuraikan di atas yang membuat penulis ingin
meneliti permasalahan yang terjadi dengan mengaitkan peran dari tiga aktor
penting dalam pengelolaan desa wisata yaitu Pemerintah, Masyarakat dan
pihak Swasta dengan penelitian yang berjudul “ Model Pembangunan Desa
Wisata dalam Perspektif Good Governance (study pada desa wisata di desa
Pongkar)

II. Tinjauan Pustaka


a. Pembangunan

23
Pembangunan merupakan suatu upaya untuk memenuhan
kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan
cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial
maupun lingkungan sosial (Johan Galtung : 1999). Pembangunan merupakan
suatu proses perubahan sosial berencana, karena meliputi berbagai dimensi
untuk mengusahakan kemajuan dalam kesejahteraan ekonomi, modernisasi,
pembangunan bangsa, wawasan lingkungan san bahkan peningkatan kualitas
manusia untuk memperbaiki kualitas hidupnya (Bintiro Tjokroamidjojo :
1984).
Pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi
untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap
warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling
manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004). Istilah pembangunan bisa
saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu
dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara
umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk
melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pembangunan pada hakikatnya adalah segala bentuk aktivitas manusia
(masyarakat dan pemerintah) dalam membangun diri, keluarga, masyarakat
dan lingkungan di wilayah mereka baik yang bersifat fisik, ekonomi, sosial,
budaya, politik, ketertiban, pertahanan dan keamanan, agama dan
pemerintahan yang dilakukan secara terencana dan membawa dampak positif
terhadap kemajuan.
Dengan demikian, pembangunan sesungguhnya merupakan upaya-
upaya sadar dari masyarakat dan pemerintah baik dengan menggunakan
sumberdaya yang bersumber dari desa, bantuan pemerintah maupun bantuan
organisasi-organisasi atau lembaga domestik maupun internasional untuk
menciptakan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik. Secara umum,
jenis jenis pembangunan meliputi :
a. Pembangunan fisik, yaitu pembangunan yang objek utamanya dalam aspek
fisik (sarana, prasarana dan manusia) seperti : jalan, perkantoran,
pemukiman, jembatan, bendungan, irigasi, sarana ibadah, sarana dan
prasarana pendidikan, keolahragaan, kepariwisataan dan sebagainya.
b. Pembangunan insani (sumber daya manusia) , yaitu pembangunan yang
objek utamanya aspek pengembangan dan peningkatan kemampuan, skill

24
dan memberdayakan masyarakat sebagai warga negara, seperti
pendidikan dan pelatihan, pembinaan usaha ekonomi, kesehatan, spiritual,
dan sebagainya.
b. Desa Wisata
Ada beberapa definisi mengenai desa wisata yaitu antara lain :
Menurut Wiendu Nuryanti (1993), Desa wisata adalah suatu bentuk intergrasi
antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu
struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tatacara dan tradisi
yang berlaku. (Nuryanti, 1993).
Menurut Edward Inskeep (1991), memberikan definisi desa wisata
sebagai wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam
atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang terpencil
dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat,
Pariwisata Inti Rakyat (PIR) (Hadiwijoyo, 2012) mendefinisikan desa wisata
sebagai suatu kawasan pedesaan yang mencerminkan keaslian pedesaan baik
dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, kehidupan sehari-
hari, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas,
atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi
untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan.

III. METODE PENELITIAN


a. Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam Penelitian ini akan menggunakan
metode pendekatan kualitatif atau naturalistic karena dilakukan pada kondisi
yang alamiah dan nyata. Sugiyono (2014) mengemukakan bahwa metode
pendekatan penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai
instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara tringgulasi
(gabungan ),analisa data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada hasil penelitia yang didapat.

Obyek alamiah yang dimaksud oleh sugiyono (2014) adalah obyek


yang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga kondisi pula pada
saat peneliti memasuki obyek, setelah berada di obyek dan setelah keluar
dari obyek relative tidak berubah jadi selama melakukan penelitian mengenai
Model Pembangunan Desa Wisata dalam Perspektif Good Governance peneliti

25
sama sekali tidak mengatur kondisi tempat penelitian berlangsung maupun
memanipulasi terhadap keadaan yang ada..

b. Fokus Penelitian
Berdasarkan pada tujuan penelitian diatas maka peneliti lebih
memfokuskan penelitian ini pada Model Pembangunan Desa Wisata dalam
Perspektif Good Governance (studi di desa wisata desa Pongkar). Peneliti
memfokuskanya pada Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam
proses pembangunan desa wisata di Desa Pongkar penulis menggunkaan teori
Agus Dwiyanto (2008) yang meliputi beberapa hal antara lain : Partisipasi,
Transparansi, Akuntabilitas, Efektif dan Efisisensi, Kepastian Hukum (Rule of
Law) dan Responsif (daya tangkap).

Faktor – faktor yang mempengaruhi penerapan Good Governance


dalam pembangunan desa wisata di Desa Pongkar Kecamatan Tebing
Kabupaten Karimun antara lain belum optimalnya keterlibatan seluruh aktor,
antara lain : Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun, Pihak Swasta dan
Masyarakat.

c. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber untuk memperoleh keterangan
atau informan. Subyek dalam penelitian ini adalah Pemerintah daerah
Kabupaten Karimun dalam hal ini yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Karimun, Masyarakat Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten
Karimun serta Pihak Swasta yang terlibat dalam pembangunan desa wisata di
Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun. Penentuan sumber
informan ini menggunakan Teknik Purposive Sampling. Teknik Purposive
Sampling (pengambilan sampel berdasarkan tujuan) yakni pengambilan
sampel berdasarkan kapasitas dan kapabelitas ataun yang kompeten/benar –
benar dibidangnya.

Selanjutnya pengambilan sampel menggunakan teknik Snowball


Sample (sampel bola salju), teknik ini digunakan dalam menetukan sampel
yang diawali dengan jumlah sampel yang kecil kemudian sampel tersebut
disuruh untuk mencari lagi sampel berikutnya dan seterusnya sampai jumlah
sampel tercapai. Teknik ini peneliti gunakan dalam mendapat informan
masyarakat yang ikut berpartisipasi.

26
d. Lokasi Penelitian
Penelitian tentang Model Pembangunan Desa Wisata dalam
Perspektif Good Governance (studi di desa wisata desa Pongkar) ini
dilaksanakan di Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun Provinsi
Kepulauan Riau.

e. Metode Pengumpulan Data


Menurut Sugiono (2012) dalam penelitian kualitatif instrument
utamanya adalah peneliti itu sendiri, namun setelah fokus penelitian menjadi
jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen sederhana, yang
diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang
telah ditemukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode
penelitian merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data-
data yang sesuai dengan tujuan penelitian.

f. Teknik Analisi Data


Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.

IV. Pembahsan
a. Hasil Dan Pembahasan
Salah satu cara manfaatkan potensi yang ada ialah Pariwisata.
Pariwisata merupakan salah satu sector penggerak perekonomian yang perlu
diberi perhatian lebih agar dapat berkembang dengan baik. Sejalan dinamika,
gerakan perkembangan parawisata merambah berbagai terimonial seperti,
sustainable tourism devolepment, rural tourism, ecotourism, merupakan
pendekatan pengebangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin
agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan.
Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah desa wisata
untuk pembangunan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata. Dalam
pembangunan dan pengembangan pariwisata khususnya pengembangan

27
kawasan wisata atau obyek wisata pada umumnya mengikuti alur atau siklus
kehidupan pariwisata yang lebih dikenal dengan Tourist Area Life Cycle (TLC)
sehingga posisi pariwisata yang akan dikembangkan dapat diketahui dengan
baik dan selanjutnya dapat ditentukan program pembangunan, pemasaran,
dan sasaran dari pembangunan pariwisata tersebut dapat ditentukan dengan
tepat. Potensi pariwisata berada pada tahapan identifikasi dan menunjukkan
destinasi memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi daya tarik atau
destinasi wisata karena didukung oleh keindahan alam yang masih alami,
daya tarik wisata alamiah masih sangat asli, pada sisi lainnya telah ada
kunjungan wisatawan dalam jumlah kecil dan mereka masih leluasa dapat
bertemu dan berkomunikasi serta berinteraksi dengan penduduk lokal.

b. Model Pembangunan Desa Wisata dalam Perspektif Good


Governance (study pada desa wisata Di Desa Pongkar)
Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam proses
pembangunan Desa wisata di Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten
Karimun penulis menggunkaan teori Agus Dwiyanto (2008) yang meliputi
beberapa hal sebagai berikut Partisipasi

Partisipasi sebagai salah satu dari karakter good governance, dimaknai


sebagai keterlibatan masyarakat yaitu sebuah proses dimana para
stakeholders sebagai partisipan saling mempengaruhi dan berbagi kontrol
atas inisiatif pembangunan, keputusan dan juga sumberdaya yang akan
mempengaruhi mereka. Keberhasilan pengelolaan Desa wisata Pongkar juga
tidak terlepas dari partisipasi aktif anggota masyarakatnya. Masyarakat Desa,
baik secara kesatuan sistem maupun sebagai individu, merupakan bagian
internal yang sangat penting dari sistem pengelolaan kepariwisataan
ditujukan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera di daerah yang
bersangkutan. Oleh karena itu tanggung jawab pengelolaan desa wisata tidak
saja di tangan pihak – pihak pengelola seperti Unit Pengelola Pariwisata di
Desa, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Pemerintah kota, tetapi juga di
tangan masyarakat desa itu sendiri.

Partisipasi dari masyarakat sangat dibutuhkan sebagai tolak ukur


keberhasilan dalam suatu kebijakan ataupun program kegiatan. Apabila
dikaitkan dengan Pengelolaan Desa wisata seperti yang telah dipaparkan oleh

28
salah satu koordinator Unit Pengelola Pariwisata di Desa Pongkar bahwa
masyarakat yang awalnya acuh tak acuh mulai memahami dan mulai
berperan serta ikut serta dalam pengelolaan Desa wisata. Yaitu salah satunya
masyarakat ikut berperan dalam pembentukan suatu wadah yang mengelola
Desa wisata di desa mereka. Partisipasi yang diberikan dapat berbentuk buah
pikiran, dana, tenaga, ataupun bentuk-bentuk lainnya yang bermanfaat.
Partisipasi warga negara Partisipasi warga negara dilakukan tidak hanya
tahap implementasi, tetapi menyeluruh, mulai tahap penyusunan kebijkan,
pelaksanaan, evaluasi, serta pemanfaata hasil-hasilnya. Berkaitan dengan
pengelolaan Desa wisata, maka peran serta pihak-pihak sangat relevan dan
dibutuhkan untuk berpartisipasi baik berupa sasaran pikiran, tenaga, dana
dan lain-lain dilakukan tidak hanya tahap implementasi, tetapi menyeluruh,
mulai tahap penyusunan kebijkan, pelaksanaan, evaluasi, serta pemanfaata
hasil-hasilnya. Berkaitan dengan pengelolaan Desa wisata, maka peran serta
pihak-pihak sangat relevan dan dibutuhkan untuk berpartisipasi baik berupa
sasaran pikiran, tenaga, dana dan lain-lain.

1. Transparansi
Praktek good governance juga mensyaratkan adanya transparansi
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan.
Transparansi merupakan konsep yang sangat penting dan menjadi semakin
sejalan dengan semakin kuatnya keinginan untuk mengembangkan praktek
good govenance. Pada permasalahan pengelolaan desa wisata yang
berbasiskan Wisata Budaya dan Sejarah yang sebagain besar objek wisatanya
ialah kebudayaan melayu yang ada di desa Pongkar serta benda-benda
bersejarah juga tidaklah muda untuk di ketahui oleh masyarakat secara
keseluruhan di karenakan belum adanya media yang dapat di akses dengan
mudah oleh masyarakat terutama yang berada di Kota Karimun. Penerapan
prinsip transaparansi merupakan salah satu poin penting dalam
mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Dengan melakukan wawancara
tentang penerapan prinsip transparansi pada beberapa pihak yang terkait
dalam pengelolaan Desa wisata, penerapan prinsip transparansi belum
berjalan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya sosialisasi
yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Karimun dan Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata kepada masyarakat terhadap kebijakan dan program yang

29
akan dilaksanakan, informasi melalui media juga tidak terlalu efektif karena
tidak semua masyarakat mengkonsumsi media cetak.

Dalam pengelolaan Desa wisata pemerintah belum maksimal


menerapkan prinsip transparan, belum adanya sosialisasi mengenai program
- program pemerintah yang berkaitan dengan Program Desa wisata kepada
masyarakat secara langsung dan keseluruhan juga menjadi salah satu bukti
belum optimalnya transparansi pihak pemerintah. Karena selama ini
Pemerintah Kabupaten Karimun melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
hanya mengadakan pembinanaan dan pelatihan. Dalam hal Pengelolaan Desa
wisata transparansi lebih dilakukan oleh Unit Pengelola Pariwisata selaku
pihak pengelola Desa wisata di Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten
Karimun dengan pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan karena anggaran yang didapatkan Unit Pengelola Pariwisata
untuk pengelolaan Desa wisata di Desa Pongkar berasal dari APBN melalui
Program Nasional Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri Pariwisata) dan hasil
swadaya masyarakat.

2. Akuntabilitas
Prinsip lainnya yang menjadi ciri dari pemerintahan yang baik
dan bersih adalah diterapkannya akuntabilitas. Akuntabilitas merupakan
sebuah bentuk pertanggungjawaban Pemerintah ataspengelolaan dan
pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijkan. Semua itu harus
dipertanggungjawabkan oleh pemerintah, baik keberhasilannya atau juga
kegagalannya di ukur berdasarkan tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan. Pertanggungjawaban tersebut disusun melalui media berupa
laporan pelaksanaan (akuntabilitas kinerja) secara periodic.

Prinsip akuntabilitas mengharuskan pemerintah menata seluruh


pelayanannya dengan sebaik-baiknya karena merupakan salah satu
prinsip yang harus dilaksanakan secara utuh oleh pemerintah untuk
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Mengandung arti
adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku
penanggung jawab dan peanggung gugat atas segala tindakan
kebijakan yang diterapkannya. Suatu ukuran atau standar yang
menunjukkan sebarapa besar tingkat kesesuian penyelenggaraan

30
penyusunan kebijakan publik dengan peraturan hukum dan
perundang- undangan yang berlaku untuk organisasi public yang
bersangkutan.

3. Efektif dan Efisiensi


Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk
menghasilkan suatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui
pemanfaatan sebaik-baiknya berbagai sumber yang tersedia. Efektifitas
pengelolaan Desa wisata di Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten
Karimun sangat penting untuk diketahui agar bisa mengetahui apakah
prosesnya benar-benar sesuai atau tidak. Tolak ukur yang dipakai untuk
mengetahui realisasi ini seperti waktu selama proses pengelolaan Desa
Wisata tersebut, ataupun realisasi dari Pelatihan-pelatihan mengenai Sadar
Wisata apakah telah buktikan dalam bentuk penerapan dan pengembangan
atau sebaliknya. Disamping hal ini, harus ada upaya untuk selalu
meningkatkan keefektifan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya yang
tersedia. Tidak diterapkannya prinsip keefisienan dan keefektifan akan
menyebabkan pemborosan keuangan dan sumber daya Negara.

4. Kepastian Hukum (Rule of Law)


Pemerintah telah menerapkan prinsip rule of law yakni dalam
penyelenggaraan pengelolaan Desa Wisata di Desa pongkar Kecamatan
Tebing pihaknya telah memiliki dasar hukum berupa SK Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karimun. Surat Keputusan Kepala
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tersebut yang menetapkan Desa Pongkar
Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun yakni, berlandaskan pada peraturan
perundang-undangan yang telah ada yakni Undang-Undang RI Nomor 10
Tahun 2009, tentang Kepariwisataan pada pasal 30 mengenai :
(a).wewenang Pemerintah Kabupaten Kota (b) menetapkan destinasi
pariwisata Kabupaten/Kota; (c) menetapkan daya tarik wisata
kabupaten/kota; (d) mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan
kepariwisataan di wilayahnya.

5. Responsif (daya tangkap)


Setiap institusi/lembaga lembaga publik dan prosesnya harus
diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan

31
(stakeholders). Responsifitas atau daya tangkap adalah kemampuan
organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas
kebutuhan, dan mengembangkannya kedalam berbagai program pelayanan.
Responsifitas mengukur daya tangkap organisasi terhadap harapan, keinginan
dan aspirasi, serta tuntutan warga pengguna layanan.

c. Faktor yang mempengaruhi Penerapan Good Governance dalam


Pembangunan Desa wisata di Desa pongkar Kecamatan Tebing
Kabupaten Karimun Tahun 2018
Dalam penerapan good governance terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi baik faktor yang mempengaruhi keberhasilan
penerapan good governance maupun faktor yang menyebabkan gagalnya
suatu penerapan good governance. Berdasarkan observasi dan pengumpulan
beberapa data, penulis menyimpulkan bahwa good governance atau tata
kelola pemerintah yang baik belum cukup optimal diterapkan dalam
pengelolaan pariwisata di Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten
Karimun. Berikut ini ialah penyebab belum optimalnya penerapan good
governance dalam Pengelolaan Desa wisata pariwisata di Desa Pongkar
Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun.

1. Belum Optimalnya Keterlibatan Seluruh Aktor


Dalam pengelolaan Desa wisata di Desa Pongkar Kecamatan Tebing
Kabupaten Karimun yang menjadi landasan utama ialah keterlibatan seluruh
komponen masyarakat, pemerintah dan pihak swasta. Karena setiap pihak
memiliki peranan dan fungsinya masing-masing yang sangat dibutuhkan satu
sama lain. Namun dalam pengelolaan desa wisata tersebut belum melibatkan
keseluruhan komponen yang terlibat, antara lain:

2. Pihak Swasta
Dalam penelitian ini yaitu mengenai Penerapan Good Governance
dalam pengelolaan Desa wisata, yang dia lakukan oleh ketiga peran yaitu
sektor Masyarakat dan Pemerintah Kota serta Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata serta pihak swasta dalam hal ini ialah beberapa Asosiasi. Namun
pengelolaan Desa wisata di Desa Pongkar yang dilakukan oleh ketiga aktor
tersebut belum cukup maksimal karena belum mampu melibatkan
keseluruhan komponen yang ada. Dalam pengelolaan Desa wisata Kampung

32
Bandar belum melibatkan pihak swasta secara langsung karna yang bekerja
sama dengan pihak swasta adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata itu
sendiri tidak berhubungan langsung dengan pengelolaan desa wisata.

Selain itu belum maksimalnya keterlibatan pihak swasta dalam


pengelolaan Kepariwisataan yang ada di Desa Pongkar Kecamatan Tebing
juga dikatakan oleh salah satau anggota Dewan Perwalikan Rakyat Daerah
Kabupaten Karimun, pihaknya menganggap bahwa telah mencoba
bekerjasama dengan pihak swasta namun usaha tersebut belum
membuahkan hasil yang maksimal.

3. Masyarakat
Masyarakat merupakan Komunitas lokal daerah pengembangan
pariwisata dimana mereka akan menjadi aktor kebutuhan wisatawan dan
penyelenggaraan pariwisata. Selain itu masyarakat merupakan komponen
utama dari desa/desa wisata yakni Akomodasi: sebagian dari tempat tinggal
para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep
tempat tinggal penduduk. Serta Atraksi: seluruh kehidupan keseharian
penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan
berinteraksinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti: kursus tari,
bahasa dan lain-lainnya yang spesifik. Sehingga masyarakat merupakan aktor
yang berperan sangat penting dalam menunjang pengembangan serta
kemajuan desa / Desa wisata. Begitu pula dengan Desa wisata yang ada di
Desa Pongkar Kecamatan Tebing.

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan desa wisata di Desa Pongkar


sudah cukup optimal dilihat dari hasil wawancara pada pembahasan
sebelumnya. Melalui rembuk warga, masyarakat membentuk suatu lembaga
yakni UPP (Unit Pengelola Pariwisata) lembaga yang diperuntukkan untuk
mengelola kegiatan program Desa Wisata di Desa Pongkar. Dan merupakan
organisasi masyarakat sebagai pengelola pariwisata (agen wisata, kelompok
kerja sadar wisata (pokdarwis), pemandu wisata, dan lain lain.) yang
berperan sebagai pelaku wisata dan menjadi tuan rumah yang mandiri dan
bertanggung jawab, sehingga Desa Pongkar dapat mengemuka sebagai salah
satu desa wisata yang menjadi pintu gerbang Daerah Tujuan Wisata Khusus

33
(DTWK) Pariwisata Pusaka Sejarah dan Budaya (culture and heritage
tourism).

4. Pemerintah Kabupaten Karimun


Pemerintah memiliki peran yang cukup besar dalam menetukan
keberhasilan suatu tata kelola pemerintahan yang baik ( good governance),
karena sektor pemerintah tidak hanya pihak yang membentuk serta membuat
peraturan dan program namun juga pihak yang ikut melaksanakan,
membiayai serta mengawasi setiap program ataupun peraturan yang mereka
buat sendiri. Tidak hanya mengurus urusan kepemerintahan namun juga
bagaimana cara meningkatkan partisipasi masyarakat serta pihak yang
melakukan kerja sama dengan pihak swasta. Namun dalam realisasinya peran
pemerintah masih sangat minim, hal tersebut dapat dilihat dari masih belum
adaanya usaha yang maksimal yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten
Karimun melalui SKPD Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karimun
dalam mengembangkan kepariwisataan yang ada di Desa Pongkar Kecamatan
Tebing Kabupaten Karimun masyarakat dan juga swasta namun juga terdapat
prinsip-prinsip di dalam penerapannya yang harus dipenuhi satu persatu dari
beberapa prinsip yang ada.

Dalam pembangunan Desa wisata di Desa Pongkar Kecamatan Tebing


Kabupaten karimun dapat dikatakan belum berhasil menerapkan prinsip-
prinsip dari good governance. Terdapat dua faktor yang menyebabkan belum
diterapkanya prinsip-prinsip tersebut tersebut yakni faktor internal.

1. Belum Berjalannya Budaya Pemerintahan Yang Mendukung


Penerapan Good Governance.
Dalam mekanisme sistem kerja di pemerintahan belum terdapat
budaya pemerintah yang mendukung penerapan good governance hal
tersebut dapat dilihat dari belum diterapkannya prinsip transparansi oleh
pemerintah baik dalam hal informasi keuangan dan program pemerintah
masih banyak yang belum jelas. Padahal dengan prinsip ini kondisi ideal yang
ingin dicapai adalah kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat, melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di
dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Untuk mewujudkan
good governance melalui pelaksanaan prinsip transparansi, dalam

34
pengelolaan desa wisata di Desa Pongkar seharusnya pemerintah
menyediakan informasi mengenai program-program yang telah direncanakan
beserta anggarannya dan pelaksanaannya melalui berbagai cara agar
memudahkan masyarakat mengetahui dan menambah informasi mengenai
Desa mereka.

2. Lemahnya Respon Pemerintah


Dalam good govenance terdapat beberapa kriteria yang menjadi
penentu keberhasilan dari penerapan good governance dan salah satu yang
tidak kalah pentingnya ialah respon atau daya tangkap lembaga publik atau
pemerintah dalam menerima serta mewujudkan aspirasi masyarakat. Dalam
hal pengelolaan kepariwisataan di Desa Pongkar yakni mengenai pengelolaan
Desa wisata prinsip reponsifitas belum diterapkan secara maksimal. Responsif
mengharuskan Pemerintah peka dan mengerti dengan apa yang dibutuhkan
dan di harapkan oleh masyarakat, tidak hanya mengetahui apa yang
dinginkan namun juga mewujudkan serta memenuhi apa yang menjadi
kebutuhan masyarakat, dan dalam pengelolaan Desa wisata di Desa Pongkar
yang merupakan salah satu destinasi kepariwisataan yang berbasiskan wisata
budaya dan sejarah. Dikarenakan Desa Pongkar merupakan desa yang di
tempat oleh penduduk asli melayu desa yang masih kuat mempertahankan
budaya melayu dan banyak pula sejarah kebudayaan melayu yang terdapat di
Desa Pongkar tersebut. Dengan adanya kebijakan program desa wisata
mempunyai tujuan untuk melestarikan Cagar Budaya serta peningkatkan
Kesejahteraan Penduduk Tempatan dan kesempatan kerja masyarakat
terutama masyarakat miskin agar mampu bergerak di bidang usaha
kepariwisataan. Masyarakat sangat berharap program tersebut dapat berjalan
dan dapat terwujudnya apa yang menjadi tujuan dari pembangunan Desa
wisata tersebut.

V. Kesimpulan dan Saran


a. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui wawancara dan
obeservasi yang penulis lakukan mengenai Studi Penerapan Good
Govenance dalam Pengelolaan Desa wisata di Desa Pongkar, pemerintah

35
belum mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam
pengelolaan kepariwisataan yang ada di Desa Pongkar. Sehingga
menyebabkan belum optimalnya pengelolaan kepariwisataan yang ada di
Desa Pongkar yang disebut dengan Desa wisata Desa Pongkar. Dan
menyebabkan terjadi kesenjangan antara kebutuhan masyarakat akan
kepariwisataan dengan minimnya peran pemerintah dalam memenuhinya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis menganai pengelolaan


desa wisata terdapat dua faktor yang menyebabkan belum optimalnya
penerapan good govenance dalam pengelolaan Desa wisata Desa Pongkar.
Penyebab pertama ialah belum optomalnya hubungan antara ketiga
komponen penting dalam good governance yakni masyarakat, pemerintah
dan swasta. Ketiga komponen tersebut belum mampu bersinergi bersama
dalam pengelolaan kepariwisataan yang ada di Desa Pongkar. Penyebab
yang kedua ialah berasal dari dalam pemerintahan itu sendiri, karena
belum menerapkan budaya pemerintahan yang mendukung penrapan
prinsip-prinsip good govenance. Selain itu Pemerintah Kabupaten Karimun
dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata masih lemah dalam merespon dan
atau menanggapi kebutuhan masyarakat serta isu-isu yang berkembang di
masyarakat dan saling salah menyalahkan antara pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau dengan Pemerintah Kabupaten Karimun dan antar setiap
lembaga pemerintah.

b. Saran
Peran pemerintah daerah Kabupaten Karimun dalam pemberdayan
masyarakat melalui pengembangn desa wisata khususnya di Desa
Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun perlu dioptimalkan baik
dari segi informasi pariwisata, obyek wisatanya, mobilisasi masyarakat
dan manajemen pengelolaan pariwisata.

Perlunya peningkatan dana dalam rangka promosi pariwisata, agar


dapat dilakukan secara terarah untuk pengembangan pariwisata
khususnya Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun, serta
perlunya PERDA atau Pedoman dalam rangka pengembangan
strategi/program pembangunan desa wisata khususnya Desa Pongkar
Kecamatan Tebing ,Kabupaten Karimun yang berbasis masyarakat.

36
DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Agus Dwiyanto. 2008. Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan


Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anonym, 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang


Pemerintahan Daerah.

Anonim. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990.


Tentang Kepariwisataan.Jakarta

Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi pembangunan, LP3ES,


Jakarta, 1984.

Bratakusumah, Deddy Supriady & Riyadi. 2005. Perencanaan Pembangunan


Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Cameron, Lynne.2001.Teaching Language to Young Learners, New York:


Cambridge University Press.CV. Haji Mas Agung, Jakarta.

Creswell, John W. 1998, Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing


Among Five Traditions. California: Sage Publication. Hal 65.

Gde Pratam. Maha Rsi Markadeya dan Orang Bali Aga.


http://ngarayana.web.ugm.ac.id/2010/01/maha-rsi-markandeya-dan-
orangbali-aga/

Hadiwijoyo, Suryo Sakti. 2012. Perencanaan Pariwisata Berbasis Masyarakat (


Sebuah Pendekatan Konsep ). Yogyakarta : Graha Ilmu.

Hartl, D. L. and A. G. Clark.2006. Principle of Population Genetic. Sinauer


Associates, Inc Publisher. Sunderland.

Inskeep Edward. 1991. Tourism Planning An Integrated and Sustainable


Development Approach. New York: Van Nostrand Reinhold.

Islami, T. dan W.H. Utomo, 1998. Unsur – unsur good governance. IKIP
Semarang Press, Semarang.

Jabbra, Joseph. G. dan O. P. Dwivedi. 1989. Publik Service Accountability, A


Comparative Perspective Connecticut : Kumarian Press. Inc.

Johan Galtung. 1999. Cultural Violence. New York: St. Martin’s Press.

37
Kartasasmita, Ginanjar. 1994. Manajemen Pembangunan Untuk Negara
Berkembang. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama

Kretzmann, J P., dan McKnight,J L. 1993. Building Community From The


Inside Out A Path Toward Finding and Mobilizing a Community’s
Assets.

Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT


Remaja Rosdakarya.

Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rochmin. 2004. Pembangunan Wilayah :


Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES

Nuryanti, Wiendu.1993. Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian


dari Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya.:
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Richard Sihite dalam Marpaung dan Bahar. 2000: 46-47. Pariwisata.


www.google.com diakses pada 05 agustus 2018

Sedarmayanti. 2004. Good Governance (Kepemerintahan yang baik) Dalam


Rangka Otonomi Daerah. Bandung : Mandar Maju.

Spillane, James J, Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya, Kanisius,


1987.

Sukmadinata Nana Syaodih (2007), Metode Penelitian Pendidikan, Bandung;


Remaja Rosda Karya

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Penerbit Alfabeta.

Sondang P. Siagian, 1994, Organisasi, Kepemimpinan, Perilaku Administrasi,


CV. Haji Mas Agung, Jakarta.

Parimartha, I.G., (2009). Memahami Desa Adat, Desa Dinas, dan Desa
Pakraman (Suatu Tinjuan Historis Kritis). Dalam Windia, Wayan, et all
(Tim Editor BPMU). Pemikiran Kritis Guru Besar Universitas Udayana
DAFTAR PUSTAKA 395 Bidang Sastra & Budaya. Denpasar: Udayana
University Press dan Badan Penjamin Mutu Universitas Udayana
(BPMU)

Paul H. Landis, 1948 Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, PT.


Gramedia Pustaka Utama.

38
Pendit S nyoman, 1994. Ilmu Pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana, Jakarta
PT.Pradnya Paramita

Priasukmana, Soetarso dan R. Mohamad Mulyadin. 2001. Pembangunan Desa


Wisata : Pelaksanaan Undang-undang Otonomi Daerah. Info Sosial
Ekonomi.

Wahab, Salah. 1975. Tourism Management. London : Tourism International


Press

Yoeti Oka, A.1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung. Angkasa

39

Anda mungkin juga menyukai