GOOD GOVERNANCE
(study pada desa wisata di desa Pongkar)
Deska Zulkarnain
Dosen Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial Dan Humaniora
Universitas Karimun
Email: deskaalhaqi@gmail.com
ABSTRAK
I. Pendahuluan
20
daerah. Peran masyarakat sangat penting dalam menjalankan pariwisata
dalam hal ini ialah pengelolaan manajemen cagar budaya sesuai dengan yang
tercantum dalam pasal 30 ayat 1 UUD 1945 tentang hak masyarakat dalam
memelihara dan melindungi nilai-nilai budayanya. Maka pelestarian budaya
leluhur akan membentuk jati diri dan martabat bangsa serta meningkatkan
rasa persatuan. Keterlibatan pemerintah daerah, dalam pengelolaan
Pariwisata termuat dalam Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 2
tahun 2012 Tentang Rencana induk pembangunan Kepariwisataan Daerah
Tahun 2012 – 2022, bahwa pada Bab II Pembangunan Kepariwisataan Daerah
Bagian Kesatu, Umum, Pasal 2, Ruang Lingkup pembangunan kepariwisataan
daerah meliputi :
Selain itu dari pasal tersebut, UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar
Budaya juga mewajibkan pemerintah daerah melaksankan kebijakan untuk
memajukan kebudayaan daerah. Diamanatkan juga pemerintah daerah
memberi ruang partisipasi masyarakat dalam mengelola kebudayaan daerah
dengan manajeman perlindungan, pengembangan dan pelestariancagar
budaya sebagai warisan budaya leluhur bangsa.
21
sarana prasarana wisata yang mampu menarik wisatawan asing untuk masuk
ke Kabupaten Karimun.
22
Masih minimnya pengelolaan kepariwisataan yang ada di desa Pongkar
Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun tersebut dapat dilihat dari usaha yang
telah dilakukan oleh Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kabupaten Karimun
yakni dengan ada pembinaan dan Aksi Sapta Pensona dan Sadar Wisata
kepada masyarakat tentang potensi dan keberadaan desa Pongkar sebagai
kawasan pariwisata yang memiliki nilai kesejarahan yang tinggi untuk
diketahui. Selain itu belum adanya peraturan Tentang Pelestarian Cagar
Budaya mengenai pemanfaatan Cagar Budaya yang sifatnya sebagai
monument mati (dead momment) yang mendukung kawasan pariwisata di
desa Pongkar dan sekitarnya sebagai daerah tujuan destinasi pariwisata
sehingga menyebabkan belum optimalnya kawasan cagar budaya di desa
tersebut.
23
Pembangunan merupakan suatu upaya untuk memenuhan
kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan
cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial
maupun lingkungan sosial (Johan Galtung : 1999). Pembangunan merupakan
suatu proses perubahan sosial berencana, karena meliputi berbagai dimensi
untuk mengusahakan kemajuan dalam kesejahteraan ekonomi, modernisasi,
pembangunan bangsa, wawasan lingkungan san bahkan peningkatan kualitas
manusia untuk memperbaiki kualitas hidupnya (Bintiro Tjokroamidjojo :
1984).
Pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi
untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap
warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling
manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004). Istilah pembangunan bisa
saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu
dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara
umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk
melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Pembangunan pada hakikatnya adalah segala bentuk aktivitas manusia
(masyarakat dan pemerintah) dalam membangun diri, keluarga, masyarakat
dan lingkungan di wilayah mereka baik yang bersifat fisik, ekonomi, sosial,
budaya, politik, ketertiban, pertahanan dan keamanan, agama dan
pemerintahan yang dilakukan secara terencana dan membawa dampak positif
terhadap kemajuan.
Dengan demikian, pembangunan sesungguhnya merupakan upaya-
upaya sadar dari masyarakat dan pemerintah baik dengan menggunakan
sumberdaya yang bersumber dari desa, bantuan pemerintah maupun bantuan
organisasi-organisasi atau lembaga domestik maupun internasional untuk
menciptakan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik. Secara umum,
jenis jenis pembangunan meliputi :
a. Pembangunan fisik, yaitu pembangunan yang objek utamanya dalam aspek
fisik (sarana, prasarana dan manusia) seperti : jalan, perkantoran,
pemukiman, jembatan, bendungan, irigasi, sarana ibadah, sarana dan
prasarana pendidikan, keolahragaan, kepariwisataan dan sebagainya.
b. Pembangunan insani (sumber daya manusia) , yaitu pembangunan yang
objek utamanya aspek pengembangan dan peningkatan kemampuan, skill
24
dan memberdayakan masyarakat sebagai warga negara, seperti
pendidikan dan pelatihan, pembinaan usaha ekonomi, kesehatan, spiritual,
dan sebagainya.
b. Desa Wisata
Ada beberapa definisi mengenai desa wisata yaitu antara lain :
Menurut Wiendu Nuryanti (1993), Desa wisata adalah suatu bentuk intergrasi
antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu
struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tatacara dan tradisi
yang berlaku. (Nuryanti, 1993).
Menurut Edward Inskeep (1991), memberikan definisi desa wisata
sebagai wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam
atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang terpencil
dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat,
Pariwisata Inti Rakyat (PIR) (Hadiwijoyo, 2012) mendefinisikan desa wisata
sebagai suatu kawasan pedesaan yang mencerminkan keaslian pedesaan baik
dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, kehidupan sehari-
hari, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas,
atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi
untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan.
25
sama sekali tidak mengatur kondisi tempat penelitian berlangsung maupun
memanipulasi terhadap keadaan yang ada..
b. Fokus Penelitian
Berdasarkan pada tujuan penelitian diatas maka peneliti lebih
memfokuskan penelitian ini pada Model Pembangunan Desa Wisata dalam
Perspektif Good Governance (studi di desa wisata desa Pongkar). Peneliti
memfokuskanya pada Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam
proses pembangunan desa wisata di Desa Pongkar penulis menggunkaan teori
Agus Dwiyanto (2008) yang meliputi beberapa hal antara lain : Partisipasi,
Transparansi, Akuntabilitas, Efektif dan Efisisensi, Kepastian Hukum (Rule of
Law) dan Responsif (daya tangkap).
c. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber untuk memperoleh keterangan
atau informan. Subyek dalam penelitian ini adalah Pemerintah daerah
Kabupaten Karimun dalam hal ini yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Karimun, Masyarakat Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten
Karimun serta Pihak Swasta yang terlibat dalam pembangunan desa wisata di
Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun. Penentuan sumber
informan ini menggunakan Teknik Purposive Sampling. Teknik Purposive
Sampling (pengambilan sampel berdasarkan tujuan) yakni pengambilan
sampel berdasarkan kapasitas dan kapabelitas ataun yang kompeten/benar –
benar dibidangnya.
26
d. Lokasi Penelitian
Penelitian tentang Model Pembangunan Desa Wisata dalam
Perspektif Good Governance (studi di desa wisata desa Pongkar) ini
dilaksanakan di Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun Provinsi
Kepulauan Riau.
IV. Pembahsan
a. Hasil Dan Pembahasan
Salah satu cara manfaatkan potensi yang ada ialah Pariwisata.
Pariwisata merupakan salah satu sector penggerak perekonomian yang perlu
diberi perhatian lebih agar dapat berkembang dengan baik. Sejalan dinamika,
gerakan perkembangan parawisata merambah berbagai terimonial seperti,
sustainable tourism devolepment, rural tourism, ecotourism, merupakan
pendekatan pengebangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin
agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan.
Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah desa wisata
untuk pembangunan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata. Dalam
pembangunan dan pengembangan pariwisata khususnya pengembangan
27
kawasan wisata atau obyek wisata pada umumnya mengikuti alur atau siklus
kehidupan pariwisata yang lebih dikenal dengan Tourist Area Life Cycle (TLC)
sehingga posisi pariwisata yang akan dikembangkan dapat diketahui dengan
baik dan selanjutnya dapat ditentukan program pembangunan, pemasaran,
dan sasaran dari pembangunan pariwisata tersebut dapat ditentukan dengan
tepat. Potensi pariwisata berada pada tahapan identifikasi dan menunjukkan
destinasi memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi daya tarik atau
destinasi wisata karena didukung oleh keindahan alam yang masih alami,
daya tarik wisata alamiah masih sangat asli, pada sisi lainnya telah ada
kunjungan wisatawan dalam jumlah kecil dan mereka masih leluasa dapat
bertemu dan berkomunikasi serta berinteraksi dengan penduduk lokal.
28
salah satu koordinator Unit Pengelola Pariwisata di Desa Pongkar bahwa
masyarakat yang awalnya acuh tak acuh mulai memahami dan mulai
berperan serta ikut serta dalam pengelolaan Desa wisata. Yaitu salah satunya
masyarakat ikut berperan dalam pembentukan suatu wadah yang mengelola
Desa wisata di desa mereka. Partisipasi yang diberikan dapat berbentuk buah
pikiran, dana, tenaga, ataupun bentuk-bentuk lainnya yang bermanfaat.
Partisipasi warga negara Partisipasi warga negara dilakukan tidak hanya
tahap implementasi, tetapi menyeluruh, mulai tahap penyusunan kebijkan,
pelaksanaan, evaluasi, serta pemanfaata hasil-hasilnya. Berkaitan dengan
pengelolaan Desa wisata, maka peran serta pihak-pihak sangat relevan dan
dibutuhkan untuk berpartisipasi baik berupa sasaran pikiran, tenaga, dana
dan lain-lain dilakukan tidak hanya tahap implementasi, tetapi menyeluruh,
mulai tahap penyusunan kebijkan, pelaksanaan, evaluasi, serta pemanfaata
hasil-hasilnya. Berkaitan dengan pengelolaan Desa wisata, maka peran serta
pihak-pihak sangat relevan dan dibutuhkan untuk berpartisipasi baik berupa
sasaran pikiran, tenaga, dana dan lain-lain.
1. Transparansi
Praktek good governance juga mensyaratkan adanya transparansi
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan.
Transparansi merupakan konsep yang sangat penting dan menjadi semakin
sejalan dengan semakin kuatnya keinginan untuk mengembangkan praktek
good govenance. Pada permasalahan pengelolaan desa wisata yang
berbasiskan Wisata Budaya dan Sejarah yang sebagain besar objek wisatanya
ialah kebudayaan melayu yang ada di desa Pongkar serta benda-benda
bersejarah juga tidaklah muda untuk di ketahui oleh masyarakat secara
keseluruhan di karenakan belum adanya media yang dapat di akses dengan
mudah oleh masyarakat terutama yang berada di Kota Karimun. Penerapan
prinsip transaparansi merupakan salah satu poin penting dalam
mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Dengan melakukan wawancara
tentang penerapan prinsip transparansi pada beberapa pihak yang terkait
dalam pengelolaan Desa wisata, penerapan prinsip transparansi belum
berjalan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya sosialisasi
yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Karimun dan Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata kepada masyarakat terhadap kebijakan dan program yang
29
akan dilaksanakan, informasi melalui media juga tidak terlalu efektif karena
tidak semua masyarakat mengkonsumsi media cetak.
2. Akuntabilitas
Prinsip lainnya yang menjadi ciri dari pemerintahan yang baik
dan bersih adalah diterapkannya akuntabilitas. Akuntabilitas merupakan
sebuah bentuk pertanggungjawaban Pemerintah ataspengelolaan dan
pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijkan. Semua itu harus
dipertanggungjawabkan oleh pemerintah, baik keberhasilannya atau juga
kegagalannya di ukur berdasarkan tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan. Pertanggungjawaban tersebut disusun melalui media berupa
laporan pelaksanaan (akuntabilitas kinerja) secara periodic.
30
penyusunan kebijakan publik dengan peraturan hukum dan
perundang- undangan yang berlaku untuk organisasi public yang
bersangkutan.
31
(stakeholders). Responsifitas atau daya tangkap adalah kemampuan
organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas
kebutuhan, dan mengembangkannya kedalam berbagai program pelayanan.
Responsifitas mengukur daya tangkap organisasi terhadap harapan, keinginan
dan aspirasi, serta tuntutan warga pengguna layanan.
2. Pihak Swasta
Dalam penelitian ini yaitu mengenai Penerapan Good Governance
dalam pengelolaan Desa wisata, yang dia lakukan oleh ketiga peran yaitu
sektor Masyarakat dan Pemerintah Kota serta Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata serta pihak swasta dalam hal ini ialah beberapa Asosiasi. Namun
pengelolaan Desa wisata di Desa Pongkar yang dilakukan oleh ketiga aktor
tersebut belum cukup maksimal karena belum mampu melibatkan
keseluruhan komponen yang ada. Dalam pengelolaan Desa wisata Kampung
32
Bandar belum melibatkan pihak swasta secara langsung karna yang bekerja
sama dengan pihak swasta adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata itu
sendiri tidak berhubungan langsung dengan pengelolaan desa wisata.
3. Masyarakat
Masyarakat merupakan Komunitas lokal daerah pengembangan
pariwisata dimana mereka akan menjadi aktor kebutuhan wisatawan dan
penyelenggaraan pariwisata. Selain itu masyarakat merupakan komponen
utama dari desa/desa wisata yakni Akomodasi: sebagian dari tempat tinggal
para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep
tempat tinggal penduduk. Serta Atraksi: seluruh kehidupan keseharian
penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan
berinteraksinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti: kursus tari,
bahasa dan lain-lainnya yang spesifik. Sehingga masyarakat merupakan aktor
yang berperan sangat penting dalam menunjang pengembangan serta
kemajuan desa / Desa wisata. Begitu pula dengan Desa wisata yang ada di
Desa Pongkar Kecamatan Tebing.
33
(DTWK) Pariwisata Pusaka Sejarah dan Budaya (culture and heritage
tourism).
34
pengelolaan desa wisata di Desa Pongkar seharusnya pemerintah
menyediakan informasi mengenai program-program yang telah direncanakan
beserta anggarannya dan pelaksanaannya melalui berbagai cara agar
memudahkan masyarakat mengetahui dan menambah informasi mengenai
Desa mereka.
35
belum mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam
pengelolaan kepariwisataan yang ada di Desa Pongkar. Sehingga
menyebabkan belum optimalnya pengelolaan kepariwisataan yang ada di
Desa Pongkar yang disebut dengan Desa wisata Desa Pongkar. Dan
menyebabkan terjadi kesenjangan antara kebutuhan masyarakat akan
kepariwisataan dengan minimnya peran pemerintah dalam memenuhinya.
b. Saran
Peran pemerintah daerah Kabupaten Karimun dalam pemberdayan
masyarakat melalui pengembangn desa wisata khususnya di Desa
Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun perlu dioptimalkan baik
dari segi informasi pariwisata, obyek wisatanya, mobilisasi masyarakat
dan manajemen pengelolaan pariwisata.
36
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Islami, T. dan W.H. Utomo, 1998. Unsur – unsur good governance. IKIP
Semarang Press, Semarang.
Johan Galtung. 1999. Cultural Violence. New York: St. Martin’s Press.
37
Kartasasmita, Ginanjar. 1994. Manajemen Pembangunan Untuk Negara
Berkembang. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama
Parimartha, I.G., (2009). Memahami Desa Adat, Desa Dinas, dan Desa
Pakraman (Suatu Tinjuan Historis Kritis). Dalam Windia, Wayan, et all
(Tim Editor BPMU). Pemikiran Kritis Guru Besar Universitas Udayana
DAFTAR PUSTAKA 395 Bidang Sastra & Budaya. Denpasar: Udayana
University Press dan Badan Penjamin Mutu Universitas Udayana
(BPMU)
38
Pendit S nyoman, 1994. Ilmu Pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana, Jakarta
PT.Pradnya Paramita
39