Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL SKRIPSI

POLA KEMITRAAN PEMERINTAH DESA DENGAN MASYARAKAT


DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT SADAR WISATA DI DESA
REMPEK KECAMATAN GANGGA KABUPATEN LOMBOK UTARA

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana (S1)

DI SUSUN OLEH :

BAIQ RINTA FARADILA

NIM : 2019B1D016

PROGRAM SARJANA ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pariwisata di Indonesia memiliki banyak sekali kekayaan hayati dan non

hayati sehingga mampu menambah pendapatan daerah serta mensejahterakan

masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan, pariwisata merupakan berbagai macam kegiatan wisata dan

didukung dengan berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh

masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Pariwisata sebagai

suatu aktivitas, adalah suatu fenomena sosial yang sangat kompleks dan menyatu

dalam segala aspek kehidupan manusia.

Pariwisata merupakan keseluruhan kegiatan untuk penataan dan pelayanan

terhadap pemenuhan kebutuhan berwisata, sehingga memilik dampak yang besar

sekali terhadap sistem nilai masyarakat, baik dampak yang bersifat positif maupun

dampak yang bersifat negatif. Dalam pengelolaannya, sektor-sektor

pengembangan pariwisata tersebut baik pemerintah, pengusaha atau swasta dan

masyarakat memiliki peran penting untuk keberhasilan pariwisata di suatu daerah.

Terkait hal tersebut Pola pengembangan pariwisata yang dilakukan oleh berbagai

strategi dalam pengembangan pariwisata yang melibatkan Pokdarwis sangat

dibutuhkan, karena dalam hal ini Pokdarwis sangat berperan penting memajukan

pariwisata. Maju atau tidaknya suatu obyek wisata tergantung dengan Pokdarwis

2
itu sendiri, karena Pokdarwis nantinya akan turun langsung ke lokasi berinteraksi

dengan para wisatawan. Salmah, E., Yuniarti, T., & Handayani,T.(2021)

Masyarakat yang merupakan salah satu stakeholder (selain pemerintah dan

swasta) dalam dunia kepariwisataan berkedudukan sebagai tuan rumah, memiliki

sumber daya berupa adat istiadat, tradisi dan budaya untuk menunjang

keberlangsungan pariwisata. Selain itu masyarakat dapat berperan sebagai pelaku

pengembangan kepariwisataan sesuai kemampuan yang dimiliki. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kedudukan masyarakat memiliki peran yang strategis dalam

upaya pengembangan kepariwisataan di daerah. Setiawan, F., & Saefulloh, A.

(2019).

Pokdarwis sendiri (berdasarkan Buku Pedoman Kelompok Sadar Wisata

2012) yaitu organisasi atau lembaga ditingkat masyarakat yang anggotanya terdiri

dari pelaku kepariwisataan dan memiliki kepedulian serta tanggung jawab yang

berperan sebagai penggerak dalam mengembangkan kepariwisataan dan dapat

meningkatkan pembangunan daerah melalui kepariwisataan bagi masyarakat

sekitar objek wisata.Serta memiliki peran meningkatkan pemahaman dan

kepedulian kepariwisataan, dan dapat meningkatkan nilai kepariwisataan bagi

masyarakat. Pembangunan kepariwisataan tersebut memerlukan peningkatan

peran masyarakat yang memerlukan upaya pemberdayaan (empowerment),

sehingga masyarakat dapat berperan secara aktif dan optimal yang sekaligus

mendapatkan manfaat positif dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan

untuk peningkatan kesejahteraannya. Peningkatan peran masyarakat diperlukan

dalam pembangunan 29 kepariwisataan karena pemanfaatan potensi pariwisata

3
dapat menciptakan kemandirian dan kesejahteraan yang optimal jika dapat

dikelola dengan baik oleh masyarakat itu sendiri.

Pemberdayaan yaitu suatu cara yang mana rakyat, masyarakat, organisasi,

komunitas diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya.

Pemberdayaan tidak sekedar memberikan kewenangan atau kekuasaan kapada

pihak yang lemah saja, dalam pemberdayaan terkandung makna proses

pendidikan dalam meningkatkan kualitas individu, kelompok, atau masyarakat

sehingga mampu berdaya, memiliki daya saing, serta mampu hidup mandiri.

Rapaport dalam Anwas (2014:49)

Mencapai kondisi masyarakat yang berdaya proses awal yang harus

dilaksanakan adalah pengembangan kapasitas masyarakat, karena dari kondisi

awal masyarakat yang belum berdaya. Masyarakat harus disadarkan terlebih

dahulu tentang seluruh potensi, peluang, dan kemampuan yang mereka miliki

untuk kemudian diberikan pemahaman bahwa untuk mencapai taraf hidup yang

lebih baik hanya mereka sendiri yang dapat mengusahakannya karena merekalah

yang mengetahui kebutuhan dan peluang-peluang yang ada. Yusuf (2014:3).

Pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk

membangun kemandirian, meningkatkan bergaining position terhadap pemerintah

dan swasta dalam menentukan kebijakan pembangunan wilayah, memperkuat

akses ekonomi politik kelembagaan sosial masyarakat serta jaringan kerjasama

dengan berbagai pihak. Sari dan Kagungan (2016:88)

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perda Provinsi NTB. No. 2

Tahun 2016, Tentang Pariwista Halal Pasal 7 bahwa Pemerintah Daerah dapat

4
mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri dan memanfaatkan segala

sumber daya yang ada untuk pembangunan sehingga dapat meningkatkan

pendapatan daerah dan tentunya dapat meningkatkan kualitas kehidupan

masyarakat. Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Utara pun mengeluarkan

kebijakan-kebijakan dalam rangka melaksanakan otonomi daerah tersebut, salah

satunya dengan memberikan dukungan khusus kepada Pemerintah Desa Rempek

Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara melalui Peraturan Daerah

Kabupaten Lombok Utara membebaskan masyarakat membentuk kelompok sadar

wisata sendiri di tiap-tiap desa atau Dusun sebagai bentuk solidaritas mayarakat

akan desa wisata mengingat Kabupaten Lombok Utara khususnya desa Rempek

sendiri merupakan wilayah pegunungan yang memiliki kekayaan alam dan budaya

yang potensial dalam pembangunan di sektor kepariwisataannya.

Hal ini kemudian menjadi salah satu misi Pemerintah Desa Rempek yaitu

mewujudkan Desa Rempek sebagai salah satu daerah tujuan wisata atau tourism

destination. Dengan harapan, bahwa desa Rempek dapat menjadi daerah yang

unggul di bidang kepariwisataannya, dapat menarik perhatian banyak wisatawan

untuk berkunjung dan pada akhirnya akan memberi dampak positif terhadap

pembangunan daerah yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat

di Desa Rempek Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara. Realitas bahwa

Kabupaten Lombok Utara memiliki potensi daya tarik wisata baik sumber daya

alam maupun budaya yang terbilang cukup banyak dan tersebar di setiap wilayah

kecamatan, tentu dapat menunjang sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

memberikan efek positif bagi perekonomian masyarakat apabila dikembangkan

5
secara maksimal dan profesional. Akan tetapi, sampai saat ini potensi-potensi

wisata yang ada belum seluruhnya disentuh dan dikembangkan dengan baik oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Utara.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah pola kemitraan yang terjalin antara pemerintah desa dengan

masyarakat dalam mewujudkan masyarakat sadar wisata di desa Rempek,

Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara ?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pola kemitraan di desa

Rempek kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui, mengidentifikasi, dan memahami pola kemitraan

yang terjalin antara pemrintah desa dengan masyakat dalam

mewujudkan masyarakat sadar wisata di Desa Rempek Kecamatan

Gangga Kabupaten Lombok Utara.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola kemitraan di

desa Rempek Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti diharapkan

menghasilkan dan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis atau keilmuan yaitu manfaat yang ditujukan oleh peneliti

dalam menginformasikan bagaimana pemerintah desa dengan masyarakat

dalam mewujudkan masyarakat sadar wisata di desa Rempek Kecamatan

6
Gangga Kabupaten Lombok Utara, serta menambah wawasan bagi penulis

dan pembacanya dan menjadi arsip kepustakaan.

2. Manfaat Praktis agar pemerintah Kabupaten Lombok Utara mengetahui

dan memahami bagaimana pemerintah desa dengan masyarakat dalam

mewujudkan masyarakat sadar wisata di desa Rempek Kecamatan Gangga

Kabupaten Lombok Utara.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelusuran terhadap studi karya-karya

terdahulu atau penelitian sebelumnya yang berdekatan atau berkaitan topiknya

dengan penelitian yang sedang dilakukan untuk menghindari duplikasi, plagiasi

menjamin keaslian dan keabsahan penelitian yang dilakukan.

No Judul Penulis Hasil

1. Pola Kemitraan Dyah Hasil penelitian tersebut


Pemerintah Daerah Uswatun menunjukkan bahwa
Dengan Kelompok Sadar Khasanah kemitraan yang dilakukan
Wisata Pandawa Dieng (2015) oleh Dinas Pariwisata dan
Kulon Dalam Kebudayaan dengan
Pengembangan Kelompok Sadar Wisata
Pariwisata cukup berhasil, terlebih
dalam hal pembinaan
masyarakat untuk mengubah
mainset akan pentingnya

7
menjaga alam serta
menyadarkan masyarakat
untuk sadar wisata. Dari
keberhasilan ini tentunya
berdampak positif terhadap
masyarakat yaitu
meningkatnya pendapatan
sehingga mengubah taraf
kehidupan masyarakat yang
mengakibatkan kesejahteraan
masyarakat meningkat.
Hanya saja, kemitraan yang
dilakukan sebatas pembinaan
terhadap masyarakat dan
belum adanya pengembangan
pada objek –objek wisata.
Kurangnya pengawasan
terhadap ketertiban pedagang
serta kebersihan maupun
kenyamanan dalam hal
kuliner. Selanjutnya dalam
bidang promosi masih kurang
gencar dilakukan oleh
pemerintah.
2. Pola Kemitraan dalam Serly Hasil penelitian menunjukkan
Pengembangan Wulandari bahwa sistem kemitraan
Pariwisata di Kabupaten dan Sari dalam pengembangan
Purbalingga Provinsi Indah pariwisata di Purbalingga
Jawa Tengah. Murwani telah berjalan cukup baik
(2018) namun tidak optimal. Hal ini
didasarkan pada analisis tiga

8
prinsip penting 8 kemitraan
dan kesetaraan atau
keseimbangan, transparansi
dan kebersamaan. Model
kerja sama yang dibangun
oleh perusahaan swasta dan
pemerintah dalam
pengembangan pariwisata
dalam model kemitraan semu,
atau persatuan kemitraan
bawahan.
3. Pola Kemitraan Ami Suswan Hasil penelitian didapatkan
Pariwisata Dalam Putra (2013) model kemitraan tergolong
Manajemen atraksi Desa dalam kemitraan semu dan
Wisata Pampang Kota gabungan subordinatif. Pola
Samarinda kemitraan didominasi pola
yang bersifat bantuan,
meliputi Bantuan Dana Hibah
baik fisik maupun program
PNPM Mandiri Pariwisata,
Investasi Swasta, CSR,
Bantuan Pinjaman Dana
Bergulir (KUD), Subkontrak
dan Dagang Umum.
4. “Sinergi Kemitraan RR. E. Hasil dalam penelitian yang
Antara Pemerintah, Anggraeni dilakukan oleh RR. E.
Swasta, Dan Masyarakat Eksi Anggraeni Eksi Wahyuni
Dalam Pengembangan Wahyuni yaitu menunjukan sinergi
Wisata Pedesaan (2014) antara pemerintah (Dinas
Tanjung Di Kabupaten Kebudayaan dan Pariwisata),
Sleman swasta (biro perjalanan

9
wisata) dan masyarakat
(masyarakat lokal) dalam
pengembangan wisata
pedesaan Tanjung.
5. Pola Kemitraan Susisusanti Hasil penelitian
Pemerintah Desa Dengan (2021) menunjukkan: Pertama, Pola
Masyarakat Dalam Kemitraan Pemerintah Desa
Pengelolaan Rumah Adat Dengan Masyarakat Dalam
Uma Ncuhi Untuk Pengelolaan Rumah Adat
Mewujudkan Uma Ncuhi Untuk
Pembangunan Pariwisata Mewujudkan Pembangunan
Di Desa Mbawa Pariwisata di Desa Mbawa
Kecamatan Donggo Kecamatan Donggo
Kabupaten Bima Kabupaten Bima belum
berjalan dengan baik. Pada
dasarnya baik itu Pemerintah
Desa maupun Masyarakat
belum memahami dengan
benar esensi kemitraan dan
tujuan dari kemitraan itu bagi
proses pembangunan
kepariwisataan

2.2 POLA KEMITRAAN

Pola kemitraan menurut Sulistiyani (2004: 129) diilhami dari fenomena

biologis kehidupan organisme dan mencoba mengangkat ke dalam pemahaman

yang kemudian dibedakan menjadi berikut:

10
1. Pseudo partnership atau kemitraan semu Kemitraan semu merupakan

sebuah persekutuan yang terjadi antara dua pihak atau lebih, namun tidak

sesungguhnya melakukan kerjasama secara seimbang satu dengan lainnya.

Bahkan pada suatu pihak belum tentu memahami secara benar akan makna

sebuah persekutuan yang dilakukan, dan untuk tujuan apa itu semua

dilakukan serta disepakati. Ada suatu yang unik dalam kemitraan semacam

ini, bahwa kedua belah pihak atau lebih sama-sama merasa penting untuk

melakukan kerjasama, akan tetapi pihak-pihak yang bermitra belum tentu

memahami substansi yang diperjuangkan dan manfaatnya apa.

2. Kemitraan mutualistik Kemitraan mutualistik adalah merupakan

persekutuan dua pihak atau lebih yang sama-sama menyadari aspek

pentingnya melakukan kemitraan, yaitu untuk saling memberikan manfaat

dan mendapatkan manfaat lebih, sehingga akan dapat mencapai tujuan

secara lebih optimal. 15 Berangkat dari pemahaman akan nilai pentingnya

melakukan kemitraan, dua agen/organisasi atau lebih yang memiliki status

sama atau berbeda, melakukan kerjasama. Manfaat saling silang antara

pihak-pihak yang bekerjasama dapat diperoleh, sehingga memudahkan

masing-masing dalam mewujudkan visi dan misinya, dan sekaligus saling

menunjang satu sama lain.

3. Kemitraan Konjugasi Kemitraan Konjugasi adalah kemitraan yang

dianalogikan dari kehidupan “paramecium”. Dua paramecium melakukan

konjugasi untuk mendapatkan energi dan kemudian terpisah satu sama

lain, dan selanjutnya dapat melakukan pembelahan diri. Bertolak dari

11
analogi tersebut maka organisasi, agen-agen, kelompok-kelompok atau

perorangan yang memiliki kelemahan di dalam melakukan usaha atau

mencapai tujuan organisasi dapat melakukan kemitraan dengan model ini.

Dua pihak atau lebih dapat melakukan konjugasi dalam rangka

meningkatkan kemampuan masing-masing.

2.3 PEMERINTAH

Pemerintahan adalah sebuah organisasi yang terdiri dari sekumpulan

orang-orang yang mengelola kewenangan-kewenangan mengurus masalah

kenegaraan dan kesejahteraan rakyat serta melaksanakan kepemimpinan dan

koordinasi pemerintahan meliputi kegiatan legislatif, eksekutif, dan yudikatif

dalam usaha mencapai tujuan negara. Secara etimologi, pemerintahan dan

pemerintah dapat diartikan sebagai 16 berikut:

1. “Perintah berarti melakukan pekerjaan menyuruh. Yang berarti di

dalamnya terdapat dua pihak, yaitu yang memerintah memiliki wewenang

dan yang diperintah memiliki kepatuhan akan keharusan.

2. Setelah ditambah awalan “pe” menjadi pemerintah. Yang berarti badan

yang melakukan kekuasaan memerintah.

3. Setelah ditambah lagi akhiran “an” menjadi pemerintahan. Berarti

perbuatan, cara, hal atau urusan dari badan yang memerintah tersebut.

12
Pemerintah di Indonesia, dibagi menjadi pemerintah pusat dan pemerintah

daerah berdasarkan keberadaan desentralisasi yang berlaku pada masing-masing

negara dan pemerintahan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dikatakan bahwa :

1. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang

kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh

Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara

Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

Tentang Pemerintahan Daerah juga dikatakan bahwa Pemerintahan Daerah adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan

perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan 17 dengan

prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam melakukan otonomi daerah perlu adanya asas yang harus

dijalankan, yaitu sebagai berikut.

13
1. Desentralisasi adalah penyerahan sebagian urusan dari pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur daerahnya

sendiri.

2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari aparat pemerintah pusat

atau pejabat di atasnya (misalnya, wilayah provinsi).

3. Tugas pembantuan. Dalam hal ini pemerintah daerah ikut serta mengurus

sesuatu urusan tetapi kemudian urusan itu harus dipertanggungjawabkan

kepada pemerintah pusat.

Menurut Sarundanjang local government di masa depan paling tidak

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Pemerintah daerah yang bercorak wirausaha Suatu pemerintahan yang

memanfaatkan ketiga komponen sumberdaya: pemerintah, swasta, dan

lembaga swadaya masyarakat.

2. Pemerintah daerah yang memiliki akuntabilitas public Akuntabilitas yang

dimaksud yaitu sebagai kewajiban pemerintah daerah dengan segenap

unsur birokrasinya dalam memberikan pertanggung jawaban kepada

masyarakat menyangkut berbagai kegiatan pemerintah, termasuk

kinerjanya dalam pelayanan publik.

3. Pemerintah daerah yang bercirikan pemerintahan yang baik Secara teoritis

pemerintahan yang baik mengandung makna bahwa pengelolaan

kekuasaan didasarkan pada aturan-aturan hukum yang berlaku,

pengambilan kebijaksanaan secara transparan, serta pertanggungjawaban

kepada masyarakat.

14
4. Transparansi dalam pemerintahan daerah Transparansi bukan berarti

ketelanjangan, tetapi keterbukaan dalam arti yang sebenarnya, yaitu

memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengetahui berbagai

aktifitas pemerintah daerah yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat

banyak.

Adapun Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam hal

penyelenggaraan Kepariwisataan sebagaimana yang diatur dalam UndangUndang

Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah, sebagai

berikut:

1. Menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan hukum, serta

keamanan dan keselamatan kepada wisatawan;

2. Menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan usaha pariwisata

yang meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha,

memfasilitasi, dan memberikan kepastian hukum;

3. Memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang

menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali; dan

Mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka 19

mencegah dan menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat

luas.

Selanjutnya, juga diatur pada pasal 30 Undang-Undang Kepariwisataan

mengenai wewenang Pemerintah kabupaten/kota dalam hal kepariwisataan, yaitu:

15
a. Menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan

kabupaten/kota;

b. Menetapkan destinasi pariwisata kabupaten/kota;

c. Menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota;

d. Melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha

pariwisata;

e. Mengatur penyelenggaran dan pengelolaan kepariwisataan di wilayahnya;

f. Memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata dan produk

pariwisata yang berada di wilayahnya;

g. Memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru;

h. Menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan dalam lingkup

kabupaten/kota;

i. Memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang berada di

wilayahnya;

j. Menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata;

k. Mengalokasikan anggaran kepariwisataan.

2.4 Pariwisata

Bila dilihat dari segi etimologis Pariwisata berasal dari Bahasa Sansekerta

yang terdiri dari dua kata yaitu “Pari” dan “Wisata”. Pari berarti berulang-ulang,

berkali-kali atau berputar-putar, sedangkan Wisata berarti perjalanan atau

bepergian, jadi Pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berputarputar,

berulang-ulang atau berkali-kali. The Association Internationale des Experts

Scientifique du Tourisme (AIEST) dalam Suwarjoko (2007: 6), mendefenisikan

16
pariwisata sebagai keseluruhan hubungan dan fenomena yang timbul akibat

perjalanan dan pertinggalan (stay) para pendatang, namun yang dimaksud

pertinggalan bukan berarti untuk bermukim tetap.

Hal yang sama diungkapkan oleh Kodyat (2011:23) bahwa pariwisata

adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan

perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

dan kebahagian dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Wahab (2015:4) bahwa pariwisata adalah

salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi

yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja peningkatan penghasilan, standart

hidup serta menstimulasi sektorsektor produktivitas lainnya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan, menyatakan bahwa:

1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan

rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya

tarikwisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung

berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

2.5 Destinasi Wisata

17
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009

tentang Kepariwisataan ditentukan bahwa Destinasi Pariwisata adalah kawasan

geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di

dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata,

aksesibilitas, serta masyarakat yang slaing terkait dan melengkapi terwujudnya

kepariwisataan. Perkembangan suatu kawasan wisata juga tergantung pada apa

yang dimiliki kawasan tersebut untuk dapat ditawarkan kepada wisatawan. Hal ini

tidak dapat dipisahkan dari peranan para pengelola kawasan wisata.

Yoeti (2010:108) berpendapat bahwa berhasilnya suatu tempat wisata

hingga tercapainya industri sangat tergantung pada tiga A (3A), yaitu atraksi

(attraction), keterjangkauan (accesibility), dan fasilitas (amenitiesi). Atraksi

wisata yaitu sesuatu yang dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat dilihat,

dinikmati dan yang teramasuk dalam hal ini adalah tari-tarian, nyanyian kesenian

rakyat tradisional, upacara adat, dan lain-lain. Tourism disebut attractive

spontance, yaitu segala sesuatu yang terdapat didaerah tujuan wisata yang

merupakan daya tarik agar orang- orang mau datang berkunjung ke suatu tempat

tujuan wisata. Aksebilitas (accesibility), adalah aktifitas kepariwisataan banyak

tergantung pada transportasi dan komunikasi karena faktor jarak dan waktu yang

sangat mempengaruhi keinginan seorang untuk melakukan perjalanan wisata.

Unsur yang terpenting dalam aksebilitas adalah transportasi sehingga jarak

menjadi dekat. Selain transportasi, yang berkaitan dengan aksebilitas adalah

prasarana meliputi jalan, jembatan, terminal, stasiun, dan bandara. Prasarana ini

berfungsi untuk menghubungkan suatu tempat dengan tempat yang lain.

18
Keberadaan sarana transportasi akan mempengaruhi laju tingkat transportasi itu

sendiri. Kondisi prasarana yang baik akan membuat laju transportasi optimal.

Fasilitas adalah pariwisata tidak akan terpisah dengan akomodasi perhotelan.

Fasilitas wisata merupakan hal-hal penunjang terciptanya kenyamanan wisatawan

untuk dapat mengungjungi suatu daerah tujuan wisata. Adapun sarana-sarana

penting yang berkaitan dengan perkembangan pariwisata yaitu akomodasi

penginapan, restoran, air bersih, komunikasi, hiburan, dan keamanan.

2.6 Aktor Yang Berperan Dalam Pembangunan Kepariwisataan

Good governance adalah sebuah gambaran ideal tentang bagaimana

mengelola negara dan aspek-aspek terkait lain yang ada di dalamnya. Untuk

mewujudkan good governance, diperlukan manajemen penyelenggaraan

pemerintah yang baik dan handal, yakni manajemen yang kondusif, responsif dan

adaptif. Untuk dapat dikatakan sebagai good governance, maka tidak boleh ada

satu pihak yang memegang kontrol penuh atas semuanya, sehingga tercipta

keseimbangan antar para stakeholders dengan memegang prinsip-prinsip dasar.

Dalam sistem Kepariwisataan, ada banyak aktor yang berperan dalam

menggerakkan sistem. Aktor tersebut adalah insan-insan pariwisata yang ada pada

berbagai sektor. Secara umum insan pariwisata dikelompokkan dalam tiga pilar

utama, yaitu: (1) Pemerintah, (2) Swasta, (3) Masyarakat.

2.7 Kerangka Teori

19
Melaksanakan pembangunan dalam lingkup nasional maupun daerah

merupakan salah satu fungsi pemerintahan dalam upaya mencapai tujuan negara.

Pemerintah diharapkan mampu mengembangkan dan memaksimalkan segala

potensi yang ada untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pariwisata

merupakan sektor yang menjanjikan dalam perspektif pembangunan. Hal ini

dikarenakan sektor Pariwisata memberikan dukungan ekonomi yang kuat terhadap

suatu wilayah. Mengingat banyaknya potensi sumber daya alam serta kekayaan

budaya yang dimiliki Indonesia, maka diundangkanlah Undang-Undang Republik

Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang mengamanatkan agar

sumber daya dan modal kepariwisataan dimanfaatkan secara optimal melalui

penyelenggaraan kepariwisataan yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan

nasional, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja,

26 mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan daya

tarik wisata dan destinasi di Indonesia serta memupuk rasa cinta tanah air dan

mempererat persahabatan antar bangsa (Depbudpar, 2009). Idealnya, dalam tata

kelola pemerintahan yang baik (good governance) pembangunan tidak hanya

dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi melibatkan sektor swasta dan masyarakat.

Begitupun halnya dalam sistem manajemen kepariwisataan, bahwa dalam

membangun dan mengembangkan kepariwisataan suatu daerah ada 3 pilar utama

yang menjadi aktor penting, yakni pemerintah daerah, sektor swasta, dan

masyarakat. Maka dari itu, pola kemitraan yang sinergi antar ketiga pilar ini

merupakan kekuatan yang kuat dalam pembangunan kepariwisataan.

2.8 Sadar Wisata

20
Pengertian Sadar Wisata menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata

(2008) bahwa “Sadar Wisata adalah suatu kondisi yang menggambarkan

partisipasi dan dukungan masyarakat dalam mendorong terwujudnya iklim yang

kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan di suatu destinasi atau

wilayah”. Menurut Rahim (2012), sadar wisata dalam hal ini digambarkan sebagai

bentuk kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam 2 (dua) hal berikut,

yaitu:

1. Masyarakat menyadari peran dan tanggung jawabnya sebagai tuan rumah

(host) yang baik bagi tamu atau wisatawan yang berkunjung untuk

mewujudkan lingkungan dan suasana yang kondusif sebagaimana tertuang

dalam slogan Sapta Pesona.

2. Masyarakat menyadari hak dan kebutuhannya untuk menjadi pelaku

wisata atau wisatawan untuk melakukan perjalanan ke suatu daerah tujuan

wisata, sebagai wujud kebutuhan dasar untuk berekreasi maupun

khususnya dalam mengenal dan mencintai tanah air.

21
22
1.4. Kerangka Berfikir Penelitian

Berdasarkan pada teori yang dibahas diatas, maka kerangka berfikir dalam

penelitian ini dapat dilihat pada Bagan 2.1 dibawah ini.

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian :

Pengupayaan dalam mewujudkan masyarakat


sadar wisata Desa Rempek Kec. Gangga
Kabupaten Lombok Utara

Pola Kemitraan Pemerintah Desa Upaya pemerintah desa dan


Dengan Masyarakat Dalam masyarakat dalam mewujudkan
Mewujudkan Masyarakat Sadar masyarakat sadar wisata
Wisata Di Desa Rempek Kecamatan
Gangga Kabupaten Lombok Utara
1. Atraksi
2. Aksebilitas
3. Amenitas
Pemerintah Desa dan
Masyarakat

Terwujudnya masyarakat sadar wisata


sehingga terbentuknya kelompok
masyarakat sadar wisata
(POKDARWIS) Desa Rempek

23
1.5. Definisi Konseptual

Singarimbun dan Efendi (2015:43) mengemukakan konseptual adalah

pemaknaan dari konsep yang digunakan, sehingga memudahkan peneliti untuk

untuk mengoperasikan konsep tersebut di lapangan. Berdasarkan pengertian

tersebut maka definisi konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Teori ini.

1.6. Definisi Operasional

Sugiyono (2015:31) mengemukakan operasional adalah penentuan konstrak

atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variable yang dapat diukur.

Definisi ini menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti dan

mengoperasikan konstrak sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk

melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan

cara pengukuran konstrak yang lebih baik.

- Pola Kemitraan Pemerintah Desa Dengan Masyarakat Dalam Mewujudkan

Masyarakat Sadar Wisata Di Desa Rempek Kecamatan Gangga Kabupaten

Lombok Utara (Pemerintah Desa dan Masyarakat).

- Upaya pemerintah desa dan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat

sadar wisata

1. Atraksi

2. Aksebilitas

3. Amenitas

24
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan

Taylor (Moleong, 2015: 3) penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang dapat diamati”

Nawawi (2011:22) Berdasarkan perumusan masalah yang telah

dikemukakan didepan dan sesuai tujuan yang ingin dicapai, metode penelitian

kualitatif dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang diselidiki

dengan melukiskan keadaan subyek dan obyek penelitian pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau bagaimana adanya. Pada umumnya

rangka penelitian kualitatif merupakan penelitian yang non hipotesis sehingga

dalam rangka penelitiannya bahkan tidak perlu merumuskan hipotesisnya.

Moleong (2015:172) Pelaksanaan metode penelitian kualitatif tidak

terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyususnan data, tetapi meneliti

analisis dan interprensi tentang arti data tersebut, selain itu semua yang

dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti.

Disamping itu, metode kualitatif mempunyai adaptabilitas yang tinggi, sehingga

memungkinkan penulis untuk senantiasa menyesuaikan diri dengan situasi yang

berubah-ubah yang dihadapi dalam penelitian ini.

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

25
3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Desa Rempek Kabupaten Lombok

Utara. Tepatnya di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara dan Teknik

dalam penentuan penelitiannya yaitu menggunakan teknik proposive sampling.

Penulis memilih lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa lokasi

tersebut merupakan lokasi yang sangat tepat untuk memperoleh informasi yang

akurat dan relevan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah setelah mendapatkan

surat persetujuan penelitian. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan

Desember Tahun 2022.

3.3. Fokus Penelitian

Menurut (Gunawan Imam, 2014:23) supaya penelitian terarah, maka

jangkauan dari ruang lingkup penelitian ini perlu ditegaskan. Sesuai dengan judul

yang penulis angkat, oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada pengamatan

dan penelitian terkait Pola Kemitraan Pemerintah Desa Dengan Masyarakat

Dalam Mewujudkan Masyarakat Sadar Wisata Di Desa Rempek Kecamatan

Gangga Kabupaten Lombok Utara.

3.3.1 Narasumber atau Informan Penelitian

Menurut Hamid Patilima (2013:12), informan penelitian adalah orang

yang di manfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar

belakang penelitian. Selain itu informan merupakan orang yang benar-benar

26
mengatahui permasalahan yang akan di teliti. Jadi dalam penelitian ini peneliti

menggunakan informan sebagai subyek peneliti.

(Hamid Patilima 2013:14) mengemukakan narasumber atau informan

dalam penelitian ini adalah orang-orang yang berpotensi untuk memberikan

informasi tentang bagaimana Pola Kemitraan Pemerintah Desa Dengan

Masyarakat Dalam Mewujudkan Masyarakat Sadar Wisata Di Desa Rempek

Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara. Adapun subyek penelitian yang di

ambil dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Kepala Desa Rempek .

2. Staf atau pegawai di Kantor Desa Rempek.

3. Masyarakat atau Penduduk Desa Rempek

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Moleong (2011: 157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif yaitu

kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan

lain-lain. Teknik pengumpulan yang akan digunakan sebagai sumber di dalam

penelitian ini adalah wawancara dan observasi, selain itu juga studi pustaka yaitu

pengumpulan dengan jalan membaca peraturan perundangundangan, dokumen-

dokumen resmi, jurnal, artikel-artikel dari internet, maupun literatur-literatur lain

yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas. Adapun teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1.4.1. Wawancara Atau Interview

Lexy J. Moleong (2015:186) Wawancara adalah percakapan dengan

maksud tertentu, dalam hal ini wawancara dilakukan dengan tujuan memperoleh

27
keterangan-keterangan yang jelas tentang hal-hal yang berkaitan dengan adanya

keterangan terkait eksistensi rekomendasi dan strategi meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam pemilih pemula dalam pilpres. Dalam suatu wawancara

terdapat dua pihak yang mempunyai kedudukan yang berbeda, yaitu pencari

informasi yang biasa disebut dengan pewawancara atau interview, dalam hal ini

adalah penulis. Teknik pelaksanaan wawancara adalah berencana (berpatokan)

terstruktur., yakni penulis dalam mengajukan pertanyaan terkait dengan tujuan

dalam melakukan penelitian ini.

1.4.2. Observasi

Menurut (Gunawan Imam, 2014:23) Suatu metode pengumpulan data yang

menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian yang dapat dilaksanakan

secara langsung maupun tidak langsung. Observasi adalah kegiatan pemuatan

perhatian terhadap sesuatu objek dengan mengguakan seluruh alat indra. Teknik

ini dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung atas segala sesuatu yang

memiliki kaitannya dengan masalah penelitian. Teknik observasi ini dilakukan

dengan mengamati kegiatan promosi dan kegiatan-kegiatan lain yang ditemukan

yang berkaitan dengan tujuan dari penelitian ini pada kantor Desa Rempek

Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara.

1.4.3. Dokumentasi

Sugiyono (2014:82) Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang

sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan

harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan serta

28
kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa

dan lain-lain.

Sugiyono (2014:82) Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni,

yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan

pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara yang digunakan

oleh peneliti dalam penelitian kualitatif. Dokumen ini digunakan untuk

memperkuat setiap pelaksanaan program atau kegitaan dari suatu kebijakan publik

yang di implementasikan.

3.5 Jenis Dan Sumber Data

3.5.1. Jenis Data

Jenis data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu jenis data kualitatif.

(Moleong, 2011:4) Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi tindakan, dan lain-lain secara holistic dan dengan cara

mendeskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Berdasarkan hasil uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jenis data yang

didapat dari hasil penelitian yaitu berupa jenis data kualitatif karena jenis

informasi yang didapat berupa kata-kata, kalimat, atau keterangan-keterangan

yang tidak memerlukan perhitungan angka-angka atau analisis statistic.

3.5.2 Sumber Data

Menurut Moleong (2011:114) di dalam penelitian ini, dipergunakan jenis

data sekunder, yang dari sudut kekuatan mengikatnya digolongkan ke dalam

29
beberapa sumber data, yaitu Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data

dapat diperoleh. Sumber data merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam

setiap penelitian ilmiah, agar diperoleh data yang lengkap, benar, dan dapat

dipertanggungjawabkan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1.5.2.1. Sumber Data Primer

(Sugiyono, 2014:15) Data primer adalah sumber data yang diperoleh secara

langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara), data primer scara

khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan peneliti. Dalam

penelitian ini, data primer diperoleh melalui dokumentasi, observasi, dan

wawancara secara langsung dengan informan di tempat penelitian.

1.5.2.2. Sumber Data Sekunder

(Sugiyono, 2013:16) Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh

peneliti secara tidak langsung melalui media perantara yang diperoleh dan dicatat

oleh pihak lain. Data sekunder juga dapat dikatan berupa data tertulis yang

diperoleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan tujuan penelitian.

3.6. Teknik Analisis Data

(Sugiyono, 2013:246) Analisis data dalam penelitian kualitatif di lakukan

saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam

periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap

jawaban yang diwawancarai setelah melakukan analisis yang belum memuaskan,

kemudian peneliti akan melanjutkan pernyataan kembali sampai saat tertentu data

yang dianggap.

30
(Arikunto, 2011:175) Untuk menghasilkan dan memperoleh data yang

akurat dan objektif sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian ini,

maka analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif dengan

cara analisis konteks dari telaah pustaka dan analisis pernyataan dari hasil

wawancara dari informan. Dalam melakukan análisis data peneliti mengacu pada

beberapa tahapan yang terdiri dari beberapa tahapan antara lain:

1. Pengumpulan informasi melalui wawancara terhadap key informan yang

compatible terhadap penelitian kemudian observasi langsung ke lapangan

untuk menunjang penelitian yang dilakukan agar mendapatkan sumber

data yang diharapkan.

2. Reduksi data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-

catatan di lapangan selama penelitian.

3. Penyajian data (data display) yaitu kegiatan sekumpulan informasi dalam

bentuk teks naratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yang bertujuan

mempertajam pemahaman penelitian terhadap informasi yang dipilih

kemudian disajikan dalam tabel ataupun uraian penjelasan. Dalam

penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan hubungan antar kategori atau sejenisnya. Penyajian data

dilakukan dalam bentuk data-data atau kalimat yang mudah dimengerti.

4. Menarik Kesimpulan yaitu tahap akhir dalam analisis data yang dilakukan

melihat hasil reduksi data tetap mengacu pada rumusan masalah secara

tujuan yang hendak dicapai. Data yang telah disusun dibandingkan antara

31
yang satu dengan yang lain untuk ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari

permasalahan yang ada. Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti

secara terus-menerus selama berada dilapangan. Dari permulaan

pengumpulan data, penelitian kualitatif mulai mencatat keteraturan pola-

pola dalam catatan teori, penjelasan-penjelasan, konfigurasi-konfigurasi

yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan

ini ditangani secara longgar, tetap terbuka, dan skeptis.

32
DAFTAR PUSTAKA

Marsiatanti, Yusi Dyah. 2011. “Sinergi Antara Pemerintah dan Masyarakat

dalam

Melestarikan Kesenian Daerah”. Vol 2. No. 4

Melyanti, M. Imelda. 2014. “Pola Kemitraan Pemerintah, Civil Society, dan

Swasta dalam Program Bank Sampah di Pasar Baru Kota Probolinggo”.

Vol.2, No.1

Moleong, Lexy J. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Purwanti Ingga. 2019. “Strategi Kelompok Sadar Wisata Dalam Penguatan Desa

Wisata”. Vol. 8 No. 3

Yatmaja Try Panji. 2019. “Efektivitas Pemberdayaan Masyarakat 0leh Kelompok

Sadar Wisata (Pokdarwis) Dalam Mengembangkan Pariwisata

Berkelanjutan”. Vol. 10 No. 1

Salmah Emi, Yuniarti Titi, Handayani Tuti. 2021. “Analisis Pengembangan

Agrowisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal Di Kecamatan

Gangga

Kabupaten Lombok Utara” Vol. 7 No.1

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Perda Provinsi NTB. No. 2 Tahun 2016, Tentang Pariwista Halal

Pasal 7

33
Penelitian Terdahulu

Khasanah Uswatun Dyah. 2015. “Pola Kemitraan Pemerintah Daerah Dengan


Kelompok Sadar Wisata Pandawa Dieng Kulon Dalam Pengembangan
Pariwisata”. Vol. 2 No. 2
Putra Suswan Ami. 2013. “Pola Kemitraan Pariwisata Dalam Manajemenatraksi

Desa Wisata Pampang Kota Samarinda”. Vol. 5 No. 3

Anggraeni E. RR. Wahyuni Eksi. 2014. “Sinergi Kemitraan Antara Pemerintah,

Swasta, Dan Masyarakat Dalam Pengembangan Wisata Pedesaan

Tanjung

Di Kabupaten Sleman”. Vol. 3 No. 1.

Wulandari Serly dan Murwani Indah Sari. 2018. “Pola Kemitraan Dalam

Pengembangan Pariwisata Di Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa

Tengah”. Vol. 5 No. 2.

Susantisusi. 2021. “Pola Kemitraan Pemerintah Desa Dengan Masyarakat

Dalam

Pengelolaan Rumah Adat Uma Ncuhi Untuk Mewujudkan Pembangunan

Pariwisata Di Desa Mbawa Kecamatan Donggo Kabupaten Bima”. Vol. 3

No. 5.

34

Anda mungkin juga menyukai