Author
1
Yoseph Molla , Tjahya Supriatna, 3 Layla Kurniawati
2
Affiliation:
1,2,3
Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Indonesia
Email:
1
mollajryoseph@yahoo.com, 2 tjahya_supriatna@ipdn.ac.id, layla_kurniawati@ipdn.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengamati proses dan faktor-faktor Collaborative Governance dalam
pengelolaan kampung wisata Praiijing di desa Tebara kecamatan kota Waikabubak. Metode deskriptif
kualitatif dengan menggunakan pendekatan teori Collaborative Governance menurut Ansell and Gash
(2007) digunakan sebagai kajian analisis dalam penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan data melalui
wawancara, dokumentasi, dan observasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengelolaan kampung wisata
Praiijing belum berjalan secara efektif dilihat dari kondisi awal, design kelembagaan, kepemimpinan
fasilitatif dan proses kolaborasi yang menghasilkan model kolaborasi di kampung wisata Praiijing. Hal
tersebut disebabkan karena pengaruh faktor-fator internal dan eksternal dalam pengelolaan kampung wisata
Praiijing di lapangan seperti faktor Budaya, Lembaga pengelola, anggaran, letak geografis, masyarakat,
Sumber daya manusia, atraksi budaya, penataan, kebijakan pemerintah daerah, aksebility daerah, teknologi,
daya saing obyek wisata sejenis dan pergeseran nilai budaya yang akan menjadi tantangan kedepan.
Kata Kunci : pemerintahan kolaborasi, Kampung Wisata, Praiijing
Abstract
The purpose of this study is to observe the process and factors of Collaborative Governance in the
management of Praiijing tourism village in Tebara village, Waikabubak city district. The qualitative
descriptive method with the Collaborative Governance theory approach from Ansell and Gash (2007) is
used as theoretically based in this study. The techniques of data collection are through interviews,
documentation, and observations. This is due to the influence of internal and external factors in the
management of Praiijing tourism village in the field such as cultural factors, institutional management,
budgets, geographical location, community, human resources, cultural attractions, structuring, local
government policies, regional accessibility, technology, the competitiveness of similar tourism objects and
cultural value shifts that will be challenged in the future.
Keywords : Collaborative Governance, Tourism Village, Praiijing.
140
Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara Khatulistiwa (JIPSK) Akreditasi Jurnal Nasional Sinta 5
ISSN 25280-1852, e-ISSN: 2721-0537 Vol VI, No.02, Desember 2021
141
Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara Khatulistiwa (JIPSK) Akreditasi Jurnal Nasional Sinta 5
ISSN 25280-1852, e-ISSN: 2721-0537 Vol VI, No.02, Desember 2021
142
Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara Khatulistiwa (JIPSK) Akreditasi Jurnal Nasional Sinta 5
ISSN 25280-1852, e-ISSN: 2721-0537 Vol VI, No.02, Desember 2021
wisata yang sangat kompleks dan tidak bisa dalam mengelola dengan tunduk pada
diatasi oleh satu pihak saja. Sehingga kesepakatan bersama.
kedepannya kampung wisata tersebut dapat Dalam tulisan ini, teori Collaborative
lebih baik dan lebih berkembang (Dwiyanto Governance Ansell dan Gash digunakan
dalam Deden 2020: 86-87). sebagai dasar pijakan dimana teori tersebut
menyebutkan bahwa “ a governing
Metode arrangement where one or more public
agencies directly engange non – state
Metode descriptive kualitatif menjadi
stakeholders in a collecyive decision-making
metode yang digunakan dalam tulisan ini.
process that is formal, consensus oriented
Sementara teknik pengumpulan data dengan
and deliberative and that aims to make or
menggunakan teknik wawancara,
implement public policy or manage public
dokumentasi serta observasi.
programs or assets” (Ansell dan Gash 2007:
Kajian Teoritis. 544). Dengan artian Collaborative
Collaborative Governance atau Governance adalah model pengendalian
dikenal juga dengan Tata Kelola Kolaboratif dimana satu atau beberapa lembaga publik
merupakan perubahan dari government ke melibatkan para stakeholders non State atau
Governance. dimana perubahan ini lebih para pemangku kepentingan diluar lembaga
memfokuskan pada sisi administrasi publik publik dalam proses pengambilan kebijakan
sedangkan Government lebih mengarah pada kolektif yang bersifat formal, konsensus dan
Institusi pemerintah, berbeda dengan deliberatif dengan tujuan untuk membuat
governance lebih menekankan pada serta menerapkan kebijakan publik dan
keterlibatan kelompok diluar pemerintah mengelola program publik ( Ansell and Gash
dalam hal ini pemangku kepentingan dan dalam Islamy, 2018 :2).
masyarakat.(Sari dalam Oswar Mungkasa Dalam Collaborative Governance,
2014:15). Ansell dan Gash memiliki 4 (empat) Dimensi
Menurut Emerson dkk (2012:2), yang menjadi rujukan yaitu Kondisi Awal,
Collaborative Governance sebagai proses Desain Kelembagaan, Kepemimpinan
struktur dalam sebuah manajemen yang Fasilitatif dan Proses Kolaborasi. Kondisi
pengambilan keputusan kebijakan publik Awal dalam Collaborative Governance
melibatkan beberapa aktor yang konstruktif sangat menetukan dasar dari tingkat
dan bersal dari berbagai sektor baik itu kepercayaan, masalah/konflik serta modal
pemerintah, swasta dan masyarakat untuk sosial yang dapat menjadi peluang dan
mencapai suatu tujuan, jika dikerjakan oleh tantangan dalam Collaborative Governance.
satu pihak saja maka tujuan tersebut tidak Desain kelembagaan menjadi aturan dasar
dapat dicapai. Sedangkan menurut Dwiyanto dalam kegiatan kolaborasi, serta
(2011: 34) dalam Collaborative Governance kepemimpinan yang menjadi mediator
terjadi penyampaian Visi, tujuan maupun sekaligus fasilitator dalam Collaborative
strategi dalam aktivitas yang dilakukan Governance. Sedangkan Proses Kolaborasi
antara pihak pihak yang melakukan menjadi inti dari Collaborative Governance
kerjasama untuk mengambil keputusan dimana dalam proses kolaborasi terdapat
secara independen dan memiliki otoritas Face to face Dialogue, membangun
Kepercayaan, membangun komitmen,
143
Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara Khatulistiwa (JIPSK) Akreditasi Jurnal Nasional Sinta 5
ISSN 25280-1852, e-ISSN: 2721-0537 Vol VI, No.02, Desember 2021
berbagi pemahaman serta hasil sementara.( maupun melalui kegiatan diskusi dan
Ansell and Gash dalam Islamy 2018:12-14). bertukar pikiran diantara pihak pihak yang
terlibat secara pelan tapi pasti pada akhirnya
menumbuhkan kesadaran masyarakat akan
Hasil Penelitian Dan Pembahasan.
pentingnya pengembangan pariwisata di
Proses Kolaborasi dalam Pengelolaan kampung mereka, dengan tetap
Kampung Wisata Praiijing memperhatikan kearifan lokal Kampung
Adat Prai Ijing (Hidayana dkk 2019: 184-
a. Kondisi Awal (starting condition) 185)
Pada tahun 2012 seorang pemuda Menurut Ansell and Gash (2007:550)
bernama Marthen bersama beberapa pemuda Kondisi awal ini yang kemudian menjadi
kampung Praiijing berupaya meningkatkan pemicu timbulnya keinginan para pihak yang
partisipasi masyarakat Kampung Adat terlibat untuk melakukan kolaborasi baik itu
Praiijing untuk terlibat menjadi pelaku dari pemerintah dan lembaga lainnya untuk
pariwisata. Meskipun pada awalnya mereka turut terlibat. Keinginan atau kebutuhan
banyak menemui kendala, seperti kolaborasi akan timbul apabila telah
ketidaksiapan masyarakat, ketidakpahaman merasakan suka duka bersama ataupun
tentang seluk beluk pariwisata dan berbagai pernah mengalami kegagalan bersama, yang
kendala lainnya. Dengan kata lain secara tidak langsung menumbuhkan
kemampuan Sumber Daya yang masih sangat kesetiakawanan melalui bentuk kerjasama
kurang dalam pengelolaan kampung wisata bersama atau kolaborasi. Suka duka bersama
Praiijing pada saat itu. Kondisi tersebut para penggagas dan masyarakat kampung
senada dengan apa yang dikemukakan ole Praiijing menjadi kondisi awal yang
Ervianti (2018:11) bahwa Sumber daya membangkitkan keinginan, insentif dan
menjadi masalah dalam setiap kegiatan. kebutuhan untuk berkolaborasi di antara
Adapun Akses dari Sumber Daya yakni masyarakat dan penggagas kampung wisata
ketersedian sumber keuangan, sumber daya Praiijing.
teknis, sumber daya manusia serta sumber
daya lainnya yang diperlukan untuk b. Desain Kelembagaan (institutional
mencapai tujuan dalam proses kolaborasi. design).
Namun seiring berjalannya waktu dengan Menurut Ansell And Gash (2007 :
adanya kunjungan wisata setiap hari di 555-557) bahwa Aspek penting lain yang
kampung wisata Praiijing, secara tidak perlu mendapat perhatian adalah kejelasan
langsung masyarakat banyak melakukan aturan dan prosedur. Peraturan harus
interaksi dengan para wisatawan dan ditegakkan secara adil, transparan dan
penggagas kampung wisata Praiijing terbuka, sehingga para pemangku
tersebut. Dari interaksi yang ada para kepentingan dapat meyakini bahwa setiap
penggagas dan masyarakat melakukan upaya musyawarah dan negosiasi yang dilakukan
bersama melalui musyawarah dan diskusi adalah nyata dan bukan sekedar basa-basi
bersama mengenai upaya memajukan dan untuk menutupi kesepakatan rahasia.
mengembangkan kampung wisata Praiijing. Dalam pengelolaan Kampung wisata
Upaya melibatkan masyarakat secara praijing Kolaborasi yang terbangun
langsung baik dalam kegiatan musyarawarah didasarkan pada hubungan keyakinan dan
144
Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara Khatulistiwa (JIPSK) Akreditasi Jurnal Nasional Sinta 5
ISSN 25280-1852, e-ISSN: 2721-0537 Vol VI, No.02, Desember 2021
kepercayaan serta kesamaan tujuan. Mereka arrangements” ada lima sifat kunci
berinteraksi dan bernegosiasi baik secara hubungan kemitraan antara pemerintah
formal maupun informal dalam sebuah aturan dengan non-pemerintah. Pertama terkait
yang disepakati. Untuk mendukung hal Shared aims yaitu saling percaya, sejajar dan
tersebut dimulai dari pembentukan Lembaga resipositas; Kedua Trust (organisasi yang
- lembaga yang mengelola kampung wisata berpartisipasi saling percaya untuk mencapai
Praiijing. Dalam hal ini pengangkatan tujuan). Ketiga resiprositas, terdapat manfaat
pengurus kelompok Sadar Wisata dari proses kerjasama); Keempat equity
(POKDARWIS) kampung Praiijing di Desa terciptanya keadilan dan kekuasaan (shared
tebara Kecamatan Kota Waikabubak yang power); Kelima shared funding adanya
tertuang dalam Keputusan Bupati Nomor 55 Komitmen dan transparan.
Tahun 2020 dan dijabarkan melalui Surat
c. Kepemimpinan fasilitatif (facilitative
Keputusan Kepala Desa Tebara Nomor
leadership).
Kep/15/TBR/I/2020. Di sisi lain juga ada
Kepemimpinan fasilitatif menjadi
kelembagaan yang juga bersama dengan
factor yang mempengaruhi keberhasilan
Kelompok Sadar Wisata untuk memfasilitasi
prose kolaborasi hal ini sebagaimana di
kampung wisata Praiijing melalui Badan
kemukakakn oleh Ansell dan Gash
Usaha Milik Desa Tebara yaitu Bumdes Iyya
(2007:554-555) mensyaratkan pimpinan
Tekki melalui Peraturan Desa tebara Nomor
lembaga tata kelola kolaboratif adalah
04/TBR/53.12/2018 tentang Badan Usaha
seorang pemimpin fasilitatif, yang sanggup
Milik Desa Iyya Tekki. Dimana kampung
memfasilitasi seluruh pemangku kepentingan
wisata Praiijing masuk dalam Bisnis usaha
untuk duduk bersama di meja perundingan,
bersama sesuai dengan pasal 10 ayat 2 butir
bertatapmuka, membangun rasa saling
(b) yang menyatakan bahwa Kampung wisata
percaya, berkomitmen, membuat rencana
Praiijing masuk dalam Bisnis Bersama
strategi, peta jalan, visi-misi dan tujuan
Bumdes Iyya Tekki yang kepengurusannya
bersama yang disepakati secara konsensus.
dijabarkan melalui Surat Keputusan Kepala
Dalam kaitannya dengan pengelolaan
Desa Nomor 02 tahun 2018 tentang Susunan
Kampung wisata Praiijing di Desa Tebara
Pengurus Badan Usaha Milik Desa Iyya
bahwa kepala Desa tebara dapat disebut
Tekki masa Bakti 2018-2021. Menurut
sebagai pemimpin yang fasilitatif, mengingat
Pitana dan Diarta (2013: 118) regulasi adalah
posisinya yang dapat menjalin komunikasi
kewenangan yang didapatkan dari instansi
atau penghubung antara Pemerintah, Swasta,
atau organisasi guna mengelola dan mengatur
akademisi dan masyarakat. Mendorong
kegiatan yang berada didalam wilayah
Pengelolaan Kampung wisata praiijing
hukumnya. Dalam hal ini Bumdes dan
dengan terus melakukan pendampingan
Pokdarwis merupakan lembaga pengelolaa
kepada pengelola kampung wisata dan
yang diberikan mandat dalam pengelolaan
masyarakat kampung wisata Praiijing. Serta
kampung wisata Praiijing.
kepala desa tebara juga memfasilitasi
Dalam kaitannya dengan partisipasi
pertemuan atau diskusi antar stakeholder
dalam pengelolaan kampung wisata Praiijing
yang terlibat. Menurut crainer dalam
di atas sejalan dengan apa yang disampaikan
fridayana (2013 :30) menyatakan bahwa
oleh Goddard (2006:26-28) dalam tulisannya
kepemimpinan merupakan aktifitas untuk
yang berjudul “Third Sector in Partnership
145
Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara Khatulistiwa (JIPSK) Akreditasi Jurnal Nasional Sinta 5
ISSN 25280-1852, e-ISSN: 2721-0537 Vol VI, No.02, Desember 2021
dapat mempengaruhi orang lain, dalam hal dulu tidak memilih yang bersangkutan
ini peranan kepala desa mampu sebagai kepala desa, sehingga dengan
mempengaruhi masyarakat kampung wisata jalinan tersebut dapat meminimalisisr konflik
Praiijing untuk mampu berbenah. yang mungkin saja terjadi.
d. Proses Kolaborasi Faktor Penghambat dan Pendukung.
Ansell dan Gash (2007 :557-561) Dalam penelitian ini peneliti
mendefinisikan 3 (tiga) tahapan proses mencermati faktor-faktor pendukung internal
kolaborasi yaitu problem setting (penentuan yang mempengaruhi Pengelolaan Kampung
permasalahan), Direction Setting (penentuan wisata Praiijing, yang menjadi fokus analisis
tujuan), dan pelaksanaan. Proses kolaborasi adalah sumber daya (SDA dan SDM)
yang terjadi bersifat tidak teratur dan tidak kelembagaan, strategis, masyarakat, atraksi
linear. Kolaborasi seringkali dipandang budaya, sarana dan prasarana penunjang.
hanya bergantung pada pencapaian yang Dengan analisis ini akan teridentifikasi apa
mengacu pada tujuan yang ideal seperti yang menjadi kekuatan dan kelemahan
komunikasi, kepercayaan, komitmen, saling organisasi. Dalam pengelolaan kampung
memahami, dan hasil. Meskipun proses wisata Praiijing ini kualitas Sumber Daya
kolaborasi terjadi secara tidak teratur akan manusia menjadi kelemahan, hal ini di
tetapi komunikasi adalah jantung dari karenakan latar belakang pendidikan serta
kolaborasi sehingga kita memulai analisa dari kurang professional pengelola dalam
dialog tatap muka (Face to Face), mengelola kampung wisata menjadi hal
membangun kepercayaan, komitmen penting yang perlu diperhatikan. Hal ini
terhadap proses, saling memahami dan hasil terbukti dari tidak konsistennya pengelola
sementara. untuk mengikuti Anggaran Dasar dan
Dalam Proses Kolaborasi di Anggaran Rumah Tangga yang telah di
kampung wisata praiijing, Pemerintah selalu tetapkan melalui AD/ART Badan Usaha
melakukan Pendekatan melalui dialog dan Milik Desa IYYA Tekki. Sedangkan secara
berdiskusi bersama dengan masyarakat dan eksternal faktor yang mendukung dan
pengelola kampung wisata Praiijing. Setiap menghambat dalam proses kolaborasi di
bulan selalu dilakukan rapat rutin membahas kampung wisata Praiijing adalah Kebijakan
terkait dengan pengelolaan kampung wisata Pemerintah daerah, Aksebiliti Daerah,
Praiijing. Dalam pengelolaan kampung teknologi, Daya saing objek wisata sejenis,
wisata Praiijing membangun kepercaya serta pergeseran nilai budaya.
merupakan bagian dari proses kolaborasi
yang turut dalam membantu proses
keberlangsungan kampung. Hasil wawancara Kesimpulan
dengan kepala desa Tebara ditemukan fakta Berdasarkan analisis tersebut di atas,
bahwa dalam membangun kepercayaan penulis menyimpulkan bahwa Collaborative
dengan masyarakat kepala desa berupaya Governance dalam pengelolaan kampung
membangun kepercayaan pada masyarakat wisata praiijing, belum berjalan efektif dilihat
kampung wisata praiijing bukan hanya dari kondisi awal, design kelembagaan,
kepada pihak- pihak yang sepaham tetapi kepemimpinan fasilitatif dan proses kolaborasi
juga tetapi juga dengan pihak – pihak yang yang menghasilkan model kolaborasi di kampung
wisata Praiijing. Hal tersebut disebabkan karena
146
Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara Khatulistiwa (JIPSK) Akreditasi Jurnal Nasional Sinta 5
ISSN 25280-1852, e-ISSN: 2721-0537 Vol VI, No.02, Desember 2021
pengaruh faktor-fator internal dan eksternal Emerson, K., Nabatchi, T., & Balogh, S.
dalam pengelolaan kampung wisata Praiijing di (2012). An Integrative Framework
lapangan seperti Budaya,lembaga pengelola, For Collaborative Governance.
anggaran, Letak Geografis, kualitas SDM Journal Of Public Administration
Research And Theory, 22(1), 1–29.
yang kurang, Atraksi Budaya yang tidak
Https://Doi.Org/10.1093/Jopart/Mur0
dikemas dengan baik, dan adanya sebagian 11.
Penataan Infrastruktur umum yang Ervianti, Meiga. 2018. Faktor-faktor yang
mengurangi nilai kampung wisata Praiijing. menhambat Collaborative
Sedangkan Faktor Eksternalnya dilihat dari Governance dalam implementasi
Kebijakan Pemerintah daerah melalui manajemen dan rekayasa lalu lintas di
Peraturan Daerah yang dikeluarkan guna kota pekanbaru. Jurnal JOM FISIP.
Univ. Riau.
mendukung Sistem kepariwisataan,
Goddard, Jodi. 2006. Third Sector in
pemanfaatan Teknologi sebagai sarana Partnership arrangements,paper
promosi pariwisata di kampung Praiijing, dan presented at Australia and new
juga Aksebiliti daerah yang sangat strategis. Zealand third sector research eighth
Disisi lain terdapat ancaman dari factor biennial conference. Adeleide.
eksternal berupa Daya saing Objek wisata Hidayana, Fransiska, dkk. 2019. Tanggapan
sejenis serta Pergeseran Nilai Budaya akibat Wisatawan dan perkembangan
Pariwisata Kampung Adat Praiijing.
dari Perkembangan teknologi dan Informasi.
Prosiding Seminar Nasional Hasil
Pengelolaan Kampung wisata Penelitian Akademi Pariwisata Bali -
Praiijing diharapkan dapat meningkatkan Denpasar.
kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia Islamy, L. O. S.2018. COLLABORATIVE
sebagai pelaku kebijakan dalam bidang GOVERNANCE Konsep dan
kepariwisataan melalui jenjang pendidikan Aplikasi. Yogyakarta: Deepublish.
yang bersifat formal maupun non formal. Mungkasa, Oswar. 2020. Makalah Tata
Kelola Kolaboratif (Collaborative
Menjalin kemitraan dengan lembaga- Governance) Menata Kolaborasi
lembaga lainnya baik lembaga Pemangku Kepentingan.
pemerintah,swasta, akademisi, media untuk Academia.edu: Bappenas Jakarta.
menciptakan investasi baru dalam rangka Pitana, I Gede dan Surya Diarta, I Ketut.
mengembangkan Pengelolaan kampung Pengantar Ilmu Pariwisata.
wisata Praiijing sehingga mampu mengatasi Yogyakarta:Penerbit Andi.
Saputra, Deden. 2020. Tatakelola Kolaborasi
faktor –faktor yang menghambat proses
Pengembangan Kampung Wisata
Collaborative Governance. Berbasis Masyarakat.Goverment:
Jurnal Ilmu Pemerintahan.
Daftar Pustaka: Sedarmayanti, 2014, Membangun dan
Ansell, C., & Gash, A. (2007). Collaborative Mengembangkan Kdan Industri
Governance In Theory And Practice. Pariwisata (bunga rampai tulisan
543–571. pariwisata). Bandung: Refika
Https://Doi.Org/10.1093/Jopart/Mum Aditama.
032. Yudiaatmaja, Fridayana, 2013.
Dwiyanto, A. (2011). Manajemen Pelayanan Kepemimpinan: Konsep, Teori dan
Publik : Peduli, Inklusif, Dan Karakternya. Jurnal Media
Kolaboratif. Gajah Mada University Komunikasi FIS: Universitas
Press. Pendidikan Ganesha.
147
Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara Khatulistiwa (JIPSK) Akreditasi Jurnal Nasional Sinta 5
ISSN 25280-1852, e-ISSN: 2721-0537 Vol VI, No.02, Desember 2021
148